Top Banner
KERANGKA PEMIKIRAN ANALILIS KEPENDUDUKAN MORTALITAS TERHADAP KESEHATAN PAPER Disusun oleh : Risa Kartika Putri 25010113130321 Zahrotul Mahmudari 25010113130347 Putri Nurul Agustiyanti 25010113140349 Istiana Islahul Imaroh 25010113140356 Zakiyah Islamiaty OP 25010113130359 Kelas E FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO
31

Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Dec 26, 2015

Download

Documents

TUGAS ANALISIS KEPENDUDUKAN 1
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

KERANGKA PEMIKIRAN ANALILIS

KEPENDUDUKAN

MORTALITAS TERHADAP KESEHATAN

PAPER

Disusun oleh :

Risa Kartika Putri 25010113130321

Zahrotul Mahmudari 25010113130347

Putri Nurul Agustiyanti 25010113140349

Istiana Islahul Imaroh 25010113140356

Zakiyah Islamiaty OP 25010113130359

Kelas E

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2014

Page 2: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

PENDAHULUAN

Demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah.

Struktur penduduk meliputi: jumlah, persebaran dan komposisi penduduk.

Struktur penduduk ini selalu berubah-ubah, dan perubahan tersebut disebabkan

karena proses demografi, yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan

mobilitas sosial (perubahan status) (Ida Bagoes Mantra, 2009)

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen

proses demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk selain fertilitas

dan migrasi. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas di suatu daerah tidak hanya

mempengaruhi pertumbuhan penduduk, tetapi juga bisa dijadikan sebagai

barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan di daerah tersebut. Kasus

kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial,

ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian

berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam

peningkatan kesejahteraan masyarakat (Budi Utomo, 1985).

Salah satu ukuran kematian yang cukup menjadi perhatian adalah jumlah

kematian bayi. Jumlah kematian bayi ini dipublikasikan dengan sebuah indikator

yang disebut angka kematian bayi (IMR). Di Indonesia, IMR telah mengalami

penurunan dari 142 pada 1967-1971 menjadi 46 pada periode 1992-1997.

Penurunan IMR yang drastis ini menyembunyikan perbedaan IMR antar daerah

geografis dan kalangan sosial ekonomi yang berbeda. Data dinas kependudukan

menyebutkan perbedaan IMR antara perkotaan dan pedesaan semakin melebar,

sekitar 42% lebih tinggi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan.

Gwatkin (2000) mengindikasikan bahwa perbedaan IMR di Indonesia

berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang diukur dengan tingkat

kekayaan dan rasio penduduk miskin. Kawachi (1994) dalam Poerwanto dkk 2

(2003) mengemukakan bahwa pada kenyatannya kalangan dengan tingkat sosial

ekonomi yang rendah memiliki resiko kematian yang lebih tinggi. Sehingga

kebijakan pemerintah dalam memperbaiki fasilitas kesehatan dalam rangka

Page 3: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

menurunkan perbedaan sosial ekonomi antar daerah sangat berpengaruh terhadap

penurunan kematian bayi.

Beberapa penelitian sebelumnya telah menghasilkan banyak faktor

terutama sosial-ekonomi yang menyebabkan kematian bayi. Penelitian ini akan

lebih focus kepada faktor maternal yang merupakan faktor vital penyebab

kematian bayi. Faktor maternal tersebut antara lain: usia ibu pada saat melahirkan,

jumlah pemeriksaan yang dilakukan oleh ibu pada saat hamil, tingkat pendidikan

ibu, dan tingkat kesejahteraan keluarga. Sedangkan faktor lingkungan yang

dijadikan faktor pendukung adalah jumlah sarana kesehatan, jumlah tenaga medis,

dan persentase daerah yang berstatus desa.

Tinggi rendahnya angka maternal mortality dapat dipakai mengukur taraf

program kesehatan di suatu negara khususnya program kesehatan ibu dan anak

(Sukarni, 1994). Semakin rendah angka kematian ibu di suatu Negara

menunjukkan tingginya taraf kesehatan negara tersebut. Di Indonesia, tiap tahun

sekitar 14.180 wanita meninggal karena hamil dan melahirkan atau dalam satu

jam terdapat dua orang ibu meninggal saat melahirkan. Jika dikalkulasikan, angka

kematian ibu saat melahirkan akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas

mencapai 20 ribu orang per tahun. Angka ini masih merupakan angka yang

tertinggi di Asia Tenggara (Sahrudin, 2008).

Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk menurunkan angka

kematian ibu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka

maternal mortality adalah dengan mengetahui penyebabnya.

Naja (2006) menyebutkan bahwa dalam mewujudkan pembangunan SDM

secara baik, yang menjadi ujung tombak adalah dunia pendidikan. Karena itu,

pola dan sistem pendidikan yang berkualitas merupakan syarat mutlak untuk dapat

mewujudkan pembangunan SDM yang optimal. Brata dalam Farida (2008)

menyebutkan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

pembangunan manusia. Roza (2007) menyebutkan bahwa pendidikan mempunyai

peran dalam mencetak manusia berkualitas

Page 4: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

PEMBAHASAN

Hendrick L.Blum mengemukakan konsep tentang faktor-faktor apa yang

mempengaruhi derajat kesehatan. Terdapat empat faktor yang mempenaruhi

derajat kesehatan masyarakat yaitu genetika (keturunan), pelayanan kesehatan,

perilaku masyarakat, lingkungan. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi satu

dengan lainnya dengan sifat interaksi dapat positif maupun negatif terhadap

derajat kesehatan. Besar kecinya pengaruh dari masing-masing faktor HL. Blum

sangat tergantung dari masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen

proses demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk selain fertilitas

dan migrasi. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas di suatu daerah tidak hanya

mempengaruhi pertumbuhan penduduk, tetapi juga bisa dijadikan sebagai

barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan di daerah tersebut. Kasus

kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial,

ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian

berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam

peningkatan kesejahteraan masyarakat (Budi Utomo, 1985).

Mortalitas atau kematian merupakan keadaan hilangnya semua tanda -

tanda kehidupan secara permanen yang dapat terjadi setiap saat setelah kelahiran

Page 5: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

hidup (World Health Organization). Kematian dapat menimpa siapa saja, tua,

muda, kapan saja dan dimana saja.

Mortalitas terdiri dari kematian dewasa dan kematian bayi dan balita.

Yang paling banyak menjadi perhatian dan sorotan pemerintah adalah kematian

ibu dan kematian bayi. Hal tersebut dikarenakan angka kematian ibu dan bayi

menjadi tolak ukur derajat kesehatan suatu negara. 

Jadi dalam hal ini mortalitas ( kematian ) tidak luput dari hal kelahiran.

Dalam tahap peralihan keadaan demografis :

a. Tingkat kelahiran dan kematian tinggi. Penduduk tetap atau naik sedikit,

anggaran kesehatan meningkat, penemuan obat-obatan semakin maju, angka

kelahiran tetap tinggi.

b. Angka kematian menurun, tingkat kelahiran masih tinggi, pertumbuhan

penduduk meningkat, adanya urbanisasi, usia kawin meningkat, pelayanan KB

lebih luas, pendidikan meningkat.

c. Angka kematian terus menurun, angka kelahiran menurun, laju pertumbuhan

penduduk menurun.

d. Kelahiran dan kematian pada tingkat rendah, pertumbuhan penduduk kembali

seperti kategori I yaitu mendekati nol.

Keempat kategori ini akan di alami oleh Negara yang sedang melaksanakan

pembangunan ekonomi, struktur dan persebaran penduduk.

1. Mortalitas Tinggi

“Semakin rendah tingkat mortalitas, semakin rendah tingkat reproduksi.”

(Michael T. Sadler dan Thomas Doubleday)

Mortalitas tinggi memberi dampak terhadap peningkatan daya reproduksi

berbanding lurus pula dengan peningkatan populasi penduduk dalam suatu

wilayah tersebut. Masyarakat tidak mengalami kelelahan psikologis akan

terjadinya segala bentuk persaingan dalam berbagai bentuk dan tujuan dalam

masyarakat.

Pada suatu wilayah dimana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat

dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan antara

penduduk untuk dapat mempertahankan hidup.” (Emile Durkheim).

Page 6: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Bermacam-macam indikator mortalitas atau angka kematian yang umum

dipakai adalah:

1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR).

Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah angka yang

menunjukkan berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun

tertentu untuk setiap 1000 penduduk. Angka ini disebut kasar sebab belum

memperhitungkan umur penduduk. Penduduk tua mempunyai risiko

kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih

muda.

Beberapa penelitian sebelumnya telah menghasilkan banyak faktor

terutama sosial-ekonomi yang menyebabkan kematian bayi. Penelitian ini

akan lebih focus kepada faktor maternal yang merupakan faktor vital

penyebab kematian bayi. Faktor maternal tersebut antara lain: usia ibu

pada saat melahirkan, jumlah pemeriksaan yang dilakukan oleh ibu pada

saat hamil, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat kesejahteraan keluarga.

Sedangkan faktor lingkungan yang dijadikan faktor pendukung adalah

jumlah sarana kesehatan, jumlah tenaga medis, dan persentase daerah yang

berstatus desa.

Rumus

Susenas 2003 tercatat sebanyak 767.740 kematian, sedangkan

jumlah penduduk pada tahun tersebut diperkirakan sebesar 214.37.096

jiwa. Sehingga Angka Kelahiran Kasar yang terhitung adalah sebesar 3,58.

Artinya, pada tahun 2003 terdapat 3 atau 4 kematian untuk tiap 1000

penduduk.

2. Angka Kematian Bayi (AKB)

Page 7: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi

berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun

tertentu (www.datastatistik-indonesia.com, 2014)

Cara Menghitung

 Dimana:

AKB      = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)

 D 0-<1th     =Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun)

pada satu tahun tertentu  di daerah tertentu.

 ∑ lahir hidup = Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu

di  daerah tertentu (lihat modul fertilitas untuk definisi kelahiran hidup).

 K = 1000

Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator untuk

menentukan derajat kesehatan masyarakat. Menurut World Health

Organization (WHO) AKB sebagian besar disebabkan oleh asfiksia (20-

60%), infeksi (25-30%), bayi dengan berat lahir rendah (25-30%), dan

trauma persalinan (5-10%) (Depkes RI, 2008).

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Aceh mencatat angka kematian

bayi di Aceh selama tahun 2013, mencapai 1.034 kasus. Angka tersebut,

naik sekitar lima persen dibandingkan tahun 2012 yang berjumlah 985

kasus. Dari 1.034 kematian bayi tersebut, lebih dari 45 persen meninggal

akibat gizi buruk (http://jogja.tribunnews.com/)

3. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)

Jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu

per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk

kematian bayi).

Rumusan

Page 8: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Kegunaannya adalah indikator ini terkait langsung dengan target

kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan

lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan

kesehatannya. Angka Kematian Balita kerap dipakai untuk

mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk.

Misalkan perhitungan dari data Susenas 2004 mendapatkan perkiraan

Angka Kematian Balita sebesar 74 per 1000 balita, dengan referensi waktu

Mei 2002. Artinya, pada tahun 2002 setiap 1000 baita (umur 0 sampai 4

tahum 11 bulan 29 hari) pada tahun 2002, 74 anak diantaranya tidak akan

berhasil mencapai umur tepat lima tahun.

4. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)

Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang

berusia satu sampai menjelang 5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4

tahun 11 bulan 29 hari.

Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan

yang langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka Kematian

Anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk,

kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi penyakit

menular  pada anak, atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar

rumah  (Budi Utomo, 1985).

Angka Kematian Anak adalah kematian yang terjadi  diantara

penduduk berusia yang 1 tahun sampai satu hari menjelang ulang tahun

nya yang kelima

Rumus

5. Angka Kematian IBU (AKI)

Tinggi rendahnya angka maternal mortality dapat dipakai mengukur

taraf program kesehatan di suatu negara khususnya program kesehatan ibu

dan anak (Sukarni, 1994). Semakin rendah angka kematian ibu di suatu

Page 9: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Negara menunjukkan tingginya taraf kesehatan negara tersebut. Di

Indonesia, tiap tahun sekitar 14.180 wanita meninggal karena hamil dan

melahirkan atau dalam satu jam terdapat dua orang ibu meninggal saat

melahirkan. Jika dikalkulasikan, angka kematian ibu saat melahirkan

akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas mencapai 20 ribu orang

per tahun. Angka ini masih merupakan angka yang tertinggi di Asia

Tenggara (Sahrudin, 2008).

Dari data Susenas 2004 diperoleh perkiraan Angka Kematian Anak 1-4

tahun sebesar 18 per 1000 anak Aberusia (1- 4) tahun dengan referensi

waktu Mei 2002. Artinya pada pertengahan 2002 diantara 1000 anak yang

berumur antara 1 sampai 4 tahun, 11 bulan 29 hari,  18 orang diantaranya

tidak dapat mencapai usia tepat 5 tahun.

6. Umur Harapan Hidup (UHH) atau Life Expectancy.

2. Tingkat Reproduksi tinggi

Teori Kependudukan Teori Malthus (Thomas Robert Malthus)

mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan

makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara

penduduk dan kebutuhan hidup

Berdasarkan hasil SP 2010 ASFR Indonesia pada kelompok umur 45-49

sebesar 6, artinya wanita yang berusia 45-49 tahun, dalam satu tahun rata-rata

akan melahirkan 0,006 bayi (6 kelhiran untuk setiap 1000 wanita). Tingkat

fertilitas tertinggi terdapat pada usia 25-29 tahun yaitu ASFR sebesar 130.

Sedangkan tingkat fertilitas terendah pada usia 45-49 tahun yaitu ASFRnya

sebesar 6.

Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate / TFR) merupakan rata-rata

jumlah anak yang akan dipunyai seorang wanita selama masa reproduksinya.

TFR2010 Indonesia:

TFR2010   = 5 x (41 + 117 + 130 + 105 + 61 + 22 + 6)

                = 5 x 482

                 = 2.410 per seribu wanita usia reproduksi (15-49 tahun).

Page 10: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Berdasarkan data SP 2010, rata-rata jumlah anak yang akan dipunyai oleh

seribu wanita selama masa reproduksinya di Indonesia adalah sebesar 2.410

jiwa. Ini dapat diartikan bahwa wanita di Indonesia pada tahun 2010 rata-rata

akan mempunyai anak sebanyak 2 sampai 3 orang di akhir masa

reproduksinya.

3. Populasi meningkat

Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama

dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1  juta pada

tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025. Walaupun demikian,

pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-

2025 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-2000,

penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun,

kemudian antara periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen

dan  0,92 persen per tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh

turunnya tingkat kelahiran dan kematian, namun penurunan karena kelahiran

lebih cepat daripada penurunan karena kematian. Crude Birth Rate

(CBR) turun dari sekitar 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15

per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude Death Rate

(CDR) tetap sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.

Salah satu ciri penduduk Indonesia adalah persebaran antar pulau dan

provinsi yang tidak merata.  Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk

Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari tujuh

persen dari luas total wilayah daratan Indonesia. Namun secara perlahan

persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun dari

sekitar 59,1 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4 persen pada tahun 2025.

Sebaliknya persentase  penduduk yang tinggal di pulau pulau lain meningkat

seperti, Pulau Sumatera naik dari 20,7 persen menjadi 22,7 persen,

Kalimantan naik dari 5,5  persen menjadi 6,5 persen pada periode yang sama. 

Selain pertumbuhan alami di pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi

dari pertumbuhan alami di Jawa, faktor arus perpindahan yang mulai

menyebar ke pulau-pulau tersebut juga menentukan distribusi penduduk

4. Angkatan Kerja Meningkat

Page 11: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Semakin tinggi tingkat populasi penduduk, akan mengakibatkan angkatan

tenaga kerja meningkat. “Pada suatu wilayah dimana angka kepadatan

penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan

timbul persaingan antara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup.”

(Emile Durkheim). Berarti semakin tinggi tingkat populasi penduduk, akan

mengakibatkan angkatan tenaga kerja meningkat.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan permasalahan

pokok yang terjadi pada tenaga kerja tanah air adalah semakin berkurangnya

daya serap tenaga kerja oleh dunia usaha, khususnya tenaga kerja formal.

Menurut ketua DPN Apindo Hariyadi B Sukamdani menjelaskan, jumlah

angkatan kerja per Agustus 2013 adalah 118,19 juta. Sedangkan untuk

pengangguran terbuka sejumlah 7,93 juta atau sekitar 6,25%.

5. Pendapatan rendah

Lapangan pekerjaan pun semakin terbatas, sehingga banyak orang

kesulitan mendapat pekerjaan yang layak. Dengan demikian pendapatannya

pun rendah.

Pendapatan per kapita Indonesia yang sebesar US$ 4.700 masih jauh

tertinggal dibandingkan negara kawasan lainnya. Thailand sudah pada kisaran

US$ 10.000, Malaysia sudah mencapai US$ 15.000, dan Singapura yang

sudah melebihi US$ 50.000.

"Pendapatan per kapita Indonesia masih rendah dibandingkan Thailand,

hanya separuhnya. Malaysia sudah pada kisaran US$ 15.000. Kalau dengan

Singapura sudah jauh sekali," ungkap Ketua Bidang Ekonomi dan

Kewirausahaan DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Aunur Rofiq dalam

peluncuran buku Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Restoran Pulau

Dua, Jakarta, Minggu (11/5/2014).

Adapun laporan terakhir, Badan Pusat  Statistika (BPS) yang telah

melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret

2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan

kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika

pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.

6. Daya beli rendah

Page 12: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Dengan pendapatan yang rendah, dapat dipastikan mereka akan memiliki

daya beli yang rendah pula. Daya beli rendah menyebabkan konsumsi pangan

rendah, karena keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan

dan gizi keluarga, terutama untuk anak balita.

Teori Kependudukan Teori Malthus (Thomas Robert Malthus)

mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan

makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara

penduduk dan kebutuhan hidup.

7. Gizi buruk

Daya beli rendah menyebabkan konsumsi pangan rendah, karena keluarga

tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan dan gizi keluarga,

terutama untuk anak balita. Rendahnya konsumsi pangan atau tidak

seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi mengakibatkan terganggunya

pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, lemahnya daya tahan tubuh terhadap

serangan penyakit, serta menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja.

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh konsumsi makan yang bergantung

pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasukan, distribusi dalam

keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan (Almatsier, 2001).

Pada ibu hamil, kekurangan gizi akan berakibat buruk bagi dirinya juga

bayi yang akan dilahirkan. Bayi dan balita yang kekurangan gizi dapat

mengakibatnya terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental

dan spiritual. Bahkan pada bayi, gangguan tersebut dapat bersifat permanen

dan sangat sulit untuk diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita,

dengan demikian akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya

manusia.

Salah satu indicator gizi adalah dengan mengukur IMT (Indeks Masa

Tubuh), rumusnya adalah

IMT = Berat Badan( Kg)

(Tinggi Badan)2(m2)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan

FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan.

Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,1-25,0 dan

Page 13: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan

tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO

menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan

perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas

laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas

pada perempuan untuk kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan

Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan

hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil

kesimpulan, batas ambang

IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut

1. IMT < 17,0 : keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat

badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.

2. IMT 17,0 - 18,4 : keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan

berat badan tingkat ringan atau KEK ringan.

3. IMT 18,5 - 25,0 : keadaan orang tersebut termasuk kategori normal.

4. IMT 25,1 - 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan

berat badan tingkat ringan.

5. IMT > 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat

badan tingkat berat

8. Mutu SDM rendah

Sumber daya manusia sangat menentukan kemajuan dan keberhasilan

pembangunan suatu Negara. Terbentuknya sumber daya manusia yang

berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif

ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat penting adalah

terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi.

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas manusia

yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dalam perhitungannya

menempatkan pengetahuan (pendidikan) sebagai salah satu dimensi dari tiga

dimensi kehidupan yang sangat mendasar. IPM di Indonesia menempati

urutan ke-121 dari 182 negara yang termasuk dalam perhitungan IPM pada

tahun 2013 mencapai 0,629.

9. Pendidikan Rendah

Page 14: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat berdampak pula pada

rendahnya SDM. Selain berdampak terhadap sumber daya manusia,

pendidikan juga berdampak langsung terhadap perilaku manusia.

Dimensi pengetahuan (pendidikan) merupakan dimensi yang mempunyai

kontribusi terbesar terhadap IPM. Dimensi ini terdiri dari rata-rata lamanya

bersekolah dan melek huruf yang menurut Badan Pusat Statistik, BPS (2007)

kontribusinya terhadap IPM masing-masing sebesar 73 persen per tahun dan

64 persen per tahun. Jika dilihat dari pencapaian angkanya secara nasional,

rata-rata lama sekolah pada tahun 2006 baru mencapai 7,4 tahun yang berarti

dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk. Indonesia baru setara

dengan kelas satu sekolah tingkat menengah, sedangkan melek huruf telah

mencapai 91,5 persen

10. Tenaga Kesehatan sedikit

Kurangnya tenaga kesehatan profesional berawal dari tingkat pendidikan

yang rendah di masyarakat. Perlunya keserasian kerja antara daerah dan pusat,

tidak hanya itu, hal ini juga dituntut efektif pada tingkat pemerintah desa dan

daerah. Hal ini dimaksudkan agar program-program yang secara filosofis telah

sempurna pada tingkat pusat, dapat dihantarkan dengan baik pada tingkat

pemerintah daerah dan pemerintah desa tanpa ada reduksi.

11. Pelayanan Kesehatan Rendah

Pelayanan kesehatan meliputi rumah sakit, puskesmas, puskesmas

kelililing, bidan desa, dokter praktek, POLINDES, posyandu. Sumber data dan

informasi dapat diambil dari Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu

Puskesmas (SP2TP), Sistem Pencatatan Rumah Sakit (SP2RS), SUSENAS,

SKRT, dll.

Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:

1.      Tersedia (available) dan berkesinambungan (continuous)

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat

tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada

setiap saat yang dibutuhkan.

2.      Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)

Page 15: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan

keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang

bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan

kepercayaan mesyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu

pelayanan kesehatan yang baik.

3.      Mudah dicapai (accessible)

Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan

demikian, untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka

pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan

kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan

sementara itu tidak ditemukan didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan

kesehatan yang baik.

4.      Mudah dijangkau (affordable)

Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya.

Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti itu harus dapat diupayakan

biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi

masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati

oleh sebagian kecil masyarakat saja bukanlah kesehatan yang baik.

5.      Bermutu (quality)

Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu

pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standart

yang telah ditetapkan.

12. Kesadaran Masyarakat terhadap kesehatan kurang

Akibat tingkat pendidikan yang rendah juga mempengaruhi kualitas

Kesehatan memiliki kesadaran tentang kesehatan yang masih kurang, karena

pelayanan kesehatan yang di berikan tenaga kesehatan yang masih sedikit

pula. Dengan tenaga kesehatan yang kurang mereka lebih percaya kepada

dukun untuk melakukan persalinan bukan tenaga medis yang professional.

Tingginya angka kematian Ibu berhubungan dengan indikator status kesehatan

reproduksi yang meliputi proses hamil, persalinan dan masa nifas oleh tenaga

kesehatan.

Page 16: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

13. Perilaku Buruk

Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 mengumpulkan 10 indikator

tunggal Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang terdiri dari enam

indikator individu dan empat indikator rumah tangga. Indikator individu

meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi 0-6 mendapat ASI

eksklusif, kepemilikan/ Ketersediaan jaminan Pemeliharaan kesehatan,

penduduk tidak merokok, penduduk cukup beraktifitas fisik dan penduduk

cukup mengkonsumsi sayur dan buah. Indikator Rumah Tangga meliputi

rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, akses jamban sehat,

kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni (≥8m2/orang) dan rumah

tangga dengan lantai rumah bukan tanah.

Secara nasional, penduduk yang telah memenuhi kriteria PHBS baik

sebesar 38,7%. Terdapat lima propinsi dengan pencapaian di atas angka

nasional yaitu DI Yogyakarta (58,2%), Bali (51,7%), Kalimantan Timur

(49,8%), Jawa Tengah (47%), dan Sulawesi Utara (46,9%). Sedangkan

propinsi dengan pencapaian PHBS rendah berturut-turut adalah Papua

(24,4%), Nusa Tenggara Timur (26,8%), Gorontalo (27,8%), Riau (28,1%)

dan Sumatera Barat (28,2%) (RISKESDAS, 2007).

Salah satu contoh perilaku sehat dalam PHBS, adalah menggunakan

jamban keluarga untuk membuang kotoran atau tinja manusia. Dengan

menggunakan jamban keluarga dalam pembuangan kotoran atau tinja

manusia, maka akan melindungi keluarga dan juga masyarakat dari ancaman

penyakit menular berbasis lingkungan seperti diare, penyakit kulit dan

kecacingan, dimana penyakit berbasis lingkungan tersebut merupakan salah

satu penyebab cukup tingginya angka kesakitan dan kematian di Indonesia.

Hal ini terkait erat dengan kondisi lingkungan yang belum memadai (Depkes

RI, 2004).

Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan air bersih baru

mencapai 67,3%. Dari angka tersebut hanya separuhnya (51,4%) yang

memenuhi syarat bakteriologis. Sedangkan penduduk yang menggunakan

jamban sehat (WC) hanya 54%. Itulah sebabnya penyakit diare sebagai salah

Page 17: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

satu penyakit yang ditularkan melalui air masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat dengan angka kesakitan 374 per 1000 penduduk.

Kesadaran memiliki jamban sendiri masih sangat kurang karna status

ekonomi penduduk yang rendah ini tentu berpengaruh terhadap status

kesehatan sehingga menyebabkan angka morbiditas yang relative tinggi yang

di tunjukan banyak penduduk yang ,mengalami keluhan kesehatan.

14. Kerusakan Lingkungan

Teori HL.Blum lingkungan menyatakan bahwa lingkungan memiliki

pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas kesehatan dan

keturunan. Gambaran bahwa kualitas kesehatan yang meliputi akses terhadap

air bersih, sanitasi, dan sarana kesehatan masih rendah  karna status ekonomi

penduduk yang rendah ini tentu berpengaruh terhadap status kesehatan

sehingga menyebabkan angka morbiditas yang relatif tinggi yang di tunjukan

banyak penduduk yang mengalami masalah kesehatan.

Kualitas kesehatan yang meliputi akses terhadap air bersih, sanitasi, dan

sarana kesehatan masih rendah. Kesadaran memiliki jamban sendiri masih

sangat kurang karena status ekonomi penduduk yang rendah ini tentu

berpengaruh terhadap status kesehatan sehingga menyebabkan angka

morbiditas yang tinggi

15. Morbiditas Tinggi

A. Insidensi

1. rumus:

a) (kasus baru/individu berisiko) x 1000

2. macam:

a) cummulative incidence

(1) tiap individu di denominator di follow up smp akhir periode

waktu

b) incidence rate

(1) individu di denominator tidak diobservasi scr penuh

(2) tiap individu punya periode obs berbeda

(3) sering diekspresikan dalam bentuk person year

B. Prevalensi

Page 18: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

1. rumus:

a) (jumlah kasus/total individu di populasi) x 1000

2. macam:

a) point prevalence

(1) pada satu titik waktu tertentu

b) period prevalence

(1) berapa banyak individu yang pernah kena penyakit

kapan saja selama periode waktu ttt

16. Umur Harapan Hidup rendah

Dengan morbiditas tinggi menyebabkan rendahnya angka harapan hidup.

Umur Harapan Hidup juga merupakan salah satu indikator derajat

kesehatan dan kualitas hidup masyarakat, dengan adanya peningkatan Umur

Harapan Hidup (UHH) saat lahir dapat diindikasikan adanya keberhasilan

pembangunan pada sektor kesehatan.

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2002 dan 2003, umur harapan hidup

kabupaten Sambas tahun 2002-2003 sebesar 67,15 tahun (pada laki-laki : 65,7

tahun dan pada wanita : 68,6 tahun). Sedangkan berdasarkan Susenas 2004

laporan Indikator Database 2004 BPS Kabupaten Sambas bekerjasama dengan

United Nations Population Fund (UNFA) bahwa umur harapan hidup

penduduk Kab. Sambas tahun 2004 adalah 64,7 tahun untuk laki – laki dan

68,84 tahun untuk perempuan.

Dengan morbiditas tinggi menyebabkan rendahnya angka harapan hidup di

Indonesia masih rendah di bandingkan dengan negara lainnya. Menurut data

CIA World Factbook pada tahun 2011 Indonesia menempati urutan ke-108

dari 191 negara berdasarkan data PBB dengan Angka Harapan Hidup 70.76

tahun.

17. Masalah Kesehatan

Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil

(dampak) dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan

manusia. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak, meskipun

kadang bisa dicegah atau dihindari. (Notoadmodjo, 2007)

Page 19: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Masalah Kesehatan Masyarakat khususnya negara berkembang termasuk

Indonesia sangat beragam dan harus segera diatasi dengan kerjasama yang kuat

antara pemerintah dan masyarakat itu sendiri. dalam hal ini pemerintah telah

membentuk badan khusus secara formal yang menangani masalah kesehatan

masyarakat yaitu  Kementrian kesehatan sesuai dengan visinya Masyarakat Sehat

Yang Mandiri dan Berkeadilan.

Untuk mempermudah memahami Masalah Kesehatan Masyarakat yang

sering terjadi perlu dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain: 

Masalah perilaku kesehatan, lingkungan, genetik dan pelayanan

kesehatan yang akan meningkat ke masalah kesehatan ibu dan

anak.

Masalah gizi dan beragam penyakit baik menular atau non

menular. 

Masalah Kesehatan ini bisa terjadi pada masyarakat umum atau

kelompok rawan (bayi, balita dan ibu), kelompok lanjut usia dan

para pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Mantra, Ida Bagus. 2000. Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Purnami, Cahya Tri. 2012. Buku Ajar Ilmu Kependudukan. Semarang : UPT

UNDIP Press Semarang.

Olivia, Firsa.dkk. 2013. Analisis Kependudukan (Mortalitas) Terhadap Faktor

Kesehatan. http://www.slideshare.net/FIRSAOLIVIA2107/analisis-

kependudukan-mortalitas-terhadap-faktor-kesehatan (diakses pada 10

September 2014)

Outlook. Januari 1999. Keselamatan Ibu: Keberhasilan dan Tantangan. Volume

16 Edisi Khusus.

Page 20: Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2007. Angka Kematian Ibu

Melahirkan.

Sinta, Yulia. Analisis Hasil Sensus Penduduk. 2010. http://data-by-

iyuta.blogspot.com/2012/11/fertilitas-menurut-hasil-sp-2010.html.

(Diakses pada 19 September 2014)

Simbolon, Citra Alfaputri. Perilaku Buang Air Besar. 2009. http://lib.ui.ac.id/file?

file=digital/125592-S-5671-Perilaku%20buang-Pendahuluan.pdf. (Diakses

pada 19 September 20014)

Afriyadi, Dwi Achmad. Daya Serap, Masalah Utama Ketenagakerjaan RI. 2014.

http://bisnis.liputan6.com/read/2031841/daya-serap-masalah-utama-

ketenagakerjaan-ri. (Diakses pada 19 September 2014)

Mahathir, Marendra. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. 2014.

http://www.scribd.com/doc/208583548/Angka-Kematian-Ibu-AKI-di-

Indonesia. (Diakses pada 19 September 2014)

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. 2014.

http://stbm-indonesia.org/dkconten.php?id=116. (Diakses pada 19

September 2014)

http://www.promkes.depkes.go.id/index.php/topik-kesehatan/106-terapkan-10-indikator-phbs-dalam-lingkungan-keluarga

http://www.datastatistik-indonesia.com

http://www.bappenas.go.id/files/9113/5185/1849/isi2009081411262920152__20110128110124__2919__2.pdf

http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2012/04/Definisi-Variabel-SIM-Gizi-KIA-Terintegrasi.pdf