KERANGKA PEMIKIRAN ANALILIS KEPENDUDUKAN MORTALITAS TERHADAP KESEHATAN PAPER Disusun oleh : Risa Kartika Putri 25010113130321 Zahrotul Mahmudari 25010113130347 Putri Nurul Agustiyanti 25010113140349 Istiana Islahul Imaroh 25010113140356 Zakiyah Islamiaty OP 25010113130359 Kelas E FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO
31
Embed
Hubungan Mortalitas Terhadap Derajad Kesehatan Masyarakat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KERANGKA PEMIKIRAN ANALILIS
KEPENDUDUKAN
MORTALITAS TERHADAP KESEHATAN
PAPER
Disusun oleh :
Risa Kartika Putri 25010113130321
Zahrotul Mahmudari 25010113130347
Putri Nurul Agustiyanti 25010113140349
Istiana Islahul Imaroh 25010113140356
Zakiyah Islamiaty OP 25010113130359
Kelas E
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
PENDAHULUAN
Demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah.
Struktur penduduk meliputi: jumlah, persebaran dan komposisi penduduk.
Struktur penduduk ini selalu berubah-ubah, dan perubahan tersebut disebabkan
karena proses demografi, yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan
mobilitas sosial (perubahan status) (Ida Bagoes Mantra, 2009)
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen
proses demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk selain fertilitas
dan migrasi. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas di suatu daerah tidak hanya
mempengaruhi pertumbuhan penduduk, tetapi juga bisa dijadikan sebagai
barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan di daerah tersebut. Kasus
kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial,
ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian
berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat (Budi Utomo, 1985).
Salah satu ukuran kematian yang cukup menjadi perhatian adalah jumlah
kematian bayi. Jumlah kematian bayi ini dipublikasikan dengan sebuah indikator
yang disebut angka kematian bayi (IMR). Di Indonesia, IMR telah mengalami
penurunan dari 142 pada 1967-1971 menjadi 46 pada periode 1992-1997.
Penurunan IMR yang drastis ini menyembunyikan perbedaan IMR antar daerah
geografis dan kalangan sosial ekonomi yang berbeda. Data dinas kependudukan
menyebutkan perbedaan IMR antara perkotaan dan pedesaan semakin melebar,
sekitar 42% lebih tinggi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan.
Gwatkin (2000) mengindikasikan bahwa perbedaan IMR di Indonesia
berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang diukur dengan tingkat
kekayaan dan rasio penduduk miskin. Kawachi (1994) dalam Poerwanto dkk 2
(2003) mengemukakan bahwa pada kenyatannya kalangan dengan tingkat sosial
ekonomi yang rendah memiliki resiko kematian yang lebih tinggi. Sehingga
kebijakan pemerintah dalam memperbaiki fasilitas kesehatan dalam rangka
menurunkan perbedaan sosial ekonomi antar daerah sangat berpengaruh terhadap
penurunan kematian bayi.
Beberapa penelitian sebelumnya telah menghasilkan banyak faktor
terutama sosial-ekonomi yang menyebabkan kematian bayi. Penelitian ini akan
lebih focus kepada faktor maternal yang merupakan faktor vital penyebab
kematian bayi. Faktor maternal tersebut antara lain: usia ibu pada saat melahirkan,
jumlah pemeriksaan yang dilakukan oleh ibu pada saat hamil, tingkat pendidikan
ibu, dan tingkat kesejahteraan keluarga. Sedangkan faktor lingkungan yang
dijadikan faktor pendukung adalah jumlah sarana kesehatan, jumlah tenaga medis,
dan persentase daerah yang berstatus desa.
Tinggi rendahnya angka maternal mortality dapat dipakai mengukur taraf
program kesehatan di suatu negara khususnya program kesehatan ibu dan anak
(Sukarni, 1994). Semakin rendah angka kematian ibu di suatu Negara
menunjukkan tingginya taraf kesehatan negara tersebut. Di Indonesia, tiap tahun
sekitar 14.180 wanita meninggal karena hamil dan melahirkan atau dalam satu
jam terdapat dua orang ibu meninggal saat melahirkan. Jika dikalkulasikan, angka
kematian ibu saat melahirkan akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas
mencapai 20 ribu orang per tahun. Angka ini masih merupakan angka yang
tertinggi di Asia Tenggara (Sahrudin, 2008).
Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk menurunkan angka
kematian ibu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka
maternal mortality adalah dengan mengetahui penyebabnya.
Naja (2006) menyebutkan bahwa dalam mewujudkan pembangunan SDM
secara baik, yang menjadi ujung tombak adalah dunia pendidikan. Karena itu,
pola dan sistem pendidikan yang berkualitas merupakan syarat mutlak untuk dapat
mewujudkan pembangunan SDM yang optimal. Brata dalam Farida (2008)
menyebutkan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
pembangunan manusia. Roza (2007) menyebutkan bahwa pendidikan mempunyai
peran dalam mencetak manusia berkualitas
PEMBAHASAN
Hendrick L.Blum mengemukakan konsep tentang faktor-faktor apa yang
mempengaruhi derajat kesehatan. Terdapat empat faktor yang mempenaruhi
derajat kesehatan masyarakat yaitu genetika (keturunan), pelayanan kesehatan,
perilaku masyarakat, lingkungan. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi satu
dengan lainnya dengan sifat interaksi dapat positif maupun negatif terhadap
derajat kesehatan. Besar kecinya pengaruh dari masing-masing faktor HL. Blum
sangat tergantung dari masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu diantara tiga komponen
proses demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk selain fertilitas
dan migrasi. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas di suatu daerah tidak hanya
mempengaruhi pertumbuhan penduduk, tetapi juga bisa dijadikan sebagai
barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan di daerah tersebut. Kasus
kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial,
ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian
berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat (Budi Utomo, 1985).
Mortalitas atau kematian merupakan keadaan hilangnya semua tanda -
tanda kehidupan secara permanen yang dapat terjadi setiap saat setelah kelahiran
hidup (World Health Organization). Kematian dapat menimpa siapa saja, tua,
muda, kapan saja dan dimana saja.
Mortalitas terdiri dari kematian dewasa dan kematian bayi dan balita.
Yang paling banyak menjadi perhatian dan sorotan pemerintah adalah kematian
ibu dan kematian bayi. Hal tersebut dikarenakan angka kematian ibu dan bayi
menjadi tolak ukur derajat kesehatan suatu negara.
Jadi dalam hal ini mortalitas ( kematian ) tidak luput dari hal kelahiran.
Dalam tahap peralihan keadaan demografis :
a. Tingkat kelahiran dan kematian tinggi. Penduduk tetap atau naik sedikit,
anggaran kesehatan meningkat, penemuan obat-obatan semakin maju, angka
kelahiran tetap tinggi.
b. Angka kematian menurun, tingkat kelahiran masih tinggi, pertumbuhan
penduduk meningkat, adanya urbanisasi, usia kawin meningkat, pelayanan KB
lebih luas, pendidikan meningkat.
c. Angka kematian terus menurun, angka kelahiran menurun, laju pertumbuhan
penduduk menurun.
d. Kelahiran dan kematian pada tingkat rendah, pertumbuhan penduduk kembali
seperti kategori I yaitu mendekati nol.
Keempat kategori ini akan di alami oleh Negara yang sedang melaksanakan
pembangunan ekonomi, struktur dan persebaran penduduk.
1. Mortalitas Tinggi
“Semakin rendah tingkat mortalitas, semakin rendah tingkat reproduksi.”
(Michael T. Sadler dan Thomas Doubleday)
Mortalitas tinggi memberi dampak terhadap peningkatan daya reproduksi
berbanding lurus pula dengan peningkatan populasi penduduk dalam suatu
wilayah tersebut. Masyarakat tidak mengalami kelelahan psikologis akan
terjadinya segala bentuk persaingan dalam berbagai bentuk dan tujuan dalam
masyarakat.
Pada suatu wilayah dimana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat
dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan antara
penduduk untuk dapat mempertahankan hidup.” (Emile Durkheim).
Bermacam-macam indikator mortalitas atau angka kematian yang umum
dipakai adalah:
1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR).
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah angka yang
menunjukkan berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun
tertentu untuk setiap 1000 penduduk. Angka ini disebut kasar sebab belum
memperhitungkan umur penduduk. Penduduk tua mempunyai risiko
kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang masih
muda.
Beberapa penelitian sebelumnya telah menghasilkan banyak faktor
terutama sosial-ekonomi yang menyebabkan kematian bayi. Penelitian ini
akan lebih focus kepada faktor maternal yang merupakan faktor vital
penyebab kematian bayi. Faktor maternal tersebut antara lain: usia ibu
pada saat melahirkan, jumlah pemeriksaan yang dilakukan oleh ibu pada
saat hamil, tingkat pendidikan ibu, dan tingkat kesejahteraan keluarga.
Sedangkan faktor lingkungan yang dijadikan faktor pendukung adalah
jumlah sarana kesehatan, jumlah tenaga medis, dan persentase daerah yang
berstatus desa.
Rumus
Susenas 2003 tercatat sebanyak 767.740 kematian, sedangkan
jumlah penduduk pada tahun tersebut diperkirakan sebesar 214.37.096
jiwa. Sehingga Angka Kelahiran Kasar yang terhitung adalah sebesar 3,58.
Artinya, pada tahun 2003 terdapat 3 atau 4 kematian untuk tiap 1000
penduduk.
2. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi
berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun
tertentu (www.datastatistik-indonesia.com, 2014)
Cara Menghitung
Dimana:
AKB = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)
D 0-<1th =Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun)
pada satu tahun tertentu di daerah tertentu.
∑ lahir hidup = Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu
di daerah tertentu (lihat modul fertilitas untuk definisi kelahiran hidup).
K = 1000
Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator untuk
menentukan derajat kesehatan masyarakat. Menurut World Health
Organization (WHO) AKB sebagian besar disebabkan oleh asfiksia (20-
60%), infeksi (25-30%), bayi dengan berat lahir rendah (25-30%), dan
trauma persalinan (5-10%) (Depkes RI, 2008).
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Aceh mencatat angka kematian
bayi di Aceh selama tahun 2013, mencapai 1.034 kasus. Angka tersebut,
naik sekitar lima persen dibandingkan tahun 2012 yang berjumlah 985
kasus. Dari 1.034 kematian bayi tersebut, lebih dari 45 persen meninggal
akibat gizi buruk (http://jogja.tribunnews.com/)
3. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun)
Jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu
per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk
kematian bayi).
Rumusan
Kegunaannya adalah indikator ini terkait langsung dengan target
kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan
lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan
kesehatannya. Angka Kematian Balita kerap dipakai untuk
mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk.
Misalkan perhitungan dari data Susenas 2004 mendapatkan perkiraan
Angka Kematian Balita sebesar 74 per 1000 balita, dengan referensi waktu
Mei 2002. Artinya, pada tahun 2002 setiap 1000 baita (umur 0 sampai 4
tahum 11 bulan 29 hari) pada tahun 2002, 74 anak diantaranya tidak akan
berhasil mencapai umur tepat lima tahun.
4. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun)
Yang dimaksud dengan anak (1-4 tahun) disini adalah penduduk yang
berusia satu sampai menjelang 5 tahun atau tepatnya 1 sampai dengan 4
tahun 11 bulan 29 hari.
Angka Kematian Anak mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan
yang langsung mempengaruhi tingkat kesehatan anak. Angka Kematian
Anak akan tinggi bila terjadi keadaan salah gizi atau gizi buruk,
kebersihan diri dan kebersihan yang buruk, tingginya prevalensi penyakit
menular pada anak, atau kecelakaan yang terjadi di dalam atau di sekitar
rumah (Budi Utomo, 1985).
Angka Kematian Anak adalah kematian yang terjadi diantara
penduduk berusia yang 1 tahun sampai satu hari menjelang ulang tahun
nya yang kelima
Rumus
5. Angka Kematian IBU (AKI)
Tinggi rendahnya angka maternal mortality dapat dipakai mengukur
taraf program kesehatan di suatu negara khususnya program kesehatan ibu
dan anak (Sukarni, 1994). Semakin rendah angka kematian ibu di suatu
Negara menunjukkan tingginya taraf kesehatan negara tersebut. Di
Indonesia, tiap tahun sekitar 14.180 wanita meninggal karena hamil dan
melahirkan atau dalam satu jam terdapat dua orang ibu meninggal saat
melahirkan. Jika dikalkulasikan, angka kematian ibu saat melahirkan
akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas mencapai 20 ribu orang
per tahun. Angka ini masih merupakan angka yang tertinggi di Asia
Tenggara (Sahrudin, 2008).
Dari data Susenas 2004 diperoleh perkiraan Angka Kematian Anak 1-4
tahun sebesar 18 per 1000 anak Aberusia (1- 4) tahun dengan referensi
waktu Mei 2002. Artinya pada pertengahan 2002 diantara 1000 anak yang
berumur antara 1 sampai 4 tahun, 11 bulan 29 hari, 18 orang diantaranya
tidak dapat mencapai usia tepat 5 tahun.
6. Umur Harapan Hidup (UHH) atau Life Expectancy.
2. Tingkat Reproduksi tinggi
Teori Kependudukan Teori Malthus (Thomas Robert Malthus)
mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan
makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara
penduduk dan kebutuhan hidup
Berdasarkan hasil SP 2010 ASFR Indonesia pada kelompok umur 45-49
sebesar 6, artinya wanita yang berusia 45-49 tahun, dalam satu tahun rata-rata
akan melahirkan 0,006 bayi (6 kelhiran untuk setiap 1000 wanita). Tingkat
fertilitas tertinggi terdapat pada usia 25-29 tahun yaitu ASFR sebesar 130.
Sedangkan tingkat fertilitas terendah pada usia 45-49 tahun yaitu ASFRnya
sebesar 6.
Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate / TFR) merupakan rata-rata
jumlah anak yang akan dipunyai seorang wanita selama masa reproduksinya.