Page 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN DERAJAT
PREEKLAMSIA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
VENNY YULIANTI GANA
G 0007024
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
Page 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul :
Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia
Venny Yulianti Gana, NIM/Semester : G0007024, Tahun : 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Kamis, Tanggal 21 Oktober 2010
Pembimbing Utama Nama : Dr. Supriyadi Hari R, dr., Sp.OG NIP : 196103091988021001 ....................................
Pembimbing Pendamping Nama : Heru Priyanto, dr., Sp.OG (K) NIP : 140350794 ....................................
Penguji Utama Nama : Dr. H. Soetrisno, dr., Sp.OG (K) NIP : 195303311982021003 ....................................
Anggota Penguji Nama : Isdaryanto, dr., MARS NIP : 195003121976101001 ....................................
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., MKes Prof. Dr. H. A. A. Subijanto, dr., MS
NIP 196607021998022001 NIP 194811071973101003
Page 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 2010
Venny Yulianti Gana
G0007024
Page 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Venny Yulianti Gana, 2010. Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat preeklamsia, dan untuk mengetahui prediktor perubahan derajat preeklamsia berdasarkan kadar hematokrit. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Juni 2010 di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr Moewardi Surakarta. Pengambilan sampel dilaksanakan secara fixed exposure sampling, yaitu penyakit preeklamsia/eklamsia. Data yang dapat dianalisis sebanyak 90 sampel, diperoleh dari rekam medis pasien preeklamsia/eklamsia di RSUD Dr Moewardi. Data kemudian dianalisis antar kelompok, kelompok preeklamsia ringan dengan preeklamsia berat, dan kelompok preeklamsia berat dengan eklamsia, menggunakan uji t Independent, dan prosedur Receiver Operating Characteristic. Hasil Penelitian: Dari penelitian ini, uji t Independent kelompok preeklamsia ringan dan preeklamsia berat menunjukkan p = 0,01, dan untuk kelompok preeklamsia berat dan eklamsia p = 0,10 ; nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia ringan ke preeklamsia berat adalah kadar 36,15%, dengan hasil uji Tabulasi Silang menunjukkan p = 0,03 dan OR = 3, dan nilai ambang untuk perubahan preeklamsia berat ke eklamsia adalah kadar 38,30%, dengan hasil uji Tabulasi Silang menunjukkan p = 0,60 dan OR = 1,3. Simpulan Penelitian: Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, dan tidak ada hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan preeklamsia berat menjadi eklamsia ; nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat adalah 36,15%, dan nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia adalah 38,30%. Kata Kunci: Preeklamsia, Kadar Hematokrit
Page 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT Venny Yulianti Gana, 2010. The Relationship Between Hematocrit Level and Preeclampsia Severity. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta. Objective of research: This research aims to find out whether or not there is a relationship between the increase in hematocrit level and the increase in preeclampsia severity, and predictor of preeclampsia severity changing based on the hematocrit level. Research Method: This study belongs to an observational analytical research with cross-sectional approach taken palace in June 2010 in Obstetric and Gynecology Department of Surakarta Dr. Moewardi Local Public Hospital. The sample was taken using fixed exposure sampling technique, namely preeclampsia/eclampsia disease. The data that could be analyzed consisted of 90 samples, obtained from the medical record of preeclampsia/eclampsia patients in Dr. Moewardi Local Public Hospital. The data was then analyzed between groups, mild preeclampsia and severe preeclampsia groups, severe preeclampsia and eclampsia groups, using t Independent test and Receiver Operating Characteristic procedure. Result of Research: From the research, the result of t Independent test on mild preeclampsia and severe preeclampsia groups shows p = 0,01, and for severe preeclampsia and eclampsia groups p = 0,10 ; the hematocrit level threshold for the change from mild preeclampsia to severe preeclampsia is 36,15%, with the cross-tabulation test result showing p = 0,03 and OR = 3, while the threshold for the change from severe preeclampsia and eclampsia is 38,30%, with the cross-tabulation test result showing p = 0,60 and OR = 1,3. Conclusion: There is a statistically significant relationship between the increase in hematocrit level and the increase of mild preeclampsia to severe preeclampsia, and there is no relationship between the increase in hematocrit level and the increase of severe preeclampsia to eclampsia ; the hematocrit level threshold for the change from mild preeclampsia to severe preeclampsia is 36,15% and the threshold for the change from severe preeclampsia and eclampsia is 38,30%. Keywords: Preeclampsia, Hematocrit Level
Page 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Supriyadi Hari R, dr., Sp.OG selaku Pembimbing Utama yang telah
memberi bimbingan, saran, dan petunjuk guna penyusunan skripsi ini. 2. Heru Priyanto, dr., Sp.OG (K) selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberi bimbingan dan saran. 3. Dr. H. Soetrisno, dr., Sp.OG (K) selaku Penguji Utama yang telah memberi
saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Isdaryanto, dr., MARS selaku Anggota Penguji yang telah memberi masukan
demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Drg. R. Basoeki Soetardjo, MMR selaku Direktur RSUD Dr Moewardi
Surakarta. 6. Prof. Dr. A.A. Subijanto, MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta. 7. Muthmainah, dr., MKes. selaku Ketua Tim Skripsi FK-UNS beserta Staf yang
telah memberi pengarahan. 8. Papa Ayi Gana, mama Jaswati Rahmat, babang Edvan Gana Senjaya, dan adik
Fauzan Hafizh, yang telah memberikan semangat hingga selesainya skripsi ini. 9. Tofan Rakayudha, Intan Rengganis, Adhitya Indra, Samuel H. R. Sinaga,
Nurul Ramadhian, Afifah Nur R., Aldila Ayudia A., Tiur E. Situmorang, Sanny Kusuma Sari, Tarida D. Simanjuntak., Monika Sitio, dan teman-teman angkatan 2007.
10. Pihak Rekam Medik dan Bagian Obstetrik Ginekologi RSUD Dr Moewardi, yang telah memberi bantuan dalam penelitian ini.
Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, 2010
Venny Yulianti Gana
Page 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
halaman
PRAKATA ............................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 5
1. Preeklamsia....................................................................................... 5
2. Eklamsia ........................................................................................... 17
3. Hematokrit ........................................................................................ 20
4. Hubungan Preeklamsia/ Eklamsia dengan Hematokrit .................... 21
B. Kerangka Berpikir ............................................................................... 22
C. Hipotesis .............................................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 25
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 25
Page 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
B. Lokasi Penelitian ................................................................................. 25
C. Subyek Penelitian ................................................................................ 25
D. Teknik Sampling ................................................................................ 26
E. Rancangan Penelitian .......................................................................... 27
F. Identifikasi Variabel ............................................................................ 27
G. Definisi Operasional Variabel ............................................................. 27
H. Instrumen Penelitian ........................................................................... 31
I. Analisis Data ....................................................................................... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 32
A. Karakteristik Sampel Penelitian .......................................................... 32
B. Uji Normalitas Data ............................................................................ 33
C. Uji Beda Rerata Sampel Penelitian ..................................................... 35
D. Hasil Analisis Kadar Hematokrit ........................................................ 37
E. Nilai Ambang (Cut-Off Point) ............................................................ 40
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 44
A. Karakteristik Sampel Penelitian .......................................................... 44
B. Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia ................ 46
C. Nilai Ambang Hematokrit untuk Perubahan Derajat Preeklamsia ..... 47
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 51
A. Simpulan ............................................................................................. 51
B. Saran.................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Page 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1 Variasi Kadar Normal Hematokrit ................................................... 20
Tabel 2 Sebaran dan Keragaman Data Sampel Penelitian ............................ 32
Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Data ................................................................ 34
Tabel 4 Hasil Uji Beda Rerata Kelompok PER dan PEB ............................. 35
Tabel 5 Hasil Uji Beda Rerata Kelompok PEB dan Eklamsia ...................... 36
Tabel 6 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit pada PER, PEB, dan
Eklamsia .......................................................................................... 37
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas Kadar Hematokrit........................................... 39
Tabel 8 Tabulasi Silang Nilai Ambang Kadar Hematokrit untuk
Perubahan PER menjadi PEB .......................................................... 42
Tabel 9 Tabulasi Silang Nilai Ambang Kadar Hematokrit untuk
Perubahan PEB menjadi Eklamsia .................................................. 43
Page 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit (%) Pada Preeklamsia
Ringan dan Preeklamsia Berat ......................................................... 38
Gambar 2 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit (%) Pada Preeklamsia
Berat dan Eklamsia .......................................................................... 38
Gambar 3 Hubungan Kadar Hematokrit dengan Nilai Sensitivitas dan
Spesifisitas untuk Perubahan PER menjadi PEB ............................. 41
Gambar 4 Hubungan Kadar Hematokrit dengan Nilai Sensitivitas dan
Spesifisitas untuk Perubahan PEB menjadi Eklamsia ..................... 41
Page 11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari FKUNS
Lampiran 2. Surat Pengantar Penelitian Bag. Pendidikan dan Penelitian RSUD
Dr Moewardi
Lampiran 3. Hasil Analisis Sampel Penelitian
Lampiran 4. Hasil Analisis Kadar Hematokrit
Lampiran 5. Nilai Ambang Kadar Hematokrit
Lampiran 6. Lembar Pengumpulan Data
Lampiran 7. Data Sampel Penelitian
Page 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Preeklamsia dan eklamsia merupakan kesatuan penyakit, yang termasuk
dalam penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum
jelas bagaimana hal itu terjadi. Istilah kesatuan penyakit harus diartikan bahwa
kedua peristiwa dasarnya sama dan bahwa eklamsia merupakan peningkatan
yang lebih berat dan berbahaya dari preeklamsia, dengan tambahan gejala-
gejala tertentu (Prawirohardjo, 2007).
Frekuensi eklamsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi
rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan
antenatal yang baik, dan penanganan preeklamsia yang sempurna. Di negara-
negara yang sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% -
0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% -
0,1% (Prawirohardjo, 2007). Adapun di Indonesia eklamsia (24%) masih
merupakan sebab utama kematian maternal dan perinatal dalam bidang
obstetrik di samping perdarahan (28%) dan infeksi (11%) (Karkata, 2006).
Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8%
- 25,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%
(Prawirohardjo, 2007). Menurut Dinas Kesehatan Kota Surakarta, berdasarkan
persalinan dengan komplikasi tahun 2006, insiden preeklamsia sebesar 13,42%
(Ryadi, 2008). Di Rumah Sakit Dr Moewardi, selama periode 1 Januari sampai
Page 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
31 Desember 2001 terdapat 162 kasus preeklamsia berat dan eklamsia dengan
insidensi 4,4 % dari seluruh persalinan. Jumlah kematian maternal yaitu 16
kasus (9,8%) yang terdiri dari 5 kasus (31,25%) preeklamsia berat dan 11 kasus
(56,25%) eklamsia (Sihwiyana, 2003). Oleh karena itu, diagnosis dini
preeklamsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian
ibu dan anak (Prawirohardjo, 2007).
Preeklamsia ditandai dengan adanya hipertensi, edema, dan proteinuria.
Sedangkan pada eklamsia, selain tanda tersebut terdapat tanda tambahan
berupa serangan kejang dan koma. Tanda-tanda pada preeklamsia/eklamsia
yang timbul disebabkan adanya disfungsi endotel yang menyeluruh pada
tubuh penderita. Dalam perjalanan penyakitnya, penderita preeklamsia akan
mengalami banyak perubahan, disfungsi, dan kegagalan pada sistem tubuhnya.
Salah satu perubahan yang terjadi pada preeklamsia/eklamsia adalah
perubahan pada hematologi. Perubahan hematologi yang terjadi yaitu adanya
penurunan volume plasma. Hipervolemia yang secara fisiologis terjadi saat
kehamilan hampir tidak terjadi pada preeklamsia/eklamsia. Volume plasma
pada preeklamsia akan menurun 30%-40% dibanding kehamilan normal.
Penurunan volume plasma akan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi dan
peningkatan viskositas darah yang tampak pada kenaikan kadar hemoglobin
dan hematokrit (Rambulangi, 2003).
Page 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Oleh karena peningkatan kadar hematokrit merupakan salah satu tanda
pada preeklamsia/eklamsia, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah kadar
hematokrit yang meningkat mempunyai hubungan dengan derajat preeklamsia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Adakah hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan
derajat preeklamsia dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat?
2. Adakah hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan
derajat preeklamsia dari preeklamsia berat menjadi eklamsia?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara peningkatan kadar
hematokrit dengan peningkatan derajat preeklamsia.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui prediktor perubahan derajat preeklamsia berdasarkan
kadar hematokrit.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang hubungan
peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat preeklamsia.
Page 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Manfaat Terapan
a. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai identifikasi ibu
hamil dengan preeklamsia/eklamsia untuk mendapatkan perawatan
selama kehamilan lebih dini dan lebih teratur.
b. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai prognosis penyakit
preeklamsia sehubungan dengan kadar hematokrit penderita.
c. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai prediktor perubahan
derajat preeklamsia berdasarkan kadar hematokrit.
Page 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Preeklamsia
a. Pengertian
Preeklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Prawirohardjo S, 2007).
Penyakit ini umumnya terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu
(Cunningham, 2006).
Hipertensi biasanya timbul terlebih dahulu daripada tanda-tanda
lain (Prawirohardjo S, 2007). Hipertensi pada dewasa ditandai oleh
tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90
mmHg (Fox, 2002). Menurut WHO (2002), hipertensi adalah tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih, atau suatu kenaikan tekanan sistolik
sebesar 30 mmHg atau lebih (jika diketahui tingkat yang biasa), atau
kenaikan tekanan darah diastolik sebesar 15 mmHg atau lebih (jika
diketahui tingkat yang biasa) (Wijayarini, 2002).
Edema ialah penimbunan cairan secara berlebihan dalam jaringan
tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan bagian tubuh (Prawirohardjo, 2007). Kenaikan berat
badan mendadak (occult oedema atau edema samar) sebanyak 1 kg atau
lebih dalam seminggu (atau 3 kg dalam sebulan) adalah indikasi
5
Page 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
preeklamsia (kenaikan berat badan normal sekitar ½ kg perminggu).
Edema dapat terjadi di bagian : depan kaki (pretibial), tangan dan jari-jari
tangan, wajah dan kelopak mata, dinding abdomen, daerah sakrum, dan
vulva (Wijayarini, 2002).
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang
melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan +1 atau +2, atau ≥ 1 g/liter dalam air kencing yang
dikeluarkan dengan kateter atau midstream (Prawirohardjo, 2007).
b. Etiologi
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari
preeklamsia/eklamsia sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the
disease of theory (Sudhaberata, 2001). Adapun teori-teori tersebut antara
lain :
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklamsia/eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2)
yang pada kehamilan normal meningkat. Aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis kemudian akan digantikan dengan trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
Page 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2) Peran Faktor Imunologis
Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang
timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan
bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna
pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa
data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita
preeklamsia/ eklamsia:
a) Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai
kompleks imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem
komplemen pada preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria.
3) Peran faktor genetik/familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada
kejadian preeklamsia/eklamsia antara lain :
a) Preeklamsia hanya terjadi pada manusia.
b) Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia
pada anak dan cucu dari ibu hamil dengan riwayat preeklamsia/
eklamsia.
c) Peran Renin Angiotensin Aldosteron Sistem (RAAS).
Page 19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
c. Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko preeklamsia meliputi (Cunningham,
2006 dan Brooks, 2005) :
1) Primigravida
2) Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
3) Penyakit yang menyertai kehamilan (hipertensi kronik, ginjal, diabetes
melitus)
4) Riwayat keluarga (ibu hamil lahir dari ibu yang mengalami
preeklamsia)
5) Pendidikan rendah
6) Sosial ekonomi rendah
7) Kunjungan antenatal kurang dari 4 kali
d. Patogenesis
Pada preeklamsia ada dua tahap perubahan yang mendasari
patogenesisnya, yaitu tahap pertama adalah hipoksia plasenta yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi
karena kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis pada
awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan. Arteri spiralis tidak
dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah
dalam ruang intervilus di plasenta, sehingga terjadilah hipoksia plasenta
(Roeshadi, 2006).
Hipoksia yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksik
seperti sitokin, dan radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam
Page 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
sirkulasi darah ibu. Hal ini kemudian akan menyebabkan terjadinya stres
oksidatif, yaitu keadaan dimana radikal bebas jumlahnya lebih dominan
dibandingkan antioksidan (Roeshadi, 2006).
Stres oksidatif pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksik
yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel
pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel, yang dapat terjadi pada
seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita
preeklamsia.
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat
yang bertindak sebagai vasodilator, seperti Prostasiklin dan Nitrit Oksida,
dibandingkan dengan vasokonstriktor, seperti Endothelium I,
Tromboksan, dan Angiotensin II (Roeshadi, 2006). Penurunan Nitrit
Oksida (NO) menyebabkan rusaknya fungsi vasodilator endothel. Kunci
sistem regulator endothel yang normal adalah Nitric Oxide Syntase
(NOS) yang menghasilkan NO. NO berperan sebagai relaxing factor otot
polos, sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang. NO akan
menginduksi vasodilatasi dan mengatur tahanan vaskuler. Terganggunya
fungsi endothel sebagai vasodilator berperan dalam patofisiologi
hipertensi yang merupakan salah satu dari gejala preeklamsia.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem
koagulasi sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan
thrombus. Vasospasme merupakan dasar dari proses penyakit ini. Setelah
terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklamsia, jika
Page 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ
(Roeshadi, 2006).
Dengan demikian disfungsi endothel menonjol pada penderita
preeklamsia dan merupakan patogenesis yang berperan penting pada
preeklamsia (Mellembakken, 2001).
Page 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Skema Patogenesis Preeklamsia
(Roeshadi, 2006)
Penyakit vaskuler ↑ Trigliserida & asam lemak bebas Faktor imunogenetik
Invasi trophoblast yang tidak adekuat pada arteria spiralis ibu
↓ Penurunan perfusi plasenta
Sirkulasi faktor-faktor Sitokin (IL-16, TNF-α), dan Peroksidase lemak
Stres oksidatif
Disfungsi endothel Aktivasi keping darah
Darah
1. Volume darah ↓ 2. Hematokrit ↑ 3. Viskositas darah ↑ 4. Trombositopenia 5. Koagulopati
Vasokonstriksi sistemik : Hipertensi
Perubahan permeabilitas vaskuler
1. Edema perifer 2. Edema paru
Ginjal 1. Hiperuricemia 2. Proteinuria 3. Gagal ginjal
Hati 1. Tes fungsi
abnormal 2. Perdarahan
Sistem saraf pusat-mata 1. Seizures 2. Cortical blindness 3. Pelepasan retina
Plasenta 1. Retardasi
pertumbuhan fetus
2. Kematian janin
Page 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
e. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Patologik
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklamsia adalah
spasmus pembuluh darah disertai retensi garam dan air. Bila dianggap
bahwa spasmus arteriola juga ditemukan di seluruh tubuh, maka mudah
dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat tampaknya merupakan
usaha mengatasi kenaikan tekanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi (Prawirohardjo, 2007).
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan
cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui
sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklamsia dijumpai kadar
aldosteron yang rendah daripada kehamilan normal. Aldosteron penting
untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan
natrium (Prawirohardjo, 2007).
Perubahan organ pada preeklampsia/eklampsia meliputi
(Prawirohardjo, 2007) :
1) Plasenta
Pada preeklamsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua
dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan
plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya
sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena
fibrosis, dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik, dipercepat
prosesnya pada preeklamsia dan hipertensi. Pada preeklamsia yang
jelas terjadi ialah atrofi sinsitium. Arteria spiralis mengalami
Page 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
konstriksi dan penyempitan, yang berakibat aterosis akut disertai
necrotizing arteriopathy.
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan
fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin
terganggu; pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin
sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi.
2) Ginjal
Organ ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada
simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan-
perdarahan kecil.
Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan
(1968) menunjukkan pada preeklamsia terjadi kelainan berupa : a)
kelainan glomerulus; b) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus; c)
kelainan pada tubulus-tubulus Henle; d) spasmus pembuluh darah ke
glomerulus.
Perubahan pada ginjal ini disebabkan oleh aliran darah ke dalam
ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus
mengurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan
dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi garam dan
air. Karena terjadi proteinuria, protein serum total dan tekanan
osmotik plasma menurun pada preeklamsia.
Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui dengan
benar, tetapi disangka akibat perubahan dalam perbandingan antara
Page 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan kembali oleh
tubulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriolus
ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun,
yang menyebabkan retensi garam dan dengan demikian juga retensi
air.
Fungsi ginjal pada preeklamsia tampaknya agak menurun bila
dilihat dari clearance asam urik. Filtrasi glomerulus dapat turun
sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun; pada
keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
3) Retina
Kelainan yang sering ditemukan adalah spasmus pada arteriola-
arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Dapat terlihat
edema pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat
terjadi, tetapi komplikasi ini prognosisnya baik. Pelepasan retina
disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk
pengakhiran kehamilan segera.
Skotoma, diplopia, dan ambliopia merupakan gejala yang
menunjukkan akan terjadinya eklamsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau dalam retina.
Page 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
4) Paru-paru
Paru-paru menunjukkan adanya edema. Edema paru-paru
merupakan sebab utama kematian, dimana komplikasi ini biasanya
disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.
5) Otak
Resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam
kehamilan lebih meninggi lagi pada preeklamsia. Pada penyakit yang
belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri; pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan.
6) Hati
Organ ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan
tampak tempat-tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada
pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis
pada tepi lobulus.
7) Jantung
Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklamsia,
jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium.
8) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai preeklamsia dan eklamsia
tidak diketahui sebabnya. Terjadi di sini pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, yang diikuti oleh
kenaikan hematokrit, dan sering bertambahnya edema, menyebabkan
volume darah mengurang, viskositet darah meningkat, waktu
Page 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan
di berbagai bagian tubuh mengurang, yang berakibat hipoksia.
Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga
turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan
keadaan penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan.
Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada
penderita preeklamsia daripada wanita hamil biasa atau penderita
dengan hipertensi menahun. Penderita preeeklamsia tidak dapat
mnegeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah.
f. Klasifikasi Preeklamsia
Preeklamsia digolongkan ke dalam preeklamsia ringan dan
preeklamsia berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut:
1) Preeklamsia Ringan (Wijayarini, 2002)
a) Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, atau kenaikan ≥ 30 mmHg
(jika diketahui tingkat yang biasa).
b) Tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau kenaikan ≥ 15 mmHg
(jika diketahui tingkat yang biasa).
c) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
d) Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitas +1 sampai +2
pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.
Page 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
2) Preeklamsia Berat (Duff, 2004)
Bila salah satu di antara gejala atau tanda ditemukan pada ibu
hamil, sudah dapat digolongkan preeklamsia berat :
a) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg.
b) Oligouria, urin kurang dari 400cc/24 jam.
c) Proteinuria lebih dari 3 gr/liter.
d) Keluhan subjektif :
(1) Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas
(2) Mual atau muntah
(3) Gangguan penglihatan
(4) Nyeri kepala daerah frontal
(5) Edema paru dan sianosis
(6) Gangguan kesadaran
(7) Hipereksibilitas sistem syaraf pusat, ditandai dengan demam
dan peningkatan refleks tendon.
e) Pemeriksaan :
(1) Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
(2) Perdarahan pada retina
(3) Trombosit kurang dari 100.000/mm.
Peningkatan gejala dan tanda preeklamsia berat memberikan
petunjuk akan terjadi eklamsia.
Page 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
g. Diagnosis
Pada umumnya diagnosis preeklamsia didasarkan atas adanya 2
dari trias tanda utama : hipertensi, edema, dan proteinuria (Prawirohardjo,
2007).
2. Eklamsia
a. Pengertian
Eklamsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam
masa nifas dengan tanda-tanda preeklamsia berat. Pada wanita yang
menderita eklamsia timbul serangan kejang yang diikuti koma
(Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan waktu terjadinya, eklamsia dapat
dibagi menjadi eklamsia gravidarum, eklamsia parturientum, dan
eklamsia puerperium (Manuaba, 1998)
b. Gejala dan Tanda
Pada jaringan, adanya hemokonsentrasi akan menurunkan perfusi
jaringan sehingga kepekaan otak akan meningkat dan mudah untuk
terjadi kejang (Sulistyowati, 2001).
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya
preeklamsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan
hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati,
akan timbul kejang; terutama pada persalinan, bahaya ini besar
(Prawirohardjo, 2007).
Page 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Konvulsi eklamsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni (Prawirohardjo,
2007) :
1) Tingkat awal atau aura
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita
terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar, demikian pula
tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2) Tingkat kejang tonik
Berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh
otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam,
dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai
menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3) Tingkat kejang klonik
Berlangsung antara 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan
berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan
menutup, dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari
mulut keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan sianosis.
Penderita menjadi tidak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian
hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Pada
akhirnya, kejang terhenti dan penderita menarik napas secara
mendengkur.
4) Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-
lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat pula terjadi
Page 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan berulang, sehingga
penderita tetap dalam koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu
meningkat sampai 40 derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat
terjadi komplikasi-komplikasi seperti : 1). Lidah tergigit; perlukaan
dan fraktura; 2). Gangguan pernapasan; 3). Solusio plasenta; dan 4).
Perdarahan otak (Prawirohardjo, 2007).
3. Hematokrit
a. Pengertian
Kadar hematokrit (packed red cell volume) adalah konsentrasi
(dinyatakan dalam persen) eritrosit dalam 100 ml (1 dL) darah lengkap
(Gandasoebrata, 2004; Sutedjo, 2007). Biasanya kadar ini ditentukan
dengan darah vena atau kapiler. Hematokrit ditentukan melalui
sentrifugasi darah dalam “tabung hematokrit” sampai sel-sel ini menjadi
benar-benar mampat pada bagian bawah tabung. Adalah tidak mungkin
untuk memampatkan semua eritrosit; karenanya, sekitar 3 sampai 4
persen plasma tetap terjebak di antara sel, dan hematokrit sebenarnya
hanya sekitar 96 persen dari hematokrit yang terukur (Guyton, 1997).
Adapun variasi kadar normal hematokrit sepanjang kehidupan
adalah sebagai berikut :
Page 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Tabel 1 Variasi Kadar Normal Hematokrit
Kategori Kadar Hematokrit (%)
Bayi baru lahir cukup bulan (darah tali pusat)
Bayi baru lahir cukup bulan (darah kapiler)
Bayi (3 bulan)
Anak (10 tahun)
Wanita hamil
Wanita dewasa
Pria dewasa
44-62
53-68
30-38
37-44
26-34
37-47
42-54
(Waterbury, 2001)
Kadar hematokrit adalah parameter hemokonsentrasi serta
perubahannya. Kadar hematokrit akan meningkat saat terjadinya
peningkatan hemokonsentrasi, baik oleh peningkatan kadar sel darah atau
penurunan kadar plasma darah. Sebaliknya kadar hematokrit akan
menurun ketika terjadi penurunan hemokonsentrasi atau disebut
hemodilusi, karena penurunan kadar seluler darah atau peningkatan kadar
plasma darah.
4. Hubungan Preeklamsia/Eklamsia dengan Hematokrit
Hipoksia plasenta yang terjadi pada preeklamsia/eklamsia akan
membebaskan zat-zat toksik dan radikal bebas dalam sirkulasi darah ibu.
Hal ini kemudian akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif, yaitu
keadaan dimana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan
antioksidan. Stres oksidatif pada tahap berikutnya bersama zat toksik yang
beredar akan merangsang terjadinya kerusakan sel endothel pembuluh darah
penderita preeklamsia (Roeshadi, 2006).
Page 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat
yang bertindak sebagai vasodilator, sehingga terjadi vasospasme (Roeshadi,
2006). Vasospasme yang berkelanjutan akan menyebabkan integritas
endothel pembuluh darah rusak, sehingga plasma darah bergeser ke ruang
interstitial. Akibatnya, volume plasma akan menurun dan terjadi
hemokonsentrasi, yang dapat dinilai dari peningkatan kadar hematokrit.
Hemokonsentrasi yang terus meningkat akan menyebabkan perfusi jaringan
semakin berkurang pada seluruh organ, yang kemudian akan memperburuk
preeklamsia itu sendiri (Prawirohardjo, 2007).
B. Kerangka Berpikir
Vasospasme pada preeklamsia akan merusak integritas endothel
pembuluh darah, sehingga permeabilitas vaskuler meningkat. Permeabilitas
vaskuler yang meningkat menyebabkan kebocoran interendothelial sehingga
plasma darah keluar ke ruang interstitial. Pergeseran cairan ini menyebabkan
volume plasma menurun dan terjadi hemokonsentrasi. Hemokonsentrasi
menyebabkan kadar hematokrit meningkat, dimana peningkatan kadar ini
selanjutnya akan memperburuk preeklamsia.
Page 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Preeklamsia
Hipertensi Proteinuria Vasospasme
Integritas endothel rusak
Peningkatan permeabilitas vaskuler
Kebocoran interendothelial
Hemokonsentrasi
Penurunan volume plasma
Plasma keluar
Hematokrit meningkat
Edema
Page 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
C. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan
peningkatan derajat preeklamsia dari preeklamsia ringan menjadi
preeklamsia berat.
2. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan
peningkatan derajat preeklamsia dari preeklamsia berat menjadi eklamsia.
Page 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung
diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufikqurrahman, 2004).
B. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr
Moewardi Surakarta dan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
C. Subyek penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien preeklamsia/eklamsia
yang mengunjungi RSUD Dr Moewardi Surakarta.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah subjek dalam populasi penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi dan sudah disingkirkan dengan kriteria
eksklusi sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi :
1) Ibu hamil dengan preeklamsia/eklamsia
2) Usia kehamilan ≥ 20 minggu
3) Usia 20 – 35 tahun
25
Page 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
b. Kriteria eksklusi :
1) Ada riwayat anemia
2) Ada riwayat penyakit jantung
3) Ada riwayat penyakit hipertensi kronis
4) Ada riwayat penyakit ginjal
5) Ada riwayat penyakit diabetes mellitus
D. Teknik sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara fixed exposure sampling,
yaitu skema pencuplikan yang dimulai dengan memilih sampel berdasarkan
status paparan subjek, yaitu penyakit preeklamsia/eklamsia. Sampel dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok preeklamsia ringan, preeklamsia berat,
dan kelompok eklamsia. Sampel pada masing-masing kelompok sebesar 30
pasien (Murti, 2006).
Page 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
E. Rancangan Penelitian
F. Identifikasi variabel
1. Variabel bebas : Derajat Preeklamsia
2. Variabel terikat : Kadar Hematokrit
G. Definisi operasional variabel
1. Preeklamsia/eklamsia
Preeklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Preeklamsia
digolongkan ke dalam preeklamsia ringan dan preeklamsia berat
(Prawirohardjo, 2007).
Populasi
Sampel
Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi
Eklamsia Preeklamsia Berat
Hematokrit Hematokrit
Analisis Statistik
Preeklamsia Ringan
Hematokrit
Page 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Nilai preeklamsia ringan apabila terdapat hipertensi, edema,
proteinuria akan tetapi tidak ada tanda dari preeklamsia berat. Nilai
preeklamsia berat apabila terdapat satu atau lebih tanda berikut : 1)
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg; 2) Oligouria; 3) Proteinuria lebih
dari 3 gr/liter; 4) Keluhan cerebral, gangguan penglihatan, mual
muntah, atau nyeri di daerah epigastrium; 5) Edema paru atau
sianosis; 6) Trombositopenia ≤ 100.000; 7) Peningkatan enzim hati
(Duff, 2004).
Eklamsia timbul pada wanita hamil atau dalam masa nifas
dengan tanda-tanda preeklamsia berat. Nilai eklamsia apabila
terdapat tanda dan gejala preeklamsia berat, kemudian timbul
serangan kejang yang diikuti dengan koma (Prawirohardjo, 2007).
Skala : Ordinal
2. Kadar Hematokrit
Kadar hematokrit adalah angka yang menunjukkan konsentrasi
eritrosit dalam 100 ml (1 dL) darah lengkap, dinyatakan dalam
persen (Sutedjo, 2007). Kadar normal hematokrit pada wanita
dewasa adalah 37%-47%, sedangkan pada wanita hamil adalah 26%-
34% (Waterbury, 2001).
Skala : Rasio
3. Anemia
Anemia adalah keadaan dimana terjadi penurunan di bawah
normal dalam jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau volume
Page 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sel darah merah (packed red cells) dalam darah (Dorland, 1998).
Nilai ambang batas untuk menentukan status anemia ibu hamil
berdasarkan pada criteria WHO, ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu
normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat
(kurang dari 8 g/dl). Gejala-gejala anemia antara lain : cepat lelah,
sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah
yang lebih hebat (Manuaba, 1998). Anemia pada pasien dapat
diketahui dari rekam medis.
Skala : Kategorikal
4. Penyakit jantung
Penyakit jantung adalah keadaan dimana jantung abnormal dan
tidak bekerja secara normal dengan berbagai penyebab. Gejala-
gejala insufisiensi jantung antara lain merasa cepat lelah, jantung
berdebar-debar (palpitasi cordis), sesak napas atau angina pektoris
yang dapat disertai sianosis (Prawirohardjo, 2007). Penyakit jantung
pada pasien dapat diketahui dari rekam medis.
Skala : Kategorikal
5. Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menahun
yang sudah ada sebelum wanita menjadi hamil. Penyebab utama
hipertensi ini adalah hipertensi esensial dan penyakit ginjal
(Manuaba, 1998).
Page 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Wanita hamil dengan hipertensi esensial biasanya hanya
menunjukkan gejala hipertensi tanpa gejala-gejala lain, di mana
tekanan darah berkisar antara 140/90 mmHg dan 160/100 mmHg
(Manuaba, 1998).
Penyakit ginjal yang menyebabkan tekanan darah meningkat di
antaranya glomerulonefritis akut atau kronis dan pielonefritis akut
atau kronis. Gejala penyakit ginjal pada kehamilan disertai hipertensi
adalah suhu badan yang meningkat dan gangguan miksi (Manuaba,
1998). Hipertensi kronis dan penyakit ginjal pada pasien dapat
diketahui dari rekam medis.
Skala : Kategorikal
6. Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Gustaviani,
2006).
Keadaan hiperglikemia dapat dilihat dari pemeriksaan glukosa
darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa ≥ 126 mg/dl. Pada DM terdapat keluhan khas berupa poliuria,
polidipsia, dan polifagia (Gustaviani, 2006). Diabetes mellitus pada
pasien dapat diketahui dari rekam medis.
Skala : Kategorikal
Page 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
H. Instrumen Penelitian
Data sampel diperoleh dari rekam medis pasien preeklamsia/eklamsia di
RSUD Dr Moewardi, yang dicatat hasil pemeriksaan darah rutin berupa kadar
hematokrit.
I. Analisis Data
1. Untuk mengetahui perbedaan kadar hematokrit antar derajat preeklamsia,
data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji t Independent.
2. Untuk mengetahui prediktor perubahan derajat preeklamsia berdasarkan
kadar hematokrit, data yang diperoleh dicari nilai ambang terbaiknya untuk
tes diagnostik dengan melihat nilai sensitivitas dan spesifisitasnya, sesuai
prosedur Receiver Operating Characteristic.
Page 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian, data sampel diperoleh dari catatan Rekam Medik pasien
preeklamsia/eklamsia di RSUD Dr Moewardi Surakarta periode Januari 2009
sampai Mei 2010, dan dari 641 populasi pasien yang ada diambil data sebanyak
90 pasien.
Total sampel sebanyak 90 pasien, terdiri dari 30 pasien preeklamsia ringan,
30 pasien preeklamsia berat, dan 30 pasien eklamsia. Dari data Rekam Medik
pasien dicatat hasil pemeriksaan darah rutin berupa kadar hematokrit.
Berikut merupakan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik.
A. Karateristik Sampel Penelitian
Tabel 2 Sebaran dan Keragaman Data Sampel Penelitian
Variabel Jumlah (N) Minimal Maksimal Rerata SD
Usia Ibu (tahun)
Usia Kehamilan (minggu)
Sistole (mmHg)
Diastole (mmHg)
Hematokrit (%)
Hemoglobin (gr/dL)
GDS (mg/dL)
90
90
90
90
90
90
90
20
20
110
70
31,10
11,00
64,00
35
42
230
160
47,00
15,20
187,00
27
38
161
101
37,16
12,33
100,90
4.91
4.01
24,33
14.82
3,48
1,03
25,08
32
Page 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Tabel 2 menunjukkan karakteristik sampel penelitian yang dilihat dari
sebaran dan keragaman data sampel. Rerata usia sampel pasien preeklamsia/
eklamsia adalah 27 tahun, dengan usia minimal 20 tahun dan usia maksimal 35
tahun. Rerata usia kehamilan sampel pasien preeklamsia/eklamsia adalah 38
minggu, dengan usia minimal 20 minggu dan usia maksimal 42 minggu.
Tekanan darah sistole memiliki rerata 161 mmHg, dengan tekanan minimal
110 mmHg dan tekanan maksimal 230 mmHg. Sedangkan tekanan darah
diastole memiliki rerata 101 mmHg, dengan tekanan maksimal 70 mmHg dan
tekanan minimal 160 mmHg. Rerata kadar hematokrit sampel pasien
preeklamsia/eklamsia adalah 37,16%, dengan kadar minimal 31,10% dan kadar
maksimal 47,00%. Rerata kadar hemoglobin adalah 12,33 gr/dL, dengan kadar
minimal 11,00 gr/dL dan kadar maksimal 15,20 gr/dL. Dan rerata kadar gula
darah sewaktu adalah 100,90 mg/dL, dengan kadar minimal 64,00 mg/dL dan
kadar maksimal 187,00 mg/dL.
B. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data
normal atau tidak. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov
Smirnov Test. Suatu data dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan
nilai p > 0,05 pada setiap kelompok (Dahlan, 2005).
Page 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Data
Variabel Kelompok Kolmogorov
Smirnov Z Nilai p Keterangan
Usia Ibu
Usia Kehamilan
Sistole
Diastole
Hemoglobin
GDS
PER
PEB
Eklamsia
PER
PEB
Eklamsia
PER
PEB
Eklamsia
PER
PEB
Eklamsia
PER
PEB
Eklamsia
PER
PEB
Eklamsia
0,72
0,97
1,19
1,06
1,31
1,61
1,29
1,19
0,97
1,38
1,58
0,96
0,86
0,89
0,92
1,24
0,57
1,14
0,67
0,29
0,11
0,20
0,62
1,01
0,07
0,11
0,31
0,04
0,01
0,30
0,44
0,40
0,36
0,09
0,89
0,14
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Tidak Normal
Distribusi Tidak Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Tabel 3 menunjukkan sebaran data hasil analisis Kolmogorov Smirnov
Test dari berbagai variabel penelitian pada kelompok preeklamsia ringan,
preeklamsia berat, dan eklamsia. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hampir
semua data dari berbagai variabel pada tiap kelompok terdistribusi normal
(p>0,05), kecuali untuk data tekanan darah diastole kelompok preeklamsia
Page 46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
ringan dan kelompok preeklamsia berat yang tidak terdistribusi normal
(p<0,05).
C. Uji Beda Rerata Sampel Penelitian
Tabel 4 Hasil Uji Beda Rerata Kelompok PER dan PEB
Variabel Kelompok Jumlah (N) Rerata SD Nilai p
Usia Ibu
(tahun)
PER 30 27 4.74
0.85 PEB 30 27 5.01
Usia Kehamilan
(minggu)
PER 30 39 3.24
0.13 PEB 30 38 2.84
Sistole
(mmHg)
PER 30 143 13.47
0.00 PEB 30 172 16.89
Hemoglobin
(g/dL)
PER 30 11.98 0.98 0.19
PEB 30 12.30 0.85
GDS
(mg/dL)
PER 30 95.50 23.28 0.66
PEB 30 97.80 16.59
Tabel 4 menunjukkan hasil uji beda rerata kelompok preeklamsia ringan
dan preeklamsia berat. Didapatkan hasil yaitu tidak ada perbedaan antara kedua
kompok tersebut untuk variabel usia ibu, usia kehamilan, kadar hemoglobin
dan kadar gula darah sewaktu (p > 0,05), dan terdapat perbedaan antara kedua
kelompok tersebut untuk variabel tekanan darah sistole (p < 0,05). Digunakan
uji t Independent dengan asumsi tidak ada perbedaan varian dalam kedua
Page 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
kelompok tersebut, karena hasil uji Levene menunjukkan bahwa data homogen
(p > 0,05).
Tabel 5 Hasil Uji Beda Rerata Kelompok PEB dan Eklamsia
Variabel Kelompok Jumlah (N) Rerata SD Nilai p
Usia Ibu
(tahun)
PEB 30 27 5.01
0.13 Eklamsia 30 25 4.91
Usia Kehamilan
(minggu)
PEB 30 38 2.84
0.18 Eklamsia 30 36 5.20
Sistole
(mmHg)
PEB 30 172 16.89
0.89 Eklamsia 30 171 38.80
Hemoglobin
(g/dL)
PEB 30 12.30 0.85
0.12 Eklamsia 30 12.70 1.14
GDS
(mg/dL)
PEB 30 97.80 16.59
0.07 Eklamsia 30 110.20 33.68
Tabel 5 menunjukkan hasil uji beda rerata kelompok preeklamsia berat
dan eklamsia. Didapatkan hasil yaitu tidak ada perbedaan antara kedua
kelompok tersebut untuk semua variabel, baik variabel usia ibu, usia
kehamilan, tekanan darah sistole, kadar hemoglobin maupun kadar gula darah
sewaktu, karena didapatkan nilai p > 0,05. Digunakan uji t Independent dengan
asumsi tidak ada perbedaan varian dalam kedua kelompok untuk variabel usia
ibu, dan kadar hemoglobin, karena hasil uji Levene menunjukkan bahwa data
homogen (p>0,05). Sedangkan untuk variabel usia kehamilan, tekanan darah
Page 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
sistole, dan kadar gula darah sewaktu digunakan uji t Independent dengan
asumsi ada perbedaan varian dalam kedua kelompok, karena hasil uji Levene
menunjukkan bahwa data tidak homogen (p < 0,05).
D. Hasil Analisis Kadar Hematokrit
Dari penelitian ini diharapkan akan diketahui adakah hubungan antara
peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat preeklamsia. Karena
uji yang digunakan adalah uji t Independent, yang merupakan uji hipotesis
komparatif skala pengukuran numerik, maka variabel bebas dari data yang
dipakai adalah derajat preeklamsia, yaitu preeklamsia ringan, preeklamsia
berat, dan eklamsia (skala ordinal), dengan variabel terikat adalah kadar
hematokrit (skala rasio).
Tabel 6 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit pada PER, PEB dan Eklamsia
Variabel Kelompok Jumlah (N) Distribusi Rerata
Hematokrit
(%)
Preeklamsia Ringan
Preeklamsia Berat
Eklamsia
30
30
30
35,42 + 3,55
37,37 + 2,30
38,69 + 3,70
Dari tabel 6 dapat dilihat distribusi kadar hematokrit tampak lebih tinggi
pada kelompok preeklamsia berat (37.37 + 2.306 %) dibandingkan dengan
kelompok preeklamsia ringan (35.42 + 3.552 %). Hasil interpretasi grafik
(gambar 1) menunjukkan bahwa kadar hematokrit pada kelompok preeklamsia
berat mempunyai puncak lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
preeklamsia ringan.
Page 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
35.42
37.37
34
34.5
35
35.5
36
36.5
37
37.5
PER PEBRerata Hmt (%)
Gambar 1 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit (%) Pada Preeklamsia Ringan dan Preeklamsia Berat
Sedangkan antara kelompok preeklamsia berat dan eklamsia, distribusi
kadar hematokrit tampak lebih tinggi pada kelompok eklamsia (38.69 + 3.702
%) dibandingkan dengan kelompok preeklamsia berat (37.37 + 2.306 %). Hasil
interpretasi grafik (gambar 2) menunjukkan bahwa kadar hematokrit pada
kelompok eklamsia mempunyai puncak lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok preeklamsi berat.
37.37
38.69
36.5
37
37.5
38
38.5
39
PEB EKLAMSIA Rerata Hmt (%)
Gambar 2 Distribusi Rerata Kadar Hematokrit (%) Pada Preeklamsia Berat dan Eklamsia
Page 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas Kadar Hematokrit
Variabel Kelompok Kolmogorov
Smirnov Z Nilai p Keterangan
Hematokrit
PER
PEB
Eklamsia
0,73
0,76
0,86
0,64
0,60
0,44
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Tabel 7 menunjukkan sebaran data dari variabel kadar hematokrit tiap
kelompok yang diuji normalitas datanya dengan Kolmogorov Smirnov Test.
Karena nilai p untuk kadar hematokrit kelompok preeklamsia ringan adalah
0,65 (p > 0,05), kelompok preeklamsia berat adalah 0,60 (p > 0,05), dan
kelompok eklamsia adalah 0.44 (p > 0.05), maka sebaran data pada ketiga
kelompok tersebut adalah normal.
Setelah dilakukan uji normalitas pada masing-masing kelompok, uji t
Independent dapat dilakukan antara derajat preeklamsia, yaitu antara kelompok
preeklamsia ringan dan preeklamsia berat, dan antara preeklamsia berat dan
eklamsia.
Dari uji t Independent kelompok preeklamsia ringan dan preeklamsia
berat didapatkan hasil yaitu terdapat perbedaan rerata kadar hematokrit antara
preeklamsia ringan dengan preeklamsia berat, dengan nilai p = 0,01 (p < 0,05).
Uji t Independent ini digunakan dengan asumsi tidak ada perbedaan varian
dalam kedua kelompok tersebut, karena hasil uji Levene menunjukkan bahwa
data homogen dengan nilai p = 0,06 (p > 0,05).
Page 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Sedangkan dari uji t Independent kelompok preeklamsia berat dan
eklamsia didapatkan hasil yaitu tidak terdapat perbedaan rerata kadar
hematokrit antara preeklamsia berat dengan eklamsia, dengan nilai p = 0,10
(p > 0,05). Uji t Independent digunakan dengan asumsi tidak ada perbedaan
varian dalam kedua kelompok tersebut, karena hasil uji Levene menunjukkan
bahwa data homogen dengan nilai p = 0,11 (p > 0,05).
E. Nilai Ambang (Cut-Off Point)
Nilai ambang (cut-off point) adalah nilai batas antara perubahan dari satu
kondisi ke kondisi lainnya. Di sini nilai tersebut digunakan untuk menyatakan
bahwa sampel pasien mempunyai resiko besar mengalami perubahan derajat
preeklamsia, yaitu dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat atau dari
preeklamsia berat menjadi eklamsia. Nilai ambang ditetapkan dengan
mempertimbangkan nilai spesifisitas yang tinggi dan nilai sensitivitas yang
juga tinggi dengan mengevaluasi pada tiap nilai ambang. Nilai ambang didapat
dari perpotongan grafik hubungan spesifisitas dan nilai sensitivitasnya tersebut.
Untuk nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia ringan
menjadi preeklamsia berat dapat dilihat pada gambar 3. Di sini nilai ambang
kadar hematokrit tersebut adalah kadar 36,15% dengan spesifisitas 61% dan
sensitivitas 65%.
Page 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Gambar 3 Hubungan Kadar Hematokrit dengan Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas untuk Perubahan PER menjadi PEB
Untuk nilai ambang kadar hematokrit perubahan preeklamsia berat
menjadi eklamsia dapat dilihat pada gambar 4. Adapun nilai ambang kadar
hematokrit tersebut adalah kadar 38,30% dengan spesifisitas 53% dan
sensitivitas 53%.
Gambar 4 Hubungan Kadar Hematokrit dengan Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas untuk Perubahan PEB menjadi Eklamsia
36,15%
38,30%
Page 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Setelah didapatkan nilai ambang kadar hematokrit dari tiap perubahan
derajat preeklamsia, tiap nilai tersebut kemudian diuji dengan uji Tabulasi
Silang untuk melihat ada tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik
antara nilai ambang tersebut dengan kejadian perubahan preeklamsianya, baik
dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, maupun dari preeklamsia
berat menjadi eklamsia.
Tabel 8 Tabulasi Silang Nilai Ambang Kadar Hematokrit untuk Perubahan PER menjadi PEB
Kelompok Kadar Hmt
Total > 36,15% < 36,15%
Preeklamsia Berat
Preeklamsia Ringan
19
12
10
19
29
31
Total 31 29 60
Hasil yang didapatkan dari uji Tabulasi Silang kadar hematokrit 36,15%
adalah kadar hematokrit > 36,15% mempunyai hubungan terhadap kejadian
perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, hal ini disebabkan
nilai p = 0,03 (p < 0,05), dengan Odds Ratio sebesar 3,00 dan 95% Confidence
Interval sebesar 1,05 – 8,62.
Page 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 9 Tabulasi Silang Nilai Ambang Kadar Hematokrit untuk Perubahan PEB ke Eklamsia
Kelompok Kadar Hmt
Total > 38,30% < 38,30%
Eklamsia
Preeklamsia Berat
16
14
14
16
30
30
Total 30 30 60
Sedangkan hasil yang didapatkan dari uji Tabulasi Silang kadar hematokrit
38,30% adalah kadar hematokrit > 38,30% tidak mempunyai hubungan
terhadap kejadian perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia, hal ini
disebabkan nilai p = 0,60 (p > 0,05), dengan Odds Ratio sebesar 1,30 dan 95%
Confidence Interval sebesar 1,47 – 3,60.
Page 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB V
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Sampel Penelitian
Jumlah kasus preeklamsia/eklamsia di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr Moewardi Surakarta periode bulan Januari 2009 sampai bulan Mei
2010 adalah sebesar 641 kasus, yang terdiri dari 201 kasus preeklamsia ringan
atau sebesar 31,36%, 396 kasus preeklamsia berat atau sebesar 61,78%, dan 44
kasus eklamsia atau sebesar 6,86%. Angka ini lebih tinggi dari hasil yang
didapatkan oleh Sari (2007) pada periode tahun 2005-2006 dan bulan April
sampai bulan Juni 2007 yang mendapatkan 537 kasus preeklamsia/eklamsia,
dan oleh Sari (2009) pada periode bulan Januari 2008 sampai bulan Januari
2009 yang mendapatkan 496 kasus preeklamsia/eklamsia, di rumah sakit yang
sama.
Kasus preeklamsia/eklamsia sejumlah 641 kasus disesuaikan dengan
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan dan dipilih secara acak pada
tiap kelompok preeklamsia, baik preeklamsia ringan, preeklamsia berat, dan
eklamsia, sehingga didapatkan data sampel sebesar 90 kasus. Dimana kasus
tersebut terdiri dari 30 kasus preeklamsia ringan, 30 kasus preeklamsia berat,
dan 30 kasus eklamsia.
Pada tabel 2 dapat dilihat rerata usia kehamilan sampel pasien
preeklamsia/eklamsia adalah 38 minggu. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009) di RSUD Dr Moewardi,
44
Page 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dimana persentasi usia kehamilan pasien preeklamsia/eklamsia tertinggi
didapatkan pada usia kehamilan 37-40 minggu yaitu sebesar 68,18%, dan oleh
Hendaya dkk di Jakarta yang mendapatkan persentasi 75,20%.
Tabel 3 menunjukkan hasil uji normalitas data dengan Kolmogorov
Smirnov Test. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa hampir semua variabel
penelitian pada kelompok preeklamsia ringan, preeklamsia berat, dan eklamsia
terdistribusi normal, kecuali variabel tekanan darah diastole kelompok
preeklamsia ringan dan preeklamsia berat yang tidak terdistribusi normal. Uji
normalitas data ini diperlukan sebagai syarat penentu analisis selanjutnya,
apakah data dapat dianalisis dengan uji parametrik atau dengan uji
nonparametrik.
Uji selanjutnya yang dipilih untuk menganalisis variabel-variabel antar
derajat preeklamsia, baik preeklamsia ringan dengan preeklamsia berat dan
preeklamsia berat dengan eklamsia, adalah uji beda rerata atau disebut juga uji
t Independent. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil uji beda rerata kelompok
preeklamsia ringan dan preeklamsia berat yang menunjukkan adanya
perbedaan yang secara statistik bermakna hanyalah variabel tekanan darah
sistole (p < 0,05). Sedangkan hasil uji beda rerata kelompok preeklamsia berat
dan eklamsia menunjukkan tidak ada perbedaan yang secara statistik bermakna
untuk semua variabel (p > 0,05). Adapun variabel tekanan darah diastole tidak
dapat diuji dengan uji beda rerata atau uji t Independent yang termasuk dalam
uji parametrik. Hal ini disebabkan karena salah satu persyaratan uji
Page 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
parametriknya tidak terpenuhi, yaitu data tekanan darah diastole tidak
terdistribusi normal.
B. Hubungan Kadar Hematokrit dengan Derajat Preeklamsia
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa distribusi rerata kadar hematokrit
semakin meningkat seiring dengan peningkatan derajat preeklamsia. Dimana
rerata kadar hematokrit pada preeklamsia ringan sebesar 35,42%, pada
preeklamsia berat sebesar 37,37%, dan pada eklamsia sebesar 38,69%.
Kadar hematokrit yang meningkat pada preeklamsia/eklamsia terjadi
karena adanya hemokonsentrasi akibat volume plasma yang menurun yang
disebabkan oleh vasospasme. Hemokonsentrasi yang juga menyebabkan
viskositas darah meningkat akan menyababkan perfusi jaringan semakin
berkurang pada seluruh organ, baik ke otak, jantung, paru, ginjal, maupun
jaringan fetoplasenta (Prawirohardjo, 2007).
Kadar hematokrit dari tiap kelompok yang didapat pada penelitian ini
kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji t Independent. Untuk uji t
Independent kelompok preeklamsia ringan dan preeklamsia berat didapatkan
hasil berupa terdapat perbedaan kadar hematokrit antara dua kelompok
tersebut. Hasil ini dapat diartikan bahwa terdapat hubungan antara peningkatan
kadar hematokrit dengan peningkatan derajat preeklamsia dari preeklamsia
ringan menjadi preeklamsia berat.
Pada peningkatan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat terjadi
banyak perubahan patologis pada tubuh penderita, yang dilihat dari bertambah
banyaknya manifestasi klinis yang muncul dibandingkan pada preeklamsia
Page 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
ringan (Duff, 2004). Salah satu perubahan tersebut terdapat pada kadar
hematokrit, seperti pada penelitian ini, dimana terjadi peningkatan kadar
hematokrit yang signifikan antara preeklamsia ringan dengan preeklamsia
berat. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati
(2001) yang menyatakan bahwa kadar hematokrit ≥ 40% meningkatkan atau
merupakan faktor prognosis kematian maternal. Dimana peningkatan
preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat juga akan meningkatkan
kematian maternal.
Adapun uji t Independent untuk kelompok preeklamsia berat dan
eklamsia didapatkan hasil berupa tidak terdapat perbedaan kadar hematokrit
antara dua kelompok tersebut. Hasil ini dapat diartikan bahwa tidak terdapat
hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat
preeklamsia dari preeklamsia berat menjadi eklamsia.
Preeklamsia berat dan eklamsia memiliki karakteristik gejala dan tanda
yang serupa, yang membedakan keduanya adalah adanya kejang yang diikuti
koma yang terjadi pada eklamsia (Prawirohardjo, 2007). Teori tersebut
mendukung hasil penelitian ini, dimana meskipun kadar hematokrit kelompok
eklamsia lebih tinggi dari pada kadar hematokrit preeklamsia berat, namun
peningkatan tersebut secara statistik tidak bermakna.
C. Nilai Ambang Kadar Hematokrit untuk Perubahan Derajat Preeklamsia
Kadar hematokrit yang telah dianalisis dengan uji t Independent
kemudian ditentukan nilai ambangnya (cut-off point) untuk setiap perubahan
derajat preeklamsia, baik dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat,
Page 59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
maupun dari preeklamsia berat menjadi eklamsia. Nilai ambang ini ditetapkan
dari perpotongan nilai spesifisitas dan nilai sensitivitas yang tertinggi dari tiap
nilai ambang.
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai ambang kadar hematokrit yang
didapat untuk perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat adalah
kadar 36,15% dengan spesifisitas 61% dan sensitivitas 65%.
Nilai spesifisitas 61% pada kadar hematokrit 36,15% ini dapat diartikan
bahwa kadar hematokrit 36,15% mampu memberikan 61 simpulan yang benar
dalam menentukan hasil negatif perubahan preeklamsia ringan menjadi
preeklamsia berat pada 100 pasien yang tidak mengalami perubahan
preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat.
Sedangkan nilai sensitifitas 65% pada kadar hematokrit 36,15% diartikan
bahwa kadar hematokrit 36,15% mampu memberikan 65 simpulan yang benar
dalam menentukan hasil positif perubahan preeklamsia ringan menjadi
preeklamsia berat pada 100 pasien yang positif mengalami perubahan
preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat.
Nilai ambang kadar hematokrit 36,15% ini kemudian diuji dengan uji
Tabulasi Silang untuk melihat ada tidaknya hubungan antara nilai ambang
tersebut dengan kejadian perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia
berat.
Dari uji Tabulasi Silang kadar hematokrit 36,15% didapatkan hasil
bahwa kadar hematokrit > 36,15% mempunyai hubungan terhadap kejadian
perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat (p < 0,05). Hal ini
Page 60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
menandakan bahwa pasien preeklamsia ringan yang memiliki kadar hematokrit
≥ 36,15% akan berisiko mengalami perubahan menjadi preeklamsia berat,
dengan nilai kemungkinannya adalah 3 kali lebih besar dibandingkan dengan
pasien preeklamsia ringan yang kadar hematokritnya < 36,15% (OR = 3).
Sedangkan nilai ambang kadar hematokrit untuk perubahan preeklamsia
berat menjadi eklamsia terdapat pada gambar 4, yaitu sebesar 38,30%, dengan
nilai spesifisitas 53% dan nilai sensitivitas 53%.
Nilai spesifisitas 53% pada kadar hematokrit 38,30% ini dapat diartikan
bahwa kadar hematokrit 38,30% mampu memberikan 53 simpulan yang benar
dalam menentukan hasil negatif perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia
pada 100 pasien yang tidak mengalami perubahan preeklamsia berat menjadi
eklamsia.
Sedangkan nilai sensitifitas 53% pada kadar hematokrit 38,30% diartikan
bahwa kadar hematokrit 38,30% mampu memberikan 53 simpulan yang benar
dalam menentukan hasil positif perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia
pada 100 pasien yang positif mengalami perubahan preeklamsia berat menjadi
eklamsia.
Adapun nilai spesifisitas dan sensitivitas yang rendah pada penentuan
nilai ambang ini, baik nilai ambang untuk preeklamsia ringan menjadi
preeklamsia berat dan nilai ambang untuk preeklamsia berat menjadi eklamsia,
kemungkinan dikarenakan jumlah sampel yang digunakan kurang banyak.
Setelah diuji dengan uji Tabulasi Silang untuk melihat ada tidaknya
hubungan antara nilai ambang kadar hematokrit 38,30% dengan kejadian
Page 61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia, didapatkan hasil p = 0,6
(p > 0,05). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kadar hematokrit > 38,30%
tidak mempunyai hubungan terhadap kejadian perubahan preeklamsia berat
menjadi eklamsia. Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna secara statistik
ini bisa dikarenakan jumlah sampel yang kurang banyak. Selain itu juga dapat
dikarenakan hasil uji t Independent kelompok preeklamsia berat dan eklamsia
yang telah dilakukan sebelumnya memberikan hasil yang juga tidak signifikan.
Dari seluruh pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat
preeklamsia dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat dan tidak
terdapat hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan
derajat preeklamsia dari preeklamsia berat menjadi eklamsia.
Page 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Populasi di RSUD Dr
Moewardi Surakarta dapat disimpulan bahwa:
1. Ada hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan
derajat preeklamsia dari preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, dan
secara statistik bermakna.
2. Tidak ada hubungan antara peningkatan kadar hematokrit dengan
peningkatan derajat preeklamsia dari preeklamsia berat menjadi eklamsia.
3. Nilai ambang kadar hematokrit untuk terjadinya perubahan preeklamsia
ringan menjadi preeklamsia berat adalah 36,15%.
4. Nilai ambang kadar hematokrit untuk terjadinya perubahan preeklamsia
berat menjadi eklamsia adalah 38,30%.
5. Kadar hematokrit ≥ 36,15% sangat mungkin merupakan faktor prediktor
perubahan preeklamsia ringan menjadi preeklamsia berat, dengan nilai
kemungkinannya 3 kali lebih besar dibandingkan kadar hematokrit
< 36,15%.
6. Kadar hematokrit ≥ 38,30% belum dapat dijadikan sebagai faktor prediktor
perubahan preeklamsia berat menjadi eklamsia.
51
Page 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disarankan sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan kadar hematokrit pada preeklamsia/eklamsia lebih
dioptimalkan, agar kemungkinan peningkatan derajat preeklamsia yang
lebih buruk dapat diidentifikasi lebih dini.
2. Perlu perhatian yang lebih cermat dalam penanganan kasus preeklamsia
ringan dengan kadar hematokrit ≥ 36,15%, agar perubahan derajat menjadi
preeklamsia berat dapat dihindari.
3. Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan analisis multivariat yang
mempertimbangkan faktor lain yang berhubungan dengan kadar hematokrit
dan dengan jumlah sampel yang lebih banyak, untuk lebih mengetahui
hubungan peningkatan kadar hematokrit dengan peningkatan derajat
preeklamsia.