HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP GAMBAR PERINGATAN BAHAYA MEROKOK PADA KEMASAN ROKOK DENGAN MOTIVASI BERHENTI MEROKOK OLEH AMELIA PETRONELA MEKO 802012078 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
32
Embed
Hubungan antara Sikap terhadap Gambar Peringatan Bahaya ... · peringatan bahaya merokok dengan motivasi berhenti merokok . Kata Kunci: Sikap, motivasi berhenti merokok, gambar peringatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP GAMBAR PERINGATAN
BAHAYA MEROKOK PADA KEMASAN ROKOK DENGAN
MOTIVASI BERHENTI MEROKOK
OLEH
AMELIA PETRONELA MEKO
802012078
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
ii
i
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan positif antara sikap
terhadap gambar peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok dengan motivasi
berhenti merokok. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik
pengambilan data incidental sampling. Partisipan penelitian ini adalah 100 orang
mahasiswa laki-laki di Universitas Kristen Satya Wacana berusia 18-25 tahun yang
merokok. Hasil penelitian menggunakan Pearson product moment dengan koefisien
korelasi r = 0,553 yang artinya memiliki korelasi yang sedang berdasarkan ketentuan
(Sugiyono, 2007) dengan nilai signifikansi sebesar 0,001< 0,01. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap gambar
peringatan bahaya merokok dengan motivasi berhenti merokok
Kata Kunci: Sikap, motivasi berhenti merokok, gambar peringatan bahaya merokok
ii
Abstract
The purpose of study was to see positive relationship between attitude for the pictorial
health warning on the packaging of cigarettes with the motivation to stop smoking. This
study used a quantitative method to collect the data by using incidental sampling. The
study has been done to 100 male student of Satya Wacana Christian University 18-25
years old smoked. The result of the research using the pearson product moment
correlation coefficient r = 0.553 which means to have a moderate correlation based on
the provisions of (Sugiyono, 2007) with a significance value of 0.001<0.01. The
conclusion is positive relationship between attitudes toward pictorial health warning
with motivation to quit smoking
Keyword : Attitude, motivation to quit smoking, pictorial health warning
1
PENDAHULUAN
Perilaku merokok adalah perilaku yang merugikan diri sendiri dan juga orang lain
yang berada disekitarnya atau perokok pasif karena di dalam rokok mengandung
berbagai macam zat kimia berbahaya seperti tar, nikotin, karbon monoksida dan zat
karsinogenik lainnya yang dapat membuat perokok beresiko tinggi untuk menderita
berbagai macam penyakit seperti kanker paru-paru, kanker tenggorokan, bronchitis,
penyakit jantung, dan gangguan pernapasan yang dapat menyebabkan kematian.
Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah China dan India dalam kasus kematian
akibat menghisap rokok. Menurut survey yang dilakukan 1.127 orang meninggal setiap
hari akibat rokok (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2007). Menurut
Prabandari, Y.S peneliti Pusat Kajian Bioetik dan Perilaku Kesehatan, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam acara focus grup discussion, di
kampus, Jumat 29 Mei 2009dari 1127 orang yang meninggal itu, 67 persennya
merupakan laki-laki, (Kematian akibat merokok, Indonesia tempati peringkat ketiga di
dunia, 2009).
Perilaku merokok dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari seperti di
lingkungan rumah, tempat kerja, maupun tempat - tempat umum hampir setiap saat
dapat dijumpai orang yang sedang merokok khususnya laki-laki dari kalangan remaja
hingga dewasa. Dalam detik health disebutkan bahwa prevalensi perokok pada pria
dewasa di Indonesia sebesar 67,4 % (Global Adult Tobacco Survey (GATS), 2011).
Fenomena merokok juga banyak terlihat di lingkungan pendidikan sekalipun khususnya
kampus yang seharusnya bebas dari asap rokok tetapi kenyataannya, banyak mahasiswa
yang masih merokok dikampus. Penelitian Azwar (dalam Henni, 2012) berjudul
perilaku merokok pada mahasiswa Universitas Muhhammadiyah Aceh membuktikan
2
bahwa 75% mahasiswa di kampus tersebut merokok. Berdasarkan hasil observasi, di
Universitas Kristen Satya Wacana sendiri banyak mahasiswa yang masih merokok
didalam lingkungan kampus contohnya di Student Center (SC), cafetaria, dan cafe
rindang.
Setiap orang khususnya mahasiswa mungkin memiliki alasan yang berbeda-beda
mengapa mereka merokok. Secara umum, menurut Loeksono dan Wismanto (dalam
Wismanto & Sarwo 2007) perilaku merokok disebabkan adanya model yang ada di
lingkungannya atau karena adanya tekanan sosial misalnya dinyatakan bukan sebagai
teman atau anggota kelompok jika tidak merokok atau di cap sebagai banci atau tidak
jantan jika tidak merokok. Hal ini lebih banyak terjadi saat seseorang baru pertama kali
merokok di usia yang masih muda (Smet, 1994)
Alasan tersebut yang membuat perilaku merokok sudah menjadi suatu kebiasaan
yang rutin dan bersifat otomatis sehingga perokok seringkali mengabaikan efek negatif
dari rokok terhadap kesehatan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk
menyadarkan para perokok tentang bahaya merokok bagi kesehatan mulai dari
penyuluhan bahaya rokok bagi kesehatan hingga adanya peraturan pemerintah nomor
19 tahun 2003 tentang peringatan berbentuk tulisan di kemasan rokok yaitu merokok
dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan
janin. Peraturan ini sudah diberlakukan beberapa tahun sebelumnya di indonesia tetapi
pada kenyataannya, perilaku merokok masyarakat masih sangat sulit untuk
dikendalikan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (dalam
Wibowo, 2015) yang menyatakan bahwa walaupun lebih dari 90% masyarakat pernah
membaca peringatan kesehatan berbentuk tulisan di bungkus rokok, hampir separuhnya
tidak percaya dan 26% tidak termotivasi untuk berhenti merokok.
3
Melihat fenomena tersebut pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan terbaru
yaitu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012 yang mewajibkan produsen
rokok untuk mencantumkan gambar peringatan bahaya merokok disertai dengan tulisan
merokok membunuhmu di kemasan rokok. Jenis peringatan kesehatan tersebut terdiri
dari jenis gambar sebagai berikut: gambar kanker mulut, gambar perokok dengan asap
yang membentuk tengkorak, gambar kanker tenggorokan, gambar orang merokok
dengan anak di dekatnya dan gambar paru-paru menghitam karena kanker.
Stimulus berupa gambar peringatan bahaya rokok yang ada pada kemasan rokok
dapat dijadikan alat untuk mengkomunikasikan pesan bahaya merokok bagi kesehatan
agar lebih mudah untuk dipersepsikan oleh perokok bahwa penyakit yang disebabkan
oleh rokok adalah serius dan perokok akan menyadari bahwa kemungkinan besar
mereka dapat terkena penyakit tersebut dan pesan yang disampaikan akan lebih diterima
dan dipercaya sehingga dapat memotivasi mereka dalam mengambil langkah untuk
berhenti merokok. Hal ini sesuai dengan pendapat Borland (1997) yang kesehatan
menggunakan gambar dan tulisan pada kemasan rokok. Ketika perokok melihat gambar
yang mengerikan yaitu dampak dari merokok yang ditampilkan pada bungkus rokok,
maka mereka akan mengurangi tingkat merokok, meningkatkan motivasi untuk
berhenti, berusaha untuk tidak merokok setelah itu berupaya berhenti merokok. Selain
itu, gambar peringatan tersebut memberikan kesan menakutkan dan menjijikkan bagi
perokok sehingga membuat mereka termotivasi untuk berhenti merokok karena merasa
khawatir dan takut jika menderita penyakit yang sama seperti di kemasan rokok
tersebut.
Bagi konsumen rokok gambar peringatan bahaya merokok merupakan stimulus
yang akan disikapi. Ada dua kemungkinan sikap yang akan muncul yaitu konsumen
4
rokok akan bersikap positif terhadap gambar penyakit akibat merokok sehingga sadar
bahwa rokok yang dihisapnya akan membahayakan dirinya sehingga termotivasi untuk
berhenti merokok atau sebaliknya bersikap negatif dengan mengabaikan pengaruh
buruk dari rokok yang dihisapnya sehingga tidak termotivasi untuk berhenti merokok.
Peringatan tertulis yang disertai gambar dianggap lebih efektif daripada hanya
berbentuk tulisan saja. Menurut Alex (2015) di beberapa negara penerapan kebijakan
peringatan kesehatan berbentuk gambar cukup berhasil contohnya di Brazil, sebanyak
(54%) responden berubah pendapatnya tentang konsekuensi kesehatan akibat merokok
dan (67%) ingin berhenti merokok. Dampaknya lebih besar pada kelompok pendidikan
dan pendapatan rendah. Lebih dari (50%) perokok di Kanada (58%) dan Singapura 57%
mulai memikirkan bahaya mengkonsumsi tembakau dan dampak kesehatan (Southeast
Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA), 2008). Namun, berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh (Curry, 1993). “Meskipun sebagian besar perokok menyatakan bahwa
mereka termotivasi untuk berhenti merokok tetapi hanya 20% dari mereka yang serius
untuk berhenti merokok dalam waktu dekat (yaitu dalam 30 hari) sedangkan 40% serius
mempertimbangkan berhenti merokok dalam waktu 6 bulan. Namun 40% dari perokok
tidak serius mempertimbangkan berhenti merokok dalam waktu dekat”.
Berhenti merokok memang tidak mudah dilakukan sehingga banyak perokok yang
gagal berhenti merokok. Besarnya bahaya merokok sebenarnya bukan tidak disadari
oleh kalangan perokok tetapi kandungan nikotin dalam rokok yang bersifat adiktif
dapat membuat mereka menjadi pecandu atau ketergantungan pada rokok (Kandel
dalam Baker, 2004). Brigham (dalam Mubarok, 2009) menyatakan bahwa saat pertama
kali merokok gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah batuk, lidah terasa getir, perut
terasa mual, dan kepala pusing. Hal ini disebabkan oleh nikotin yang bersifat adiktif
5
sehingga walaupun merasakan gejala-gejala yang kurang enak perokok ingin untuk
terus merokok dan jika dihentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan perasaan gelisah.
Namun, perilaku merokok dapat dengan mudah berubah jika pengetahuan tentang rokok
dan dampaknya pada kesehatan meningkat (Chotidjah dalam Choiri, 2015). Sedangkan
menurut Stoklosa et al (2010), dalam jurnalnya yang berjudul Evaluation of the
motivation to quit smoking in out patients attending a smoking cessation clinicmayoritas
dari perokok termotivasi untuk berhenti merokok dengan alasan kesehatan. Selain
pengetahuan tentang dampak kesehatan akibat merokok, jumlah rokok yang dihisap
juga berpengaruh terhadap berhasil atau tidaknya seseorang untuk berhenti merokok.
Kriteria perokok ringan yang merokok tidak lebih dari 10 batang sehari lebih mudah
untuk berhenti merokok karena tingkat ketergantungan terhadap nikotin rendah. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa perokok yang mengkonsumsi rokok
dalam jumlah yang lebih kecil memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berhenti
merokok karena tingkat ketergantungannya terhadap nikotin lebih rendah ( Myung, K.
Seo, G. 2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Alex yang berjudul Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan Dan Sikap Tentang Pictorial Health Warning (PHW) pada Kemasan
Rokok dengan Motivasi Berhenti Merokok Pada Siswa SMA Santun Pontianak
menemukan bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap PHW dengan Motivasi
berhenti merokok. Hasil ini ditentang oleh penelitian yang dilakukan Heydari et al.
(dalam Alex, 2015) yang menemukan bahwa hampir sebagian perokok tidak
menunjukkan sikap positif terhadap gambar peringatan bahaya merokok pada kemasan
rokok.
Berdasarkan fenomena yang diuraikan serta hasil – hasil penelitian yang disebut-
6
kan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara Sikap Terhadap Gambar
Peringatan Bahaya Merokok Pada Kemasan Rokok Dengan Motivasi Berhenti
Merokok.
Menurut Sitepoe (2000) merokok adalah membakar tembakau yang kemudian
diisap isinya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Sedangkan perilaku
merokok merupakan reaksi seseorang dengan cara menghisap rokok yang dapat diamati
atau diukur dengan melihat volume atau frekuensi merokok seseorang (Shiffman,
1993).
Perilaku merokok dapat dipicu oleh beberapa faktor (Hansen et al. dalam
Wismanto, 2007) yaitu :
1. Lingkungan sosial. Seseorang mempunyai kebiasaan merokok karena
lingkungannya adalah perokok yang mempengaruhinya baik secara
langsung ( menawarkan rokok, menantang atau menggoda) maupun tidak
langsung (model yang ada dilingkungannya seperti pimpinan kelompok dan
orang yang lebih tua)
2. Faktor psikologis. Individu merokok untuk mendapat kesenangan, nyaman,
merasa lepas dari kegelisahan dan juga mendapatkan rasa percaya diri
3. Faktor biologis. Merokok disebabkan karena ketergantungan pada rokok
yang disebabkan oleh nikotin. Ketika seseorang menghisap rokok, nikotin
akan mempengaruhi keseimbangan kimia pada otak khususnya cairan kimia
yaitu dopamine dan norepinephrine yang mengendalikan rasa bahagia dan
rileks. Itulah mengapa perokok sangat menikmati efek dari nikotin dan
menjadi ketergantungan terhadap rokok
4. Faktor sosiokultural. Kebiasaan masyarakat, tingkat ekonomi, pendidikan,
7
dan pekerjaan yang berpengaruh terhadap perilaku merokok
Selain itu, dalam buku Health Psychology dinyatakan bahwa ada beberapa alasan
bagi perokok untuk terus merokok yaitu renforcement yang merupakan faktor penting
bagi perokok. Cita rasa dari rokok memberikan penguatan positif bagi perokok untuk
terus merokok. Penelitian menemukan bahwa orang yang merasa bahwa rasa dari rokok
adalah alasan utama untuk merokok, menghisap rokok lebih sedikit dari perokok lain
saat rasa dari rokok tersebut kurang enak (Leventhal & Cleary dalam Sarafino, 2012).
Selain cita rasa dari rokok, perokok lebih mampu mengekspesikan pendapat mereka jika
merokok selama interaksi sosial daripada tidak merokok (Gilbert & Spielberger dalam