HUBUNGAN ANTARA BODY I LE Diajukan Kepada Fakultas Ps M F UNIVERSI A PERILAKU OLAHRAGA (FITNESS IMAGE PADA DEWASA MUDA OLEH EA NOVELETTA SOEPARTO 802013010 TUGAS AKHIR sikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Pers Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI ITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017 S) DENGAN syaratan Untuk
26
Embed
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU OLAHRAGA (FITNESS) DENGAN … · 2017. 12. 5. · kenyatannya, cara-cara seperti operasi wajah dan tubuh, sedot lemak, menyutikkan hormon ke dalam tubuh,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU OLAHRAGA (BODY IMAGE
LEA NOVELETTA SOEPARTO
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
ANTARA PERILAKU OLAHRAGA (FITNESSIMAGE PADA DEWASA MUDA
OLEH
LEA NOVELETTA SOEPARTO
802013010
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
FITNESS) DENGAN
Sebagian Dari Persyaratan Untuk
1
PENDAHULUAN
Kebanyakan individu tentunya ingin tampil sempurna dan menarik di hadapan individu lain.
Dalam kehidupan sosial, bentuk tubuh juga menjadi representasi diri yang pertama kali dilihat.
Hal ini menyebabkan orang ingin memiliki tubuh yang ideal (Breakey, dalam Andea, 2010).
Pernyataan Davidson dan McCabe (2005) dalam jurnalnya menemukan bahwa kelompok usia
30-an dan 40-an adalah masa yang paling rentan terhadap body image jika dibandingkan dengan
kelompok usia lain. Sebagaimana Sivert & Sinanovic (dalam Santrock, 1995) menyatakan bahwa
secara fisik individu usia antara 20-40 tahun termasuk pada fase dewasa muda (young
adulthhood) dimana individu menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan
dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak.
Charles dan Kerr (dalam Grogan, 1999) juga menemukan bahwa kebanyakan perempuan
dewasa tidak puas dengan body image mereka, namun laki-laki dewasa pun tak kalah dengan
perempuan dewasa. Mereka juga sudah mulai menjaga penampilan. Laki-laki dewasa mulai
merawat dirinya di salon, membentuk badan di pusat kebugaran, memakai parfum agar dapat
menarik perhatian perempuan dewasa di tempat kerja. Berbagai macam cara dilakukan untuk
memperbaiki penampilan mereka, seperti operasi wajah dan tubuh, sedot lemak, menyuntikkan
hormon ke dalam tubuh, pergi ke pusat kebugaran (Chamim dalam Gunawan, 2004). Pada
kenyatannya, cara-cara seperti operasi wajah dan tubuh, sedot lemak, menyutikkan hormon ke
dalam tubuh, pergi ke tempat kebugaran itu membutuhkan uang yang sangat banyak dan hanya
bisa dilakukan oleh kalangan atas. Cara-cara tersebut juga bisa membahayakan kesehatan kalau
tidak dilakukan dengan bijaksana (Chamim, dalam Gunawan, 2010).
2
Banyak orang ingin memiliki bentuk tubuh ideal untuk memenuhi standar penampilan
masyarakat (Thompson, Heinberg, Altabe, & Tantleff-Dunn 1999).Untuk tampil baik,
kebanyakan dari mereka menganggap citra tubuh (body image) sebagai hal yang sangat penting.
Perempuan dan laki-laki dewasa ingin menarik perhatian pasangannya masing-masing dengan
cara tampil semenarik mungkin agar memperoleh pasangan yang diinginkan, selain itu individu
juga harus menghadapi dunia kerja. Tuntutan dunia kerja rupanya tidak hanya mengharapkan
kemampuan bekerja yang tinggi namun juga penampilan yang menarik. Untuk tampil menarik,
jika perempuan dewasa memiliki body image yang negatif maka ia akan meyakini bahwa orang
lain lebih menarik, ukuran/bentuk tubuh adalah penyebab kegagalan personal, malu, cemas
terhadap tubuh, serta tidak nyaman dan aneh dengan tubuh yang dimiliki (Sunartio, Monique,
Ktut, 2012).
Body image dapat didefinisikan sebagai hasil evaluasi subjektif dari seseorang mengenai
tubuh dan penampilan (Smolak & Thompson 2009), terdiri dari pikiran seperti (“Saya pikir saya
terlihat buruk di dalam foto”), perasaan seperti “Saya benci cara saya dilihat oleh orang lain”,
serta persepsi seperti “Saya terlalu gemuk” yang berkaitan dengan tubuh dan penampilan
seseorang (Thompson, dkk). Melliana (2006) mengemukakan bahwa cara berpikir yang positif
atau negatif merupakan hal terpenting dalam meningkatkan atau menurunkan body image
seseorang. Individu yang berpikir positif terhadap tubuhnya akan memiliki body image yang
positif yang kemudian mengarahkannya pada rasa puas terhadap tubuhnya, sedangkan individu
yang berpikir negatif terhadap tubuhnya akan memiliki body image negatif yang
mengarahkannya pada ketidakpuasan tubuh. Sebagaimana yang dikemukakan (Cash dan
Pruzinsky dalam Andea, 2010) bahwa body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang
terhadap tubuhnya berupa penilaian positif atau negatif.
3
Body image seseorang merupakan evaluasi terhadap ukuran tubuh, berat badan ataupun
aspek-aspek lainnya dari tubuh yang berhubungan dengan penampilan fisik (Thompson &
Altabe, 1993). Body image adalah persepsi, pikiran dan perasaanseseorang tentang tubuhnya
(Grogan, 2008). Body image merupakan konstrukmultidimensional yang mencerminkan
bagaimana individu berpikir, merasakan, dan bertingkah laku berkaitan dengan atribut-atribut
fisik individu tersebut (Cash, 2002). Sedangkan menurut Menurut Chaplin (2002) body
image adalah ide seseorang mengenai betapa penampilan badannya dihadapan orang lain.
Kadang kala dimasukkan pula konsep mengenai fungsi tubuhnya. Body image adalah bagaimana
cara pandang seseorang terhadap tubuhnya sendiri. Orang yang memiliki body image positif
mencerminkan tingginya penerimaan jati diri, rasa percaya diri dan kepeduliannya terhadap
kondisi badannya. Hal ini diperjelas oleh Honigman dan Castle (dalam Hurlock, 1980) yang
mengatakan bahwa body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran
tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia
pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana kira-kira penilaian
orang lain terhadap dirinya.
Indikator yang dipakai sebagai kerangka berpikir diambil dari teori Cash dan Pruzinsky
(2000) yang mengemukakan adanya lima dimensi dalam pengukuran body image yaitu (a)
Appearance Evaluation (Evaluasi penampilan), yaitu mengukur evaluasi dari penampilan dan
keseluruhan tubuh, apakah menarik atau tidak menarik serta memuaskan dan tidak memuaskan,
(b) Appearance Orientation (Orientasi penampilan), yaitu perhatian individu terhadap
penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan
dirinya, (c) Body Area Satisfaction (Kepuasan terhadap bagian tubuh), yaitu mengukur kepuasan
individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah
4
(pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada,
bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan, (d) Overweight Preocupation (Kecemasan
menjadi gemuk), yaitu mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadan individu
terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan
membatasi pola makan, (e) Self-Classified Weight (Pengkategorian ukuran tubuh), yaitu
mengukur bagaimana individu mempersepsi dan menilai berat badannya, dari sangat kurus
sampai sangat gemuk.
Di kota Semarang banyak sekali tempat-tempat yang menunjang penampilan individu,
misalnya tersedianya tempat kebugaran seperti Plaza Fitness, Sadrakh Fitness, Gumaya Gym,
Fitness Celebrity Center, Kingdom Gym, dll. Menurut jurnal Fika Yunny W (2007) tubuh ideal
merupakan idaman setiap orang, baik itu wanita maupun pria, tua maupun muda. Bentuk tubuh
yang ramping, berotot, berisi menjadi tujuan utama seseorang melakukan latihan. Untuk
mendapatkan tubuh ideal dan penampilan yang menarik berbagai usaha dilakukan, salah satunya
adalah dengan melakukan latihan olahraga di fitness center atau sering disebut juga “fitnes”.
Thompson (2000) menjelaskan pentingnya faktor media massa dalam membentuk nilai-nilai
yang dianut masyarakat. Melalui media massa, tubuh yang ideal terbentuk di masyarakat. Di
Indonesia sendiri dapat dilihat bahwa peran media massa mulai mempunyai pengaruh dalam
membentuk pikiran tentang penampilan dan body image, pada iklan-iklan kosmetik sering
digunakan model wanita dengan kulit yang putih, tubuh yang langsing, secara tidak sadar
masyarakat menganggap tubuh ideal seorang wanita adalah yang memiliki kulit putih dan
bertubuh langsing. Saat melakukan olahraga tidak akan merasa jenuh atau stres karena sambil
melatih tubuh juga dapat menikmati musik yang sengaja diputar untuk menambah semangat saat
berolahraga. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika fitnes center saat ini sangat digemari
5
oleh masyarakat untuk melakukan latihan fisik supaya dapat memiliki tubuh yang ideal dan
penampilan yang menarik (Soekirno, 2006).
Kebanyakan individu yang memiliki aktivitas yang sangat padat akibatnya sering
melupakan olahraga, makan yang teratur dan sehat, tidur yang teratur, dan sebagainya. Membuat
tubuh sehat dengan tetap memperhatikan bentuk tubuh sudah menjadi gaya hidup yang
dibutuhkan bagi semua orang saat ini, hal ini disebabkan banyak masyarakat yang sudah mulai
sadar tentang pentingnya menjaga tubuh tetap ideal dan bugar. Berbagai macam cara untuk
meningkatkan kebugaran tubuh dan menjaga tubuh tetap ideal, diantaranya dengan melakukan
jogging di sekitar rumah, mengikuti kelas senam, atau melakukan program latihan dengan trainer
di pusat-pusat kebugaran. Berolahraga di pusat kebugaran menjadi salah satu pilihan masyarakat
perkotaan (Komala dan Hardiansyah, 2014). Keberadaan pusat kebugaran melalui program
dalam pola kehidupan masyarakat menciptakan fenomena baru terutama menyangkut
keberagaman kebutuhan masyarakat yang nampak dalam aktifitasnya tetapi ingin memiliki tubuh
tetap ideal dan menarik. Sebagian masyarakat memanfaatkan olahraga untuk memenuhi
kebutuhan. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan manusia yang meliputi fisiologis, rasa aman,
aktualisasi diri, harga diri, serta kebutuhan akan cinta dan ketergantungan (Hamada, 2014).
Menurut Friedman & Schustack (Ciciilabaika, 2013) mengemukakan bahwa pria pada
jaman dahulu dituntut untuk memiliki tubuh yang kuat, akan tetapi tubuh yang kuat tersebut
tidak diidentikkan dengan kekar atau berotot sedangkan pada jaman modern, konsep
maskulinitas tentang standar tubuh ideal pada pria mengalami perubahan. Menurut McCabe, dkk
(Onkowijoyo, 2010), pria memiliki bentuk tubuh yang indah atau lebih spesifik memiliki tubuh
yang kekar dan berotot sangatlah dihargai dalam ligkungan terutama diantara para pria. Melihat
berbagai kebutuhan serta manfaat yang ingin diperoleh para anggota pusat kebugaran untuk
6
memenuhi kebutuhannya dapat dikatakan bahwa setiap anggota memiliki dorongan yang
berbeda-beda saat memutuskan untuk mendatangi pusat kebugaran. Menurut Munandar (2004)
motivasi merupakan suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk
melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tercapainya suatu tujuan. Sementara
berdasarkan usia umumnya yang aktif sebagai anggota-anggota pusat kebugaran sekitar usia
dewasa muda hal ini disebabkan karena fase ini merupakan fase dimana aspek-aspek
perkembangan fisik telah mencapai puncak kekuatan dan energi, ketekunan, dan kemauan yang
luar biasa (Dariyo, 2003).
Dalam berolahraga membutuhkan kesungguhan sebagai perasaan atau perilaku yang
tidak pura-pura (sincerity) atau suatu keadaan agar menjadi sungguh-sungguh/serius
(seriousness) serta hal yang menentukan sesuatu dan dapat disebut juga suatu energi (earnestly)
Hornby (dalam kamus Oxford,1989). Dalam kamus bahasa Indonesia (1989) dijelaskan bahwa
latihan fisik merupakan hasil pelatihan atau aktivitas yang dilakukan untuk melatih tubuh.
Menurut Kilpatric, Herbert, dan Bartholomew (2005), perilaku berolahraga dibedakan dari
aktivitas fisik. Aktivitas fisik didefinisikan sebagai kategori yang luas dari pergerakan tubuh
yang dihasilkan dari pergerakan tulang dan otot, termasuk di dalamnya adalah olahraga dan
gerakan yang dilakukan selama bekerja. Adapun 4 kriteria perilaku berolahraga menurut
Kilpatric, dkk, yaitu ketaatan (mengetahui konsistensi seseorang dalam melakukan olahraga dan
lama orang tersebut sudah melakukan olahraga), intensitas (menyatakan mengenai penggunaan
tenaga yang dirasakan selama berolahraga), durasi (menyatakan banyaknya waktu yang
dihabiskan dalam sekali olahraga atau jumlah menit per sesi olahraga), dan frekuensi
(menyatakan seberapa banyak hari dalam satu minggu yang digunakan untuk berolahraga).
Metode latihan yang optimal menurut Rai (dalam koran tempo, 2001) & Yudha (2006) adalah
7
sebagai berikut : (a) Peregangan (strecth): latihan ringan yang dilakukan untuk melenturkan
badan supaya tidak kaku. Umumnya dilakukan selama 5-10menit, (b) Pemanasan (warm up)
disebut juga latihan untuk melatih jantung (cardio exercise). Pemanasan dapat dilakukan dengan
treadmill, jogging, atau menggunakan sepeda statis. Lama pemanasan berkisar 5-25 menit, (c)
Latihan inti ada 2 yaitu aerobik latihan cardio yang dilakukan tanpa henti dengan bantuan
oksigen selama kurang lebih 30-60 menit. Umumnya latihan aerobik dilakukan secara intens
untuk membakar lemak dan menurunkan berat badan.
Dalam perkembangannya banyak variasi aerobik dengan menggunakan berbagai jenis
musik sampai gerakan bela diri dan latihan bebas yaitu lebih ditujukan untuk membentuk tubuh,
mengencangkan dan menonjolkan otot-otot tubuh yang dilakukan untuk melatih bagian atas
pinggang (upper body) atau pinggang bagian bawah (lower body), (d) Pedinginan (cooling down)
setelah melakukan berbagai latihan yang memacu denyut jantung dan menegangkan otot, tubuh
membutuhkan waktu untuk kembali pada posisi semula dalam keadaan yang lebih nyaman dan
segar yang dilakukan berupa stretching dan jalan santai selama 5-10 menit atau sesuai
kebutuhan. Aspek-aspek kesungguhan dalam melakukan aktivitas fisik dijelaskan oleh Games &
Shepard (Wulandari, 2000) diantaranya: (a) Serius yang mengarah pada keoptimalan individu
dalam melakukan latihan fisik, dengan melihat apakah individu ingin fokus dan konsentrasi
selama latihan, (b) Kontinuitas adanya keseimbangan atau keinginan untuk teratur pada individu
yang ingin melakukan latihan fisik dengan sungguh-sungguh.
Berdasarkan hasil wawancara dari subjek yang memperhatikan body image yang positif(
Senin, 17 Sepetember 2016), subjek berusia 40 tahun dalam memperoleh tubuh yang ideal yang
berhasil membutuhkan usaha dan waktu yang cukup lama sekitar 6 bulan sampai 1 tahun dengan
menjaga pola makan dan olahraga jogging 8 kilometer secara teratur minimal 2 kali dalam
8
seminggu. Subjek sangat mementingkan penampilan fisik yang ideal karena pekerjaannya
sebagai marketing yang membutuhkan untuk tetap energik dan tujuan awalnya supaya sehat dan
tidak merepotkan orang lain jika sakit atau di saat tua nanti. Ia merasa takut atau cemas jika suatu
saat tubuhnya tidak ideal lagi karena subjek merasa senang dengan tubuhnya yang ideal untuk
saat ini yang tidak cepat lelah. Subjek ada faktor keturunan juga untuk bentuk dan berat
badannya. Dan subjek perlu sekali mengevaluasi bentuk tubuhnya yang ideal ini untuk
mengetahui apakah kita kurang bergerak dan istirahat setiap hari harus tahu. Dan beda dengan
orang yang mementingkan body image yang ideal yang hanya menjaga pola makan dan tidak
teratur dalam berolahraga yang kurang memuaskan untuk mendapat tubuh yang ideal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ongkowijoyo (2010) bahwa ketidakpuasan
bentuk tubuh tidak ada hubungannya dengan perilaku latihan di pusat kebugaran yang dilakukan
oleh pria dewasa awal, namun ada faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku latihan yang
dilakukan adalah minat terhadap kesehatan. Sementara sebagian besar wanita datang ke pusat
kebugaran untuk bersenang-senang mendapatkan kegembiraan dan untuk memperoleh
kebanggaan atas dirinya sendiri (Irdhiyana, 2014). Hal tersebut membuktikan bahwa motivasi
pria dan wanita yang mendorong individu melakukan fitness di pusat kebugaran berbeda-beda.
Berbeda dengan wanita, pada pria terlihat ada perbedaan penilaian mengenai tubuh jaman dulu
dengan jaman modern seperti saat ini. Hal inilah yang membuat peneliti ingin melakukan
penelitian mengenai hubungan antara perilaku olahraga seseorang dengan body image.
Hipotesis penelitian yang diajukan adalah apakah ada hubungan positif signifikan antara
perilaku olahraga (fitness) dengan body image pada dewasa muda.
9
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode
korelasional yang memiliki tujuan untuk menyelidiki hubungan variasi antara satu variabel
dengan variabel yang lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 1999). Dalam penelitian ini
peneliti ingin meneliti hubungan antara perilaku olahraga (fitness) dengan Body Image Pada
Dewasa Muda.
Variabel Penelitian
1. Perilaku Olahraga (Variabel bebas)
Perilaku olahraga dibedakan dari aktivitas fisik. Aktivitas fisik didefinisikan sebagai
kategori yang luas dari pergerakan tubuh yang dihasilkan dari pergerakan tulang dan otot,
termasuk di dalamnya adalah olahraga dan gerakan yang dilakukan selama bekerja (Kilpatric,
Herbert, dan Bartholomew (2005) dengan skala EMI-2 terdiri dari 51 item dan 14 faktor yang
mewakili berbagai motivasi untuk terlibat dalam aktivitas fisik termasuk manajemen stres,
menghindari gangguan kesehatan, kesehatan yang positif, manajemen berat badan, penampilan,
kekuatan dan daya tahan, dan kegesitan (Kilpatric, Herbert, dan Bartholomew (2005),
dikembangkan oleh Marklan, D. dan Hardy, L. (1993).
11
Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah korelasi Product
Moment dengan bantuan SPSS.
12
HASIL PENELITIAN
Uji Reliabilitas dan Validitas
Hasil uji reliabilitas pada skala perilaku olahraga dengan menggunakan Alfa Cronbach
menunjukkan hasil perhitungan reliabilitas sebesar 0.945. Berdasarkan pada perhitungan uji
seleksi item, diperoleh item gugur sebanyak 17 item dengan menyisakan 34 item bertahan yang
koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0.313-0.696.
Hasil uji reliabilitas pada skala body image dengan menggunakan Alfa Cronbach
menunjukan hasil perhitungan reliabilitas sebesar 0,866. Berdasarkan hasil uji seleksi item,
diperoleh item gugur sebanyak 14 item dengan menyisakan 17 item bertahan yang koefisien
korelasi item totalnya bergerak antara 0.235-0.668.
Uji Asumsi
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya korelasi antara body image dengan perilaku olahraga (fitness) pada dewasa
muda.Namun sebelum dilakukan uji korelasi, peneliti melakukan uji asumsi terlebih dahulu
untuk menentukan jenis statistik parametik atau non-parametik yang akan digunakan untuk uji
korelasi.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji One Sample-
Kolmogrof Smirnov.Berdasarkan hasil pengujian normalitas pada tabel di atas,
didapatkan bahwa kedua variabel memiliki signifikansi p>0.05. Variabel body
image memiliki nilai K-S-Z sebesar 0.810(p>0.05). Sementara variabel perilaku
olahraga memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,678 (p>0.05) oleh karena nilai
13
signifikansi p>0.05, maka data body image dan perilaku olahraga (fitness)
berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Berdasarkan hasil uji linearitas diperoleh deviation from linearity sebesar 0.038 (p <0.05 ).
Yang berarti bahwa hubungan antara body image dengan perilaku olahraga tidak linear.
Analisa Deskriptif
a. Body Image
Variabel dukungan body image memiliki item berjumlah 17 item, dengan jenjang skor
antara 1 sampai dengan 5. Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi : 5 x 17 = 85
Skor terendah : 1 x 17 = 17
Pembagian interval dilakukan menjadi empat kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan
sangat rendah. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan
jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.
b. Perilaku olahraga
Variabel perilaku olahraga memiliki item berjumlah 34 item, dengan jenjang skor antara
1 sampai dengan 5. Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi : 5 x 34 = 170
Skor terendah : 1 x 34 = 34
Pembagian interval dilakukan menjadi empat kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi,
rendah, dan sangat rendah. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor
tertinggi dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.
14
Tabel 6. Kategorisasi Body Image
No Interval Kategori Frekuensi % Mean
1. 65 ≤ x ≤ 850 Sangat Tinggi 6 10.91%
2. 51 ≤ x < 68 Tinggi 45 81.82% 61.9
3. 34 ≤ x <51 Rendah 4 7.27%
4. 17 ≤ x < 34 Sangat Rendah 0 0.0%
Total 55 100%
Tabel 7.Kategorisasi Perilaku Olahraga
No Interval Kategori Frekuensi % Mean
1. 136 ≤ x ≤ 170 Sangat Tinggi 6 10.91%
2. 102 ≤ x <136 Tinggi 45 81.82% 123.9
3. 68 ≤ x < 102 Rendah 3 5.45%
4. 34 ≤ x <68 Sangat Rendah 1 1.82%
Total 55 100%
15
Uji Korelasi
Uji korelasi menggunakan korelasi spearman karena hubungan kedua variabel tidak linear.
Tabel 8. Uji korelasi
Correlations
Body Image Perilaku
Olahraga
Spearman’s rho
Body Image
Correlation Coefficient 1,000 ,783”
Sig. (2-tailed) . .000
N 55 55
Perilaku Olahraga
Correlation Coefficient ,783” 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 55 55
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari tabel tersebut diperoleh besarnya korelasi 0,783 (p<0.005) dengan signifikansi 0,000
yang berarti ada hubungan positif signifikan antara Body Image dengan perilaku olahraga (fitness)
pada dewasa muda.
16
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil koefisien korelasi yang diperoleh antara perilaku olahraga (fitness)
dengan body image didapatkan hasil (r) sebesar 0,783 (p < 0,05) yang artinya ada hubungan
positif signifikan antara perilaku olahraga dengan body image. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi perilaku olahraga yang dilakukan seseorang, maka semakin baik pula body
imagenya. Sebaliknya, semakin rendah perilaku olahraga yang dilakukan seseorang, maka
semakin rendah pula body imagenya. Dengan demikian maka, hipotesis penelitian yaitu ada
hubungan positif signifikan antara perilaku olahraga dengan body image pada dewasa muda
dapat diterima. Dari hasil penelitian, didapat bahwa rata-rata sujek memiliki body image dan
perilaku olahraga yang tergolong tinggi yaitu sebesar 81,82%.
Adanya penelitian terhadap perilaku olahraga yang tinggi menunjukkan subjek merasa
puas dengan kondisi tubuh yang dimilikinya sehingga membuat subjek melakukan suatu usaha
untuk mempertahankan. Olahraga adalah salah satu aktifitas utama yang memperbaiki kualitas
hidup, baik pada remaja maupun pada orang dewasa (Santrock, 2002). Selain itu, menurut Fuoss
& Tropmann (Butarbutar, 2002), olahraga merupakan alat untuk menyeimbangkan tubuh dari
kurangnya aktifitas fisik yang sering terjadi pada kebanyakan masyarakat dewasa ini. Olahraga
sebagai salah satu aktifitas manusia yang memiliki manfaat terhadap fisik maupun psikis.
Hasil dalam penelitian ini memberikan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dacey dan Kenny (2001) banyak usaha yang dilakukan para remaja putri untuk membentuk
tubuh yang ideal dan proporsional agar menjadi kurus. Pada umumnya mereka melakukan
perilaku diet. Salah satu contoh perilaku diet adalah dengan melakukan kegiatan kebugaran atau
fitness. Sears (dalam Nugraha, 2010) mengemukakan bahwa perilaku gym merupakan gaya
hidup yang melibatkan unsur latihan (beban dan aerobik), pengaturan pola makan, dan istirahat
17
dalam kadar yang proporsional. Olahraga fitness muncul sebagai fenomena baru, serta tumbuh
dan berkembang mengikuti gaya hidup modern, khususnya di kota-kota besar. Menurut
Febrianto (2013), perilaku fitness kini bukan hanya sebagai sebagai media untuk menjaga
kebugaran dan membentuk tubuh menjadi lebih ideal, akan tetapi juga menjadi gaya hidup di
masyarakat. Masyarakat di kota-kota besar cenderung memilih perilaku fitness sebagai olahraga
mereka karena praktis dan mudah, tanpa harus mencari tempat atau lapangan terbuka di tengah
kepadatan kota besar (Yudha, 2006).
Selain karena praktis dan mudah, para pelaku perilaku fitness memiliki beragam alasan
dalam melakukan latihan perilaku fitness yaitu untuk mempertahankan kebugaran dan kesehatan
fisik, ataupun untuk mendapatkan tubuh ideal (Yudha, 2006). Saat seseorang mulai melakukan
olahraga kebugaran lalu melakukannya kembali sehingga menjadi suatu rutinitas, salah satu
alasannya menurut Perrin (Ryan dkk, 1997) adalah karena seseorang tersebut merasa senang atau
mendapat kesenangan tersendiri dalam melakukannya. Cash, dkk (Strickland, 2004) menyatakan
bahwa dalam penelitian menunjukkan seseorang yang berolahraga kebugaran merasa hidupnya
lebih bahagia. Olahraga kebugaran dapat meningkatkan kesehatan psikologis, mengurangi
tingkat kecemasan dan depresi serta meningkatkan mood seseorang (Strickland, 2004). Alasan
lain seseorang melakukan olahraga kebugaran adalah untuk menaklukkan tantangan dan
mengasah minat serta kemampuan saat melakukan olahraga kebugaran (Ryan dkk, 1997)
Menurut Reis, dkk (Butarbutar, 2002), ketika orang merasa mampu dan optimis untuk
menjalani olahraga kebugaran di fitness centre maka orang tersebut akan memiliki rasa percaya
diri yang lebih baik. Menurut Jaffee dan Manzer (Strickland, 2004) menyatakan bahwa wanita
yang sukses dalam menjalani olahraga kebugaran akan menjadi aktif secara fisik, dan dapat
meningkatkan kepercayaan diri, menghargai diri dan menimbulkan body image yang positif.
18
Greensberg dan Oglesby ( Strickland, 2004) yaitu berolahraga kebugaran dapat memberikan
hasil yang positif terhadap mood seseorang, meningkatkan self-concept dan self-esteem. Lebih
dalam lagi dikatakan oleh David dan Cowles (Strickland, 2004), berolahraga kebugaran dapat
meningkatkan kerja atau kondisi cardiovascular, mengurangi hipertensi, mengurangi resiko
osteoporosis dan dapat mengurangi depresi serta kecemasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
seseorang untuk melakukan olahraga kebugaran di fitness centre. Cash dan Pruzinsky (Tsukada,
2003), mngenai sejumlah perasaan, persepsi, sikap, dan perilaku seseorang berkenaan dengan
tubuh seseorang, yang dikenal dengan body image. Apabila penampilan fisiknya sudah baik,
maka seseorang tersebut akan melakukan olahraga kebugaran mempertahankan bentuk tubuhnya.
Latihan fisik memiliki hubungan positif dengan kepuasan tubuh (Davis et al.,1991;
Hausenblas dan Fallon, 2002) dan persepsi pada kemampuan olahraga, daya tarik fisik, kekuatan,
dan kondisi fisik. Berolahraga untuk kesehatan dan kebugaran memiliki keterkaitan dengan
harga diri (Mc.Donald dan Thompson, 1992). Fitness Center merupakan pilihan bagi para subjek
untuk memperoleh bentuk tubuh yang diinginkan saat ini bagi kaum muda baik itu perempuan
atau pria (Mardana, 2003). Yang juga merupakan saran untuk dapat bersosialisasi sehingga
beberapa subjek penelitian sangat serius untuk melakukan olahraga karena keinginan untuk
bersosialisasi dengan orang lain. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa perilaku olahraga
(fitness) memiliki sumbangan efektif 68% tinggi yang berarti bahwa variabel perilaku olahraga
berperan dalam body image individu, sedangkan sisanya sebesar 32% dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain diluar perilaku olahraga.
19
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara body image dengan
perilaku olahraga fitness pada dewasa muda di Fitness Semarang , maka dapat disimpulkan ada
hubungan positif yang signifikan antara body image dengan perilaku olahraga fitness pada
dewasa muda di Semarang.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian serta mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam
penelitian ini, maka peneliti memiliki beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Responden
Berdasarkan dari hasil penelitian diharapkan pada responden yang mementingkan
body image yang positif dan ingin tubuh ideal harus semangat usaha untuk mengikuti
olahraga teratur.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini hanya meninjausalah satu faktor yang mempengaruhi body image,
sehingga bagi peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti faktor lain dari perilaku berolahraga,
baik yang eksternal mapun internal. Sehingga dapat diketahui lebih jauh faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi body image seperti alasan untuk kesehatan atau fungsi,
penampilan, prestasi, sosial, faktor yang berkontribusi terhadap komitmen untuk mendapat
gambaran tubuh ideal dengan mengontrol pola makan, melihat perubahan fisik dan sosial
serta kualitas penting dalam pusat kebugaran (lokasi, staff dan pelatihan bantu, fasilitas
tambahan, jam operasi, kualitas atau jenis peralatan, kelas kelompok ditawarkan, harga
keanggotaan atau paket), perbedaan jenis kelamin.
20
DAFTAR PUSTAKA
Andea, R. (2010). Hubungan antara Body Image dengan Perilaku Diet pada Remaja. Medan: Program Studi Psikologi USU. Diunduh pada 5 September 2015, dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14525/1/10E00103.pdf
Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Butarbutar, F. 2002. Hubungan antara Daya Tarik Fisik dan Motivasi Berolahraga Kebugaran di Fitness Centre pada Pria. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Cash T.F. & Pruzinsky. 2002. Body Image : A Handbook of Theory, Research and Clinical Practice. Guilford Press.
Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Darmawan. F. M. 2014. Dimensi Kepribadian Model Lima Faktor Sebagai Prediktor Terhadap Perilaku Berolahraga Pada Mahasiswa. Jurnal (tidak diterbitkan).Salatiga. Jurusan Psikologi.Universitas Kristen SatyaWacana.
Davista A. O. 2016. Perbedaan Body Image Ditinjau Dari Tahap Perkembangan (Remaja Dan Dewasa Awal) Dan Jenis Kelamin (Perempuan Dan Laki-Laki) Di Kelurahan Banyumanik Kecamatan Banyumanik Semarang. Jurnal (tidak diterbitkan).Salatiga. Jurusan Psikologi.Universitas Kristen SatyaWacana.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Suatu Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Itani, D. (2011). Body image, self-esteem and academic achievement of 8th and 11th grades male
and female Lebanese Students. (Art and Sciences Thesis). Diunduh pada 20 Oktober 2015, dari http://laur.lau.edu.lb:7080/xmlui/handle/10725/1030.
Julianti, E.D., Hartoyo, &Guhadja,S. (2008). Analisis Manfaat dan Kepuasan Peserta Wanita Program Pusat Kebugaran di Kota Bogor. Jurnal Fakultas Ekologi Manusia Universitas Institut Pertanian Bogor, 1, 77-86.
Kilpatrick, M., Hebert, E., & Bartholomew, J. (2005). College students' motivation for physical activity: Differentiating men's and women's motives for sport participation and exercise. Journal of American College Health, 54(2), 87-94. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/213085151?accountid.
Komala, A & Hardianyah, M..(2014). “Memilih Pusat Kebugaran Fitness”. (Online) Diakses pada 22 Oktober 2014. http://infonitas.com/apartemen/ 2014/06/04/memilih-pusat-kebugaran-fitnes/.
Mapiare, A. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya : Usaha Nasional.
Mardana, B. D. (2003). Pusat Kebugaran : Pilihan Asyik Menjaga Kebugaran. Retrieved from : http://www.sinarharapan.com/news/2003.html (Juni 2007)
Markland, D. and Hardy, L. (1993). The Exercise Motivations Inventory: Preliminary
development and validity of a measure of individuals' reasons for participation in regular physical exercise.Personality& Individual Differences, 15, 289-296.
Ongkowijoyo, H. (2010). HubunganAntar Body Dissatisfaction Dengan Perilaku Latihan Di
Pusat Kebugaran Pada Laki-Laki Dewasa Awal. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Papalia, D., Olds, W, S., & Feldman, D, R.2008. Human Development. (Psikologi perkembangan
edisi kesembilan). Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Rai, A. (2009). Tingkatkan Fitness IQ Anda!: Rahasia Tuntas Bakar Lemak dan Gaya Hidup Sehat. Jakarta: Libri.
Santrock.J.W. (1995). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup, edisi 5, jilid II. Jakarta :Erlangga.
Tsukada, K. Y. 2003. How You Look Depends On Where You Are: Individual and Situasional
Factors in Body Image. Disertasi. Ohio: The Ohio State University (http://www.google.com)
Yudha, M. (2006). Beri Tenaga Hidup Anda Fitnes : Fit Sepanjang Hari. Jakarta : Penerbit