HUBUNGAN ANTARA KADAR HDL DAN LDL DENGAN DERAJAT KEPARAHAN PADA ANAK YANG TERINFEKSI DENGUE DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG PROPOSAL TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: Faisal Rizki Bachtiar NIM. 145070100111024 PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018
51
Embed
HUBUNGAN ANTARA KADAR HDL DAN LDL DENGAN ...repository.ub.ac.id/8382/1/Faisal Rizki Bachtiar.pdfsel retikuloendotelial. Virus tersebut akan berkembang biak pada sel tersebut sehingga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN ANTARA KADAR HDL DAN LDL DENGAN DERAJAT
KEPARAHAN PADA ANAK YANG TERINFEKSI DENGUE
DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Faisal Rizki Bachtiar
NIM. 145070100111024
PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
Bachtiar, Faisal. 2017. Hubungan antara Kadar HDL dan LDL dengan Derajat Keparahan pada Anak yang Terinfeksi Dengue di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Tugas Akhir. Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing : (1) dr. Agustin Iskandar, Mkes,Sp.PK. (2) dr. Dian Sukma Hanggara, Sp.PK.
Latar Belakang: Infeksi Dengue merupakan masalah kesehatan di dunia dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) diduga memiliki korelasi dengan derajat infeksi Dengue serta mempunyai nilai prognostik untuk menentukan kejadian syok pada
DBD. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kadar HDL dan LDL dengan derajat keparahan pada anak yang terinfeksi Dengue di RS Saiful Anwar Malang. Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional pada anak yang terinfeksi Dengue periode Desember 2016 hingga Juni 2017 di RS Saiful Anwar Malang. Kelompok non syok terdiri atas DBD derajat I dan II, sedangkan kelompok syok terdiriuatasuDBDuderajatuIIIudanuIV. Hasil: Subyek penelitian sebanyak 32 pasien, yaitu 11 pasien syok dan 21 orang
lainnya adalah pasien syok. Pada uji Kruskal-Wallis HDL diperoleh nilai p=0,005 dan uji Anova LDL diperoleh nilai p=0,0079. Korelasi antara kadar HDL dengan derajat infeksi dengue adalah (r= -0,615), sedangkan korelasi antara kadar LDL dengan derajat infeksi dengue adalah (r= -0,307). Hasil analisa ROC HDL dan LDL diperoleh nilai AUC masing-masing adalah HDL : 0,169, dan LDL : 0,312. Kesimpulan: Kadar HDL memiliki korelasi negatif berderajat kuat dengan derajat infeksi dengue, sedangkan kadar LDL memiliki korelasi negatif berderajat lemah. Kadar HDL dan LDL tidak dapat dijakdikan uji prognosis untuk menentukan syok atau tidak pada DBD.
Kata Kunci: Demam Berdarah Dengue (DBD), Derajat Keparahan, HDL, LDL.
viii
ABSTRACT
Bachtiar, Faisal. 2017. The relationship between HDL and LDL levels with Degree of Severity in Children Infected with Dengue at Saiful Anwar Hospital Malang. Final Assignment. Medical Study Program Faculty of Medicine Universitas Brawijaya. Supervisors : (1) dr. Agustin Iskandar, Mkes,Sp.PK. (2) dr. Dian Sukma Hanggara, Sp.PK.
Background: Dengue infection is a health problem in the world with high morbidity and mortality. High Density Lipoprotein (HDL) and Low Density Lipoprotein (LDL) are thought to have a correlation with the degree of dengue infection and have a prognostic value to determine the incidence of shock in DHF. Objective: To know the correlation between HDL and LDL levels with degree of severity in Dengue infected child in Saiful Anwar Hospital Malang. Method: This was an observational study of children infected with Dengue from
December 2016 to June 2017 at Saiful Anwar Hospital Malang. Non-shock group consists of DHF I and II, while the shock group consists of DHF III and IV. Result: The study subjects were 32 patients, 11 patients were shock and 21 others were shock patients. In the Kruskal-Wallis HDL test obtained p value = 0.005 and Anova LDL test obtained p value = 0.0079. The correlation between HDL and dengue infection was (r = -0.615), whereas the correlation between LDL and dengue infection was (r = -0.307). The result of ROC HDL and LDL analysis obtained by AUC value are HDL:0,169,anduLDL:0,312. Conclusion: HDL levels have a strong negative correlation with a degree of dengue infection, whereas LDL levels have a negative correlation of weak degree. HDL and LDL levels can not be tested for prognostic test to determine shock or not in DHF.
Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), Degree of Severity, HDL, LDL.
1
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan merupakan penyakit
endemik di negara tropis sehingga menjadi perhatian utama dengan morbiditas
dan mortalitasnya. Penyakit ini disebabkan oleh virus DEN-1, DEN-2, DEN-3,
atau DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes albopictus
dan Aedes Aegypti ). (Martha, Z., Susetyo, B. and Aidi, M.N., 2016).
DBD adalah penyakit menular berbahaya yang masih sering ditemukan di
seluruh dunia hingga akhirnya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat
dan bisa menjadi wabah. Pada tahun 1953, penyakit ini pertama kali ditemukan
di negara Filiphina dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Penyakit ini
pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968 tepatnya di kota Surabaya
dengan jumlah populasi yang terkena sebanyak 58 orang dengan kasus
kematian pada anak sebanyak 24 orang (41,3%). Sejak saat itu penyakit DBD
cenderung menyebar ke seluruh Indonesia. Pada tahun 2008, ditemukan
sebanyak 137.469 kasus dengan jumlah kematian 1.187 orang dan meningkat
hingga tahun 2009 yang ,mencapai 159.912 kasus dengan jumlah kematian
1.420 orang. Tahun 2010 terjadi penurunan kasus hingga mencapai 156.806
kasus. (Waris, 2013).
Wilayah Indonesia beresiko untuk terjangkit penyakit DBD karena saat ini
banyak terdapat rumah-rumah dan tempat umum yang tidak dijaga
kebersihannya sehingga dapat menjadi sarang dari nyamuk Aedes Aegypti,
2
kecuali tempat tempat dengan ketinggiann lebih dari 1000 meter diatas
permukaan laut. Pada saat ini penyakit tersebut sudah menyebar di seluruh
Indonesia baik di kota maupun desa terutama tempat tempat dengan kepadatan
penduduk yang sangan tinggi dan arus transportasinya lancar. Menurut laporan
Ditjen PPM clan PLP sebanyak 27 provinsi di Indonesia telah terkena penyakit
ini. Pada tahun 1989, sebanyak 300 kabupaten di 27 propinsi (awal Pelita V ),
tercatat angka kejadian sebesar 6,9 % dan pada akhir Pelita V meningkat
menjadi 9,2 %. Pada kurun waktu yang sama angka kematian tercatat sebesar
4,5 %. (Siregar, 2004).
Penegakkan DBD sering kali ditandai dengan adanya beberapa gejala.
Gejala yang sering timbul adalah demam akut akut yang berlangsung sekitar 2-7
hari, adanya manifestasi perdarahan (ptechieae), pembesaran hati, dan syok
dengan nadi cepat dan lemah, serta penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg).
Selain itu hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah adalah gejala penyerta lainnya. Gejala klinis yang tidak spesifik misalnya
anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan sendi, rasa lemah dan nyeri kepala
biasanya bersamaan dengan berlangsunya demam. Pendarahan biasanya dapat
terjadi pada hari kedua dari demam, terutama terjadi di tempat vena pungsi
(Soedarmo, 2007).
Menurut WHO 1997, DBD diklasifikasikan menjadi 4 derajat. Pada
derajat 1 didapatkan demam disertai gejala yang tidak khas dan terdapat
manifestasi perdarahan (uji torniquet positif). Untuk derajat 2 ditambah gejala
perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain. Derajat II ditambah kegagalan
sirkulasi ringan yaitu denyut nadi cepat, lemah dengan tekanan nadi menurun (≤
20mmHg) disertai dengan kulit dingin, lembab dan penderita gelisah. Derajat III
3
ditambah syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang
tidak terukur dapat disertai dengan penurunan kesadaran. (Rampengan, 2007).
Hati adalah salah satu organ yang fungsinya dapat terganggu selama
virus Dengue masih aktif di dalam tubuh pasien. Tingkat disfungsi hati ditentukan
oleh tingkat keparahan DBD. Hati memiliki peran penting, salah satunya yaitu
fungsi hati sebagai metabolisme lipid yang diantaranya terdiri dari High Density
Lipoprotein (HDL), dan Low Density Lipoprotein (LDL). Saat terjadi infeksi, virus
dengue akan menginfeksi organ yang ada di hati dan organ sasarannya adalah
sel retikuloendotelial. Virus tersebut akan berkembang biak pada sel tersebut
sehingga mengakibatkan keradangan sel hati. Akibatnya HDL dan LDL yang
dimetabolisme di hati akan terganggu. (Rachmawati, 2012)
Lipoprotein yang berperan penting dalam pendistribusian kolesterol
adalah HDL dan LDL. Fungsi HDL yaitu mengangkut kolesterol kembali ke hati
untuk proses metabolisme. Fungsi LDL ialah sebagai pembawa kolesterol ke sel-
sel yang mengandung reseptor LDL guna dimanfaatkan sel tersebut. HDL
disebut juga α-lipoprotein adalah lipoprotein terkecil yang berdiameter 8-11 nm,
namun mempunyai berat jenis terbesar dengan inti lipid terkecil. Unsur lipid yang
paling dominan dalam HDL ialah kolesterol dan fosfolipid. Komponen HDL
adalah 20% kolesterol, <5 % trigliserida, 30 % fosfolipid dan 50 % protein. HDL
berfungsi sebagai pengangkut kolesterol dalam jalur cholesterol transport dari
ekstra hepar ke dalam hepar. LDL ialah lipoprotein pada manusia yang berguna
sebagai pengangkut kolesterol ke jaringan perifer dan berguna untuk sintesis
membran dan hormon steroid. LDL mengandung 10% trigliserida serta 50%
kolesterol, dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya kadar kolesterol dalam
4
makanan, kandungan lemak jenuh, dan tingkat kecepatan sintesis dan
pembuangan LDL dan VLDL dalam tubuh. (Adipratama, 2014)
Pada tahun 2011, telah dilakukan penelitian di tiga Rumah Sakit dan satu
Puskesmas di Palembang yang bertujuan untuk meneliti hubungan profil lipid
dengan penyakit DBD. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa rata-rata kadar
trigliserida pada infeksi dengue lebih tinggi dibanding non Dengue, sedangkan
rerata kolestrol, HDL dan LDL pada DBD lebih rendah dibanding non DBD.
(Mulia S, et al , 2014).
Penelitian lain dilakukan pada bulan April hingga Juli tahun 2012 di dua
Rumah Sakit di Kota Semarang telah diperoleh 46 sampel yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel adalah pasien anak penderita infeksi Dengue
yang dirawat di bangsal anak. Hasilnya adalah kadar kolesterol total memiliki
korelasi negatif berderajat lemah dengan derajat infeksi dengue yang artinya
semakin tinggi atau berat derajat infeksi Dengue, maka kadar kolesterol total
akan semakin rendah. (Rachmawati, 2012).
Berdasarkan dari dua penelitian tersebut, maka didapatkan hasil yang
saling berhubungan yaitu pada pasien yang terinfeksi Dengue memiliki kadar
kolestrol total lebih rendah yang artinya semakin berat derajat infeksi Dengue
maka kadar koletrolnya akan semakin rendah, sementara TG akan meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar profil lipid dengan derajat
keparahan infeksi Dengue, dan selanjutnya akan menjadi dasar untuk
menentukan biomarker lain sebagai penanda awal terjadinya infeksi Dengue.
Diharapkan peran kolestrol dapat menjadi indikator berat ringannya penyakit
infeksi Dengue sehingga pada pasien anak yang terinfeksi Dengue dapat
ditangani lebih cepat dan tidak jatuh pada derajat yang lebih parah.
5
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara HDL dan LDL dengan derajat keparahan
pada anak yang terinfeksi Dengue di RS Saiful Anwar Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara kadar HDL dan LDL dengan derajat
keparahan pada anak yang terinfeksi Dengue di RS Saiful Anwar Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui kadar HDL pada anak yang terinfeksi Dengue di RS
Saiful Anwar Malang.
2. Mengetahui kadar LDL pada anak yang terinfeksi Dengue di RS Saiful
Anwar Malang.
3. Mengetahui hubungan antara kadar HDL dan LDL dengan derajat
keparahan pada anak yang terinfeksi Dengue yang di RS Saiful
Anwar Malang
4. Mengetahui Relative Risk kadar HDL dan LDL terhadap derajat
keparahan pada anak yang terinfeksi Dengue di RS Saiful Anwar
Malang.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
1. Dapat dijadikan acuan pembelajaran serta sumber informasi
mengenai potensi profil lipid sebagai biomarker untuk menilai derajat
keparahan Demam Berdarah Dengue
2. Dapat dilakukan Penelitian lebih lanjut mengenai profil lipid sebagai
biomarker penanda awal terjadinya infeksi Dengue.
1.4.2 Manfaat Untuk Masyarakat
1. Memberi informasi mengenai mediator kimia lain yang dapat
dijadikan sebagai biomarker untuk menilai derajat keparahan Demam
Berdarah Dengue sebagai penentu manajemen awal infeksi Dengue
sehingga angka kematian dapat diturunkan.
2. Dapat memberi pengetahuan mengenai cara alternatif untuk menilai
derajat keparahan Demam Berdarah Dengue.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Penyebaran virus Dengue yang semakin luas, Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah penderita demam berdarah di tiap tahunnya. Sementara
itu terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization
(WHO) mencatat Negara Indonesia sebagai Negara dengan kasus demam
berdarah dengue tertinggi di Asia Tenggara (Andarmoyo, 2013). Pada tahun
2013 didapatkan jumlah penderita DBD sebanyak 112.511 orang dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 871 penderita, dan di tahun 2014 sebanyak 71.668
orang dan 641 diantaranya meninggal dunia (Depkes RI, 2015).
Walaupun penderita DBD di Indonesia mengalami penurunan dari tahun
2013 ke tahun 2014, kasus ini masih menjadi pusat perhatian karena DBD
merupakan penyakit yang bersifat endemis, Indonesia yang merupakan negara
tropis, dan sebagian besar warga Indonesia yang kurang peduli dengan
kebersihan lingkungan. Perkembangan DBD terjadi karena perubahan
lingkungan global, perubahan dari musim kemarau ke musim hujan. Selain itu
faktor resiko lain adalah tingkat imunitas host, kepadatan penduduk, interaksi
vektor dan host dan virulensi virus (Sunaryo, 2014).
Penanganan kasus DBD yang terlambat akan menyebabkan Dengue
Syok Sindrom (DSS) yang menyebabkan kematian. Hal tersebut disebabkan
karena penderita mengalami defisit volume cairan akibat dari meningkatnya
permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga penderita mengalami syok
hipovolemik dan akhirnya meninggal (Ngastiyah, 2010).
8
2.2 Patogenesis
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan : 1. Faktor virus,
yaitu serotipe, jumlah dan virulensi. 2. Faktor pejamu, genetik, usia, status gizi,
penyakit komorbid dan interaksi antara virus dan pejamu. 3. Faktor lingkungan,
musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, dan
kesehatan lingkungan (Hadinegoro dkk., 2014)
Perubahan patofisiologis dalam DBD dan DSS dapat dijelaskan oleh 2
teori yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan
hipotesis antibody dependent enhancement (ADE). Teori infeksi sekunder
menjelaskan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu
jenis virus, maka akan terdapat kekebalan terhadap infeksi virus jenis tersebut
untuk jangka waktu yang lama. Pada infeksi primer virus dengue antibodi yang
terbentuk dapat menetralisir virus yang sama (homologous). Namun jika orang
tersebut mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus yang lain, maka virus
tersebut tidak dapat dinetralisasi dan terjadi infeksi berat. Hal ini disebabkan
terbentuknya kompleks yang infeksius antara antibodi heterologous yang telah
dihasilkan dengan virus dengue yang berbeda. Pada teori kedua (ADE), terdapat
3 hal yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan DSS yaitu antibodies
enhance infection, T-cells enhance infection, serta limfosit T dan monosit. Teori
ini menyatakan bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu,
maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila
antibodi yang terdapat dalam tubuh tidak dapat menetralisir penyakit, maka justru
dapat menimbulkan penyakit yang berat (Suhendro dkk., 2009)
9
2.3 Manifestasi Klinis DBD
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit sistemik yang memiliki
spektrum klinik yang luas. Setelah mas inkubasi kemudian diikuti oleh 3 fase
penyakit yaitu demam, fase kritis, dan yang terakhir fase penyembuhan. Pada
penyakit dengan manifestasi klinik yang komplek seperti DBD, terapinya relative
murah, sederhana, dan dapat menyelamatkan hidup apabila terapi dilakukan
secara efektif dan efisien. Kunci keverhasilan dari terapi DBD adalah dengan
mengenali gejala dan tanda yang timbul pada fase-fase tersebut, hal ini akan
mempermudah pemberian terapi sehingga dapat memberikan hasil terapi yang
memuaskan.
Gambar 1. Fase-Fase Infeksi Dengue (Michael et al., 2009)
10
A. Fase Demam
Penyakit DBD didahului demam tinggi yang mendadak, terus menerus,
berlangsung 2-7 hari dan biasanya terdapat tanda-tanda flushing pada wajah,
eritema kulit, mialgia, atralgia, nyeri kepala, anoreksia muntah, dan mual.
Kemungkinan adanya infeksi dengue ditunjukkan dengan hasil positif pada tes
tourniquet. Perdarahan rinag seperti ptekie dan perdarahan pada membrane
mukosa dapat terjadi pada fase ini. Hepatomegali dapat terjadi dalam
beberapa hari setelah demam (Michael et al., 2009).
B. Fase Kritis
Ketika tubuh mulai terjadi penurunan suhu ke 37,5-38oC atau dibawahnya
yang terjadi pada hari ke 3-6 peralanan penyakit, dapat terjadi permeabilitas
kapiler yang ditandai dengan meningkatnya nilai hematocrit. Tanda tersebut
menunjukkan dimulainya fase kritis (Michael et al., 2009).
Leukopenia yang progresif diikuti dengan penurunan jumlah trombosit
secara cepat menunjukkan terjadinya kebocoran plasma. Pada fase tersebut
pada pasien yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan
terjadi perbaikan klinik, sedangkan pada pasien dengan peningkatan
permeabilitas kapiler akan mengalami perburukan klinik yang disebabkan oleh
hilangnya volume plasma (Michael et al., 2009).
Syok terjadi disebabkan oleh kebocoran plasma yang menyebabkan
berkurangnya perfusi jaringan. Terjadinya syok biasanya didahului dengan
tanda-tanda bahaya. Suhu tubuh saat terjadi syok dapat subnormal. Bila
terjadi syok yang berkepanjangan dapat terjadi hipoperfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan DIC. Hal ini akan mengakibatkan perdarahan hebat sehingga
11
nilai hematokrit akan turun saat terjasi syok berat. Kerusakan organ dapat
terjadi seperti hepatitis berat, ensefalits, atau miokarditis (Michael et al., 2009).
C. Fase Penyembuhan
Jika pasien selamat pada 24-48 jam pada akhir fase kritisnya, maka
selanjutnya akan terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular selama 48-72 jam
berikutnya. Perbaikan keadaan umum akan terlihat dengan peningkatan nafsu
makan, gejala-gejala abdomen yang berkurang, status hemodinamik yang
stabil dan adanya diuresis (Michael et al., 2009).
Nilai hematokrit akan kembai stabil karena adanya efek dari reabsorbsi
cairan ekstravaskuler. Jumlah leukosit biasanya akan kembali meningkat
kembali pada jumlah normal dengan diikuti juga peningkatan dari trombosit.
Selama fase penyembuhan terapi cairan yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya edema paru atau gagal jantung kongestif (Michael et al., 2009).
2.4 Diagnosis dan derajat keparahan DBD
Berdasarkan kriteria WHO 2011, diagnosis DBD ditegakkan bila semua
hal ini terpenuhi.
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung
positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa;
hematemesis dan melena.
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
12
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur
dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
1. High Density Lipoprotein (HDL) adalah lipoprotein berdensitas tinggi,
terutama mengandung protein. HDL diproduksi di hati dan usus halus.
HDL mengambil kolesterol dan fosfolipid yang ada di dalam darah dan
menyerahkannya ke lipoprotein lain untuk diangkut kembali atau
dikeluarkan dari tubuh. Untuk menilai tinggi rendahnya HDL, digunakan
angka standar dari NCEP ATP III yaitu kadar HDL rendah <40 mg/dl dan
kadar HDL tinggi >60 mg/dl. Low Density Lipoprotein (LDL) berfungsi
sebagai pengangkut utama kolesterol dari hepar ke sel perifer. Kadar LDL
25
yang baik adalah kurang <100 mg/dl, untuk ukuran normal antara 100-
129 mg/dl, ukuran yang cukup antara 130-150 mg/dl, ukuran yang tinggi
antara 160-180 mgdl dan ukuran yang paling tinggi mencapai angka lebih
dari 190 mg/dl. Kadar HDL dan LDL akan menurun jika terjadi gangguan
fungsi hati.
- Alat ukur: Cobas C501.
- Cara pengukuran: Diukur secara enzimatik dengan
spektrofometer.
- Skala: Ordinal.
2. Infeksi virus Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue
yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yaitu
virus dengan diameter 30 nm yang mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara lain demam dengue, demam berdarah
dengue (DBD) sampai demam bedarah dengue disertai syok (dengue
shock syndrome = DSS).
- Alat ukur: Rekam Medis.
- Cara pengukuran: Berdasarkan diagnosis yang tercatat di rekam
medis. Terdiri dari: DBD derajat I-IV.
- Skala: Ordinal.
4.7 Prosedur Penelitian
a. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel darah vena dilakukan di RS Saiful Anwar
Malang pada pasien anak yang terinfeksi virus dengue. Kemudian sampel
darah tersebut dilakukan pengujian dengan reagen HDL dan LDL oleh
para analis Instalasi Sentral RS Saiful Anwar Malang.
26
b. Prosedur pemeriksaan HDL dan LDL
Pengujian dengan reagen HDL dan LDL menggunakan alat Cobas
C501 dengan metode kalorimeter dan diukur secara enzimatik dengan
spektrofometer. Selanjutnya ditunggu selama kurang lebih 3 jam untuk
mendapatkan hasil kadar HDL dan LDL pada sampel darah pasien.
c. Pencatatan hasil berdasarkan rekam medis pasien.
Setelah hasil pengujian selesai, didapatkan sebanyak 32 kadar
HDL dan LDL yang kemudian dilakukan pencatatan secara manual pada
Lembar Pengumpul Data (LPD). Pada saat melakukan pencatatan data,
dilakukan pencocokan data tersebut dengan rekam medis pasien untuk
mengetahui nama, jenis kelamin, usia, dan derajat keparahan DBD pada
pasien.
27
4.7.1 Alur Penelitian
Keterangan : Subjek adalah anak terinfeksi dengue yang dirawat inap di RSSA. Kriteria Inklusi : Diagnosis Klinis Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue, Laboratorium NS-1(+) dan/ Ig.M(+) dan/ Ig.G(+). Klinis pasien dibedakan berdasarkan derajat keparahan penyakit : DD/DBD derajat I,II,III,IV. Serum/plasma pasien diambil 1x kemudian didapatkan sebanyak 32 sampel. Dilakukan uji statistik antara delta kadar marker dengan derajat keparahan Infeksi Dengue.
Pengambilan sampel whole blood, serum/plasma pasien diambil 1 kali
Pengukuran Kadar HDL dan LDL dengan menggunakan alat Cobas C501 yang berada di
Laboratorium Sentral Rumah Sakit Saiful Anwar Malang
Didapatkan sebanyak 32 sampel
Dilakukan uji statistik (uji banding, uji korelasi, sensitifitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai
duga negatif, resiko relatif) antara kadar HDL dan LDL dengan derajat keparahan Infeksi
Dengue
DBD Derajat III
28
4.8 Analisis Data
Data primer yang diperoleh dikumpulkan, dicatat secara manual di
Lembar Pengumpul Data (LPD) kemudian dicocokkan dengan rekam medis
pasien untuk mengetahui derajat keparahan DBD pada pasien. Data tersebut
dianalisis oleh proses sebagai berikut :
Analisis statistik dengan melakukan uji Anova pada distribusi normal dan
uji Mann-Whitney pada distribusi tidak normal untuk melihat perbedaan antara
parameter yang diuji dengan masing-masing derajat infeksi dengue. Kemudian
dilanjutkan dengan uji korelasi menggunakan uji Pearson, untuk distribusi
normal, distribusi tidak normal menggunakan uji Spearman untuk melihat korelasi
antara dua variabel. Nilai p bermakna apabila nilai p < α (0.05). Selanjutnya
dilakukan uji Anova pada distribusi normal dan uji Mann-Whitney pada distribusi
tidak normal untuk melihat perbedaan antara parameter yang diuji dengan
masing-masing derajat infeksi dengue. Setelah itu dilakukan uji kurva ROC untuk
menentukan prognosis dan uji relative risk untuk melihat hubungan sebab akibat.
29
0
5
10
15
0-3 tahun 3-6 tahun 6-9 tahun 9-12tahun
12-15tahun
15-18tahun
Jumlah pasien infeksi Dengue berdasarkan usia
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Karakteristik sampel
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi Klinik (PK) RS Saiful
Anwar (RSSA) dengan subjek penelitian adalah pasien anak yang datang ke
RSSA Malang karena infeksi Dengue pada bulan Desember 2016 sampai Juni
2017 dengan teknik consecutive sampling. Dari penelitian tersebut didapatkan
sampel yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 32 orang.
Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan penurunan kadar HDL dan LDL
HDL LDL
Normal 7 4
Tidak normal 25 28
Total 32 32
;
Grafik 5.1. Distribusi sampel berdasar usia. Pada usia 0-3 terdapat 8 pasien, usia 3-6 tahun terdapat 12 pasien, usia 6-9 tahun terdapat 7 pasien, usia 9-12 tahun terdapat 2 pasien, usia 12-15 tahun terdapat 3 pasien dan tidak terdapat pasien pada usia 15-18 tahun.
30
0
5
10
15
20
25
30
35
Laki-laki Perempuan Total
Jumlah pasien infeksi Dengue berdasarkan jenis kelamin
Grafik 5.3. Rerata kadar HDL berdasarkan derajat keparahan DBD. Kelompok pasien derajat 1 memiliki rerata HDL sebesar 31,3 mg/dl; kelompok pasien derajat 2 sebesar 39,86 mg/dl; kelompok pasien derajat 3 sebesar 22 mg/dl dan kelompok derajat 4 sebesar 9 md/dl
Grafik 5.2. Distribusi sampel berdasar jenis kelamin. Pasien laki laki yang terinfeksi Dengue berjumlah 15 pasien dan perempuan berjumlah 17 pasien.
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4
HDL 31,3333333 39,875 22 9
-10
0
10
20
30
40
50
60
HDL
Derajat
HDL
HDL
31
Kriteria derajat penyakit infeksi yang digunakan pada penelitian ini
berdasarkan kriteria WHO 2011 yang membagi derajat infeksi dengue
menjadi 5 kriteria yaitu: Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue
derajat I (DBD I), Demam Berdarah Dengue derajat II (DBD II), Demam
Berdarah Dengue derajat III (DBD III), dan Demam Berdarah Dengue
derajat IV (DBD IV). Data derajat penyakit infeksi virus dengue pada
penelitian ini dilakukan oleh dokter spesialis anak di IRNA IV RSSA
Malang.
Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan derajat penyakit infeksi dengue
Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue Jumlah
DBD derajat I 3
DBD derajat II 8
DBD derajat III 11
DBD derajat IV 10
Total 32
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4
LDL 55 78,375 57,81818182 42,9
0
20
40
60
80
100
120
LDL
Derajat
LDL
LDL
Grafik 5.4. Rerata kadar LDL berdasarkan derajat keparahan DBD. Kelompok pasien derajat 1 memiliki rerata HDL sebesar 55 mg/dl; kelompok pasien derajat 2 sebesar 78,375 mg/dl; kelompok pasien derajat 3 sebesar 57,8 mg/dl dan kelompok derajat 4 sebesar 42,9 md/dl
32
5.2 Analisis hasil pemeriksaan kadar HDL dan LDL serum
Data diolah dengan program Statistical Product and Service
Solution (SPSS) 20.
5.2.1 Uji normalitas dan homogenitas varians
Pertama-tama dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas
data. Uji normalitas terhadap data primer hasil penelitian dilakukan
untuk mengetahui sebaran data penelitian. Oleh karena jumlah
data sampel pada penelitian ini kurang dari 50 data sampel,
peneliti melakukan uji normalitas menggunakan uji Saphiro-Wilk.
Hasil uji Saphiro-Wilk menunjukkan sebaran data penelitian tidak
berdistribusi normal (Lampiran x). Hal ini tampak pada kelompok
HDL. Setelah ditransformasikan menggunakan logaritma, hasil uji
normalitas belum terpenuhi, akan tetapi uji homogenitas
didapatkan hasil p>0,05. Hal ini berarti bahwa variasi data sampel
penelitian menunjukan nilai yang homogen namun tidak normal.
Dengan demikian, analisis data HDL dengan uji Anova tidak dapat
dilakukan karena syarat uji Anova tidak terpenuhi dalam hal
distribusi dan homogenitas varians data. Oleh karena itu, analisis
data penelitian dilakukan dengan uji alternatif yang lain, yaitu uji
Kruskal-Wallis.
Pada parameter LDL didapatkan hasil p>0,05 pada uji normalitas
dan uji homogenitas. Hal ini berarti bahwa uji normalitas dan
homogenitas pada LDL terpenuhi, shingga uji Anova dapat
33
dilakukan karena syarat uji Anova terpenuhi dalam distribusi dan
homogenitas varians data.
5.2.2 Uji Kruskal-Wallis HDL
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis yang dilakukan
terhadap seluruh kelompok diperoleh nilai probabilitas adalah
0,005 untuk (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa paling tidak
terdapat satu perbedaan yang signifikan di antara keempat
kelompok perlakuan. Kemudian, untuk mengetahui lebih jelas letak
perbedaan yang bermakna di antara kelompok perlakuan, peneliti
melanjutkan analisis data menggunakan uji Mann- Whitney.
5.2.3 Uji Mann-Whitney HDL
Tabel 5.3 Ringkasan Hasil Perhitungan dengan Uji Mann-Whitney
Derajat DBD Nilai P Keterangan
I - II HDL : 0,838 Tidak Signifikan
I – III HDL : 0,585 Tidak Signifikan
I – IV HDL : 0,074 Signifikan
II – III HDL : 0,028 Signifikan
II – IV HDL : 0,001 Signifikan
III - IV HDL : 0,034 Signifikan
a. Analisis data dengan uji MannWhitney antara
kelompok DBD derajat I dan II diperoleh nilai probabilitas untuk
34
HDL adalah 0,838 (p < 0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara kadar HDL dengan kelompok tersebut.
b. Analisis data dengan uji MannWhitney antara
kelompok DBD derajat I dan III diperoleh nilai probabilitas untuk
HDL adalah 0,585 (p < 0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara kadar HDL dengan kelompok tersebut.
c. Analisis data dengan uji MannWhitney antara
kelompok DBD derajat I dan IV diperoleh nilai probabilitas untuk
HDL adalah 0,074 (p < 0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara kadar HDL dengan kelompok tersebut.
d. Analisis data dengan uji MannWhitney antara
kelompok DBD derajat II dan III diperoleh nilai probabilitas untuk
HDL adalah 0,028 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan
yang bermakna antara kadar HDL dengan kelompok tersebut.
e. Analisis data dengan uji MannWhitney antara
kelompok DBD derajat II dan IV diperoleh nilai probabilitas untuk
HDL adalah 0,001 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan
yang bermakna antara kadar HDL dengan kelompok tersebut.
f. Analisis data dengan uji MannWhitney antara
kelompok DBD derajat III dan IV diperoleh nilai probabilitas untuk
HDL adalah 0,034 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan
yang bermakna antara kadar HDL dengan kelompok tersebut.
35
5.2.4 Korelasi Spearmen HDL
Langkah berikutnya adalah uji korelasi menggunakan
Spearmen dikarenakan uji normalitas pada HDL tidak terpenuhi.
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearmen yang dilakukan terhadap
seluruh kelompok diperoleh nilai probabilitas adalah 0,000 (p <
0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi
yang signifikan di antara keempat kelompok perlakuan. Kemudian,
diperoleh nilai koefisien korelasi yaitu -0,615 yang artinya memiliki
korelasi berkebalikan yang kuat.
5.2.5 Uji Anova LDL
Berdasarkan hasil uji Anova yang dilakukan terhadap
seluruh kelompok diperoleh nilai probabilitas adalah 0,079 untuk
LDL (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada LDL tidak
terdapat perbedaan yang signifikan di antara keempat kelompok
perlakuan. Oleh karena itu, uji Post-hoc Tukey pada LDL untuk
mengetahui lebih jelas letak perbedaan yang bermakna di antara
kelompok perlakuan tidak dapat dilakukan.
5.2.6 Korelasi Pearson LDL
Langkah berikutnya adalah uji korelasi menggunakan
Pearson dikarenakan uji normalitas dan uji homogenitas pada LDL
telah terpenuhi. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson yang
dilakukan terhadap seluruh kelompok diperoleh nilai probabilitas
adalah 0,08 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan korelasi yang signifikan di antara keempat kelompok
36
perlakuan. Kemudian diperoleh nilai koefisien korelasi yaitu -0,307
yang artinya memiliki korelasi berkebalikan yang lemah.
5.2.7 Cut-off dan Relative Risk
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit
dan satu puskesmas di Palembang, cut-off points yang digunakan
untuk HDL adalah 26,9 mg/dl. Sedangkan cut-off points yang
digunakan untuk LDL adalah 30,35 mg/dl. (Mulia S et al, 2014).
Pada analisis menggunakan Relative Risk ini,
dibandingkan antara kadar cut off HDL dan LDL dengan kelompok
DBD syok dan non syok.
Gambar 3. Kurva ROC dari HDL dan LDL Dengan nilai Area Under Curve masing-masing adalah HDL : 0,169 ; LDL : 0,312
37
Tabel 5.4. Distribusi sampel berdasarkan derajat syok infeksi
dengue
Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue Jumlah
Non-Syok 11
Syok 21
Total 32
Tabel 5.5. Hasil Uji Prognostik
Parameter Area
under
curve
Cut off Sensitivitas Spesifisitas Relative
risk
HDL 0,169 26,9 71,43 % 72,73 % 1,944
LDL 0,312 30,35 33,33 % 90,91 % 1,500
Hasilnya adalah kadar HDL cut off 26,9 mg/dl lebih beresiko 1,944 kali
lipat mendapatkan syok DBD dan juga ada kemungkinan 0,3 kali lipat tidak
mendapatkan syok DBD. Sedangkan, kadar LDL cut off 30,35 mg/dl memiliki
resiko 1,5 kali lipat mendapatkan syok DBD dan juga ada kemungkinan 0,3
kali lipat tidak mendapatkan syok DBD. Akan tetapi dua parameter tersebut
memiliki nilai prediktor yang lemah dikarenakan pada ROC curve HDL
menunjukan area 0,169, sedangkan pada LDL menunjukkan area 0,312 yang
keduanya berada di bawah garis.
38
BAB 6
Pembahasan
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapak hubungan
antara kadar HDL dan LDL dengan derajat keparahan pada anak yang terinfeksi
Dengue. Hal tersebut dilakukan dengan metode penelitian cohort retrospektif dan
pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dan selanjutnya
dilanjutkan pengitungan Relative Risk. Penelitian tersebut dilakukan di
Laboratorium Sentral Rumah Sakit Saiful Anwar Malang dengan mengambil
sampel darah pasien anak dibawah 18 tahun. Hasilnya adalah usia dibawah 15
tahun lebih sering untuk terkena infeksi dengue dimana usia 3-6 tahun lebih
banyak terkena DBD. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dnur Rachmawati bahwa usia merupakan salah satu faktor resiko untuk
terjadinya kasus DBD dimana semua usia dapat terkena infeksi dengue akan
tetapi kepekaan terhadap virus dengue lebih menyerang pada anak dibawah 15
tahun termasuk bayi yang berumur beberapa hari setelah dilahirkan.
(Rachmawati, 2012).
Dari 32 pasien ditemukan sebanyak 17 pasien berjenis kelamin
perempuan dan 15 pasien berjenis kelamin laki-laki. Jika dinilai dari jenis
kelaminnya, perbandingan antara laki-laki dan perempuan hampir sama dimana
jenis kelamin perempuan lebih banyak. Hal tersebut juga sesuai dengan
39
penelitian yang sama bahwa pasien perempuan sedikit lebih banyak
dibandingkan pasien laki-laki dengan perbandingan 3 : 2. (Rachmawati,2012).
Parameter yang di uji adalah HDL dan LDL yang kemudian dinilai apakah
ada hubungan dan perbedaan yang bermakna antara HDL dan LDL dengan
derajat keparahan pada pasien anak yang terinfeksi dengue. Selain itu dilakukan
penghitungan Relative Risk pada parameter tersebut. Pada penelitian ini telah
didapatkan sebanyak 25 dari 32 pasien mengalami penurunan kadar HDL serta
sebanyak 28 pasien mengalami penurunan kadar LDL. Hal ini sesuai dengan
jurnal kesehatan dan kedokteran oleh Sari Mulia, dkk pada tahun 2014. Jurnal
tersebut memiliki kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kadar profil lipid antara
pasien yang terinfeksi dengue dengan pasien yang normal dimana terjadi
penigkatan trigliserida dan penurunan HDL serta LDL pada pasien yang teinfeksi
dengue. Hal serupa juga terdapat pada penelitian lain yang dilakukan oleh Dnur
Rachmawati pada tahun 2012. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa rerata
kadar kolestrol pada pasien anak terinfeksi dengue yang mengalami syok lebih
rendah dibandingkan dengan pasien non syok atau pasien normal. (Mulia S et
al, 2014).
Kadar rata-rata HDL yang ditemukan dari 32 pasien adalah 23,28 mg/dl,
sedangkan kadar rata-rata LDL sekitar 58,03 mg/dl. Hal tersebut menandakan
bahwa terdapat penurunan kadar HDL dan LDL pada pasien anak yang terinfeksi
dengue dimana kadar HDL optimal adalah 40-60 mg/dl sedangkan kadar LDL
optimal adalah <100 mg/dl. Penurunan HDL dan LDL dikarenakan virus dengue
akan menginfeksi organ yang ada di hati. Organ sasaran dari virus adalah RES
yang meliputi sel kuffer hepar. Selanjutnya virus akan berkembang biak sehingga
sel hati akan mengalami peradangan yang lama kelamaan akan mengalami
40
nekrosis sel hati. Akibatnya fungsi hati dalam metabolisme lipid akan terganggu
sehingga terbentuknya IDL yang selanjutnya dirubah menjadi LDL menurun.
Selain itu akan mengakibatkan metabolisme lipropotein menurun sehingga
terbentuknya HDL yang merupakan lipoprotein yang dihasilkan oleh hepar juga
akan menurun. (Mulia S et al, 2014).
Dapat disimpulkan bahwa kadar HDL dan LDL memiliki korelasi
berkebalikan dengan pasien anak yang terinfeksi dengue sesuai dengan uji
korelasi spearmen dan uji korelasi pearson yang telah dilakukan. Pada uji
Kruskal-Wallis disimpulkan paling tidak terdapat satu perbedaan yang signifikan
pada HDL dengan setiap derajat keparahan DBD, akan tetapi tidak untuk LDL.
Keterbatasan jumlah pasien mungkin dapat menjadi faktor pemicu tidak adanya
perbedaan yang pada LDL dikarenakan jumlah kadar LDL pada 32 pasien
kurang bervariasi sehingga pada uji Anova tidak ditemukan perbedaan yang
signifikan. Hal lainnya yang dapat memberikan pengaruh adalah status gizi
pasien yang berbeda beda, dimana pasien dengan status gizi yang lebih baik
mungkin tidak akan menunjukkan penurunan kadar kolestrol yang ekstrim.
6.2 Implikasi Terhadap Bidang Kedokteran
Penelitian ini mengenai pemeriksaan kadar HDL dan LDL dan hubugan
terhadap derajat keparahan pada anak yang terinfeksi Dengue yang sekaligus
sebagai penentu outcome dari pasien anak tersebut. Dari penelitian tersebut
didapatkan kurang lebih sekitar 70 % terjadi penurunan HDL dan LDL pada
pasien yang terinfeksi Dengue. Penurunan kadar HDL dan LDL dapat menilai
terjadinya kasus infeksi Dengue dimana semakin pasien mengalami syok
41
semakin terjadi penurunan kadar HDL dan LDL yang menjauhi nilai normal. Hal
ini bisa dilihat dari uji relative risk yang telah dilakukan.
Berdasarkan table 5.4 pada parameter HDL didapatkan nilai sensitivitas
sebesar 71,43% dan spesifisitas sebesar 72,73% dimana kadar HDL tidak
sensitif dan spesifik untuk menentukan outcome pasien anak yang terinfeksi
Dengue. Sedangkan pada LDL didapat hasil sensitifitas sebesar 33,33% dan
spesifisitas sebesar 90,91% dimana kadar LDL tidak sensitif namun spesifik
untuk menentukan outcome pasien anak yang terinfeksi Dengue. Penurunan
HDL memiliki resiko 1,944 kali terjadinya syok dan penurunan LDL memiliki
resiko 1,5 kali untuk terjadi syok pada DBD.
Pada kurva ROC didapatkan nilai prediktor yang lemah dimana kadar
HDL menunjukkan area 0,169 dan kadar LDL menunjukkan area 0,312 yang
keduanya berada di bawah garis. Hal tersebut menunjukkan bahwa parameter
HDL dan LDL tidak dapat dijadikan uji prognosis untuk menilai terjadinya resiko
syok, akan tetapi diharapkan pasien yang terinfeksi Dengue dapat lebih
memperhatikan status gizi mereka agar tidak semakin memperparah penyakit
yang dideritanya dan mengurangi angka kejadian syok pada DBD.
6.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini adalah pasien yang terinfeksi Dengue
jarang untuk melakukan pemeriksaan profil lipid sehingga hanya didapatkan
sampel sebanyak 32 pasien. Keterbatasan yang lainnya adalah tidak dilakukan
pemeriksaan fungsi hati secara langsung pada pasien apakah pasien benar
benar mengalami kerusakan hati atau tidak sehingga tidak dapat menilai secara
pasti apakah penurunan kadar HDL dan LDL disebabkan oleh kerusakan hati.
42
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara kadar HDL dan LDL dengan
derajat keparahan pada anak yang terinfeksi Dengue di RS
Saiful Anwar Malang.
2. Terdapat korelasi berkebalikan yang kuat antara kadar HDL
dan korelasi berkebalikan yang lemah antara kadar LDL
dengan derajat keparahan pada anak yang terinfeksi Dengue
di RS Saiful Anwar Malang. Hal ini meunjukkan semakin
rendah kadar HDL dan LDL maka derajat keparahan DBD
semakin tinggi.
3. Kadar HDL dan LDL tidak dapat digunakan untuk menentukan
terjadinya syok atau tidak pada DBD, tetapi penurunan kadar
tersebut dapat meningkatkan resiko syok.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut :
1. Bagi peneliti selanjutnya, agar dapat melakukan pengumpulan
sampel lebih banyak untuk mendapatkan lebih banyak variasi
data sehingga pada saat dilakukan uji statistika diharapkan
didapatkan hasil yang signifikan.
43
2. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan pada pasien untuk melihat apakah pasien
memang benar mengalami kerusakan hati atau tidak sehingga
dapat dipastikan bahwa penurunan kadar HDL dan LDL
memang disebabkan oleh kerusakan hati.
3. Bagi masyarakat, sebaiknya mengetahui tanda-tanda penyakit
DBD sehingga dapat dilakukan penanganan yang lebih cepat
dan menurunkan resiko terjainya syok pada DBD.
44
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, N. W. E. 2014. Kajian Penatalaksanaan Terapi Pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Penderita Anak yang Menjalani Perawatan di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Tahun 2013. PHARMACON, 3(2).
Chuck A. 2017. Lipid Profile Changes as a Potential PrognosticMarker for the
Prediction of Dengue Fever Severity in Pediatric Patients. School of Physician Assistant Studies. 603.
Giyatmi, T. (2015). Asuhan Keperawatan Pada An. I Dengan Dengue
Haemorrhagic Fever Di Ruang Mawar RSUD Banyudono (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FK UI. Jakarta; 1-12.
Hasibuan, C. A., Mukid, M. A., & Prahutama, A. 2017. KLASIFIKASI DIAGNOSA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) MENGGUNAKAN SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) BERBASIS GUI MATLAB. Jurnal Gaussian, 6(2), 171-180.
Libraty D.H., Young P.R., Pickering D., et al. 2002. High circulating levels of the
dengue virus nonstructural protein NS1 early in dengue illness correlate with the development of dengue hemorrhagic fever. J Infect Dis; 186(8): 1165-1168.
Martha, Z., Susetyo, B., & Aidi, M. N. 2016. Panel Data Regression Model for
Case of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in Bogor. Global Journal of Pure and Applied Mathematics, 12(1), 741-746.
Mulia, S., Iriani, Y., Anwar, Z., & Theodorus, T. 2016. Profil Lipid pada Fase Akut
Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 1(1), 13-19.
Murrell, S., Wu, S. C., & Butler, M. 2011. Review of dengue virus and the development of a vaccine. Biotechnology advances, 29(2), 239-247.
NOVALIANA, L. K. 2016. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. P DENGAN
DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF) DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO).
RACHMAWATI, D. N., Hapsari, M. M., & Hapsari, R. 2012. HUBUNGAN KADAR
KOLESTEROL TOTAL DAN KADAR ALBUMIN DENGAN DERAJAT INFEKSI DENGUE PADA ANAK (Doctoral dissertation, Fakultas Kedokteran).
Raihan, R., Hadinegoro, S. R. S., & Tumbelaka, A. R. 2016. Faktor prognosis
terjadinya syok pada demam berdarah dengue. Sari Pediatri, 12(1), 47-52.
45
Sari, E. R., & Sudaryono, L. PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN FISIK TERHADAP KETERJANGKITAN DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) DI KABUPATEN KEDIRI.
Sari, F. P., Berawi, K., Fiana, D. N., & Soleha, T. U. 2014. Effect of Decreasing Total Cholesterol Level as A Responce to Aerobic Exercise at Aerobic and Fitness Center Sonia Bandar Lampung. Majority, 3(2).
Simangunsong, D. K. 2010. Gambaran Profil Lipid pada Penderita Stroke di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009. Simbar, M., Pandelaki, K., & Wongkar, M. C. P. 2015. Hubungan Lingkar
Pinggang dengan Profil Lipid pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. e-CliniC, 3(1).
Siregar, F. A. 2004. Epidemiologi dan pemberantasan demam berdarah dengue
(DBD) di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Sunaryo, S., & Pramestuti, N. 2014. Surveilans Aedes aegypti di daerah endemis
demam berdarah dengue. Kesmas: National Public Health Journal, 8(8), 423-429.
Tongluan et al. 2017. Involvement of fatty acid synthase in dengue virus