Top Banner
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PERAWAT DI SILOAM HOSPITALS MANADO OLEH HERAWATY PARERUNG 802014189 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018
30

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN€¦ · Kemudian hubungan dengan sesama perawat yang kurang baik akibat adanya ... kehidupan kerja, dan kesehatan mental perawat. Subjective

Feb 20, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

    SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PERAWAT DI SILOAM

    HOSPITALS MANADO

    OLEH

    HERAWATY PARERUNG

    802014189

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari

    Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2018

  • HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

    SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PERAWAT DI SILOAM

    HOSPITALS MANADO

    Herawaty Parerung

    Krismi Diah Ambarwati

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2018

  • i

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan

    subjective well-being pada perawat Siloam Hospitals Manado. Teknik pengambilan

    sampel yang digunakan adalah sampling jenuh yaitu pengambilan sampel dengan

    menggunakan semua anggota populasi yang berjumlah 131 perawat di Siloam

    Hospitals Manado. Variabel dukungan sosial diukur menggunakan skala dukungan

    sosial yang dikembangkan oleh Wills (dalam Sarafino, 1994) dan diadaptasi oleh

    Ni’mah (2014). Sedangkan variabel subjective well being diukur menggunakan skala

    subjective well-being yang dikembangkan oleh Diener (2009) yang terdiri dari

    Satisfaction with Life Scale dan Positive Affect and Negative Affect Scale. Analisis

    data dengan menggunakan teknik analisis data korelasi Spearman’s Rho dan

    diperoleh hasil r = 0,160 (r>0) dengan signifikansi 0,034 (p

  • ii

    Abstract

    This study aims to determine the relationship between social support against

    subjective well-being to nurse in Siloam Hospitals Manado. The sampling technique

    used saturated sampling, which is sampling where the researcher user all members of

    the population of 131 nurse in Siloam Hospitals Manado. Social support variable

    meansured using the social support scale developed by Wills (in Sarafino, 1994) and

    adapted by Ni’mah (2014). While the subjective well-being using subjective well-

    being scale developed by Diener (2009) consists of Satisfaction with Life Scale and

    Positive Affect and Negative Affect Scale. Data analysis using correlation analysis

    technique Spearman’s Rho and obtained result r = 0,160 (r>0) with significance

    0,034 (p

  • 1

    PENDAHULUAN

    Bekerja merupakan cara individu menghasilkan sebuah karya dan merupakan

    tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup individu, sehingga semakin banyak

    individu yang terjun ke dunia kerja untuk mencapai pemenuhan kebutuhan tersebut.

    Data Statistik Sulawesi Utara per Agustus 2017 menunjukkan bahwa angkatan kerja

    pada Agustus 2017 sebanyak 1,12 juta orang dengan penduduk yang bekerja

    sebanyak 1,04 juta orang (Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara, 2017). Dalam

    penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dan Prasetyo (2015), individu yang berada

    dalam lingkungan pekerjaan tidak lepas dari tuntutan pekerjaan yang tinggi. Salah

    satu yang termasuk dalam tuntutan pekerjaan yang tinggi adalah perawat. Pekerjaan

    perawat yang berhubungan dengan nyawa pasien serta dihadapkan pada masalah

    yang muncul di lingkungan kerja yaitu penilaian negatif terhadap profesi perawat dan

    kelelahan fisik dapat memunculkan emosi negatif pada perawat (Anggraini &

    Prasetyo, 2015)

    Perawat merupakan salah satu bagian terpenting dalam kegiatan pelayanan

    kesehatan di sebuah rumah sakit. Kedudukan perawat sangatlah penting karena

    sebagai tenaga kesehatan mereka dituntut untuk selalu mengawasi dan memantau

    kondisi kesehatan pasien. Banyaknya jumlah pasien serta bagian-bagian yang berada

    di sebuah rumah sakit menuntut kemampuan perawat agar siap ditempatkan di bagian

    manapun. Selain itu, dalam kondisi apapun perawat juga harus dapat bersikap hangat,

    ramah, dan sopan pada semua pasien sebab pekerjaan mereka termasuk pekerjaan

  • 2

    sosial. Perawat setiap harinya melakukan kontak langsung dengan orang lain, baik

    sesama rekan kerja, pasien, keluarga pasien, dan kepada atasan (Setiyana, 2013).

    Dalam penelitian Almasitoh dan Hani (2011) pada salah satu rumah sakit

    swasta di Yogyakarta tugas-tugas perawat bagian rawat inap antara lain,

    melaksanakan pengkajian perawatan, melaksanakan analisis data untuk merumuskan

    diagnosis keperawatan, merencanakan dan melaksanakan evaluasi keperawatan

    sederhana pada invididu, melaksanakan pendokumentasian askep (asuhan

    keperawatan), melaksanakan sistem kerja yang terbagi tiga waktu yaitu pukul 06.30-

    13.30, pukul 13.30-20.30 dan pukul 20.30-06.30, melaksanakan tugas siaga on call di

    rumah sakit, memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan

    siap pakai, melakukan pre dan post conference dan serah terima pasien saat

    pergantian dinas, mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh perawat ruang dan

    melakukan dropping pasien. Banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan oleh perawat

    dalam waktu bersamaan memberikan beban yang akan memunculkan emosi negatif

    seperti marah, cemas, depresi pada individu.

    Peneliti mendapatkan beberapa permasalahan yang terdapat pada perawat

    Siloam Hospitals Manado dengan melakukan observasi ketika melakukan kegiatan

    pembelajaran lapangan (magang) yaitu performa kerja menurun akibat tuntutan

    pekerjaan yang banyak mengakibatkan perawat mengalami kejenuhan dalam bekerja

    sehingga mengakibatkan pekerjaan yang dilakukan tidak berjalan dengan baik, hal ini

    menimbulkan adanya komplain yang diterima dari para pasien dengan berbagai

    perlakuan yang diterima seperti dibentak, dimarahi, diancam akan dilaporkan ke

  • 3

    atasan dan perlakuan-perlakuan lainnya yang membuat perawat menjadi tertekan.

    Kemudian hubungan dengan sesama perawat yang kurang baik akibat adanya

    pembagian tugas yang kurang merata dan pergantian shift yang tidak tepat waktu

    karena adanya perawat yang salah membaca jadwal atau tidak masuk.

    Dari beberapa permasalahan yang diamati dapat dilihat bahwa perawat

    mengalami beberapa emosi negatif seperti kejenuhan, cemas, kemarahan dan itu akan

    sangat berpengaruh kepada penilaian subjektif diri dan memunculkan perasaan tidak

    menyenangkan bagi diri sendiri, sehingga perawat cenderung akan mencari jalan

    keluar dari semua permasalahan yang dihadapinya tetapi tidak menemukan cara yang

    tepat. Permasalahan yang diuraikan sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

    oleh Anggraini dan Prasetyo (2015) mengatakan bahwa perawat yang mampu

    menghadapi kondisi yang tidak diinginkan dan mampu mengelola emosi negatif

    dengan baik akan memiliki subjective well-being yang tinggi, apabila kemampuan

    dalam mengelola emosi negatif tidak dikembangkan, maka bukan tidak mungkin

    tingkat subjective well-being yang dimiliki oleh perawat akan menurun.

    Hal ini didukung oleh Pavot dan Diener (2004) yang mengatakan bahwa

    subjective well-being berdampak pada kualitas hubungan sosial, kehidupan kerja, dan

    kesehatan mental perawat. Subjective well-being merupakan salah satu prediktor

    kualitas hidup karena subjective well-being mempengaruhi keberhasilan individu

    dalam berbagai domain kehidupan (Pavot dan Diener, dalam Kurtz & Lyubomirsky,

    2014) dan karena itu, untuk memahami faktor-faktor yang mengarah pada

  • 4

    kebahagiaan dan kepuasan hidup akan membantu individu untuk mencapai kesehatan

    mental.

    Subjective well-being sebagai cara untuk mengidentifikasi bidang psikologi

    yang mencoba untuk memahami individu dalam mengevaluasi kualitas hidup mereka,

    termasuk penilaian secara kognitif dan reaksi afektif (Diener, 2009). Menurut Diener

    (dalam Eid & Lanser, 2008) ada dua aspek dalam subjective well-being, yang pertama

    yaitu aspek kognitif meliputi kepuasan hidup secara keseluruhan dan kepuasan

    terhadap domain spesifik dalam kehidupan individu. Kepuasan hidup secara umum

    merupakan penilaian individu terhadap kehidupannya, sedangkan kepuasan domain

    merupakan evaluasi individu terhadap domain-domain spesifik individu. Domain-

    domain spesifik ini meliputi kesehatan, keuangan, pekerjaan, kekayaan, pernikahan

    hingga hubungan pertemanan yang dijalani individu. Yang kedua yaitu aspek afektif

    dimana individu dengan subjective well-being yang tinggi menilai hidupnya secara

    positif, individu akan merasakan kegembiraan dan kebahagiaan. Individu memiliki

    subjective well-being yang tinggi jika merasakan kepuasan hidup dan kesenangan

    yang lebih sering dan sedikit sekali merasakan emosi yang tidak menyenangkan

    seperti kesedihan atau kemarahan. Sedangkan individu dengan subjective well-being

    yang rendah adalah individu yang merasakan sedikit sekali kesenangan, serta lebih

    sering merasakan emosi negatif seperti kemarahan dan rasa cemas.

    Ditambahkan oleh Argyle (dalam Nurhidayah & Rini, 2012) individu dengan

    subjective well-being tinggi merupakan seorang yang kreatif, optimis, kerja keras,

    tidak mudah putus asa, dan tersenyum lebih banyak dari pada individu yang tidak

  • 5

    bahagia. Individu yang bahagia cenderung tidak memikirkan diri sendiri, tidak

    memiliki banyak musuh, akrab dengan individu lain, dan lebih suka menolong

    (Myers, dalam Nurhidayah & Rini, 2012). Individu dengan subjective well-being

    yang rendah, memandang rendah hidupnya dan menganggap peristiwa yang terjadi

    sebagai hal yang tidak menyenangkan, oleh sebab itu timbul emosi yang tidak

    menyenangkan seperti kecemasan, depresi dan kemarahan (Myers & Diener dalam

    Rohmad, 2014).

    Menurut Lucas dan Diener (2010) ada beberapa komponen yang menjadi

    faktor subjective well-being yaitu pengaruh disposisional (disposisional influences),

    tujuan (goals), budaya (culture), dan perbandingan sosial (social comparison).

    Kemudian menurut Weiten (dalam Rohmad, 2014) ada faktor yang mempengaruhi

    subjective well-being, faktor tersebut terbagi menjadi dua yaitu yang mempengaruhi

    secara kuat dan yang mempengaruhi secara sedang. Faktor yang mempengaruhi

    secara kuat yaitu cinta dan pernikahan, pekerjaan, dan kepribadian. Sedangkan faktor

    yang mempengaruhi subjective well-being secara sedang salah satunya adalah

    dukungan sosial. Manusia adalah makhluk sosial dan hubungan interpersonalnya

    akan Nampak berkontribusi untuk kehabagiaan seseorang. Seseorang yang puas

    dengan dukungan sosialnya, jaringan pertemanannya dan aktif dalam berhubungan

    sosial akan memengaruhi kebahagiaan (Weiten dalam Rohmad, 2014). Individu yang

    menerima dukungan sosial dan aktif dalam berhubungan secara sosial dapat

    meningkatkan subjective well-being. Kemudian dilengkapi oleh penelitian Gatari

    (2008) yang mengatakan bahwa subjective well-being dapat membantu seseorang

  • 6

    untuk sukses di berbagai area kehidupan, sehingga penurunan subjective well-being

    perlu dicegah. Salah satu faktor untuk mencegah penurunan subjective well-being

    adalah dukungan sosial. Dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan

    kepada orang lain, merawatnya, atau menghargainya (Sarafino, 1994). Pendapat

    senada dikatakan oleh Sarason (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa

    dukungan sosial adalah adanya interaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan

    memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari

    orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan.

    Penelitian yang dilakukan oleh Samputri dan Sakti (2015) menunjukkan ada

    hubungan positif antara dukungan sosial dengan subjective well-being pada tenaga

    kerja wanita PT. Arni Family Ungaran. Dengan sumbangan efektif dukungan sosial

    terhadap subjective well-being sebesar 30,4%, aspek dukungan infomasional pada

    variabel dukungan sosial merupakan faktor tertinggi kedua yang mempengaruhi

    subjective well-being yaitu sebesar 18,3%.

    Menurut Sarafino (1994) ada lima aspek dalam dukungan sosial yaitu aspek

    dukungan emosional (dukungan yang melibatkan ekspresi dari empati, kepedulian

    dan perhatian kepada orang lain), aspek dukungan penghargaan (dukungan yang

    terjadi lewat ungkapan penghargaan positif kepada orang lain, dorongan maju atau

    persetujuan dengan pendapat dan perasaan individu, serta ada perbandingan positif

    dari individu kepada orang lain), aspek instrumental (dukungan yang berupa

    pemberian bantuan secara langsung seperti bantuan uang atau materi lainnya), aspek

    dukungan informasional (dukungan yang terdiri dari pemberian nasihat, arahan, atau

  • 7

    umpan balik mengenai apa yang dilakukan oleh orang lain) dan aspek dukungan dari

    jaringan sosial (dukungan yang menimbulkan perasaan memiliki pada individu

    karena ia menjadi anggota di dalam kelompok).

    Penelitian Fajarwati (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif

    antara dukungan sosial dengan subjective well-being, semakin tinggi dukungan sosial

    maka semakin tinggi subjective well-being. Semakin rendah dukungan sosial maka

    semakin rendah subjective well-being. Dukungan sosial dari teman merupakan

    sumber dukungan sosial yang paling tinggi pengaruhnya terhadap subjective well

    being. Individu yang menjaga subjective well-beingnya maka akan menjaga jarak

    dengan peristiwa dan situasi yang negatif, mengontrol dalam hubungan, berpikir

    positif, berorientasi memiliki waktu yang positif, memiliki perilaku yang berorientasi

    pada berharap untuk menunjukkan kebahagiaan, memecahkan masalah, mencari

    perlindungan pada agama yang diyakini (Eryilmaz dalam Fajarwati, 2014). Diperkuat

    oleh penelitian Gatari (2008) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan

    antara perceived social support dengan subjective well-being pada ibu bekerja,

    keberadaan perceived social support yang tinggi adalah salah satu tanda bahwa

    seorang ibu bekerja mempunyai subjective well-being tinggi. Dikatakan bahwa

    subjective well-being pada ibu bekerja akan tidak berguna secara fisik dan psikologis

    apabila dukungan yang diberikan tidak mencukupi tingkat kepuasannya.

    Penelitian Gulacti (2010) menunjukkan dukungan sosial yang dirasakan

    terhadap subjective well-being hanya sebesar 43% dan sudah ditentukan bahwa

    dukungan sosial dari keluarga memprediksi subjective well-being. Penelitian ini tidak

  • 8

    sejalan dengan Penelitian Matsuda, dkk (2014), dalam penelitian mengenai perceived

    social support dengan subjective well-being pada tiga mahasiswa di Jepang, China

    dan Korea. Hasilnya adalah adanya perbedaan diantara ketiga kelompok mahasiswa

    tersebut, perbedaan itu disebabkan oleh berbedanya karakteristik setiap individu.

    Dikatakan bahwa dukungan keluarga mengurangi pengaruh afek negatif serta

    manisfestasinya yaitu depresi dan meningkatkan kepuasan hidup, sementara

    dukungan orang terdekat terkait dengan pengaruh afek positif dan meningkatkan

    kepuasan hidup. Di Negara Jepang pengaruh afek negatif menjadi lebih tinggi,

    Negara China pengaruh dukungan keluarga tertinggi dan Negara Korea pengaruh

    dukungan dari significant other tertinggi. Perbedaan yang terlihat mengungkapkan

    bahwa dukungan sosial yang dirasakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

    komponen subjective well-being, kemudian dikatakan bahwa komponen subjective

    well-being yang terpisah menunjukkan pola hubungan unik dengan persepsi individu

    terhadap dukungan sosial. Dukungan sosial harus memiliki efek langsung pada

    kepuasan hidup secara positif yang dikaitkan dengan peningkatan tingkat subjective

    well-being.

    Tingkat subjective well-being perawat akan memberikan kontribusi untuk

    melakukan bantuan yang diberikan kepada individu dengan cara yang lebih sehat.

    Jika dirasakan dukungan sosial positif dianggap sebagai situasi yang membantu

    individu merasa nyaman, pada saat bersamaan akan mempengaruhi subjective well-

    being secara positif. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti ingin

  • 9

    meneliti lebih lanjut tentang hubungan antara dukungan sosial dan subjective well

    being pada perawat di Siloam Hospitals Manado.

    HIPOTESIS

    Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan positif antara dukungan sosial

    dengan subjective well-being. Artinya semakin tinggi dukungan sosial maka semakin

    tinggi subjective well-being begitupun sebaliknya.

    METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

    kuantitatif dengan desain penelitian korelasional. Variabel bebas (X) dalam

    penelitian ini adalah dukungan sosial dan variabel terikat (Y) adalah

    subjective well-being.

    B. Definisi Operasional

    1. Dukungan sosial

    Dukungan sosial adalah suatu bentuk dukungan atau bantuan dengan

    memberikan bantuan pada individu lain yang berarti bagi individu yang

    bersangkutan. Dukungan yang diberikan bisa berupa pemberian informasi,

    bantuan tingkah laku ataupun hubungan sosial yang akrab yang dapat

    membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.

  • 10

    Dukungan sosial tersebut di ukur melalui angket yang disusun oleh

    Sarafino (1994). Angket ini merupakan angket yang digunakan untuk

    mengukur dukungan sosial. Adapun aspek-aspeknya yaitu: Dukungan

    Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Instrumen, Dukungan

    Informasi dan Dukungan Jaringan Sosial.

    2. Subjective well-being

    Subjective well-being adalah evaluasi yang dilakukan individu

    mengenai keseluruhan hidupnya dilihat dari evaluasi secara kognitif untuk

    melihat tingkat kepuasan hidup dan evaluasi secara afektif untuk melihat

    seberapa banyak emosi yang dirasakan oleh individu.

    Subjective well-being diukur melalui angket yang disusun oleh Diener

    (2009). Angket ini merupakan angket yang digunakan untuk mengukur

    subjective well-being. Adapun aspek-aspeknya yaitu : kognitif dan afektif.

    C. Subjek Penelitian

    1. Populasi dan Sampel

    Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

    sampling jenuh yaitu teknik pengambilan sampel dengan menggunakan

    semua anggota populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di

    Siloam Hospitals Manado. Jumlah populasi adalah 140 perawat namun

    pada saat pengambilan data ada 9 perawat yang sedang cuti maka jumlah

    yang diambil adalah 131 orang. Jumlah ini adalah perawat yang masih

    aktif bekerja di Siloam Hospitals Manado.

  • 11

    2. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala

    pengukuran psikologi, yang terdiri dari 2 skala, yaitu skala dukungan

    sosial yang dibuat oleh Wills (dalam Sarafino, 1994), mencakup 5 aspek,

    validitas dari skala Wills yaitu 0,05 dan reliabilitas 0,942. Aitem yang

    digunakan dalam penelitian ini merupakan terjemahan dari Ni’mah

    (2014). Setelah melalui analisis item, dari 35 aitem skala dukungan sosial

    5 aitem gugur diperoleh 30 aitem dengan koefisien korelasi bergerak dari

    0,322 – 0,678 dengan reliabilitas sebesar 0,918.

    Skala subjective well-being disusun berdasarkan Satisfaction with Life

    Scale (Diener, 2009) terdiri dari 5 aitem pernyataan dan Positive Affect

    and Negative Affect Scale (PANAS) terdiri dari 20 aitem pernyataan.

    Setelah melalui analisis item, dari 5 aitem skala Satisfaction with Life

    tidak ada aitem gugur dengan reliabilitas sebesar 0,779, dan dari 20 aitem

    skala PANAS 1 aitem gugur diperoleh 19 aitem dengan koefisien korelasi

    bergerak dari 0,356 – 0,719 dengan reliabilitas sebesar 0,907. Kedua skala

    dihitung menggunakan skala likert.

    HASIL PENELITIAN

    A. Analisa Deskriptif

    Total skor jawaban responden dikategorikan berdasarkan nilai mean dan

    standar deviasi (SD) sebagai berikut:

  • 12

    Tabel 1

    Kriteria Skor Dukungan Sosial

    Kategori Interval f % Mean SD

    Sangat Tinggi 102 < x < 120 24 18%

    8.79

    Tinggi 84 < x < 102 100 76% 95.75

    Sedang 66 < x < 84 7 5%

    Rendah 48 < x < 66 0 0%

    Sangat

    Rendah 30 < x < 48 0 0%

    Berdasarkan data yang didapatkan dari 131 perawat di Siloam Hospitals

    Manado, dukungan sosial diperoleh 24 orang (18%) memiliki dukungan sosial

    yang sangat tinggi, 100 orang (76%) memiliki dukungan sosial yang tinggi,

    dan 7 orang (5%) memiliki dukungan sosial pada taraf sedang. Dukungan

    sosial rata-rata subjek berada pada kategori tinggi dengan mean 95,75 dan

    standar deviasi sebesar 8,79.

    Tabel 2

    Kriteria Skor Subjective well-being

    Kategori Interval f % Mean SD

    Sangat Tinggi 100,8 < x < 120 38 29%

    12.13

    Tinggi 81,6 < x < 100,8 77 59% 93.02

    Sedang 62,4 < x < 81,6 11 8%

    Rendah 43,2 < x < 62,4 5 4%

    Sangat

    Rendah 24 < x < 43,2 0 0%

  • 13

    Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan bahwa dari 131 perawat

    yang berada di Siloam Hospitals Manado, subjective well-being diperoleh 38

    orang (29%) memiliki subjective well-being yang sangat tinggi, 77 orang

    (59%) memiliki subjective well-being yang tinggi, 11 orang (8%) memiliki

    subjective well-being pada taraf sedang, dan 5 orang (4%) memiliki subjective

    well-being pada taraf rendah. Subjective well-being rata-rata subjek berada

    pada kategori tinggi dengan mean sebesar 93,02 dan standar deviasi sebesar

    12,13.

    B. Uji Asumsi

    1. Uji Normalitas

    Tabel 3

    Uji Normalitas

    One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

    SWB duksos

    N 131 131

    Normal Parametersa Mean 93.02 95.75

    Std. Deviation 12.131 8.791

    Most Extreme Differences Absolute .092 .130

    Positive .062 .130

    Negative -.092 -.062

    Kolmogorov-Smirnov Z 1.050 1.486

    Asymp. Sig. (2-tailed) .221 .024

    a. Test distribution is Normal.

  • 14

    Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan One Sample

    Kolmogorov-Smirnov Test, variabel dukungan sosial memiliki nilai K-S-Z

    sebesar 1,486 dengan nilai signifikansi sebesar 0,024 (p>0,05). Sedangkan

    variabel subjective well-being memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,050 dengan

    nilai signifikansi sebesar 0,221 (p>0,05). Oleh karena nilai signifikansi p >

    0,05, maka variabel dukungan sosial dinyatakan tidak berdistribusi normal

    dan variabel subjective well-being dinyatakan berdistribusi normal.

    2. Uji Linearitas

    Hasil uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan

    antara variabel bebas dengan variabel terikat dan untuk mengetahui

    signifikansi penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut.

    Tabel 4

    Uji Linearitas

    ANOVA Table

    Sum of

    Squares df

    Mean

    Square F Sig.

    SWB *

    duksos

    Between

    Groups

    (Combined) 7287.355 36 202.427 1.606 .036

    Linearity 225.901 1 225.901 1.793 .184

    Deviation

    from

    Linearity

    7061.454 35 201.756 1.601 .038

    Within Groups 11844.614 94 126.007

    Total 19131.969 130

  • 15

    Berdasarkan nilai signifikansi deviation from linearity diperoleh nilai

    signifikansi sebesar 0,038 (P>0,05) maka kedua variabel dapat dikatakan

    tidak linier.

    3. Uji Korelasi

    Tabel 5

    Uji Korelasi

    Correlations

    SWB duksos

    Spearman's

    rho

    SWB Correlation Coefficient 1.000 .160*

    Sig. (1-tailed) . .034

    N 131 131

    duksos Correlation Coefficient .160* 1.000

    Sig. (1-tailed) .034 .

    N 131 131

    *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

    Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan Spearman Rho diperoleh

    nilai r sebesar 0,160 dengan nilai signifikansi sebesar 0,034 (p

  • 16

    being perawat Siloam Hospitals Manado akan meningkat, sebaliknya jika dukungan

    sosial rendah maka subjective well-being perawat Siloam Hospitals Manado akan

    menurun. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat

    diterima.

    Hal ini sesuai dengan pernyataan Baron dan Byrne (2003), yang menyatakan

    bahwa individu yang memperoleh dukungan sosial yang tinggi akan menjadi individu

    yang lebih optimis dan lebih mampu beradaptasi terhadap emosi negatif yang

    dialaminya. Taylor, Peplau dan Sears (2009) mengungkapkan bahwa dukungan sosial

    mempengaruhi kesehatan dan kebiasaan berperilaku sehat, hubungan sosial,

    membantu penyesuaian psikologis, serta mengurangi beban emosional sehingga

    dukungan sosial dapat meningkatkan subjective well-being pada perawat.

    Penelitian yang dilakukan oleh Jamilah (2013) mengatakan bahwa dukungan

    sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being. Dukungan

    sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh

    individu dari orang lain (individu maupun kelompok). Pengaruh dukungan sosial

    terhadap subjective well-being karena dukungan sosial dapat meningkatkan kepuasan

    terhadap lingkungan yang memberikannya sehingga akan mempengaruhi penilaian

    individu terhadap kepuasan hidupnya secara global.

    Sumbangan efektif (SE) dukungan sosial sebesar 2,56%. Hal ini berarti

    sebagian besar dukungan sosial berpengaruh terhadap subjective well-being perawat,

    sisanya sebesar 97,44% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kepribadian,

  • 17

    tujuan, genetik, dan demografis (Samputri & Sakti, 2015). Selain itu, Taufik (2012)

    menambahkan variabel lain yang dapat mempengaruhi subjective well-being pada

    perawat yaitu harta, usia, kesehatan, agama dan rasa syukur.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan

    terhadap subjective well-being pada perawat di Siloam Hospitals Manado. Dukungan

    sosial yang dimiliki oleh perawat dalam menjalankan pekerjaannya dapat

    berhubungan pada tingginya subjective well-being pada perawat. Hasil penelitian ini

    sejalan dengan hasil penelitian Samputri dan Sakti (2015) menunjukkan bahwa

    dukungan sosial khususnya aspek dukungan emosional merupakan faktor yang paling

    kuat mempengaruhi subjective well-being.

    Dari analisis deskriptif, dihasilkan persentase variabel dukungan sosial dari

    sebagian besar partisipan penelitian berada pada kategori tinggi yaitu 76%. Hal ini

    menunjukkan bahwa rata-rata perawat di Siloam Hospitals Manado merasakan

    perasaan nyaman dan aman, perasaan dihargai dan dicintai serta mendapatkan

    bantuan secara langsung di dalam kehidupan yang telah dijalani.

    Sedangkan hasil persentase untuk variabel subjective well-being sebagian

    besar partisipan penelitian berada pada kategori tinggi yaitu 59%. Hal ini

    menunjukkan bahwa rata-rata perawat di Siloam Hospitals Manado memiliki

    pengalaman emosi yang menyenangkan, mood negatif yang rendah serta kepuasan

    hidup terhadap pernikahan, pekerjaan dan pertemanan terhadap kehidupan yang telah

    dijalani.

  • 18

    Secara keseluruhan menurut Kamaliya (2016), dapat dikatakan bahwa

    dukungan sosial sangatlah erat kaitannya dengan subjective well-being pada individu.

    Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena manusia adalah makhluk sosial yang saling

    membutuhkan satu sama lain. Senada dengan Linley dan Joseph (2004) bahwa

    dukungan sosial merupakan komponen penting dalam menentukan subjective well-

    being seseorang. Dukungan sosial yang positif merupakan kondisi yang dekat dengan

    tingkat subjective well-being yang tinggi (Eid & Larsen, 2008).

    KESIMPULAN

    Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan

    antara dukungan sosial dengan subjective well-being pada perawat di Siloam

    Hospitals Manado, artinya semakin tinggi dukungan sosial maka subjective well-

    being akan meningkat, sebaliknya jika dukungan sosial rendah maka subjective well-

    being perawat Siloam Hospitals Manado akan menurun.

    SARAN

    Setelah peneliti melakukan, mencermati, dan menarik kesimpulan dari penelitian ini,

    maka peneliti memiliki saran:

    a. Kepada perawat untuk selalu memberikan emosi positif (seperti tertawa,

    tersenyum, menyapa orang yang ada disekitar, membantu sesama, dsb),

    menjaga hubungan baik dengan rekan kerja atau orang sekitar dan mencari

    pergaulan yang dapat membuat bahagia. Selain itu tidak menganggap sepele

  • 19

    dan menyia-nyiakan dukungan sosial yang diterima atau diberikan dengan

    melakukan hal-hal yang bersifat positif.

    b. Kepada Siloam Hospitals Manado agar lebih memperhatikan hal-hal yang

    mempengaruhi kepuasan hidup sebagai perawat seperti menanyakan kabar,

    memperhatikan hubungan antara sesama rekan kerja dan hubungan kepada

    atasan, dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang akan membuat bahagia.

    c. Kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan variabel lain yang erat

    kaitannya dengan variabel subjective well-being seperti prestasi, keluarga,

    tujuan hidup, dan harga diri. Kemudian dalam pengambilan data hendaknya

    memperhatikan variabel dukungan sosial diperoleh dari siapa (apakah

    diperoleh dari keluarga, rekan kerja, atasan, atau lingkungan sekitar, dsb),

    karena dalam penelitian ini dukungan sosial yang dimasukkan bersifat umum

    dan mencakup semua bagian variabel.

    DAFTAR PUSTAKA

    Almasitoh., & Hani. (2011). Stres kerja ditinjau dari konflik peran ganda dan

    dukungan sosial pada perawat. Jurnal Psikologi Islam, 8, 63-82.

    Anggraini, F.W., & Prasetyo, A.R. (2015). Hardiness dan subjective well being pada

    perawat. Jurnal Empati, 4(4), 73-77.

    Badan Pusat Statistik. (2017). Keadaan ketenagakerjaan provinsi Sulawesi Utara

    agustus 2017. Berita Resmi Statistik: BPS Provinsi Sulawesi Utara. Diunduh

    pada Januari 17, 2018 dari

    https://manado.kota.bps.go.id/pressrelease/2017/11/22/17/keadaan-

    ketenagakerjaan-sulawesi-utara-agustus-2017.html.

  • 20

    Baron, R.A., & Byrne, D. (2003). Psikologi sosial (edisi ke 10 jilid 1). Jakarta:

    Erlangga.

    Diener, E., Lucas, R.E., & Oishi, S. (2009). Subjective well being: the science of

    happiness and life satisfaction. Dalam Lopez, S.J., & Snyder, C.R. The Oxford

    Handbook of Positive Psychology (Edisi ke 2). New York: Oxford University

    Press, Inc.

    Diener, E. (2009). New well-being meansures: Short scales to asscess flourishing and

    positive and negative feelings. Soc Indic Res, 97, 143-156.

    Eid, M., & Larsen, R.J. (2008). The science of subjective well-being. New York:

    Guildford Press.

    Fajarwati, D.I. (2014). Hubungan dukungan sosial dan subjective well-being pada

    remaja SMPN 7 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri

    Sunan Kalijaga.

    Gatari, E. (2008). Hubungan antara perceived social support dengan subjective well-

    being pada ibu bekerja. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.

    Gulacti, F. (2010). The effect of perceived social support on subjective well being.

    Procedia Social and Behavior Sciences, 2, 3844-3849.

    Jamilah, M. (2013). Pengaruh tipe kepribadian dan dukungan sosial terhadap

    subjective well being (SWB) mahasiswa perantau UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

    Kamaliya, N. (2016). Hubungan antara social support dengan subjective well being

    penerima bantuan PKH di kelurahan Karangbesuki kota Malang. Skripsi.

    Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

    Kurtz, J.L., & Lyubomirsky, S. (2014). Positive psychology. Dalam Mehl, M.R., &

    Conner, T.S. Handbook of Research Methods for Studying Daily Life. New

    York: The Guildford Press.

    Linley, A., & Joseph, S. (2004). Positive psychology in practice. Journal of Positive

    Psychology, 1(3), 171-172.

    Lucas, R.E., & Diener, E. (2010). Subjective well-being. Dalam Lewis, M., Haviland-

    Jones, J.M., & Barrett, L.F. Handbook of emotions (Third edition). New York:

    the Guildford Press.

    Ni’mah, A. (2014). Hubungan antara dukungan sosial dengan self efficacy dalam

    menyelesaikan skripsi pada mahasiswa jurusan bimbingan dan konseling

    Universitas Negeri Semarang angkatan 2009. Skripsi. Semarang: Universitas

    Negeri Semarang.

  • 21

    Nurhidayah, S., & Agustini, R. (2012). Kebahagiaan lansia ditinjau dari dukungan

    sosial dan spiritualitas. Jurnal Soul, 5(2), 16-32.

    Matsuda, T., Tsuda, A., Kim, E., & Deng, K. (2014). Association between perceived

    social support and subjective well-being among Japanese, Chinese, and Korean

    college student. Psychology, 5, 491-499.

    Monnot, M.J., & Beehr, T.A. (2014). Subjective well being at work: disentangling

    source effects of stress and support on enthusiasm, contentment, and

    meaningfulness. Journal of Vacational Behavior, 85, 204-218.

    Pavot, W., & Diener, E. (2004). Findings on subjective well-being: applications to

    public policy, clinical interventions, and education. New Jersey: John Wiley &

    Sons, Inc.

    Rohmad. (2004). Hubungan antara dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif pada

    mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.

    Surakarta: Universitas Muhamadiyah.

    Samputri, S.K., & Sakti, H. (2015). Dukungan sosial dan subjective well being pada

    tenaga kerja wanita di PT. Arni Family Ungaran. Jurnal Empati, 4(4), 208-216.

    Sarafino, E.P. (1994). Health psychology: Biopsychosicial and interaction. United

    States of America: John Wiley & Sons, Inc.

    Setiyana, V.Y. (2013). Forgiveness dan stres kerja terhadap perawat. Jurnal Ilmiah

    Psikologi Terapan. 1(2), 376-396.

    Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo.

    Taufik. (2012). Positive psychology: Psikologi cara meraih kebahagiaan. Prosiding

    seminar nasional psikologi islami. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

    Taylor, S.P., Peplau, L.A., & Sears, D.O. (2009). Psikologi sosial (edisi ke 12).

    Jakarta: Prenada Media Group.