Top Banner
HIV PADA PENYAKIT SARAF I. PENDAHULUAN HIV ( Human Immodificiency Virus) adalah jenis retrovirus RNA yang menyerang reseptor CD4 yang berada di permukaan limfosit. Infeksi virus ini menyebabkan penekanan pada CD4 melalui beberapa mekanisme yang berujung kepada kelelahan respons sel limfosit T dan penurunan daya tubuh yang progresif. Disamping itu, infeksi HIV(Human Immunodeficiency Virus) dapat menyerang sistem saraf, Yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Pada system saraf pusat dapat mempengaruhi bagian-bagian meliputi berbagai derajat gangguan neurokognitif, mielopati vakuolar, namun tidak terbatas pada gangguan tersebut diatas. Sedangkan sebagian PN (perifer neuropati) diakibatkan kerusakan pada sumbu serabut saraf (akson) yang mengirimkan stimulus pada otak. Kadang kala, PN disebabkan kerusakan pada selubung serabut saraf ( mielin) dan ini mempengaruhi rangsang nyeri yang dikirim ke otak. Tahap akhir dari infeksi HIV dan dapat memperburuk keadaan penderita adalah AIDS, dimana seseorang yang terkena HIV akan didiagnosis AIDS ketika orang tersebut memiliki satu atau lebih infeksi oportunistik (infeksi yang mengambil manfaat dari lemahnya pertahanan kekebalan tubuh oleh karena penyakit HIV atau oleh beberapa jenis obat), seperti peumo
42

HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Oct 26, 2015

Download

Documents

Aji Prabowo

dampak HIV pada saraf pusat dan perifer
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

HIV PADA PENYAKIT SARAF

I. PENDAHULUAN

HIV ( Human Immodificiency Virus) adalah jenis retrovirus RNA yang menyerang

reseptor CD4 yang berada di permukaan limfosit. Infeksi virus ini menyebabkan penekanan pada

CD4 melalui beberapa mekanisme yang berujung kepada kelelahan respons sel limfosit T dan

penurunan daya tubuh yang progresif.

Disamping itu, infeksi HIV(Human Immunodeficiency Virus) dapat menyerang sistem saraf,

Yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Pada system saraf

pusat dapat mempengaruhi bagian-bagian meliputi berbagai derajat gangguan neurokognitif,

mielopati vakuolar, namun tidak terbatas pada gangguan tersebut diatas. Sedangkan sebagian PN

(perifer neuropati) diakibatkan kerusakan pada sumbu serabut saraf (akson) yang

mengirimkan stimulus pada otak. Kadang kala, PN disebabkan kerusakan pada selubung serabut saraf (

mielin) dan ini mempengaruhi rangsang nyeri yang dikirim ke otak.

 Tahap akhir dari infeksi HIV dan dapat memperburuk keadaan penderita adalah AIDS,

dimana seseorang yang terkena HIV akan didiagnosis AIDS ketika orang tersebut memiliki satu

atau lebih infeksi oportunistik (infeksi yang mengambil manfaat dari lemahnya pertahanan

kekebalan tubuh oleh karena penyakit HIV atau oleh beberapa jenis obat), seperti peumonia

atau tuberculosis dan memiliki jumlah CD4+ Tcell yang sangat sedikit (lebih dari 200 sel/mm).

II. EPIDEMIOLOGI

Di Asia Selatan-Timur, diperkirakan 3.5 juta orang yang terkena HIV/AIDS pada tahun

2009, diantaranya terdapat 37% wanita pada jumlah orang yang terkena HIV. Tiap tahun,

diperkirakan 220.000 orang yang baru terkena infeksi HIV dan terdapat kematian 230.000 orang

yang telah terkena infeksi HIV.Dilaporkan, antara 5 negara, Indonesia merupakan salah satu negara yang

sebagian besar penduduknya terserang penyakit HIV, dan masih tetap meningkat.Oleh karena

itu, di Indonesia masalah AIDS cukup mendapat perhatian,mengingat Indonesia ada negara

Page 2: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

terbuka, sehingga kemungkinan masuknya AIDS cukup besar dan sulit dihindari. Hubungan HIV

dan penyakit motor neuron pertama dilaporkan pada tahun 1985, 4 tahun setelah awal gambaran

pada AIDS.Dua dekade berikutnya, terdapat kurang lebih tambahan 22 kasus yang telah

dilaporkan tentang hubungan penyakit motor neuron dengan infeksi HIV.

 Didapatkan665 penderita HIV/AIDS dan diambil 67 penderita HIV/AIDS dengan

penyakit saraf sebagai sampel. Sebanyak 39 orang (58,20%) menderita toksoplasmosis otak, 6 orang (9%)

menderita ensefalitis CMV, 5 orang (7,50%) menderita meningitis TB, 5 orang(7,50%) menderita HIV

ensefalopati dan 3 orang (4,50%) menderita stroke nonhemoragik. Pasien yang terkena meningo

ensefalitis dan cephalgia masing-masing hanya 2 orang (2,90%) dan yang menderita meningitis

skriptokokal, edema otak, mati batang otak, dan atrofi serebri masing-masinghanya 1 orang

(1,50%). Dari 67 penderita terdapat 38 penderita (56,71%) yang di periksa CD4. Hasil dari

pemeriksaan CD4 menunjukkan bahwa 65,8% memilikikadar CD4 < 50 sel/µl. Sisanya 18,4% untuk

pasien dengan kadar CD4 50-100sel/µl dan 15,8% untuk pasien dengan kadar CD4 > 100 sel/µl. Keluhan

utamayang sering di rasakan pasien adalah 68,66% nyeri kepala (46 pasien);

25,37% penurunan kesadaran (17 pasien); dan 5,97% kelemahan anggota gerak (4 pasien).8

III. ETIOLOGI

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut

Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan

kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus

(LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian

atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.Human

Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan

partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel

target virus ini terutama sel LymfositT, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang

disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain,

dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh

pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama

hidup penderita tersebut.Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti

Page 3: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas duauntaian RNA

(Ribonucleic Acid) Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein.

Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120).Gp120

berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan

panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virussensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air

mendidih, sinar matahari danmudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton,

alkohol, jodiumhipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan

sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah matidiluar

tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.

IV.PATOFISIOLOGI

Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit Thelper/induser yang

mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat

secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun

atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang

berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah

HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya

kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat

bergabung dengan DNA sel target.

Selanjutnyasel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus.Infeksi HIV 

dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera

menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi

(penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut,

yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfositT4.

setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah

pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.Masa antara

terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubas) adalah 6 bulan

sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Infeksi

oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan

Page 4: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-

penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga 

mudah terkena penyakit kanker seperti sarkomakaposi. HIV mungkin juga secara langsung

menginfeksi sel-sel syaraf,menyebabkan kerusakan neurologis.

Virus tampaknya tidak menyerang sel saraf secara langsung tetapi membahayakan fungsi

dan kesehatan sel saraf. Peradangan yang diakibatkannya dapat merusak otak dan saraf tulang

belakang dan menyebabkan berbagai gejala, contoh kebingungan dan pelupa, perubahan

perilaku, sakit kepala berat, kelemahan yang berkepanjangan, mati rasa pada lengan dan kaki,

dan stroke. Kerusakan motor kognitif atau kerusakan saraf perifer juga umum. Penelitian

menunjukkan bahwa infeksi HIV secara bermakna dapat mengubah struktur otak tertentu yang

terlibat dalam proses belajar dan pengelolaan informasi. Komplikasi sistem saraf lain yang

muncul akibat penyakit atau penggunaan obat untuk mengobatinya termasuk nyeri, kejang, ruam,

masalah saraf tulang belakang, kurang koordinasi, sulit atau nyeri saat menelan, cemas

berlebihan, depresi, demam, kehilangan penglihatan, kelainan pola berjalan,

kerusakan jaringan otak dan koma. Gejala ini mungkin ringan pada stadium awal AIDS tetapi

dapat berkembang menjadi berat. Di AS, komplikasi saraf terlihat pada lebih dari 40% pasien

AIDS dewasa. Komplikasi ini dapat muncul pada segala usia tetapi cenderung berkembang

secara lebih cepat pada anak-anak. Komplikasi sistem kekebalan dapat termasuk penundaan

pengembangan, kemunduran pada perkembangan penting yang pernah dicapai, lesi pada otak,

nyeri saraf, ukuran tengkorak di bawah normal, pertumbuhan yang lambat, masalah mata, dan

infeksi bakteri yang kambuh.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang tergolong virus RNA

(Ribonucleic Acid), yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi

genetik. HIV mempunyai enzim reverse transcriptase yang terdapat di dalam inti HIV dan akan

mengubah informasi genetika dari RNA virus menjadi deoxy-ribonucleid acid (DNA). Enzim

ini adalah polimerase DNA yang mampu bergabung dengan kromosom tubuh. Sekali

berintegrasi, ia digunakan sebagai pembawa pesan transkripsi untuk sintesis virus. HIV secara

signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan tubuh. HIV mempunyai

target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang

juga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel

Page 5: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh

perlekatan virus ke permukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan

meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi

Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem

saraf dan dapat mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat

penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem

saraf yang membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.

Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut:

Infeksi virus (2-3 minggu)

Sindrome retroviral akut (2-3 minggu)

Gejala menghilang + serokonversi

Infeksi kronis HIV asimptomatik (rata-rata 8 tahun, di negara berkembang lebih pendek)

Infeksi HIV/AIDS simptomatik (rata-rata 1,3 tahun)

Kematian

Berdasarkan hasil pemeriksaan CD4, infeksi HIV dapat dibedakan menjadi beberapa fase :

Fase I - Infeksi HIV primer ( infeksi HIV akut )

Fase II - Penurunan imunitas dini ( sel CD4 > 500/ µl )

Fase III - Penurunan imunitas sedang ( sel CD4 500-200 /µl )

Fase IV - Penurunan imunitas berat ( sel CD4 <200 /µl )

Page 6: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Infeksi HIV primer dapat bersifat asimptomatik, atau pada 50-70% penderita muncul dalam

bentuk akut, self-limiting mononucleosis-like illness dengan demam, nyeri kepala, mialgia,

malaise, lethargi, sakit tenggorokan, limfadenopati, dan bintik makulopapular. Infeksi akut

ditandai dengan viremia, dijumpai angka replikasi virus yang tinggi, mudahnya isolasi virus dari

limfosit darah perifer dan level serum antigen virus yang tinggi.

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) didefinisikan sebagai suatu sindrome atau

kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi imun yang berat, dan merupakan

manifestasi stadium akhir infeksi HIV.

Page 7: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Kriteria diagnosis presumtif untuk indikator AIDS

a. Kandidiasis esophagus: nyeri retrosternal saat menelan bercak putih di atas dasar

kemerahan.

b. Retinitis citomegalo virus

c. Mikobakteriosis

d. Sarkoma Kaposi: bercak merah atau ungu pada kulit atau selaput mukosa.

e. Pneumonia pnemosistisis karini: sesak nafas/batuk non produktif dalam 3 bulan terakhir.

f. Ensefalitis Toksoplasmosis.

Page 8: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Kelainan Neurologi Pada Infeksi Hiv

Penyakit saraf sering terjadi pada seseorang yang terinfeksi HIV, sebanyak 31-60%. Penelitian di

Jakarta mendapatkan hasil bahwa 90% penderita HIV/AIDS mengalami kelainan pada sistem

sarafnya.

Kegagalan fungsi tubuh menyebabkan kerentanan seluruh sistem organ, termasuk sistem saraf

sentral, perifer dan otot. Keterlibatan sistem saraf dapat sebagai akibat infeksi primer oleh virus

atau infeksi oportunistik, efek imunosupresif atau keduanya.

Page 9: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Kelainan neurologi yang timbul pada penderita AIDS secara umum dapat dikelompokkan

menjadi:

(a) Infeksi HIV Primer

Komplikasi langsung terlibat pada sistem saraf yang terinfeksi HIV dengan

perubahan patologi diakibatkan langsung oleh HIV itu sendiri. Harus diingat

bahwa lesi SSP pada AIDS dapat disebabkan proses neoplastik. Limfoma

SSP primer ditemukan sekitar 3 % dari pasien AIDS, dan limfoma sistemik

juga bisa menyebar pada mening. Beberapa sarkoma Kaposi yang metastase ke

otak pernah dilaporkan. Contoh lainnya adalah AIDS Dementia dan neuropati

perifer.

(b) Infeksi Oportunistik SSP

Sekunder/komplikasi tidak langsung sebagai akibat dari proses immunosupresi

konkomitan berupa infeksi opportunistik dan neoplasma.

Patogen viral

Ensefalitis sitomegalovirus

Leukoensefalopati tmultifokal progresif

Patogen non-viral

Ensefalitis toksoplasmas

Meningitis kriptokokus

HIV merupakan virus yang bersifat imunotropik dan neurotropik yang berarti organ

targetnya selain sel imun juga menyerang sistem saraf. HIV melewati sawar darah otak melalui

aksis makrofag-monosit. Mekanisme yang memungkinkan mencakup transport intraseluler

melewati blood-brain barrier dalam makrofag yang terinfeksi, penempatan virus bebas pada

leptomeningens, atau virus bebas setelah replikasi dalam pleksus khoroideus atau epithelium

vaskular.

Infeksi virus herpes sering terlihat pada pasien AIDS. Pada orang yang terpajan dengan

herpes zoster, virus dapat tidur di jaringan saraf selama bertahun-tahun hingga muncul kembali

sebagai ruam. Reaktivasi ini umum pada orang yang AIDS karena sistem kekebalannya

melemah.

Page 10: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Neurosifilis, akibat infeksi sifilis yang tidak diobati secara tepat, tampak lebih sering dan

lebih cepat berkembang pada orang terinfeksi HIV. Neurosifilis dapat menyebabkan degenerasi

secara perlahan pada sel saraf dan serat saraf yang membawa informasi sensori ke otak

            Seperti halnya penyakit infeksi yang lainnya, tuberkulosis pada penyakit AIDS juga

infeksius ada individu sehat. Gejala klinisnya bervariasi tergantung pada tahap penyakit HIV-

nya. Pada stadium awal, dimana relatif ada kekebalan dalam sel (cell mediated immunity), maka

penyakit tuberkulosisnya akan menunjukkan gambaran penyakit primer klasik seperti pada orang

dewasa yakni dengan adanya infiltrat di lobus atas dan adanya kavitasi; dimana tes tuberkulin

biasanya akan positif. Bila penyakit HIV-nya melanjut maka cell mediated immunity akan rusak

disertai gejala non spesifik, yaitu demam, turunnya berat badan dan fatigue (kelelahan), dengan

atau tanpa adanya gejala batuk.

V.MANIFESTASI KLINIS

 

CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih

manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel ini berfungsi dalam memerangi infeksi yang masuk ke

dalam tubuh. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, jumlah CD4 berkisar antara 1400-

1500 sel/μL. Pada penderita HIV/AIDS jumlah CD4 akan menurun dan dapat menyebabkan

terjadinya infeksi oportunistik. Umumnya muncul jika dijumpai keadaan immunodefisiensi berat

(jumlah limfosit CD4 < 200 sel/mm3).

Page 11: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Hubungan infeksi oportunistik dan jumlah sel CD4 pada penderita HIV (secara umum) :

JUMLAH SEL

CD4

PATOGEN MANIFESTASI

200-500/mcl S.pneumoniae,

H.influenzae

Community-Aquired

Pneumonia(CAP)

M.tuberculosis TB paru

C.albicans Sariawan, candida vagina

HSV 1 dan 2 Herpes orolabial, genital, perirectal

Virus Varicela-Zoster Ruam pada saraf

Virus Epstein-Barr Oral hairy leukoplakia

Human Hervesvirus 8 Sarkoma Kaposi

100-200/mcl Semua di atas, ditambah :  

P.carinii Pneumonia

C.parvum Diare kronik

50-100/mcl Semua di atas, ditambah :  

T.gondii Ensefalitis

C.albocans Ensefalitis

C.neoformans Meningitis

H.capsulatum Penyakit diseminata

Microsporidia Diare kronik

M.tuberculosis TB diseminata/

Ekstrapulmoner

R.equi Pneumonia

HSV 1 dan 2 HSV diseminata

Virus Varicella-Zoster VZV diseminata

Virus Epstein-Barr Limfoma primer SSP

<50/mcl Semua di atas, ditambah :  

Page 12: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

M.avium complex MAC diseminata

Cytomegalovirus Retinitis, diare, ensefalitis

Infeksi oportunistik pada SSP muncul secara tidak langsung sebagai akibat dari proses

immunosupresi konkomitan berupa infeksi opportunistik dan neoplasma. Dapat dibedakan

menjadi

Patogen viral

Ensefalitis sitomegalovirus

Leukoensefalopati multifokal progresif

Patogen non-viral

Ensefalitis toksoplasmas

Meningitis kriptokokus

Kelainan sistem saraf terkait AIDS mungkin secara langsung disebabkan oleh HIV,

oleh kankerdan infeksi oportunistik tertentu (penyakit yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan

virus lain yang tidak akan berdampak pada orang dengan sistem kekebalan yang sehat), atau efek

toksik obat yang dipakai untuk mengobati gejala. Kelainan saraf lain terkait AIDS yang tidak

diketahui penyebabnya mungkin dipengaruhi oleh virus tetapi tidak sebagi penyebab langsung.

Berikut manifestasi klinik yang ditemukan berdasarkan pembagian penyakit akibat infeksi

oportunistik di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi :

A.Sistem Saraf Pusat

1.Toksoplasmosis Otak (TO)

Toxoplasma gondii dapat menyebakan infeksi asimtomatis pada 80% manusia sehat,

namun bisa menimbulkan manifestasi klinis mematikan pada orang dengan HIV-AIDS (ODHA).

Perjalanan penyakit toksoplasmosis otak biasanya berlangsung subakut pada pasien HIVstadium

lanjut atau yang memiliki jumlah sel CD4 < 200 sel/UL. Keluhan dan gejala timbul secara bertahap

pada minggu pertama hingga mingguke-4. Manifestasi utama yang tampak pada penderita AIDS

Page 13: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

dengan toksoplasmosis otak adalah demam, sakit kepala, defisit neurologis fokaldan penurunan

kesadaran.

a. Etiologi dan Penularan

Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung dan

hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada

daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap

di sana, tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga

tuntas, mencegah penyakit.

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang

mentah yang mengandung oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang

terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat

transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang

immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah

dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi

opportunistik dengan predileksi di otak.

b. Tanda dan Gejala

Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon terhadap

pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat, masalah

penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan kepribadian. Tidak

semua pasien menunjukkan tanda infeksi.

Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis

fokal dan terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini

hampir selalu merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada penderita-

penderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala fokalnya

cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan

kesadaran.

c. Diagnosis

Pemeriksaan Serologi

Page 14: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat dilakukan dengan

indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay

(ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan

seumur hidup.

Pemeriksaan cairan serebrospinal

Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi

protein

Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR)

Mendeteksi DNA T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan

bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang

terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi

aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.

CT scan

Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple disertai dan biasanya

ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik

pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau

tanpa lesi.

Biopsi otak

Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak

d. Penatalaksanaan

Page 15: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat

ini dapat melalui sawar-darah otak. Toxoplasma gondii membutuhkan vitamin B untuk hidup.

Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat

penggunaannya. Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g sulfadiazin per

hari. Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia.

Orang dengan toksoplasmosis biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin B) untuk

mencegah anemia.

Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap toksoplasmosis. Lebih dari 80% orang

menunjukkan kebaikan dalam 2-3 minggu. Orang yang pulih dari toksoplasmosis seharusnya

terus memakai obat antitokso dengan dosis rumatan yang lebih rendah. Jelas bahwa orang yang

mengalami toksoplasmosis sebaiknya mulai terapi antiretroviral (ART) secepatnya. Bila CD4

naik menjadi di atas 200 selama lebih dari tiga bulan, terapi rumatan toksoplasmosis dapat

dihentikan.

2.Meningitis TB (MTB)

Meningitis TB adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer.

Meningitis TB disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis Hominis, jarang oleh jenis

Bovinum atau Aves. Meningitis TB hampir selalu ada dalam diagnosis banding pasien AIDS

karena hampir 50% pasien AIDS menderita tuberkulosis paru. Manifestasi klinis yang terlihat

adalah hidrosefalus yang disebabkan oleh eksudat yang menyumbat akuaduktus, fisura Sylvii,

foramen Magendi, foramen luschka dan edema papil yang disebabkan oleh terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial.11

3.Meningitis kriptokokus (MK)

Meningitis kriptokokus terlihat pada sekitar 10% individu dengan AIDSyang tidak diobati

dan pada orang lain dengan sistem kekebalannya sangat tertekan oleh penyakit atau obat. Hal ini

disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang umum ditemukan dalam kotoran kotoran dan

burung. Jamur pertama-tama menyerang paru dan menyebar menutupi otak dan sumsum tulang

Page 16: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

belakang, menyebabkan peradangan.Gejala termasuk kelelahan, demam, sakit kepala, mual,

kehilanganmemori, kebingungan, mengantuk, dan muntah. Jika tidak diobati, pasien dengan

meningitis kriptokokus dapat jatuh dalam koma dan meninggal.

a. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang umum ditemukan

pada tanah dan tinja burung. Jamur ini pertama menyerang paru dan menyebar ke otak dan saraf

tulang belakang, menyebabkan peradangan. Risiko infeksi paling tinggi jika jumlah CD4 di

bawah 50.

b. Tanda dan Gejala

Gejala meningitis termasuk demam, kelelahan, leher pegal, sakit kepala, mual dan

muntah, kebingungan, penglihatan kabur, dan kepekaan pada cahaya terang. Gejala ini muncul

secara perlahan. Tanda-tanda seperti meningismus, termasuk kuduk kaku, timbul < 40%

penderita. Kejang dan defisit neurologik fokal sering timbul dan merupakan tanda koma

kriptokokosis dan tromboflebitis sinus venosus. Manifestasi ekstraneural, dapat terjadi

dengan/tanpa meningitis, termasuk infiltrasi pulmoner, lesi di kulit, abses prostat dan hepatitis.

c. Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium dipakai untuk menentukan diagnosis meningitis. Tes laboratorium ini

memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Darah atau cairan sumsum tulang belakang

dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen

(sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur

kriptokokus dari sampel. Tes biakan membutuhkan satu minggu atau lebih untuk menunjukkan

hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan

tinta India (70% positif) dan ditemukan antigen kriptokokus dalam darah dan LCS (95-100%

positif). LCS jumlah sel, glukosa, protein dapat terjadi tetapi tidak selalu. Kultur darah dan urin

(+).

d. Penatalaksanaan

Meningitis kriptokokus diobati dengan obat antijamur. Beberapa klinisi memakai

flukonazol namun ada juga yang memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin.

Amfoterisin B adalah yang paling manjur, tetapi obat ini dapat merusak ginjal.

Page 17: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Walau jarang, meningitis kriptokokus tampaknya dapat kambuh atau menjadi lebih berat

bila terapi antiretroviral (ART) dimulai dengan jumlah CD4 yang rendah. Hal ini disebabkan

karena adanya pengembangan sindrom pemulihan kekebalan (immune reconstruction

inflammatory syndrome/IRIS). Hal ini karena obat anti-HIV dapat memulihkan kemampuan

sistem kekebalan untuk menanggapi infeksi dan menghasilkan pemberantasan bakteri secara

cepat. ART sering ditunda hingga terapi awal untuk mengobati infeksi sudah diselesaikan.

e. Pencegahan

Memakai flukonazol waktu jumlah CD4 di bawah 50 dapat membantu mencegah meningitis

kriptokokus. Tetapi ada beberapa alasan sebagian besar dokter tidak meresepkannya:

Sebagian besar infeksi jamur mudah diobati

Flukonazol adalah obat yang sangat mahal

Memakai flukonazol jangka panjang dapat menyebabkan infeksi jamur ragi (seperti

kandidiasis mulut, vaginitis, atau infeksi kandida berat pada tenggorokan) yang kebal

(resistan) terhadap flukonazol. Infeksi yang resistan ini hanya dapat diobati dengan

amfoterisin B.

4. AIDS dementia complex (ADC)

Demensia HIV adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan gangguan kognitif dan

motorik yang menyebabkan hambatan menjalankan aktivitas hidup sehari-hari tetapi hal ini bisa diobati

dengan terapi anti-retroviral. Gejala termasuk ensefalitis (peradangan otak),

perubahan perilaku, dan penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk kesulitan

berkonsentrasi, ingatan dan perhatian atau ensefalopati terkait HIV, muncul terutama pada orang

dengan infeksi HIV lebih lanjut. Gejala termasuk ensefalitis (peradangan otak), perubahan

perilaku, dan penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk kesulitan berkonsentrasi,

ingatan dan perhatian. Orang dengan ADC juga menunjukkan pengembangan fungsi motor yang

melambat dan kehilangan ketangkasan serta koordinasi. Apabila tidak diobati, ADC dapat

mematikan.

5. Limfoma sususnan saraf pusat (SSP) 

Page 18: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Adalah tumor ganas yang mulai di otak atau akibat kanker yang menyebar dari bagian

tubuh lain. Limfoma SSP hampir selalu dikaitkan dengan virus Epstein-Barr (jenis

virus herpes yang umum pada manusia). Gejala termasuk sakit kepala, kejang, masalah

penglihatan, pusing, gangguan bicara, paralisis dan penurunan mental. Pasien AIDS dapat

mengembangkan satu atau lebih limfoma SSP. Prognosis adalah kurang baik karena kekebalan

yang semakin rusak.

6. Infeksi cytomegalovirus (CMV) 

Dapat muncul bersamaan dengan infeksi lain. Gejala ensepalitis CMV termasuk lemas

pada lengan dan kaki, masalah pendengaran dan keseimbangan, tingkat mental yang

berubah, demensia, neuropati perifer, koma dan penyakitretina yang dapat mengakibatkan

kebutaan. Infeksi CMV pada urat saraf tulang belakang dan saraf dapat mengakibatkan lemahnya

tungkai bagian bawah dan beberapa paralisis, nyeri bagian bawah yang berat dan kehilangan

fungsi kandung kemih. Infeksi ini juga dapat menyebabkan pneumonia dan penyakit lambung-

usus.

7.Infeksi virus herpes 

Sering terlihat pada pasien AIDS. Virus herpes zoster yang menyebabkan cacar dan

sinanaga, dapat menginfeksi otak dan mengakibatkan ensepalitis dan mielitis (peradangan saraf

tulang belakang). Virus ini umumnya menghasilkan ruam, yang melepuh dan sangat nyeri di

kulit akibat saraf yang terinfeksi. Pada orang yang terpajan dengan herpes zoster, virus dapat

tidur di jaringan saraf selama bertahun-tahun hingga muncul kembali sebagai ruam. Reaktivasi

ini umum pada orang yang AIDS karena sistem kekebalannya melemah. Tanda sinanaga

termasuk bentol yang menyakitkan (serupa dengan cacar), gatal, kesemutan (menggelitik) dan

nyeri pada saraf.

Pasien AIDS mungkin menderita berbagai bentuk neuropati, atau nyeri saraf, masing-

masing sangat terkait dengan penyakit kerusakan kekebalan stadium tertentu. Neuropati perifer

menggambarkan kerusakan pada saraf perifer, jaringan komunikasi yang luas yang mengantar

informasi dari otak dan saraf tulang belakang ke setiap bagian tubuh. Saraf perifer juga mengirim

informasi sensorik kembali ke otak dan saraf tulang belakang. HIV merusak serat saraf yang

Page 19: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

membantu melakukan sinyal dan dapat menyebabkan beberapa bentuk neropati.Distal sensory

polyneuropathy menyebabkan mati rasa atau perih yang ringan hingga sangat nyeri atau rasa

kesemutan yang biasanya mulai di kaki dan telapak kaki. Sensasi ini terutama kuat pada malam

hari dan dapat menjalar ke tangan. Orang yang terdampak memiliki kepekaan yang meningkat

terhadap nyeri, sentuhan atau rangsangan lain. Pada awal biasanya muncul pada stadium infeksi

HIV lebih lanjut dan dapat berdampak pada kebanyakan pasien stadium HIV lanjut.

8. Stroke

  Disebabkan oleh penyakit pembuluh darah otak jarang dianggap sebagai komplikasi

AIDS, walaupun hubungan antara AIDS dan stroke mungkin jauh lebih besar dari dugaan. Para

peneliti di Universitas Maryland, AS melakukan penelitian pertama berbasis populasi untuk

menghitung risiko stroke terkait AIDS dan menemukan bahwa AIDS meningkatkan

kemungkinan menderita stroke hampir sepuluh kali lipat. Para peneliti mengingatkan bahwa

penelitian tambahan diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan ini. Penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa infeksi HIV, infeksi lain atau reaksi sistem kekebalan terhadap HIV, dapat

menyebabkan kelainan pembuluh darah dan/atau membuat pembuluh darah kurang menanggapi

perubahan dalam tekanan darah yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan

stroke.

9.Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML) 

Terutama berdampak pada orang dengan penekanan sistem kekebalan (termasuk hampir

5%pasien AIDS). PML disebabkan oleh virus JC, yang bergerak menuju otak, menulari berbagai

tempat dan merusak sel yang membuat mielin – lemak pelindung yang menutupi banyak sel saraf

dan otak. Gejala termasuk berbagai tipe penurunan kejiwaan, kehilangan penglihatan, gangguan

berbicara, ataksia (ketidakmampuan untuk mengatur gerakan), kelumpuhan, lesi otak dan

terakhir koma. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan ingatan dan kognitif, dan

mungkin muncul kejang. PML berkembang terus-menerus dan kematian biasanya terjadi dalam

enam bulan setelah gejala awal.

10.Kelainan psikologis dan neuropsikiatri 

Page 20: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Dapat muncul dalam fase infeksi HIV dan AIDS yang berbeda, dan dapat berupa bentuk

yang beragam dan rumit. Beberapa penyakit misalnya demensia kompleks terkait AIDS yang

secara langsung disebabkan oleh infeksi HIV pada otak, sementara kondisi lain mungkin dipicu

oleh obat yang dipakai untuk melawan infeksi. Pasien mungkin mengalami kegelisahan, depresi,

keingingan bunuh diri yang kuat, paranoid, demensia, delirium, kerusakan kognitif,

kebingungan, halusinasi, perilaku yang tidak normal, malaise, dan mania akut.

 

B.Sistem Saraf Tepi

Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah parastesia pada

ujung jari kaki dan dysesthesia pada telapak kaki. Rasa terbakar pada telapak kaki juga sering

ditemukan.

 

VI.DIAGNOSIS

Berdasarkan hasil rekam medis pasien dan pemerikaan fisik secara umum, dokter akan

melakukan pemeriksaan saraf secara menyeluruh untuk menilai berbagai fungsi saraf:

kemampuan motor dan sensor, fungsi saraf, pendengaran dan berbicara, penglihatan, koordinasi

dan keseimbangan, status kejiwaan, perubahan perilaku atau suasana hati. Dokter mungkin

meminta tes laboratorium dan satu atau lebih tindakan di bawah ini untuk

membantudiagnosis kerumitan neurologi terkait AIDS.

Pemetaan dibantu komputer dapat mengungkap tanda peradangan otak, tumor dan

limfoma SSP, kerusakan saraf, perdarahan dalam, sumsum otak yang tidak biasa, dan kelainan

otak lain. Beberapa tindakan pemetaan yang tidak menyakitkan dipakai untuk membantu

diagnosis komplikasi neurologi terkait AIDS.

Computed tomography (juga disebut CT scan) memakai sinar X dan komputer untuk

menghasilkan gambar tulang dan jaringan, termasuk peradangan, kista dan tumor otak

tertentu, kerusakan otak karena cedera kepala, dan kelainan lain. CT scan menyediakan

hasil yang lebih rinci dibandingkan rontgen saja.

Page 21: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Magnetic resonance imaging (MRI) memakai komputer, gelombang radio dan bidang

magnetik yang kuat untuk menghasilkan gambar tiga dimensi secara rinci atau

“potongan” struktur tubuh dua dimensi, termasuk jaringan, organ, tulang dan saraf. Tes

ini tidak memakai radiasi ionisasi (serupa dengan rontgen) dan memberi dokter tampilan

jaringan dekat tulang yang lebih baik.

Functional MRI (fMRI) memakai unsur magnetik darah untuk menentukan wilayah otak

yang aktif dan untuk mencatat berapa lama wilayah tersebut tetap aktif. Tes ini dapat

menilai kerusakan otak dari cedera kepala atau kelainan degeneratif contohnya penyakit

Alzheimer, dan dapat menentukan serta memantau kelainan neurologi lain, termasuk

demensia kompleks terkait AIDS.

Magnetic resonance spectroscopy (MRS) memakai medan magnet yang kuat untuk

meneliti komposisi biokimia dan konsentrasi molekul berbasis hidrogen yang beberapa di

antaranya sangat khusus terhadap sel saraf di berbagai wilayah otak. MRS dipakai

sebagai percobaan untuk menentukan lesi otak pada pasien AIDS.

Elektromiografi atau EMG, dipakai untuk mendiagnosis kerusakan saraf dan otot (misalnya

neuropati dan kerusakan serat saraf yang disebabkan oleh HIV) dan penyakit saraf tulang

belakang. Tes ini mencatat kegiatan otot secara spontan dan kegiatan otot yang digerakkan oleh

saraf perifer.

Biopsi adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan tubuh. Biopsi otak, yang melibatkan

pengangkatan sebagian kecil otak atau tumor dengan bedah, dipakai untuk menentukan kelainan

dalam tengkorak dan tipe tumor. Berbeda dengan kebanyakan biopsi lain, biopsi otak

memerlukan rawat inap. Biopsi otot atau saraf dapat membantu mendiagnosis masalah saraf otot,

sementara biopsi otak dapat membantu mendiagnosis tumor, peradangan dan kelainan lain.

Analisis cairan sumsum tulang belakang dapat mendeteksi segala perdarahan atau hemoragi otak,

infeksi otak atau tulang belakang (misalnya neurosifilis), dan penumpukan cairan yang

berbahaya. Contoh cairan diambil dengan jarum suntik dengan bius lokal dan diteliti untuk

mendeteksi kelainan.

Page 22: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Contoh :

A.Toksoplasmosis otak 

Pada neuroimaging dapat dijumpai lesi hipodense pada CT scan dan lesi Hipointense pada

MRI.11

B.Meningitis TB.

1. Laboratorium rutin pada meningitis tuberculosis jarang yang khas, bisaditemui leukosit

meningkat, normal atau rendah dan Mdiff. count bergeser kekiri kadang-kadang ditemukan hiponatremia

akibat SIADH.

2. Pemeriksaan CSS Terdapat peningkatan tekanan pada lumbal pungsi 40-75% pada anak

dan50% pada dewasa. Warna jernih atau xantokhrom terdapat peningkatan protein dan 150-

200mg/dl dan penurunan glukosa pada cairan serebrospinal.

Terdapat penurunan klorida, ditemukan pleiositosis, jumlahsel meningkat biasanya tidak melebihi 300

cel/mm3. Differential count PMN perdominan dan limpositik.

3.Mikrobiologiditemukan Mycobacterium tuberculosispada kultur cairan serebrospinal

merupakan baku emas tetapi sangat sulit, lebih dari 90% hasilnya negatif 

4.Polymerase chain reaction (PCR) spesifitas tinggi tetapi sensivitasmoderat.

5.Pada pemeriksaan foto rontgen toraks ditemukan tuberculosis aktif  pada paru dan

dapat sembuh sampai 50% pada dewasa dan 90% padaanak-anak.

6.Hasil tes PDD tuberculin negative pada 10-15% anak-anak dan 50% pada dewasa.

7.CT scan dan MRIPemeriksaan CT scan dengan kontras ditemukan penebalan meningendi daerah

basal, infark, hidrosefalus, lesi granulomatosa. PemeriksaanMRI lebih sensitive dari CT scan,

tetapi spesifitas juga masih terbatas.

Page 23: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

VII. DIAGNOSIS BANDING

DIAGNOSIS BANDING INFEKSI OPORTUNISTIK SSP PADA PASIEN AIDS

PATOGEN IMAGING PEM.PENUNJANG LAIN

Ensefalitis toksoplasmosis, CD4<100

Lesi massamultipel/kdg-kdg single pada CT/MRI, biasanya pada basal ganglia, ring enhancement pada CT

IgG serum terhadap toksoplasmosis (+)

Meningitis criptokokus, CD4<100

Nonspesifik LCS : tekanan tinggi, kadar glucosa rendah,  protein, antigen kriptokokus (+) kultur (+)Lainnya : antigen serum biasanya juga (+)

Meningitis Tuberkulosis

Nonspesifik (lesi massa jarang)dengan abnormalitas pada CXR

LCS: protein, kadar glucosa rendah, pleositosis, kultur acid-fast bacteria (+) sediaan hapus selalu (-)

Sifilis Nonspesifik LCS: protein dan WBC,VDRL(+)

Ensefalitis HSV

edema, focal haemorrhage biasanya pada lobus medial temporal/inferior frontal

LCS: limfositik, pleositosis, protein, PCR HSV

Ensefalopati HIV, CD4<200

Normal pada awalnya, atrofi difus, patchy/diffuse white matter changes on T2-weighted MRI pd stadium lanjut

LCS: NonspesifikLainnya: beta-2 mikroglobulin LCS, HIV RNA tinggi pada semua kasus

PML,CD4<100 Single/multiple focal/diffuse white matter lesions tanpa ring enhancement

LCS: PCR untuk virus JC DNA

Limfoma primer SSP, CD4<100

Single/multiple lesions pd CT/MRI, ring enhancementpd CT

Biopsi otak/LCS sitologi (+), LCS PCR EBV (+)

Page 24: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

VIII. PENATALAKSANAAN

Pada saat ini sudah banyak obat yang bias digunakan untuk mengobati infeksi HIV :

1.Golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitor meliputi AZT(zidovudin), ddI (didanosin),

ddC (zalsibatin), d4T (stavudin), 3TC(lamivudin), abakavir.

2.Golongan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor meliputinevirapin, delavirdin,

efavirenz.

3.Golongan protease inhibitor, saquinavir, ritonavir, indinavir, nelfinavir.

Semua obat-obatan tersebut ditujukan untuk mencegah reproduksi virus sehingga

memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk resistensi terhadap obat-

obatan tersebut bila digunakan secara tunggal. Pengobatan paling efektif adalah kombinasi antara

2 obat atau lebih, Kombinasiobat bisa memperlambat timbulnya AIDS pada penderita HIV

positif danmemperpanjang harapan hidup. Penderita dengan kadar virus yang tinggi dalamdarah

harus segera diobati walaupun kadar CD4+ nya masih tinggi dan penderitatidak menunjukkan gejala apapun.

AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping seperti nyeriabdomen, mual, dan sakit kepala

(terutama AZT). Penggunaan AZT terus menerus bias merusak sumsum tulang dan

menyebabkan anemia. ddI, ddC, dand4T bisa merusak saraf-saraf perifer. ddI bisa merusak

pancreas. Dalam kelompok nukleosid, 3TC tampaknya mempunyai efek samping yang paling

ringan.

Ketiga protease inhibitor menyebabkan efek samping mual dan muntah,diare dan gangguan perut.

Indinavir menyebabkan kenaikan ringan kadar enzimhati, bersifat reversible dan tidak

menimbulkan gejala, juga menyebabkan nyeri punggung hebat (kolik renalis) yang

serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batuginjal. Ritonavir dengan pengaruhnya pada hati

menyebabkan naik atau turunnyakadar obat lain dalam darah. Kelompok protease inhibitor

banyakmenyebabkan perubahan metabolisme tubuh seperti peningkatan kadar gula darah dan ka

dar lemak, serta perubahan distribusi lemak tubuh (protease paunch).15

Page 25: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Penderita AIDS diberi obat-obatan untuk mencegah infeksi oportunistik seperti

toksoplasmosis otak, meningitis TB, meningitis kriptokokus, demensia HIV dan neuropati akan

dijelaskan sebagai berikut:

 

1.Pengobatan toksopalsmosis otak dibagi menjadi dua fase pengobatan yaitufase akut dan fase

rumatan. Pengobatan fase akut meliputi pirimetamin loading dose 200 mg (untuk BB < 50 kg 2 x 25

mg per hari p.o sedangkan untuk BB > 50 kg 3 x 25 mg per hari p.o)

dan klindamisin dengan dosis 4 x 600 mg per hari p.o.Pengobatan fase akut ini diberikan selama

3-6 minggu sesuai dengan perbaikan klinis yang terjadi. Pengobatan toksoplasmosis otak fase

rumatan dapat menggunakan pengobatan fase akut dengan dosis setengahnya sampai jumlah

sel CD4 >200 sel/UL.

2.Pengobatan meningitis TB dilakukan dengan menggunakan kombinasi triple drugs yaitu

kombinasi antara INH dengan dua jenis tuberkulostikalainnya.

3.Pengobatan demensia HIV menggunakan terapi ARV (anti-rettroviral)yang mengkombinasikan 3 obat yaitu:

d4T - 3TC - NVP (stavudin - lamifusin - nevirapin)

d4T - 5TC - EFV (stavudin - lamifusin - efavirens)

AZT - 3TC - NVP (zidovudin - lamifusin - nevirapin)

AZT - 3TC - EFV (zidovudin - lamifusin - nevirapin)

4.Pengobatan neuropati sensorik HIV menggunakan golongan antikonvulsanseperti lamotrigine dan

gabapetin untuk mengatasi nyeri pada neuropati.

IX. PROGNOSIS

Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapaorang yang

terpapar HIV selama bertahun-tahun bila tidak terinfeksi. Di sisi lainseseorang yang terinfeksi

bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa pengobatan, infeksi HIV

mempunyai resiko 1-2% untuk menjadiAIDS pada beberapa tahun pertama. Resiko ini

meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya.

Page 26: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Resiko terkena AIDS dalam 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50%. Sebelum

ditemukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasusakan menjadi AIDS.Pengobatan AIDS

telah berhasil menurunkan angka infeksi opportunisticdan meningkatkan angka harapan hidup

penderita.

Kombinasi beberapajenisobat berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tida

k dapat terdeteksi.Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh. Teknik perhitungan jumlah

virusHIV (plasma RNA) dalam darah seperti polymerase chain reaction (PCR)

dan branched deoxyribonucleid acid(bDNA) test digunakan untuk memonitor efek  pengobatan d

an membantu penilaian prognosis penderita. Kadar virus ini akan bervariasi mulai kurang dari be

berapa ratus sampai lebih dari sejuta virusRNA/mL plasma.Dengan perkembangan obat-obat anti

virus terbaru dan metode-metode pengobatan dan pencegahan infeksi oportunistik

yang terus diperbarui,penderita bisa mempertahankan kemampuan fisik dan mentalnya sampai b

ertahun-tahunsetelah terkena AIDS. Sehingga pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS

sudah bisa ditangani walaupun belum bisa disembuhkan

XI. KESIMPULAN

Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara

di seluruh dunia. Infeksi HIV pada manusia dianggap sebagai pandemi oleh World Health

Organization (WHO). Dari penemuan pada tahun 1981 sampai 2006, AIDS telah membunuh

lebih dari 25 juta orang. HIV menginfeksi sekitar 0,6% dari populasi dunia. Pada tahun 2005

saja, penderita AIDS lebih dari 570.000 adalah anak-anak. Dengan pertumbuhannya yang

semakin pesat, perlu untuk kita mengetahui apa saja komplikasi neurologis yang dapat terjadi.

31-60% pasien AIDS memiliki kelainan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan

sedikit ke sistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi

opportunis sekunder atas imunosupresi yang diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi

HIV langsung yang tampil sebagai meningitis atau kompleks dementia AIDS, manifestasi

ensefalitis HIV yang secara klinis dan biologis berjangkauan luas.

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita

HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi disebabkan

oleh virus, bakteri, protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit keganasan.

Page 27: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

Pengobatan untuk infeksi oportunistik bergantung pada penyakit infeksi yang

ditimbulkan. Pengobatan status kekebalan tubuh dengan menggunakan immune restoring agents,

diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel limfosit, dan menambah jumlah limfosit.

Penatalaksanaan HIV/AIDS bersifat menyeluruh terdiri dari pengobatan,

perawatan/rehabilitasi dan edukasi. Pengobatan pada pengidap HIV/penderita AIDS ditujukan

terhadap: virus HIV (obat ART), infeksi opportunistik, kanker sekunder, status kekebalan tubuh,

simptomatis dan suportif.

Page 28: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

V.DAFTAR PUSAKA

1. Basuki, Andi, & Dian, Sofiati.(2009).Kegawatdaruratan Neurologi. Penerbit:Bagian/UPF

Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD/RS. HasanSadikin. Bandung. 2009: 9-19

2. Yayasan Spritia. Neuropati Perifer [online]. Availabbe from:http://www.spiritia

or.id/li/pdf/LI555.pdf 

3. National Institute of Allergy and Infectious Disease. HIV/AIDS [online].Update: 2008.

Availabefrom:http://www.niaid.nih.gov/topics/HIVAIDS/Understanding/Pages/

whatAreHIVADIS.aspx

4.  HIV/AIDS in The South Asian Region: Progress report 2010/ World

HealthOrganization. Availablefrom:http://www.searo.who.int/LinkFiles/HIV-

AIDS_HIV_report-2010-30Nov.pdf  

5. Raka Sudewi, A.A dkk.(2011). Infeksi Pada Sistem Saraf. Penerbit: PusatPenerbitan dan

Percetakan Unair. Bandung. 2011: 63

6. Verma, Ashok, & Mishra, Shri Kant. Spectrum of motor neuron disease withHIV-1

Infection[online].Update:2006.Availablefrom:http://www.annalsofian.org/article.asp?

issn=09722327;year=2006;volume=9;issue=2;spage=103;epage=109;aulast=Verma 

7. Pola Penyakit Saraf pada Penderita HIV/AIDS di RSUP Dr.Kariadi Semarang.Semarang.

2010. Available from:http://eprints.undip.ac.id/23633/1/Nurul_F.pdf

8. AIDS dan Upaya Penanggulangannya di Indonesia. USU Digital Library.2004. Available

from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3727/1/fkm-fazidah5.pdf

9. AIDS dan Upaya Penanggulangannya di Indonesia. USU Digital Library.2004. Available

from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3727/1/fkm-fazidah5.pdf 

10. Gilroy J. Basic Neurology. Mc Graw-Hill. 3rd edition. New York. 2000 : 482-90.

Page 29: HIV PADA PENYAKIT SARAF fixed jadi.doc

11. Belman Anita L,Maletic-Savatic Mirjana. Human Immunodeficiency Virus  and

Acquired Immunodeficiency Syndrome. In Textbook Clinical Neurology. Goetz.

2003:955-89.

12. Harrington Robert. Opportunistic Infection in HIV Disease. Best Practice Medicine.

Januari 2003.

13. Howard L. Weiner, dkk. AIDS dan system saraf. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC.

2001.