Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo Oleh : Fahdi Fahlevi NIM. 106051001761 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA/ 2013
Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah
Tempo
Oleh :
Fahdi Fahlevi
NIM. 106051001761
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA/ 2013
Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah
Tempo
Skripsi ini Diajukan Sebagai Syarat Kelulusan dan Untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana (S.Kom.I) di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ 2013
Oleh :
Fahdi Fahlevi
NIM. 106051001761
Dosen Pembimbing
Gun Gun Heryanto, M.Si
NIP. 19760812200501 1 005
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA/ 2012
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Mei 2013
Fahdi Fahlevi
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di
Majalah Tempo telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 18 Maret 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
Jakarta, 18 Maret 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Jumroni, M.Si Umi Musyarofah, MA
NIP. 19630515 1992031006 NIP. 19710816 1999703 2 002
Anggota,
Penguji I Penguji II
H. Zakaria, MA Prof. Andi Faisal Bakti, Ph.D
NIP. 197209072003121003 NIP. 19621231 198803 1 032
Pembimbing
Gun Gun Heryanto, M.Si
NIP. 19760812 200501 1 005
i
ABSTRAK
Fahdi Fahlevi
Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo
Pemberitaan Majalah Tempo pada bulan Februari membahas tentang kasus
penyerangan penganut Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Pada
proses penyusunan pemberitaan Ahmadiyah di Cikeusik, Majalah Tempo
mendapatkan sejumlah pengaruh intern dan ekstern organisasi media tersebut.
Terdapat hirarki pengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada
bulan Februari 2011. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Faktor apa saja
yang berpengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan
Februari? Metodologi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
metodologi kualitatif deskriptif dengan jenis studi kasus.
Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori hirarki pengaruh
yang dikembangkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori
hirarki pengaruh ini berbicara tentang bagaimana pengaruh internal dan eksternal
sebuah organisasi media mempengaruhi pemberitaan sebuah media. Pada teori
hirarki pengaruh terdapat beberapa tingkatan atau level yaitu level individu, level
rutinitas media, level organisasi media, level ekstra media dan level ideologi.
Diantara kelima level tersebut memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
Majalah Tempo Tempo didirikan pada tahun 1971, pada awal masa
pemerintahan Orde Baru. Para pendiri majalah ini seluruhnya adalah “angkatan
66”, yang pada masa itu bergabung dengan mahasiswa dan militer untuk
meruntuhkan pemerintahan Soekarno. Para wartawan muda itu diantaranya adalah
Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Bur Rasuanto, Cristianto Wibisono, Yusril
Djalinus dan Putu Wijaya yang pada akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan
Majalah Tempo.
Temuan pada penelitian adalah menunjukan bahwa pengaruh-pengaruh
pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo adalah kepada pengaruh secara
langsung dari level individu pekerja media atau dalam hal ini reporter yang
mencari data di lapangan mengenai Ahmadiyah dan pada pengaruh rutinitas
media yang direpresentasikan oleh rapat redaksi yang terjadi pada proses
penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo. Sedangkan pengaruh lain yang
berpengaruh adalah lebih kepada secara tidak langsung yaitu pengaruh organisasi
media yang mempengaruhi lewat dewan direksi yang berasal dari mantan
wartawan majalah Tempo, lalu dari pengaruh ekstra media yang dalam hal ini
adalah Aliansi Jurnalis Independen yang notabenenya banyak wartawan atau
pekerja Majalah Tempo yang bergabung denga organisasi ini dan yang tterkahir
adalah pengaruh melalui ideologi Majalah Tempo yang menjunjung nilai
demokrasi dan pluralisme.
Pengaruh-pengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada
bulan Februari menunjukan bahwa Majalah Tempo sebagai sebuah media yang
telah mapan dalam pengelolaan telah memiliki pola dalam proses pembentukan
sebuah pemberitaan dengan membentuk rutinitas media yang berpengaruh dalam
pemberitaan. Faktor individu menjadi cukup berpengaruh ketika dalam
pengambilan data dan angle pemberitaan Majalah Tempo.
ii
KATA PENGANTAR
Demi Dia yang bersumpah dengan waktu, alam semesta dan segala
keindahannya, saya sematkan puja dan puji untukNya. Dengan setetes cinta yang
tak berbanding, Dia kuatkan sendi-sendi perjuangan dan kesabaran dalam
mendayuh hidup ini. Semoga rasa syukur yang kurang ini, Engkau terima ya
Allah. BersamaMu, saya bulatkan tekad, luruskan niat dan sempurnahkan ikhtiar
untuk sebuah episode yang lebih bermakna.
Bagimu baginda Islam, saya haturkan shalawat untuk kemuliaan dan
ketangguhanmu. Risalah kenabianmu kini menjadi dambaan setiap ummat yang
menginginkan kedamaian dan ketenteraman hidup di dunia dan akhirat. Semoga
dengan bimbingan dan nasihatmu, saya menjadi muslim yang tangguh dan
bermanfaat bagi agama, bangsa dan sesama manusia. Engkaulah Muhammad
Rasulullah, saya bersaksi.
Terimakasih yang teristimewa saya persembahkan pada semua pihak yang
telah membantu kelancaran penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril
maupun materil. Tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Pada kesempatan ini, peneliti
menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Arif Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
3. Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pudek I Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
iii
4. Drs. H. Mahmud Jalal, M.A, Pudek II Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
5. Drs. Studi Rizal LK, M.A, Pudek III Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
6. Drs. Jumroni, M.Si, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
7. Umi Musyarofah, M.A, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
8. Gun Gun Heryanto, M.Si, dosen pembimbing yang senantiasa selalu
memberi pencerahan, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikan masukan tentang penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga
peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan.
10. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama
perkuliahan dan penelitian skripsi ini.
11. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku
literatur sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini.
12. Orangtuaku yang senantiasa menghaturkan selalu memanjatkan doa dan
bekerja keras untuk anaknya. Untuk almarhum nenekku Nyimas Nurhayah
dan tanteku Sautul Azani yang selalu memberikan kasih sayang kepadaku.
Kalianlah alasanku melakukan ini semua.
iv
13. Bapak Rahmat Baihaky, dosen yang telah membuka mata dan memberikan
pencerahan kepada saya, semoga dapat terus menumbuhkan tradisi kritis
pada mahasiswa FIDKOM.
14. Nuris Annisa, terima kasih karena pernah jadi cahaya kecil yang indah di
hidupku.
15. Sahabat karibku, Dany ”Begenk” Pratama, Andry ”Joey” Bakabon,
Edryanto ”Betot”, Edith Adinda Putri, Rafli Januar Ardian, Hasty
Wulandari, Kadek Adi dan Ajay. Semoga kita sukses bersama dan Take A
Cheese pasti akan jadi kenyataan kawan.
16. Kawan-kawan seperjuangan di kampus, Abdul Rohman, Aditia Rizal,
Kharisma Dimas Syuhada, Sirajudin Arrido, Rezki Puji Lestari, Sabir
Laluhu, David Noviardi, Aang Ibnu Sihab, Dany Permadi, Zainudin, Dirga
Maulana dan Shulhan Rumaru. Terima kasih karena telah menemani
proses ini bersama.
17. Teman-teman KPI A, B, C dan D angkatan 2006 yang senantiasa saling
berbagi dalam suka dan duka selama menjalani perkuliahan, serta selalu
memberikan dukungan dan nasihat positif. Semoga kesuksesan selalu
menjadi takdir kalian.
18. Kawan-kawan Garuda, Angga, Dzaly, Unyil, Iyung, Bongkeng, Kuro,
Togar, Budi, Bun-bun, Putri, Nunu. Semoga kalian selalu menjadi Garuda
yang gelisah dan tercerahkan. Terbang Tinggi Tak Lupa Bumi.
19. Pengurus BEM FIDKOM, pengurus BEMJ KPI, kawan-kawan kader HMI
Komfakda yang senantiasa selalu tercerahkan, kawan-kawan Logika yang
selalu kritis, kawan-kawan terutama Tapir, Tami, Gana, Aim, Dwi, Wilda,
v
Inna, Anis, Hasbul, Iqbal, Renita, Akmal, Abe, Lenny, Bonte, Sendy dan
Petruk.
20. Untuk seluruh staf dan kawan sekerja di Pusat Data dan Analisa TEMPO
(PDAT), Bang Mail, Bapak Suyatmin, Mbak Asih, Bang Bekti, Pak Pri,
Pak Dar dan kawan-kawan lainnya yang telah memberikan bantuan dalam
skripsi dan menularkan semangat pencerahan serta loyalitas tanpa batas
kepada TEMPO.
21. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini,
yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat,
peneliti ucapkan terima kasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah
dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas
segala kebaikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin.
Akhir kata, penelitian skripsi ini tentunya masih jauh dari sempurna,
namun diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan segenap
keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 20 Mei 2013
Fahdi Fahlevi
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATAPENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
LAMPIRAN .................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................. 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 10
D. Metodologi Penelitian ............................................................ 11
E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 14
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 14
BAB II KAJIAN TEORI
A. Teori Hirarki Pengaruh ......................................................... 16
1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media ........................ 17
a. Faktor Latar Belakang dan Karakteristik ................ 17
b. Faktor Nilai Nilai dan Kepercayaan ....................... 18
2. Level Rutinitas Media .................................................... 19
a. Audiens (consumer) ................................................. 19
b. Organisasi Media (processing) ............................... 20
c. Sumber Berita (supplier) .......................................... 21
3. Level Pengaruh Organisasi ............................................ 22
4. Level Pengaruh Luar Organisasi ..................................... 24
a. Sumber Berita ......................................................... 24
b. Pemasang Iklan ....................................................... 25
c. Kontrol Pemerintah ................................................. 25
d. Pangsa Pasar ............................................................ 26
5. Level Pengaruh Ideologi ................................................ 26
vii
a. Media dan Kontrol Sosial ....................................... 27
b. Kekuasaan dan Ideologi .......................................... 28
B. Konseptualisasi Media Massa ............................................... 29
1. Pengertian Media Massa ................................................ 29
2. Media Massa dan Komunikasi Massa ............................ 30
C. Konseptualisasi Berita ............................................................ 31
1. Definisi Berita ................................................................ 31
2. Kategori Berita ............................................................... 32
3. Nilai Berita ..................................................................... 33
BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO DAN JEMAAT
AHMADIYAH INDONESIA
A. Profil Majalah Tempo ............................................................ 35
1. Sejarah Bedirinya Majalah Tempo ................................. 35
2. Struktur Organisasi Majalah Tempo ............................... 37
3. Visi dan Misi Majalah Tempo ........................................ 38
B. Profil Jemaat Ahmadiyah Indonesia ...................................... 39
1. Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia ............................ 39
2. Peristiwa Kekerasan Terhadap Jemaat Ahmadiyah di
Cikeusik ......................................................................... 41
BAB IV HIRARKI PENGARUH PADA PEMBERITAAN AHMADIYAH
DI MAJALAH TEMPO
A. Pembahasan Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan
Majalah Tempo ...................................................................... 43
1. Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo ...... 43
a. Rapat Kompartemen ................................................ 44
b. Rapat Besar ............................................................. 45
c. Pencarian Data dan Bahan Berita ........................... 45
d. Rapat Redaksi dan Rapat Opini .............................. 46
e. Penulisan dan Penyuntingan Berita ........................ 47
viii
2. Konseptualisasi Hirarki Pengaruh Pemberitaan pada
Majalah Tempo ............................................................... 48
1. Level Individu ......................................................... 48
a. Reporter atauCalon reporter .............................. 49
b. Penulis ............................................................... 50
2. Level Rutinitas Media .............................................. 52
a. Sumber Berita (supplier) .................................. 52
b. Audiens (consumers) ........................................ 54
c. Pengolahan Pemberitaan (proccesing) .............. 58
3. Level Organisasi Media ........................................... 62
4. Level Ekstra Media .................................................. 70
5. Level Ideologi .......................................................... 76
B. Analisis Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah di
Majalah Tempo ..................................................................... 79
1. Pengaruh Level Individu Pada Pemberitaan Ahmadiyah
di Majalah Tempo ........................................................... 80
2. Level Pengaruh Rutinitas Media Pada Pemberitaan
Ahmadiyah di Majalah Tempo ...................................... 87
3. Level Pengaruh Media Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah
di Majalah Tempo ........................................................... 91
4. Level Pengaruh Luar Organisasi Media Pada Pemberitaan
Ahmadiyah di Maj alah Tempo ...................................... 94
5. Level Pengaruh Ideologi Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah
di Majalah tempo ............................................................ 101
C. Interpretasi Data .................................................................... 108
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 111
B. Saran ...................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 114
LAMPIRAN .................................................................................................... 116
ix
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
BAB II
1. Bagan 1 Teori hirarki pengaruh ........................................................... 16
BAB III
1. Bagan 1 Struktur Organisasi PT. Tempo Inti Media TBK ................... 38
BAB IV
1. Bagan 1 Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo .............. 44
2. Bagan 2 Pola Rutinitas Media ............................................................... 52
3. Gambar 1 Rubrik Surat Pada Majalah Tempo ......................................... 56
4. Tabel 1 Jenis Jenis Rapat Pada Majalah Tempo ................................. 59
5. Bagan 3 Struktur Organisasi PT. Tempo Inti Media TBK .................. 63
6. Grafik 1 Kepemilikan Saham PT. Tempo Inti Media ........................... 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Media pada dasarnya adalah saluran dimana seseorang dapat menyatakan
gagasan, isi jiwa atau kesadarannya atau dengan kata lain media adalah alat untuk
menyampaikan gagasan.1Media sebagai alat informasi menjadi sangat penting
pada kehidupan manusia sebagai mahluk sosial. Ini dikarenakan kebutuhan yang
besar dari masyarakat akan informasi. Informasi menjadi sesuatu yang sangat
berharga bagi masyarakat.
Media pun memiliki kegunaan yang lain yaitu untuk mengedukasi
masyarakat. Pemberitaan-pemberitaan kriminal contohnya dapat dijadikan alat
edukasi bagi masyarakat untuk tidak melakukan perbuatan kriminal. Media pun
dapat dijadikan sebagai penghibur bagi masyarakat. Sesuai dengan tiga fungsi dari
media yaitu untuk memberikan informasi, mendidik dan menghibur.
Dengan berkembangnya teknologi komunikasi ditandai dengan munculnya
internet, dapat memudahkan lagi masyarakat untuk mengakses informasi.Bahkan
masyarakat tidak hanya dapat mengakses informasi dengan mudah dan cepat tapi
juga dapat memberikan informasi. Dengan jejaring sosial seperti Facebook,
Twitter, Friendster dan sebagainya, masyarakat dapat berinteraksi sekaligus dapat
memberikan informasi sekaligus.
Perkembangan teknologi ini semakin mempermudah akses
informasi.Informasi yang dahulu sangat susah didapatkan, kini lebih mudah
1 Anwar Arifin, Opini Publik (Jakarta: Gramata Publishing, 2010) h 116
2
didapatkan dikarenakan kemajuan teknologi tersebut. Teknologi menurut
Marshall McLuhan (1964) adalah perpanjang dari kapasitas manusia.Alat dan
peralatan adalah perpanjangan dari kemampuan manusia, komputer adalah
perpanjangan dari otak dan media adalah teknologi yang memperpanjang persepsi
manusia..2
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh McLuhan dengan kemajuan
teknologi tersebut khususnya di bidang media, masyarakat mendapatkan banyak
kemudahan. Media seperti yang diungkapkan McLuhan adalah perpanjangan
persepsi manusia.
Kemudahan mengakses informasi selain karena karena perkembangan
teknologi komunikasi juga dikarenakan oleh faktor politik.Faktor politiknya
adalah karena rezim saat ini memberikan kebebasan sebesar-besarnya kepada
media.
Pasca pemerintahan Orde Baru media massa mendapatkan angin segar
kebebasan. Kebebasan pers yang dahulu pada masa pemerintahan Presiden
Soeharto mendapatkan banyak kekangan dari pemerintah pada saat itu, kini serasa
mendapatkan kebebasannya.Pasca reformasi kebebasan pers berkembang pesat
melampaui ruang dan waktu.3Media menjadi lebih leluasa untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat tanpa kekangan pemerintah.
Pada pemerintahan Orde baru untuk menerbitkan koran saja, pengusaha
media diwajibkan untuk melalui sensor pemerintah. Pada tahun 1982, Departemen
Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 Tahun 1984
tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah
2 Andrew Murphie dan John Potts, Culture and Technology (New York: Palgrave
Macmillan, 2003) h. 13 3 Rusman Ismail Mage, Industri Politik (Strategi Investasi Politik dalam Pasar
Demokrasi ), (Jakarta: RMBOOKS, 2009) h. 69
3
penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen Penerangan
akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat mudah
ditutup dan dibekukan kegiatannya.Pers yang mengkritik pembangunan dianggap
sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat ditutup
dengan cara dicabut SIUPP-nya.4
Kini setelah kebebasan pers yang telah dilaksanakan di Indonesia, telah
terjadi kebalikan yang sangat kontradiktif dibanding pada masa Orde Baru, media
menjadi lembaga yang sangat super dikarenakan media menjadi satu-satunya
penyampai informasi kepada masyarakat.Jika pada masa Orde Baru media sangat
dikekang, kini media dengan mudahnya membentuk opini di masyarakat.
Media massa memiliki kekuatan untuk menentukan isu apa saja yang
dapat untuk dibicarakan oleh masyarakat. Media membentuk kesadaran
masyarakat sesuai dengan apa yang disajikan oleh media tersebut. Memang
kadang masyarakat dapat memilih berita apa saja sesuai dengan pilhannya tapi
media tetap mengarahkan apa saja yang dijadikan diskursus.Kekuatan media
dalam mengarahkan kecendrungan-kecendrungan pada masyarakat ini tentunya
dipengaruhi lewat konten media sebagai medium untuk menentukan gagasan pada
masyarakat.Realitas yang dibentuk oleh media adalah realitas simbolik yang
dibentuk oleh media.Nyaris tidak ada realitas yang murni pada pemberitaan yang
dibentuk oleh media.Realitas yang ada pada media adalah realitas simbolik yang
dibentuk dan dimaknai kemudian didistribusikan ke masyarakat hingga akan
berpengaruh pada citra.
4Hady Nasution “Peranan pers dalam masyarakat demokrasi di Indonesia pada masa Orde
baru dan Reformasi” Artikel diakses pada 5 mei 2011 pukul 21.05 dari http://Shvoong.com.
4
Citra yang dibentuk oleh media pada awalnya hanya berupa realitas
simbolik yang dikonstruk oleh media, tetapi kemudian dapat ditafsirkan oleh
khalayak sebagai realitas yang murni.Realitas terkonstruk pada giliran selanjutnya
dijadikan opini publik.
Pembentukan opini publik menurut Hamad yang dikutip dari oleh Anwar
Arifin pada umumnya media melakukan tiga kegiatan sekaligus, yaitu (1)
menggunakan simbol-simbol (language of politic); (2) melaksanakan strategi
pengemasan pesan(framing strategies) dan (3) melakukan fungsi agenda setting
(agenda setting function).5Ketika melakukan langkah-langkah tersebut tentunya
media dipengaruhi oleh faktor-faktor internal,misalnya kepentingan politik
pengelola media, ideologi pengelola media.Bisa juga dipengaruhi oleh faktor
eksternal seperti tekanan pasar atau iklan dan atau pengaruh kekuatan politik yang
bisa dikatakan pemerintah atau partai politik.
Pengaruh-pengaruh internal dan eksternal kepada sebuah pemberitaan
media ini disebut sebagai teori Hirarki Pengaruh Media yang diperkenalkan oleh
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese.Pemberitaan yang dikeluarkan oleh
media dibentuk faktor internal dan eksternal.Faktor –faktor tersebut membentuk
muka berita yang dikonsumsi oleh masyarakat.Masyarakat dibentuk kesadarannya
sesuai dengan kepentingan media.
Menurut Shoemaker dan Reese faktor internal yang dapat mempengaruhi
pemberitaan dari sebuah media adalah faktor individual (individual level), faktor
rutinitas media (media routine level), faktor organisasi (organizational
5 Anwar Arifin, Opini Publik, h. 90
5
level).Faktor-faktor tersebutlah yang membentuk konten media dari internal media
itu sendiri.
Sedangkan faktor eksternal yang membentuk pemberitaan dari sebuah
media adalah faktor ekstra media (extra media level) dan faktor ideology
(ideology level).Dua faktor inilah yang dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah
media dari luar media tersebut.Contoh faktor dari ekstra media ini adalah seperti
intervensi pasar atau iklan yang membentuk pemberitaan.Sehingga media tidak
mungkin membuat pemberitaan yang bertentangan dengan kepentingan pasar
yang selama ini membiayai kehidupan media.
Level-level pada Teori Hirarki Pengaruh tersebut yang diperkenalkan oleh
Shoemaker dan Reesemempengaruhi pemberitaan oleh mediamassa. Seluruh
media massa seperti koran, radio, televisi dan majalah. Majalah Tempo adalah
salah satu media yang juga tidak luput dari teori Hirarki Pengaruh Media karena
prosespemberitaan Majalah Tempo melalui level-level tersebut.
Majalah Tempo yang telah berdiri sejak Rezim Orde yaitu pada bulan
April 1971 telah mengalami sepak terjang yang panjang dalam sejarah
bangsa.Sebagai media yang pernah dibredel oleh Rezim Orde Baru, Tempo telah
melewati masa pasang surut kebebasan pers. Tempo yang pada saat itu dibredel
karena pembredelan tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye partai
Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto,
yang notabene motor partai Golkar, tidak suka dengan berita
tersebut.6Pembredelan ini sebagai bukti kekritisan Majalah Tempo pada saat itu,
hingga saat ini pun masih menunjukan kekritsannya pada rezim saat ini.Kekritisan
6 Fahcrul Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo : Konflik dan Pemberedelan, artikel ini
diakses pada 31 Februari 2011 pukul 13.23 dari http;//id.Wikipedia.org/majalah tempo.
6
tersebut ditunjukan Majalah Tempo dalam banyaknya kritik-kritik kepada
kebijakan pemerintah saat ini.
Kekritisan Majalah Tempo juga ditunjukan ketika mengkritisi Surat
Keputusan bersama Tiga Menteri (SKB 3 Menteri) tentang nasib penganut aliran
Ahmadiyah.Tempo mengkritisi pemerintah melalui pemberitaannya mengenai
ketidak tegasan pemerintah yang justru menyulut kekerasan yang terjadi pada para
pemeluk aliran Ahmadiyah.Peristiwa yang terjadi di daerah Cikeusik, Kabupaten
Pandeglang Banten tersebut sendiri memakan korban tewas di kubu Ahmadiyah.
Penyerangan ini sendiri disinyalir dilakukan oleh kelompok Islam yang
menganggap bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat.
Ahmadiyah sendiri masuk Indonesia pada tahun 1920 yang dibawa oleh
tiga pemuda dari Sumatera Tawalib,suatu pesantren Islam di Sumatera Barat
meninggalkan negeri mereka untuk melanjutkan sekolah agama mereka. Mereka
adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini Dahlan.7
Ahmadiyah sendiri terbagi menjadi dua yaitu Ahmadiyah Qadian dan
AhmadiyahLahore.Kelompok pertama ialah "Ahmadiyya Muslim Jama'at" (atau
Ahmadiyah Qadian).Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi
bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953
(SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953).8
Kelompok kedua ialah "Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore"
(atau Ahmadiyah Lahore).Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk
organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan
7 Iwan Apriansyah “Berawal dari tiga pemuda Sumbar ke India” artikel ini diakses pada
1 Agustus 2011 pukul 21.50 dari http;//id.tribunnews.com/2011/01/15/berawal-dari-tiga-pemuda-
sumbar-ke-india 8Fandy Tarakan“Ahmadiyah” Artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 22.47 dari
http;//id.wikipedia/ahmadiyah.
7
Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930.Anggaran Dasar organisasi diumumkan
Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35.9
Kelompok yang dianggap sesat adalah kelompok yang pertama yaitu
kelompok Ahmadiyah Qadian, dikarenakan kelompok ini mempercayai bahwa
ada nabi setelah nabi Muhammad SAW yaitu Mirza Ghulam Ahmad.10
Keyakinan
kelompok ini tentunya ditentang oleh kelompok Islam lainnya di Indonesia yang
menganggap bahwa kepercayaan mereka menodai kepercayaan agama Islam yang
meyakini bahwa nabi terakhir adalah nabi Muhammad SAW. Kontroversi tentang
kelompok ini dimulai ketika MUI yang waktu itu dipimpin oleh Buya Hamka
mengeluarkan tentang fatwa sesat Ahmadiyah pada tahun 1984.11
Kontroversi ini berlanjut hingga kini yang berlanjut pada aksi kekerasan
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam yang mengklaim bahwa
Ahmadiyah adalah aliran sesat dan menyesatkan. Aksi-aksi kekerasan tersebut
diantaranya adalah penyerangan Kampus Mubarok di Parung, Bogor,
penyerangan Masjid Ahmadiyah di Kuningan dan yang terakhir terjadi adalah
penyerangan rumah komunitas Ahmadiyah di Cikeusik,Pandeglang, Banten.
Kasus terakhir ini disulut oleh keluarnya SKB tiga Menteri yang melarang
segala aktivitas keagamaan aliran Ahmadiyah.SKB ini seakan melegalkan
kekerasan yang dilakukan oleh golongan-golongan Islam tersebut.Bahkan SKB
ini menjadi dipolitisir oleh para pejabat daerah yang ingin menarik simpati warga
yang kontra dengan keberadaan Ahmadiyah.Menurut aktivis Aliansi Nasional
9 Fandy Tarakan, Ahmadiyah.
10Dildaar Ahmad“Kontroversi ajaran Ahmadiyah”Artikel ini diakses pada 1 Agustus
2011 pukul 22.47 dari http;//id.wikipedia/ahmadiyah. 11
Iwan Apriansyah, Berawal dari tiga pemuda Sumbar ke India.
8
Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Chandra Irawan SK ini adalah SK yang anti
Pancasila yang melegalkan pembantaian warganya oleh negara.12
Bahkan beberapa pejabat daerah juga mendukung SK tersebut seperti
contohnya yang dilakukan oleh gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah
yangmengatakan sebaiknya 1.120 Jemaah Ahmadiyah yang ada di propinsinya
segera bertobat dan insaf, dan yang lebih parah lagi yang dilakukan oleh Gubernur
Jawa Timur Soekarwo yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor
188/94/KPT/013/2011, menyatakan aktivitas Ahmadiyah di Jawa Timur dapat
memicu atau menyebabkan terganggunya keamanan di Jawa Timur, melarang
ajaran Ahmadiyah secara lisan tulisan maupun media elektronik, melarang
memasang papan nama pada masjid, musholah, lembaga pendidikan dan melarang
penggunaan atribut jemaah Ahmadiyah dalam segala bentuknya.13
Tentunya yang dilakukan oleh pejabat daerah ini adalah untuk menarik
simpati warganya dan mengamankan jabatannya agar tidak terjadi gejolak di
masyarakat padahal perilaku pejabat daerah ini justru memicu kekerasan yang
berlanjut pada aliran Ahmadiyahkarena perilaku para pejabat daerah seakan
menjadi pelegalan kekerasan terhadap Ahmadiyah.
Kasus demi kasus kekerasan yang terjadi pada pemeluk Ahmadiyah ini
seakan berlarut-larut dan menjadi isu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
negara.Begitu besar dampak kerugian yang dirasakan oleh para pemeluk
Ahmadiyah.Kasus ini terus berulang dan terjadi pembiaran-pembiaran yang
dilakukan oleh negara.
12
Chandra Dinata “Gus Dur dan pembelaan terhadap Ahmadiyah” artikel ini diakses
pada 2 September 2011 pada pukul 23.05 dari http;//gusdur.net/opini/detail 13
Chandra Dinata, Gus Dur dan pembelaan terhadap Ahmadiyah.
9
Saya melihat ada tiga hal yang yang menarik dari kasus Ahmadiyah yang
terjadi di negara ini, bahwa sebenarnya kasus demi kasus Ahmadiyah selalu
berulang dan seakan tidak ada solusi yang dapat menyelesaikan kasus kekerasan
terhadap warga Ahmadiyah ini.
Dan yang kedua adalah ternyata kasus ini sudah dipolitisir oleh pihak-
pihak yang memanfaatkan kasus Ahmadiyah. Para pejabat-pejabat daerah ynag
ingin menaikkan popularitasnya memanfaatkan kasus Ahmadiyah sebagai cara
untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Yang ketiga adalah pemberitaan dari media yang selalu menimbulkan pro
dan kontra tentang keberadaan Ahmadiyah. Bahkan pemberitaan dari media pun
dapat memberikan pencerahan terhadap masyarakat tentang Ahmadiyah di satu
sisi dan justru pemberitaan dari media dapat menyulut kekerasan terhadap warga
Ahmadiyah di sisi lain. Terlepas dari kepentingan apa yang ada di balik
pemberitaan sebuah media.
Ketertarikan saya pada kasus Ahmadiyah ini terletak pada posisi media
yang memberikan pemberitaan tentang Ahmadiyah dan apa saja sebenarnya yang
mempengaruhi pemberitaan tentang Ahmadiyah di media massa khususnya
majalah Tempo.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah saya susun di atas, maka
disusunlah skripsi ini dengan judul :“Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan
Ahmadiyah Di Majalah Tempo”
10
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada hal-hal :
a. Fokus penelitian ini adalah pada hirarki pengaruh yang berlangsung
pada sebuah pemberitaan di sebuah media.
b. Media massa yang digunakan sebagai objek penelitian adalah Majalah
Tempo.
c. Pemberitaan yang diteliti adalah tentang pemberitaan Ahmadiyah di
Majalah Tempo pada bulan Februari 2011.
2. Mengacu pada pembatasan masalah pada skripsi ini maka perumusan
masalah pada skripsi ini adalah :
Faktor apa saja yang berpengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di
Majalah Tempo ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui apa saja pengaruh-pengaruh pada pemberitaan
Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari.
Sedangkan manfaat penelitian yang hendak dicapai adalah:
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkuat
khasanah keilmuan komunikasi massa dengan pendekatan teori
hirarki pengaruh bagi civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
11
b. Manfaat Praktis : Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai pengaruh-pengaruh apa saja yang terjadi pada
sebuah pemberitaan di sebuah media terhadap masyarakat
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,
bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan
data. Pendekatan kualitatif menurut Kirk dan Miller bahwa penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun
dalam peristilahannya.14
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.15
Jenis metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus (case studies). Menurut John W. Creswell, studi kasus merupakan strategi
penyelidikan, dimana peneliti mengekplorasi secara mendalam terhadap sebagian
atau keseluruhan dari program, acara, aktivitas, maupun proses. Peneliti
mengumpulkan informasi secara rinci dengan menggunakan berbagai proses
pengumpulan data selama periode waktu yang berkelanjutan.16
14
Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2006), Cet ke 1, h 7. 15
Lexy J. Moeleng,Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1993), Cet ke 10, h 3. 16
John W. Creswell, Reserach Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches-3rd
ed (California, SAGE Publications Inc, 2009), h. 13.
12
Dalam penelitian ini, peneliti mengeksplorasi pengaruh-pengaruh yang
terjadi pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo.pada bulan Februari
2011.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara: Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan
memperkuat data, maka peneliti melakukan wawancarabebas
terpimpin (Semi Structured Interview) yaitu wawancara dengan
menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat
berupa daftar pertanyaan.17
Peneliti mewawancarai Reporter Majalah
Tempo, Redaktur Pelaksana Majalah Tempo, Redaktur Senior
Majalah Tempo dan Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
b. Dokumentasi: Peneliti melakukan dokumentasi
denganmengumpulkan data yang berasal dari buku-buku sebagai
referensiyang berkaitan dengan objek penelitian. Mempelajari,
menelaah dan mengkaji dokumen-dokumen tertulis yang terkait
dengan hirarki pengaruh media pada pemberitaan Ahmadiyah di
Majalah Tempo.Selain itu,ada pula penggunaan data-data yang
bersumber dari internet berupa artikel-artikel media massa, dan
laporan hasil penelitian lainnya.
c. Penelitian Partisipatoris: Peneliti melakukan magang di sumber data
yaitu Majalah Tempo. Pada magang tersebut peneliti menggali
keseharian yang terjadi dan jika terdapat kejadian yang berkaitan
17
Denzin, Norman K, Lincoln, Yvonna S, Handbook of Qualitative Research, Dariyanto
dkk (edisi terjemahan Indonesia.), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
13
dengan penelitian dan berpotensi menjadi data, peneliti melakukan
pencatatan.
3. Teknik Olah Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti
mengolahnya dengan melakukan editing atau memeriksa kejelasan dan
kelengkapan data, kemudian data dipelajari dan ditela’ah. Dalam
penelitian ini peneliti menampilkan data yang menampilkan pengaruh-
pengaruh yang terjadi pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo.
4. Model Analisis Data Kualitatif
Model analisis data kualitatif dalam penelitian dalam penelitian ini
menggunakan model analisis alir (flow model). Model analisis alir
Peneliti melakukan analisis data dengan analisis deskriptif, yaitu
dengan menganalisis setiap data atau fakta yang ditemukan melalui hasil
pengumpulan data, kemudian di deskripsikan secara konkret terkait
pengaruh-pengaruh yang terjadi pada pemberitaan Ahmadiyah di Majalah
Tempo.
5. Pedoman Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk,
14
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E. Tinjauan Pustaka
Peneliti telah melakukan tinjauan pada beberapa hasil penelitian
terdahulu di perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi maupun
di Perpustkaan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan ini. Peneliti
tidak menemukan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hirarki pengaruh
pemberitaan ahmadiyah di Majalah Tempo.namun ada penelitian yang berkaitan
dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Halimatus Syadiah, dengan skripsi yang berjudul “Hirarki Pengaruh Dalam Proses
Penyeleksian Berita Studi Pada Kebijakan Redaksi Liputan 6 SCTV”. Penelitian
tersebut bertujuanuntuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi si
berita liputan 6? Dan Bagaimana kebijakan redaksi liputan 6 terkait dengan
penyeleksian berita.
Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan perspektif
fenomenologi, sementara jenis penelitiannya adalah analisis deskriptif.Hasil dari
penelitian tersebut adalah setiap berita ternyata dipengaruhi sejumlah faktor yang
kemudian menjadi pertimbangan bagi redaksi untuk menayangkan atau tidak
berita tersebut.Faktor tersebut adalah individual pekerja media, faktor rutinitas
media, faktor organisasional, faktor ekstra media dan ideologi.
F. Sistematika Penulisan
15
Untuk lebih mudah memahami pembahasan pada penelitian skripsi ini,
maka klasifikasi permasalahan dibagi dalam lima bab, pada masing-masing bab
terdiri dari sub bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN yang mengabstraksi keseluruhan bahasan. Bab
ini memuat: latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI pada bab ini, membahas tentang kajian teoritis
dan konseptual yang memuat tentang: Teori Hirarki Pengaruh
Media Stephen D .Reese dan Pamela J. Shoemaker, konseptualisasi
media massa dan konseptualisasi berita.
BAB III PROFIL Majalah Tempo dan Profil Jemaat Ahmadiyah
Indonesia meliputi sejarah berdirinya Majalah Tempo, struktur
Majalah Tempo,visi dan misi Majalah Tempo, sejarah berdirinya
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Ajaran Jemaat Ahmadiyah
Indonesia.
BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS adalah penyajian dan
analisis data yang diperoleh dari Majalah Tempo terkait dengan
pengaruh-pengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah
BAB V PENUTUP adalah bagian yang berusaha menarik kesimpulan dan
saran dari seluruh masalah yang telah dibahas pada penulisan
skripsi ini.
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Teori Hirarki Pengaruh
Teori Hirarki Pengaruh isi media diperkenalkan oleh Pamela J
Shoemaker dan Stephen D. Reese.Teori ini menjelaskan tentang pengaruh
terhadap isi dari dari suatu pemberitaan media oleh pengaruh internal dan
eksternal. Shoemaker dan Reese membagi kepada beberapa level pengaruh
isi media. Yaitu pengaruh dari individu pekerja media (individual level),
pengaruh dari rutinitas media (media routines level), pengaruh dari organisasi
media (organizational level), pengaruh dari luar media (outside media level),
dan yang terakhir adalah pengaruh ideologi (ideology level).18
18
Pamela J Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York
,Longman Publisher : 1996) h. 60
individual level
media routines level
organization level
media routines level
ideological level
16
17
Asumsi dari teori ini adalah bagaimana isi pesan media yang disampaikan
kepada khalayak adalah hasil pengaruh dari kebijakan internal organisasi media
dan pengaruh dari eksternal media itu sendiri.Pengaruh internal pada konten
media sebenarnya berhubungan dengan kepentingan dari pemilik media, individu
wartawan sebagai pencari berita, rutinitas organisasi media.Sedangkan faktor
eksternal yang berpengaruh pada konten media berhubungan dengan para
pengiklan, pemerintah masyarakat dan faktor eksternal lainnya.Stephen D. Reese
mengemukakan bahwa isi pesan media atau agenda media merupakan hasil
tekanan yang berasal dari dalam dan luar organisasi media.19
1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media
Pemberitaan suatu media dan pembentukan konten media tidak terlepas
dari faktor individu seorang pencari berita atau jurnalis.Arah pemberitaan dan
unsur-unsur yang diberitakan tidak dapat dilepaskan dari seorang jurnalis. Pada
pembahasan kali ini kita akan mendiskusikan tentang potensi yang mempengaruhi
isi dari sebuah media massa dilihat dari faktor intra seorang jurnalis. Faktor-faktor
seperti faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media atau
jurnalis, perilaku,nilai dan kepercayaan dari seorang jurnalis dan yang terakhir
adalah orientasi dari seorang jurnalis.
a. Faktor Latar Belakang dan Karakteristik.
Faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media menurut
Shoemaker dan Reese dibentuk oleh beberapa faktor yaitu masalah gender atau
jenis kelamin dari jurnalis, etnis, orientasi seksual,faktor pendidikan dari sang
19
Stephen D. Reese, Setting the media’s Agenda: A power balance perspective(Beverly
Hills: Sage, 1991), h. 324
18
jurnalis dan dari golongan manakah jurnalis tersebut, orang kebanyakan atau
golongan elit.20
Faktor-faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media
tersebut sedikit banyak dapat mempengaruhi individu seorang jurnalis. Fokus kita
kali ini adalah faktor latar belakang dan karakteristik seorang jurnalis dilihat dari
segi pendidikan seorang jurnalis.Banyak perdebatan mengenai kompetensi
seorang jurnalis dilihat dari segi pendidikan.Ini dikarenakan tingkat intelektualitas
atau disiplin ilmu yang diambil seorang jurnalis ketika di bangku kuliah dapat
mempengaruhi pemberitaan sebuah media.
b. Faktor Nilai-nilai dan Kepercayaan.
Faktor kedua yang membentuk faktor individual adalah faktor
kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku pada seorang jurnalis.Faktor-faktor ini sangat
mempengaruhi sebuah pemberitaan yang dibentuk oleh seorang juranalis.Karena
segala pengalaman dan nilai-nilai yang didapatkan secara tidak langsung dapat
berefek pada pemberitaan yang dikonstruk oleh seorang jurnalis.Walaupun aspek
kepercayaan, nilai-nilai tidak bisa terlalu kuat membentuk efek kepada seorang
jurnalis dikarenakan kekuatan aspek organisasi dan rutinitas media yang lebih
kuat.21
Tampak jelasbahwa sikapbeberapakomunikator, nilai-nilai dan keyakinan
mempengaruhi beberapa konten setidaknya beberapa waktu, tetapi pernyataan
tersebut praktis tidak berharga. Ketika komunikator memiliki kekuasaan lebih atas
20
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 64 21
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 82
19
pesan mereka dan bekerja di bawah sedikit kendala, sikap pribadi mereka, nilai-
nilai dan keyakinan memiliki lebih banyak kesempatan untuk mempengaruhi isi.22
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Shoemaker dan Reese di atas
bahwa nilai, perilaku dan kepercayaan yang dianut oleh sang jurnalis sebagai
pencari berita tidak terlalu memberikan efek yang terlalu besar kepada sebuah
pemberitaan, dikarenakan kekuatan yang lebih besar dari level organisasi media
dan rutinitas media. Tetapi sedikit banyak faktor nilai, kepercayaan dan perilaku
dari sang jurnalis dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.
2. Level Rutinitas Media
Pada level ini mempelajari tentang efek pada pemberitaan dilihat dari sisi
rutinitas media. Rutinitas media adalah kebiasaan sebuah media dalam
pengemasan dan sebuah berita. Media rutin terbentuk oleh tiga unsur yang saling
berkaitan yaitu sumber berita ( suppliers ), organisasi media ( processor ), dan
audiens ( consumers ).23
Ketiga unsur ini saling berhubungan dan berkaitan dan
pada akhirnya membentuk rutinitas media yang membentuk pemberitaan pada
sebuah media.
a. Audiens ( Consumer )
Untuk mengupas tentang level rutinitas media, pertama-tama kita akan
membahas tentang unsur audiens. Unsur audiens ini turut berpengaruh pada level
media rutin, dikarenakan pemilihan sebuah berita yang akan ditampilkan sebuah
media yang pada gilirannya akan disampaikan pada audiens. Ketergantungan
media terhadap audiens yang akan menghasilkan keuntungan bagi media, turut
menjadi penyebab kenapa media sangat memperhatikan unsur audiens dalam
22
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 102 23
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 109
20
pemilihan berita. Jadi media sangat memperhatikan salah satunya adalah nilai
berita yang akan diberitakan sebuah media.24
Media juga mempunyai tugas dalam mengemas suatu pemberitaan menjadi
sebuah struktur cerita. Pada media cetak contohnya sebuah cerita pada media
cetak harus mudah dibaca ( readable ), foto pada sebuah berita harus memiliki
kaitan dengan sebuah cerita pada sebuah media cetak dan judul pada sebuah
headlineharus memberikan perhatian langsung audiens terhadap sebuah
pemberitaan. Sebuah cerita pada pemberitaan merepresentasikan proses rutinitas “
apa yang sedang terjadi” dan membimbing reporter untuk menentukan mana fakta
yang bisa ditransformasikan menjadi sebuah komoditas pemberitaan.25
Di sisi lain media pun diharuskan untuk selalu membuat pemberitaan yang
objektif, faktual dan terpercaya. Menurut Michael Schudson para reporter wajib
menghibur audiens di satu sisi dan memberikan pemberitaan yang faktual pada
satu sisi. Karena sebuah objektifitas pada sebuah media membantu sebuah media
melegitimasi dirinya.Ini berkaitan dengan kredibilitas sebuah media yang
membuat sebuah pemberitaan.26
Jadi pemberitaan sebuah media juga tidak selalu mengikuti apa kemauan
dari audiens tapi juga mengikuti fakta-fakta apa saja yang berkembang di
lapangan, dan inilah yang membentuk pembentuk pemberitaan sebuah media pada
unsur audiens di level media rutin.
b. Organisasi Media ( Proccesing )
Unsur selanjutnya yang membentuk level rutinitas media adalah organisasi
media atau pengolah pemberitaan ( proccesing ). Unsur yang paling berpengaruh
24
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 110 25
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 114 26
Michael Schudson , Discovering The News (New York: Basic Books, 1978) h. 78
21
pada organisasi media adalah editor media atau yang biasa disebut sebagai
“gatekeeper”.27
Editor pada setiap media adalah yang menetukan mana berita
yang layak untuk diterbitkan atau tidak. Hasil pencarian berita oleh wartawan
diputuskan oleh editor di meja redaksi.Jadi editor lah yang menetukan mana berita
yang layak terbit. Kebijakan dari editor lah yang menentukan rutinitas sebuah
media dalam menentukan pemberitaan.
c. Sumber Berita ( Suppliers )
Walaupun sumber berita tidak terlalu berdampak signifikan pada konten dari
sebuah media, tetapi ketergantungan sebuah media dengan sebuah berita sedikit
banyak dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan. Biasanya terjadi simbiosis
mutualisme antara antara sumber berita dengan media yang mencari berita.Sebuah
media mendapatkan bahan berita dengan mudah sedangkan sebuah lembaga
mendapatkan pencitraan yang baik tentang lembaganya.
Rutinitas dari sebuah media memiliki pengaruh yang penting pada
produksi isi simbolik. Mereka membentuk lingkungan dimana pekerja media
melaksanakan pekerjaannya.28
Dan pengaruh rutinitas ini berpengaruh secara
alami karena bersifat keseharian dan terkesan tidak memaksa pekerja media.
Rutinitas dari sebuah media memiliki pengaruh yang penting pada
produksi isi simbolik. Mereka membentuk lingkungan dimana pekerja media
melaksanakan pekerjaannya.29
Pengaruh rutinitas ini berpengaruh secara alami
karena bersifat keseharian dan terkesan tidak memaksa pekerja media.
27
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 117 28
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 137 29
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 137
22
3. Level Pengaruh Organisasi
Level ketiga dalam teori hirarki pengaruh media adalah level organisasi
media. Pada level ini kita akan membahas pengaruh organisasi pada sebuah
media kepada sebuah pemberitaan. Kita akan membahas seberapa kuat pengaruh
pada level organisasi ini pada sebuah pemberitaan. Level organisasi ini berkaitan
dengan struktur manajemen organisasi pada sebuah media, kebijakan sebuah
media dan tujuan sebuah media.
Berkaitan dengan level sebelumnya pada teori hirarki pengaruh yaitu level
individu dan level media rutin, level organisasi lebih berpengaruh dibanding
kedua level sebelumnya. Ini dikarenakan kebijakan terbesar dipegang oleh
pemilik media melalui editor pada sebuah media.Jadi penentu kebijakan pada
sebuah media dalam menentukan sebuah pemberitaan tetap dipegang oleh pemilik
media.Ketikatekanan datanguntuk mendorong, pekerja secara individu
danrutinitasmereka harustunduk padaorganisasi yang lebih besardantujuannya.30
Pengaruh dari organisasi level lebih besar dibandingkan dua level
sebelumnya dikarenakan berhubungan dengan sesuatu pengaruh yang lebih besar,
lebih rumit dan struktur yang lebih besar. Kebijakan dari pimpinan sebuah
organisasi media lebih kuat dibanding level yang lebih rendah yang meliputi
pekerja media dan rutinitas.
Dalam organisasi media ada tiga tingkatan umum. Lini depan karyawan,
seperti penulis, wartawan dan staf kreatif, mengumpulkan dan mengemas bahan
baku. Tingkat menengah terdiri dari manajer, editor, produser dan orang lain yang
mengkoordinasi proses dan memediasi komunikasi antara level bawah dan
30
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 140
23
levelatas yang mengeluarkan kebijakan organisasi. Eksekutif tingkat atas
perusahaan dan berita membuat kebijakan organisasi, anggaran yang ditetapkan,
membuat keputusan penting, melindungi kepentingan komersial dan politik
perusahaan dan bila perlu mempertahankan karyawan organisasi dari tekanan
luar.31
Semakin kompleksnya struktur organisasi pada sebuah media telah membuat
sistem kebijakan pada sebuah media menjadi semakin hirarkis.Sistem birokrasi
yang rumit antara pekerja media dengan para pemimpin media semakin
menghilangkan sisi sensitif antar pemimpin media dengan pekerjanya.Dan ini
adalah bentuk profesionalisme di dunia media.
Para pemimpin media tidak terlalu sering mengintervensi dan
mempengaruhi sebuah berita secara spesifik, tetapi terkadang jika sebuah media
mendapatkan intervensi dari sebuah institusi yang lebih berkuasa seperti
pemerintah, pemimpin media akan langsung mengintervensi pemberitaan. Bahkan
terkadang jika dibutuhkan atau mendesak, para pemimpin media terkadang
mengintervensi melalui kebijakannya walaupun merubah rutinitas sebuah media.
Walaupun level ini tidak terlalu dikaji lebih dalam teori hirarki pengaruh
media tetapi level organisasi pada teori ini memiliki banyak unsur yang harus
dikritisi, seperti stuktur organisasi media, kebijakan pada sebuah media dan
metode dalam menetapkan kebijakan.32
Ini dikarenakan kebijakan perusahaan
yang bersifat mengikat dan dapat mempengaruhi konten dari sebuah media.
Di satu sisi tujuan keuntungan untuk sebuah perusahaan turut
mempengaruhi konten dari sebuah media dan sifatnya mengikat pada pekerja
31
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 151 32
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 172
24
media yang mengharuskan pekerja media mencari pemberitaan yang
menguntungkan. Titik fokus level ini adalah pada pemilik atau pemimpin media
yang menentukan kebijakan sebuah media.
4. Level Pengaruh Luar Organisasi Media
Level keempat dalam Teori Hirarki Pengaruh Media adalah level pengaruh
dari luar organisasi media atau yang biasa disebut extra media level. Extra media
level sendiri adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal dari luar
organisasi media itu sendiri. Pengaruh-pengaruh dari media itu berasal dari
sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari pemerintah, pangsa pasar dan
teknologi.
a. Sumber Berita
Kita mulai pembahasan pengaruh extra media dari unsur sumber berita.
Sumber berita memiliki efek yang sangat besar pada konten sebuah media massa,
karena seorang jurnalis tidak bisa menyertakan pada laporan beritanya apa yang
mereka tidak tahu, contohnya adalah seorang jurnalis hampir tidak pernah menjadi
saksi mata sebuah kecelakaan pesawat. Hingga untuk mendapatkan sebuah berita
mereka mendapatkan informasi dari jurnalis lainnya, dari orang yang berada di
tempat kejadian, dari sumber resmi pemerintah dan polisi, dari petugas bandara
dan dari advokasi keselamatan konsumen; dan dari tiap individu memiliki sudut
pandang yang unik dan berbeda tentang apa yang terjadi.33
Contoh di atas menjelaskan bahwa media yang diberitakan oleh seorang
jurnalis dapat dibentuk oleh sumber berita.Karena sudut pandang yang berbeda
dari sumber berita itu sendiri. Bahkan kadang sumber berita juga bisa menjadi
33
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 178
25
bias bagi sebuah berita karena sumber berita juga bisa bohong terhadap seorang
jurnalis dalam sebuah wawancara.
b. Pemasang Iklan
Unsur selanjutnya dari level ekstra media adalah unsur pengiklan dan
pembaca. Unsur ini sangat berpengaruh dalam level ekstra media karena iklan dan
pembaca adalah penentu kelangsungan sebuah media, kedua unsur inilah yang
membiayai jalannya produksi dan sumber keuntungan dari sebuah media.
Menurut J. H. Altschull yang dikutip oleh Shoemaker dan Reese : “Sebuah konten
dari pers secara langsung berhubungan dengan kepentingan yang membiayai
sebuah pers. Sebuah pers diibaratkan sebagai peniup terompet, dan suara dari
teromper itu dikomposisikan oleh orang yang membiayai peniup terompet
tersebut. Ini bukti secara substansial bahwa isi dari media secara langsung
maupun tidak langsung dipengaruhi oleh pengiklan dan pembaca.34
Pengaruh pemasangan iklan juga terlihat pada isi media yang dirancang
sedemikian rupa sehingga memiliki pola-pola yang sama dengan pola konsumsi
target konsumen.35
Media dalam hal ini mencoba menyesuaikan pola yang
konsumen yang ingin dicapai oleh para pengiklan untuk mendapatkan keuntungan
sangat besar.
c. Kontrol Pemerintah
Unsur ketiga yang mempengaruhi konten pada pemberitaan sebuah media
adalah kontrol dari pemerintah. Pemerintah dapat mengkontrol pemberitaan
sebuah media jika bertentangan dengan kebijakan sebuah pemerintahan dalam
sebuah negara. Kontrol dari pemerintah biasanya berupa sebuah kebijakan
34
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 190 35
Morisan, dkk., Teori Komunikasi Massa (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010),h. 55
26
peraturan perundang-undangan atau dari lembaga negara seperti Kementerian atau
lembaga negara lainnya.
Penguasa atau pemerintah memberikan pengaruh besar kepada isi pesan
media.Kekuatan media dalam membentuk agenda publik sebagian tergantung
pada hubungan media bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika media memiliki
hubungan yang dekat dengan kelompok elit di pemerintahan, maka kelompok
tersebut akan mempengaruhi apa yang harus disampaikan oleh media.36
d. Pangsa Pasar
Unsur keempat yang mempengaruhi isi dari pemberitaan sebuah media
adalah pangsa pasar media. Media massa beroperasi secara primer pada pasar
yang komersil, dimana media harus berkompetisi dengan media lainnya untuk
mendapatkan perhatian dari pembaca dan pengiklan.37
Inilah yang membuat media
berlomba-lomba untuk mendapatkan keuntungan dari iklan dan pembaca lewat
konten dari media itu sendiri.
Komunitas media dimana media tersebut juga dapat mempengaruhi konten
dari media itu sendiri. Komunitas media adalah lingkungan dimana media tersebut
beroperasi, dan komunitas ekonomi tersebut sama seperti masalah sosial yang
dapat berefek terhadap media itu sendiri.38
5. Level Pengaruh Ideologi
Level yang terakhir pada teori Hirarki Pengaruh Pamela J. Shoemaker dan
Stephen D. Reese adalah level pengaruh ideologi pada konten media. Pada level
ini kita membahas ideologi yang diartikan sebagai kerangka berpikir tertentu yang
dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka
36
Morisan,Teori Komunikasi Massa, h. 48 37
Shoemaker and Reese,Mediating The Message h. 209 38
Shoemaker and Reese,Mediating The Message h. 211
27
menghadapinya. Berbeda dengan level pengaruh media sebelumnya yang tampak
konkret, level ideologi ini abstrak. Level ini berhubungan dengan konsepsi atau
posisi seseorang dalam menafsirkan realitas dalam sebuah media.
Pembahasan pada level ini adalah mempelajari hubungan antara
pembentukan sebuah konten media nilai-nilai, kepentingan dan relasi kuasa
media. Pada level ideologi ini kita melihat lebih dekat pada kekuatan di
masyarakat dan mempelajari bagaimana kekuatan yang bermain di luar media.
Kita berasumsi bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan,
dan kekuasaan yang menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak
netral.Tidak hanya berita tentang kelas yang berkuasa tetapi struktur berita agar
kejadian-kejadian diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa.39
Level ini berbicara lebih luas mengenai bagaimana kekuatan-kekuatan
yang bersifat abstrak seperti ide mempengaruhi sebuah media terutama ide kelas
yang berkuasa. Fokus pada level ini melihat lebih jauh bagaimana ideologi kelas
yang berkuasa mempengaruhi sebuah pemberitaan bukan dengan kepentingan
yang bersifat individu atau yang bersifat mikro tapi kepentingan kelas yang
berkuasa.
a. Media dan Kontrol Sosial
Media sebagai salah satu agen perubahan sosial, juga memiliki
kemampuan untuk memberikan penafsiran atau dapat mendefinisikan situasi yang
membuatnya memiliki kekuatan ideologi. Ini sangat berkaitan dengan hubungan
media dengan kekusaan, karena media dapat mentransmisikan bahasa yang dapat
melanggengkan kelompok yang berkuasa. Hegemoni dari ide-ide pun hanya dapat
39
Shoemaker and Reese,Mediating The Message h. 224
28
berjalan efektif dan menemukan kekuatannya tatkala ia menggunakan bahasa
hanya sebagai alat dominasi, sekaligus alat represif.40
Media memilki kekuasaan
ideologis sebagai mekanisme ideologi sosial dan fungsi kontrol sosial.
b. Kekuasaan dan Ideologi : Menurut Paradigma Marxis
Sebagaimana pandangan para pemikir Marxis klasik yang memandang
bahwa media sebagai alat bantu dari kelas yang dominan dan media menyebarkan
ideologi dari dorongan yang berkuasa dalam masyarakat dang dengan demikian
menindas golongan-golongan tertentu.41
Media memiliki andil besar dalam
menyalurkan gagasan-gagasan kelas yang dominan sebagai cara untuk mengusai
kelas yang tertindas. Situasi ini terjadi karena media memiliki kuasa di balik
media yang mempengaruhi sebuah pemberitaan.
Menurut John Thompson seperti yang dikutip oleh Shoemaker dan Reese,
ideologi berbicara tentang makna dalam pelayanannya kepada kekuasaan.Oleh
karena itu studi ideologi mengharuskan kita untuk menyelidiki cara di mana
makna dikonstruksi dan disampaikan oleh bentuk simbolik lewat berbagai
bentuk.42
Proses penyampaian secara simbolik makna yang dikuasai oleh kelas
berkuasa ini adalah melalui media.
Pada level seperti apa yang dijelaskan di atas lebih banyak mempelajari
relasi antar kuasa dan media melalui perspektif teori kritis. Kita akan melihat
bagaimana media membentuk kesadaran pada khalayak dan menciptakan ide-ide
palsu melalui proses simbolik. Fokus kajian kritis media adalah pada kelas
dominan yang memanfaatkan media untuk memanipulasi kesadaran khalayak atau
40
Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi kiri (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) h. 24 41
Stephen W. Littlejohn and Karen A. Foss,Theories of Human Communication,9th
ed.
(Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009) h. 432 42
Shoemaker and Reese,Mediating The Message h. 228
29
individu.Hal ini dilakukan dengan memanipulasi gambaran dan simbol untuk
kepentingan kelompok yang dominan.
B. Konseptualisasi Media Massa
1. Pengertian Media Massa
Menurut Denis McQuail seperti yang dikutip oleh Morissan media massa
adalah alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai skala, mulai dari skala
terbatas hingga dapat mencapai dan melibatkan siapa saja di masyarakat dengan
skala yang sangat luas. Istilah media massa ini mengacu kepada sejumlah media
yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu dan tetap dipergunakan hingga saat
ini, seperti seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, internet dan lain-
lainnya.43
Media massa sebagai alat atau teknologi dalam menyampaikan pesan pada
proses komunikasi massa memiliki kemampuan dalam mencapai berbagai skala
meliputi skala yang luas maupun terbatas. Definisi lain tentang media massa
dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat yaitu jenis media yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim sehingga pesan yang
sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.44
Khalayak dalam penerimaan pesan melalui media massa bersifat heterogen
karena khalayak yang dituju sangat luas hingga bersifat heterogen. Pesan yang
disampaikan pun bersifat sama kepada seluruh khalayak sehingga tidak terjadi
perbedaan dalam pesan yang disampaikan kepada khalayak. Menarik kesimpulan
tentang definisi media massa yang disampaikan oleh dua tokoh di atas, media
massa adalah alat untuk menyampaikan pesan dalam proses komunikasi massa
43
Morissan,Teori Komunikasi Massa, h. 1 44
Jalalludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001)
h. 36
30
kepada khalayak yang sangat luas, heterogen dan anonim dalam waktu yang
serentak dan dengan skala yang luas.
2. Media Massa dan Komunikasi Massa
Sebagai medium atau teknologi yang mendukung proses komunikasi
massa, media massa memiliki andil besar dalam proses penyaluran komunikasi
massa. Semakin majunya teknologi media turut mempermudah proses komunikasi
massa. Menurut Littlejohn dan Foss komunikasi massa sendiri memiliki definisi
proses yang dilakukan oleh perorangan, kelompok masyarakat atau organisasi
besar yang membuat dan mentransimisikan pesan melalui medium kepada
masyarakat luas dan heterogen. Proses feedback dalam proses komunikasi massa
pun bersifat tertunda dan secara tidak langsung.45
Dalam definisi tersebut
menjelaskan bahwa proses komunikasi massa tidak akan berlangsung tanpa
bantuan medium atau dalam konteks ini adalah media massa.
Menurut Harold Lasswell fungsi utama media massa adalah pengamatan,
hubungan dan transmisi. Oleh sebab itu yang penting dalam komunikasi massa
adalah media itu sendiri. Organisasi media menyebarkan pesan yang
mempengaruhi dan menggambarkan budaya masyarakat dan media memberikan
informasi kepda audiens yang heterogen, menjadikan media sebagai bagian dari
kekuatan institusi masyarakat46
Betapa besar peran yang dimiliki media dalam proses komunikasi massa
dan kehidupan manusia sehingga seorang pemikir seperti Marshall Mcluhan
mengagas teori technological determinism. Technological determinism meyatakan
45
Stephen Littlejohn and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication Theory
(California: Sage Publication,2009) h. 623 46
Littlejohn and Foss, Theories of Human Communication, h. 407
31
teknologi seperti media massa memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
masyarakat atau dengan kata lain, kehidupan manusia ditentukan oleh teknologi.47
Lahirnya media baru seperti internet turut membantu proses komunikasi
massa menjadi lebih cepat dan memberikan jangkauan yang lebih luas dalam
proses transmisi pesan kepada khalayak. Menurut pandangan Paul Levy internet
sebagai sebuah lingkungan informasi yang terbuka, fleksibel dan dinamis, yang
memungkinkan manusia mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru dan
juga terlibat dalam dunia yang demokratis.48
Kehadiran internet dengan berbagai
keunggulannya turut mendorong adanya media massa yang demokratis karena
proses penyampaian informasi tidak hanya dimonopoli satu institusi tapi dapat
dilakukan oleh perseorangan. Lahirnya new media sangat memberikan perubahan
yang besar dalam proses komunikasi massa.
C. Konseptualisasi Berita
1. Definisi Berita
Sebuah berita adalah hal yang sangat tidak bisa dipisahkan dengan media
massa. Menurut Paul De Massener yang dikutip oleh A.S Haris Sumadiria, berita
adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khalayak
pendengar.49
Faktor seberapa penting sebuah berita pada sebuah masyarakat pun
menjadi faktor penting pada sebuah pemberitaan. Selain itu kebutuhan akan
sebuah informasi pun dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.
Definisi lain tentang berita dikemukakan oleh Dean M. Lyle Spencer,
berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian
47
Morissan,Teori Komunikasi Massa, h. 31 48
Littlejohn and Foss, Theories of Human Communication, h. 415 49
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung, Simbiosa Rekatama Media:
2006) hlm 64
32
sebagian besar pembaca.50
Seperti yang saya sebutkan di atas sebuah berita harus
menarik perhatian pembaca, maka pengemasan sebuah pemberitaan pun sangat
penting karena dapat menarik minat perhatian dari pembaca.
Hal ini diperkuat oleh William S. Maulsby yang mendefinisikan berita
sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang
penting dan baru terjadi.51
Berita adalah penuturan secara benar sesuai fakta tetapi
tidak memihak, dalam artian berita harus keberimbangan faktor keberimbangan
sebuah berita dalam kontennya. Di sisi lain faktor kebaruan sebuah berita pun
berpengaruh dalam sebuah pemberitaan, karena sisi menarik dari sebuah berita
adalah kebaruannya.
AS Haris Sumadiria menarik kesimpulan definisi berita dari definisi-
definisi yang dikemukakan di atas, menurutnya definisi berita adalah laporan
tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting
bagi sebagian besar khalayak, melalui berbagai media secara berkala seperti surat
kabar, radio, televisi atau media on line seperti internet.52
2. Kategori Berita
Berita dapat dikategorikan menjadi dua yaitu soft news dan hard news.
Pengertian dari hard news adalah berita yang punya arti penting bagi banyak
pembaca, pendengar dan pemirsa karena biasanya berisi kejadian yang terkini
yang baru saja terjadi atau akan terjadi di pemerintahan, politik, hubungan luar
50
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung, Simbiosa Rekatama Media:
2006) hlm 64 51
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, hlm 64 52
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, hlm 65
33
negeri, pendidikan, ketenagakerjaan, agama, pengadilan, pasar finansial dan
sebagainya.53
Berita hard news memiliki arti penting karena isi dari berita tersebut berisi
kejadian-kejadian yang memiliki efek bagi orang banyak. Hard news walaupun
memiliki arti yang penting, karena isinya kurang menarik bagi banyak orang dan
mengikuti perkembangan beritanya setiap hari.54
Selanjutnya adalah pengertian dari soft news, soft news adalah berita
ringan, biasanya kurang penting karena isinya menghibur, walau kadang juga
memberi informasi penting. Berita jenis ini sering kali bukan berita terbaru. Di
dalamnya memuat berita human interest atau jenis rubrik feature.55
Konten dari
berita ini lebih ringan daripada hard news karena hanya berisi berita yang
menghibur dan tidak membutuhkan keseriusan dalam membacanya.
3. Nilai Berita
Dalam pengemasan sebuah berita sebuah media harus mempertimbangkan
faktor nilai berita dalam pemberitaannya.Menurut Downie Jr dan Kaiser nilai
berita adalah kriteria dalam menyeleksi berita.56
Nilai Berita (News Value) adalah
unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah berita yang dapat menarik perhatian
khalayak pembaca atau pemirsa.57
Menurut Reese ada beberapa nilai berita yaitu faktor pentingnya sebuah
pemberitaan (Importance), faktor kemanusiaan (Human interest), faktor konflik
atau kontroversi pada sebuah pemberitaan (conflict/controversy), faktor
53
Tom E. Rolnicki, Pengantar dasar jurnalisme (Bandung: Rosda Karya,2004) h. 2 54
Tom E. Rolnicki, Pengantar dasar jurnalisme, h. 3 55
Tom E. Rolnicki, Pengantar dasar jurnalisme, h. 3 56
Hikmat kusumaningrat, Jurnalistik, Teori dan Praktik,. h. 58 57
Asep Yudha Wirajaya, Nilai Berita, artikel ini diakses pada 21 Agustus 2011 dari
http://www.Pelitaku.com/index/nila-berita
34
ketidakbiasan sebuah berita yang diberitakan (the unusual), faktor keaktualan
sebuah berita (timeliness), dan terakhir faktor kedekatan sebuah pemberitaan
dengan audiens (proximity).58
58
Shoemaker and Reese,Mediating The Message, h. 111
35
BAB III
GAMBARAN UMUM
MAJALAH TEMPO DAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
A. Profil Majalah TEMPO
1. Sejarah Berdirinya Majalah TEMPO
Tempo didirikan pada tahun 1971, pada awal masa pemerintahan Orde
Baru.Para pendiri majalah ini seluruhnya adalah “angkatan 66”, yang pada masa
itu bergabung dengan mahasiswa dan militer untuk meruntuhkan pemerintahan
Soekarno.59
Para wartawan muda itu diantaranya adalah Goenawan Mohamad,
Fikri Jufri, Bur Rasuanto, Cristianto Wibisono, Yusril Djalinus dan Putu Wijaya
yang pada akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan Majalah Tempo. Sebagai
kantor mereka menjadikan satu blok gedung di jalan Senin Raya nomor 83,
Jakarta Pusat. Pada tanggal 6 maret 1971, terbitan perdana Tempo kemudian
dilahirkan dengan Yayasan Jaya Raya sebagai penerbitnya.60
Yayasan Jaya Raya
yang memilki hubungan kerjasama dengan Tempo sendiri adalah bagian dari
Grup Pembangunan Jaya yang dimilki oleh pengusaha Ciputra.61
Edisi pertama Tempo laku sekira 10.000 eksemplar. Disusul edisi kedua
yang laku sekira 15.000 eksemplar..Selanjutnya, oplah MajalahTempoterus
meningkat pesat hingga pada tahun ke-10, penjualan Tempo mencapai sekira
100.000 eksemplar.62
59
Janet Steele, Wars Within : The Story of Tempo an Independent Magazine in
Soeharto’s Indonesia , (Jakarta, Equinox Publishing Indonesia:2005) h. 3 60
Fahcrul Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo : Konflik dan Pemberedelan, artikel ini
diakses pada 31 Februari 2011 pukul 13.23 dari http;//id.Wikipedia.org/majalah-tempo 61
Janet Steele, Wars Within, h. 61 62
Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan
35
36
Pada 12 April 1982, di usia yang ke-12 tahun, Tempo dibredel oleh
Departemen Penerangan melalui surat yang dikeluarkan oleh Ali Moertopo
(Menteri Penerangan). Tempo dianggap telah melanggar kode etik pers. Ide
pembredelan itu sendiri datang dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang
saat itu dipimpin oleh Harmoko, wartawan harian Pos Kota.63
Pembredelan
tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye partai Golkar di Lapangan
Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto, yang notabene motor
partai Golkar, tidak suka dengan berita tersebut.64
Pada Juni 1994, Majalah Tempo memberitakan kisah tentang pembelian
39 kapal perang bekas dari Jerman Timur oleh Pemerintah Orde Baru. Kisah
terfokus pada harga pembelian kapal perang tersebut, dan mengungkap konflik
antara Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie dan Menteri Keuangan Mar”ie
Muhammad. Karena pemberitaan ini Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)
Majalah Tempo dicabut oleh Menteri Penerangan Harmoko, karena pemberitaan
tersebut dianggap sebagai penggangu stabilitas Pers Pancasila.65
Jatuhnya Presiden Soeharto pada reformasi 21 Mei 1998 dan naiknya B.J
Habibie sebagai Presiden memberi angin segar bagi masa depan Majalah Tempo.
Presiden kala itu B.J Habibie mencabut pembredelan Tempo dan mengizinkannya
untuk terbit kembali.Pada tanggal 6 Oktober 1998 Majalah Tempo terbit setelah
bredel dicabut.66
63
Janet Steele, Wars Within, h. 107 64
Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan 65
Janet Steele, Wars Within, h. 234 66
Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan
37
2. Struktur Organisasi Majalah Tempo
Struktur organisasi Majalah Tempo terdiri dari :
1. Komisaris
2. Direksi
3. Biro SIM
4. Corporate Secretary
5. Departemen Produksi
6. Redaktur Majalah
7. Redaktur Pelaksana
8. Penanggung Jawab Rubrik
9. Redaktur Bahasa
10. News Desk
38
Sumber: Pusat Data dan Analisa TEMPO (PDAT)
3. Visi Dan Misi Majalah Tempo
a. Visi.
Menjadi acuan dalam proses memingkatkan kebebasan rakyat untuk
berfikir dan mengutarakan pendapat serta membangun suatu masyarakat yang
menghargai kecerdasan dan kebebasan berpendapat.
b. Misi
1. Menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia yang
menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda.
39
2. Sebuah produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan kekuasaan
modal dan politik.
3. Terus menerus meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa, dan
terampil visual yang baik.
4. Sebuah karya yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode etik.
5. Menjadikan tempat kerja yang mencerminkan Indonesia yang beragam
sesuai kemajuam jaman.
6. Sebuah proses kerja yang menghargai kemitraan dari semua sektor.
7. Menjadi lahan yang subur bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkaya
khasanah artistik dan intelektual.
B. Profil Jemaat Ahmadiyah Indonesia
1. Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Ahmadiyyah adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh
Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang
bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku
sebagai Mujaddid.Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau
Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok.Pengikut kelompok ini di
Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia.67
Ahmadiyah sendiri masuk Indonesia pada tahun 1920 yang dibawa oleh
tiga pemuda dari Sumatera Tawalib, suatu pesantren Islam di Sumatera Barat
67
Fandy Tarakan“Ahmadiyah” Artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 22.47 dari
http;//id.wikipedia/ahmadiyah.
40
meninggalkan negeri mereka untuk melanjutkan sekolah agama mereka. Mereka
adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm) Zaini
Dahlan.68
Ketiga pemuda Indonesia itu melanjutkan studi mereka di Madrasah
Ahmadiyah.Tidak lama kemudian mereka merasa perlu membagi berkat karunia
Tuhan yang telah mereka terima itu dengan rekan-rekan mereka di Sumatera
Tawalib.Mereka mengundang rekan-rekan pelajar mereka di Sumatera Tawalib
untuk belajar di Qadian.
Dua tahun setelah peristiwa itu, para pelajar Indonesia menginginkan agar
Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan
(alm) Haji Mahmud - juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab.
Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul Masih II r.a..Ia meyakinkan
bahwa meskipun beliau sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia, beliau akan
mengirim wakil beliau ke Indonesia. Kemudian, (alm) Maulana Rahmat Ali
HAOT dikirim sebagai muballigh ke Indonesia sebagai pemenuhannya.Tanggal
17 Agustus 1925, Maulana Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih
II r.a berangkat dari Qadian.Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana
Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan, Aceh.69
Periode 1980-an adalah periode perjuangan sekaligus penekanan dari
pemerintah dan para ulama. Banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh
massa. Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan kepada pemerintah untuk
menyatakan Ahmadiyah sebagai non-Islam.Banyak Ahmadi yang menderita
68
Iwan Apriansyah “Berawal dari tiga pemuda Sumbar ke India” artikel ini diakses pada
1 Agustus 2011 pukul 21.50 dari http;//id.tribunnews.com/2011/01/15/berawal-dari-tiga-pemuda-
sumbar-ke-india 69
Nadri Saadudin, Mengundang Ahmadiyah Ke Indonesia, artikel diakses pada 10 Mei
2011 dari http://www.thepersecution.org/index/indonesia/mengundang-ahmadiya-ke-indonesia
41
serangan secara fisik.Selanjutnya MUI menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran
sesat.70
Tahun 2000 warga Ahmadiyah berhasil menggapai mimpi lamanya untuk
mendatangkan pimpinan Ahmadiyah internasional yang berkedudukan di London,
Inggris, ke Indonesia. Tahun 2005, MUI menegaskan kembali fatwa sesat kepada
Ahmadiyah. Akibatnya, banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa.
Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik.Atas nama
Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung
pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang
memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya
yang bertentangan dengan Islam.71
2. Peristiwa Kekerasan Terhadap Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik
Pada hari minggu tanggal 6 Februari 2011 tepatnya pada pukul 10.45 WIB
sebuah peristiwa berdarah kembali terjadi.Peristiwa yang berlokasi di desa
Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten ini adalah
peristiwa bentrokan antara warga dengan para penganut Jemaat Ahmadiyah.
Bentrokan ini mengakibatkan 3 orang tewas dan 6 orang lainnya terluka.72
Menurut sudut pandang Lukman seorang tokoh masyarakat dari Cikeusik
peristiwa berdarah ini dipicu oleh sekeliompok masyarakat yang menginginkan
70
Iwan Apriansyah, Dibantai DI/TII Hingga Peristiwa Cikeusik, artikel ini diakses pada 1
Agustus 2011 pukul 21.15 dari http://www.tribunnews.com/2011/11/15/Dibantai-DI-TII-Hingga-
Peristiwa-Cikeusik 71
Iwan Apriansyah, Dibantai DI/TII Hingga Peristiwa Cikeusik. 72
Agung Sedayu, Pasca Bentrok Ahmadiyah, Cikeusik Mencekam, artikel ini diakses
pada 4 September 2011 dari http;//www.tempointeraktif/nasional
42
agar Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik pimpinan Parman membubarkan diri.Namun
saat massa tiba, puluhan Jamaah Ahmadiyah yang berada di rumah Parman sudah
siap dan mereka membawa berbagai jenis senjata tajam, seperti samurai, parang
dan tombak. Sesaat kemudian, kata Lukman, salah seorang anggota Jamaah
Ahmadiyah membacok lengan kanan Sarta hingga nyaris putus.73
Namun pernyataan tersebut ditentang oleh juru bicara Jemaat Ahmadiyah
Indonesia, Ahmad Mubarik, yang menyatakan jumlah anggota Ahmadiyah di
wilayah Cikeusik, Pandeglang, sangat sedikit.Karena itu, dia membantah tuduhan
bahwa anggota Ahmadiyah telah menantang warga sekitar, sehingga terjadi
bentrokan.74
Juru bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia ini berasumsi bahwa tidak
mungkin bertindak memprovokasi atau menantang karena pada saat kejadian
jumlah mereka hanya sedikit dibanding warga yang menyerang.
Terlepas dari pihak mana yang memulai pertikaian ini, peristiwa ini
tentunya sangat disayangkan. Ketika proses perdamaian antar pemeluk agama
atau antar aliran kepercayaan sedang dilaksanakan justru kasus ini kembali
bergejolak. Peristiwa yang menelan tiga korban yang tewas dan lima orang luka-
luka ini seakan kembali membakar kembali pertikaian antar umat beragama.
Kasus ini menjadi perhatian serius semua pihak karena berkaitan dengan
kebebasan memeluk agama dan pelanggaran HAM karena berhubungan dengan
tindak kekerasan yang dilakukan oleh warga Cikeusik terhadap warga
Ahmadiyah.
73
Poernomo G. Ridho, Enam Jamaah Ahmadiyah Tewas Diserang Warga Cikeusik,
artikel ini diakses pada 4 September 2011 dari http;//www.tempointeraktif/nasional 74
Wasiul Ulum, Ahmadiyah: Tidak Mungkin Kami Menentang, artikel ini diakses pada 4
September 2011 dari http;//www.tempointeraktif/nasional
43
BAB IV
Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo
A. Pembahasan Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Majalah Tempo
Majalah Tempo adalah sebuah media yang telah berdiri cukup lama yaitu
sejak tahun 1971 dan dibredel hingga dua kali yaitu pada tahun 1982 dan pada
puncaknya yaitu pada tahun 1994 oleh pemerintah Orde Baru (Orba) dibawah
pimpinan Presiden Soeharto.75
Proses perjalanan panjang yang dilalui Majalah
Tempo turut memberikan pengaruh pada pemberitaan Majalah Tempo.
Proses pemberitaan pada Majalah Tempo dipengaruhi oleh Hirarki
Pengaruh. Hirarki Pengaruh itu sendiri terdiri dari beberapa level yaitu level
individu, level rutinitas media, level organisasi, level ekstra media dan level
ideologi.76
Teori Hirarki Pengaruh mengalami proses dan koseptualisasi terhadap
pemberitaan yang dibuat oleh Majalah Tempo.
Sebelum masuk kepada tataran level hirarki pengaruh pada pemberitaan di
Majalah Tempo, saya akan mencoba menjelaskan proses penyusunan pemberitaan
di Majalah Tempo.
1. Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo
Proses penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo terdiri atas
beberapa tahap. Tahap itu terdiri dari proses rapat kompartemen lalu rapat besar
dilanjutkan kepada proses pencarian bahan atau data yang dibutuhkan dilanjutkan
kepada rapat opini dan rapat redaksi dan yang terakhir adalah tahap penyuntingan
75
Janet Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s
Indonesia (Singapore ,Institute of Southeast Asian Studies : 2005) h. xii 76
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 60
43
44
dan penulisan. Berikut adalah tahap demi tahap proses penyusunan di Majalah
Tempo.
Bagan 1.
Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo
Dari pola di atas dapat dijelaskan :
a. Rapat Kompartemen. 77
78
Rapat Kompartemen adalah rapat para anggota kompartemen.
Kompartemen sendiri adalah bagian atau rubrik pada Majalah Tempo sesuai
dengan konsen yang dibahas pada Majalah Tempo.Rapat kompartemen biasa
diadakan pada hari Senin. Rapat kompartemen terdiri dari reporter dan penulis
dalam satu kompartemen. Rapat kompartemen sendiri adalah untuk menentukan
angel awal dari sebuah pemberitaan dan pemberitaan apa yang diberitakan oleh
dalam satu rubrik di Majalah Tempo.Anggota kompartemen masing-masing
membawa usulan kemudian dirapatkan dan disaring di rapat kompartemen. Para
anggota kompartemen mengajukan isu apa yang diangkat untuk menjadi
pemberitaan di Majalah Tempo. Hasil dari rapat kompartemen akan diajukan pada
rapat besar.Di Majalah Tempo sendiri terdapat beberapa kompartemen yaitu
77
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 78
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
Rapat Kompartemen
Rapat Besar Pencarian
Bahan Pemberitaan
Rapat Redaksi dan Rapat
Opini
Penulisan dan Penyuntingan
Berita
45
kompartemen nasional, kompartemen ekonomi dan bisnis, kompartemen sains,
kompartemen gaya hidup.
b. Rapat Besar. 79
Rapat besar dihadiri semua elemen divisi redaksi Majalah Tempo yaitu
reporter, penulis, redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior,
pemimpin redaksi, redaktur bahasa dan redaktur foto. Rapat besar dilaksanakan
setiap hari senin. Pada rapat tersebut disampaikan apa saja temuan-temuan
awalnya lalu dibahas dan disetujui pada rapat, kemudian diputuskan bahan-bahan
apa saja yang perlu digali. Pada rapat ini angel sebuah pemberitaan kemudian
dipertajam lagi melalui proses musyawarah antara reporter dengan para redaktur
yaitu mulai dari pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur senior dan
redaktur eksekutif. Setelah rapat besar ini menghasilkan keputusan untuk
menugaskan reporter dan fotografer untuk terjunlangsung ke lapangan untuk
mencari data.
c. Pencarian Data dan Bahan Pemberitaan.80
Pada proses ini reporter atau calon reporter dan fotografer ditugaskan
untuk mengumpulkan bahan untuk sebuah pemberitaan di lapangan. Data-data
yang dicari dan dikumpulkan sesuai dengan mandat dari rapat besar yang
dilakukan sebelum proses ini. Pada konteks Majalah Tempo biasanya sebuah data
dapat diangkat menjadi kelengkapan sebuah berita, jika telah mencapai tujuh
puluh atau delapan puluh persen. Jika data hanya sampai lima puluh persen,
pemberitaan bisa diganti dengan berita lain yang lebih mencukupi kelengkapan
79
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 80
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
46
data. Data juga tidak hanya didapatkan di lapangan tapi juga didapatkan pada
divisi Pusat Data dan Analisa Tempo (PDAT).
d. Rapat Redaksi dan Rapat Opini. 81
82
Rapat Redaksi dan Rapat Opini biasa dilakukan pada hari Rabu, kedua
rapat dilaksanaan bersamaan tetapi dengan tema yang berbeda. Rapat ini dihadiri
olehdihadiri semua elemen divisi redaksi Majalah Tempo yaitu reporter, penulis,
redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior, pemimpin redaksi,
redaktur bahasa dan redaktur foto.
Rapat redaksi membahas kelengkapan data yang telah dihimpun oleh
reporter dan fotografer di lapangan. Jika data yang didapatkan belum mencapai
tujuh puluh persen sampai delapan puluh persen, biasanya pemberitaan akan
diganti dengan pemberitaan lain. Akan tetapi jika kekurangan data hanya sepuluh
persen, pencarian data di lapangan data dilanjutkan untuk kelengkapan data. Pada
rapat redaksi ini juga akan diputuskan, sebuah berita atau isu apakah akan menjadi
laporan utama atau laporan biasa di dalam Tempo. Rapat ini juga untuk
mempertajam angle pada sebuah pemberitaan, biasanya usulan ini dapat dilakukan
oleh penulis, reporter dan para redaktur.
Rapat selanjutnya yang dilakukan pada hari Rabu adalah rapat opini.Rapat
opini adalah penentuan pandangan Majalah Tempo pada sebuah isu atau
kasus.Opini yang ditetapkan oleh Majalah Tempo berdasarkan data-data yang
telah didapatkan di lapangan, jadi opini tersebut bukan berdasarkan prasangka
atau keberpihakan ideologis.
81
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 82
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
47
e. Penulisan dan Penyuntingan Berita.
Proses penulisan dan penyuntingan sebuah pemberitaan Majalah Tempo
dilakukan oleh penulis dan redaktur. Proses ini setelah data yang dihimpun oleh
reporter telah mencukupi kelengkapan data. Proses penulisan sendiri dilakukan
oleh penulis. Penulis pada proses ini menuangkan buah pikirannya sesuai dengan
data dan angle yang ditentukan pada rapat besar dan rapat redaksi pada hari Rabu.
Hasil penulisan berita dikirim melalui intranet kepada redaktur untuk melalui
proses penyuntingan.
Proses penyuntingan dilakukan setelah proses penulisan oleh penulis
selesai dilaksanakan. Proses penyuntingan sendiri dapat dilakukan oleh redaktur
pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior dan redaktur bahasa tergantung
dengan seberapa besarnya nilai sebuah berita. Jika sebuah berita hanya
pemberitaan yang tidak terlalu penting atau hanya laporan biasa, biasanya proses
penyuntingan hanya dilakukan oleh redaktur pelaksana. Tetapi jika pemberitaan
tersebut menjadi laporan utama biasanya proses penyuntingan dilakukan berlapis
yaitu penyuntingan awal dilakukan oleh redaktur pelaksana selanjutnya proses
penyuntingan dilaksanakan oleh redaktur eksekutif atau juga dilakukan oleh
redaktur senior.
Setelah melalui proses penyuntingan tersebut barulah sebuah berita
melalui proses penyuntingan bahasa. Proses penyuntingan ini dilakukan oleh
redaktur bahasa dan staf redaktur bahasa. Pada proses ini adalah penyuntingan
bahasa agar sesuai dengan tata bahasa Indonesia dan Majalah Tempo. Proses
terakhir adalah penambahan foto, karikatur atau grafik yang dilakukan oleh divisi
kreatif yang dilakukan oleh redaktur kreatif dan redaktur foto.
48
2. Konseptualisasi Hirarki Pengaruh Pemberitaan pada Majalah
Tempo
Setelah membahas proses penyusunan, kita beranjak pada pembahasan
tentang konseptualisasi hirarki pengaruh pemberitaan pada Majalah Tempo. Teori
Hirarki Pengaruh isi media diperkenalkan oleh Pamela J Shoemaker dan Stephen
D. Reese.Teori ini menjelaskan tentang pengaruh terhadap isi dari dari suatu
pemberitaan media oleh pengaruh internal dan eksternal. Shoemaker dan Reese
membagi kepada beberapa level pengaruh isi media. Yaitu pengaruh dari individu
pekerja media ( individual level), pengaruh dari rutinitas media (media routines
level), pengaruh dari organisasi media ( organizational level), pengaruh dari luar
media (outside media level), dan yang terakhir adalah pengaruh ideologi (ideology
level).83
Pada konteks pengaruh pada Majalah Tempo saya akan memulai
pemaparan mulai dari level individu.
1. Level Individu.
Pengaruh paling awal pada sebuah pemberitaan di sebuah media adalah
pengaruh individu.Pengaruh individu yaitu pengaruh dari wartawan atau reporter
yang dalam dalam hal ini adalah pencari berita dan pengumpul berita.Level ini
memiliki pengaruh yang cukup besar karena wartawan atau reporter adalah
individu yang langsung berinteraksi dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Faktor individu dari wartawan atau reporter juga dipengaruhi beberapa
faktor yaitu faktor latar belakang dan karakteristik dari wartawan atau reporter
seperti faktor pendidikan, faktor orientasi dan lain-lain.Faktor kedua yang
membentuk individu seorang wartawan atu reporter adalah perilaku, kepercayaan
83
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 60
49
dan nilai-nilai yang dipegang oleh seorang wartawan atau reporter.Faktor yang
terakhir membentuk individu seorang wartawan atau reporter adalah faktor
profesionalitas dan kode etik yang diikuti oleh seorang wartawan atau reporter.84
Pada konteks pemberitaan di Majalah Tempo, level individu sendiri
diwakili oleh dua posisi profesi yaitu:85
a. Reporter atau calon reporter
Reporter adalah seorang wartawan atau pewarta telah menjadi wartawan
tetap di Majalah Tempo yang langsung terjun ke lapangan, mewawancarai
narasumber dan bertugas untuk mengumpulkan atau mencari bahan
pemberitaan sebuah isu atau kasus. Selain tugas tersebut, reporter juga dapat
memberikan masukan kepada penulis tentang angleapa yang akan dipakai
pada sebuah pemberitaan berdasarkan pertimbangan datayang didapat di
lapangan. 86
Sedangkan calon reporter atau yang biasa disingkat carep adalah
calon pewarta Majalah Tempo yang sedang dalam masa pendidikan selama
lima bulan.87
Biasanya calon reporter dalam tugas mencari berita didampingi
oleh reporter dalam tugasnya mengumpulkan bahan pada sebuah kasus.
b. Penulis
Penulis adalah posisi dalam redaksi Majalah Tempo yang bertugas
menulis sebuah pemberitaan setelah mendapat bahan sebuah berita dari
reporter.Tugas dari seorang penulis adalah menentukan angel pemberitaan di
84
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 66-91 85
Sumber: Sekretariat Redaksi Majalah Tempo. 86
Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s
Indonesia, h 19 87
Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s
Indonesia, h 12
50
Majalah Tempo. Angel sebuah pemberitaan pada Majalah Tempo sendiri
ditentukan oleh rapat kompartemen dan rapat besar dan dapat mengalami
perubahan setelah mendapat masukan dari reporter yang langsung terjun ke
lapangan.88
penulis dianggap cukup banyak tahu di lapangan dia tugasnya
memang menulis, maka kalau dia konsen di politik maka dia akan
mengusulkan apa yang dipolitiknya, selain itu redaktur pelaksana
memiliki pengaruh yang besar karena bisa juga menugaskan,
kalau misalnya dia punya ide apa dia menyampaikannya dalam
rapat hari senin, kalau diterima ya di tulis89
Dari kedua posisi profesi tersebut, terdapat gambaran bahwa sebuah
pemberitaan pada Majalah Tempo, posisi seorang wartawan atau reporter
memiliki andil besar yaitu sebagai individu yang langsung terjun ke lapangan.
Dalam proses pembentukan sebuah pemberitaan di majalah Tempo, reporter dan
penulis dapat memberikan pengaruh lewat rapat kompartemen dan rapat besar.
Bahkan penentuan angel pun ditentukan oleh reporter, sedangkan redaktur hanya
mempertajam angel.
Seperti saya selain mengumpulkan data juga menginginkan angel
tulisan seperti ini. Semua penentuan berdasarkan rapat
kompartemen dan rapat besar jadi yang gak absen kita sebagai
reporter. Cukup berpengaruh karena dia yang mengumpulkan
bahan dia yang tentukan angel awal, sedangkan redaktur hanya
mempertajam angel90
Pada rapat yang dilaksanakan reporter dapat memberikan pengaruh karena
sebagai individu yang langsung terjun ke lapangan, sedangkan penulis dapat
88
Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s
Indonesia, h 12 89
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (redaktur senior majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 90
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (reporter majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
51
memberikan pengaruh dikarenakan sebagai individu yang menulis langsung
pemberitaan pada Majalah Tempo.
Tetapi dalam proses pencarian dan penulisan berita dituntut untut
memberikan pemberitaan yang sesuai dengan kebenaran dan tidak menerima suap
dari pihak manapun. Ada dua aturan pada Majalah Tempo yang harus diikuti
semua elemen di Majalah Tempo yaitu tidak memberitakan berita bohong dan
berita yang berdasarkan suapan atau dalam istilah Majalah Tempo adalah “berita
amplop”.9192
..karena ideologi Tempo itukan jurnal mencerahkan masyarakat,
jadi tugas majalah adalah menjernihkan peristiwa dari lautan
informasi yang sangat banyak, berita itu seharusnya membuat
orang lebih mengerti bukan malah membuat orang jadi bingung
atau tersesat ditengah banyaknya informasi, karena sekarang
informasi banyak tersedia, dan kadang-kadang membuat informasi
itu jadi simpang siur dan membuat orang jadi bingung, mana yang
berisi kebenaran yang membuat orang tau peristiwa yang
sebenarnya93
Sesuai dengan aturan tersebut para reporter atau penulis di Majalah Tempo
dapat bebas menentukan angle sebuah pemberitaan asal sesuai dengan kebenaran
dan tidak ada unsur penyuapan pada sebuah pemberitaan.
2. Level Rutinitas Media
Level selanjutnya yang mempengaruhi sebuah pemberitaan di sebuah
media adalah rutinitas media.Rutinitas media adalah Rutinitas media adalah
kebiasaan sebuah media dalam pengemasan dan sebuah berita. Media rutin
91
Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s
Indonesia, h 21 92
Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO. 93
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (redaktur senior majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
52
terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu sumber berita ( suppliers ),
pengolahan pemberitaan ( processing ), dan audiens ( consumers).94
Dari ketiga unsur tersebut membentuk pola rutinitas pada Majalah Tempo
yang berkaitan satu dengan lainnya.
Bagan 4.1.95
Pola Rutinitas Media
Dari pola di atas dapat dijelaskan:
a. Sumber Berita (Suppliers)
Sumber berita adalah dimana berita didapatkan oleh para pencari
berita.Sumber berita biasanya adalah lembaga pemerintah, swasta, lembaga
swadaya masyarakat, partai politik dan lain sebagainya.Lembaga-lembaga ini
dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah media dikarenakan, kadang lembaga-
lembaga ini memberikan pesanan agar berita yang keluar dari sebuah media tidak
bertentangan dengan lembaganya.
94
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 109 95
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 109
Pengolahan Pemberitaan (Proccesing)
Sumber Berita (Suppliers)
Audiens (Consumers)
53
Walaupun sumber berita tidak terlalu berdampak signifikan pada konten
dari sebuah media, tetapi ketergantungan sebuah media dengan sebuah berita
sedikit banyak dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.96
Pada konteks pengaruh sumber kepada pemberitaan di Majalah Tempo,
sumber berita memiliki andil yang memberikan pengaruh pada rutinitas
penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo.Pengaruh tersebut tidak terlalu
signifikan tapi untuk menjamin kredibilitas pemberitaan di Majalah Tempo di
butuhkan sumber yang memiliki akuntabilitas yang tinggi. Majalah Tempo
sebagai sebuah media yang sudah cukup mapan memiliki sumber berita di hamper
setiap lembaga, walaupun dalam redaksi pemberitaan terkadang sumber tersebut
tidak dicantumkan namanya. Langkah ini diambil untuk menjamin kerahasiaan
sumber dan keamanan sumber berita tersebut.
Sumber berita pada Majalah Tempo memberikan pengaruh pada rutinitas
penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo karena data yang tidak terlalu
besar atau kurang dapat menyebabkan sebuah pemberitaan pada Majalah Tempo
tidak layak cetak.
Apakah bahan itu sudah komplit atau belum. Kalau misalnya
belum ya drop, kalau misalnya komplit ya 70-80% itu bisa lanjut
nanti dilengkapi di hari hari kamis. Selain itu juga ada rapat
opini, ada rapat lagi kamis malam untuk mengecek kelengkapan
bahan, ini bahan sudah komplit apa tidak, kalau misalnya hari
kamis bahan belum lengkap drop, hasil rapat tetap di drop, kita
nyari bahan yang bisa kita kejar dalam sehari, kalau misalnya
tetep tidak ada kita drop, hasil rapat dari hari senin sampai kamis
terus tidak mungkin untuk ditulis, kalau masih bisa dikejar hari
jumatnya atau kamis malamnya masih bisa Kalau kekurangannya
masih 10%, kalau sudah 50% sudah bolong-bolong97
96
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h.137 97
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (reporter majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
54
Ketika bahan atau data yang didapatkan dari sumber belum mencukupi
sekitar tujuh puluh hingga delapan puluh persen, sebuah pemberitaan yang
menggunakan data atau sumber tersebut tidak dapat diberitakan.Langkah ini
dilakukan karena Majalah Tempo adalah media yang menggunakan teknik
investigasi yang mengandalkan kedalaman data dan mengungkap peristiwa di
balik sebuah kasus.
Kalau misalnya itu isu besar ya tetap harus melihat bahannya.
Karena beda antara pemberitaan koran dan majalah Kalau
Koran tinggal nulis lagi selesai, tapi kalau majalah kan cerita
dibalik berita yang kadang tidak bisa didapat dari ketika
diinvestigasi, itu dari pengumpulan bahan.98
Pengaruh sumber memiliki pengaruh yang cukup sidnifikan pada level
rutinitas media berkaitan dengan kelengkapan bahan pemberitaan atau data.
Kelengkapan bahan dibutuhkan karena Majalah Tempo adalah media investigasi
sebuah kasus tetapi pengaruh tersebut tidak terlalu berdampak langsung kepada
pemberitaan Majalah Tempo.
b. Audiens (Consumers)
Audiens atau yang selanjutnya akan saya sebutkan sebagai pembaca yaitu
pemakai media yang menonton, mendengar atau dalam konteks pemberitaan
sebuah majalah seperti Majalah Tempo sebagai pembaca. Pembaca Majalah
Tempo sendiri menurut Janet Stelle, mengutip survey yang dilakukan divisi
periklanan Majalah Tempo pada tahun 1998, pembaca Majalah Tempo adalah
pembaca dari golongan menengah.Golongan menengah dalam konteks struktur
kelas di Indonesia adalah golongan yang menikmati standar yang tinggi dari
98
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (reporter majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
55
keuntungan yang besar.99
Sesuai dengan pengertian golongan menengah, pembaca
Majalah Tempo adalah golongan yang secara ekonomi telah terpenuhi
kebutuhannya.Pembaca pada golongan ini memiliki tingkat intelektualitas yang
cukup tinggi dan memiliki konsen yang besar pada isu-isu nasional.
Golongan menengah ini menurut Ariel Haryanto seperti yang dikutip oleh
Janet Stelle memiliki dua ciri khas yaitu golongan yang memiliki tingkat
konsumsi yang cukup tinggi dan sebagai golongan yang memiliki konsen yang
besar terhadap perubahan dan perilakunya yang progresif.100
Dari karakteristik
golongan ini kita mendapat gambaran bahwa ciri khas pembaca Majalah Tempo
adalah golongan yang konsen terhadap suatu isu dan sebagai pembaca yang kritis,
sehingga pengemasan sebuah pemberitaan pada Majalah Tempo juga dapat
dikritisi oleh pembaca Majalah Tempo.
Untuk menampung kritikan dan aspirasi dari pembacanya Majalah Tempo
memiliki rubrik yang bernama “Surat”.Rubrik ini selain berisi tanggapan pembaca
terhadap pemberitaan Majalah Tempo tetapi juga menampung tanggapan pembaca
terhadap isu-isu nasional. Biasanya pada rubrik ini pembaca Majalah Tempo dapat
mengkritik pemberitaan atau bantahan dari pihak yang diberitakan Majalah
Tempo.Majalah Tempo mengakomodir segala bentuk kritik atau tanggapan.
Rubrik “Surat” ini juga memungkinkan pembaca menjadi pewarta tersendiri
ketika pembaca tersebut mengabarkan tentang suatu peristiwa yang berkaitan
dengan pembaca tersebut.
99
Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s
Indonesia, h 165 100
Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s
Indonesia, h 166
56
Gambar 1.
Rubrik “Surat” pada Majalah Tempo
Sumber: Pusat Data dan Analisa TEMPO (PDAT)
Pada gambar di atas dapat dijelaskan bahwa salah satu pembaca Majalah
Tempo mengabarkan bahwa kameranya hilang saat penerbangannya
menggunakan pesawat maskapai penerbangan Garuda Indonesia
57
Airlines.Penyampaian pembaca pada rubrik “Surat” ini menunjukan bahwa rubrik
“Surat” dapat menjadi artikulasi dari kepentingan pembaca.
Selain penampungan tanggapan dan kritik terhadap Majalah Tempo
maupun isu-isu nasional, Majalah Tempo juga memiliki standar bahasa yang
sesuai dengan tingkat intelektualitas dan pangsa pasar Majalah Tempo yang rata-
rata merupakan golongan menengah ke atas. Majalah Tempo memiliki standar
bahasa yang mengacu pada standar bahasa Indonesia yaitu Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Standar bahasa pada Majalah Tempo diatur dan diawasi oleh Divisi
Bahasa yang dikepalai oleh redaktur bahasa Uu Suhardi.Menurut pengalaman
saya sebagai peneliti setiap karyawan Tempo tidak hanya divisi redaksi diberikan
pembelajaran tentang standar bahasa Majalah Tempo langsung oleh redaktur
bahasa yang biasa disebut Kelas Bahasa.101
Pemberian kelas bahasa ini selain meningkatkan kemampuan bahasa para
karyawan Tempo juga sebagai penetapan standar bahasa Tempo kepada seluruh
staf Majalah Tempo agar sesuai dengan kebutuhan pembaca. Menurut Shoemaker
dan Reese, pada sebuah media cetak contohnya sebuah cerita pada media cetak
harus mudah dibaca (readable), foto pada sebuah berita harus memiliki kaitan
dengan sebuah cerita pada sebuah media cetak dan judul pada sebuah headline
harus memberikan perhatian langsung audiens terhadap sebuah
pemberitaan.102
Kemampuan bahasa yang dimiliki segenap staf Majalah Tempo
dapat memberikan kertertarikan pembaca kepada Majalah Tempo.
Akan tetapi pengaruh atau intervensi pembaca Majalah Tempo pada level
rutinitas pada Majalah Tempo tidak terlalu besar, hal ini dikarenakan Majalah
101
Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO. 102
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 114
58
Tempo lebih mengutamakan kepada misi Majalah Tempo dan lebih
mengutamakan hasil-hasil keputusan rapat yang ada pada Majalah Tempo.
Kita memang tidak melulu kepada pembaca, kita melakukan
survey mana yang disukai mana yang tidak.Tapi hal-hal yang
bersifat misi, artinya itu yang sesuai rapat keputusan…Jadi
meskipun pembaca tidak suka kalau itu merupakan keyakinan
Tempo yang khusus dengan misi-misi tadi itu dimuat.Intervensi
pembaca kepada rubric dalam nasional politik kecil. Kita
mengakomodasi dengan rubrik-rubrik yang lain. Misalnya orang
suka gadget, kita muat gadjet. Orang suka gaya hidup, kita muat
gaya hidup. Dengan Survey berkala, tapi survey sebagai panduan
bukan acuan.103
Pengaruh dari pembaca tidak terlalu besar dalam konteks pemberitaan
Majalah Tempo, terutama pada isu-isu nasional yang diberitakan oleh Majalah
Tempo.Pada konteks pemberitaan pada Majalah Tempo pembaca hanya
memberikan tanggapan tetapi tidak dapat merubah konten pemberitaan pada
Majalah Tempo.
c. Pengolahan Pemberitaan (Proccesing)
Representasi pengaruh rutinitas pada penyusunan pemberitaan pada
Majalah Tempo yang paling berpengaruh adalah melalui proses pengolahan
pemberitaan. Proses pengolahan pemberitaan pada awal bab ini telah saya
jelaskan dan memberikan pengaruh yang cukup besar.
Representasi pengolahan pemberitaan pada awalnya dimulai dari proses
rapat yang dilakukan seluruf bagian dari divisi redaksi Majalah Tempo. Pada
rapat-rapat yang digelar oleh staf redaksi Majalah Tempo adalah untuk
menentukan kebijakan pemberitaan dan angle pemberitaan Majalah Tempo.
103
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (redaktur pelaksana majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
59
Tabel 4.1
Jenis-jenis rapat pada Majalah Tempo
Jenis Rapat Tugas Rapat
Rapat
Kompartemen
Rapat kompartemen sendiri adalah untuk menentukan angel
awal dari sebuah pemberitaan dan pemberitaan apa yang
diberitakan oleh dalam satu rubrik di Majalah
Tempo.Anggota kompartemen masing-masing membawa
usulan kemudian dirapatkan dan disaring di rapat
kompartemen. Para anggota kompartemen mengajukan isu
apa yang diangkat untuk menjadi pemberitaan di Majalah
Tempo. Hasil dari rapat kompartemen akan diajukan pada
rapat besar.
Rapat Besar Rapat besar dilaksanakan setiap hari senin. Pada rapat
tersebut disampaikan apa saja temuan-temuan awalnya lalu
dibahas dan disetujui pada rapat, kemudian diputuskan
bahan-bahan apa saja yang perlu di gali. Pada rapat ini angel
sebuah pemberitaan kemudian dipertajam lagi melalui
proses musyawarah antara reporter dengan para redaktur
yaitu mulai dari pemimpin redaksi, redaktur pelaksana,
redaktur senior dan redaktur eksekutif. Setelah rapat besar
ini menghasilkan keputusan untuk menugaskan reporter dan
fotografer untuk terjunlangsung ke lapangan untuk mencari
data.
Rapat Redaksi Rapat redaksi membahas kelengkapan data yang telah
dihimpun oleh reporter dan fotografer di lapangan. Jika data
yang didapatkan belum mencapai tujuh puluh persen sampai
delapan puluh persen, biasanya pemberitaan akan diganti
dengan pemberitaan lain. Akan tetapi jika kekurangan data
hanya sepuluh persen, pencarian data di lapangan data
dilanjutkan untuk kelengkapan data. Pada rapat redaksi ini
juga akan diputuskan, sebuah berita atau isu apakah akan
menjadi laporan utama atau laporan biasa di dalam Tempo.
Rapat ini juga untuk mempertajam angle pada sebuah
pemberitaan, biasanya usulan ini dapat dilakukan oleh
penulis, reporter dan para redaktur.
Rapat Opini Rapat opini adalah penentuan pandangan Majalah Tempo
pada sebuah isu atau kasus. Opini yang ditetapkan oleh
Majalah Tempo berdasarkan data-data yang telah
didapatkan di lapangan.
Rapat-rapat yang dilaksanakan oleh redaksi Majalah Tempo menentukan
arah kebijakan pemberitaan pada Majalah Tempo, rapat tersebut biasanya dihadiri
60
oleh seluruh bagian redaksi dari Majalah Tempo terkecuali pada rapat
kompartemen yang hanya dihadiri oleh anggota dari kompartemen tersebut.
Proses rutinitas media yang direpresentasikan oleh rapat-rapat redaksi
Majalah Tempo membentuk suatu pola yang berkesinambungan dalam
mempengaruhi pemberitaan pada Majalah Tempo. Pada rapat-rapat yang
dilaksanakan semua elemen dapat mengutarakan argumentasi yang berkaitan
dengan arah kebijakan pemberitaan Majalah Tempo.
Kalau di Tempo cukup egaliter ya, semua orang bisa hadir dalam
rapat besar, kecuali rapat kompartemen karena khusus anggota
kompartemen itu saja, kalau kompartemen nasional yang datang
hanya orang kompartemen nasional saja. Kalau rapat besar yang
hadir semua mulai dari kompartemen ekbis, nasional, gaya hidup,
seni, sains, sampai bahkan redaktur foto juga datang terus bahasa
juga datang, jadi semua boleh ikut dan boleh memberikan
masukan. Kalau masukannya bagus bisa dipilih, kalau misalnya
kurang sekalipun dari pemred tidak bisa dipilih.104
Hasil dari rapat tersebut menjadi pedoman bagi reporter untuk
menjalankan tugasnya di lapangan.Reporter dalam menjalan tugasnya tidak dapat
bertentangan dengan keputusan rapat, karena kedua rapat yang telah saya
sebutkan di atas tadi adalah hasil diskusi antara reporter sebagai pekerja media di
lapangan dengan para redaktur sebagai pemegang kebijakan di meja
redaksi.Reporter dalam menentukan angel pun memiliki otoritas yang besar
karena mengetahui konteks di lapangan sedangkan para redaktur hanya bekerja di
meja redaksi.Sistem rapat di Tempo pun sangat terbuka dan egaliter yaitu
melibatkan semua elemen dan dapat memberikan masukan tanpa memandang
jabatan dari setiap individu di Majalah Tempo.
Rapat, rapat redaksi yang hari senin dan hari rabu habis itu di
putuskan di rapat, bahkan pemimpin redaksi pun tidak bisa
104
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
61
mengambil keputusan sendiri.Dia hanya bisa ngusul dan yang
lainpun bisa ngusul dan di rapat itu diputuskan. Dirapat itu
pemimpin redaksi sering di tolak bahkan ditertawakan, tetap
forum tertinggi yang bisa menentukan berita mana yang akan
dimuat atau tidak itu ditentukan dirapat, termasuk opini yang di
depan itu dibahas dalam rapat.105
Proses selanjutnya dari rutinitas pada penyusunan sebuah pemberitaan di
Majalah Tempo adalah pencarian data atau bahan pemberitaan yang dilakukan
oleh reporter, calon reporter maupun fotografer di lapangan. Data-data yang dicari
di lapangan sesuai dengan yang diamanahkan pada rapat atau sesuai temuan baru
di lapangan. Reporter dalam proses pencarian berita harus secara mendalam dan
selalu mengutamakan asas cover both side, dalam artian pemberitaan harus
berimbang dan mengkonfirmasi kepada narasumber yang terkait dengan
pemberitaan yang diangkat oleh Majalah Tempo. Menurut Anton Septian faktor
profesionalan yang diutamakan.“Ya profesionalitaslah jelas, saya menulis berita
ini berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan, kita tidak bisa mengarang berita
juga”106
Dalam pencarian sebuah bahan pemberitaan seorang reporter dituntut
untuk selalu menemukan kebenaran dan bukan berita bohong. Proses selanjutnya
adalah penyuntingan dan penulisan yang dilakukan oleh penulis dan redaktur.
Proses penulisan dilakukan oleh penulis yang sebelumnya memiliki jabatan
sebagai reporter. Data-data yang ditulis oleh penulis adalah hasil temuan oleh
reporter di lapangan.penulis dalam proses penulisannya berkonsultasi dengan
reporter. Penulis memiliki andil dalam menentukan angle yang diputuskan pada
105
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 106
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
62
rapat-rapat di Majalah Tempo. Sedangkan proses penajaman angle biasa
dilakukan oleh redaktur. Redaktur tersebut biasanya adalah redaktur pelaksana,
redaktur eksekutif maupun redaktur senior. Sedangakan proses penyuntingan
bahasa dilakukan oleh editor bahasa.
Proses rutinitas dari penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo ini
mempengaruhi pemberitaan cukup besar karena terkait oleh keseharian yang
dilakukan oleh Majalah Tempo. Walaupun terjadi hubungan antar pembaca,
sumber berita dan pengolahan pemberitaan, namun pengolahan pemberitaan lebih
mempengaruhi proses rutinitas sebuah media karena bersifat mengikat melalui
rapat-rapat yang harus dipatuhi oleh semua elemen redaksi Majalah Tempo.
Proses ini terjadi secara alami dan ditaati oleh semua elemen redaksi Majalah
Tempo.
Rutinitas dari sebuah media memiliki pengaruh yang penting pada
produksi isi simbolik.Mereka membentuk lingkungan dimana pekerja media
melaksanakan pekerjaannya.107
Pada konteks penyusunan pemberitaan pada
Majalah Tempo, pengaruh rutinitas ini berpengaruh secara alami karena bersifat
keseharian dan terkesan tidak memaksa pekerja media.
3. Level Organisasi Media
Menurut teori hirarki pengaruh, dalam organisasi media ada tiga tingkatan
umum. Lini depan karyawan, seperti penulis, wartawan dan staf kreatif,
mengumpulkan dan mengemas bahan baku. Tingkat menengah terdiri dari
manajer, editor, produser dan orang lain yang mengkoordinasi proses dan
memediasi komunikasi antara level bawah dan level atas yang mengeluarkan
107
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 137
63
kebijakan organisasi. Eksekutif tingkat atas perusahaan dan berita membuat
kebijakan organisasi, anggaran yang ditetapkan, membuat keputusan penting,
melindungi kepentingan komersial dan politik perusahaan dan bila perlu
mempertahankan karyawan organisasi dari tekanan luar.108
Dalam level pengaruh organisasi kepada konten sebuah media, teori
hirarki pengaruh mengambil fokus kepada tingkatan eksekutif media seperti
pemilik modal atau bagian direksi dan tingkatan menengah yaitu manajer, editor,
produser atau dalam konteks Majalah Tempo adalah redaktur. Ada tiga jenis
redaktur di Majalah Tempo yaitu Redaktur Pelaksana, Redaktur Eksekutif dan
Redaktur Senior.
Posisi redaktur dalam sebuah penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo
bertugas untuk memberikan masukan untuk pemberitaan saat rapat-rapat di
Majalah Tempo. Selain tugas tersebut tugas redaktur dalam penyusunan
pemberitaan adalah menajamkan angle dan melakukan proses pengeditan
terhadap sebuah tulisan dari penulis. Redaktur juga memiliki tugas yang untuk
melakukan penugasan kepada reporter ketika ada yang berita yang ingin diangkat
pada waktu setelah rapat besar.Posisi redaktur cukup vital dalam sebuah
penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo.
108
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 151
64
65
Pengaruh tingkatan eksekutif terhadap sebuah penyusunan pemberitaan tidak
berpengaruh dikarenakan kepemilikan Majalah Tempo dibawah PT Tempo Inti
Media bukanlah dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki oleh beberapa
lembaga atau yayasan dan tidak ada saham mayoritas pada kepemilikan PT
Tempo Inti Media. Lewat sistem kepemilikan oleh lembaga atau yayasan ini,
tidak memungkinkan untuk terjadinya intervensi oleh individu terhadap
pemberitaan di Majalah Tempo.
kalau ditempo rasanya tidak berpengaruh, karena owner ditempo
itu lembaga tidak ada individu yang memiliki saham di Tempo,
kecuali saham yang lewat bursa, tempo itu terbuka, jadi sebagian
besar itu yayasan, jadi tidak ada individu pemiliknya kolektif, dan
ditempo gak ada yang mayoritas miliki saham 50% hanya rata-
rata 26%-40%.109
Ada sekitar empat yayasan atau lembaga yang memiliki PT Tempo Inti
Media yang menaungi Majalah Tempo diantaranya adalah PT Grafiti Pers,
Yayasan Jaya Raya, Yayasan 21 Juni 1994 dan Yayasan Karyawan Tempo,
selebihnya saham PT Tempo Inti Media dimiliki oleh publik.
109
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (redaktur senior majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
66
Grafik 4.1
Grafik kepemilikan saham PT Tempo Inti Media
Sumber: Pusat Data dan Analisa TEMPO (PDAT)
Dari grafik di atas kita dapat menggambarkan bahwa saham PT Tempo
Inti Media tidak terdapat saham mayorits. Ada dua lembaga yang memiliki saham
yang cukup besar sekitar 24,8 persen yaitu Yayasan Jaya Raya yang dimiliki oleh
pengusaha konstruksi Ciputra dan Yayasan 21 Juni 1994 yang diketuai oleh
mantan karyawan Tempo, sedangkan dua lembaga lainnya yang memiliki saham
PT Tempo Inti Media sebesar 16,6 persen adalah PT Grafiti Pers yang dimiliki
oleh pengusaha Tionghoa Eric Samola dan Yayasan Karyawan Tempo yang
dimiliki oleh karyawan Tempo, sedangkan selebihnya dimiliki oleh publik sebesar
17,2 persen. Dari ketiadaan saham mayoritas kepemilikan PT Tempo Inti Media
24.8%
24,8%
16,6%
16,6%
17,2%
Yayasan Jaya Raya
Yayasan 21 Juni 1994
PT Grafiti Pers
Yayasan Karyawan Tempo
Publik
67
yang menaungi Majalah Tempo memungkinkan tidak terjadinya intervensi secara
langsung kepada pemberitaan Majalah Tempo.
“Owner kita itu karyawan dan publik. Jadi Tempo adalah
perusahaan publik, perdagangan saham yang ada di bursa efek,
jadi kita terbuka tidak ada owner, katakanlah seperti media lain
yang mempengaruhi pemberitaan. Tapi ada beberapa persen ada
di pasar dan 50% lebih hak tahannya dimiliki oleh karyawan
melalui yayasan bukan individu.”110
Pengaruh yang terjadi pada pemberitaan Majalah Tempo justru lebih
memungkinkan terjadi melalui Dewan Direksi Tempo yang memiliki komposisi
mantan wartawan dari Majalah Tempo.Pengaruhnya pun bukan berdasarkan
intervensi yang besar kepada konten pemberitaan Majalah Tempo tapi lebih
berupa masukan.
“..tidak pernah ada kebijakan resmi dari pandangan dewan
direksi, memang direksi ditempo itukan banyak orang-orang
redaksi seperti Bambang Harymurti, dia mantan pemimpin redaksi
dia direktur umum, terus Thoriq Hadad bekas pemimpin redaksi
dan wakil pemimpin redaksi, dia direktur keuangan Tempo... Kami
tidak pernah mendengar instruksi langsung dari dewan direksi
karena memang tidak pernah ada, paling kalau mereka memberi
masukan dalam rapat opini misalkan, opini-opininya kan sifatnya
masukan bukan kebijakan.”111
Seperti yang diungkapkan oleh Abdul Manan pengaruh tersebut lebih
berupa masukan dan bukan berupa kebijakan terhadap pemberitaan Majalah
Tempo.Masukan tersebut biasanya oleh anggota Dewan Direksi Tempo yang
pernah menjadi wartawan pada isu-isu tertentu.
Pengaruh yang terjadi pada sebuah pemberitaan di level pengaruh
organisasi selain dari eksekutif tingkat atas juga terjadi dari tingkatan menengah
yaitu dari manajer, editor, produser dan orang lain yang mengkoordinasi proses
110
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (redaktur pelaksana majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 111
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (redaktur senior majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
68
dan memediasi komunikasi antara level bawah dan level atas yang mengeluarkan
kebijakan organisasi. Dalam konteks Majalah Tempo tingkatan ini diwakili oleh
posisi redaktur.
Dalam konteks pengaruh level organisasi pada pemberitaan Majalah
Tempo, posisi seorang redaktur tidaklah terlalu berpengaruh. Situasi ini
dikarenakan sistem penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo direncanakan
pada saat rapat.Pada saat rapat seluruh elemen dari redaksi Majalah Tempo dapat
mengungkapkan gagasannya.Tidak ada pengaruh yang dominan dari seorang
redaktur pada pemberitaan Majalah Tempo.
kalau dalam tempo cukup egaliter, semua orang bisa hadir dalam
rapat besar, kecuali rapat kompartemen karena khusus anggota
kompartemen itu saja, kalau kompartemen nasional yang datang
hanya orang kompartemen nasional saja. Kalau rapat besar yang
hadir semua mulai dari kompartemen ekbis, nasional, gaya hidup,
seni, sains, sampai orang bahasa, jadi semua boleh ikut dan boleh
memberikan masukan. Kalau masukannya bagus bisa dipilih,
kalau misalnya kurang sekalipundari pemred tidak bisa
dipilih…112
…bahkan pemred pun tidak bisa mengambil keputusan sendiri.
Dia bisa ngusul dan yang lainpun bisa ngusul dan di rapat itu
diputuskan. Dirapat itu pemred sering di tolak bahkan
ditertawakan, tetap forum tertinggi yang bisa menentukan berita
mana yang akan dimuat atau tidak itu ditentukan dirapat,
termasuk opini yang ditekan itu dibahas dalam rapat…
Tidak ada kelompok yang diistimewakan dalam pengambilan keputusan
terkait kebijakan pemberitaan di Majalah Tempo.Bahkan posisi pemimpin redaksi
sekalipun tidak memiliki otoritas yang lebih besar dalam pengambilan keputusan
terkait pemberitaan Majalah Tempo.Posisi pemimpin redaksi yang tidak berada di
lapangan langsung saat pengolahan sebuah pemberitaan membuat posisinya hanya
sebagai pemberi masukan.
112
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
69
…berita yang kejadiannya hari rabu atau kamis biasanya kan
diputuskan oleh redaktur pelaksana yang paling tinggi, redaktur
pelaksana dalam kompartemen berdiskusi dengan pemred dan
tetep harus menyampaikan ke pemred, jadi tidak bisa kalau berita
tiba-tiba masuk, pemred hanya memberi masukan kerena dia tidak
di lapangan dan dia lebih banyak mendengar, kalau dia memberi
masukan itu pada saat rapat hari senin, atau hari rabu bisa juga
mengusulkan kira-kira apa yang menarik, tapi kalau hari rabu itu
jarang, karena itu packing program, karena kalau idenya keluar
hari rabu itu kapan reportingnya terlalu mepet…113
Pada kasus-kasus tertentu posisi redaktur pelaksana mendapatkan peran
yang penting dalam pembentukan sebuah pemberitaan di Majalah Tempo,
contohnya ketika ada kasus atau isu yang terjadi pada hari rabu atau kamis yang
terjadi setelah rapat-rapat di Majalah Tempo, posisi redaktur pelaksana dapat
menentukan sebuah kebijakan pemberitaan setelah berkonsultasi dengan
pemimpin redaksi.
Dalam level pengaruh organisasi terhadap pemberitaan di Majalah Tempo
posisi pemimpin redaksi tidaklah terlalu besar dalam menentukan kebijakan
sebuah pemberitaan. Posisi pemimpin redaksi lebih sebagai pemberi masukan
terhadap kebijakan pemberitaan di Majalah Tempo. Sedangkan posisi redaktur
pelaksana justru pada kasus-kasus tertentu memiliki peran sentral yaitu dapat
mengambil kebijakan pemberitaan tetapi dengan masukan dari pemimpin redaksi.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pengaruh organisasi media pada
konteks pembentukan pemberitaan pada Majalah Tempo tidaklah terlalu
berpengaruh, situasi ini dikarenakan lebih besarnya pengaruh rutinitas media yaitu
melalui rapat pengambilan keputusan dan tidak adanya kepemilikan tunggal pada
saham PT Tempo Inti Media yang menaungi Majalah Tempo.
113
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
70
4. Level Ekstra Media
Pengaruh keempat terhadap konten pemberitaan sebuah media dalam teori
hirarki pengaruh adalah pengaruh dari luar organisasi media.Pengaruh tersebut
diantaranya adalah dari sumber berita, pengiklan, pembaca atau audiens, kontrol
dari pemerintah, kelompok kepentingan, pangsa pasar dan teknologi.114
Dalam
konteks penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo ada beberapa faktor yang
dapat memberikan pengaruh terhadap pemberitaan Majalah Tempo.Faktor
tersebut diantaranya adalah pembaca atau audiens, sumber berita dan kelompok
kepentingan.
Faktor lain seperti kontrol pemerintah pada catatan sejarah Majalah
Tempo sebenarnya cukup memberikan pengaruh. Dalam catatan sejarah Majalah
Tempo, Majalah Tempo dibredel atau tidak dikeluarkan izin terbitnya hingga dua
kali yaitu pada tahun 1982 dan pada puncaknya yaitu pada tahun 1994,
pembredelan ini dikarenakan pemberitaan Majalah Tempo yang mengkritisi
pemerintah Orde Baru saat itu.115
Tetapi pada era reformasi dengan keterbukaan
informasi, hubungan antara Majalah Tempo dengan pemerintah tidak mengalami
masalah.
Kembali pada pembahasan di awal, ada tiga faktor yaitu pembaca, sumber
berita dan kelompok kepentingan yang dapat mempengaruhi pemberitaan Majalah
Tempo. Faktor pertama dari level pengaruh luar organisasi yang dapat
mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo adalah pengaruh dari pembaca.
Pengaruh dari pembaca terhadap pemberitaan Majalah Tempo telah saya
bahas pada pembahasan mengenai level pengaruh rutinitas media. Pada
114
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 178 115
Janet Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in
Soeharto’s Indonesia (Singapore ,Institute of Southeast Asian Studies : 2005) h. xii
71
pembahasan tersebut saya menjelaskan bahwa pengaruh pembaca adalah melalui
rubrik “Surat” yaitu berisi tanggapan pembaca terhadap pemberitaan Majalah
Tempo tetapi juga menampung tanggapan pembaca terhadap isu-isu nasional.
Biasanya pada rubrik ini pembaca Majalah Tempo dapat mengkritik pemberitaan
atau bantahan dari pihak yang diberitakan Majalah Tempo.Majalah Tempo
mengakomodir segala bentuk kritik atau tanggapan.Rubrik “Surat” ini juga
memungkinkan pembaca menjadi pewarta tersendiri ketika pembaca tersebut
mengabarkan tentang suatu peristiwa yang berkaitan dengan pembaca tersebut.
Akan tetapi pengaruh atau intervensi pembaca Majalah Tempo pada level
rutinitas pada Majalah Tempo tidak terlalu besar, hal ini dikarenakan Majalah
Tempo lebih mengutamakan kepada misi Majalah Tempo dan lebih
mengutamakan hasil-hasil keputusan rapat yang ada pada Majalah Tempo.
Kita memang tidak melulu kepada pembaca, kita melakukan
survey mana yang disukai mana yang tidak.Tapi hal-hal yang
bersifat misi, artinya itu yang sesuai rapat keputusan…Jadi
meskipun pembaca tidak suka kalau itu merupakan keyakinan
Tempo yang khusus dengan misi-misi tadi itu dimuat.Intervensi
pembaca kepada rubric dalam nasional politik kecil. Kita
mengakomodasi dengan rubrik-rubrik yang lain. Misalnya orang
suka gadget, kita muat gadjet. Orang suka gaya hidup, kita muat
gaya hidup. Dengan Survey berkala, tapi survey sebagai panduan
bukan acuan.116
Pengaruh dari pembaca tidak terlalu besar dalam konteks pemberitaan
Majalah Tempo, terutama pada isu-isu nasional yang diberitakan oleh Majalah
Tempo.Pada konteks pemberitaan pada Majalah Tempo pembaca hanya
memberikan tanggapan tetapi tidak dapat merubah konten pemberitaan pada
Majalah Tempo.
116
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
72
Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo
adalah sumber berita.Sumber berita adalah dimana berita didapatkan oleh para
pencari berita.Sumber berita biasanya adalah lembega pemerintah, swasta,
lembaga swadaya masyarakat, partai politik dan lain sebagainya.Lembaga-
lembaga ini dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah media dikarenakan, kadang
lembaga-lembaga ini memberikan pesanan agar berita yang keluar dari sebuah
media tidak bertentangan dengan lembaganya.
Walaupun sumber berita tidak terlalu berdampak signifikan pada konten
dari sebuah media, tetapi ketergantungan sebuah media dengan sebuah berita
sedikit banyak dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.117
Majalah Tempo sebagai sebuah media yang sudah cukup mapan memiliki
sumber berita di hampir setiap lembaga, walaupun dalam redaksi pemberitaan
terkadang sumber tersebut tidak dicantumkan namanya.Langkah ini diambil untuk
menjamin kerahasiaan sumber dan keamanan sumber berita tersebut.
Sumber berita pada Majalah Tempo memberikan pengaruh pada rutinitas
penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo karena data yang tidak terlalu
besar atau kurang dapat menyebabkan sebuah pemberitaan pada Majalah Tempo
tidak layak cetak.
Apakah bahan itu sudah komplit atau belum. Kalau misalnya
belum ya drop, kalau misalnya komplit ya 70-80% itu bisa lanjut
nanti dilengkapi di hari hari kamis. Selain itu juga ada rapat
opini, ada rapat lagi kamis malam untuk mengecek kelengkapan
bahan, ini bahan sudah komplit apa tidak, kalau misalnya hari
kamis bahan belum lengkap drop, hasil rapat tetap di drop, kita
nyari bahan yang bisa kita kejar dalam sehari, kalau misalnya
tetep tidak ada kita drop, hasil rapat dari hari senin sampai kamis
terus tidak mungkin untuk ditulis, kalau masih bisa dikejar hari
117
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h.137
73
jumatnya atau kamis malamnya masih bisa Kalau kekurangannya
masih 10%, kalau sudah 50% sudah bolong-bolong118
Ketika bahan atau data yang didapatkan dari sumber belum mencukupi
sekitar tujuh puluh hingga delapan puluh persen, sebuah pemberitaan yang
menggunakan data atau sumber tersebut tidak dapat diberitakan.Langkah ini
dilakukan karena Majalah Tempo adalah media yang menggunakan teknik
investigasi yang mengandalkan kedalaman data dan mengungkap peristiwa di
balik sebuah kasus.
Kalau misalnya itu isu besar ya tetap harus melihat bahannya.
Karena beda antara pemberitaan koran dan majalah Kalau
Koran tinggal nulis lagi selesai, tapi kalau majalah kan cerita
dibalik berita yang kadang tidak bisa didapat dari ketika
diinvestigasi, itu dari pengumpulan bahan.119
Pengaruh sumber berita memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada
level rutinitas media sebagai faktor dari luar organisasi media berkaitan dengan
kelengkapan bahan pemberitaan atau data. Kelengkapan bahan dibutuhkan karena
Majalah Tempo adalah media investigasi sebuah kasus tetapi pengaruh tersebut
tidak terlalu berdampak langsung kepada pemberitaan Majalah Tempo.
Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo
adalah kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan sendiri adalah sekelompok
individu yang ingin mengkomunikasikan sikap mereka dan beberapa isu terhadap
publik.120
Kelompok kepentingan berupaya mempengaruhi apa yang dilakukan
media dengan cara membatasi isi atau pesan media kepada masyarakat. Kelompok
118
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 119
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 120
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 184
74
penekan dapat berupa organisasi atau kelompok, baik formal maupun informal,
dengan berbagai kepentingan dan latar belakang, seperti kelompok atau organisasi
agama, profesi, politik kelompok advokasi dan sebagainya.121
Pada konteks pengaruh kelompok penekan pada pemberitaan Majalah
Tempo biasanya pengaruh terjadi lewat lembaga-lembaga yang menaungi para
wartawan Majalah Tempo, pengaruh tersebut pun sifatnya lebih kepada individu
wartawan Majalah Tempo dan bukan terhadap struktur organisasi Majalah
Tempo.
Kalau dari sisi pemberitaan tidak ada, karena kita menghormati
independensi setiap media tidak hanya Tempo, kita tidak punya
perangkat atau alat untuk mempengaruhi apa yang diberitakan
oleh Tempo122
Menurut Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) pengaruh kelompok
penekan atau kelompok kepentingan pada pemberitaan di Majalah Tempo hanya
lebih kepada wartawan atau jurnalis yang bergabung kepada organisasi AJI dan
bukan kepada Majalah Tempo secara organisasi, karena secara struktural Majalah
Tempo secra keorganisasian bukan di bawa garis struktur AJI sebagai organisasi
penekan.
kalo untuk individu anggota AJI mengikat status kode etik itu,
karena khan untuk menjadi anggota AJI anda harus patuh
terhadap kode etik AJI, tapi itu bukan berarti kemudian Tempo
tunduk kepada AJI, karena keikutsertaan atau keanggotaan AJI itu
bersifat individu, bersifat personal bukan pada medianya.123
121
Morisan, Teori Komunikasi Massa, h. 52 122
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 123
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
75
Pengaruh organisasi penekan atau organisasi kepentingan dalam koteks
penyusunan pemberitaan di Majalah Tempo lebih kepada individu pekerja media
seperti wartawan yang berada di bawah naungannya dan bukan kepada Majalah
Tempo secara keorganisasian.
Pengaruh penyusunan pemberitaan lainnya dalam konteks pengaruh dari
luar organisasi Majalah Tempo adalah Majalah Tempo memiliki dewan penasihat
yang berisikan mantan wartawan dan mantan aktivis.Sejauh pengamatan peneliti
dewan penasihat berisi mantan aktivis yaitu Rahman Tolleng, Marsilam
Siamjuntak, mantan wartawan Tempo seperti Goenawan Mohamad dan Fikri
Jufri.Pengaruh kelompok ini adalah pada isu-isu tertentu pada pemberitaan di
Majalah Tempo dan bukan pada keseluruhan pemberitaan di Majalah
Tempo.Masukan dari Dewan Penasihat ini pun tidak bersifat mengikat tapi lebih
kepada saran pada pemberitaan di Majalah Tempo.124
Pengaruh luar organisasi media terhadap pemberitaan di Majalah Temo
tidaklah terlalu signifikan.Pengaruh dari luar organisasi Majalah Tempo lebih
bersifat tidak langsung karena tidak berdampak langsung kepada sebuah
kebijakan pada pemberitaan di Majalah Tempo.Pengaruhnya lebih bersifat kepda
individu dan rutinitas penyusnan pemberitaan di Majalah Tempo.
5. Level Ideologi
Ideologi menurut pandangan teori kritis adalah sekumpulan ide-ide yang
menyusun sebuah kelompok nyata, sebuah representasi dari sistem atau sebuah
makna dari kode yang memerintah bagaimana individu dan kelompok melihat
dunia.Dalam Marxisme klasik, sebuah ideologi adalah sekumpulan ide-ide keliru
124
Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO.
76
yang diabadikan oleh ide yang dominan.125
Dalam pandangan Marxis klasik,
ideologi hanyalah ide-ide atau pemahaman yang digunakan oleh kelas yang
dominan untuk menanamkan kesadaran palsu bagi kelas yang tertindas untuk
melanggengkan kekuasaannya.
Pada level ideologi ini kita melihat lebih dekat pada kekuatan di
masyarakat dan mempelajari bagaimana kekuatan yang bermain di luar media.
Kita berasumsi bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan,
dan kekuasaan yang menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak
netral.Tidak hanya berita tentang kelas yang berkuasa tetapi struktur berita agar
kejadian-kejadian diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa.126
Dalam konteks penyusunan pemberitaan di sebuah media pengaruh dari
sebuah ideologi terhadap sebuah pemberitaan di media adalah secara tidak
langsung dan menyerap pada rutinitas yang terjadi pada sebuah media.Pengaruh
yang terjadi adalah secara tidak langsung.
Sebelum membahas ideologi Majalah Tempo saya akan mencoba
menjelaskan sejarah dari Majalah Tempo sehingga dapat mengungkap ideologi
dari Majalah Tempo. Secara historis Majalah Tempo didirikan pada tahun 1971,
pada masa awal pemerintahan Orde Baru.Para pendiri Majalah Tempo sendiri
adalah aktivis “Generasi 66” yang merupakan para aktivis yang bergabung dengan
mahasiswa dan pihak militer yang menurunkan rezim Presiden Soekarno.Majalah
Tempo sendiri didirikan oleh mantan jurnalis muda anti Soekarno dan anti-
125
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories of Human Communication,9th
ed.
(Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009) h. 469 126
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message h. 224
77
komunis yang tergabung dalam Harian Kami yaitu Goenawan Mohamad dan Fikri
Jufri.127
Para pendiri Majalah Tempo seperti Goenawan Mohamad sendiri sangat
dekat dengan ideologi sosialisme, yang saat itu dikembangkan oleh Partai Sosialis
Indonesia (PSI).128
Ideologi Partai Sosialis Indonesia sendiri adalah sosial
demokrat, yaitu sebuah ideologi yang mengkritik paham komunisme sebagai
sebuah paham yang otoriter namun tetap menjunjung asas sosialisme. Ideologi
Majalah Tempo sendiri sangat besar dipengaruhi oleh pemikiran sosok Pemimpin
Redaksi Majalah Tempo pada awal masa berdirinya majalah tersebut yaitu
Goenawan Mohamad. Bagi para wartawan maupun karyawan Majalah Tempo
sosok Goenawan Mohamad dianggap sebagai guru.129
Menurut pengamatan dari peneliti pemikiran atau ideologi dari Goenawan
Mohamad sendiri adalah ideologi sosial demokrat.130
Menurut Milovan Djilas
seperti yang dikutip oleh Rizal Mallarangeng, sosial demokrat adalah pemikiran
yang menghendaki adanya demokratisasi dan mengutuk sistem otoritarian yang
dikembangkan oleh paham komunisme. Namun pemikiran sosial demokrat
menerima paham sosialisme sebagai suatu gagasan dan demokrasi sebagai sebuah
gagasan yang akan memunculkan kesejahteraan bagi masyarakat.131
Ideologi sosial demokrat mempercayai bahwa proses pergantian sistem
masyarakat kapitalis menjadi masyarakat sosialis terjadi secara evolutif.
Pandangan ini bertentangan dengan pandangan kaum sosialis ortodok yaitu yang
127
Janet Steele, Wars Within,. h xvii 128
Janet Steele, Wars Within,. h 31 129
Janet Steele, Wars Within,. h 7 130
Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO. 131
Rizal Mallarangeng, Dari Langit: Kumpulan Esai Tentang Manusia dan Kekuasaan.
(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008),. H 77
78
biasa disebut kaum komunis yang beranggapan bahwa perubahan masyarakat
kapitalis menjadi masyarakat sosialis adalah melalui revolusi. Ideologi sosial
demokrat juga berpandangan bahwa semua masyarakat harus mendapatkan hak
yang sama, seperti persamaan hak yang dimiliki oleh semua ras, gender, etnisitas,
agama, orientasi seks dan kelas sosial.132
Melalui penelaahan sejarah tersebut Majalah Tempo memiliki ideologi
yang anti komunis namun sangat menjunjung ide-ide sosialis sebagai antithesis
ideologi kapitalisme.Berdasarkan ideologi sosial demokrat tersebut Majalah
Tempo sangat mengakomodir jalannya demokratisasi, persamaan hak-hak
minoritas dan pluralisme.133
Tempo juga memilki prinsip yaitu sebagai sebagai
media yang mencerahkan di antara banyaknya arus informasi dari media lain.
…Kalau platform Majalah Tempo itu kan jelas, dia mendukung
demokratisasi, mendukung gerakan anti korupsi, mendukung
gerakan persamaan hak. orang minoritas haknya sama dengan yang
mayoritas, apapun orangnya itu memiliki hak untuk menyakini
sesuatu, termasuk Ahmadiyah. Jadi orang tidak berhak
mengkafirkan orang, tidak berhak melabeli orang dengan aliran
sesat, karena itu berkaitan dengan keyakinan, hubungan manusia
dengan Tuhannya134
Ideologi dari Majalah Tempo mempengaruhi berbagai elemen dari pekerja
Majalah Tempo yang membentuk sebuah pemberitaan di Majalah Tempo.Dari hal
yang bersifat abstrak yaitu ideologi pekerja media tersebut yang dapat merubah
ideologi tersebut menjadi sesuatu yang kongkret yang dalam hal ini adalah
pemberitaan.
132
Donald F. Busky, Democratic Socialism: A Global Survey. (Connecticut: Greenwood
Publishing, 2000) ,. h 8 133
Janet Steele, Wars Within,. h 165 134
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
79
Pengartikulasian ideologi Majalah Tempo melalui beberapa elemen pada
Majalah Tempo yaitu melalui redaksi, reporter sebagai pekerja media yang
langsung turun ke lapangan dan melalui dewan direksi yang notabenenya adalah
mantan wartawan Tempo.Pengaruh yang bersifat tidak langsung adalah melalui
dewan direksi yang pernah menjadi wartawan atau redaksi majalah Tempo,
namun pengaruh tersebut tidak bersifat langsung karena kapasitas dewan direksi
hanya bersifat masukan dan bukan kebijakan.
Pengaruh yang terjadi secara ideologis juga berpengaruh lewat
pemberitaan Majalah Tempo yang lebih mengakomodir kelompok-kelompok
minoritas yang sering mendapatkan perlakuan yang diskriminatif dari kaum
mayoritas.
B. Analisis Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah
Tempo.
Pembahasan selanjutnya adalah analisis hiraki pengaruh pada pemberitaan
Ahmadiyah di Majalah Tempo. Saya akan membahas pengaruh-pengaruh yang
terjadi pada pemberitaan Ahmadiyah pada bulan Februari 2011 khususnya yaitu
mengenai pemberitaan tentang kasus penyeranga Jemaat Ahmadiyah Indonesia di
Cikeusik, Pandeglang, Banten. Analisis menggunakan teori hirarki pengaruh oleh
Pamela. J Shoemaker dan Stephen D. Reese.Berikut adalah pembahasan analisis
tersebut.
80
1. Pengaruh Level Individu Pada Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah
Tempo.
Pengaruh paling awal pada sebuah pemberitaan di sebuah media adalah
pengaruh individu.Pengaruh individu yaitu pengaruh dari wartawan atau reporter
yang dalam dalam hal ini adalah pencari berita dan pengumpul berita.Level ini
memiliki pengaruh yang cukup besar karena wartawan atau reporter adalah
individu yang langsung berinteraksi dengan situasi dan kondisi di lapangan.
Faktor individu dari wartawan atau reporter juga dipengaruhi beberapa
faktor yaitu faktor latar belakang dan karakteristik dari wartawan atau reporter
seperti faktor pendidikan, faktor orientasi dan lain-lain.Faktor kedua yang
membentuk individu seorang wartawan atau reporter adalah perilaku, kepercayaan
dan nilai-nilai yang dipegang oleh seorang wartawan atau reporter.Faktor yang
terakhir membentuk individu seorang wartawan atau reporter adalah faktor
profesionalitas dan kode etik yang diikuti oleh seorang wartawan atau reporter.135
Dalam konteks pemberitaan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di
Majalah Tempo pada bulan Februari, posisi seorang wartawan atau reporter
memiliki andil besar yaitu sebagai individu yang langsung terjun ke lapangan.
Dalam proses pembentukan sebuah pemberitaan di majalah Tempo, wartawan
atau reporter dapat memberikan pengaruh lewat rapat kompartemen dan rapat
besar. Bahkan penentuan angel pun ditentukan oleh reporter, sedangkan redaktur
hanya mempertajam angel.
Seperti saya selain mengumpulkan data juga menginginkan angel
tulisan seperti ini. Semua penentuan berdasarkan rapat
kompartemen dan rapat besar jadi yang gak absen kita sebagai
reporter. Cukup berpengaruh karena dia yang mengumpulkan
135
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 66-91
81
bahan dia yang tentukan angel awal, sedangkan redaktur hanya
mempertajam angle.136
Seperti yang dikemukakan oleh Anton Septian, reporter Majalah Tempo
yang memberitakan pemberitaan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah pada
Februari 2011 tersebut, posisi reporter sangat berpengaruh dikarenakan selain
sebagai pencari data di lapangan, reporter juga menentukan angle awal yang
diambil pada pemberitaan tersebut.Adapun pengaruh dari redaktur biasanya hanya
pada saat rapat besar.
Rapat kompartemen adalah rapat per anggota kompartemen yaitu reporter
dan penulis. Di Majalah Tempo sendiri terdapat beberapa kompartemen yaitu
kompartemen nasional, kompartemen ekonomi dan bisnis, kompartemen sains,
kompartemen gaya hidup. Dalam rapat kompartemen ini adalah proses
menentukan angle awal, disinilah peran reporter sangat besar dalam menentukan
angle sebuah pemberitaan, karena reporter mengusulkan angle apa yang diambil
oleh majalah Tempo dan data apa yang saja yang akan dikumpulkan untuk sebuah
pemberitaan.
Sedangkan dalam rapat besar ini semua elemen divisi redaksi Majalah
Tempo yaitu reporter, penulis, redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur
senior, pemimpin redaksi, redaktur bahasa dan redaktur foto.
Kalau di Tempo cukup egaliter ya, semua orang bisa hadir dalam
rapat besar, kecuali rapat kompartemen karena khusus anggota
kompartemen itu saja, kalau kompartemen nasional yang datang
hanya orang kompartemen nasional saja. Kalau rapat besar yang
hadir semua mulai dari kompartemen ekbis, nasional, gaya hidup,
seni, sains, sampai bahkan redaktur foto juga datang Terus
bahasa juga datang, jadi semua boleh ikut dan boleh memberikan
136
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
82
masukan. Kalau masukannya bagus bisa dipilih, kalau misalnya
kurang sekalipun dari pemred tidak bisa dipilih.137
Pengaruh yang cukup besar dari reporter ini dalam menentukan angel ini
berpengaruh langsung terhadap pemberitaan mengenai kasus kekerasan terhadap
Ahmadiyah di Majalah Tempo.Menurut Shoemaker dan Reese faktor individual
adalah faktor kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku pada seorang jurnalis.Faktor-
faktor ini sangat mempengaruhi sebuah pemberitaan yang dibentuk oleh seorang
jurnalis.Karena segala pengalaman dan nilai-nilai yang didapatkan secara tidak
langsung dapat berefek pada pemberitaan yang dikonstruk oleh seorang
jurnalis.Reporter sendiri dalam mencari berita turut dipengaruhi oleh faktor nilai
yang dipercaya oleh reporter itu sendiri.138
Dalam konteks pemberitaan kasus kekerasan Ahmadiyah di Cikeusik,
reporter yang memberitakan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang menjunjung
kesetaraan dan kebebasan dalam memeluk suatu keyakinan.
Kalau agama saya Islam, kalau aliran, orang tua saya ahli sunnah
wal jamaah… Apa yang terjadi kepada Ahmadiyah waktu itu adalah
cerminan bahwa kelompok minoritas di negeri ini kurang terjamin
bahkan tidak terjamin, benar bahwa hak-hak mereka dijamin oleh
konstitusi tetapi dalam pelaksanaannya banyak yang terjadi adalah
tirani mayoritas atau bahwa yang melakukan pelangaran oleh
segelintir orang yang memaksakan kekuasaannya atau kehendaknya
yang terjadi adalah silent majority (mayoritas diam) dan itu
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia, mungkin
kalau dianggap pelanggaran hak asasi manusia menurut definisi
undang-undang hak asasi manusia pelanggaran oleh negara tapi ini
dilakukan secara horizontal antara masyarakat dengan kelompok.
Bahwa ada yang dilanggar dalam hal ini.139
137
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 138
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 82 139
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
83
Dari hasil wawancara dengan Anton Septian, reporter Majalah Tempo
yang memberitakan kasus Ahmadiyah tersebut, dapat digambarkan bahwa
individu reporter yang memberitakan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah ini
adalah individu yang berpandangan bahwa kekerasan terhadap Ahmadiyah adalah
suatu pelanggaran hak asasi manusia, terlepas dari kepercayaan reporter ini yang
menganut agama Islam, ternyata tidak terlalu mempengaruhi terhadap sikap yang
diambil oleh reporter yang memberitakan kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah
ini.
saya tidak setuju kalau memang Ahmadiyah dalam hal ini secara
teologi maupun tauhid atau secara syariah tidak sesuai dengan
kelompok sunni yaudah. Saya tidak setuju kalau memang dia salah
atau gimana. Itukan urusan dia sama Tuhan, kita tidak bisa
menyalahkan mereka. Yang penting muamalah, kalau mereka
memang baik kepada kita gimana, siapa yang menjamin bahwa apa
yang kita yakini itu benar, apa yang menjamin bahwa kita masuk
surga dan mereka masuk neraka tidak ada yang tahu kan. Secara
teologi saya memang tidak setuju dengan mereka, tapi bukan berarti
atas nama agama saya marah mereka beribadah dan
memaksakannya, itu dua hal yang berbeda, tidak bisa
diperbincangkan.140
Reporter yang memberitakan kasus ini tidak terlalu oleh pengaruh
kepercayaannya tetapi lebih terpengaruh nilai-nilai kesetaraan dan kebebasan
beragama oleh semua pemeluk agama.Nilai-nilai tersebut turut berpengaruh dalam
pemberitaan di Majalah Tempo mengenai kasus Ahmadiyah tetapi yang lebih
faktor yang lebih dominan adalah kewajiban bagi seorang reporter untuk
memberitakan sebuah pemberitaan sesuai fakta.
Pemberitaan tetap secara based on fact, selanjutnya kalau ada
pandangan ya itu kalau ini bukan hanya menyangkut tentang
140
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
84
Ahmadiyah tetapi menyangkut nasib semua orang, karena kalau hal
yang sama terjadi kepada kita, hak-hak minoritas yang dilanggar141
Reporter Majalah Tempo dalam pemberitaan Ahmadiyah ini lebih
terpengaruh oleh tuntutan dari media tersebut yang menuntut sebuah pemberitaan
harus sesuai fakta di lapangan, bukan berdasarkan prasangka pribadi atau
pandangan pribadi dari reporter itu sendiri sesuai dengan hasil temuan peneliti
dalam penelitian ini. Majalah Tempo memiliki prinsip untuk memberitakan sesuai
fakta.
ideologi tempo itukan jurnalisme yang mencerahkan masyarakat,
jadi tugas majalah adalah menjernihkan peristiwa dari lautan
informasi yang sangat banyak, berita itu seharusnya membuat orang
lebih mengerti bukan malah membuat orang jadi bingung atau
tersesat ditengah banyaknya informasi, karena sekarang informasi
banyak tersedia, dan kadang-kadang membuat informasi itu jadi
simpang siur dan membuat orang jadi bingung, mana yang berisi
kebenaran yang membuat orang tahu peristiwa yang sebenarnya142
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Shoemaker dan Reese bahwa nilai,
perilaku dan kepercayaan yang dianut oleh sang jurnalis sebagai pencari berita
tidak terlalu memberikan efek yang terlalu besar kepada sebuah pemberitaan,
dikarenakan kekuatan yang lebih besar dari level organisasi media dan rutinitas
media. Tetapi sedikit banyak faktor nilai, kepercayaan dan perilaku dari sang
jurnalis dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.143
Tuntutan yang besar dari media untuk memberitakan pemberitaan yang
sesuai dengan fakta menuntut reporter pada pemberitaan kasus kekerasan terhadap
Ahmadiyah di Cikeusik sesuai dengan proporsionalitasan kasus tersebut.
141
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 142
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 143
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h 89
85
…saya menulis berita ini berdasarkan fakta yang diperoleh di
lapangan, kita tidak bisa mengarang berita juga bahwa faktanya
dalam temuan kami kekerasan tersebut digerakkan itu iya,
dimobilisasi iya, oleh kelompok-kelompok yang merasa terancam
kehidupan sosialnya oleh Ahmadiyah di Cikeusik…144
Pengaruh yang besar dari rutinitas media di Majalah Tempo yang
menuntut agar para reporter atau pencari berita untuk memberitakan sesuai
dengan fakta membuat pemberitaan tentang kasus kekerasan Ahmadiyah di
majalah Tempo sesuai dengan fakta temuan di lapangan.
Selain dari faktor keprofesionalitasan seorang reporter dalam mencari dan
mengolah berita, faktor kode etik jurnalis yang mengikat seorang jurnalis yang
dalam hal ini adalah reporter Majalah Tempo, turut mempengaruhi cara kerja
seorang reporter. Berdasarkan hasil temuan penelitian terhadap reporter majalah
Tempo yang memberitakan kasus kekerasan terhadap penganut Ahmadiyah di
Cikeusik pengaruh dari faktor kode etik jurnalis sangat besar. Faktor
keberimbangan pemberitaan atau cover both side sebagai salah satu kode etik
yang dijalankan oleh reporter dari Majalah Tempo yang memberitakan
pemberitaan kasus Ahmadiyah di Cikeusik.
Misalnya begini kalau anda cermati berita yang saya tulis tentang
Ahmadiyah, dengan berita yang di media-media lain di hari itu dua
minggu pertama itu hanya Tempo yang ada konfimasi dari para
tersangka, meskipun tersangka menolak ngomong atau mengatakan
tidak tahu karena mereka tidak menunggu sampai tersangka ketemu
atau sampai tersangka itu selesai diperiksa, mereka hanya
memberitakan kekerasan tapi tidak ada yang sedalam Tempo. Dan
waktu itu cuma saya yang bisa dapet wawancara dari beberapa
tersangka yang melakukan kekerasan, yaitu adalah salah satu
penerapan prinsip cover both side, bahwa kita memberitakan
kekerasan juga tapi kita juga harus meminta konfirmasi dari orang
yang dituduh, meski mereka menolak untuk diwawancara tapi upaya
144
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
86
untuk mendapatkan informasi yang tetap dilakukan, dan itu
merupakan implementasinya…145
Dalam mencari berita pada kasus Ahmadiyah, reporter yang memberitakan
kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik memberitakan secara
berimbang, yaitu dengan mengkonfirmasi kepada semua pihak yang terkait.Pihak
tersebut adalah pihak Ahmadiyah yang menjadi korban dari kasus tersebut dan
pihak tersangka yaitu pihak penyerang pemeluk Ahmadiyah.
Seperti hasil temuan penelitian, reporter Majalah Tempo mencari berita
sesuai dengan asas keberimbangan pemberitaan yaitu melalui konfirmasi dari
semua pihak dalam kasus tersebut.Jadi pemberitaan tentang kasus kekerasan
Ahmadiyah di Majalah Tempo telah memenuhi faktor keberimbangan sebuah
pemberitaan.
Namun besarnya pengaruh dari individu tetap dipengaruhi oleh faktor
rutinitas yang besar melalui rapat redaksi yang terdiri dari rapat kompartemen dan
rapat besar, seperti yang telah saya jelaskan di atas.Menurut Anton Septian,
reporter yang memberitakan pemberitaan kasus Ahmadiyah, pengaruh yang paling
besar pada pemberitaan yaitu rapat redaksi di Majalah Tempo.“Rapat, mulai dari
rapat perencanaan kecil sampai rapat kompartemen sampai rapat perencanaan
besar”146
145
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo) pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 146
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo) pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
87
Tabel 4.2
Pengaruh Pada Level Individu
Posisi Tugas Pengaruh
Reporter Tugas seorang reporter dalam
proses pembentukan sebuah
pemberitaan adalah mencari
data dan fakta mengenai isu
yang terjadi di lapangan sesuai
dengan hasil-hasil rapat redaksi.
Pengaruh dari level
reporter ini cukup besar
dikarenakan tugas
reportase yang
dilaksanakan langsung
terkait dengan pencarian
data sehingga dapat
mempengaruhi
pemberitaan.
Penulis Tugas penulis pada proses
pemberitaan di Majalah Tempo
adalah lebih kepada proses
penulisan pemberitaan
Pengaruh dari penulis
tidak signifikan
dikarenakan penulis
hanya menyajikan hasil
data yang didapat oleh
reporter.
2. Level Pengaruh Rutinitas Media Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah
di Majalah Tempo.
Level selanjutnya yang mempengaruhi sebuah pemberitaan di sebuah
media adalah rutinitas media.Rutinitas media adalah kebiasaan sebuah media
dalam pengemasan dan sebuah berita. Media rutin terbentuk oleh tiga unsur yang
saling berkaitan yaitu sumber berita (suppliers), pengolahan pemberitaan
(processor), dan audiens (consumers).147
Dari hasil penelitian terhadap pengaruh rutinitas Majalah Tempo terhadap
pemberitaan Ahmadiyah, peneliti menemukan faktor yang paling berpengaruh
adalah faktor pengolahan pemberitaan media. Faktor pengelolahan pemberitaan
ini memiliki pengaruh kuat karena menjadi pedoman yang patut dipatuhi oleh
seluruh pekerja di Majalah Tempo yaitu reporter, penulis dan para redaktur.
147
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 109
88
Pengolaan pemberitaan ini tergambar pada rapat-rapat perencanaan di
Majalah Tempo. Rapat tersebut antara lain adalah rapat kompartemen, rapat besar,
rapat redaksi dan rapat opini. Hasil dari rapat tersebut menjadi pedoman bagi
reporter untuk menjalankan tugasnya di lapangan. Reporter dalam menjalan
tugasnya tidak dapat bertentangan dengan keputusan rapat, karena rapat yang
telah saya sebutkan pada sub bab sebelumnya adalah hasil diskusi antara reporter
sebagai pekerja media di lapangan dengan para redaktur sebagai pemegang
kebijakan di meja redaksi. Reporter dalam menentukan angle pun memiliki
otoritas yang besar karena mengetahui konteks di lapangan sedangkan para
redaktur hanya bekerja di meja redaksi. Sistem rapat di Tempo pun sangat terbuka
dan egaliter yaitu melibatkan semua elemen dan dapat memberikan masukan
tanpa memandang jabatan dari setiap individu di Majalah Tempo.
Rapat, rapat redaksi yang hari senin dan hari rabu habis itu di
putuskan di rapat, bahkan pemimpin redaksi pun tidak bisa
mengambil keputusan sendiri. Dia hanya bisa ngusul dan yang
lainpun bisa ngusul dan di rapat itu diputuskan. Dirapat itu
pemimpin redaksi sering di tolak bahkan ditertawakan, tetap forum
tertinggi yang bisa menentukan berita mana yang akan dimuat atau
tidak itu ditentukan dirapat, termasuk opini yang di depan itu
dibahas dalam rapat…148
Dalam tugasnya di lapangan reporter yang meliput kasus kekerasan
Ahmadiyah di Cikeusik ditugaskan untuk mencari data yang sebenar-benarnya
dan sesuai dengan kasus yang terjadi. Kebjakan pemberitaan Majalah Tempo
untuk mendapatkan berita yang sebenarnya dan berimbang. Berimbang disini
menurut kebijakan Majalah Tempo adalah memberitakan sesuai dengan
kebenaran. Kebenaran yang ada pada kasus tersebut yaitu berupa penyerangan
148
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
89
salah satu kelompok kepada kelompok lainnya yang sesuai dengan hasil
investigasi yang didapat di lapangan.
..sama dengan berita-berita yang lain, tadi sudah dijelaskan misi
Tempo adalah menjaga hak individu itu dihargai, tidak condong ke
Ahmadiyah atau condong kepenyerangnya. Tapi kita clearkan apa
sih yang terjadi kalau sikapnya jelas di opini sudah ada kita
mengutuk kekerasan mendukung kebebasan orang di opini paling
depan itu sikap redaksi Tempo terhadap penyerang. Imbang itukan
tidak melulu yang dipenuhi haknya, imbang adalah memberi tempat
apa yang kita yakini benar, jelas itu bukan imbang yang kita
tayangkan dalam pengetahuan alam, imbang disini adalah kita
membela orang yang berhak dibela149
Cara kerja Majalah Tempo dalam memberitakan sesuai dengan fakta yang
terjadi adalah untuk membentuk kredibilitas media itu sendiri. Menurut Michael
Schudson fakta objektifitas pada sebuah media membantu sebuah media
melegitimasi dirinya. Ini berkaitan dengan kredibilitas sebuah media yang
membuat sebuah pemberitaan.150
Sebagai sebuah majalah, cara kerja reporter Majalah Tempo pun berbeda
dengan koran Tempo. Reporter majalah Tempo dituntut untuk mencari data secara
investigatif dan secara mendalam. Dibanding dengan pemberitaan di koran yang
lebih menekankan pada pemberitaan dengan model straight news. Gaya
pemberitaan Majalah Tempo lebih kepada in depth story yaitu menekankan
kedalaman data dan fakta yang tidak didapatlan pada koran yang lebih
menekankan pada informasi. Cara kerja reporter dalam mendapatkan fakta pun
tetap berpegangan dengan rapat kerja yang telah dilakukan sebelum terjun ke
lapangan.
149
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 150
Michael Schudson , Discovering The News (New York: Basic Books, 1978) h. 78
90
..harus dibedakan juga, reporter di majalah dan reporter di koran.
Kalau reporter di koran hanya mencari berita, tapi kalau reporter
majalah kerja berdasarkan rapat yang diikuti sendiri151
Perbedaan mendasar tersebut membentuk pemberitaan yang berbeda
antara majalah dengan koran. Koran yang lebih cepat waktu terbitnya berisi
informasi yang cepat namun tidak secara mendalam sedangkan majalah
memberikan pemberitaan yang lebih mendalam dan menampilkan cerita di balik
kejadian yang kadang tidak didapatkan di koran.
Selain faktor pengelolaan pemberitaan, faktor pembaca juga masuk dalam
level pengaruh rutinitas. Tetapi dalam konteks Majalah Tempo secara umum dan
pada pemberitaan Majalah Tempo mengenai kasus kekerasan kepada Ahmadiyah
di Cikeusik secara khusus, faktor pembaca tidak terlalu berpengaruh.Pembaca
tidak terlalu berpengaruh karena pemberitaan majalah Tempo memiliki misi
mendukung persamaan hak yang telah diputuskan oleh rapat besar. Intervensi
pembaca terhadap pemberitaan Majalah Tempo mengenai kasus kekerasan
Ahmadiyah di Cikeusik yang masuk dalam rubrik nasional pun memang tidak
terlalu besar. Pembaca majalah Tempo sendiri berasal dari golongan ekonomi
menengah.152
Pembaca yang berasal dari golongan menengah dan terpelajar yang
lebih memiliki pemikiran terbuka sehingga pemberitaan mengenai kasus
kekerasan terhadap Ahmadiyah tidak terlalu mengalami resistensi dari para
pembacanya.
151
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 152
Janet Steele, Wars Within “The Story of Tempo, an Independent Magazine in
Soeharto’s Indonesia (Singapore ,Institute of Southeast Asian Studies : 2005) h. 165
91
Kita memang tidak melulu kepada pembaca, kita melakukan survey
mana yang disukai mana yang tidak.Tapi hal-hal yang bersifat misi,
artinya itu yang sesuai rapat keputusan. Kalau platform majalah
Tempo itu kan jelas, dia mendukung demokratisasi, mendukung
gerakan anti korupsi, mendukung gerakan persamaan hak. orang
minoritas haknya sama dengan yang mayoritas..Jadi meskipun
pembaca tidak suka kalau itu merupakan keyakinan Tempo yang
khusus dengan misi-misi tadi itu dimuat. Intervensi pembaca kepada
rubrik dalam nasional politik kecil…153
Faktor terbesar yang memberi pengaruh kepada pemberitaan Majalah
Tempo mengenai kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Majalah Tempo yang
lebih besar adalah lebih kepada faktor pengelolaan pemberitaan dibanding dengan
faktor yang lainnya.Faktor ini mengikat karena membentuk kebiasaan pekerja
media di Majalah Tempo untuk membuat sebuah pemberitaan.Faktor ini
dijalankan oleh segenap pekerja pada majalah Tempo yang memberitakan kasus
kekerasan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik.
Tabel 4.3
Pengaruh Pada Level Rutinitas Media
Rapat Tugas Pengaruh
Rapat Besar Rapat Besar ini dihadiri
oleh oleh seluruh awak
media Majalah Tempo
mulai dari pemimpin
redaksi, para redaktur,
reporter, penulis dan
seterusnya. Rapat ini
bertujuan dalam proses
pengambilan kebijakan
pemberitaan pada
Majalah Tempo yang
bersifat mengikat.
Rapat besar ini sangat
berpengaruh dalamproses
pengambilan kebijakan
dalam pemberitaan pada
Majalah Tempo yang
bersifat mengikat. Hasil
rapat wajib dilaksanakan
oleh para awak media
Majalah Tempo.
Rapat Kompartemen
Pada rapat ini membahas
keseluruhan isu dari
Rapat ini memiliki
pengaruh cukup besar
153
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
92
berbagai kompartemen
dan membahas apa saja
kebijakan pemberitaan
yang diambil oleh para
pekerja media Majalah
Tempo. Rapat ini diikuti
seluruh awak media
Majalah Tempo.
dibanding rapat-rapat lain
pada proses pembentukan
kebijakan pemberitaan
pada Majalah Tempo.
Rapat kompartemen
cukup berpengaruh
dikarenakan terkait
dengan keseluruhan
pengambilan kebijakan
pada Majalah Tempo
tetapi terlalu mengikat.
Rapat Opini Rapat Opini lebih kepada
penentuan angle yang
diambil oleh sebuah
pemberitaan di Majalah
Tempo
Rapat opini tidak terlalu
berpengaruh pada proses
pemberitaan di Majalah
Tempo dikarenakan
hanya lebih kepada
pengambilan angle yang
diambil oleh Majalah
Tempo.
3. Level Pengaruh Organisasi Media Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah
di Majalah Tempo
Pengaruh ketiga pada sebuah pemberitaan di sebuah media adalah
pengaruh organisasi media. Pada level pengaruh ini lebih menitikberatkan pada
pengaruh secara struktural kepada sebuah pemberitaan yaitu pengaruh dari
pemegang kebijakan di media atau pemilik media.
Dalam konteks Majalah Tempo pemilik media bukan dimiliki oleh
perseorangan karena Majalah Tempo dibawah naungan Tempo Media Group
yang memiliki saham terbuka. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak intervensi
secara individu terhadap sebuah pemberitaan di majalah Tempo.
…kalau di Tempo rasanya tidak berpengaruh, karena owner ditempo
itu lembaga tidak ada individu yang memiliki saham di Tempo,
kecuali saham yang lewat bursa, tempo itu terbuka, jadi sebagian
besar itu yayasan, jadi tidak ada individu pemiliknya kolektif, dan
93
ditempo gak ada yang mayoritas miliki saham 50% hanya rata-rata
26%-40%...154
Dari kepemilikan yang tidak dikuasai oleh individu ini memungkinkan tidak
adanya intervensi dan kepentingan individu yang mengintervensi kebijakan
pemberitaan dari Majalah Tempo.
Pengaruh terhadap pemberitaan yang terjadi pada kasus kekerasan
Ahmadiyah di Majalah Tempo lebih bersifat masukan dibandingkan sebuah
intervensi.Masukan ini berasal dari dewan direksi yang notabenenya adalah
mantan redaksi Majalah Tempo.
…memang tidak pernah ada kebijakan resmi dari pandangan dewan
direksi, memang direksi ditempo itukan banyak orang-orang redaksi
seperti Bambang Harymurti, dia mantan pemimpin redaksi dia
direktur umum, terus Thoriq Hadad bekas pemimpin redaksi dan
wakil pemimpin redaksi, dia direktur keuangan Tempo. Direktur-
direktur bekas wartawan itu mempunyai konsen diisu-isu
keberagamaan, karena di Tempo itu khan memang sudah lama
konsen disitu, misalnya mendorong agar pluralisme itu tetap terjaga
dan berita-berita tersebut lebih bisa diterima di Tempo…155
Seperti hasil wawancara peneliti dengan Abdul Manan, redaktur senior
Majalah Tempo yang memaparkan bahwa pengaruh yang terjadi dari level direksi
adalah lebih bersifat masukan dan bukan kebijakan. Masukan tesebut pun bersikap
mengakomodir pemberitaan yang mendorong isu-isu pluralisme.Sikap ini sesuai
dengan ideologi Majalah Tempo yang mendorong perlindungan kepada kaum
minoritas dan persamaan hak-hak kelompok minoritas.
….Kalau platform majalah Tempo itu kan jelas, dia mendukung
demokratisasi, mendukung gerakan anti korupsi, mendukung
gerakan persamaan hak. orang minoritas haknya sama dengan yang
154
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 155
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
94
mayoritas, apapun orangnya itu memiliki hak untuk menyakini
sesuatu, termasuk Ahmadiyah…156
Pengaruh pada level organisasi yang lebih besar justru pada posisi redaktur
pelaksana, ini dikarenakan posisi redaktur pelakasana yang berkenaan dalam rapat
direksi dan memilki kewenangan untuk menugaskan reporter dalam mencari dan
membuat sebuah pemberitaan.
…redaktur pelaksana memiliki pengaruh yang besar karena bisa
juga menugaskan, kalau misalnya dia punya ide apa dia
menyampaikannya dalam rapat hari senin, kalau diterima ya di
tulis…157
Posisi redaktur yang langsung berkenaan dengan reporter dan rapat redaksi
memberikan akses yang besar terhadap redaktur pelakasana untuk membentuk
suatu pemberitaan.Kebijakan pada level organisasi Majalah Tempo adalah lebih
kepada rapat yang dilakukan untuk menentukan sebuah kebijakan pemberitaan
yaitu rapat kompartemen dan rapat besar. Rapat kompartemen dan rapat besar
itulah yang menggambar cara kerja organisasi media pada Majalah Tempo. Pada
konteks pemberitaan Majalah Tempo mengenai kasus kekerasan terhadap
Ahmadiyah, kebijakan yang diambil adalah untuk memberitakan secara jelas
tentang kasus penyerangan tersebut.Kebijakan pemberitaan majalah Tempo saat
itu adalah memberitakan bahwa kelompok Ahmadiyah di Cikeusik menjadi
korban pada peristiwa penyerangan tersebut.
..sama dengan berita-berita yang lain, tadi sudah dijelaskan misi
Tempo adalah menjaga hak individu itu dihargai, tidak condong ke
Ahmadiyah atau condong kepenyerangnya. Tapi kita clearkan apa
sih yang terjadi kalau sikapnya jelas di opini sudah ada kita
mengutuk kekerasan mendukung kebebasan orang di opini paling
156
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 157
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
95
depan itu sikap redaksi Tempo terhadap penyerang..Imbang itukan
tidak melulu yang dipenuhi haknya, imbang adalah memberi tempat
apa yang kita yakini benar, jelas itu bukan imbang yang kita
tayangkan dalam pengetahuan alam, imbang disini adalah kita
membela orang yang berhak dibela…158
Kebijakan pemberitaan yang diambil saat itu bukan menitik beratkan
untuk membela salah satu kelompok tertentu tapi melalui hasil investigasi dan
pengumpulan data-data di lapangan yang dilakukan oleh reporter Majalah Tempo.
…Ahmadiyah dianggap menjadi korban, dan faktanya sendiri kan
memang dia sebagai korban, tanpa sikap berpihakpun berita tempo
akan berpihak ke Ahmadiyah karena mereka yang menjadi korban
orang-orang garis keras…159
Fakta di lapangan yang menjadi kebijakan organisasi Majalah Tempo
dalam menentukan sikap dalam menentukan kebijakan pemberitaan mengenai
kasus kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah di Cikeusik pada bulan Februari.
Tabel 4.4
Pengaruh Pada Level Organisasi Media
Posisi Tugas Pengaruh
Pemilik Media Pemilik media atau pada
level direksi bertugas
lebih kepada level
manajerial dan bukan
kepada kebijakan media.
Pengaruh dari level
pemilik media
berpengaruh secara tidak
langsung karena lebih
kepada level manajerial
dan bukan kepada
kebijakan pemberitaan.
158
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 159
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
96
4. Level Pengaruh Luar Organisasi Media Pada Pemberitaan
Ahmadiyah di Majalah Tempo
Sebagai salah satu pengaruh dalam teori Hirarki Pengaruh, level pengaruh
dari luar organisasi media turut memberikan pengaruh pada sebuah pemberitaan
di media.Level pengaruh luar organisasi media berbicara tentang bagaimana
pengaruh-pengaruh yang berasal dari luar organisasi media mempengaruhi konten
sebuah media.Faktor-faktor seperti sumber berita, pengiklan dan penonton,
kontrol dari pemerintah, kelompok kepentingan, pangsa pasar dan teknologi.160
Salah satu pengaruh pada sebuah konten pemberitaan media pada level
pengaruh luar organisasi media adalah pengaruh dari kelompok kepentingan
(interest group). Kelompok kepentingan sendiri adalah sekelompok individu yang
ingin mengkomunikasikan sikap mereka dan beberapa isu terhadap
publik.161
Kelompok kepentingan berupaya mempengaruhi apa yang dilakukan
media dengan cara membatasi isi atau pesan media kepada masayarakat.
Kelompok penekan dapat berupa organisasi atau kelompok, baik formal maupun
informal, dengan berbagai kepentingan dan latar belakang, seperti kelompok atau
organisasi agama, profesi, politik kelompok advokasi dan sebagainya.162
Dalam konteks pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan
Februari, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) turut memberikan pengaruh pada
pemberitaan di majalah Tempo.AJI memiliki pengaruh terhadap pemberitaan
Majalah Tempo dikarenakan faktor historis AJI dengan Majalah Tempo. AJI
sendiri adalah organisasi profesi yang berbentuk federasi wartawan-wartawan di
tingkat kota.
160
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 175 161
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 184 162
Morisan, Teori Komunikasi Massa, h. 52
97
…AJI itu federasi dari komunitas-komunitas wartawan di
tingkat kota, jadi tingkat nasional ada pengurus-pengurus nasional,
pengurus eksekutifnya AJI yang dipilih dalam kongres setiap tiga
tahun oleh para AJI kota diseluruh di Indonesi ada 44 AJI kota…163
Hubungan antara Majalah Tempo dengan AJI adalah hubungan yang
bersifat historis dan psikologis.Hubungan antara AJI dengan Majalah Tempo
tergambar dari hasil wawancara dengan ketua AJI Jakarta yaitu Komang Wahyu
Dhyadmika.
…secara historis… ada kaitan, secara historis misalnya
begini, karena AJI khan berdiri salah satu pemicunya karena
pembredelan Tempo pada 1994, Tempo, Detik dan Editor. Jadi ikatan
historis itu ada membuat semacam hubungan…164
Kaitan antara AJI dengan Majalah Tempo yang memberikan pengaruh pada
konten dari Majalah Tempo adalah dengan banyaknya wartawan Majalah Tempo
yang menjadi anggota AJI.Wartawan Majalah Tempo yang menjadi anggota AJI
ini pada gilirannya membentuk hubungan psikologis antara Majalah Tempo
dengan AJI.
…secara psikologis AJI dan wartawan Tempo dekat, itu membuat
kenapa banyak wartawan Tempo menjadi anggota AJI, hampir
mayoritas wartawan Tempo adalah anggota AJI…165
Akan tetapi hubungan antara AJI dan Majalah Tempo tidak terbangun
secara struktural karena AJI adalah organisasi keprofesian wartawan.Secara
organisatoris tidak ada hubungan yang dibangun antara AJI dengan Majalah
Tempo.
…Secara struktural tidak ada, karena khan AJI pada dasarnya adalah
organisasi profesi yang anggotanya adalah individu-individu, jadi
secara organisatoris tidak ada korelasi antara AJI dengan Majalah
Tempo…166
163
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 164
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 165
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 166
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
98
Sehingga pemberitaan yang dibuat oleh Majalah Tempo tidak dipengaruhi secara
langsung oleh AJI.Faktor ini dikarenakan AJI sangat menghormati independensi
sebuah media. Secara organisatoris pun AJI tidak dapat mempengaruhi
pemberitaan Majalah Tempo karena pada dasarnya AJI sebagai sebuah organisasi
keprofesian tidak memiliki regulasi atau perangkat yang dapat mempengaruhi
konten pemberitaan Majalah Tempo.
…Kalau dari sisi pemberitaan tidak ada, karena kita menghormati
independensi setiap media tidak hanya Tempo, kita tidak punya
perangkat atau alat untuk mempengaruhi apa yang diberitakan oleh
Tempo…167
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa pengaruh oleh
kelompok kepentingan seperti AJI terhadap pemberitaan Majalah Tempo lebih
bersifat tidak langsung yaitu melalui individu wartawan Majalah Tempo yang
menjadi anggota AJI dan melalui pernyataan sikap AJI yang mengkritisi Majalah
Tempo terkait pemberitaan Ahmadiyah. Pengaruh AJI yang bersifat tidak
langsung yaitu melalui pandangan, sikap dan kode etik AJI yang berpengaruh
terhadap wartawan Majalah Tempo yang menjadi anggota AJI.
AJI memiliki pandangan dan sikap yang sangat memihak terhadap
kelompok Ahmadiyah pada peristiwa Cikeusik tersebut.AJI memiliki pandangan
bahwa peristiwa yang terjadi di Cikeusik tersebut adalah suatu penyerangan dan
bukan suatu bentrokan.AJI berasumsi bahwa peristiwa tersebut adalah
penyerangan yang tidak berimbang yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
terhadap jemaah Ahmadiyah di Cikeusik.Bahkan AJI juga mengkritisi
pemberitaan media termasuk Tempo di dalamnya, yang tidak memberitakan
167
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
99
secara berimbang.Pandangan dan sikap AJI dalam menyikapi masalah Ahmadiyah
ini memberikan pengaruh melalui kritik-kritik yang disampaikan AJI.
…Kita dalam beberapa statement kita khan juga sangat menyesalkan
pemberitaan media yang seakan-akan membuat dalam kasus Cikeusik
misalnya bentrokan Cikeusik itu khan pemberitaan media termasuk
Tempo misalnya cenderung menganggap bahwa yang terjadi adalah
bentrokan antara dua kelompok yang setara, padahal yang terjadi
menurut beberapa saksi mata dan temuan-temuan di lapangan khan
itu sebuah penyerbuan tidak berimbang, karena itu kita berusaha
mengingatkan media untuk melihat persoalan sebagaimana apa
adanya, jangan kemudian beranggap penyerbuan sebagai
bentrokan…168
Dalam mempengaruhi pemberitaan Majalah Tempo terkait dengan kasus
Cikeusik AJI pun bekerjasama dengan kelompok-kelompok lain yang memiliki
tujuan yang sama yaitu kelompok yang ingin mempromosikan toleransi umat
beragama. Menurut Morissan, keberhasilan kelompok penekan seperti AJI dalam
mempengaruhi isi media sangat ditunjang oleh ada atau tidaknya dukungan
publik.169
Dalam konteks kasus pemberitaan Cikeusik, AJI menggandeng
organisasi lain agar mendapatkan dukungan dari publik dan pada gilirannya dapat
mempengaruhi konten media terkait pemberitaan Cikeusik.
…Kemudian beberapa kali kita bekerjasama dengan Wahid Institute,
bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang seide untuk
mempromosikan bagaimana supaya redaksi media itu
mempromosikan toleransi beragama…170
Sikap kongkret yang dilakukan oleh AJI terkait dengan pemberitaan
Majalah Tempo pada kasus Cikeusik ini adalah berbentuk himbauan AJI kepada
168
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 169
Morisan, Teori Komunikasi Massa, h. 52 170
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
100
media-media termasuk Majalah Tempo di dalamnya.Himbauan ini memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap Majalah Tempo.
…Cuma kita pernah memang seperti yang saya sebut tadi membuat
semacam himbauan saja, himbauan yang sifatnya general saja tidak
hanya terhadap Tempo tapi kepada semua media, agar memberitakan
misalnya kasus penyerangan Ahmadiyah di Cikeusik sebagaimana
faktanya, jadi ada kesan dari beberapa LSM dan NGO yang
mengamati soal toleransi beragama, media tidak memberikan ruang
yang semestinya untuk mereka yang misalnya berada ada di pihak
Ahmadiyah, lebih pro kepada suara-suara pemerintah.
Pemberitaannya kurang berimbang, itu pengamatan umum yang
kemudian kita gunakan sebagai pintu masuk untuk mengeluarkan
pernyataan yang sangat umum sifatnya menghimbau agar media lebih
berimbang…171
Menurut Shoemaker dan Reese, kelompok kepentingan seringkali
mengkritisi media dan atau individu dari jurnalis.Contohnya seperti mengganti
merubah konten dari sebuah media adalah tujuan dari kelompok penekan. Tidak
hanya mengkritisi agenda pemberitaan sebuah media tetapi mereka juga dapat
merubah atau merevisi dari cara kerja media dan kebijakan dari media.172
Pengaruh kelompok kepentingan seperti AJI terhadap konten pemberitaan
peristiwa Cikeusik yang terjadi pada bulan Februari yang kedua adalah melalui
individu dari wartawan yang menjadi anggota AJI.Pengaruh tersebut terbentuk
melalui pandangan organisasi dan kode etik dari AJI itu sendiri.Pandangan
tersebut sendiri mengikat secara tidak langsung, sedangkan kode etik dari AJI
bersifat sangat mengikat.
…Kode etik AJI ada 13 atau 14 poin… Intinya kita mendorong supaya
wartawan tidak menerima amplop, kita mendorong praktek-praktek
yang tidak terpuji dalam pengelolaan media diungkap, permasalahan
yang penting untuk publik harus disampaikan, tidak boleh ditutup-
tutupi kemudian, ada keberpihakan terhadap kelompok yang tidak
171
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 172
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 184
101
punya kemampuan untuk bersuara, keberpihakan terhadap minoritas
dan seterusnya…173
Dari hasil pengamatan, kita dapat melihat bahwa salah satu poin dari kode
etik AJI yang berkaitan dengan pemberitaan tentang kasus Cikeusik adalah
adanya keberpihakan AJI terhadap kelompok yang tidak punya kemampuan untuk
bersuara dan keberpihakan terhadap minoritas.Jelas sekali tampak pada konteks
ini AJI berpihak kepada kelompok Ahmadiyah, dikarenakan kelompok
Ahmadiyah adalah kelompok yang tidak memiliki kemampuan untuk bersuara dan
kelompok minoritas.
Mengacu dengan kode etik dari AJI tersebut wartawan Majalah Tempo,
dalam konteks pemberitaan kasus Cikeusik harus mengakomodasi atau berpihak
terhadap kelompok Ahmadiyah sebagai sebuah kelompok minoritas.Kode etik AJI
pun bersifat mengikat sehingga wartawan yang menjadi anggota AJI termasuk
wartawan Majalah Tempo yang memberitakan tentang kasus Cikeusik pada bulan
Februari pun wajib mematuhi kode etik AJI tersebut.
Mereka yang melanggar kode etik akan dipecat dari keanggotaan AJI,
tapi ada prosesnya. Ada proses semacam peradilan etik, kita khan
punya majelis etik. Setiap AJI kota punya majelis etik yang tugasnya
salah satunya mengawasi penerapan kode etik di kalangan
anggota…174
Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh ketua AJI tersebut bahwa kode
AJI memiliki sanksi yang mengikat para anggotanya. Terkait dengan pemberitaan
Majalah Tempo mengenai kasus Cikeusik, para wartawan Majalah Tempo yang
bernaung dalam AJI wajib memberitakan yang mengakomodir kelompok
173
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 174
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
102
Ahmadiyah pada kasus, karena jika tidak diimplementasikan maka akan
menyalahi atau melanggar kode etik dari AJI itu sendiri dan dapat berakibat
terkena sanksi.
Berdasarkan pandangan dari Shoemaker dan Reese, para jurnalis
mempercayai bahwa kode etik dapat mempengaruhi konten dari media secara
terbuka. Walaupun pada pelaksanaanya standar etika bisa bertentangan dengan
yang lainnya atau dengan nilai-nilai175
Hasil temuan lainnya dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta
bahwa ternyata ketua umum dari AJI itu sendiri yaitu Komang Wahyu Dhyadmika
sendiri adalah wartawan dari Majalah Tempo.Sebagai seorang ketua AJI yang
memilki pandangan sesuai dengan pandangan, ideologi dan sikap dari AJI,
tentunya Wahyu Dhyadmika juga dapat mempengaruhi pemberitaan mengenai
kasus Ahmadiyah pada bulan Februari.Karena dari hasil penelitian juga diketahui
bahwa Wahyu Dhyadmika adalah wartawan yang memberitakan tentang kasus
Ahmadiyah.
“aku juga menulis beberapa kali untuk Tempo tentang kasus
Ahmadiyah dan kita sudah berusaha untuk memasukkan suara-suara
yang pro Ahmadiyah, menempatkan kasus Ahmadiyah sesuai pada
konteksnya yaitu konteks toleransi beragama dan seterusnya”176
Posisi Wahyu Dhyadmika yang di satu sisi menjadi wartawan Majalah
Tempo dan di sisi lain sebagai ketua AJI memberikan pengaruh secara langsung
terhadap pemberitaan di Majalah Tempo.
Pengaruh dari luar organisasi media seperti AJI terhadap pemberitaan
lebih bersifat tidak langsung karena organisasi di luar organisasi media tidak dapat
175
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 102 176
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
103
mengintervensi kebijakan pemberitaan secara langsung.Situasi ini terkait dengan
organisasi luar media yang bersifat di luar struktur media itu sendiri. Pengaruh
lain yang dapat dilakukan oleh organisasi luar media seperti AJI adalah melalui
individu anggota AJI yang sekaligus juga menjadi pekerja di Majalah Tempo.
Tabel 4.5
Pengaruh Pada Level Luar Organisasi Media
Posisi Tugas Pengaruh
Organisasi Penekan Mengawasi pemberitaan
sebuah media, tempat
bernaung pekerja media.
Pengaruh dari organisasi
penekan bersifat tidak
langsung dikarenakan
organisasi penekan tidak
memiliki kewenangan
untuk mengintervensi
pemberitaan sebuah
media.
5. Level Pengaruh Ideologi Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Di
Majalah Tempo
Pengaruh yang terakhir pada sebuah pemberitaan di media adalah level
ideologi. Pembahasan pada level ini adalah mempelajari hubungan antara
pembentukan sebuah konten media nilai-nilai, kepentingan dan relasi kuasa
media.177
Pada konteks penelitian ini kita akan memfokuskan pada pembahasan
mengenai peran media sebagai alat pengartikulasian ideologi kelompok tertentu
yang berada di balik media.
Ideologi menurut pandangan teori kritis adalah sekumpulan ide-ide yang
menyusun sebuah kelompok nyata, sebuah representasi dari sistem atau sebuah
makna dari kode yang memerintah bagaimana individu dan kelompok melihat
177
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message, h. 224
104
dunia. Dalam Marxisme klasik, sebuah ideologi adalah sekumpulan ide-ide keliru
yang diabadikan oleh ide yang dominan.178
Dalam pandangan Marxis klasik,
ideologi hanyalah ide-ide atau pemahaman yang digunakan oleh kelas yang
dominan untuk menanamkan kesadaran palsu bagi kelas yang tertindas untuk
melanggengkan kekuasaannya.
Pada level ideologi ini kita melihat lebih dekat pada kekuatan di
masyarakat dan mempelajari bagaimana kekuatan yang bermain di luar media.
Kita berasumsi bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan,
dan kekuasaan yang menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak
netral.Tidak hanya berita tentang kelas yang berkuasa tetapi struktur berita agar
kejadian-kejadian diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa.179
Dalam konteks penyusunan pemberitaan di sebuah media pengaruh dari
sebuah ideologi terhadap sebuah pemberitaan di media adalah secara tidak
langsung dan menyerap pada rutinitas yang terjadi pada sebuah media.Pengaruh
yang terjadi adalah secara tidak langsung.
Sebelum membahas ideologi Majalah Tempo saya akan mencoba
menjelaskan sejarah dari Majalah Tempo sehingga dapat mengungkap ideologi
dari Majalah Tempo. Secara historis Majalah Tempo didirikan pada tahun 1971,
pada masa awal pemerintahan Orde Baru.Para pendiri Majalah Tempo sendiri
adalah aktivis “Generasi 66” yang merupakan para aktivis yang bergabung dengan
mahasiswa dan pihak militer yang menurunkan rezim Presiden Soekarno.Majalah
Tempo sendiri didirikan oleh mantan jurnalis muda anti Soekarno dan anti-
178
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories of Human Communication,9th
ed.
(Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009) h. 469 179
Shoemaker dan Reese,Mediating The Message h. 224
105
komunis yang tergabung dalam Harian Kami yaitu Goenawan Mohamad dan Fikri
Jufri.180
Para pendiri Majalah Tempo seperti Goenawan Mohamad sendiri sangat
dekat dengan ideologi sosialisme, yang saat itu dikembangkan oleh Partai Sosialis
Indonesia (PSI).181
Ideologi Partai Sosialis Indonesia sendiri adalah sosial
demokrat, yaitu sebuah ideologi yang mengkritik paham komunisme sebagai
sebuah paham yang otoriter namun tetap menjunjung asas sosialisme. Ideologi
Majalah Tempo sendiri sangat besar dipengaruhi oleh pemikiran sosok Pemimpin
Redaksi Majalah Tempo pada awal masa berdirinya majalah tersebut yaitu
Goenawan Mohamad. Bagi para wartawan maupun karyawan Majalah Tempo
sosok Goenawan Mohamad dianggap sebagai guru.182
Menurut pengamatan dari peneliti pemikiran atau ideologi dari Goenawan
Mohamad sendiri adalah ideologi sosial demokrat.183
Menurut Milovan Djilas
seperti yang dikutip oleh Rizal Mallarangeng, sosial demokrat adalah pemikiran
yang menghendaki adanya demokratisasi dan mengutuk sistem otoritarian yang
dikembangkan oleh paham komunisme. Namun pemikiran sosial demokrat
menerima paham sosialisme sebagai suatu gagasan dan demokrasi sebagai sebuah
gagasan yang akan memunculkan kesejahteraan bagi masyarakat.184
Ideologi sosial demokrat mempercayai bahwa proses pergantian sistem
masyarakat kapitalis menjadi masyarakat sosialis terjadi secara evolutif.
Pandangan ini bertentangan dengan pandangan kaum sosialis ortodok yaitu yang
180
Janet Steele, Wars Within,. h xvii 181
Janet Steele, Wars Within,. h 31 182
Janet Steele, Wars Within,. h 7 183
Catatan harian peneliti saat magang di Pusat Data Analisa TEMPO. 184
Rizal Mallarangeng, Dari Langit: Kumpulan Esai Tentang Manusia dan Kekuasaan.
(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008),. H 77
106
biasa disebut kaum komunis yang beranggapan bahwa perubahan masyarakat
kapitalis menjadi masyarakat sosialis adalah melalui revolusi. Ideologi sosial
demokrat juga berpandangan bahwa semua masyarakat harus mendapatkan hak
yang sama, seperti persamaan hak yang dimiliki oleh semua ras, gender, etnisitas,
agama, orientasi seks dan kelas sosial.185
Melalui penelaahan sejarah tersebut Majalah Tempo memiliki ideologi
yang anti komunis namun sangat menjunjung ide-ide sosialis sebagai antithesis
ideologi kapitalisme.Berdasarkan ideologi sosial demokrat tersebut Majalah
Tempo sangat mengakomodir jalannya demokratisasi, persamaan hak-hak
minoritas dan pluralisme.186
Dari ideologi ini proporsionalitasan pemberitaan Majalah Tempo lebih
mengambil posisi yang mengakomodir kepentingan kelompok minoritas seperti
Ahmadiyah.Dalam konteks pemberitaan kasus kekerasan terhadap kelompok
Ahmadiyah di Majalah Tempo, Majalah Tempo mengambil peran sebagai
pengartikulasian kepentingan kelompok minoritas yang dalam hal ini
mendapatkan penganiayaan dari kelompok mayoritas.Pengartikulasian majalah
Tempo adalah melalui pemberitaannya yang mengakomodir kelompok tersebut.
Ideologi dari Majalah Tempo mempengaruhi berbagai elemen dari pekerja
Majalah Tempo yang membentuk sebuah pemberitaan di Majalah Tempo.Dari hal
yang bersifat abstrak yaitu ideologi pekerja media tersebut yang dapat merubah
ideologi tersebut menjadi sesuatu yang kongkret yang dalam hal ini adalah
pemberitaan.
185
Donald F. Busky, Democratic Socialism: A Global Survey. (Connecticut: Greenwood
Publishing, 2000) ,. h 8 186
Janet Steele, Wars Within,. h 165
107
Pengartikulasian ideologi Majalah Tempo melalui beberapa elemen pada
Majalah Tempo yaitu melalui redaksi, reporter sebagai pekerja media yang
langsung turun ke lapangan dan melalui dewan direksi yang notabenenya adalah
mantan wartawan Tempo.Pengaruh terhadap pemberitaan kekerasan terhadap
kelompok Ahmadiyah ini bisa bersifat langsung dan tidak bersifat langsung,
sesuai dengan hak dan wewenang ketiga elemen tersebut.
Pengaruh ideologi yang bersifat langsung adalah melalui redaksi dan
reporter.Dari hasil wawancara peneliti dengan redaktur pelaksana majalah Tempo,
Budi Setyarso di atas menggambarkan bahwa Ahmadiyah adalah kelompok yang
diserang dan yang menjadi korban.Namun tentunya penggambaran ini bukan
berdasarkan prasangka tetapi melalui data-data hasil investigasi di lapangan.
“Ahmadiyah adalah orang yang merdeka orang yang harusnya
punya tempat di Indonesia ini.Maka dia diberi porsi bahwa dikasus
ini dia sebagai orang yang diserang bukan orang yang menyerang
disitu ada orang yang bersenjata dan itu merupakan satu hal yang
dilakukan, katakanlah membela diri, dan kita memberikan tempat
untuk melakukannya, demikian juga terhadap orang yang
menyerangnya.”187
“…fakta itu menunjukkan penyerangan Ahmadiyah, dan mereka
memang diserang. Jadi misalnya tanpa ada porsi dari ataspun
timakan menulis lebih berpihak kepada Ahmadiyah, karena dia yang
menjadi korban…”188
Dari pandangan redaktur pelaksana Majalah Tempo Budi Setyarso tersebut,
sebagai seorang redaktur pelaksana dapat memberikan masukan untuk
membentuk pemberitaan sesuai dengan pandangannya.
Pengaruh ideologi yang bersifat langsung melalui pekerja media adalah
melalui reporter. Reporter Majalah Tempo yang meliput pada kasus kekerasan
187
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana Majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 188
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada 26
Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
108
terhadap kelompok Ahmadiyah di Cikeusik memiliki pandangan yang kurang
lebih sama dengan pandangan ideologis Majalah Tempo yaitu ideologi sosial
demokrat yang menjunjung hak-hak kaum minoritas dan pluralisme.
“Apa yang terjadi kepada Ahmadiyah waktu itu adalah cerminan
bahwa kelompok minoritas di negeri ini kurang terjamin bahkan
tidak terjamin, benar bahwa hak-hak mereka dijamin oleh konstitusi
tetapi dalam pelaksanaannya banyak yang terjadi adalah tirani
mayoritas atau bahwa yang melakukan pelangaran oleh segelintir
orang yang memaksakan kekuasaannya atau kehendaknya yang
terjadi adalah silent majority (mayoritas diam) dan itu merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia, mungkin kalau
dianggap pelanggaran HAM menurut definisi UU HAM
pelanggaran oleh negara tapi ini dilakukan secara horizontal antara
masyarakat dengan kelompok. Bahwa ada yang dilanggar dalam hal
ini”189
Reporter majalah Tempo yang mengangkat kasus ini terpengaruh oleh
pandangan pribadinya bahwa kelompok Ahmadiyah adalah korban dalam kasus
penyerangan. Pandangan ideologis yang awalnya bersifat abstrak berubah menjadi
hal yang kongkret yaitu pemberitaan.
Pengaruh yang bersifat tidak langsung adalah melalui dewan direksi yang
pernah menjadi wartawan atau redaksi Majalah Tempo, namun pengaruh tersebut
tidak bersifat langsung karena kapasitas dewan direksi hanya bersifat masukan
dan bukan kebijakan. Faktor lain yang membuat dewan direksi tidak bisa
memberikan intervensi yang besar karena dewan direksi tidak langsung berkenaan
dengan kasus tersebut.
Pengaruh yang terjadi secara ideologis juga berpengaruh lewat fakta di
lapangan.sebesar apapun kekuatan ideologis harus tetap berpegang dengan fakta
yang terjadi pada suatu peristiwa.Prinsip Majalah Tempo yang memberitakan
189
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta
109
secara mencerahkan juga menjadi pengaruh ideologis bagi pekerjanya di
lapangan.
“…pada dasarnya ketika tulisan saya yang terdapat pada edisi
tersebut berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan ketika itu,
bahwa kemudian tentang sebagian orang berpandangan bahwa
Tempo memihak kepada Ahmadiyah, sebenarnya pandangan itu
salah, bahwa kita tidak memihak kepada Ahmadiyah, tetapi kita
memihak konstitusi itu sendiri, memihak kelompok yang selama ini
menjadi korban dari tirani mayoritas.”190
Menurut hasil wawancara dengan berbagai sumber di Majalah Tempo,
Majalah Tempo memberitakan mengakomodir kelompok Ahmadiyah karena
menurut fakta di lapangan bahwa Ahmadiyah adalah kelompok minoritas yang
menjadi korban.
“...sama dengan berita-berita yang lain, tadi sudah dijelaskan misi
Tempo adalah menjaga hak individu itu dihargai, tidak condong ke
Ahmadiyah atau condong kepenyerangnya. Tapi kita clearkan apa
sih yang terjadi, kalau sikapnya udah jelas ya di rubrik opini,
bahwa kita mengutuk kekerasan dan mendukung kebebasan orang.
Anda baca di rubrik opini paling depan itu sikap resmiTempo
terhadap FPI atau penyerang dalam kasus ini.”191
Pengaruh ideologis pada dasarnya bersifat sangat abstrak namun dapat
berubah menjadi hal kongkret seperti pemberitaan, ketika ditransimisikan melalui
pekerja media yang dapat membentuk pemberitaan pada suatu media.
Tabel 4.6
Pengaruh Pada Level Ideologi
Ideologi Bentuk Pengaruh
Sosial Demokrat Mengakomodir
kepentingan masyarakat
yang termajinalkan,
keadilan sosial
Tidak terlalu berpengaruh
karena bersifat abstrak
dan mempengaruhi
secara tidak langsung
190
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26 Maret
2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 191
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana majalah Tempo) pada
27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
110
C. Intepretasi Data.
Pada bulan Februari 2011, Majalah Tempo menerbitkan pemberitaan
mengenai serangan terhadap anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang
bermukim di daerah Cikeusik, Pandeglang, Banten. Tercatat Majalah Tempo pada
bulan Februari 2012 mengangkat pemberitaan mengenai kasus ini sebanyak dua
edisi yaitu edisi 14-20 Februari 2011 dan edisi 21-27 Februari 2011.
Pada cover Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011, Majalah Tempo
mengangkat judul “Ahmadiyah Tanpa Negara” dengan gambar sebuah tangan
seseorang yang memakai memegang wayang yang bergambar sekelompok orang
yang memegang senjata yang tampak marah. Cover Majalah Tempo edisi ini
mereprentasikan bahwa ada pembiaran oleh pemerintah dan aparat hingga kasus
penyerangan terhadap anggota Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang,
Banten terjadi.192
Pada cover Majalah Tempo edisi 21-27 Februari 2011 ini, Majalah Tempo
menampilkan cover yang berjudul “Mengapa Harus Takut” dan dilanjutkan
dengan tulisan yang lebih kecil di bawah judul tersebut “Agar berani menindak
Front Pembela Islam, SBY membutuhkan dukuangan DPR dan kajian Mahkamah
Agung”. Gambar pada cover tersebut menampilkan karikatur Presiden Susilo
Bambang Yudoyono yang dihadapkan pada toa yang berselandang sorban. Cover
Majalah Tempo edisi ini merepresentasikan bahwa pemerintah dihadapkan
kepada tuntutan untuk membubarkan organisasi Front Pembela Islam yang
192
Lihat lampiran
111
disinyalir sebagai dalang dari penyerangan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di
Cikeusik, Pandeglang, Banten. 193
Pada rubrik “Opini” Majalah Tempo edisi 14-20 Februari 2011
mengangkat judul yang sama dengan judul cover Majalah Tempo yaitu
“Ahmadiyah tanpa Negara”. Pada rubrik “Opini” kali ini Majalah Tempo
berpandangan bahwa kejadian penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah
Indonesia adalah akibat kelalaian dari negara melindungi warga negaranya yang
dalam kasus ini yang menjadi korban adalah Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
194Rubrik Opini sebagai pandangan editorial dari Majalah Tempo ini
menggambarkan keberpihakan Majalah Tempo kepada kelompok Ahmadiyah
yang digambarkan sebagai korban dalam kasus penyerangan yang terjadi di
Cikeusik, Pandeglang Banten.Majalah Tempo dalam hal ini pun mengkritisi
kelalaian pemerintah Indonesia yang gagal dalam melindungi warganya.
Rubrik “Opini” Majalah Tempo edisi 21-27 Februari 2011 mengangkat
judul “Membubarkan Organisasi Anarkis”.195
Majalah Tempo melalui rubrik
“Opini” ini membahas mengenai pembubaran organisasi yang bertindak anarkis
seperti Front Pembela Islam (FPI, yang dalam hal ini terlibat dengan kasus
penyerangan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Pada
rubrik Opini yang menjadi pandangan editorial Majalah Tempo ini, Majalah
Tempo berpandangan untuk mengusulkan kepada pihak yang berwajib untuk
membubarkan organisasi radikal seperti Front Pembela Islam yang memiliki
kaitan dengan kasus penyerangan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia di
Cikeusik, Pandelang Banten pada bulan Februari 2011.
193
Lihat lampiran 194
Lihat lampiran 195
Lihat lampiran
112
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberitaan Ahmadiyah di
Majalah Tempo diantaranya berasal faktor individu reporter terjun ke
lapangan.Pengaruh ini berasal dari nilai-nilai yang dianut oleh reporter
tersebut.Reporter tersebut oleh nilai-nilai pluralisme yang dianut olehnya.
Sedangkan pengaruh dari individu reporter ini adalah lebih kepada
keprofesionalan dari reporter tersebut yang menerapkan prinsip cover both
side sehingga pemberitaan tentang Ahmadiyah di Majalah Tempo pada
bulan Februari telah memenuhi faktor keberimbangan sebuah pemberitaan.
Faktor individu ini cukup berpengaruh pada pemberitaan Ahmadiyah di
Majalah Tempo karena melibatkan wartawan atau reporter yang langsung
ke lapangan untuk mencari data terkait pemberitaan ini.
Faktor kedua yang mempengaruhi pemberitaan Ahmadiyah di
Majalah Tempo pada bulan Februari adalah faktor rutinitas media. Faktor
ini menjadi pengaruh paling dominan pada pemberitaan Ahmadiyah di
Majalah Tempo. Pengaruh rutinitas dipresentasikan oleh rapat-rapat
pengambilan keputusan di Majalah Tempo. Rapat-rapat tersebut sifatnya
mengikat dan menjadi pedoman bagi pengambilan kebijakan dan cara
kerja awak Majalah Tempo. Representasi rutinitas media yang
mempengaruhi pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo adalah proses
pembentukan pemberitaan itu sendiri.
113
Pengaruh yang lain tapi tidak terlalu bersifat dominan adalah
pengaruh organisasi media, pengaruh luar media dan pengaruh ideologi.
Pengaruh tersebut hanya berpengaruh tidak langsung.Contohnya kebijakan
organisasi media yang tidak terlalu kuat dikarenakan kepemilikan Majalah
Tempo yang tidak dimiliki secara perseorangan sehingga tidak terjadi
intervensi yang kuat dari individu-individu pemilik modal.
Pengaruh luar media pun tidak berpengaruh dikarenakan prinsip
independensi Majalah Tempo sehingga tidak terdapat intervensi dari
pembaca maupun dari lembaga swadaya masyarakat.
Pengaruh ideologi pun sifatnya secara tidak langsung dan sejalan
dengan prinsip Majalah Tempo sebagai media yang memberitakan sesuai
fakta dan mencerahkan.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai hirarki pengaruh
pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo pada bulan Februari, saya
sebagai peneliti merasa perlu untuk memberikan saran kepada Majalah
Tempo sebagai objek penelitian saya dan untuk penelitian selanjutnya
tentang Majalah Tempo atau tentang hirarki pengaruh yang terjadi pada
sebuah media.
Saran kepada penelitian selanjutnya adalah terutama pada konteks
Majalah Tempo sebagai suatu institusi media yang memiliki independensi
untuk selalu dapat menjunjung independensi media ini.
114
Pada konteks penelitian selanjutnya agar lebih komprehensif untuk
lebih meneliti tentang hirarki pengaruh yang terjadi pada proses
pemberitaan di sebuah media. Yaitu langsung pada pemimpin redaksi
bahkan hingga ke tingkatan pemilik media tersebut.
Terakhir peneliti berharap khazanah penelitian tentang hirarki
pengaruh pada sebuah pemberitaan di sebuah media semakin bertambah.
Hingga menambah referensi keilmuan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
115
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Arifin, Anwar. Opini Publik. Jakarta: Gramata Publishing, 2010.
Creswell, John W. Reserach Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches-3rd
ed. California, SAGE Publications Inc, 2009.
Deliarnov. Ekonomi Politik. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Haris Sumadiria, A.S. Jurnalistik Indonesia. Bandung, Simbiosa Rekatama
Media: 2006.
Hidayati, Nurul. Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif.
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Littlejohn, Stephen W. dan Foss, Karen A. Encyclopedia of Communication
Theory California: Sage Publication,2009.
Littlejohn, Stephen W. dan Foss, Karen A. Theories of Human Communication,9th
ed. Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba
Humanika, 2009.
Mallarangeng, Rizal. Dari Langit: Kumpulan Esai Tentang Manusia dan Kekuasaan.
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008.
Mage, Rusman Ismail. Industri Politik: Strategi Investasi Politik dalam Pasar
Demokrasi. Jakarta: RMBOOKS, 2009.
Moeleng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1993.
Morissan. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Murphie, Andrew dan Potts, John. Culture and Technology. New York: Palgrave
Macmillan, 2003.
Norman, K Denzin, dkk, Handbook of Qualitative Research, Dariyanto dkk (edisi
terjemahan Indonesia.), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
Rakhmat, Jalalludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001.
Rolnicky, Tom E. Pengantar Dasar Jurnalisme. Bandung: Rosda Karya, 2004.
116
Shoemaker, Pamela J. dan Reese, Stephen D. Mediating The Message. New York
,Longman Publisher : 1996.
Schudson, Michael. Discovering The News. New York: Basic Books, 1978.
Santoso, Listiyono. Epistemologi kiri. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010
Steele, Janet. Wars Within : The Story of Tempo an Independent Magazine in
Soeharto’s Indonesia. Jakarta, Equinox Publishing Indonesia:2005.
Sumber Internet
Chandra Dinata “Gus Dur dan pembelaan terhadap Ahmadiyah” artikel ini
diakses pada 2 September 2011 pada pukul 23.05 dari http;// gusdur.net/
opini/detail.
Dildaar Ahmad “ Kontroversi ajaran Ahmadiyah”Artikel ini diakses pada 1
Agustus 2011 pukul 22.47 dari http;//id.wikipedia/ahmadiyah.
Fahcrul Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo : Konflik dan Pemberedelan, artikel
ini diakses pada 31 Februari 2011 pukul 13.23 dari
http;//id.Wikipedia.org/majalah tempo.
Fandy Tarakan“Ahmadiyah” Artikel ini diakses pada 1 Agustus 2011 pukul 22.47
dari http;//id.wikipedia/ahmadiyah.
Hady Nasution “Peranan pers dalam masyarakat demokrasi di Indonesia pada
masa Orde baru dan Reformasi” Artikel diakses pada 5 mei 2011 pukul
21.05 dari http://Shvoong.com.
Iwan Apriansyah “Berawal dari tiga pemuda Sumbar ke India” artikel ini diakses
pada 1 Agustus2011 pukul 21.50 dari http; //id.tribunnews.com /2011
/01/15/berawal-dari-tiga-pemuda-sumbar-ke-india.
Wawancara
Wawancara peneliti dengan Anton Septian (Reporter Majalah Tempo pada 26
Maret 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
Wawancara peneliti dengan Budi Setyarso (Redaktur Pelaksana majalah Tempo)
pada 27 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
Wawancara peneliti dengan Abdul Manan (Redaktur Senior Majalah Tempo) pada
26 Februari 2012 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
117
Wawancara peneliti dengan Komang Wahyu Dhyadmika (Ketua Aliansi Jurnalis
Independen) pada 30 November 2011 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
Struktur Organisasi Majalah Tempo, sumber dari Pusat Data Analisa TEMPO
(PDAT).
Artikel Majalah Tempo, sumber dari Pusat Data Analisa TEMPO (PDAT).
Daftar iklan Majalah Tempo, sumber dari Pusat Data Analisa TEMPO (PDAT).
Daftar pembaca Majalah Tempo, sumber dari Pusat Data Analisa TEMPO
(PDAT).