BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangHipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang
jarang didapat namun progresif oleh karena peningkatan resistensi
vaskuler pulmonal yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel
kanan oleh karena peningkatan afterload ventrikel kanan. Hipertensi
pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia
pertengahan, lebih sering didapatkan pada perempuan dengan
perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1
juta penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit sampai
timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun. Dimana kejadian pada perempuan
dua setengah kali lipat dibanding laki-laki. Pada kasus hipertensi
pulmonal primer, penyakit ini diturunkan, atau terkait faktor
genetik.Meski diakui, meluasnya penyakit hipertensi pulmonal saat
ini kurang diketahui, namun diperkirakan sekitar 1-2 juta orang per
tahun terdiagnosis menderita penyakit ini. Bahkan, angka yang
sebenarnya diprediksi lebih tinggi mengingat diagnosis penyakit ini
masih minim.(wanita ) Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik,
hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan
antara lain faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini.
Mereka yang menderita hipertensi pulmonal kebanyakan tidak
terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa mereka terkena
penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan yang dapat
meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang lebih
baik.Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal
kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain karena faktor
kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita
hipertensi paru kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak
sadar bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu
tentang pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan
memberi kualitas hidup yang lebih baik. endala lain adalah banyak
gejala yang dikaitkan dengan hipertensi paru ternyata tidak
spesifik mengarah pada hipertensi paru, sehingga tak heran
diagnosis penyakit ini kian sulit saja.Kriteria diagnosis untuk
hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health; bila
tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau mean
tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat
atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya
kelainan valvular pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit
jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru.
1.2 TujuanPada pembuatan makalah ini, penulis bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan manfaat kepada pembaca mengenai penyakit
hipertensi pulmonal ini, dimana selain itu penulisan makalah ini
juga bertujuan untuk :a) Mengetahui dan memahami definisi
hipertensi pulmonal.b) Mengetahui dan memahami etiologi hipertensi
pulmonal.c) Mengetahui dan memahami patofisiologi hipertensi
pulmonal.d) Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat
ditemukan pada pasien dengan hipertensi pulmonal.e) Mengetahui dan
memahami pemeriksaan apa saja yang dipergunakan untuk menegakkan
diagnosis pada pasien dengan hipertensi pulmonal.f) Mengetahui dan
memahami penatalaksanaan pada pasien dengan hipertensi
pulmonal.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1DefinisiHipertensi pulmonal adalah peningkatan resistensi
vaskular pulmonal yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel
kanan oleh karena peningkatan afterload ventrikel kanan, dimana
tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg saat beristirahat dan
lebih dari 30 mmHg saat beraktivitas. Hipertensi pulmonal terbagi
atas hipertensi pulmonal primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal
primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya
sedangkan hipertensi pulmonal sekunder adalah hipertensi pulmonal
yang disebabkan oleh kondisi medis lain.(6)
2.2 Histologi Struktur Pembuluh DarahSistem vaskular darah
terdiri atas jantung, arteri utama, arteriol, kapiler, venule, dan
vena. Sistem vaskuler darah ini berfungsi untuk menyebarkan
oksigen, bahan nutrisi, antibody dan hormon ke seluruh jaringan
tubuh serta mengumpulkan karbondioksida dan produk limbah metabolik
lain untuk dikeluarkan melalui organ ekskretoris. ArteriTiga
kategori utama arteri adalah arteri elastis, arteri muskular, dan
arteriol kecil. Diameter arteri secara berangsur mengecil setiap
kali bercabang sampai pembuluh terkecil, yaitu kapiler.Arteri
elastis adalah pembuluh paling besar di dalam tubuh. Diantaranya
adalah trunkus pulmonal dan aorta serta cabang-cabang utamanya.
Dinding pembuluh ini terutama terdiri atas serat elastis yang
memberi kelenturan dan daya pegas selama aliran darah. Arteri
elastis bercabang menjadi arteri berukuran sedang, yaitu arteri
muskular yang merupakan pembuluh darah terbanyak di tubuh. Arteri
muskular mengandung lebih banyak serat otot polos pada dindingnya.
Arteriol adalah cabang terkecil sistem arteri. Dindingnya terdiri
atas satu sampai lima lapisan serat otot polos.
Dinding arteri secara khas mengandung tiga lapisan tunika
konsentris. Lapisan terdalam adalah tunika intima; terdiri atas
endotel dan jaringan ikat subendotel di bawahnya. Lapisan tengah
adalah tunika media, terutama terdiri atas serat otot polos yang
mengitari lumen pembuluh. Lapisan terluar adalah tunika adventisia,
terutama terdiri atas serat-serat jaringan ikat. Arteri muskular
berukuran sedang juga memiliki sebuah pita berombak tipis dari
serat elastis yang disebut lamina elastika interna yang
bersebelahan dengan tunika intima. Pita lain terdiri atas
serat-serat elastis berombak terdapat pada perifer tunika media,
disebut sebagai lamina elastika eksterna. Vena Kapiler
berangsur-angsur membentuk venul yang lebih besar; venul umumnya
menyertai arteriol. Darah balik mula-mula mengalir ke dalam venule
pascakapiler, kemudian ke dalam vena yang makin membesar. Untuk
mudahnya, vena digolongkan sebagai kecil, sedang, dan besar.
Dibandingkan arteri, vena lebih banyak, berdinding lebih tipis,
berdiameter lebih besar, dan struktur bervariasi lebih besar.Vena
ukuran kecil dan sedang, terutama di ekstremitas, memiliki katup.
Saat darah mengalir ke arah jantung, katup terbuka. Saat akan
mengalir balik, katup menutup lumen dan mencegah aliran balik
darah. Darah vena diantara katup pada ekstremitas mengalir ke arah
jantung akibat kontraksi otot. Katup tidak terdapat pada vena SSP,
vena kava inferior atau superior, dan vena viscera.Dinding vena
juga terdiri atas tiga lapisan, namun lapisan ototnya jauh lebih
tipis. Tunika intima pada vena besar terdiri atas endotel dan
jaringan ikat subendotel. Tunika media tipis dan tunika adventisia
adalah lapisan paling tebal pada dindingnya.
Vasa VasorumDinding arteri dan vena yang lebih besar terlalu
tebal untuk menerima nutrien langsung melalui difusi dari lumennya.
Itulah sebabnya dinding pembuluh darah besar dipasok oleh pembuluh
darahnya sendiri yang kecil, disebut vasa vasorum (pembuluh darah
pada pembuluh darah). KapilerKapiler adalah pembuluh darah terkecil
dengan diameter rata-rata 8 m, hampir sama dengan diameter
eritrosit. Terdapat tiga jenis kapiler: kapiler kontinyu, kapiler
bertingkap, dan sinusoid.Kapiler kontinyu paling umum dan ditemukan
pada kebanyakan organ dan jaringan. Pada kapiler ini, sel-sel
endotel saling menyambung membentuk lapisan yang utuh. Sebaliknya
kapiler bertingkap memiliki lubang-lubang bulat atau fenestra
(pori) pada sitoplasma sel endotel. Kapiler bertingkap demikian
ditemukan dalam organ endokrin, usus halus, dan glomeruli
ginjal.Sinusoid adalah pembuluh darah yang berjalan berkelok-kelok,
tidak teratur dengandiameter yang jauh lebih besar dari kapiler
lain. Sinusoid ditemukan di dalam hati, limpa, dan sumsum tulang.
Tautan sel endotel jarang ada pada sinusoid, dan celah-celah lebar
terdapat diantara sel endotel. Membran basalnya juga tidak utuh,
bahkan kadang-kadang tidak ada pada sinusoid.(2) 2.3Sistem
HemodinamikDarah yang kembali dari sirkulasi sitemik masuk ke
atrium kanan melalui dua vena besar, vena kava, satu mengembalikan
darah dari level di atas jantung dan yang lain dari level dibawah
jantung. Tetes darah yang masuk ke atrium kanan telah kembali dari
jaringan tubuh, di mana O2, telah diambil darinya dan CO2,
ditambahkan kedalamnya. Darah yang terdeoksigenasi parsial ini
mengalir dari atrium kanan kedalam ventrikel kanan, yang memompanya
keluar menuju arteri pulmonaIis, yang segera membentuk dua cabang,
satu berjalan ke masing-masing dari kedua paru. Karena itu, sisi
kanan jantung menerima darah dari sirkulasi sistemik dan memompanya
kedalam sirkulasi paru.
Figure 1. Sirkulasi paru dan sistemik dalamhubungannya dengan
jantung
Figure 2, (a) Darah mengalir melalui jantung.Di dalam paru,
tetes darah tersebut kehilangan CO2 ekstra dan menyerap pasokan
segar O2, sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis yang dating dari kedua paru. Darah kaya O2, yang kembali
ke atrium kiri ini selanjutnya mengalir kedalam ventrikel kiri,
rongga pemompa yang mendorong darah keseluruh system tubuh kecuali
paru; jadi, sisi kiri jantung menerima darah dari sirkulasi paru
dan memompanya kedalam sirkulasi sistemik. Satuarteribesar yang
membawadarahmenjauhiventrikelkiriadalah aorta.
Figure 3, (b) Kerja pompa ganda jantung. Sisi kanan jantung
menerima darah miskin O, dari sirkulasi sistemik dan memompanya
kedalam sirkulasi paru. Sisi kiri jantung menerima darah kaya O,
dari sirkulasi paru dan memompanya ke dalam sirkulasi sistemik.
Perhatikan jalur-jalur parallel aliran darah melalui organ-organ
sistemik. (Volume relative darah yang mengalir melalui
masing-masing organ tidak digambar sesuai skala).Aorta
bercabang-cabang menjadi arteri-arteri besar yang mendarahi
berbagai organ tubuh. Berbeda dari sirkulasi paru, di mana semua
darah mengalir ke paru, sirkulasi sistemik dapat di pandang sebagai
suatu rangkaian jalur sejajar. Sebagian dari darah yang dipompa
oleh ventrikel kiri mengalir keotot, sebagian keginjal, sebagian ke
otak, dan sebagainya. Karena itu, keluaran ventrikel kiri
terdistribusi sedemikian sehingga setiap bagian tubuh menerima
darah segar; darah arteri yang sama tidak mengalir dari organ ke
organ. Karena itu, tetes darah yang kita telusuri mengalir hanya ke
satu organ sistemik. Sel-sel jaringan di dalam organ tersebut
menyerap O2, dari darah dan menggunakannya untuk mengoksidasi
nutrient untuk menghasilkan energi; dalam prosesnya, sel jaringan
membentuk CO2, sebagai produk sisa yang ditambahkan ke dalam darah.
Tetesan darah, yang sekarang hilang kandungan O2nya sebagian dan
mengalami peningkatan kandungan CO2, kembali ke sisi kanan jantung,
yang kembali memompanya ke paru.(1)
2.4EpidemiologiAngka kejadian HP belum jelas. Beberapa laporan
menyebutkan angka kejadian mendekati 0,2% dari seluruh anak yang
menderita kelainan jantung, sementara laporan lain memperkirakan
1,6%. Penelitian di Amerika memperkirakan 1-2 kasus baru tiap 1
juta populasi dengan rasio jenis kelamin laki-laki : perempuan
1,8:1.(6)
2.5EtiologiHipertensi pulmonal berdasarkan penyebabnya dibagi
menjadi 2 kategori yaitu hipertensi pulmonal primer dan hipertensi
pulmonal sekunder. Klasifikasi menurut simposium hipertensi
pulmonal Dana Point Meeting California hipertensi pulmonal dibagi
lagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :
TipeKeteranganEtiologi
Tipe 1.aHipertensi arteri pulmonalis (Hipertensi Arteri Pulmonal
Idiopatik)Idiopatik, genetik, induksi obat dan racun, penyakit
jaringan ikat, infeksi HIV, hipertensi portal, penyakit jantung
kongenital, scistosomiasis, anemia hemolitik kronis, autoimun
Tipe 1.bPenyakit hipertensi veno- pulmonalObstruksi vena besar
paru oleh karena penyakit fibrosis (fibrosis mediastinum, tumor,
sarkoidosis, histiositosis)
Tipe 2Hipertensi pulmonal dengan kelainan jantung kiriDisfungsi
sistolik, disfungsi diastolik, penyakit valvular
Tipe 3Hipertensi pulmonal dengan kelainan
paru-paru/hipoksiaCOPD, penyakit paru interstisial, penyakit paru
dengan gabungan dari kelainan restriktif dan obstruktif, sleep
upnea disease, gangguan hipoventilasi alveolar
Tipe 4Hipertensi pulmonal dengan tromboemboli kronisOklusi
trombotik proksimal, oklusi trombotik distal oleh karena benda
asing
Tipe 5Hipertensi dengan multifaktorialGangguan mieloproliferatif
dan splenektomi, vaskulitis, gangguan tiroid, tumor, gagal ginjal
kronis
Sementara itu, WHO mengusulkan klasifikasi fungsional hipertensi
pulmonal dengan memodifikasi klasifikasi fungsional dari New York
Heart Association system.(4)
2.6Faktor ResikoDari klasifikasi yang telah digambarkan pada
etiologi jelas bahwa berbagai faktor resiko dapat berkembang
menjadi hipertensi pulmonal berat dan oleh karenanya dapat
dianjurkan skrining dari bagian populasi terpilih untuk terjadinya
hipertensi pulmonal atau penyakit vaskular pulmonal. Pada simposium
WHO, level resiko disertai dengan masing-masing kondisi yang
dinilai pada beberapa pembagian, antara lain :a. Hubungan dengan
obat-obatan AnoreksigenHubungan antara anoreksigen dan hipertensi
pulmonal awalnya diobservasi pada tahun 1960an saat epidemik HPP di
Eropa karena pemakaian aminorex fumarate. Studi hipertensi (IPPHS)
mendemonstrasikan hubungan kuat antara HAP dan obat anoreksik.
Derifat Fenfluramine adalah suatu inhibitor poten uptake serotonin
(5-HT). Aminorex fumarate (2-amino-5-phenyl-2-Oxazoline, derivat
katekolamin), aksinya meliputi pelepasan norepinephrine pada ujung
saraf bebas dan meningkatkan kadar serotonin serum. Sehingga
terjadi proliferasi atau pertumbuhan sel-sel otot polos arteri
paru. Penggunaan obat ini meningkatkan kasus HPP, tergantung dosis
dan lama pemakaian. Methamphetamine dan CocaineMethamphetamine dan
cocain dilaporkan meningkatkan insiden hipertensi pulmonal. Pada
studi autopsi 20 perokok cocain berat, 4 (20%) paru menunjukkan
hipertropi medial arteri paru. Mekanisme terjadinya hipertrofi
arteri ini masih belum jelas.b. Hubungan dengan lingkungan
HipoksiaHipoksia menginduksi vasodilatasi vena-vena sistemik tetapi
menginduksi vasokonstriksi pada vaskuler paru. Respon vaskuler paru
terhadap hipoksia berbeda dengan sirkulasi sistemik untuk
mengoptimalkan hubungan antara ventilasi dan perfusi. Hipoksia akut
diregulasi oleh produk-produk endotel (seperti endotelin-1 dan
serotonin) dan memediasi perubahan aktivitas kanal ion pada selsel
otot polos arteri paru. Hipoksia akut menyebabkan perubahan yang
reversible pada tonus vaskuler paru, sedangkan hipoksia kronik
menyebabkan remodeling struktur, proliferasi sel-sel otot polos
vaskuler, migrasi dan peningkatan deposisi matrik vaskuler.c.
Hubungan dengan kelainan genetik2 gen dalam kelompok reseptor
famili TGF-b mempunyai hubungan yang kuat dengan familial
hipertensi pulmonal. Gen bone morphogenetic receptor type 2
(BMPR2), memodulasi pertumbuhan sel-sel vaskuler dengan
mengaktivasi jalur intraseluler. Dalam keadaan normal BMP menekan
pertumbuhan sel otot polos vaskuler. Lebih dari 45 mutasi yang
berbeda BMPR2 telah diidentifikasi pada familial hipertensi
arterial pulmonal. BMPR2 adalah suatu komponen reseptor pada sel
otot polos vaskuler heteromerik, bagian dari transforming growth
factor. Mutasi eksonik pengkodean gen BMPR2, yang berpengaruh pada
suatu aberasi transduksi sinyal pada sel otot polos vaskuler paru
sehingga menimbulkan proliferasi sel. Mutasi BMPR2 telah
diidentifikasi 50%-90% pasien dengan diagnosis HAPF, 25% pada
pasien HPP dan 15 % pada pasien HAP sehubungan penggunaan
fenfluramine. Jenifer R et al menemukan bahwa 27 % pasien HPP
dengan mutasi BMPR2. R. Souza et al, 2008, pasien dengan mutasi
BMPR2 signifikan lebih cepat timbul gejala dibandingkan dengan
tanpa mutasi BMPR2.d. Sirosis HepatisSirosis hepatis dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal karena substansi seperti
prostasiklin, tromboksan A2, endotelin 1, nitrous oxide tidak
termetabolisme di hati, sehingga masuk ke dalam paru dan
menyebabkan perubahan anatomis pada vaskular paru. Perubahan
terjadi pada tunika intima, dimana nantinya vaskular paru tidak
dapat berdilatasi yang menyebabkan meningkatnya tahanan dari arteri
paru-paru.e. Infeksi HIVHubungan HIV dan hipertensi pulmonal
pertama kali dijabarkan oleh Kim dkk pada 1987. Faktor resiko pada
penderita dihubungkan dengan penggunaan obat intravena, infeksi
paru berulang, tromboemboli vena dan disfungsi ventrikel kiri.
Patofisiologi secara pasti masih belum diketahui, dan masih belum
diperoleh bukti virus HIV secara langsung dapat menginfeksi endotel
arteri pulmonalis. Kemungkinan lain yang paling mungkin adalah
adanya infeksi yang menyebabkan proses inflamasi yang merangsang
pelepasan leukosit dan trombosit dan juga merangsang fibrinogen
yang akan memicu pembekuan darah dan memicu adanya trombosis pada
pembuluh darah.(3,5)
2.7PatogenesisPATHWAY OF PULMONAL ARTERIAL
HYPERTENSIONKerusakan/sumbatan jaringan Vaskuler paruPeningkatan
aliran darah
Peningkatan tekanan arteri pulmonal
Tahanan Vaskular pulmonal meningkat Kontriksi arteri
pulmonalPenurunan jaringan vaskular pulmo
Peningkatan tahanan dan tekanan pulmonal
Nyeri dada midsternumOverload ventrikel kanan
Hipertrofi ventrikel kanan
Gangguan pola tidurKegagalan ventrikel kanan
Gangguan sirkulasi CO2
Gangguan Transport darah non O2 dari partikel Kanan jantung ke
paru Gagal jantung kanan
Gangguan difusi O2Gangguan pertukaran gas
Sesak nafas (dyspneu)AnsietasIntoleransi aktifitas
Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur complaint
dengan sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi pulmonary
vaskuler bed sebagai sirkuit yang low pressure dan high flow.
Gambaran patologi vaskuler pada HPP tidak patognomonis untuk
kelainan ini, karena menyerupai arteriopati pada hipertensi
pulmonal dari berbagai macam penyebab. Kelainan vaskuler HPP
mengenai arteri pulmonalis kecil dengan diameter 4-10 mm dan
arteriol, berupa hiperplasia otot polos vaskuler, hiperplasia
intima, dan trombosis in situ. Progresif dan penipisan arteri
pulmonalis, yang secara gradual meningkatkan tahanan pulmonal yang
pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal ventrikel kanan Pada
stadium awal HPP, peningkatan tekanan arteri pulmonalis menyebabkan
peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadinya trombotik
arteriopati pulmonal. Karakteristik dari trombotik arteriopati
pulmonal ini adalah trombosis insitu pada muskularis arteri
pulmonalis. Pada stadium lanjut, dimana tekanan pulmonal meningkat
secara terus menerus dan progresif, lesi berkembang menjadi bentuk
arteriopati fleksogenik pulmonal yang ditandai dengan hipertrofi
media, fibrosis laminaris intima konsentrik, yang menggantikan
struktur endotel pulmonal normal. Secara patologi HPP dapat
dikelompokan dalam 3 subtipe:1. Fleksogenik arteriopati primer
(30-60 %)Secara patologi fleksogenik adalah disorganisasi kapiler
pulmonal. Lesi fleksiform merupakan suatu bentuk hipertensi
pulmonal berat, kelainan ini ditemui pada pasien yang mempunyai
komponen genetik, dimana 7 % adalah familial.
Gambar 1. Lesi Fleksogenik2. Tromboemboli arteriopati
(45-50%)Secara patologi subtipe ini ditandai dengan fibrosis
eksentrik tunika intima dan gambaran rekanalisasi thrombosis insitu
(jaringan dan septum dalam lumen arterial).Subtipe tromboemboli
hipertensi pulmonal terdapat 2 bentuk : bentuk makro tromboemboli,
yang biasanya ditemukan pada hipertensi pulmonal sekunder dan
berisi gumpalan besar ditengah lumen, dan kedua bentuk
mikrotromboemboli dengan thrombus di distal yang menyumbat
pembuluh-pembuluh darah kecil.
Gambar 2. Tromboemboli Arteriopati
3. Oklusi vena pulmonalisBentuk yang jarang didapat, disebabkan
oleh penipisan tunika intima vena pulmonalis.
Gambar 3. Oklusi Vena Pulmonalis
Ketidakseimbangan Mediator-mediator Vasoaktifa. Prostasiklin dan
Tromboksan A2Prostasiklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit
asam arakidonat utama selsel endotel dan sel-sel otot polos.
Prostasiklin merupakan vasodilator poten, menghambat agregasi
trombosit dan antiproliferatif, sedangkan tromboksan A2 merupakan
vasokonstriktor poten. Pada hipertensi pulmonal keseimbangan kedua
molekul ini lebih banyak pada tromboksan A2. Prostasiklin sintase
adalah enzim yang merangsang produksi prostasiklin, jumlahnya
menurun pada arteri-arteri pulmonal pada pasien hipertensi pulmonal
terutama HPP.b. Endotelin-1Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu
vasokonstriktor poten dan memiliki aktifitas mitogenik pada sel-sel
otot polos arteri. Peningkatan kadar ET-1 plasma dan dinding
vaskuler pada pasien IPAH. Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu asam
amino peptide yang dihasilkan oleh enzim konverting endothelium
pada sel-sel endotel. Kadar endotelin meningkat pada pasien PAH dan
klirennya berkurang pada vaskuler paru. Endotelin beraksi pada 2
reseptor yang berbeda. Reseptor ETA pada sel otot polos vaskuler
dan Reseptor ETB pada sel otot polos vaskuler dan sel endotel
vaskuler paru. Kedua reseptor menyebabkan proliferasi sel otot
polos vaskuler. Kadar ET-1 Plasma berkorelasi dengan beratnya PAH
dan prognosis.c. Nitrik OksidaNitric oxide (NO) adalah vasodilator
poten, penghambat aktivasi platelet dan penghambat proliferasi sel
otot vaskuler. NO dihasilkan sel endotel dari arginin oleh NO
sintase, menimbulkan efek vasodilatasi melalui mekanisme yang
komplek dengan cGMP. cGMP mengaktifkan cGMP kinase, menyebabkan
terbukanya kanal K+ membran sel, sehingga ion K+ keluar, membran
depolarisasi dan menghambat kanal Ca2+. Menurunnya Ca2+ masuk dan
menurunnya pelepasan Ca2+ sarkoplasma menyebabkan vasodilatasi.
Phosphodiesterase-5 (PDE-5), salah satu enzim PDE yang memecah
cGMP. Pasien dengan HPP terbukti menurunnya NO sintase, sehingga
timbul vasokonstriksi dan proliferasi sel. NO berkontribusi dalam
menjaga fungsi dan struktur vaskuler dalam keadaan normal.d.
SerotoninSerotonin (5-hydroxytryptamine=5-HT) adalah
vasokonstriktor yang meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot
polos. Peningkatan serotonin plasma telah dilaporkan pada pasien
HPP, yang menyebabkan vasokonstriksi. Mekanisme seretonergik yang
berimplikasi pada PAH. Konsumsi dekfenfluramin, terjadi peningkatan
release serotonin dan terhambat reuptake oleh platelet.e.
AdrenomedulinAdrenomedulin mendilatasi vena-vena pulmonalis,
meningkatkan aliran darah paru dan disintesa sel-sel paru normal.
Kadar dalam plasma meningkat pada pasien HPP, kadar adrenomedulin
plasma berkorelasi dengan tekanan rata-rata atrium kanan, tahanan
vaskuler paru, dan tekanan arteri paru rata-rata.f. Vasoactive
Intestinal PeptideVasoactive Intestinal Peptide (VIP) merupakan
vasodilator sistemik poten, menurunkan tekanan arteri pulmonal dan
tahanan vaskuler pulmonal pada rabbit dan manusia, juga menghambat
aktifasi platelet, dan proliferasi sel otot polos. Studi baru baru
ini melaporkan penurunan kadar VIP pada pasien HP.g. Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF)Hipoksia akut dan kronik, produksi
VEGF meningkat dan yang mana reseptornya, VEGF reseptor-1 dan
VEGF-2 pada paru-paru.
Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah
di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa
darah ke paru. Lama-kelamaan pembuluh darah yang terkena akan
menjadi kaku dan menebal, hal ini akan menyebabkan tekanan dalam
pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Ventrikel
kanan jantung membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari
jantung ke paru berkurang, keadaan yang disebut dengan gagal
jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut, maka aliran darah ke
jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen
yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama
pada saat melakukan aktivitas. Biasanya pasien mengeluh jantung
sering berdebar dan sering berkeringat meskipun tidak
beraktivitas.(3,5)
2.8Pemeriksaan FisikPemeriksan fisik pada HPP sering tidak
spesifik untuk menegakan diagnosis, namun dapat membantu meniadakan
berbagai penyebab lain dari hipertensi pulmonal (sekunder).
Pemeriksaan fisik paru biasanya normal. Gejala lebih awal dan atau
temuan tunggal hanyalah aksentuasi komponen pulmonal pada bunyi
jantung 2 (P2) hampir 90 %. Peninggian suara P2 dihasilkan dari
peningkatan kekuatan penutupan katup pulmonal karena respon
peningkatan tekanan arteri pulmonal pada saat diastolik. Temuan
fisik tambahan sehubungan dengan HP merefleksikan pengaruh HP pada
jantung dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien berkembang
menjadi trikuspid regurgitasi dalam beberapa derajat karena tekanan
overload pada ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel kanan, pulsasi
vena jugularis meningkat bila terjadi overload cairan dan/atau
gagal jantung kanan. Hepatomegali mungkin timbul, asites dan
retensi cairan di perifer.(3)
2.9Manifestasi KlinikHipertensi pulmonal sering timbul dengan
gejala-gejala yang tidak spesifik. Gejala-gejala itu sukar untuk
dipisahkan sehubungan dengan penyebab apakah, dari paru atau dari
jantung (primer atau sekunder), kesulitan utama adalah gejala
umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering adalah
dispnea saat aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%, yang
merefleksikan ketidakmampuan menaikan curah jantung selama
aktifitas. Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun arteri
koroner normal tetapi disebabkan oleh karena stretching arteri
pulmonalis atau iskemia ventrikel kanan. Gejala dan tanda dari
hipertensi pulmonal di kelompokan pada tabel berikut :
SymptomsSign
Dyspnea saat aktivitasDistensi vena jugular
Kelelahan Impuls ventrikel kanan yang cepat
SinkopMenekankan komponen katup pulmonal (P2)
Nyeri dada anginaTerdengar suara jantung ketiga (S3)
HemoptisisMurmur insufisiensi trikuspid
Fenomena RaynaudHepatomegali
Edema perifer
Selain itu hemoptisis akibat pecahnya pembuluh darah paru juga
bisa terjadi, yang akan berpotensi menyebabkan batuk darah.
Kelainan terdeteksi pada pemeriksaan fisik cenderung lokal pada
sistem kardiovaskular. Pemeriksaan yang seksama sering mendeteksi
tanda-tanda hipertensi pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
Temuan pada pemeriksaan paru-paru yang tidak spesifik tetapi dapat
menunjukan penyebab yang mendasari hipertensi pulmonal. Sebagai
contoh, mengi dapat didiagnosis PPOK, dan basilar crackles mungkin
menunjukan adanya penyakit paru-paru interstisial.(3)
2.10DiagnosaUntuk mendiagnosa hipertensi pulmonal, dokter dapat
melakukan satu atau lebih tes untuk mengevaluasi kerja jantung dan
paru-paru pasien. Hal ini termasuk X-ray di daerah dada untuk
menunjukan pembesaran dan ketidaknormalan pembuluh darah paru-paru,
ekokardiogram yang menunjukan visualisasi jantung, mengukur besar
ukuran jantung, aliran darah, dan mengadakan pengukuran tidak
langsung terhadap tekanan di pembuluh paru-paru. a.
EkokardiografiPada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi
pulmonal, untuk diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi.
Ekokardiografi adalah modalitas diagnostik untuk evaluasi atau
eklusi penyebab HP sekunder (seperti gagal ventrikel kiri, penyakit
jantung katup, penyakit jantung kongenital dengan shunt
sistemikpulmonal dan disfungsi diastolik ventrikel kiri). Disamping
itu untuk menentukan beratnya hipertensi pulmonal serta
prognosisnya. Namun demikian ekokardiografi saja tidak cukup
adekuat untuk konfirmasi definitif ada atau tidaknya hipertensi
pulmonal. Untuk itu direkomendasikan untuk kateterisasi jantung.
Penilaian yang dapat dilakukan pada pasien dengan hipertensi
pulmonal antara lain : Ukuran ventrikel kanan Volume diastolik
ventrikel kanan/ventrikel kiri Kontraktilitas ventrikel kanan Efusi
pericardial Ukuran vena kava inferior Regurgitasi trikuspid
Kecepatan pengisian diastolik awal ventrikel kiri
b. EletrokardiografiGambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi
pulmonal sering menunjukan pembesaran atrium dan ventrikel kanan,
strain ventrikel kanan, dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga
memiliki nilai prognostik. Kelainan EKG saja bukanlah indikator
yang sensitif untuk penyakit vaskuler paru. Penggunaan perubahan
EKG sebagai marker progresi penyakit dan atau respon terapi belum
ada dilaporkan.
Gambar 4. EKG Pasien Hipertensi PulmonalElektrokardiogram
menunjukan perubahan pada hipertrofi ventrikel kanan (panah
panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi paru primer.
Deviasi sumbu kanan (panah pendek), peningkatan amplitudo gelombang
P pada lead II (panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas
kanan (kanan putih) yang sangat spesifik tetapi tidak memiliki
kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kanan.
c. Radiografi TorakKarena radiografi torak adalah noninvasif dan
tidak mahal, pasien dengan sesak yang tidak jelas biasanya di
skrining dengan radiografi torak. Ro torak sama pentingnya sebagai
first-line tes skrining pada pasien PAH untuk melihat penyebab
sekunder, seperti penyakit interstisial paru dan kongesti vena-vena
paru. Hampir 85 % terdapat kelainan Radiografi torak pada HP,
seperti pembesaran ventrikel kanan dan/atau atrium kanan, dilatasi
arteri pulmonal.
Gambar 5. Radiografi Torak Pasien Hipertensi Pulmonal
d. Tes Fungsi ParuPengukuran kapasitas vital paksa (FVC) saat
istrahat, volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter
maksimum (MVV), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar
efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen penting dalam
pemeriksaan HP, yang dapat mengidentifikasi secara signifikan
obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi
hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif
menilai gangguan mekanik sehubungan dengan penurunan volume paru
pada hipertensi pulmonal.
e. CT Scan CT scan dilakukan hanyalah untuk membedakan apakah
primer atau sekunder. Tanpa zat kontras, untuk menilai parenkim
paru seperti bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial.
Dengan zat kontras untuk deteksi dan atau melihat penyakit
tromboemboli paru.
f. Kateterisasi JantungKateterisasi jantung kanan dengan
mengukur hemodinamik pulmonal adalah gold standard untuk konfirmasi
PAH. Dengan definisi hipertensi pulmonal adalah tekanan PAP 25 mHg
pada saat istrahat, atau 30 mmHg pada saat aktifitas. Kateterisasi
membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti
penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk
prognostik hipertensi pulmonal. Yang dapat diukur pada pemeriksaan
dengan kateterisasi antara lain : Systemic arterial pressure (BP)
and Heart Rate (HR) Right atrial pressure (RAP) Right ventricular
pressure (RVP) Pulmonary artery pressure (PAP) Pulmonary capillary
wedge pressure (PCWP) Cardiac output and index Pulmonary
vasoreactivity Systemic and pulmonary arterial oxygen
saturationHemodinamik adalah prognostik untuk HPP, nilai prognostik
pengukuran hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup
50 bulan bila tidak mendapat terapi vasodilator, sedangkan bila RAP
20 mmHg harapan hidupnya kurang dari 3 bulan.
g. Tes VasodilatorVasoreaktifitas adalah suatu bagian penting
untuk evaluasi pasien HAP, pasien yang respon dengan vasodilator
terbukti memperbaiki survival dengan menggunakan blok kanal kalsium
(CCB) jangka panjang. Definisi respon (European Society of
Cardiology consensus) adalah penurunan rata-rata tekanan arteri
pulmonal paling < 10 mm Hg dengan peningkatan kardiak output.
Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah pasien
bisa diterapi dengan CCB oral.
h. Tes Berjalan 6 MenitPemeriksaan yang sederhana dan tidak
mahal untuk keterbatasan fungsional pasien HP adalah dengan tes
ketahanan berjalan 6 menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur
kapasitas fungsional pasien dengan sakit jantung, memiliki
prognostik yang signifikan dan telah digunakan secara luas dalam
penelitian untuk evaluasi pasien HP yang diterapi. 6WT tidak
memerlukan ahli dalam penilaian.
i. Biopsi paruJarang dilakukan karena sangat riskan pada pasien
hipertensi pulmonal, biopsi paru di indikasikan bila pasien yang
diduga HPP, dengan pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis
definitif.j. LaboratoriumPasien-pasien yang diduga hipertensi
pulmonal harus dilakukan pemeriksaan laboratorium standar untuk
dispnea, yang meliputi pemeriksaan analisa gas darah, pemeriksaan
kimia dan darah lengkap. Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada
pasien dengan faktor resiko. Dilaporkan bahwa hipertensi pulmonal
sehubungan dengan infeksi HIV 100 kali lebih sering dibandingkan
dengan IPAH. Tes fungsi hati juga harus dilakukan untuk eklusi
suatu hipertensi portopulmonal disamping untuk pemberian
terapi.(4)
2.11PenatalaksanaanTahanan vaskuler paru secara dramatis
meningkat pada saat latihan atau aktifitas pada pasien HP, dan
pasien sebaiknya harus memperhatikan dan membatasi aktifitas yang
berlebihan. Pemberian oksigen untuk mengatasi sesak nafas dan
hipoksia, saturasi oksigen dipertahankan diatas 90 %. Penggunaan
digoksin saat ini masih kontroversial, karena belum ada data
terhadap keuntungan dan kerugian penggunaan digoksin pada HPP.
Penggunaan diuretik untuk mengurangi sesak dan edema perifer, dapat
bermanfat untuk mengurangi kelebihan cairan terutama bila ada
regurgitasi trikuspidal. Timbulnya trombosis in situ, gagal jantung
kanan dan stasis vena meningkatkan resiko terjadinya tromboemboli
paru. Perbaikan survival telah dilaporkan dengan antikoagulan oral,
warfarin 1,5-2,5 mg dengan target INR 1,8. Telah banyak penelitian
untuk pengobatan hipertensi pulmonal yang dilakukan : golongan
vasodilator, prostanoid, NO, penghambat phosfodiestrase, antagonis
reseptor endotelin dan anti koagulan.1. Calcium-Channel Blocker
(CCB)Penggunaan CCB telah banyak diteliti dan digunakan sebagai
terapi HPP, perbaikan terjadi kira-kira 25-30 % kasus terutama pada
pasien yang tes vasodilator akut positif. Rich dkk 1992, melaporkan
hasil studi prospektif non random, pasien yang respon tes
vasodilator akut positif diterapi dengan CCB dosis tinggi selama 5
tahun. Survival 1 tahun, 3 tahun, dan 5 tahun adalah 94%, 94%, dan
94%. Sementara pasien yang tidak respon 68%, 47%, dan 38%. Ogata et
al 1993, melakukan terapi kombinasi antikoagulan dan vasodilator, 7
pasien diterapi dengan antikoagulan warfarin + vasodilator, 3
dengan isoproterenol, dan 4 dengan nifedipine. Survival 5 tahun
signifikan lebih tinggi pada kelompok dengan antikoagulan +
vasodilator (57%) dibanding yang lain 15%. Nifedipine (120-240
mg/hari) atau diltiazem (540-900 mg/hari) merupakan agen yang
paling sering digunakan, sementara verepamil menimbulkan efek
inotropik negative. Efek samping yang bermakna seperti hipotensi
yang mengancam hidup pasien dengan fungsi ventrikel kanan yang
berat. 2. ProstanoidTelah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin
berkontribusi dalam patogenesis HPP. Christman et al melaporkan
defisiensi prostasiklin pada HPP. Tuder et al memperlihatkan
penurunan prostasiklin sintase paru pada pasien HPP berat. Studi
klinis membuktikan bahwa terapi jangka lama dengan analog
prostasiklin eksogen menguntungkan pada pasien dengan HP sedang
sampai berat.a. EpoprostenolEpoprostenol iv pertama kali disetujui
oleh FDA untuk terapi hipertensi pulmonal pada tahun 1995.
Pemakaian epoprostenol jangka panjang memperbaiki hemodinamik,
toleransi latihan, klas fungsional NYHA, dan survival rate
penderita HP. Epoprostenol tidak stabil pada suhu kamar, harus
dilindungi selama pemberian infus, half- life pendek dalam aliran
darah (< 6 min), tidak stabil pada pH asam, dan tidak bisa
secara oral. Dimulai dengan dosis (1-2 ng/kg/min), dan secara
perlahan dititrasi 1-2 ng/kg/min, sampai (20 ng/kg/min atau 40
ng/kg/min). Dalam suatu trial prospektif, multisenter, random,
dengan kontrol selama 12 minggu, infus epoprostenol secara kontinua
ditambah dengan terapi konvensional (vasodilator oral,
antikoagulan, dsb) dibanding dengan hanya terapi konvensional
sebagai kontrol pada 81 orang pasien HPP fungsional klas III dan
IV. Kapasitas latihan (6WT) 41 pasien yang diterapi dengan
epoprostenol (rata-rata 362m, sebelumnya 315m), dan penurunan pada
terapi konvensional saja (sebelumnya 270m dan setelahnya 204m; p
< 0.002). Perbaikan kualitas hidup pada pasien dengan terapi
epoprostenol (p < 0.01), perbaikan hemodinamik, perubahan
tekanan arteri pulmonal rata-rata (mPAP) -8% dibandingkan terapi
konvensional +3% dan perubahan rata-rata tahanan vaskuler paru
(mPVR) adalah -21% dengan epoprostenol dan +9% pada kontrol.
Shapiro et al and McLaughlin et al menggambarkan keberhasilan pada
pasien dengan terapi infus kontinua epoprostenol setelah follow-up
selama 36,3 bulan, perbaikan fungsional klas,toleransi latihan dan
hemodinamik. Efek samping yang sering pada terapi epoprostenol
meliputi sakit kepala, flushing, jaw pain, diarrhea, nausea, rash
eritematosus, dan nyeri muskuloskeletal. penggunaan klinik.
Iloprost inhalasi mempunyai efek vasodilator yang lebih poten
dibandingkan dengan NO inhalasi. Illoprost inhalasi mempunyai aksi
yang lebih pendek sehingga pemberiannya bisa 6 sampai 9 kali
sehari. Penelitian selama 3 bulan pada 19 pasien HP dengan berbagai
sebab, iloprost inhalasi dengan dosis 50-200 g perhari (6-12 kali
inhalasi perhari), terbukti memperbaiki fungsional klas, kapasitas
latihan dan hemodinamik paru. Pada penelitian lain, penelitian
selama 1 tahun, tanpa kontrol pada 24 pasien dengan aerosol
iloprost dosis 100-150 g dalam 6-8 kali pemberian perhari terbukti
memberikan hasil yang sama. Suatu penelitian random, double-blind,
placebokontrol, multisenter di Eropah(30), sebanyak 203 pasien HPP,
dengan dosis illoprost 250 g atau 500 g perhari dalam 6-9 kali
pemberian, terbukti perbaikan 6WT 59 meter dan perbaikan fungsional
klas, perbaikan kualitas hidup (p < 0.05) dibandingkan dengan
kelompok kontrol.b. BeraprostBeraprost adalah analog prostasiklin
secara kimia stabil dan aktif untuk oral. Diabsorbsi secara cepat
dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak tercapai setelah 30 menit
dan half life 35-40 menit setelah pemberian. Sejak tahun 1995,
beraprost telah digunakan sebagai terapi di Jepang. Dalam suatu
studi retrospektif, Nagaya et al melaporkan perbaikan kualitas
hidup 24 pasien HPP dengan beraprost dibandingkan dengan 34 pasien
dengan terapi konvensional. 2 studi random, double-blind, kontrol
placebo beraprost pada HPP. Studi pertama selama 12 minggu, 130
orang pasien dengan NYHA fungsional klas II dan III Beraprost
(dosis rata-rata 80 mg po qd) memperbaiki kapasitas latihan dan 6
WT 45 m pada pasien HPP. Studi kedua evaluasi efek beraprost pada
pasien HPP, dengan 116 pasien fungsional klas II dan III, selama 12
bulan, double-blind, random, kontrol plasebo. Hasil studi ini
menunjukan perlambatan progresifitas penyakit selama 6 bulan,
perbaikan ketahanan 6 WT dibandingkan placebo. Tidak ada perubahan
yang signifikan terhadap hemodinamik pulmonal.
3. Antagonis Reseptor EndotelinPada penelitian terakhir
Antagonis reseptor Endotelin efektif dalam mengobati hipertensi
pulmonal, karena banyaknya bukti peranan patogenik endotelin-1 pada
hipertensi pulmonal. Endothelin-1 adalah suatu vasokonstriktor yang
poten, dan mitogen pada otot polos yang menyebabkan meningkatnya
tonus vaskuler dan hipertrofi vaskuler paru. Dalam studi kontrol
kecil pasien IPAH, konsentrasi endothelin plasma berkorelasi dengan
PAP and PVR, berkorelasi juga dengan kapasitas latihan.a.
BosentanPenelitian pertama, random, double-blind, control-placebo,
multisenter (2 di US dan 1 di Perancis), menilai efek bosentan
terhadap kapasitas latihan dan hemodinamik kardiopulmonal, menilai
keamanan dan tolerabilitas pada pasien HPP berat(31). Sebanyak 32
pasien mendapatkan bosentan dan plasebo (2:1 ratio). Bosentan 62.5
mg bid selama 4 minggu, dilanjutkan sampai dosis 125 mg bid.
Setelah 12 minggu kelompok terapi bosentan perbaikan ketahanan 6 WT
sampai 70 m, dimana tidak ada perubahan dengan plasebo. Perbaikan
hemodinamik kardiopulmonal dan penurunan signifikan PVR, penurunan
mPAP, penurunan tekanan rata-rata atrium kanan. Dibandingkan
kelompok plasebo secara kontras terjadi peningkatan ketiga komponen
tersebut. Studi bosentan kedua, doubleblind, control-placebo,
mengevaluasi 213 pasien, bosentan 125 bid atau 250 mg bid paling
kurang selama 16 minggu. Studi dilakukan di 27 senter di Eropa,
Amerika utara, Israel dan Australia. 144 pasien mendapatkan
bosentan dan 69 pasien mendapatkan placebo. Terlihat perbaikan
ketahanan 6 WT pada pasien terapi bosentan 36 menter sedangkan pada
terapi placebo -8 m, tidak ada perbedaan efek yang signifikan
sehubungan dengan dosis. Efek samping dari bosentan adalah
peningkatan kadar alanine aminotransferase dan/atau aspartate amino
transferase. Gangguan fungsi hati ini berkorelasi dengan dosis,
dimana lebih sering terjadi dengan bosentan 250 mg bid. Dan efeknya
transien, sehingga USFDA merekomendasikan pemeriksaan fungsi hati
paling tidak 1 bulan sebelum terapi.b. SitaxsentanPenelitian
random, double-blind, kontrol-plasebo, selama 12 minggu,
sitaxsentan pada 178 pasien HPP fungsional klas II, III dan IV
NYHA, dengan dosis 100 mg po qd, atau 300 mg po qd. Perbaikan
fungsional klas dan perbaikan 6 WT, 35 m dengan dosis 100 mg dan 33
m dengan dosis 300 mg (p