PRESENTASI KASUS G 3 P 2 A 0 , Usia 33 Tahun, Usia Kehamilan 12 Minggu 5 Hari, Janin Tunggal Hidup Intrauterine dengan Hiperemesis Gravidarum Disusun oleh: Tia nuryani G1A211065 Azizah Asih F. G1A211066 Ai Nurfaiziyah G1A211067 Rima Arini Purba G1A211068 Pembimbing: dr. Adityono, Sp.OG SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN PENDIDIKAN PROFESI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PRESENTASI KASUS
G3P2A0, Usia 33 Tahun, Usia Kehamilan 12 Minggu 5 Hari, Janin Tunggal
Hidup Intrauterine dengan Hiperemesis Gravidarum
Disusun oleh:
Tia nuryani G1A211065
Azizah Asih F. G1A211066
Ai Nurfaiziyah G1A211067
Rima Arini Purba G1A211068
Pembimbing:
dr. Adityono, Sp.OG
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
PENDIDIKAN PROFESI
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
LEMBAR PENGESAHAN
PPRESENTASI KASUS
G3P2A0, Usia 33 Tahun, Usia Kehamilan 12 Minggu 5 Hari, Janin Tunggal
Hidup Intrauterine dengan Hiperemesis Gravidarum
Disusun Oleh:
Tia nuryani G1A211065
Azizah Asih R. G1A211066
Ai Nurfaiziyah G1A211067
Rima Arini Purba G1A211068
Untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti
tugas stase Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RS Margono Soekarjo
Purwokerto
Disetujui dan disahkan
Pada tanggal Februari 2012
Pembimbing,
dr. Adityono, Sp.OG
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mual dan muntah merupakan hal yang umum dalam kehamilan. Sekitar
50%-90% kehamilan disertai dengan mual dan muntah yang dikenal sebagai
emesis gravidarum (Niebyl, 2010). Wanita yang mengalami emesis gravidarum
atau morning sickness 2% mengalami mual di pagi hari dan 80% mual sepanjang
hari. Kondisi ini biasanya ringan, dapat hilang sendiri dan puncak keluhan pada
sekitar 9 minggu kehamilan. Usia kehamilan 20 minggu biasanya gejala berhenti
namun pada 13% kehamilan, mual dan muntah dapat bertahan hingga 20 minggu
kehamilan (Mylonas, 2007, Sheehan, 2007).
Sejumlah kecil wanita hamil mengalami mual dan muntah berat yang
disebut hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai oleh muntah
berat yang menyebabkan penderita kekurangan cairan, gangguan keseimbangan
elektrolit dan asam basa, defisiensi nutrisi dan penurunan berat badan. Insidensi
hiperemesis gravidarum bervariasi antara 0,3 – 1,5% kelahiran hidup. Etiologi
hiperemesis gravidarum sendiri masih belum jelas, namun insiden menigkat pada
kondisi yang berhubungan denghan konsentrasi HCG dan estrogen yang tinggi.
Insiden hiperemesis gravidarum sendiri yaitu 3,5 per 1000 kelahiran (Sheehan,
2007, Sonsukare, 2008).
Wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum memuntahkan makanan dan
minuman yang dikonsumsi sehingga berat badannya turun, turgor kulit dan
diuresis berkurang. Dapat pula terjadi alkalosis hipokalemia, ketosis, asetonuria
ptyalism dan timbul asetonuria apabila tidak tertangani. Keadaan demikian
membutuhkan perawatan di rumah sakit. Sekitar 5% dari ibu hamil membutuhkan
penanganan untuk penggantian cairan dan kroeksi ketidaksembangan elektrolot.
Prognosis pada pasien hiperemesis gravidarum pada umumnya baik, tetapi tetap
memberikan efek buruk pada pertumbuhan janin. Gejala yang timbul pada pasien
mual dan muntah serta penurunan nafsu makan membuat asupan nutrisi ibu
semakin berkurang. Suplai nutrisi pada janin tidak adekuat sehingga dapat
menghambat pertumbuhan janin jika hal ini tidak segera ditangani (Sacramento,
2008). Hal inilah yang menjadi alasan penulis mengajukan kasus gravidarum
sebagai laporan presentasi kasus kali ini.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. TS
Usia : 33 tahun
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl Arcawinangun 2/6 Purwokerto, Banyumas
Nomor CM : 883017
Tanggal/Jam Masuk : 29 Desember 2011/ Pukul 18.00 WIB
B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Mual dan muntah
2. Keluhan tambahan
Nafsu makan menurun, badan terasa lemas
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSMS melalui VK IGD tanggal 29 Desember 2011
pukul 07.00 WIB. Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah.
Keluhan dirasa sejak 1 minggu yang lalu, namun terasa memburuk sejak 2
hari yang lalu (27 Desember 2011). Sejak tanggal 27 Desember 2011,
pasien muntah lebih dari 5 kali sehari setiap harinya, hampir setiap
makanan dimuntahkan, mulut dan lidah terasa kering, nafsu makan
menurun dan badan terasa lemas. Terkadang terdapat nyeri pada lapang
perut, hilang timbul dan terasa melilit. Pasien belum menimbang berat
badannya sehingga tidak mengetahui apakah terjadi penurunan berat badan
atau tidak. Hari pertama haid terakhir pasien adalah 1 Oktober 2011. Hari
perkiraan lahir yaitu 8 Juli 2012. Usia kehamilan pasien 12 minggu 5 hari.
4. Riwayat penyakit dahulu
- Penyakit Jantung : disangkal
- Penyakit Paru : disangkal
- Penyakit Kencing Manis : disangkal
- Penyakit Ginjal : disangkal
- Penyakit Hipertensi : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal
- Riwayat Dispepsia : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
- Penyakit Jantung : disangkal
- Penyakit Paru : disangkal
- Penyakit Kencing Manis : disangkal
- Penyakit Ginjal : disangkal
- Penyakit Hipertensi : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal
6. Riwayat Obstetrik
G3P2A0 : An. I : laki – laki /10th/bidan/2600gr
An. II : perempuan /4,5th/SC atas indikasi kista/RS/2400gr
An. III : hamil ini
7. Riwayat Menstruasi
- Lama haid : 6 – 7 hari
- Siklus haid : teratur
- Dismenorrhoe : tidak ada
- Jumlah darah haid : normal (sehari ganti pembalut 3-4 kali)
8. Riwayat Antenatal Care
Teratur di bidan
9. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali selama 12 tahun
10. Riwayat KB
Menggunakan KB suntik selama 2 tahun dan penggunaan terakhir yaitu 4
bulan yang lalu
11. Riwayat Ginekologi
Riwayat Operasi : sectio secaria dengan pengangkatan kista 4,5 tahun
yang lalu
Riwayat Kuret : tidak ada
Riwayat Keputihan : tidak ada
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit, isi dan tegangan cukup
Respirasi Rate : 20 kali/ menit, regular
Suhu : 37,0 ºC
Kulit : Warna sawo matang, tidak tampak pucat
Kepala : Mesosefal
Mata : Konjungtiva palpebra mata kanan dan kiri tidak anemis,
tidak ada skela ikterik pada mata kanan dan kiri, mata
sedikit cekung.
Telinga : Pendengaran baik, tidak ada ottorhea, tidak ada nyeri
tekan mastoid
Hidung : Tidak ada deviasi septum, tidak keluar sekret
Mulut : Tidak ada gusi berdarah, mukosa bibir tidak pucat dan
tidak sianosis
Tenggorokan : Tidak ada pembesaran tonsil, faring tidak hiperemis
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi, tidak
teraba massa
Thorax
Mammae : Puting susu normal, tidak ada nanah, tidak teraba
massa,tidak terdapat luka
Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada
gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium
intercostalis.
Palpasi : Gerakan dada simetris, vocal fremitus kanan sama dengan
kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah
kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada
kedua lapang paru, tidak ditemukan wheezing.
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada
sebelah kiri atas.
Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari
medial LMC sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan
gallop.
Abdomen
Inspeksi : Datar
Perkusi : Timpani
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) pada regio
epigastrium, Tinggi Fundus Uteri (TFU) 2 jari bawah
pusat, ballotement (+).
Auskultasi : Bising usus normal (2 kali dalam 10 detik)
Pemeriksaan
Anggota Gerak
Ekstremitas
superior
Ekstremitas inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Kuku kuning
(ikterik)
- - - -
Reflek fisiologis
Bicep
Patela
+
+
+
+
+
+
+
+
Sensoris S>I;
D=S
S>I;
D=S
S>I;
D=S
S>I;
D=S
Pemeriksaan Genitalia Eksterna
Inspeksi : Leukorrhea (-), perdarahan per vaginam (-)
D. Diagnosa
G3P2A0, usia 33 tahun, usia kehamilan 12 minggu 5 hari, janin tunggal hidup
intrauterine dengan hiperemesis gravidarum.
E. Plan
1. Perbaiki keadaan umum pasien
IVFD RL:D5% = 2:1 20 tpm
Primperan 1 amp 1 gr iv
2. Pemeriksaan Darah Lengkap
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Desember 2011 :
Pemeriksaan Nilai Satuan Rujukan
Hb 12.6 g/dL 12 – 16
Leukosit 9.080 /uL 4800-10800
Hematokrit 37 ↓ % 37-47
Eritrosit 4,3 ↓ 10^6/uL 4,2-5,4
Trombosit 317.000 /uL 150.000-450.000
MCV 84,9 fL 79,0-99,0
MCH 29,2 Pg 27,0-31,0
MCHC 34,4 % 33,0-37,0
RDW 11,8 % 11,5-14,5
MPV 9,1 fL 7,2-11,1
Hitung Jenis
Basofil 0,0 % 0,0-1,0
Eosinofil 0,0 ↓ % 2,0-4,0
Batang 0.00 ↓ % 2,00-5,00
Segmen 78,0 ↑ % 40.0-70.0
Limfosit 15,7 ↓ % 25.0-40.0
Monosit 6,3 % 2.0-8.0
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Berikut hasil USG, 29 Desember 2011 :
Janin tunggal hidup intra uterin, umur kehamilan menurut biometri 8
menginisiasi destruksi autoimun pada mukosa lambung
sehingga menyebabkan malabsorbsi vitamin B12. Pada
penderita hiperemesis gravidarum vitamin B12 dapat
diberikan dengan dosis 12,5 mg 3-4 kali sehari (Zempleni, et
al,2007).
d. Antiemetik untuk mengatasi mual dan muntah menggunakan :
1. serotonin agonis
Jika terdapat bebeapa pemicu emesis, medikasi harus
dipusatkan pada pusat muntah di otak (serotonin antagonists
merupakan terapi yang paling efektif). Serotonin agonis
merupakan antagonis 5-HT3 receptors yang sangat selektif
bekerja di vagus, CTZ (chemotrigger zone) and
gut. Seorotnin agonist merupakan obat kelas B. Serotonin
antagnists (ondansetron, dolasetron, granisetron) merupakan
dose-dependent drugs. Semakin tinggi dosis, semakin tinggi
pula manfaat dan efek sampingnya. Penurunan dosis
bertingkat serta frekuensi, penting dilakukan untuk
mencegah relaps. Ondansetron 4-8mg peroral atau intravena
setiap 8 jam , diberikan pada HG yang sulit disembuhkan
Respon individual dapat bervariasi. Penatalaksanaan harus
dipusatkan pada pemicu mual dan muntah. Jika penderita
muntah terus menerus, dosis oral tidak akan efektif. Maka
terapi diberikan dengan beberapa dosis intravena diikuti
dosis oral . Efek samping yang mungkin terjadi adalah nyeri
kepala, abnormalitas fungsi hati, konstipasi, diare
(American Pregnancy Association,2006, Ogunyemi dan
Chelmow,2011)
2. dopamine (D2) receptor antagonist
metoklopramid bekerja dengan memblok reseptor dopamin
pada chemoreseptor trigger zone (CTZ), meningkatkan
peristaltik dan mempercepat pengosongan lambung.
Metoklopramida dapat meningkatkan motilitas dan tonus
pada kontraksi lambung (terutama pada bagian antrum),
merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus duodenum, serta
meningkatkan paristaltik dari duodenum dan jejunum
sehingga dapat mempercepat pengosongan lambung dan
usus. Metoklopramid merupakan first-line pharmacologic
treatment untuk hiperemesis gravidarum dan telah terbukti
efektif. Terdapat dalam bentuk injeksi, oral, dan
suppositoria. Efek sampingnya berupa sindrom
ekstrapiramidal dan tardive dyskinesia Sediaan injeksi yaitu
5mg/ml. Sediaan oral yaitu 10 mg 3 – 4 kali sehari.
Merupakan obat dengan kategori A pada kehamilan.
(MacGibbon, 2010, Ogunyemi dan Chelmow, 2011,
Sheehan, 2007).
e. Obat yang bekerja pada saluran pencernaan.
Obat – obatan ini bertujuan untuk mengurangi produksi
asam lambung dan mengatasi refluks (isi lambung yang kembali
menuju esophagus) : Ranitidine, Famotidine, Lansoprazole.
Infeksi H pylori terjadi pada 90% penderita hiperemesis
gravidarum dan dapat memperburuk mual dan muntah pada
kehamilan dengan pembentukan ulkus peptikum. Terapi yang
dapat diberikan yaitu sesuai dengan guideline pada penderita
tidak hamil yaitu triple therapy. triple therapy yaitu PPI(proton
pump inhibitor) dan dua dari tiga antibiotic berikut clarithromycin,
amoksisilin atau metronidazol selama 7-10 hari. Triple therapy
sebagai terapi standar lini pertama karena memiliki tolerabilitas tinggi
dan mudah dalam pemberiannya. Kesukesan eradikasi H.pylori
dengan terapi ini bervariasi antara 70%-95% (Ghany,2005,
Ogunyemi dan Chelmow,2011)
f. Kortikosteroid
Kortikosteroiod diberikan pada hiperemesis gravidarum berat
yang kurang berespon baik terhadap terapi antiemetic. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah penurunan berat badan,
mual dan muntah. Steroid digunakan untuk hiperemesis
gravidarum yang sulit disembuhkan. Penggunaan steroid jangka
panjang dan dosis tinggi pada trimester pertama dicurigai dapat
mempengaruhi perkembangan otak janin. Wanita dengan
hipotiroid berespon lebih aktif terhadap kortikosterod. Penderita
dengan DM tipe 1 akan mengalami 40% peningkatan insulin jika
steroid diawali dengan dosis tinggi. Kortikosteroid dapat
melewati plasenta. Komplikasi seperti penurunan berat badan,
peningkatan resiko preeklamsi dan peningkatan resiko bibir
sumbing telah dilaporkan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan the Collaborative Perinatal Project pada 50,282
pasangan ibu dan anak, 34 ibu terpapar cortisone pada trimester I
dan tidak terbukti adanya hubungan antara defek congenital
dengan pemakaian cortisone. Methylprednisolone dalam
kehamilan masuk dalam obat kategori C. Prednisone dalam
kategori B dan cortisone dalam kategori D. Metilprednisolon
diberikan 16mg peroral setiap 8 jam selama 3 hari dengan tapering
sampai dosis efektif terendah. Metilprednisolon dikabatkan
meningkatkan resiko bibir sumbing pada 10 minggu pertama
kehamilan (Mac Gibbon, 2010, Ogunyemi dan Chelmow, 2011).
Food abstinence
Fluid substition
Dimenhydrinate
MidazolamMetoclopramid
eH2 bloker/PPI
Psychosomatic counseling
Dietary infusion medication Psychosomatic care
Parenteral nutrition Fluid balance Other disease
Symptoms
Recovery Aggravation Recovery aggravation
Laboratory controlsWeight controlsmonitoring
aggravation
MedicationPsychosomatic care
Ambulatory setting hospitalisation
Nausea and vomitting during pregnancy
Differential diagnosis
Food poisoning Iron substitution Emesis gravidarum hiperemesis gravidarum Drug intoxication preeclamsia
Dietary advice lifestyle advise
2. Terapi nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur nutrisi tergantung pada
derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan
penderita terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya, bila
memungkinkan saluran cerna harus digunakan. Bila dicoba peroral
menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric tube
(NGT). Penggunaan saluran cerna banyak keuntungan yaitu dapat
mengabsorbsi lebih banyak nutrient daripada parenteral, adanya
mekanisme defensif untuk menaggulangi infeksi dan toksin.
a. Nutrisi enteral dan parenteral
Gambar 2.3. manajemen penatalaksanaan hiperemesis gravidarum (Mylonas et al 2007)
Jika terjadi dehidrasi atau penderita tidak dapat mentoleransi terapi
oral, maka terapi cairan dan nutrisi enteral atau parenteral dapat
diberikan. Nutrisi enteral dan parenteral diberikan pada penderita
hiperemesis gravidarum yang berada dalam derajat muntah yang
hebat, terus mengalami penurunan berat badan atau gagal dengan
terapi konservatif dan biasanya gejala – gejala tersebut dapat
ditemukan pada penderita prolonged hyperemesis gravidarum.
1. Terapi nutrisi parenteral
NPT mensuplai nutrisi ibu sehari hari, menggunakan sebuah
kateter yang disebut PICC (peripherally inserted central catheter)
line yang dipasang di vena perifer pada tangan, bahu atau leher
(vena sentral pada arteri carotis). Kateter dimasukkan hingga
mencapai vena cava superior. Jalur ini memungkinkan masuknya
nutrisi yang terkonsentrasi tanpa merusak pembuluh darah.
Nutrisi vena sentral (NVS) dianggap lebih baik karena
volume darah pada vena sentral secara cepat mendilusi cairan
nutrien yang hipertonik sehingga dapat mencegah flebitis dan
trombosis. Selain itu NVS dapat menyalurkan nutrisi dalam
jumlah yang adekuat. Nutrisi vena perifer tidak dapat
memberikan kapasitas yang sama. Namun nutrisi parenteral yang
menggunakan vena perifer dapat pula menimbulkan sepsis dan
komplikasi metabolik. Selain itu tidak digunakannya saluran
cerna untuk waktu lama dapat menimbulkan atrofi mukosa dan
sepsis enterogenik. Sehingga nutrisi parenteral digunakan sebagai
jalan terakhir pemberian makan.
NPT tidak dapat memberi nutrisi yang lengkap dan harus
mengevaluasi kalori yang dibutuhkan seperti kadar vitamin dan
mineral berdasar usia gestasinya. Pemberian NPT memiliki resiko
yang cukup besar karena ia memotong jalur mekanisme regulasi
dan proteksi dan komplikasi pemasangaan yang menggunakan
kateter vena sentral. Komplikasi dapat terjadi pada sebagian
penerima terapi NPT, antara lain yang dapat terjadi antara lain
komplikasi metabolic, infeksi, pancreatitis, hiperkalemi dan syok
septic gram negative. NPT harus diberikan pada wanita yang
tidak berespon baik pada terapi medis dan beresiko kekurangan
gizi.
Table 1.1. Komplikasi NPTKomplikasi metabolic
Hiperglikemi Merupakan komplikasi paling sering, terkait dengan kecepatan infuse dekstrose, konsenttrasi, stress. Dapat menyebabkan hipertrigliseridemia yang dapat menyebabkan pancreatitis. Pemantauan ketat sangat penting selama kehamilan terutama jika menggunakan terapi glukokortikoid
Hipoglikemi Sering terjadi pada pemberhientian TPN tiba – tiba tanpa tapering, terutama pada dekstrose dosis tinggi
Defisiensi asam lemak
Merupakan akibat dari pemberian nutrisi parenteral tanpa administrasi lemak intravena. Dapat terjadi dalam 2 minggu. Replacement sangat penting selama kehamilan
Ketidakseimbangan Elektrolit
Kurang bahkan kelebihan suplai elektrolit melalui TPN
Ketidakseimbangan cairan
Deficit atau overload cairan ( terutama penting diperhatikan pada pasien dengan gangguan ginjal selama kehamilan untuk mempertahankan aliran rahim)
Ketidakseimbangan asam basa
Larutan nutrisi harus memperhatikan status asam basa pasien seperti asam asetat, klorida
Komplikasi hepar Karena administrasi karbohidrat yang berlebihan Refeeding syndrome Metabolism cascade berupa
Hypophosphatemia, hipokalemia, hypomagnesemia, gangguan cairan tubuh, avitaminosis hingga gagal jantung kongestif.
oklusi, kerusakan kateter, infeksiInfeksi Demam, nyeri, eritemaEmboli udara Udara masuk ke dalam kateterAlat Terkadang penyaluran kateter menuju vena cava,gagal.Sepsis Bila kekebalan tubuh menurun
2. Terapi nutrisi enteral
Merupakan alternative TPN. Nutrisi dapat diberikan melalui
a. Nasogastric – mengembalikan nutrisi melalui tube yang
dipasang menghubungkan hidung dan lambung.
b. Percutaneous endoscopic gastrostomy – memperbaiki nutrisi
melalui tube yang dipasang melalui abdomen menuju
lambung, kadang – kadang sebuah tube ditambahkan menuju
jejunum (percutaneous endoscopic jejunostomy). Pada PEG,
membutuhkan tindakan pembedahan untuk menanamkan
tabung melalui abdomen menuju lambung.. (Ogunyemi dan
Chelmow, 2011, Sheehan, 2007).
Resiko yang paling sering adalah kesalahan penempatan
tabung, aspirasi pulmo dan toleransi yang buruk. Beberapa wanita
dengan HG mengalami keterlambatan pengosongan lambung,
reflek muntah yang sangat sensitive sehingga membuat HG
menjadi beresiko. Kebanyakan penderita lebih nyaman dengan
terapi parenteral daripada enteral (Anonym, 2010)
Komplikasi terapi nutrisi enteral antara lain :
1. Ketidakseimbangan elektrolit karena ketidakseimbangan