-
HUBUNGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM DENGAN PREEKLAMPSIADI RUMAH
SAKIT UMUM DEWI SARTIKA KENDARI
TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan
PendidikanProgram Studi Diploma III Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH
MAHARANI SUNDARIP00324014018
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN
KENDARI JURUSAN
KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIIIKENDARI
2017
-
ii
-
iii
-
iv
RIWAYAT PENULIS
A. Identitas Penulis
Nama : Maharani Sundari
Tempat,tanggal lahir : Bumi Raya,10 Agustus 1996
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : BTN Beringin Cempaka Indah Blok G/24
B. Riwayat pendidikan
1. TK Tunas Makarti tamat Tahun 2001
2. SDN 01 Baruga tamat Tahun 2008
3. SMPN 04 Kendari tamat Tahun 2011
4. SMA Negeri 05 KendariTahunTamat 2014
5. Terdaftar sebagai Mahasiswi di Politeknik Kesehatan
Kendari
jurusan DIII Kebidanan sejak tahun 2014 sampai sekarang
-
v
INTISARI
HUBUNGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM DENGAN PREEKLAMPSIADI RUMAH
SAKIT UMUM DEWI SARTIKA KENDARI
TAHUN 2016Maharani Sundari1 Nurmiaty2 Fitriyanti2
Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi kehamilan
danpersalinan masih merupakan masalah kebidanan yang belum
dapatterpecahkan secara tuntas.Salah satu upaya untuk menurunkan
kejadianpreeklampsia dengan memberikan penanganan dini hingga
melakukanpencegahan pada ibu hamil berisiko dan faktor risiko
kejadianpreeklampsia.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan
hiperemesisgravidarum dengan kejadian preeklamsia di Rumah Sakit
Umum DewiSartika Kendari tahun 2016.
Desain penelitian yang digunakan ialah observasional
denganrancangan case control study. Sampel penelitian adalah ibu
hamil yangmengalami preeklamsia dan yang tidak mengalami
preeklamsia yangberjumlah 99 orang. Perbandingan sampel kasus
kontrol 1:2 (33:66).Instrumen pengumpulan data berupa ceklist
tentang kejadianpreeklampsia dan hiperemesis gravidarum. Data
dianalisis dengan uji ChiSquare dan untuk melihat besarnya risiko
mengunakan uji Odds Ratio(OR).
Hasil penelitian menunjukkan dari 2622 ibu hamil terdapat 33
kasus(1,3%) kejadian preeklamsia, dari 99 responden terdapat 41
kasus(41,4%) kejadian hiperemesis gravidarum di Rumah Sakit Umum
DewiSartika Kendari tahun 2016. Ada hubungan antara
hiperemesisgravidarum dengan kejadian preeklamsia (p=0,006;
X2=7,5). Ibu yangmengalami hiperemesis gravidarum berisiko
mengalami preeklampsiasebesar 3,3 kali dibandingkan yang tidak
mengalami hiperemesisgravidarum (OR=3,3; CI95%=1,3-8,6).
Kata kunci : preeklamsia, hiperemesis gravidarum
1 Mahasiswa Prodi D-III Kebidanan Poltekkes Kendari2 Dosen
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari
-
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas
limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul
“hubungan
hiperemesis gravidarum dengan preeklampsia di Rumah Sakit
Umum
Dewi Sartika Kendari tahun 2016”.
Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini ada banyak
pihak
yang membantu, oleh karena itu penulis dengan segala kerendahan
dan
keikhlasan hati mengucapkan banyak terima kasih
sebesar-besarnya
terutama kepada Ibu Dr. Nurmiaty, S.Si.T, MPH selaku Pembimbing
I dan
Ibu Fitriyanti, SST, M.Keb selaku Pembimbing II yang telah
banyak
membimbing sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan
tepat pada
waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan
terima
kasih kepada:
1. Bapak Petrus, SKM. M.Kes selaku Direktur Poltekkes
Kendari.
2. Ibu Halijah, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes
Kendari.
3. Direktur Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari
4. Ibu Dr. Kartini, S.Si.T, M.Kes, Ibu Halijah, SKM, M.Kes, Ibu
Heyrani,
S.Si.T, M.Kes selaku penguji dalam karya tulis ilmiah ini..
5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Politeknik Kesehatan
Kendari
Jurusan Kebidanan yang telah mengarahkan dan memberikan ilmu
pengetahuan selama mengikuti pendidikan, dan juga yang telah
-
vii
memberikan arahan dan bimbingan serta bantuan pelayanan
kepada
penulis..
6. Terima Kasih kepada Kedua Orang Tua tercinta yang selalu
memberi
dukungan serta adik-adik tersayang, serta seluruh anggota
keluarga
atas bantuan, doa restu, dorongan dan kasih sayang yang
begitu
besar yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan
dan
dalam menyelesaikan karya tulis ini.
7. Seluruh teman-teman D-III Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan
Kendari, yang senantiasa memberikan saran, dorongan,
pengorbanan,
motivasi, serta doa yang tulus dan ikhlas selama penulis
menempuh
pendidikan.terkhusus teman seperjuangan Komang, Wati, Made,
Eva,
Mae, Sambalu, Piho, Mami, Mimi, dan kakak yang selalu
menemani
penulis dalam suka maupun duka, yang selalu memberi saran,
Kasih
sayang ,serta semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun
sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan karya tulis ilmiah
ini serta
sebagai bahan pembelajaran dalam penyusunan karya tulis
ilmiah
selanjutnya.
Kendari, Juli 2017
Penulis
-
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL...........................................................................
i
HALAMAN
PERSETUJUAN.............................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………..
RIWAYAT PENULIS……………………………………………………
INTISARI…………………………………………………………………
KATA
PENGANTAR.........................................................................
iii
iv
v
vi
DAFTAR
ISI......................................................................................
DAFTAR TABEL………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..
viii
x
xi
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................
1
A. Latar
Belakang..........................................................................
1
B. Perumusan
Masalah..................................................................
5
C. Tujuan
Penelitian.......................................................................
5
D. Manfaat
Penelitian.....................................................................
6
E. Keaslian
Penelitian....................................................................
6
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA..........................................................
8
A. Telaah
Pustaka..........................................................................
8
B. Landasan
Teori..........................................................................
40
C. Kerangka
Teori..........................................................................
42
D. Kerangka
Konsep......................................................................
43
E. Hipotesis
Penelitian...................................................................
43
BAB III METODE
PENELITIAN........................................................
44
A. Jenis
Penelitian.........................................................................
44
B. Waktu dan Tempat
Penelitian...................................................
44
C. Populasi dan Sampel
Penelitian................................................ 44
D. Variabel
Penelitian.....................................................................
45
E. Definisi
Operasional..................................................................
45
F. Jenis dan Sumber Data
Penelitian............................................ 46
G. Instrumen
Penelitian..................................................................
46
-
ix
H. Pengolahan dan Analisis
Data.................................................. 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..........................
50
A. Hasil
Penelitian..........................................................................
50
B.
Pembahasan.............................................................................
61
BAB V KESIMPULAN DAN
SARAN................................................. 67
A.
Kesimpulan................................................................................
67
B.
Saran.........................................................................................
67
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................
69
LAMPIRAN
-
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah tempat tidur RSU Dewi Sartika Kendari Tahun
2016…………………………………………………………….55
Tabel 2 Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun
2016……………………………………………………………..56
Tabel 3 Karakteristik Responden……………………………………...58
Tabel 4 Distribusi kejadian preeclampsia di RSU Dewi Sartika
Tahun 2016……………………………………………………..59
Tabel 5 Distribusi kejadian Hiperemesis Gravidarum di RSU
Dewi
Sartika Tahun 2016……………..……………………………..60
Table 6 Hubungan hiperemesis gravidarum dengan kejadian
preeklamsia di RSU Dewi Sartika Tahun 2016……………..61
-
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Master Tabel
Lampiran 2 Surat izin pengambilan data awal dari poltekkes
kemenkes
kendari
Lampiran 3 surat izin penelitian dari Badan Penelitian dan
Pengemban gan Provinsi Sulawesi tenggara
Lampiran 4 Surat keterangan pengambilan data awal di RSU
Dewi
Sartika
Lampiran 5 surat keterangan telah melakukan penelitian di RSU
Dewi
sartika
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi kehamilan dan
persalinan masih merupakan masalah kebidanan yang belum
dapat
terpecahkan secara tuntas. Komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas
merupakan masalah kesehatan utama bagi kesehatan wanita,
karena
merupakan penyebab terbesar kematian ibu dan bayi. World
Health
Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan meninggal
akibat komplikasi kehamilan dan persalinan, sekitar satu
perempuan
meninggal setiap menitnya (Estina dkk, 2010). Penyebab terjadi
kematian
ibu adalah perdarahan postpartum, preeklampsia/eklampsia dan
infeksi
(WHO, 2013). Angka kejadiannya lebih banyak terjadi dinegara
berkembang dibanding negara maju. Hal ini karena dinegara
maju
perawatan kehamilannya lebih baik.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil
survey
demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
menunjukkan
adanya peningkatan AKI dari tahun sebelumnya 2007. AKI
Indonesia
pada tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup
meningkat
menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab utama yang
menyumbang angka kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan
sebanyak 32%, hipertensi dalam kehamilan 25%, infeksi 5%, partus
lama
-
2
5%, penyebab lain 1%. Penyebab lain-lain yaitu 32% cukup
besar, termasuk didalamnya penyebab penyakit non obstetric
(BKKBN, 2013).
Angka kejadian preeklamsi dan eklamsi di dunia sebesar 38,4%
(WHO, 2012). Angka kejadian preeklamsi dan eklamsi di Indonesia
sangat
bervariasi. Angka kejadian preeklamsi di beberapa rumah sakit
di
Indonesia, di antaranya di RS Cipto Mangunkusumo mencapai 13,2%,
di
RS Kariadi Semarang kejadian preeklamsi sebesar 3,36%, di Jawa
Barat
angka kejadian preeklamsi periode 1996–1997 berkisar
0,8–14,1%
(Boejang, 2012). Angka kejadian preeklampsia di Propinsi
Sulawesi
Tenggara tidak ada jumlah kejadian preeklampsia, namun
berdasarkan
profil Sulawesi Tenggara bahwa jumlah kematian ibu sebanyak
84
kematian dimana penyebab utama kematian adalah keracunan
kehamilan dan infeksi. Hal ini diperburuk dengan status gizi
yang buruk,
persalinan muda, paritas tinggi dan anemia (Dinkes Sultra,
2016).
Penyebab utama terjadinya preeklampsia belum diketahui
secara
pasti. Beberapa teori menyatakan bahwa preeklampsia disebabkan
oleh
kelebihan sekresi plasenta atau hormon adrenal, namun bukti
dasar
hormonalnya belum mencukupi. Teori lain menyatakan bahwa
preeklampsia diawali oleh insufisiensi suplai darah ke plasenta
yang
mengakibatkan disfungsi endotel vascular ibu yang luas (Guyton
et al,
2012). Oleh karena belum pastinya penyebab preeklampsia,
sehingga
salah satu upaya untuk menurunkan kejadian preeklampsia
dengan
-
3
memberikan penanganan dini hingga melakukan pencegahan pada
ibu
hamil berisiko dan faktor risiko kejadian preeklampsia (Silomba,
2013).
Beberapa faktor risiko kejadian preeklampsia yaitu
primigravida
atau >10 tahun sejak kelahiran terakhir, riwayat
preeklampsia
sebelumnya, riwayat keluarga dengan preeklampsia, kehamilan
kembar,
kondisi medis tertentu, usia 40 tahun, obesitas, fertilitas in
vivo
(Bothamley dan Maureen, 2012). Ibu yang memiliki banyak faktor
risiko
dan menderita preeklampsia sebelumnya memiliki risiko 20%
untuk
mengalami preeklampsia (Robson dan Jason, 2012). Pendidikan
rendah,
status ekonomi rendah, gizi kurang juga merupakan faktor
predisposisi
kejadian preeklampsia (Manuaba, 2011). Hasil penelitian
menyatakan
bahwa ada hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan
dengan
disfungsi plasenta (Bolin et al, 2013).
Ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum berisiko
mengalami gizi kurang sehingga dapat terjadi gangguan
metabolisme
seperti resistensi insulin, diabetes, hipertensi dan
dislipidemia (Kramer,
2013), serta meningkatkan risiko aterosklerosis dan
kardiovaskular pada
keturunannya (Wegierek, 2014; Zhang et al, 2013) sehingga
berisiko
mengalami preeklampsia. Oleh karena itu ibu hamil harus
memperhatikan asupan gizi seimbang saat mulai kehamilan
khususnya
makanan tinggi protein atau purin seperti daging, ikan, hati,
limpa dan
kacang-kacangan.
-
4
Hiperemesis gravidarum menyebabkan cairan tubuh berkurang,
sehingga dapat terjadi hemokonsentrasi dan sirkulasi darah
kejaringan
terlambat. Akibatnya konsumsi oksigen dan makanan kejaringan
berkurang sehingga akan menimbulkan kerusakan jaringan salah
satunya plasenta sehingga dapat menyebabkan terjadinya
disfungsi
plasenta yang berisiko mengakibatkan terjadinya preeklampsia
(Hidayati,
2013).
Hasil studi awal di rumah sakit umum Dewi Sartika
Kendari,jumlah
ibu hamil yang mengalami preeklamsia tahun 2014 sebanyak 44
orang
dari 804 orang ibu hamil (5,47%) dan yang mengalami
hiperemesis
gravidarum sebanyak 25 orang. Pada tahun 2015 sebanyak 32
orang
dari 1215 orang ibu hamil (2,63%) yang mengalami preeklamsia
dan
yang mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 20 orang.
Pada
tahun 2016 sebanyak 33 orang dari 2622 orang ibu hamil (1,26%)
yang
mengalami preeklamsia dan yang mengalami hiperemesis
gravidarum
sebanyak 131 orang. (Medikal Record RS Dewi Sartika, 2016).
Data
tersebut menunjukkan bahwa kejadian preeklamsia mengalami
penurunan, namun perlu adanya kewaspadaan karena diketahui
preeklampsia merupakan salah satu faktor risiko kesakitan dan
kematian
pada ibu dan janinnya. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia
memerlukan pengelolaan dan pemantauan yang ketat terhadap
kondisinya
dan janinnya sehingga penyakit tidak berkembang lebih berat agar
tidak
membahayakan jiwa ibu dan janin yang dikandungnya.
-
5
Banyak ibu hamil yang datang ke rumah sakit dalam keadaan
komplikasi hipertensi tahap lanjut sebagai preeklamsi berat
bahkan
disertai dengan sindrom haemolyisis elevated liver enzym low
platelets
count (HELLP) atau eklamsi, sehingga penanggulangannya masih
belum
memuaskan. Penatalaksanaan penyakit ini akan memberikan hasil
yang
lebih baik apabila dapat ditangani sedini-dininya (WHO,
2010).
Berdasarkan latar belakang tersebut sehingga peneliti tertarik
untuk
melakukan penelitian hubungan hiperemesis gravidarum dengan
kejadian preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari
tahun
2016.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah
penelitian
adalah apakah ada hubungan hiperemesis gravidarum dengan
kejadian preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika
Kendari
tahun 2016?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan hiperemesis gravidarum dengan
kejadian preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika
Kendari
tahun 2016.
-
6
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian preeklamsia di
Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016.
b. Mengetahui distribusi frekuensi hiperemesis gravidarum di
Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016.
c. Menganalisis hubungan hiperemesis gravidarum dengan
kejadian preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika
Kendari tahun 2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Ibu Hamil
Untuk menambah wawasan ibu tentang preeklamsia sehingga
faktor risiko kejadian preeklamsia dapat dihindari.
2. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Dapat mengetahui hubungan hiperemesis gravidarum dengan
kejadian preeklamsia sehingga dapat mengantisipasi kejadian
preeklamsia.
3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.
-
7
E. Keaslian Penelitian
Penelitian Bolin et al (2013) yang berjudul Hyperemesis
Gravidarum and Risk Of Placental Dysfunction Disorder: a
Population-
Based Cohort Study menyatakan bahwa ada hubungan antara
hyperemesis gravidarum dengan kerusakan fungsi plasenta pada
ibu
preeklampsia.
Perbedaan penelitian Bolin dengan penelitian ini adalah jenis
penelitian,
jumlah sampel, variabel penelitian dan lokasi penelitian. Jenis
penelitian
Bolin et al (2013) adalah kohor, jumlah sampel sebanyak
1.150.050
responden, variabel penelitian adalah riwayat hiperemesis
gravidarum,
kerusakan, plasenta, preeklampsia, lokasi penelitian di Swedia.
Pada
penelitian ini, jenis penelitian adalah kasus kontrol sedangkan
penelitian
Bolin adalah kohor, jumlah sampel sebanyak 33 responden,
variable
penelitian adalah hiperemesis gravidarum dan preeklampsia,
lokasi
penelitian di Rumah Sakit Dewi Sartika Kendari.
-
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Preeklampsia
1. Pengertian Preeklampsia.
Preeklampisa adalah penyakit dengan tanda-tanda hipetensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit
ini
umumnya terjadi dalam triwulan. ketiga kehamilan, tetapi dapat
terjadi
sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Saifuddin, 2012).
Preeklamsia adalah kumpulan gejala penyakit yang terdiri dari
trias HPE
atau disebut dengan hipertensi, proteinuria dan edema.
Preeklamsia
adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria atau edema
setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Saifuddin,
2012).
2. Etiologi
Penyebab pre-eklampsi sampai sekarang belum diketahui. Telah
banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit
tersebut, tetapi tidak ada yang memberi jawaban yang memuaskan.
Ada
teori yang menyebutkan tentang penyebab pre-eklamsia yaitu
iskemia
plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan
semua hal
yang berkaitan dengan penyakit itu (Saifuddin, 2012).
8
-
9
3. Gejala-gejala pre-eklampsia
Pre-eklamsia digolongkan preeklampsia ringan dan
pre-eklamsia
berat dan gejala serta tanda sebagai berikut (Saifuddin,
2012):
a. Pre-eklamsia ringan.
1). Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm Hg dengan
interval pemeriksaan 6 Jam.
2). Tekanan darah diastole 90 atau kenaikan 15 mm Hg dengan
interval periksaan jam.
3). Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.
4). Proteinuria (protein dalam urin) 0,3 gr setelah kehamilan
20
minggu dimana partikel protein yang padat ditemukan dalam
urin
sesudah urin dididihkan, sebagai akibat dari kerusakan yang
sebenarnya pada ginjal, proteinuria merupakan tanda bahwa
peristiwa preeklamsia tersebut serius.
5). Edema pada wajah, tangan (menggunakan cincin yang
terlalu
ketat).
b. Pre-eklamsia berat
Sakit kepala, pandangan kabur, tidak dapat melihat cahaya
yang terang, Kelelahan, mual/muntah, Sedikit buang air kecil
(BAK), Sakit
di perut bagian kanan atas, napas pendek dan cenderung mudah
cedera.
-
10
4. Patofisiologi
Menurut (Saifuddin, 2012) perubahan pokok yang didapatkan
pada pre-eklamsia adalah spasmus pembuluh darah disertai
dengan
retensi garam dan air. spasmus yang hebat terjadi pada
arteri
glomerolus,kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial
belum
diketahui sebabnya, telah diketahui bahwa pada pre-eklamsia
dijumpai
kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang
tinggi dari
pada kehamilan yang normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan
volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.pada
pre-eklamsia,
permiabelitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Selain
itu,
perubahan fisiologi juga terjadi pada (Saifuddin, 2012) :
1) Plasenta dan uterus
Menurunnya darah keplasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta, kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering didapat kan pada pre-eklamsia dan
eklamsia
sehingga mudah terjadi partus prematurus.
2) Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan aliran darah pada ginjal
menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomeurus mengurang. Kelainan
pada
-
11
ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria
dan
mungkin sekali juga dengan retensi garam dan air.
3) Retina
Tampak edema retina, spasmus setempat/menyeluruh pada
satu/beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan/eksudat.
4) Paru-paru
Terjadi edema paru-paru yang disebabkan oleh dekompensasio
kordis kiri.
5) Metabolisme air dan elektrolit
Terjadi hemokonsentrasi yang menyertai pre-eklamsia.terjadi
pergeseran cairan dari ruang intra vaskuler ke ruang
interstisial yang
diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum,
dan
sering bertambahnya edema, menyebabkan volume darah
berkurang,
fiskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih
lama.
jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada
penderita
pre- eklamsia.
5. Diagnosis
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya
2
dari trias tanda utama yaitu hipertensi, edema dan proteinuria.
Hal ini
berguna untuk kepentingan statistik, akan tetapi dapat
merugikan
-
12
penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kematian.
Adanya
sesuatu tanda harus menimbulkan kewaspadaan, apalagi oleh
karena
cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan, dan
bila
eklampsia terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin menjadi
jauh
lebih buruk. Tiap kasus pre-eklampsia oleh sebab itu harus
ditangani
dengan sungguh-sungguh diagnosis deferensial antara
preeklamsia
dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang
menimbulkan kesukaran.pada hipertesi menahun adanya tekanan
darah
yang meninggi sebelum hamil dan kehamilan muda (Saifuddin,
2012).
6. Klasifikasi Pre-eklampsia
Pre-eklampsia digolongkan dalam pre-eklampsia ringan dan
pre-
eklampsia berat dengan gejala dan tanda (Saifuddin, 2012)
sebagai
berikut:
1) Pre-eklampsia ringan
a) Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan
interval pemeriksaan 6 jam.
b) Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan
interval pemeriksaan 6 jam.
c) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
d) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka.
-
13
e) Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif 1
sampai 2
pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.
2) Pre-eklampsia berat
Diagnosa PEB ditegakkan apabila pada kehamilan >20 minggu
didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg Ibu hamil dalam keadaan
relaksasi
(pengukuran tekanan darah minimal setelah istirahat 10
menit).
b) Ibu hamil tidak dalam keadaan his.
c) Oigouria, urin kurang dari 500 cc/24 jam.
d) Poteinuria 5 gr/liter atau lebih atau 4+ pada pemeriksaan
secara
kuantitatif.
e) Terdapat edema paru dan sianosis.
f) Gangguan visus dan serebral.
g) Keluhan subjektif Nyeri epigastrium.
h) Gangguan penglihatan Nyeri kepala.
i) Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
j) Pemeriksaan trombosit.
-
14
7. Pencegahan kejadian Pre-eklampsia
Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang
berkelanjutan
dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau
diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan
angka
kesakitan dan kematian. Untuk mencegah kejadian pre eklampsia
ringan
dapat dilakukan nasehat tentang dan berkaitan dengan
(Saifuddin,
2012):
a) Diet-makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan
rendah
lemak. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau
edema.
Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk
meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur
setiap
hari.
b) Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti
bekerja
seperlunya disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk
atau
berbaring kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta
tidak
mengalami gangguan.
c) Pengawasan antenatal
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim
segera
datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan
perhatian:
-
15
1) Uji kemungkinan Pre eklampsia: (1) Pemeriksaan tekanan
darah
atau kenaikannya. (2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri (3)
Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema. (4) Pemeriksaan
protein dalam urin. (5) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan
fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum dan
pemeriksaan
retina mata.
2) Penilaian kondisi janin dalam rahim. (1) Pemantauan tinggi
fundus
uteri. (2) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim,
denyut
jantung janin, pemantauan air ketuban.
8. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan pre-eklamsia tergantung dengan pre-
eklamsia ringan dan pre-eklamsia berat sebagai berikut:
1) Pre-eklamsia ringan ada 2 cara yaitu:
a) Dengan rawat jalan dilakukan dengan banyak tirah baring,
diet
cukup protein rendah karbohidrat lemak dan garam, sedative
ringan
yaitu diberikan tablet phenobarbital 3x30 mg/deazepam 3x2 mg
per
oral selama 7 hari, roborantia, kunjungan ulang setiap 1
minggu
sekali, pemeriksaan laboratorium.
b) preeklamsia ringan dengan rawat inap, setelah 2 minggu
pengobatan rawat jalan tidak menunjukan adanya perbaikan
dari
-
16
gejala preeklamsia meliputi kenaikan berat badan ibu naik 1
kg/lebih per minggu selama 2 minggu berturut-turut (2
minggu).
2) Pre-eklampsia berat
Dilihat dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-
gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan
dibagi
menjadi:
a) perawatan aktif yaitu kehamilannya harus segera diakhiri
dimana
ada beberapa indikasi:
(1) Dari ibu antara lain usia kehamilan 37 minggu atau
lebih,
adanya tanda dan gejala impending eklamsia, kegagalan
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan medikasi terjadi
kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam setelah perawatan
medisinal.
(2) Dari janin antara lain adanya tanda IUGR, hasil fetal
assesment
jelek (NST&USG).
b) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan
ditambah pengobatan medisinal dengan indikasi bila kehamilan
preaterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda inpending
eklamsia dengan keadaan janin baik.
-
17
(1) MgSO4 tidak diberikan intravenous cukup hanya
intramuskuler
dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong
kanan.
(2) Pengobatan obstetri selama perawatan konservatif yaitu
dengan
observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya
disini
tidak dilakukan terminasi/pengakiran kehamilan, MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda preeklamsia ringan
selambat-lambatnya 24 jam, bila setelah 24 jam tidak ada
perubahan maka pengobatan medisial dianggap gagal dan harus
terminasi, bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan
maka
diberi lebih dahuluMgSO4 20% 2 gram intravenios (Saifuddin,
2012).
B. Tinjauan tentang Hiperemesis Gravidarum
1. Pengertian
Williams (2014) menyatakan bahwa mual dan muntah merupakan
keluhan yang paling sering selama paruh pertama kehamilan yang
dimulai
antara terlambat haid dan berlanjut sampai usia kehamilan 14
minggu,
biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi mungkin berlanjut
sepanjang
hari. Mual muntah ini termasuk sebagai tanda dugaan hamil
yang
terjadi pada awal kehamilan (Manuaba, 2011). Kebanyakan
mual-mual
terjadi pada pagi hari, sehingga dinamakan pusing pagi, tetapi
mungkin
-
18
saja terjadi kapanpun. Mual-mual di pagi hari lebih umum
daripada di
saat yang lain, karena perut mengandung kumpulan asam
lambung
yang diendapkan pada malam hari (Jones, 2015).
Hiperemesis gravidarum diartikan sebagai gejala mual dan
muntah
yang berlebihan yang berat, dapat berlangsung sampai dengan
umur
kehamilan 4 bulan sehingga pekerjaan sehari-hari menjadi
terganggu dan
keadaan umum menjadi buruk (Saifuddin, 2012). Sindrom
hiperemesis ini
juga dapat didefinisikan sebagai muntah-muntah yang cukup berat
pada
wanita hamil sehingga menyebabkan penurunan berat badan,
dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya
asam
hidroklorida dalam muntahan, hipokalemia. Hiperemesis
gravidraum
(vomitus yang merusak kehamilan) dapat juga diartikan sebagai
mual dan
muntah yang berkembang sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari
dan
keadaaan umum menjadi buruk, seperti dehidrasi dan penurunan
berat
badan (Williams, 2014).
2. Gejala klinik hiperemesis gravidarum
Gambaran gejala hiperemesis gravidarum secara klinis dapat
dibagi menjadi tiga tingkat yaitu: (1) hiperemesis gravidarum
tingkat
pertama, dengan gejala muntah berlangsung terus, makan
berkurang,
berat badan menurun, kulit dehidrasi, tonus kulit lemah, nyeri
daerah
epigastrium, tekanan darah menurun dan nadi meningkat, lidah
kering,
mata nampak cekung; (2) hiperemesis gravidarum tingkat dua,
-
19
gejalanya penderita tampak lebih lemah, gejala dehidrasi makin
nampak,
mata cekung, turgor kulit makin kurang, lidah kering dan kotor,
tekanan
darah turun dan nadi meningkat, berat badan makin menurun,
mata
ikterik, gejala hemokonsentrasi makin nampak, urine berkurang,
badan
aseton dalam urine meningkat, terjadinya gangguan buang air
besar,
mulai tampak gejala gangguan kesadaran (menjadi apatis), nafas
berbau
aseton; (3) hiperemesis gravidarum tingkat tiga, ditandai dengan
gejala
muntah berkurang, keadaan umum semakin menurun, tekanan
darah
turun, nadi meningkat, suhu naik, keadaan dehidrasi semakin
jelas,
gangguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus,
gangguan
kesadaran umum dalam bentuk, samnolen sampai koma,
komplikasi
susunan saraf pusat (enselofati Wernicke), nistagmus-perubahan
ke arah
bola mata, diplopia-gambar tampak ganda dan perubahan mental
(Manuaba, 2011).
Penurunan nafsu badan yang dirasakan oleh wanita yang
mengalami hiperemesis gravidarum berkaitan dengan peningkatan
kadar
hormon pada arena posterma, suatu organ circumventricular pada
bagian
dasar ventricle keempat yang terlatak di luar penghalang otak
darah
(blood-brain barrier) (Whitehead et al., 1992 dalam Wesson,
2012).
Area ini biasa dikenal sebagai zona pemicu chemoreceptor
(chemoreceptor trigger zone), yang tidak hanya mencakup muntah,
tetapi
juga perubahan selera makan, efek hilangnya selera makan
(anorexic),
-
20
keseimbangan energi dan fungsi-fungsi lainnya (Borison, 1989
dalam
Wesson, 2012).
Pada minggu-minggu kehamilan pertama pada sebagian wanita
hamil merasakan seperti memakan logam yang sudah lama, rasa ini
akan
merusak rasa makanan dan mengganggu bagi wanita yang
mengalami
gejala mual muntah sedang sampai berat (O’Brien & Naber,
1995
dalam Wesson, 2012). Salah satu partisipan dari penelitian
yang
dilakukan oleh O’Brien & Zhou (1992, dalam Wesson, 2012)
menyatakan bahwa ia merasa seperti mendapatkan rasa logam
yang
benar-benar ada dalam mulutnya dan tidak bisa hilang sehingga
bahkan
membuat minum air menjadi sangat tidak menyenangkan.
Ptyalisme, atau air liur yang berlebih sering menyertai
hiperemesis
gravidarum dan beberapa wanita membutuhkan tempat untuk
menampung air liur tersebut (Gardner, 2014). Ptyialisme
(kelebihan ludah)
pada ibu hamil terjadi sejak usia gestasi 8 minggu dan
biasanya
disebabkan oleh hormon kehamilan (Bennet & Brown, 2009).
Saifuddin
(2012) menyatakan bahwa ptyalisme terjadi karena
ketidaksanggupan
wanita tersebut menelan air ludahnya sebagai akibat dari mual.
Pada awal
kehamilan, tubuh akan memproduksi sejumlah progesteron dan
estrogen
yang cenderung melemaskan semua jaringan otot halus di seluruh
tubuh,
termasuk saluran pencernaan.
-
21
Akibatnya kadang-kadang makanan berjalan lambat di dalam
sistem pencernaan, sehingga perut terasa kembung dan panas.
Rasa
panas di perut akibat melemasnya cincin otot yang memisahkan
kerongkongan dengan lambung. Akibatnya, makanan dan cairan
yang
keras serta asam dapat masuk ke kerongkongan dari lambung.
Asam
lambung ini merangsang dinding kerongkongan yang peka
sehingga
menyebabkan rasa panas. Untuk menghindarinya usahakan makan
sedikit- sedikit tapi sering. Hindari posisi membungkuk
dengan
melekukkan pinggang (O’Brien & Naber 1992, dalam Tiran
2008).
Kaltenbach (1891, dalam Wesson, 2012) menyatakan bahwa para
wanita yang mengalami penyakit kehamilan tingkat berat,
yaitu
hiperemeses gravidarum, secara tidak wajar dan secara
simbolik
mengalami atau mengungkapkan perasaan benci mereka terhadap
kehamilan dan kebencian terhadap suami dan bayi yang dikandung
dan
menganggapnya sebagai suatu emosi yang kuat. Hal ini terjadi
karena
pergolakan hormon, hampir semua wanita hamil secara emosional
labil
dan cenderung goyah (Stoppard, 2007).
Williams (2014) menyatakan bahwa pada awal kehamilan,
sebagian besar wanita mengeluh kelelahan dan ingin tidur terus
menerus.
Keadaan ini biasanya mereda dengan sendirinya pada bulan
keempat
kehamilan dan tidak memiliki makna tertentu. Hal ini mungkin
disebabkan
oleh efek mengantuk yang ditimbulkan oleh progesterone. Wesson
(2012)
-
22
menyatakan bahwa wanita yang megalami tingkat lelah yang paling
tinggi
adalah wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum.
3. Diagnosa Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum didiagnosa bila kondisi seorang ibu
benar-
benar serius dengan mual dan muntah yang menetap pada awal
kehamilan sehingga ibu hamil tesebut kehilangan berat badan
dan
mennderita karena simptom penyakit ini sehingga alternatif
terakhir harus
dibawa ke rumah sakit untuk diagnosa dan penatalaksanaan simptom
ini
(Wesson, 2012). Ciri-ciri hiperemesis gravidarum adalah:
dari
anamnesis awal didapatkan amenore, tanda kehamilan muda, dan
muntah secara terus-menerus. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan
keadaan pasien lemah, apatis, sampai koma, nadi meningkat
sampai
100 kali per menit, suhu meningkat, tekanan darah turun, atau
ada tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan elektrolit darah ditemukan kadar
natrium
dan klorida turun. Pada pemeriksaan kadar urine, kadar klorida
turun dan
dapat ditemukan keton (Mansjoer dkk, 2011).
4. Etiologi
Penyebab hipermesis gravidarum sampai saat ini belum
diketahui
secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan
faktor
toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia (Saifuddin,
2012).
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain adalah faktor
predisposisi
yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa,
dan
-
23
kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa
dan
kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon
memegang
peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Chorionik
gonadotropin dibentuk berlebihan. Hiperemsis gravidarum
tampaknya
berkaitan dengan kadar hCG yang tinggi atau meningkat pesat
(Goodwin,
et al., 1994; Van de Ven, 1997, dalam Williams, 2014).
Penyakit
hiperemesis gravidarum ini mungin juga disebabkan oleh kadar
hormon estrogen yang meningkat (Wiknjosastro, 2012).
Estrogen dan progesteron telah lama terlibat dalam etiologi
mual
dan mutah, meskipun teori ini tidak sepenuhnya sesuai dengan
insidensi
gejala di trimester pertama pada sebagian besar wanita, karena
kadar
hormon ini terus meningkat setelah melewati trimester pertama
(Tiran,
2008). Faktor predisposisi lain untuk hiperemesis gravidarum
adalah
keletihan, janin wanita, ulcus pepticum, mual dan muntah di
kehamilan
sebelumnya, penggunaan pil kontrasepsi saat prakonsepsi,
mual
pramenstruasi, merokok, stress, cemas, dan takut, masalah
sosio-
ekonomi, kesulitan dalam membina hubungan, dan wanita yang
memiliki
keluarga atau ibu yang mengalami mual dan muntah saat hamil
(Tiran,
2008).
Hiperemesis gravidraum juga ditemukan pada wanita yang
memiliki riwayat kehamilan yang jelek, memiliki bayi dengan
jenis kelamin
yang tidak diinginkan, kehamilan yang tidak diinginkan, atau
kakhawatiran
akan kehilangan pekerjaan (Bennet & Brown, 2014). Hubungan
psikologik
-
24
dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti,
tidak
jarang dengan memberikan suasana baru dapat membatu ibu
mengurangi frekuensi mual dan muntah (Saifuddin, 2012). Frigo,
et al.
(1998, dalam Williams, 2014) mengungkapkan adanya
keterkaitan
terhadap Helicobacter pylori (penyebab ulkus peptikum)
dengan
hiperemesis gravidarum.
Hayakawa, et al. (2000, dalam Tiran, 2013) menemukan adanya
ganom Helicobacter pylori dalam saliva wanita yang mengalami
hiperemesis gravidarum dan menyatakan bahwa infeksi
Helicobacter
pylori merupakan faktor penting dalam patogenesis
hiperemesis
gravidarum, meskipun bukan penyebab tunggal dari penyakit
ini.
Masuknya vili khorialis dalam sirkuasi maternal dan
perubahan
metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak
ibu
terhadap perubahan ini merupakan faktor organik. Alergi
merupakan
respons dari jaringan ibu terhadap anak juga disebut sebagai
salah satu
faktor organik penyebab hiperemesis gravidarum (Saifuddin,
2012).
Komplikasi kehamilan yang paling sering disertai dengan
gangguan
psikologis adalah hiperemesis gravidarum (Saifuddin, 2012).
Faktor
psikologik juga merupakan faktor predisposisi dari penyakit ini,
rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap
kehamilan dan
persalinan, takut pada tanggung jawab menjadi ibu, dapat
menyebabkan
konflik mental yang memperberat mual dan muntah sebagai
ekspresi
-
25
tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai
pelarian
kesukaran hidup (Saifuddin, 2012).
Saifuddin (2012) berpendapat bahwa muntah-muntah yang
berlebihan merupakan komponen reaksi psikologik terhadap
situasi
tertentu dengan kehidupan wanita. Tanpa itu biasanya wanita
hamil muda
hanya akan menderita rasa mual dan muntah sedikit-sedikit
(emesis
gravidarum). Faktor psikologi yang signifikan terindikasi yaitu
wanita yang
terpisah dari keluarganya, dengan symptom dari hiperemesis
yang
mereka alami berkurang ketika kembali ke lingkungan
keluarganya
(Smith, et al., 2015). Kehamilan yang tidak diinginkan atau
tidak
direncanakan atau karena beban pekerjaan atau financial akan
menyebabkan penderitaan batin, ambivelensi dan konflik yang
dapat
menyebabkan mual dan muntah dalam kehamilan atau memperparah
gejala yang sudah ada. Kecemasan berdasarkan pengalaman
kehamilan
sebelumnya, terutama akan datangnya hiperemesis gravidarum
atau
preeclampsia, dapat memperburuk rasa sejahtera (Tiran, 2008).
Faktor
fisiologi yang menyebabkan muntah antara lain perubahan
karbohidrat
dan metabolism lemak, situasi korpus luteum, faktor genetic,
adaptasi
saluran gastrointestimal, faktor imunologis, dampak pada
kemampuan
mencium atau melihat, migren dan sakit kepala, distensi, trauma
atau
infeksi uterus, kandung kemih atau pelvis ginjal, dan gangguan
apparatus
vestibular (Tiran, 2008).
-
26
5. Patofisiologi
Muntah diawali dengan stimilasi pusat muntah di medulla
oblongata yang mengendalikan otot polos dalam dinding lambung
dan
otot skeletal di abdomen serta system pernapasan, dan zona
pemicu
kemoreseptoe di dasar ventrikel keempat, di dekat nervus vagus.
Adanya
stimulus dalam zona pemicu kemoreseptor dihantarkan ke pusat
muntah
yang menyebabkan otot dalam saluran gastrointestinal dan
pernapasan
memulai terjadinya muntah. (Tiran, 2013). O’Brient, et al. (1997
dalam
Tiran 2013) juga menyebutkan bahwa efek pada apparatus
vestibular,
seperti yang terjadi pada mual dan muntah juga memiliki peran
dalam
hiperemesis gravidarum dengan banyak wanita melaporkan bahwa
setiap stimulasi sensori terutama gerakan, dapat mencetuskan
muntah.
6. Dampak hiperemesis gravidarum bagi janin
Mual muntah ringan pada awal kehamilan tidak berbahaya bagi
janin. Me n u ru t Williams (2014) menyebutkan bahwa mual
muntah
merupakan perlindungan untuk embrio yang masih muda. Dengan
wanita merasa mual setiap melihat, mencium, atau merasakan
makanan yang mungkin berpotensi mempengaruhi janin, akan
menyebabkan wanita tersebut muntah dan makanan tersebut
dikeluarkan
(Tiran, 2013). Zhou, et al. (1999, dalam Tiran, 2013)
mengemukakan jika
muntah yang berat terjadi pada awal kehamilan, kemungkinan
muntah
-
27
akan berlangsung lama dibandingkan dengan mual yang tidak
disertai
dengan muntah, dan tampak berhubungan dengan berat badan bayi
lahir
rendah (BBLR).
Wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum berat, dengan
penurunan berat badan lebih dari 7 kg, memiliki kemungkinan
mengalami
keguguran, kelahiran bayi preterm, kelahiran mati,
pertumbuhan
terhambat, apgar score menit ke-5 kurang dari 7 dan kematian
ibu
(Ogunyemi, 2014; Quinlan & Hill, 2013).
7. Dampak hiperemesis gravidarum bagi ibu
Hiperemesis gravidarum yang berat dapat membahayakan ibu.
Sebelum terapi infus ditemukan, hiperemesis merupakan faktor
utama
kematian ibu (Gardner, 2014). Hyperemesis gravidarum
merupakan
kondisi parah mual dan muntah yang terkait dengan 0,3% -2%
dari
semua kehamilan dan dapat mengakibatkan kehilangan 5% dari
berat
badan sebelum hamil, ketonuria, ketidakseimbangan asam basa,
dehidrasi, seringkali memerlukan rawat inap bahkan kematian
(Ogunyemi,
2014). Penurunan barat badan terjadi karena tubuh kekurangan
cairan
tubuh (dehidrasi) dan tubuh tidak memiliki cukup nutrisi
untuk
menjalankan fungsinya dengan baik. Jika keadaan ini terus
berlanjut dan
tidak diatasi dengan akan berdampak buruk pada ibu dan bayi
(MacGibbon, 2008). Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan
cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan
energi.
-
28
Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena
muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga menyebabkan tubuh
penderita
lemas.
Mual dan muntah pada awal kehamilan berhubungan dengan
penurunan berat badan dan berpengaruh pada psikologi
penderitanya.
Lebih dari 60% wanita yang menderita hiperemesis gravidarum
mengalami depresi (Sheehan, 2013). Hiperemesis memberikan
dampak
buruk pada keadaan umum penderitanya. salah satunya adalah
muntah bercampur darah. Hal ini disebabkan oleh pecahnya
pembuluh
darah kapiler pada lambung dan esophagus (Manuaba, 2011).
Bahaya lain yang mungkin terjadi pada ibu karena komplikasi
dari
hiperemesis gravidarum adalah hati; degenerasi lemak tanpa
nekrosis,
jantung; lebih kecil dari biasanya dan beratnya atrofi, kadang
ditemukan
perdarahan sub endokardial, otak; ada kalanya terdapat
bercak-bercak
perdarahan pada otak dan kelainan enselofati Wernicke (dilatasi
kapiler
dan perdarahan kecil-kecil di daerah korpora mamilaria ventikel
ketiga
dan keempat), ginjal; tampak pucat dan degenerasi lemak
dapat
ditemukan pada tubuli kontorti (Saifuddin, 2012).
8. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum
Jarang ada terapi untuk mual dan muntah pada kehamilan yang
menyebabkan calon ibu benar-benar terbebas dari keluhan mual
dan
-
29
muntah ini (Williams, 2014). Secara keseluruhan penatalaksanaan
untuk
hiperemesis gravidarum harus tergantung pada angka kesakitan
yang
dirasakan ibu, pengaruh yang kuat pada kualitas kehidupan
seorang
wanita dan aman bagi bayi. Penatalaksanaan dimulai dari
perubahan pola
makan dan pola hidup sampai penggunaan supplement vitamin,
terapi
antiemetic, sampai pada hospitalisasi. Penatalaksaan umum
dimulai dari
intervensi nonfarmakologi, terapi obat- obatan diperlukan jika
mual dan
muntah tidak dapat diatasi. Pertimbangan yang ada yaitu
dengan
pendekatan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi,
petugas
kesehatan harus mengerti bahwa penatalaksanaan yang adekuat
dengan
menggabungkan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi
(Smith, et
al., 2015).
1). Terapi nonfarmakologi
a) Pengobatan psikologis
Pendekatan psikologik sangat penting dalam pengobatan
hiperemsis gravidarum. Bantuan moral dengan meyakinkan wanita
bahwa
gejala-gejala yang terjadi wajar dalam kehamilan muda dan akan
hilang
dengan sendirinya menjelang kehamilan 4 bulan sangat penting
artinya
(Saifuddin, 2012). Kasus-kasus yang berat perlu dirawat dan
ditempatkan
di dalam kamar isolasi. Dengan demikian wanita yang
bersangkutan
dibebaskan dari lingkungan yang mungkin menjadi sumber
kecemasan
baginya. Memang suatu kenyataan bahwa gejala-gejala yang
dialami
-
30
mulai berkurang, bahkan kadang-kadang penderita sudah tidak
muntah lagi sebelum terapi dimulai, atau sebelum pengaruh terapi
dapat
diharapkan (Saifuddin, 2012).
Ketika dirawat dan dilakukan isolai, petugas dapat
memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang
berbagai
masalah berkaitan dengan kehamilan untuk mengurangi stress
yang
dialami ibu (Manuaba, 2011). Konsultasi pada psikiater juga
terkadang
diperlukan bila ibu mengalami depresi, dicurigai mengalami
kekerasan
dalam rumah tangga, atau memiliki penyakit jiwa (Quinlan &
Hill, 2013).
Penderita hiperemesis gravidarum harus didukung secara
psikologis,
termasuk penentaraman hati, mungkin konseling keluarga dan
individu,
dan mengurangi pekerjaan harian dan rangsangan lingkungan
(Mesics,
2008).
b) Makan porsi kecil tapi sering
Keluhan mual dan muntah ini dapat diminimalisasi dengan
makan porsi kecil tapi sering dan berhenti sebelum kenyang
dan
menghindari makanan yang mungkin akan memicu atau
memperparah
gejala (Williams, 2014). Rekomendasi umum yang dapat dipilih
adalah
makan makanan lunak dan manis, tinggi karbohidrat, rendah
lemak,
menghindari makanan berbau menyengat, dan tidak mengkonsumsi
tablet besi (Mesics, 2008). Mesics (2008) juga
merekomendasikan
makan dalam porsi kecil tapi sering setiap 2 sampai 3 jam,
minum
-
31
minuman mengandung gas diantara makanan lebih baik daripada
dengan
makanan untuk menghindari distensi lambung: makan rendah
lemak,
tinggi protein, menghindari makanan berminyak dan makanan asin
untuk
rasa.
c) Perubahan tingkah laku
Perubahan tingkah laku yang direkomendasikan untuk pasien
yang
menderita hiperemesis gravidarum yaitu untuk meningkatkan
waktu
istirahat, jalan-jalan mencari udara segar, menghindari gerak
yang tiba-
tiba, menghindari menggosok gigi segera setelah makan, dan
berdiri
sesaat setelah makan akan mengurangi muntah (Mesics, 2008).
Menghindari bau sangat penting dilakukan. Terlalu sensitif
terhadap bau
terjadi pada kehamilan, kemungkinan karena peningkatan
hormon
estrogen. Bau yang menusuk hidung umumnya adalah bau makanan
tapi
kadang-kadang juga bau parfum atau bahan kimia. Meminimalkan
bau
dan peningkatan udara segar adalah kunci untuk menghindari
mual
(Mesics, 2008).
d) Penggunaan akupresure dan jahe
Murphy dan Chez (2000, dalam Williams, 2014) mengkaji
terapi-
terapi alternatif antara lain penggunaan akupuntur pada titik P6
dan
bubuk jahe yang diberikan 250 mg 3-4 kali sehari. Smith, et al.
(2015)
juga menyatakan terapi alternatif yang biasa digunakan
adalah
penggunaan jahe, peppermint, dan daun raspberry. Jahe
memiliki
-
32
keuntungan sebagai sebuah terapi alternatif untuk
penatalaksanaan
variasi mual dan muntah dalam kehamilan. Dosis yang biasa
digunakan
untuk jahe adalah 1-2 gr/hari peroral 3-4 dibagi perdosis selama
3
minggu.
e) Pemijatan
Terapi pemijatan juga berperan untuk meningkatkan serotonin
dan
dopamine dan menurunkan kadar kortisol, dapat membantu
secara
umum untuk relaksasi dan penurunan stress. Pemijatan taktil
dengan
lembut, lambat dapat dilakukan pada tangan dan kaki atau pada
seluruh
tubuh (Mesics, 2008). Mesics (2008) juga menyebutkan bahwa
pemijatan
taktil dapat membantu untuk meningkatkan relaksasi,
melapangkan
pikiran dan memberikan pemikiran kepada ibu bahwa tubuhnya
dapat berfungsi kembali.
Pemijatan taktil merupakan terapi alternatif dan saling
melengkapi
untuk hiperemesis gravidarum. Smith, et al. (2006) menyatakan
bahwa
ada alternatif pengobatan lain yang dapat digunakan untuk
pengobatan
hiperemesis gravidarum. Tetapi walaupun terapi dan produk
alternatif
sering diuraikan sebagai “yang alami”, kemujaraban dan
keamanan
produk tidak diatur oleh FDA. Herbal dan zat kimia lebih
sering
dipertimbangkan lebih aman untuk umum, walaupun demikian,
kepercayaan bukanlah dasar yang ilmiah. Wanita memilih
produk
herbal yang tidak mepunyai catatan keamanan yang tersedia
pada
-
33
resep yang ada, mungkin karena kesalahan kepercayaan bahwa
alami
adalah sama dengan aman.
C. Tinjauan tentang Kehamilan
1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah masa dimulainya konsepsi sampai lahirnya
janin (Saifuddin, 2012). Faktor psikologis yang mempengaruhi
kehamilan
terdiri dari (Maulana, 2008): stres, dukungan keluarga, faktor
lingkungan
sosial, budaya dan ekonomi.
2. Tanda dan Gejala Kehamilan
1) Tanda presumtif
Menurut Saifuddin (2012), tanda-tanda kehamilan antara lain:
a) Amenorrhoea
Gejala pertama kehamilan ialah haid tidak datang pada
tanggal yang diharapkan. Bila seorang wanita memiliki siklus
haid teratur dan mendadak berhenti, ada kemungkinan hamil.
Tetapi meskipun demikian sebaiknya ditunggu selama 10 hari
sebelum memeriksakan diri ke dokter. Karena sebelum masa
itu sulit untuk memastikan adanya kehamilan. Haid yang
terlambat pada wanita berusia 16-40 tahun, pada umumnya
memang akibat adanya kehamilan.
-
34
Kehamilan bukanlah satu-satunya penyebab
keterlambatan haid. Haid dapat tertunda oleh tekanan emosi,
beberapa penyakit tertentu, dan juga akibat makan obat-obat
tertentu. Selain kehamilan, penurunan berat badan dan
tekanan
emosi juga sering menjadi penyebab keterlambatan haid pada
wanita yang semula mempunyai siklus normal.
b) Perubahan pada payudara
Banyak wanita merasakan payudara memadat ketika
menjelang haid. Bila terjadi kehamilan, gejala pemadatan
bersifat menetap dan semakin bertambah. Payudara menjadi
lebih padat, kencang dan lebih lembut, juga dapat disertai
rasa
berdenyut dan kesemutan pada putting susu. Perubahan diatas
disebabkan oleh tekanan kelamin wanita, estrogen dan
progesterone yang dihasilkan oleh uri (plasenta).
Hormon-hormon ini menyebabkan saluran dan kantong
kelenjar susu membesar, dan tertimbun lemak di daerah
payudara. Rasa kesemutan dan berdenyut disebabkan oleh
bertambahnya aliran darah yang mengaliri payudara.
c) Mual dan muntah (Emesis Gravidarum)
Kira-kira separuh dari wanita yang mengandung
mengalami mual dan muntah, dengan tingkat yang berbeda-
-
35
beda, biasanya cukup ringan dan terjadi dipagi hari.
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi juga disebabkan oleh
peningkatan kadar hormon kelamin yang diproduksi selama
hamil. Sesudah 12 minggu gejala-gejala itu biasanya
menghilang, karena tubuh sudah menyesuaikan diri.
d) Sering kencing
Sering terjadi karena kandung kencing pada bulan-
bulan pertama kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai
membesar. Pada triwulan kedua umumnya keluhan ini hilang
oleh karena uterus yang membesar keluar dari rongga panggul.
Pada akhir triwulan gejala bisa timbul karena janin mulai
masuk
ke ruang panggul dan menekan kembali rongga panggul.
e) Obstipasi
Terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan
oleh pengaruh hormon steroid.
f) Pigmentasi kulit
Terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi,
hidung, dan dahi kadang-kadang tampak deposit pigmen yang
berlebihan, dikenal sebagai cloasma gravidarum. Areola
mammae juga menjadi lebih hitam karena didapatkan deposit
pigmen yang berlebih. Daerah leher menjadi lebih hitam.
-
36
Demikian pula linea alba di garis tengah abdomen menjadi
lebih hitam (linea grisea). Pigmentasi ini terjadi karena
pengaruh hormon kortiko-steroid plasenta yang merangsang
melanofor dan kulit.
g) Varises
Dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah
genetalia ekstena, fossa poplitea, kaki dan betis. Pada
multigravida kadang-kadang varises ditemukan pada kehamilan
yang terdahulu, timbul kembali pada triwulan pertama.
Kadang-
kadang timbulnya varises merupakan gejala pertama
kehamilan muda.
2) Tanda-tanda kemungkinan hamil, yaitu a) Perut membesar, b)
Uterus
membesar, terjadi perubahan dalam bentuk, besar dan
konsistensi rahim, c) Tanda hegar, d) Tanda Chadwick, e)
Tanda
Piscaseck, f) Kontraksi kecil uterus bila dirangsang, g)
Teraba
Ballotement Reaksi kehamilan positif.
3) Tanda Pasti kehamilan (tanda positif)
a) Gerakan janin yang dapat dilihat atau dirasakan atau
diraba,
juga bagian-bagian janin.
-
37
b) Denyut jantung janin: (1)Didengar dengan stetoskop, (2)
Monoral
dicatat dan dengar dengan alat dopler, (3) Dicatat dengan
feto-
elektro kardiogram, (4) Dilihat pada ultrasonografi
c) Terlihat tulang-tulang janin dalam foto-rontgen
3. Perubahan Selama Kehamilan
Proses Kehamilan sampai persalinan merupakan mata rantai
satu
kesatuan dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi,
pemeliharaan
kehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong
kelahiran bayi, dan persalinan dengan kesiapan pemeliharaan
bayi.
Kehamilan dibagi dalam 3 trimester (Saifuddin, 2012):
1) Perubahan Perubahan Psikologis dalam Kehamilan
a) Trimester Pertama (konsepsi sampai 12 minggu)
Pada trimester pertama seorang ibu akan selalu mencari
tanda-tanda untuk lebih mayakinkan bahwa dirinya memang
hamil.
Setiap perubahan yang terjadi pada dirinya akan selalu
diperhatikan dengan seksama. Reaksi pertama seorang pria
ketika
mengetahui bahwa dirinya akan menjadi ayah adalah timbulnya
kebanggan atas kemampuannya mempunyai keturunan bercampur
dengan keprihatinan akan kesiapannya untuk menjadi seorang
ayah dan menjadi pencari nafkah untuk keluarganya. Seorang
-
38
calon ayah mungkin akan sangat memperhatikan keadaan ibu
yang
sedang mulai hamil dan menghindari hubungan seks karena
takut
mencederai bayinya.
b) Trimester Kedua (12 minggu sampai 28 minggu).
Trimester kedua biasanya adalah saat ibu merasa sehat.
Tubuh ibu sudah terbiasa dengan keadaan hormone yang
lebih tinggi dan merasa tidak nyaman karena hamil sudah
berkurang. Perut ibu belum terlalu besar sehingga belum
dirasakan
sebagai beban. Ibu sudah mulai menerima kehamilannya dan
mulai
dapat menggunakan energi dan pikirannya secara lebih
konstruktif.
Pada trimester ini pula ibu mulai merasakan gerakan bayinya,
dan
ibu mulai merasakan kehadiran bayinya sebagai seseorang
diluar dirinya sendiri. Banyak ibu yang merasa terlepas dari
rasa
kecemasan dan rasa yang tidak nyaman seperti yang dirasakan
pada trimester pertama dan merasakan meningkatnya libido.
c) Trimester Ketiga (28 minggu sampai 40 minggu).
Trimester ketiga seringkali disebut periode menunggu dan
waspada sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar
menunggu kelahiran bayinya. Gerakan bayi dan
membesarnya perut merupakan 2 hal yang meningatkan ibu
akan bayinya. Kadang- kadang ibu merasa khawatir kalau
bayinya akan lahir sewaktu- waktu. Ini menyebabkan ibu
-
39
meningkatkan kewaspadaannya akan timbulnya tanda dan gejala
akan terjadinya persalinan. Ibu sering kali takut kalau-kalau
bayi
yang akan dilahirkannya tidak normal.
Rasa tidak nyaman akibat kehamilan timbul kembali pada
trimester ketiga dan banyak ibu yang merasa dirinya aneh
dan jelek. Disamping itu ibu mulai merasa sedih karena akan
berpisah dari bayinya dan kehilangan perhatian khusus yang
diterima selama hamil. Pada trimester inilah ibu memerlukan
keterangan dan dukungan dari suami, keluarga dan bidan.
d. Keluhan yang terjadi pada ibu hamil (Hidayati, 2009), yaitu
sakit
kepala, rasa mual dan muntah (Morning Sickness), produksi
air
liur yang berlebihan (Ptyalism), mengidam, keringat
bertambah,
kelelahan, hidung tersumbat/berdarah, gatal-gatal, frekuensi
kemih meningkat (Nokturia), diare.
D. Hubungan Hiperemesis Gravidarum dengan Preeklampsia
Preeklampisa adalah penyakit dengan tanda-tanda hipetensi,
edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya
terjadi dalam triwulan. ketiga kehamilan, tetapi dapat terjadi
sebelumnya,
misalnya pada mola hidatidosa (Saifuddin, 2012).
Penyebab utama terjadinya preeklampsia belum diketahui
secara
pasti. Beberapa teori menyatakan bahwa preeklampsia disebabkan
oleh
kelebihan sekresi plasenta atau hormon adrenal, namun bukti
dasar
-
40
hormonalnya belum mencukupi. Teori lain menyatakan bahwa
preeklampsia diawali oleh insufisiensi suplai darah ke plasenta
yang
mengakibatkan disfungsi endotel vascular ibu yang luas (Guyton
et al,
2007).
Menurut Saifuddin (2012) perubahan pokok yang didapatkan
pada
pre-eklamsia adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan
retensi
garam dan air. spasmus yang hebat terjadi pada arteri
glomerolus,kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial
belum
diketahui sebabnya, telah diketahui bahwa pada pre-eklamsia
dijumpai
kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang
tinggi dari
pada kehamilan yang normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan
volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.pada
pre-eklamsia,
permiabelitas pembuluh darah terhadap protein meningkat
(Saifuddin,
2012).
Oleh karena belum pastinya penyebab preeklampsia, sehingga
salah satu upaya untuk menurunkan kejadian preeklampsia
dengan
memberikan penanganan dini hingga melakukan pencegahan pada
ibu
hamil berisiko dan faktor risiko kejadian preeklampsia (Silomba,
2011).
Beberapa faktor risiko kejadian preeklampsia yaitu primigravida
atau >10
tahun sejak kelahiran terakhir, riwayat preeklampsia sebelumnya,
riwayat
keluarga dengan preeklampsia, kehamilan kembar, kondisi medis
tertentu,
usia 40 tahun, obesitas, fertilitas in vivo (Bothamley dan
-
41
Maureen, 2012). Ibu yang memiliki banyak faktor risiko dan
menderita
preeklampsia sebelumnya memiliki risiko 20% untuk mengalami
preeklampsia (Robson dan Jason, 2012). Pendidikan rendah,
status
ekonomi rendah, gizi kurang juga merupakan faktor predisposisi
kejadian
preeklampsia (Manuaba, 2011).
Ibu hamil dengan gizi kurang berisiko mengalami gangguan
metabolisme seperti resistensi insulin, diabetes, hipertensi dan
dislipidemia
(Kramer, 2013), serta meningkatkan risiko aterosklerosis dan
kardiovaskular
pada keturunannya (Wegierek, 2014; Zhang et al, 2013). Ibu hamil
dapat
mengalami kekurangan gizi bila mengalami muntah yang
berlebihan
selama kehamilannya. Oleh karena itu ibu hamil harus
memperhatikan
asupan gizi seimbang saat mulai kehamilan khususnya makanan
tinggi
protein atau purin seperti daging, ikan, hati, limpa dan
kacang-kacangan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara
hiperemesis
gravidarum dengan dengan disfungsi plasenta (Bolin et al,
2013).
Hiperemesis gravidarum diartikan sebagai gejala mual dan muntah
yang
berlebihan yang berat, dapat berlangsung sampai dengan umur
kehamilan 4 bulan sehingga pekerjaan sehari-hari menjadi
terganggu dan
keadaan umum menjadi buruk (Saifuddin, 2012). Sindrom
hiperemesis ini
juga dapat didefinisikan sebagai muntah-muntah yang cukup berat
pada
wanita hamil sehingga menyebabkan penurunan berat badan,
dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya
asam
hidroklorida dalam muntahan, hipokalemia (Williams, 2006).
Wanita yang
-
42
mengalami hiperemesis gravidarum berat, dengan penurunan berat
badan
lebih dari 7 kg, memiliki kemungkinan mengalami keguguran,
kelahiran
bayi preterm, kelahiran mati, pertumbuhan terhambat, apgar score
menit
ke-5 kurang dari 7, komplikasi kehamilan dan kematian ibu
(Ogunyemi,
2007; Quinlan & Hill, 2003).
-
43
E. Landasan Teori
Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi kehamilan dan
persalinan masih merupakan masalah kebidanan yang belum
dapat
terpecahkan secara tuntas. Preeklampisa adalah penyakit dengan
tanda-
tanda hipetensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan.
Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan. Ke-3 kehamilan,
tetapi dapat
terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Saifuddin,
2012).
Penyebab utama terjadinya preeklampsia belum diketahui
secara
pasti. Beberapa teori menyatakan bahwa preeklampsia disebabkan
oleh
kelebihan sekresi plasenta atau hormon adrenal, namun bukti
dasar
hormonalnya belum mencukupi. Teori lain menyatakan bahwa
preeklampsia diawali oleh insufisiensi suplai darah ke plasenta
yang
mengakibatkan disfungsi endotel vascular ibu yang luas (Guyton
et al,
2007). Oleh karena belum pastinya penyebab preeklampsia,
sehingga
salah satu upaya untuk menurunkan kejadian preeklampsia
dengan
memberikan penanganan dini hingga melakukan pencegahan pada
ibu
hamil berisiko dan faktor risiko kejadian preeklampsia (Silomba,
2011).
Beberapa faktor risiko kejadian preeklampsia yaitu
primigravida
atau >10 tahun sejak kelahiran terakhir, riwayat
preeklampsia
sebelumnya, riwayat keluarga dengan preeklampsia, kehamilan
kembar,
kondisi medis tertentu, usia 40 tahun, obesitas, fertilitas in
vivo
(Bothamley dan Maureen, 2012). Ibu yang memiliki banyak faktor
risiko
dan menderita preeklampsia sebelumnya memiliki risiko 20%
untuk
-
44
mengalami preeklampsia (Robson dan Jason, 2012). Pendidikan
rendah,
status ekonomi rendah, hiperemesis gravidarum juga merupakan
faktor
predisposisi kejadian preeklampsia (Manuaba, 2011). Hasil
penelitian
menyatakan bahwa ada hubungan antara hiperemesis gravidarum
dengan
dengan disfungsi plasenta (Bolin et al, 2013).
Ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum berisiko
mengalami gizi kurang sehingga dapat terjadi gangguan
metabolisme seperti
resistensi insulin, diabetes, hipertensi dan dislipidemia
(Kramer, 2013), serta
meningkatkan risiko aterosklerosis dan kardiovaskular pada
keturunannya
(Wegierek, 2014; Zhang et al, 2013) sehingga berisiko
mengalami
preeklampsia. Hiperemesis gravidarum menyebabkan cairan
tubuh
berkurang, sehingga dapat terjadi hemokonsentrasi dan sirkulasi
darah
kejaringan terlambat. Akibatnya konsumsi oksigen dan makanan
kejaringan berkurang sehingga akan menimbulkan kerusakan
jaringan
salah satunya plasenta sehingga dapat menyebabkan terjadinya
disfungsi
plasenta yang berisiko mengakibatkan terjadinya preeklampsia
(Hidayati,
2009).
Oleh karena itu ibu hamil harus memperhatikan asupan gizi
seimbang saat mulai kehamilan khususnya makanan tinggi protein
atau
purin seperti daging, ikan, hati, limpa dan kacang-kacangan.
-
45
b. Kerangka Teori
a. Umur 40b. Primigravidac. Riwayat preeklampsiad. Obesitase.
Riwayat hamil kembarf. Pendidikan rendahg. Status ekonomi
rendahh. Kurang gizii. Hyperemesis
gravidarum
Dysfungsi endotelvaskular
Preeklampsia
Gambar 1. Kerangka teori dimodifikasi dari Bolin et al
(2013);Wiknjosastro (2012); Manuaba (2011)
-
46
c. Kerangka konsep
Keterangan
Variabel bebas: hiperemesis gravidarum
Variable terikat: preeklamsia
d. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan hiperemesis gravidarum dengan preeklamsia.
Hiperemesisgravidarum Preeklamsia
-
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan
rancangan
Case Control.
Gambar 3. Skema rancangan penelitian
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Dewi
Sartika Kendari pada bulan April hingga Mei tahun 2017.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil di ruang
Poli
KIA Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016
berjumlah 2622 orang.
Populasi
2622
orang
Sampel
Preeklamsia danTidak Preeklamsia
(99 orang)
Kasus
Preeklamsia
(33 orang)
Kontrol
TidakPreeklamsia
(66 orang)
Hiperemesisgravidarum
Tidak hiperemesisgravidarum
Hiperemesisgravidarum
Tidak hiperemesisgravidarum
47
-
48
2. Sampel dalam penelitian adalah ibu hamil yang mengalami
preeklamsia dan yang tidak mengalami preeklamsia yang
berjumlah 99 orang. Perbandingan sampel kasus kontrol 1:2
(33:66).
a. Kasus: ibu hamil yang mengalami preeklamsia pada tahun
2016 yang berjumlah 33 orang. Tehnik pengambilan sampel
kasus secara purposive sampling, dimana seluruh ibu hamil
yang mengalami preeklamsia diambil sebagai kasus.
b.Kontrol: ibu hamil yang tidak mengalami preeklamsia yang
berjumlah 66 orang. Tehnik pengambilan sampel kontrol secara
sistematik random sampling, dimana seluruh ibu hamil yang
tidak mengalami preeklamsia diurut memakai nomor, lalu dari
2589 orang ibu hamil yang tidak mengalami preeklamsia dibagi
jumlah kontrol yang diambil 2589:66 = 39,22, sehingga sampel
untuk kontrol adalah kelipatan 39.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat (dependent) yaitu Preeklamsia.
2. Variabel bebas (independent) yaitu hiperemesis
gravidarum.
E. Definisi Operasional
1. Preeklamsia adalah keadaan ibu hamil dengan tekanan darah
≥
140/90 mmHg yang disertai adanya protein dalam urin sesuai
dengan status ibu. Skala ukur adalah nominal.
-
49
Kriteria objektif
a. Preeklamsia
b. Tidak preeklamsia
2. Hiperemesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan
sering
terdapat pada kehamilan trimester pertama, gejalanya berupa
rasa
panas diperut, mual, muntah-muntah disertai pusing sesuai
dengan status ibu. Skala ukur adalah nominal. Kriteria
objektif:
a. Hiperemesis gravidarum
b. Tidak hiperemesis gravidarum
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data adalah data sekunder. Data diperoleh dari buku
register
di Ruang Poli KIA Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun
2016.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelelitian ini adalah
lembar
checklist tentang kejadian preeklamsia dan faktor risikonya
yaitu
hiperemesis gravidarum.
H. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpul, diolah dengan cara manual dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
-
50
1. Editing
Dilakukan pemeriksaan/pengecekan kelengkapan data yang
telah terkumpul, bila terdapat kesalahan atau berkurang
dalam pengumpulan data tersebut diperiksa kembali.
2. Coding
Hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode angka
sesuai dengan petunjuk.
3. Tabulating
Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta
pengambilan kesimpulan data dimasukkan ke dalam bentuk
tabel distribusi.
b. Analisis data
1. Univariat
Data diolah dan disajikan kemudian dipresentasikan dan
uraikan dalam bentuk table dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
f : variabel yang diteliti
n : jumlah sampel penelitian
K: konstanta (100%)
X : Persentase hasil yang dicapai
Kxn
fX
-
51
2. Bivariat
Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent
variable dan dependent variable. Uji statistik yang
digunakan
adalah Chi-Square. Adapun rumus yang digunakan untuk
Chi-Square adalah :
X2 =
fe
fefo 2
Keterangan :
Σ : Jumlah
X2 : Statistik Shi-Square hitung
fo : Nilai frekuensi yang diobservasi
fe : Nilai frekuensi yang diharapkan
Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa
adalah ada hubungan jika p value < 0,05 dan tidak ada
hubungan jika p value > 0,05 atau X2 hitung ≥ X2 tabel
maka
H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan dan X2
hitung < X2 tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang
berarti
tidak ada hubungan.
Untuk mendeskripsikan risiko independent variable
pada dependent variable. Uji statistik yang digunakan adalah
perhitungan Odds Ratio (OR). Mengetahui besarnya OR
-
52
dapat diestimasi factor risiko yang diteliti. Perhitungan OR
menggunakan tabel 2x2 sebagai berikut:
Tabel 1
Tabel Kontegensi 2 x 2 Odds Ratio Pada PenelitianCase Control
Study
Faktor risiko Kejadian Preeklamsia JumlahKasus Kontrol
Positif A B a+bNegatif C D c+d
Keterangan :
a : jumlah kasus dengan risiko positif
b : jumlah kontrol dengan risiko positif
c : jumlah kasus dengan risiko negatif
d : jumlah kontrol dengan risiko negatif
Rumus Odds ratio:
Odds case : a/(a+c) : c/(a+c) = a/c
Odds control : b/(b+d) : d/(b+d) = b/d
Odds ratio : a/c : b/d = ad/bc
Estimasi Confidence Interval (CI) ditetapkan pada tingkat
kepercayaan
95% dengan interpretasi:
Jika OR > 1 : faktor yang diteliti merupakan faktor
risiko
Jika OR = 1 : faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko
(tidak ada
hubungan)
Jika OR < 1 : faktor yang diteliti merupakan faktor
protektif
-
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
RSU Dewi Sartika Kendari terletak di Jalan Kapten Piere
Tendean No.118 Kecamatan Baruga Kota Kendari Ibu Kota
Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini sangat strategis
karena
berada ditengah-tengah lingkungan pemukiman penduduk dan
mudah dijangkau dengan kendaraan umum karena berada disisi
jalan raya dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Perumahan penduduk
b. Sebelah selatan : Jalan raya Kapten Piere Tendean
c. Sebelah timur : Perumahan penduduk
d. Sebelah barat : Perumahan penduduk
2. Lingkungan fisik
RSU Dewi Sartika Kendari berdiri diatas tanah seluas 1.624
m² dengan luas bangunan 957,90 m². RSU Dewi Sartika Kendari
selama kurun waktu 7 tahun sejak berdirinya tahun 2009
sampai
dengan tahun 2016 telah melakukan pengembangan fisik
bangunan sebagai bukti keseriusan untuk berbenah dan
memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat khususnya
masyarakat Kota Kendari.
53
-
54
3. Status
RSU Dewi Sartika Kendari yang mulai dibangun /didirikan
tahun 2009 dengan izin operasional sementara dari walikota
Kendari No.56/IZN/XI/2010/001 tanggal 5 november 2010, maka
rumah sakit ini resmi berfungsi dan melakukan
kegiatan-kegiatan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat pencari jasa kesehatan
dibawah naungan Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari yang
sekaligus sebagai pemilik rumah sakit. RSU Dewi Sartika
Kendari
telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI menjadi Rumah
sakit type D.
4. Organisasi dan Manajemen
Pemimpin RSU Dewi Sartika Kendari disebut Direktur.
Direktur dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab penuh
kepada pemilik rumah sakit dalam hal ini ketua Yayasan Widya
Ananda Nugraha dan dibantu oleh Kepala Tata Usaha dan 4
(empat) orang Kepala Bidang yakni ; Kepala Bidang Keuangan
dan
Klaim, Kepala Bidang Pelayanan Medik, Kepala Bidang
Penunjang
Medik, dan Kepala Bidang Perlengkapan dan sanitasi.
a. Kepala Bidang Keuangan dan Klaim
1) Kasir/Juru Bayar
2) Administrasi Klaim
b. Kepala Bidang Pelayanan Medik
1) Instalasi Gawat Darurat
-
55
2) Instalasi Rawat Jalan (IRJ)
3) Instalasi Rawat Inap (IRNA)
4) Instalasi Gizi
5) Instalasi Farmasi
6) Kamar Operasi
7) Rekam Medik
8) HCU
9) Ruang Sterilisasi, dll
c. Kepala Bidang Penunjang Medis
1) Laboratorium
2) Radiologi
d. Kepala Bidang Perlengkapan dan Sanitasi
1) Perlengkapan
2) Keamanan
3) Kebersihan
Selain pengorganisasian tersebut diatas terdapat 2 (dua)
kelompok yang
sifatnya kemitraan yakni :
a. Komite Medik, dan
b. Satuan Pengawasan Intern
5. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Dewi Sartika
Kendari
Tugas pokok RSU Dewi Sartika Kendari adalah melakukan
upaya kesehatan secara efisien dan efektif dengan
mengutamakan
-
56
penyembuhan dan pemulihanyang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut
diatas RSU Dewi Sartika Kendari mempunyai fungsi :
a. Menyelenggarakan pelayanan medik
b. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
c. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
6. Sarana dan Prasaran
Sarana dan prasarana RSU Dewi Sartika Kendari adalah sebagai
berikut :
a. IGD, Poliklinik Spesialis, Ruangan perawatan Kelas I, Kelas
II,
Kelas 3 dengan fasilitasnya
b. Listrik dari PLN tersedia 5500 watt dibantu dengan 1 unit
genset
sebagai cadangan
c. Air yang digunakan di RSU Dewi Sartika adalah air dari
sumur
bor yang ditampung dalam reservoir dan berfungsi 24 jam.
d. Sarana komunikasi berupa telepon, fax dan dilengkapi
dengan
fasilitas Internet (Wi Fi)
e. Alat Pemadam kebakaran
-
57
f. Pembuangan limbah
g. Untuk sampah disediakan tempat sampah disetiap ruangan
dan
juga diluar ruangan, sampah akhirnya dibuang ketempat
pembuangan sementara (2 bak sampah) sebelum diangkat oleh
mobil pengangkut sampah.
h. Untuk limbah cair ditiap-tiap ruangan disediakan kamar
mandi
dan WC dengan septic tank serta saluran pembuangan limbah.
i. Pagar seluruh areal rumah sakit terbuat dari tembok.
7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSU Dewi Sartika
Kendari adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan medis
1) Instalasi Gawat Darurat
2) Instalasi Rawat Jalan, yaitu Poliklinik Obsgyn,Poliklinik
Umum, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Mata, Poliklinik
Bedah, Poliklinik Anak, Poliklinik THT, Poliklinik
Radiologi,
Poliklinik Jantung, Poliklinik Gigi Anak.
3) Instalasi Rawat Inap
a) Dewasa/Anak/Umum
b) Persalinan
4) Kamar Operasi
a) Operasi Obsgyn
b) Bedah umum
-
58
5) HCU
b. Pelayanan penunjang medis, yaitu instalasi farmasi,
radiologi,
laboratorium, instalasi gizi, ambulance
c. Pelayanan Non Medis, yaitu sterilisasi dan laundry
8. Fasilitas Tempat Tidur
Jumlah Tempat Tidur yang ada di RSU Dewi Sartika Kendari
adalah sebanyak 91 buah tempat tidur yang terbagi dalam
beberapa
kelas perawatan yakni sebagai berikut
Tabel 1.
Jumlah Tempat Tidur RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016
Jenis Ruangan Jumlah
VIP
Kelas I
Kelas II
Kelas III/Bangsal/Intenal
UGD
Ruang Bersalin
14
10
12
37
11
7
Jumlah 91
Sumber : Data Primer
9. Sumber Daya Manusia (SDM)
-
59
Sumber Daya Manusia di RSU Dewi Sartika Kendari
berjumlah 160 terdiri dari (17: Part Time, 143: Full Time)
dengan
spesifikasi pendidikan sebagai berikut
Tabel 2
Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016
Jenis Tenaga Status Ketenagaan Jenis Kelamin
Tetap Tidak Tetap L P
Tenaga Medis
Dokter Spesialis Obgyn 1 1 2 -
Dokter Spesialis Bedah - 1 1 -
Dokter Spesialis Interna - 1 1 -
Dokter Spesialis Anastesi - 1 1 -
Dokter Spesialis PK - 1 - 1
Dokter Spesialis Anak - 1 - 1
Dokter Spesialis Radiologi - 1 1 -
Dokter Spesialis THT - 1 - 1
Dokter Spesialis Mata - 1 1 -
Dokter Spesialis Jantung - 1 1 -
Dokter Gigi Anak - 1 - 1
Dokter Umum - 3 3 -
Paramedis
1. S1 Keperawatan/Nurse
2. D IV Kebidanan
26
5
-
2
10
-
16
7
-
60
3. D III Bidan
4. D III Keperawatan
43
56
-
-
-
11
43
45
Tenaga Kesehatan Lainnya
1. Master Kesehatan
2. SKM
3. Apoteker
4. D III Farmasi
5. S 1 Gizi
6. D III Analis Kesehatan
-
1
1
1
1
3
-
1
2
1
-
-
-
1
1
-
-
1
-
1
1
2
1
2
Non Medis
1. DII/Keuangan
2. Diploma Komputer
3. SLTA/SMA/SMU
1
1
11
-
-
-
-
-
2
1
1
9
Jumlah 67 19 24 60
Sumber : Data Primer
10.Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan RSU Dewi Sartika Kendari berasal dari :
a. Pengelolaan Rumah Sakit, dan
b. Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari
-
61
B. Hasil Penelitian
Penelitian hubungan hiperemesis gravidarum dengan kejadian
preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016
telah
dilaksanakan di Rumah SakitUmum Dewi Sartika Kendari pada bulan
April
hingga Mei 2017.Sampel penelitian adalah ibu hamil yang
mengalami
preeklamsia dan yang tidak mengalami preeklamsia yang berjumlah
99
orang.Perbandingan sampel kasus kontrol1:2 (33:66).Data yang
telah
terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan Stata.Hasil
penelitian terdiri
dari analisis univariabel dan bivariabel.Hasil penelitian dapat
dilihat pada
tabel berikut
1. Analisis Univariabe
Analisis univariabel adalah analisis tiap variabel. Analisis
univariabel dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel
baik
variabel terikat maupun variabel bebas yang kemudia ditampilkan
dalam
bentuk distribusi frekuensi.Analisis univariabel pada penelitian
ini, yaitu
analisis karakteristik responden, kejadian preeklampsia,
hiperemesis
gravidarum.Hasil analisis univariabel sebagai berikut:
a. Karakteristik Responden
Karakteristik merupakan ciri atau tanda khas yang melekat
padadiri
respondenyang membedakan antara responden yang satu dengan
yang
lainnya. Karakteristik respondenpada penelitian ini terdiri dari
umur dan
gravida. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 3.
-
62
Tabel 3
Karakteristik Responden
KarakteristikJumlah
N %
Umur
35 tahun
11
59
29
11,1
59,6
29,3
Gravida
Primigravida
Multigravida
Grande Multigravida
27
49
23
27,3
49,5
23,2
Sumber: Data sekunder 2016
Data yang diperoleh tentang karakteristik responden pada
penelitian ini adalah umur responden yang terbanyak adalah
berumur 20-
35 tahun sebanyak 59 orang (59,6%) dan yang sedikit umur
-
63
b. Kejadian Preeklampsia di RSU Dewi Sartika Tahun 2016
Preeklamsia adalah keadaan ibu hamil dengan tekanan darah ≥
140/90 mmHg yang disertai adanya protein dalam urinsesuai
dengan
status ibu. Gambaran kejadian preeklamsia dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4
Distribusi Kejadian Preeklampsia di RSU Dewi Sartika Tahun
2016
Kejadian Preeklampsia Frekuensi (n) Persentase (%)
Preeklampsia 33 1,3
Tidak Preeklampsia 2589 98,7
Total 2622 100
Sumber : Data Sekunder 2016
Distribusi kejadian preeklampsia di RSU Dewi Sartika tahun
2016
pada tabel 4 dapat diketahui bahwa kejadian preeklampsia
sebanyak 33
kasus (1,3%) pada tahun 2016 dari 2622 ibu hamil di RSU Dewi
Sartika.
c. Kejadian Hiperemesis Gravidarumdi RSU Dewi Sartika Tahun
2016
Hiperemesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan sering
terdapat pada kehamilan trimester pertama, gejalanya berupa rasa
panas
diperut, mual, muntah-muntah disertai pusing.Hasil penelitian
tentang
kejadian hiperemesis gravidarum dapat dilihat pada tabel 5.
-
64
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
responden
yang mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 41 orang (41,4%)
dan
yang tidak mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 58
orang
(58,6%).
Tabel 5
Distribusi Kejadian Hiperemesis Gravidarum di RSU Dewi Sartika
Tahun2016
Kejadian Hiperemesis
Gravidarum
Frekuensi (n) Persentase (%)
Hiperemesis Gravidarum 41 41,4
Tidak Hiperemesis Gravidarum 58 58,6
Total 99 100
Sumber : Data Sekunder 2016
2. Analisis Bivariabel
Analisis bivariabelbertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat
digunakan
Chi Square.Untuk melihat besarnya risiko, uji yang digunakan
adalah
Odds Ratio (OR). Analisis bivariabel pada penelitian ini yaitu
analisis
hubungan hiperemesis gravidarum dengan kejadian preeklamsia
di
Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016. Hasil
analisis
bivariabel dapat dilihat pada tabel 6.
Setelah dilakukan analisis data diperoleh hasil penelitian
bahwa
dari 33kasus preeklampsia sebagian besar mengalami
hiperemesis
-
65
gravidarum sebanyak 20 kasus (60,6%) sedangkan dari 66 kasus
tidak
preeklampsia terdapat 45 kasus (68,2%) tidak hiperemesis
gravidarum
Hasil analisis Chi Squaredan nilai OR diperoleh hasil bahwa
ada
hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan kejadian
preeklamsia(p=0,006; X2=7,5; OR=3,3; CI95%=1,3-8,6). Hasil
penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6Hubungan Hiperemesis Gravidarum Dengan Kejadian
Preeklamsia
di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari Tahun 2016
Hiperemesis
Gravidarum
Preeklamsia
X2
(p)
OR
(95%CI)
Preeklamsia Tidak
Preeklamsia
N % n %
Hiperemesis
Gravidarum
20 60,6 21 31,8
7,5
(0,006)
3,3
(1,3-8,6)Tidak
Hiperemesis
Gravidarum
13 39,4 45 68,2
Sumber: Data Sekunder 2016p
-
66
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang di laksanakan di RSU Dewi
Sartika Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara mulai April
sampai
selesai, dari total 99 responden diperoleh hasil bahwa ada
hubungan
antara hiperemesis gravidarum dengan preeklampsia. Ibu yang
mengalami hiperemesis gravidarum berisiko mengalami
preeklampsia
sebesar 3,3 kali dibandingkan yang tidak mengalami
hiperemesis
gravidarum.Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bolin
et al (2013)
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara hyperemesis
gravidarum
dengan kerusakan fungsi plasenta pada ibu preeklampsia.
Preeklampisa adalah penyakit dengan tanda-tanda hipetensi,
edema, dan protei