Top Banner
Makalah fiqih Hadis sebagai sumber hukum ke dua
22

Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

Jul 07, 2015

Download

Social Media

Remaja Sufi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

Makalah fiqih Hadis sebagai sumber hukum ke dua

Page 2: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

KATA PENGANTAR

Bismillahir-Rahmanir-Rahim.

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Rahmat dan

keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga

dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan kelak. Dan tak

lupa kami bersyukur atas tersusunnya Makalah kami yang berjudul “Hadits Sebagai Sumber

Hukum yang ke dua”.

Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya ilmu pengetahuan kita

semua, dan untuk memenuhi tugas fiqih tentang bab Sumber Hukum Islam.

Akhir kata kami mengharapkan adanya kritik dan saran atas kekurangan kami dalam penyusunan

makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna khususnya bagi Siswa Siswi

Madrasah Aliyah Negeri Mojokerto dan juga semua pihak.

Mojokerto , 03 Oktober 2013

Penulis

Page 3: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 1

1.4 Metode Penulisan .................................................................................... 1

1.5 Sistematika Penulisan............................................................................... 2

Bab II Pembahasan ................................................................................................... 3 - 17

Bab III Penutup

1.6 Kesimpulan .................................................................................... 18

1.7 Saran .................................................................................... 18

1.8 Daftar Pustaka .................................................................................... 19

Page 4: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-

Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam,

maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi

mereka yang menolak kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh

dosa, tetapi juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi alasan

yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits. Namun, kita juga perlu mengetahui sejauh mana

kedudukan hadist sebagai sumber hukum. Untuk lebih jelasnya mengenai kedudukan hadist

sebagai sumber hukum akan dijelaskan pada bab berikutnya.yaitu pada bab pembahasan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah kedudukan hadist sebagai sumber hukum?

2) Apakah semua perbuatan yang dilakukan oleh rasul dapat dijadikan sebagai sumber hukum?

3) Apa sajakah macam – macam as- sunnah itu ?

4) Bagaimana hubungan al hadits dengan al qur’an?

5) Apakah ar- ra’yu itu?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :

a) Bagaimana Kedudukan Hadist sebagai sumber hukum.

b) Dasar hadits sebagai salah satu sumber hukum.

c) Untuk mengetahui macam – macam as- sunnah.

1.4 Metode penulisan

Untuk mendapatkan data dan informasi yang di perlukan, penyusunan makalah ini menggunakan

metode – metode sebagai berikut:

Mencari materi di internet.

Mencari materi di beberapa buku fiqih di perpustakaan .

1.

Membuat suatu kesimpulan.

Berdiskusi dengan teman.

1.5 Sistematika Penulisan

Page 5: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

i. Bagian Awal.

ii. Halaman Kulit/Sampul.

iii. Halaman Jilid.

iv. Kata Pengantar.

v. Daftar Isi.

vi. Pendahuluan.

vii. Pembahasan.

viii. Penutup.

2.

Page 6: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

BAB III

PEMBAHASAN.

AS-SUNNAH ATAU HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM KEDUA

1. Pengertian As-Sunnah atau Hadits

As-sunnah menurut bahasa dapat diartikan sebagai perjalanan, pekerjaan, jalan yang di tempuh

atau cara, kebiasaan yang sering dilakukan, sesuatu yang di lakuakan para sahabat, baik yang

berdasarkan al-qur’an maupun tidak, dan sebagai kebalikan dari kata bid’ah. Sedangkan menurut

istilah sunnah ialah segala hal yang datang dari nabi muhammad saw, baik berupa ucapan,

perbuatan, maupun penetapan.

Sepakat para ulama’ bahwa as sunnah dapat berdiri sendiri dalam menetapkan hukum. Kekuatan

hukum berasal dari as sunnah sama dengan kekuatan hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan

menjadi sumber hukum yang wajib dipatuhi. Karena itu, As-Sunnah berfungsi sebagai

penjelasan terhadap maksud ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak atau kurang jelas serta penentu dari

beberapa hukum yang tidak terdapat hukum yang di dalam Al-Qur’an.

2. Kedudukan as sunnah/hadits sebagai sumber hukum islam yang kedua

a. Sunnah/hadits sebagai sumber hukum

Kaum muslimin sepakat bahwa as-sunnah menjadi dasar hukum yang kedua setelah Al-Qur’an.

Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan dalilyang member petunjuk tentang kedudukan dan fungsi

as-sunnah, baik yang nash, ijma’, ataupun pertimbangan akal yang sehat.

Dasar kehujjahan As-Sunnah sebagai sumber hukum islam adalah Al-Qur’an, hadits, Ijma, dan

Dalil Aqli.

Dalil Al-Qur’an

Banyak ayat al-qur’an yang berkenaan dengan masalah ini, salah satunya yaitu:

يد د وما اتكم الرسولفخذ و ه و ما نهكم عنه فا نتهوا واتقوا هللا إن هللا

العقاب

٧الحشر:

3.

Artinya : apa yang diberikan Rasul kepadamu, terimalah dan apa-apa yang dilarangnya, maka

tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.

(QS. Al-Hasyr (59) : 7)

Page 7: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

ومن طع الرسول فقد اطاعاهلل

٠٨النساء :

Artinya : “ barang siapa yang mentaati Rasul itu sesungguhnya dia telah mentaati Allah”. (Q.S.

An-Nisa’:08)

Dari gambaran ayat-ayat seperti ini, maka menunjukkan betapa urgennya kedudukan penetapan

kewajiban taat kepada semua yang disampaikan oleh Rasul SAW. Dengan demikian dapat

diungkapkan bahwa kewajiban taat kepada Rasul Muhammad dan larangan mendurhakainya,

merupakan suatu kesepakatan yang tidak diperselisihkan oleh umat islam.

Dalil Al-Hadits

Rasul bersabda :

نبيه وسنة تركت فيكم أمر ن لن تضلوا ماتمسكتمبهما كتب هللا

Artinya : “aku tinggalkan 2 pusakan untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi

kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik)

Kesepakatan ulama’ (Ijma’)

Seluruh umat islam telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum Syariat

islam yang wajib diikuti dan diamalkan, karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah

SWT. Penerimaan mereka terhadap hadist sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an,

karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum syariat islam.

4.

Adapun peristiwa-peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai

sumber hukum islampada masa sahabat, antara lain :

a. Pada saat abu bakar ra dibaiat menjadi khalifah, ia dengan tegas berkata “ saya tidak

meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut

menjadi orang, bila meninggalkan perintahnya”.

Page 8: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

b. Pada saat Umar bin Khattab ada didepan hajar aswad ia berkata :’saya tahu bahwa

engkau adalah sebuah batu. Seandainya saya sendiri tidak melihat Rasulullah menciummu, maka

saya tidak akan menciummu.

c. Sahabat Rasulullah SAW baik pada waktu beliau masih hidup maupun sesudah wafat,

telah bersepakat wajib mengikuti sunnaah Nabi, tanpa membedakan antara wahyu yang

diturunkan dalam Al-Qur’an dengan ketentuan yang berasal dari Rasulullah SAW.

Sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh yang dilakukan para sahabat yang menunjukkan

bahwa apa yang diperintahkan, dilakukan dan diserukan, niscaya diikuti oleh umatnya, dan apa

yang dilarang, selalu ditinggalkan oleh mereka.

Sesuai dengan petunjuk akal atau dalil Aqli

Dalil aqli sebagian besar ayat Al-Qur’an mengandung hukum yang masih global dan

memerlukan penjelasan secara rinci. Tanpa penjelasan dan keterangan kewajiban-kewajiban itu

serta bagaimana cara melaksanakanya belum dapat diamalkan. Oleh karena itu penjelasan dan

keterangan diperlukan dan penjelasan serta keterangan itu adalah As-sunnah baik berupa

perkataan, perbuatan, maupun penetapan Nabi.

Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul telah diakui dan dibenarkan oleh seluruh umat islam.

Di dalam mengemban misinya itu, kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang

diterima dari Allah. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada dalilyang

menghapuskannya.

Disamping itu, secara logika kepercayaan kepada Muhammad SAW sebagai Rasul

mengharuskan umatnya menaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.

Dengan uraian diatas, bisa diketahui bahwa Hadits merupakan salah satu sumber hukum dan

sumber ajaran islam dan menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Sedangkan bila dilihat dari

segi kehujjaannya, hadits melahirkan hukum dhanny, kecuali hadits yang mutawattir.

5.

ومن طع الرسول فقد اطاعاهلل

٠٨النساء :

Artinya : “barang siapa taat pada rasul , maka sesungguhnya ia telah taat kepada allah.”(Q.S.

AN- NISA :80)

Perhatiakan pula firman Allah SWT :

Page 9: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

فان تنازعتم في يي ء فرد و ه الى هللا والرسول

٩٥النساء :

Artinya : “kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,maka kembalikanlah kepada

allah dan rasul-nya.”(Q.S An-NISA:59)

Berdasarkan ayat-ayat diatas , kedudukan as-sunnah menurut imam syafi’i dapat dilihat dari tiga

hal berikut :

a) Menetapkan dan menguatkan hukum yang telah ada dalam al-qur’an.

b) Memperjelas hukum yang ada dalam al-qur’an secara mujmal,membatasi hukum al-

qur’an yang bersifat mutlak , dan mengkhususkan hukum yang bersifat umum.

c) Membuat atau menciptakan dan melengkapi hukum yang tidak ada dalam al-qur’an.

Pada dasarnya , sunnah dapat dibagi kedalam dua macam , yaitu :

a. Sunnah maqbullah atau yang dapat di terima sebagai sumber hukum islam. Sunnah

maqbullah (yang diterima) terbagi dalam tiga macam , yaitu sebagai berikut :

Sunnah mutawatir ialah hadits yang para perawinya tidak terputus , sejak sahabat sebagai

penerima dari nabi , tabi’in,tabit tabi’in sampai kepada perawi yang terakhir,yakni penyusun

hadits seperti imam bukhari,muslim,dan sebagainya.artinya tidak ada rawi yang tidak bertemu

satu sama lainnya,sesuai tingkatan zamannya.

6.

Sunnah ahad ialah hadits yang perawinya tidak mencukupi syarat perawi hadits

mutawatir.dengan kata lain,derajat hadits ahad di bawah hadist mutawatir.

sunnah hasan ialah hadits yang memenuhi syarat hadits sahih.tetapi salah seorang rawinya

tidak kuat ingatannya,sehingga ia tidak mampu mengahafal redaksi hadits sepenuhnya.namun

demikian, hadits hasan ini tetap di terima sebagai sumber hukum.

Sunnah mardudah atau yang di tolak/tidak di terima.

b. Sunnah mardudah hanya ada satu,yaitu hadits dho’if. Di sebut hadits dhaif karena tidak

lengkap syaratnya,sehingga tidak sampai pada derajat hadits sahih atau hasan.

3. Pembagian As-Sunnah atau hadits

a. Sunnah Qauliyah : yaitu perkataan langsung dari Rasulullah SAW.

Contoh :

انما االعمال بالنيات )رواه ا لبخرى ومسلم(

Page 10: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

Artinya : sesungguhnya setiap pekerjaanitu tergantung pada niatnya. (HR.Bukhari Muslim)

b. Sunnah Fi’liyah : perbuatan Rasulullah yang dapat disimpulkan sebagai perintah atau

larangan melalui contoh atau teladan beliau.

Contoh : pelaksanaan ibadah shalat, puasa, atau haji.

c. Sunnah Taqriyah : yaitu pengakuan atau penetapan Rasulullah SAW. Membiarkan atau

meemberikan persetujuan terhadap hal-hal yang dilakukan oleh para sahabat, baik perkataan

maupun perbuatan.

Contoh : kisah 2 orang sahabat yang dalam keadaan musafir tidak menemukan air sedangkan

keduanya bermaksud melaksanakan shalat. Kemudian mereka bertayamum dan melakukan

shalat.

d. Sunnah Hamimiyah : suatu amalan yang dikehendaki Nabi SAW. Tetapi belum sampai

beliau kerjakan sudah wafat.

Contoh : puasa tanggal 9 Muharram.

4. Sunnah yang dapat dijadikan Hujjah

a. Sunnah mutawattir : sunnah yang diriwayatkan oleh sanad yang banyak sehingga tidak

dapat ditentukan lagi siapa saja yang meriwayatkannya.

b. Sunnah masyhur : sunnah yang diriwayatkan dengan paling sedikit 3 sanad.

7.

c. Sunnah ahad : sunnah yang diriwayatkan oleh 2 atau 1 sanad saja. Tingkatan ahad inilah

yang terbanyak.

HUBUNGAN AL-HADITS DENGAN AL-QUR’AN

Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka As-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah,

dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam

hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :

1. Bayan Tafsir

Yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : “Shallu

kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah

merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan

shalat). Demikian pula hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku)

adalah tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu ).

2. Bayan Taqrir

Page 11: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

Yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Seperti

hadits yang berbunyi: “Shoumu liru’yatihiwafthiru liru’yatihi” (Berpuasalah karena melihat

bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat Al-Qur’an dalam surat Al-

Baqarah : 185.

3. Bayan Taudhih

Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah

tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”,

adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah: 34, yang artinya

sebagai berikut : “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak

membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Pada

waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini,

maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.

8.

4. Bayan An-Nasakh

Kata An-Nasakh dari segi bahasa adalah al-itbal (membatalkan), Al-ijalah (menghilangkan), atau

at-tahwil (memindahkan). Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh ini

adalah dalil syara’ yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya

kemudian. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadits-hadits muawatir dan

masyhur saja. Sedangkan terhadap hadits ahad ia menolaknya.

Salah satu contoh hadits yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadits;

ال وصية لوارث

Yang artinya; “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”.

Hadits ini menurut mereka me-nasakh isi Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180:

Artinya:

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut,

jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara

ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”(QS:Al-Baqarah:180)[10]

HADIST DALAM MENENTUKAN HUKUM

Page 12: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

Dalam pembicaraan hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur’an telah disinggung tentang bayan

tasyri’, yaitu hadits adakalanya menentukan suatu peraturan/hukum atas suatu persoalan yang

tidak disinggung sama sekali oleh Al-Qur’an. Walaupun demikian para Ulama telah berselisih

paham terhadap hal ini. Kelompok yang menyetujui mendasarkan pendapatnya pada ‘ishmah

(keterpeliharaan Nabi dari dosa dan kesalahan, khususnya dalam bidang syariat) apalagi sekian

banyak ayat yang menunjukkan adanya wewenang kemandirian Nabi saw. untuk ditaati.

Kelompok yang menolaknya berpendapat bahwa sumber hukum hanya Allah, Inn al-hukm illa

lillah, sehingga Rasul pun harus merujuk kepada Allah SWT (dalam hal ini Al-Quran), ketika

hendak menetapkan hukum.

9.

Kalau persoalannya hanya terbatas seperti apa yang dikemukakan di atas, maka jalan keluarnya

mungkin tidak terlalu sulit, apabila fungsi Al-Sunnah terhadap Al-Quran didefinisikan sebagai

bayan murad Allah (penjelasan tentang maksud Allah) sehingga apakah ia merupakan penjelasan

penguat, atau rinci, pembatas dan bahkan maupun tambahan, kesemuanya bersumber dari Allah

SWT.

Sebenarnya dengan kedudukan Nabi sebagai Rasul pun sudah cukup menjadi jaminan (sesuai

dengan fungsinya sebagai tasyri’) adalah harus menjadi pedoman bagi umatnya, dan seterusnya.

Tetapi mereka yang keberatan, beralasan antara lain: Bahwa fungsi Sunnah itu tidak lepas dari

tabyin atas apa yang dinyatakan Al-Qur’an sebagaimana penegasan Allah:

“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran,

agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka” (An-

Nahl: 44)

Maka apa saja yang diungkap Sunnah sudah ada penjelasannya dalam Al-Qur’an meski secara

umum sekalipun. Sebab Al-Qur’an sendiri menegaskan

“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab ini” (Al-An’am : 38)

Sebenarnya kedua pendapat itu tidak mempunyai perbedaan yang pokok. Walaupun titik tolak

berpikirnya berbeda, tetapi kesimpulannya adalah sama. Yang diperdebatkan keduanya adalah

soal adanya hadits yang berdiri sendiri. Apakah betul-betul ada atau hanya karena menganggap

Al-Qur’an tidak membahasnya, padahal sebenarnya membahas.

Seperti dalam soal haramnya kawin karena sesusuan, menurut pihak pertama adalah karena

ditetapkan oleh Sunnah yang berdiri sendiri, tetapi ketetapan itu adalah sebagai tabyin/tafsir

Page 13: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

daripada ayat Al-Qur’an yang membahasnya secara umum dan tidak jelas. Mereka sama-sama

mengakui tentang adanya sesuatu tersebut tetapi mereka berbeda pendapat tentang apakah Al-

Qur’an pernah menyinggungnya atau tidak (hanya ditetapkan oleh Sunnah saja) Dalam kasus-

kasus persoalan lain sebenarnya masih banyak hal-hal yang ditetapkan oleh Sunnah saja, yang

barangkali sangat sulit untuk kita cari ayat Al-Qur’an yang

10.

membahasnya, walaupun secara umum dan global. Oleh karena itulah kita cenderung untuk

berpendapat sama dengan pihak yang pertama.

NABI MUHAMMAD SEBAGAI SANDARAN HADIST

Pada dasarnya seorang Nabi punya peran sebagai panutan bagi umatnya. Sehingga umatnya

wajib menjadikan diri seorang Nabi sebagai suri tauladan dalam hidupnya. Namun perlu juga

diketahui bahwa tidak semua perbuatan Nabi menjadi ajaran yang wajib untuk diikuti. Memang

betul bahwa para prinsipnya perbuatan Nabi itu harus dijadikan tuntunan dan panutan dalam

kehidupan. Akan tetapi kalau kita sudah sampai detail masalah, ternyata tetap ada yang menjadi

wilayah khushushiyah beliau. Ada beberapa amal yang boleh dikerjakan oleh Nabi tetapi haram

bagi umatnya. Di sisi lain ada amal yang wajib bagi Nabi tapi bagi umatnya hanya menjadi

Sunnah. Lalu ada juga yang haram dikerjakan oleh Nabi tetapi justru boleh bagi umatnya. Hal ini

bisa kita telaah lebih lanjut dalam beberapa uraian berikut ini:

1. Boleh bagi Nabi, haram bagi umatnya

Ada beberapa perbuatan hanya boleh dikerjakan oleh Rasulullah SAW, sebagai sebuah

pengecualian. Namun bagi kita sebagai umatnya justru haram hukumnya bila dikerjakan.

Contohnya antara lain:

1) Berpuasa Wishal

Puasa wishal adalah puasa yang tidak berbuka saat Maghrib, hingga puasa itu bersambung terus

sampai esok harinya. Nabi Muhammad SAW berpuasa wishal dan hukumnya boleh bagi beliau,

sementara umatnya justru haram bila melakukannya.

2) Boleh beristri lebih dari empat wanita

Contoh lainnya adalah masalah kebolehan poligami lebih dari 4 isteri dalam waktu yang

bersamaan. Kebolehan ini hanya berlaku bagi Rasulullah SAW seorang, sedangkan umatnya

justru diharamkan bila melakukannya.

Page 14: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

11.

Yang wajib bagi Nabi, Sunnah bagi ummatnya

Sedangkan dari sisi kewajiban, ada beberapa amal yang hukumnya wajib dikerjakan oleh

Rasulullah SAW, namun hukumnya hanya Sunnah bagi umatnya.

3) Shalat Dhuha’

Shalat dhuha’ yang hukumnya Sunnah bagi kita, namun bagi Nabi hukumnya wajib.

4) Qiyamullail

Demikian juga dengan shalat malam (qiyamullaih) dan dua rakaat fajar. Hukumnya Sunnah bagi

kita tapi wajib bagi Rasulullah SAW.

5) Bersiwak

Selain itu juga ada kewajiban bagi beliau untuk bersiwak, padahal bagi umatnya hukumnya

hanya Sunnah saja.

6) Bermusyawarah

Hukumnya wajib bagi Nabi SAW namun Sunnah bagi umatnya

7) Menyembelih kurban (udhhiyah)

Hukumnya wajib bagi Nabi SAW namun Sunnah bagi umatnya.

Yang haram bagi Nabi tapi boleh bagi ummatnya

1) Menerima harta zakat

Semiskin apapun seorang Nabi, namun beliau diharamkan menerima harta zakat. Demikian juga

hal yang sama berlaku bagi keluarga beliau (ahlul bait).

2) Makan makanan yang berbau

Segala jenis makanan yang berbau kurang sedang hukumnya haram bagi beliau, seperti bawang

dan sejenisnya. Hal itu karena menyebabkan tidak mau datangnya malakat kepadanya untuk

membawa wahyu. Sedangkan bagi umatnya, hukumnya halal, setidaknya hukumnya makruh.

Maka jengkol, petai dan makanan sejenisnya, masih halal dan tidak berdosa bila dimakan oleh

umat Muhammad SAW.

12.

Semua contoh di atas merupakan hasil istimbath hukum para ulama dengan cara memeriksa

semua dalil baik yang ada di dalam Al-Quran maupun yang ada di dalam Sunnah Nabi SAW.

Page 15: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

SUMBER PELENGKAP

Pada garis besarnya, Al-Qur’an dibedakan atas ayat Muhkamat dan ayat-ayat mustasyabihat.

Ayat muhkammat adalah ayat yang sudah jelas dan terang maksudnya dan hukum yang

dikandungnya sehingga tidak memerlukan penafsiran atau interpretasi. Sedangkan Ayat

Mustasyabihat adalah ayat yang memerlukan penafsiran lebih lanjut, walaupun dalam bunyinya

sudah jelas mempunyai arti, seperti ayat-ayat mengenai gejala alam yang terjadi setiap hari.

Demikian juga dalam Al-Qur’an dijumpai dalil-dalil yang bersifat Qoti’ dan dzonni dan dalil-

dalil yang dzonni ini dibutuhkan penjelasan dan penafsiran, hal demikian bermuara untuk

menggunakan akal untuk memecahkannya dan yang tidak kalah penting munculnya peristiwa

baru yang sebelumnya belum pernah terjadi dan status hukum seperti : bayi tabung, cangkok

mata, donor darah dll,…

1. Latar belakang adanya Ra’yu

Pada waktu Nabi Muhammad saw mengatur jalannya pemerintahan selalu berpedoman kepada

keahlian seseorang untuk mengatasi masalah” yang timbul.

Pilihan nabi jatuh kepada sahabat Mu’adz untuk diangkat menjadi gubernur di yaman. Saat itu,

sahabat Mu’adz memberikan konsep pemikiran dalam penyelesaian masalah-masalah

social keagamaan yang memerlukan hukum akan dipecahkan melalui urutan sumbernya, yakni

Al-Qur’an, As-Sunnah, kemudian ijtihad/berfikir dengan sangat hati-hati. Jadi ijtihad merupakan

berfikir dengan hati-hati (Ra’yu).

Norma dan aturan hukum seperti diatas terus dipertahankan mulai pada masa nabi, masa

khalifaur rasyidin sampai pada masa sekarang.

Dan ternyata apabila dihubungkan dengan isi kandungan Al-Qur’an, akan tampaklah bahwa Al-

Qur’an sebagai sumber dari segala sumber hukum itu yang terdiri dari 6236 ayat, hanya beberapa

ayat saja yang mengatur masalah kemasyarakatan. Menurut penelitian Abdul wahab Khalaf, yat-

ayat ahkamitu berjumlah:5

70 ayat mengenai keperdataan

70 ayat yang mengenai hidup kekeluargaan

30 ayat mengenai pidana

13.

13 ayat mengenai hukum acara

10 ayat mengenai hukum perundang-undangan dan ketatanegaraan

Page 16: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

25 ayat mengenai internasional dan hukum perang

10 ayat mengenai hukum kemasyarakatan dan hukum benda

140 ayat mengenai ibadah :shalat, puasa, haji dll,..

Maka Ra’yu dalam pengertian sahabat tidak terbatas pada qiyas saja seperti yang dipahamkan

sebelumnya. Ra’yu pada masa ini melengkapi qiyas, istihsan, barah asliyah, saddudzari’ah

maslahah mursalah. Ra’yu yang dikehendaki sahabat adalah:

Mengambil hukum dari dhahir nash, jika yang diberikan hukum itu dicakup oleh nash.

Mengambil hukum dari Ma’kul/inti nash karena di nashkan ‘illat hukum yang didukung oleh

nash, atau nash itu dapat dipertimbangkan dengan jalan ijtihad, sedang illat didapati pula perkara

yang hendakdiberi hukum. Sementara itu para sahabat tidak bermudah-mudahan dalam soal

ijtihad. Mereka berijtihad dikala diperlukan.

2. Lahirnya dua aliran hukum islam, Ahlul-hadits dan Ahlul Ar-Ra’yu

Perkembangan fiqih periode sahabat kecil dan tabiin bermula pada tahun 40 H-10 H. pada tahun

ini kendali ke khalifaan berpindah dari khulafaur rasyidin yang ke 4 yakni Ali bin Abi Thalib ke

tangan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pada periode ini, para pemuka agama islam dalam

menetapkan hukum berpegang teguh kepada : Al-Qur’an, Al-Hadits, Al-Ijma’ dan Ar-Ra’yu atau

qiyas. Akan tetapi prinsip musyawarah dalam menetapkan hukum ini sudah goyah, akhirnya

umat islampada periode III pecah menjadi 3 kelompok, yaitu : Khawarij, Syi’ah dan Jumhur.

Ketiga kelompok tersebut berpegang teguh kepada pendiriannya masing-masing.

Maka lahirlah yang dinamakan Ahlul Hadis yang di sponsori oleh kelompok Jumhur, dan Ahlul-

Ar-Ra’yu yang disponsori oleh kelompok Khawarij dan Syi’ah.

Golongan Ahlul-Hadits menfatwakan suatu hukum menurut nash dan hadits yang mereka

peroleh saja, tidak mau menfatwakan suatu hukum berdasarkan suatu Qiyash. Golongan ini

apabila tidak memperoleh hukum dari Al-Qur’an dan hadits dan memperhatikan pendapat

sahabat dan jika mereka tidak mendapatkan hukumdi dalamnya, barulah mereka mau berijtihad.

Contoh : Said ibn Musayab, Abu Al-Kufi, Asy Sya’by, dll,…

14.

Golongan Ar-Ra’yu

Mahdzab ini berpendapat bahwa hukum-hukum islam dapat diselidiki maknanya dan mempunyai

beberapa dasar yang harus dipegang. Mereka menetapkan hukum berdasarkan Al-Qur’an, Al-

Page 17: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

Hadits, An-Nash, Ijtihad dalam masalah-masalah yang belum didapati Nash hukumnyasecara

tegas.

Mereka menyelidiki illat-illat hukum, makosidusyari’at juga tak ketinggalan diselidiki, bahkan

berani menolak hadits-hadits yang berlawanan dengan syari’at.

Contoh : Al Qamah ibnu Qais An nakhai Al-kufi, Ibrahim ibnu Yazid An nakhai, Muhammad

ibnu sulaiman Al-Asy’ari, Muhammad Abduh, dll,..

3. Ar-Ra’yu sebagai dinamika hukum islam

Islam sebagai suatu agama sudah lengkap dan tuntas serta sempurna mengatur segala aspek

kehidupan baik lahir maupun batin, individu dan masyarakat, jasmani dan rohani, termasuk ilmu

pengetahuan maupun tekhnologi.

Sesuai dengan ayat al-Qur’an :

السالم ال وم أكملت لكم د نكم واتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم ا

د نا

٣المائدة :

Artinya : Pada hari ini telah aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah aku cukupkan

kepadamu nikmat-ku, dan telah akuridhai islam menjadi agamamu. (QS.Al-Maidah : 3)

Namun, islam sebagai tata kehidupan social masyarakat masih memerlukan alat bantu untuk

mengatasi masalah-masalah yang kontemporer,

Dalam halini Muhammad sudah memberikan kelonggaran dalam menghadapi masalah

keduniawian melalui pemikiran :

م انتم اعل اذاامرتكم من امرد نكم فاتبعوني , واذاامرتكم من امر دنياكم

باموردنياكم.

Artinya : apabila aku perintahkan tentang urusan agamamu, maka ikutilah aku dan apabila aku

perintahkan tentang urusan duniawimu, kamu lebih mengetahui tentang urusan duniawimu.

15.

Penggunaan akal pikiran dalam berbgai masalah di dunia ini masih dilanjutkan dengan

penegasan wahyu kemudiannya. Namun ada beberapa ayat yang Allah tidak memberikan

Page 18: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

kelanjutannya, akan tetapi diserahkan kepada akal sehat manusia untuk menilai dan

mengambilkeputusan akhir.

Misalnya :

الاكراه فى الدّ ن قدتبيّن الريدمن الغيّ

Artinya : “tidak ada pemaksaan untuk memeluk agama islam, sungguh telah jelas jalan yang

benar dari pada jalan yang salah”.

Kebijakan–kebijakan pengambilan hukum yang berorientasi penalaran telah dilakukan oleh para

sahabat nabi, dimana kebijakan tersebut tidak tepat dengan bunyi nash atau perbuatan nabi,

contohnya :

Pada masa Usman bin Affan

Pada salat jum’at, Usman bin affan menambah satu adzan lagi, yang pada masa nabi Muhammad

hanya ada satu adzan.

Pada masa Umar bin Khattab

Umar bin khattab melarang/tidak membolehkan laki-laki muslim menikah dengan ahli kitab,

meskipun Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 5 jelas memberikan kelonggaran.

Umar bin khattab juga menerapkan pungutan pajak bumi, yang dulu pada masa nabi, beliau tidak

pernah mensyari’atkan pungutan pajak bumi tersebut.

Dan masih banyak lagi contoh tindakan ataupun kebijakan para ulama’ dan umara’ terdahulu

dalam rangka memahami dan mengamalkan islam yang tidak sesuai benar dengan dhahir nash

nya. Mereka mengadakan kebijakan itu bukan tanpa alasan sama sekali, tapi dengan mencari

asas dan tujuan syariat yang hakiki serta didukung oleh kebutuhan yang perlu penanganan

terdesak. Untuk itu, ulama menyusun beberapa ketentuan dan ajaran islam, khususnya di bidang

tata amaliyah.

Pertumbuhan ilmu alat ijtihad tidaklah muncul dalam satu kurun waktu, tetapi tumbuh dan

berkembang secara evolusi yang telah ditempa dalam berbagai pengalaman,pengkajian dan

evaluasi.

16.

Page 19: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

Sejak zaman nabi sudah dikenal dengan yang namanya Qiyas, kemudian dikembangkan pada

masa sahabat dan tabi’in yang dikenal sebagai ra’yu. Pengertian ra’yu berkembang dan

bervariasi, sejak dari tafsir secara lughawi, ta’wil, qiyas, maslahah dan istihsan.

Page 20: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

17.

Bab III Penutup

1.7 Kesimpulan

1) Secara bahasa, hadits dapat berarti baru, dekat dan khabar (cerita). Sedangkan menurut

istilah, hadits berarti segala perkataan, perbuatan dan taqrir atau persetujuan yang disandarkan

pada Nabi Muhammad SAW (aqwal, af’al wa taqrir).

2) Peran dan kedudukan Hadits adalah sebagai tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an dan

juga menjadi sumber hukum sekunder/kedua_setelah Al-Qur’an.

3) Dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, As-Sunnah memiliki beberapa fungsi seperti;

bayan tafsir yang menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak; Bayan

Taqrir, berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an, dan; Bayan

Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an.

4) Dalam beberapa kasus, As-Sunnah dapat saja berdiri sendiri dalam menentukan hukum,

hal ini didasarkan pada keterpeliharaan Nabi dari dosa dan kesalahan, khususnya dalam bidang

syariat. Dan hal ini terbatas pada suatu perkara yang Al-Qur’an tidak menyinggungnya sama

sekali, atau sulit ditemui dalil-dalilnya dalam Al-Qur’an.

5) Tidak semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus

diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.

1.8 Saran

Demikian makalah Fiqih Bab Sumber Hukum Islam “ Hadits Sebagai Sumber Hukum

Islam Kedua “ yang telah kami buat.Makalah ini belumlah mencakup semua yang ada pada

materi ini,tetapi kami berharap tetap ada manfaatnya.

Akhirnya tegur sapa dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat kami

harapkan demi perbaikan,karena tidak ada manusia yang sempurna.

18.

1.8 Daftar Pustaka

1) Al-Qur’an

2) Faridl, Miftah, (2001), As-Sunnah Sumber Hukum Islam Yang Kedua, Bandung:

Pustaka

Page 21: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

3) Hasbi Ash-Shiddieqy, Prof. T.M., (1965), Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta:

Bulan Bintang

4) Drs.Mahrus as’ad,M.Ag dan Drs.A.Wahid Sy,M.Ag, 2006, Memahami fiqih untuk

Madrasah Aliyah kelas XII,Semester 1 dan 2 kelas 3, Bandung : penerbit Armico Bandung.

5) Team guru bina PAI Madrasah Aliyah, 2013, FIQIH, Sragen : Akik pustaka.

6) Drs.Moh Rifa’i,1996,FIQIH UNTUK MADRASAH ALIYAH KELAS III , Semarang :

CV.WICAKSANA

Page 22: Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh