Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoseluler. Karsinoma
hepatoseluler (KHS) adalah kanker hati primer yang paling sering dijumpai dan
frekuensinya menunjukkan peningkatan di seluruh dunia. Hepatoma merupakan
pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di tandai dengan bertambahnya jumlah
sel dalam hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis disertai dengan
perubahan sel hati yang menjadi ganas.1,2
Hepatoma sendiri merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari
hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Dari
seluruh tumor ganas hati yang pernah ada didiagnosis, 85% merupakan Hepatoma
( Karcinoma Hepatoseluler) 10% merupakan Cholangiocarcinoma, dan 5% adalah
jenis lainnya. Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia dan
meningkati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada wanita sebagai
kanker tersering didunia, dan urutan ketiga dari kanker sistem saluran cerna setelah
kanker kolorektal dan kanker lambung. Sekitar 80% kasus terjadi pada negara
berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika tengah (Sub Sahara)
yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatits virus.3
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali wilayah endemic infeksi
HBV. Umumnya diwilayah dengan kekerapan HCC tinggi, umur pasien 10-20 tahun
lebih muda dari pada umur pasien di wilayah dengan angka kekerapan HCC tinggi.
Pada semua populasi kejadian lebih banyak pada laki-laki (dua-empat kali lipat) dari
pada wanita. Masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih rentannya laki-
laki terhadap timbulnya tumor, atau karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh factor
resiki hepatoma seperti virus hepatitis dan alcohol. Dalam kaitan dengan tumor ganas
ini, optimisasi penanganan Hepatoma merupakan suatu tantangan besar bagi dokter
karena frekuensi nya yang meningkat tajam pada tahun-tahun terakhir ini.2,3
1
Page 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI HEPAR 4
Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh yang berstruktur
lunak, lentur dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat
dibawah diafragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus
costalis dextra dan hemidiafragma dextra yang memisahkan hepar dari
pleura, pulmo, perikardium dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri
untuk mencapai hemidiafragma sinistra. Permukaan atas hepar yang
cembung melengkung di bawah kubah diafragma. Hepar mempunyai
dua facies (permukaan) yaitu :
Gambar 2.1 Anatomi Hepar
1. Facies diaphragmatika
Facies diaphragmatika adalah sisi hepar yang menempel pada di
permukaan bawah diaphragma, facies ini berbentuk konveks. Facies
diaphragmatika dibagi menjadi facies anterior, superior, posterior
2
Page 3
dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali
dimana margo inferior yang tajam terbentuk. Abses hepar dapat
menyebar ke sistem pulmonum melalui facies diapharagma ini
secara perkontinuitatum. Abses menembus diaphragma dan akan
timbul efusi pleura, empiema abses pulmonum atau pneumonia.
Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul
dari ruptur abses hepar.
2. Facies viseralis
Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke
inferior, berupa struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H.
Pada bagian tengahnya terletak porta hepatis (hilus hepar). Sebelah
kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika fellea. Sebelah
kiri porta hepatis terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum
venosum dan ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area
nuda yang berbentuk segitiga dengan vena kava sebagai dasarnya
dan sisi-sisinya terbentuk oleh ligamen koronarius bagian atas dan
bawah. Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta
hepatis, omentum minus yang berlanjut hingga fissura ligamen
venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra renal, bagian
kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea, lobus
kuadratus, fissura ligamentum teres dan impresio gaster. Facies
viseralis ini banyak bersinggungan dengan organ intestinal lainnya
sehingga infeksi dari organ-organ intestinal tersebut dapat menjalar
ke hepar. Hepar dapat dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar
dan lobus hepatis sinister yang kecil oleh perlekatan ligamentum
peritoneale, ligamentum falciforme. Lobus hapatis dexter terbagi lagi
menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris,
fisura ligamenti terestis, vena cava inferior, dan fisura ligamenti venosi
3
Page 4
2.1.1 Pendarhan
Perdarahan arterial dilakukan oleh arteri hepatika propria
yang bercabang menjadi kiri dan kanan dalam port hepatis
(berbentuk Y). Cabang kanan melintas di posterior duktus hepatis
dan di hepar menjadi segmen anterior dan posterior. Cabang kiri
menjadi medial dan lateral. Arteri hepatika merupakan cabang
dari truncus coeliacus (berasal dari aorta abdminalis) dan
memberikan pasokan darah sebanyak 20 % darah ke hepar.
Vena porta hepatika bercabang menjadi dua cabang terminal
yaitu ramus dextra dan sinistra yang masuk ke porta hepatis di
belakang arteri. Aliran darah dari seluruh traktus gastrointestinal
dibawa menuju ke hepar oleh vena porta hepatis cabang kiri dan
kanan. Vena ini mengandung darah yang berisi produk-produk
digestif dan dimetabolisme hepar. Cabang dari vena ini berjalan
diantara lobulus dan berakhir di sinusoid. Darah meninggalkan
hepar melalui vena sentralis dari setiap lobulus yang mengalir
melalui vena hepatika. Fleplebitis atau radang pada vena porta
dapat menyebabkan abses pada hepar dikarenakan aliran vena
porta ke hepar.
2.1.2 Persarafan
Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk plexus coeliacus.
Trunkus vagalis anterior mempercabangkan banyak rami
hepatika yang berjalan langsung ke hepar.
2.1.3 Drainase limfatik
Aliran limfatik hepar menuju nodus yang terletak pada
porta hepatis (nodus hepatikus). Jumlahnya sebanyak 3-4 buah.
Nodi ini juga menerima aliran limfe dari vesika fellea. Dari nodus
4
Page 5
hepatikus, limpe dialirkan (sesuai perjalanan arteri) ke nodus
retropylorikus dan nodus seliakus.
Struktur
Gambar 2.2 Segmen Hepar
Hepar terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan
arteri hepatis, vena porta dan duktus pankreatikus sesuai dengan
segi praktisnya terutama untuk keperluan reseksi bagian pada
pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi menjadi divisi medialis
dekstra (segmentum anterior medialis dekstra dan segmentum
posterior medialis dekstra) dan divisi lateralis dekstra (segmentum
anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior lateralis
dekstra). Pars hepatis sinistra dibagi menjadi pars post hepatis
lobus kaudatus, divisio lateralis sinistra (segmantum posterior
lateralis sinistra dan segmantum anterior Lateralis sinistra) dan
divisio medialis sinistra (segmentum medialis sinistra).
Secara mikroskopis di dalam hepar manusia terdapat 50.000-
100.000 lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdir atas
sel hepar berbentuk kubus yang tersusun radial mengellilingi vena
sentralis. Di antara lembaran sel hepar terdapat kapiler yang
disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri
hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffler) yang
5
Page 6
merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan
bakteri dan benda asing dalam tubuh, jadi hepar merupakan organ
utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ
toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang
mengelilingi lobulus hepar, juga terdapat saluran empedu yang
membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu
yang berjalan antara lembaran sel hepar.
2.2 FISIOLOGI HEPAR4
Hepar mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam.
Fungsi utama hepar adalah pembentukan dan ekskresi empedu.
Hepar mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter perhari ke
dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol
merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya
(10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu. Empedu
yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama
untuk menetralisir racun terutama obat-obatan dan bahan
bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil akhir
metabolisme dan walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif,
tetapi penting sebagai indikator penyakit hepar dan saluran
empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan
cairan yang berhubungan dengannya.
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari
seluruh asupan asinus memegang peranan penting dalam fisiologi
hepar, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein dan
asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus
diubah menjadi glikogen dan disimpan di hepar (glikogenesis). Dari
pasokan glikogen ini diubah menjadi glukosa secara spontan ke
darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian
6
Page 7
glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga
dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot)
atau lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). Pada zona-
zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik, kemampuan
glukoneogenesis dan sintesis glutation lebih baik dibandingkan
zona lainnya. Fungsi hepar dalam metabolisme protein adalah
mengasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin,
fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hepar dalam
metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein dan
kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
2.3 DEFINISI 1,5
Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoseluler. Hepatoma
merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di tandai dengan
bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis
disertai dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas. Kanker hati sering disebut
"penyakit terselubung". Pasien seringkali tidak mengalami gejala sampai kanker
pada tahap akhir, sehingga jarang ditemukan dini. Tumor ganas hati primer selain
karsinoma hepatoseluler ialah kolangiosarkoma, sarcoma, mesenkimoma, dan
hemangioendotelioma infantile.
2.4 EPIDEMIOLOGI 5
Karsinoma hepatoseluler banyak terdapat di Afrika, Asia timur dan Asia
Tenggara. Frekuensi karsinoma hepatoseluler ini bergantung pada factor social
ekonomi dan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan
3:1.
2.5 ETIOLOGI 1,2,5
7
Page 8
Penyebab karsinoma ini tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
terlihat :
a. Virus Hepatitis B (HBV)
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik
secara epidemiologis klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap
hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi
hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein
spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya perubahan hepatosit dari
kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat
karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi
proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi
berlebihan suatu atau bebe rapa gen yang berubah akibat HBV. Koinsidensi infeksi
HBV dengan pajanan agen onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan
terjadinya HCC tanpa melalui sirosis hati ( HCC pada hati non sirotik). Transaktifasi
beberapa promoter selular atau viral tertentu oleh gen x HBV (HBx) dapat
mengakibatkan terjadinya HCC, mungkin karena akumulasi protein yang disandi
HBx mampu menyebabkan proliferasi hepatosit. Dalam hal ini proliferasi berlebihan
hepatosit oleh HBx melampaui mekanisme protektif di apoptosis sel.
b. Virus Hepatitis C (HCV)
Prevalensi anti HCV pada pasien HCC di Cina dan Afrika Selatan sekitar 30%
sedangkan di Eropa Selatan dan Jepang 70 -80%. Prevalensi anti HCV jauh lebih
tinggi pada kasus HCC dengan HbsAg -negatif daripada HbsAg-positif. Pada
kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti HCV positif,
interval saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktivitas nekroinflamasi
kronik dan sirosis hati.
c. Sirosis Hati
8
Page 9
Lebih dari 80% penderita karsinoma hepatoselular menderita sirosis hati.
Peningkatan pergantian sel pada nodul regeneratif sirosis di hubungkan dengan
kelainan sitologi yang dinilai sebagai perubahan displasia praganas. Semua tipe
sirosis dapat menimbulkan komplikasi karsinoma, tetapi hubungan ini paling besar
pada hemokromatosis, sirosis terinduksi virus dan sirosis alkoholik.
d. Aflaktosin
Aflaktosin B1 (AFB1) merupakan mitoksin yang di produksi oleh jamur
Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen.
Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari
kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA.
e. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol ( >50-70g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui
sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari
alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan risiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada
pengidap infeksi HBV atau HCV.
2.6 Patologi 5
Karsinoma hepatoseluler merupakan 80% dari semua karsinoma hati primer.
Gambaran makroskopik dibagi menjadi tiga macam, yaitu bentuk masif unifokal,
bentuk noduler multifocal dan bentuk difus dengan pertumbuhan infiltratife. Jenis
noduler multifocal paling sering didapat. Bentuk ini menunjukan gambaran dungkul
yang tersebar dihati, berwarna keruh kekuningan dan biasanya terdapat satu nodul
yang lebih besar dari yang lain. Bentuk masif unilokal juga banyak didapat, berupa
tumor yang mungkin berukuran besar menempati salah satu lobus. Jenis ini kadang
pecah menyebabkan perdarahan spontan karena pecahnya simpai tumor sehingga
menimbulkan perdarahan dirongga perut. Bentuk difus yang jarang didapat sukar
dibedakan dengan gambaran sirosis makronoduler. Gambaran mikroskopik karsinoma
hepatoseluler kebanyakan berbentuk trabekuler atau sinusoid, sedangkan bentuk lain
9
Page 10
seperti pseudoglanduler atau asiner jarang ditemukan. Bentuk fibrolameler biasanya
ditemukan pada penderita muda dan tidak berhubungan dengan sirosis.
2.7 Patogenesis.1,2
Beberapa faktor patogenesis karsinoma hepatoseluler telah didefinisikan baru-
baru ini. Hampir semua tumor di hati berada dalam konteks kejadian cedera kronik
(chronic injury) dari sel hati, peradangan dan meningkatnya kecepatan perubahan
hepatosit. Respons regeneratif yang terjadi dan adanya fibrosis menyebabkan
timbulnya sirosis, yang kemudian diikuti oleh mutasi pada hepatosit dan berkembang
menjadi karsinoma hepatoseluler. HBV atau HCV mungkin ikut terlibat di dalam
berbagai tahapan proses onkogenik ini. Misalnya, infeksi persisten dengan virus
menimbulkan inflamasi, meningkatkan perubahan sel, dan menyebabkan sirosis.
Sirosis selalu didahului oleh beberapa perubahan patologis yang reversibel, termasuk
steatosis dan inflames baru kemudian timbul suatu fibrosis yang ireversibel dan
regenerasi nodul. Lesi noduler diklasifikasikan sebagai regeneratif dan displastik atau
neoplastik. Nodul regenerative merupakan parenkim hepatik yang membesar sebagai
respons terhadap nekrosis dan dikelilingi oleh septa fibrosis. Selain proses di atas,
pada waktu periode panjang yang tipikal dari infeksi (10-40 tahun), genom virus
hepatitis dapat berintegrasi ke dalam kromosom hepatosit. Peristiwa ini menyebabkan
ketidakseimbangan (instability) genomik sebagai akibat dari mutasi, delisi,
translokasi, dan penyusunan kembali (rearrangements) pada berbagai tempat di mana
genom virus secara acak masuk ke dalam DNA hepatosit. Salah satu produk gen,
protein x HBV (Hbx), mengaktifkan transkripsi, dan pada periode infeksi kronik,
produk ini meningkatkan ekspresi gen pengatur pertumbuhan (growthregulating
genes) yang ikut terlibat di dalam transformasi malignan dari hepatosit.
10
Page 11
Telah dipastikan terdapat tiga keterkaitan etiologik yang utama : infeksi oleh HBV,
Penyakit hati kronis (khususnya yang berkaitan dengan HCV dan alkohol) dan kasus
khusus hepatokarsinogen dalam makanan (terutama aflatoksin) :
- Banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, bahan kimia, virus, hormon, alkohol,
dan gizi, berinteraksi dalam pembentukan HCC. Sebagai contoh, penyakit yang
paling besar kemungkinannya menimbulkan HCC pada kenyataannya adalah
tirosinemia herediter yang sangat jarang, hampir 40% pasien akan terjangkit tumor ini
walaupun sudah dilakukan kontrol diet.
- Patogenesis pasti HCC mungkin berbeda antara populasi prevalen –HBV insidensi
tinggi versus populasi dengan insidensi rendah (Negara Barat), sedang pada penyakit
hati kronis lainnya, seperti alkoholism, HCV, dan hemokromatosis herediter lebih
sering terjadi.
- Sirosis yang terjadi tampaknya merupakan kontirubutor penting, tetapi tidak mutlak
untuk muncul HCC. Banyak bukti epidemiologis yang mengaitkan infeksi HBV
kronis dengan kanker hati, dan terdapat bukti kuat yang mengisyaratkan peran infeksi
HCV. Penelitian molekular terhadap karsinogenesis HBV memperlihatkan bahwa
genom HBV tidak mengandung sekuensi onkogenik. Selain itu, tidak terdapat tempat
selektif untuk integrasi DNA virus ke genom pejamu, sehingga tidak terjadi mutasi
atau pengaktivan proto-onkogen tertentu. Faktor berikut diperkirakan berperan :
- Siklus kematian dan regenerasi sel yang berulang, seperti terjadi pada hepatitis
kronis apapun sebabnya, penting dalam patogenesis kanker hati
- Akumulasi mutasi selama siklus pembelahan kontinu sel akhirnya menyebabkan
sebagian hepatosit mengalami transformasi. Instabilitas genom lebih besar
kemungkinannya terjadi jika terdapat DNA HBV yang terintegrasi dan hal ini
menimbulkan penyimpangan kromosom seperti delesi, translokasi dan duplikasi.
- Analisis molekular terhadap sel tumor pada orang yang terinfeksi HBV
memperlihatkan bahwa setiap kasus bersifat klonal dalam kaitannya dengan pola
integrasi DNA HBV yang mengisyaratkan integrasi virus mendahului atau menyertai
proses transformasi.
11
Page 12
- Genom HBV mengkode suatu elemen regulatorik, protein X HBV yang merupakan
suatu activator transkripsional transacting pada banyak gen dan terdapat di sebagian
besar tumor dengan DNA HBV terintegrasi. Tampaknya di sel hati yang terinfeksi
HBV, protein X HBV mengganggu pengendalian pertumbuhan normal dengan
mengaktifkan proto –onkogen sel pejamu dan mengacaukan kontrol daur sel. Protein
ini juga memiliki efek anti apoptotic.
- Seperti pada virus papiloma manusia, sebagian (tetapi tidak semua) studi
mengisyaratkan bahwa protein HBV tertentu mengikat dan mengaktifkan gen
penekan tumor TP53. Keterkaitan antara infeksi hepatitis C dan kanker hati cukup
kuat. Memang dibanyak belahan dunia termasuk Jepang dan Eropa tengah, infeksi
HCV kronis merupakan faktor risiko terbesar terjadinya kanker hati. HCC pada
pengidap hepatitis C hampir selalu timbul pada sirosis. Didaerah tertentu didunia
seperti Cina dan Afrika Selatan, tempat HBV endemi k juga banyak terjadi pajanan
ke aflatoksin dalam makanan yang berasal dari jamur Aspergillus flavus . Toksin yang
sangat karsinogenik ini ditemukan dalam kacang dan padi -padian yang “berjamur”.
Penelitian pada hewan memperlihatkan bahwa aflatoksin dapat berikatan
secara kovalen dengan DNA sel dan menyebabkan mutasi diproto -onkogen atau gen
penekan tumor terutama TP53. Namun karsinogenesis tidak terjadi kecuali jika hati
aktif secara mitosis, seperti pada kasus hepatitis virus kronis dengan proses kerusakan
dan perbaikan yang berulang-ulang Tidak ada satupun pengaruh yang berkaitan
dengan HCV berperan dalam pembentukan kolangiokarsinoma. Pengaruh kausal yang
diakui pada tumor yan g jarang ini adalah kolangitis sklerotikans primer, infeksi
kronis saluran empedu oleh cacing hati Opisthorchis sinensis dan yang sejenis, serta
riwayat pajanan ke Thorotrast (dahulu digunakan dalam radiografi saluran empedu).
Namun sebagian besar kolangiokarsinoma timbul tanpa adanya faktor risiko
sebelumnya.
12
Page 13
2.8 Manifestasi Klinis 5
Gambaran umum karsinoma hepatoseluler dapat berupa nyeri yang hebat
dengan atau tanpa hepatomegali, perubahan yang mendadak pada penderita sirosis
berupa kegagalan faal hati, perdarahan varises, asites yang hemoragis, perdarahan
intraperitoneal mendadak tanpa trauma, sakit mendadak dengan panas dan nyeri
perut, dan metastasis jauh ditempat lain dengan atau tanpa gejala klinis.
Pada umumya tampak benjolan diperut bagian atas. Seringkali terasa nyeri
pada benjolan terebut yang sifatnya terus menerus, menembus ke belakang atau ke
daerah bahu. Nyeri meningkat bila penderita bernafas dalam karena rangsangan
peritoneum pada permukaan benjolan. Berat badan cepat menurun. Kadang terdapat
asites atau perdarahan saluran cerna bagian atas karena varises esophagus. Keadaan
ini biasanya menunjukan karsinoma hepatoseluler stadium lanjut.
Oleh karena karsinoma hepatoseluler kebanyakan berhubungan dengan
sirosis, sering pada penderita karsinoma hepatoseluler didapatkan tanda sirosis,
misalnya berupa pembuluh darah kolateral didinding perut, spider nervi,
splenomegali, eritema Palmaris dan ginekomastia. Pada keadaan lebih lanjut mungkin
timbul ikterus yang menunjukan perjalanan penyakit yang progresif. Perdarahan
intraperitoneal mendadak pada penderita yang keadaan umunya buruk perlu diduga
kemungkinan karsinoma hepatoseluler yang pecah spontan.
13
Page 14
Tabel 2.1 Gejala dan tanda karsinoma hepatoseluler
2.9 Diagnosis 1,5
1. Anamnesis
Sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan
keluhan nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul, terus-menerus,
kadang- kadang terasa hebat apabila bergerak. Di samping keluhan nyeri perut
ada pula keluhan seperti benjolan di perut kanan atas tanpa atau dengan nyeri,
perut membuncit karena adanya asites dan keluhan yang paling umum yaitu
merasa badan semakin lemah, anoreksia, perasaan lekas kenyang, feses hitam,
demam, bengkak kaki, perdarahan dari dubur.
2. Pemeriksaan Fisik
Umumnya ditemukan pembesaran hati yang berbenjol, keras, kadang nyeri
tekan. Palpasi menunjukan adanya gesekan permukaan peritoneum viserale
yang kasar akibat rangsang dan infiltrasi tumor ke permukaan hepar dan
14
Gejala dan tanda Patologi Yang lazim ditemukan
- nyeri perut- distensi perut - rasa lelah -penurunan berat badan-anoreksia
Rangsangan permukaan peritoneumTumor dan/asitesMalaise/keganasanGangguan sistemikGangguan faal hepar
Yang kadang ditemukan- Ikterus - Gawat abdomen- Nyeri tulang- Dispnea- Hematemesis atau
melena
Bendungan sirosis intrahepatikRuptur/nekrosis tumorMetastase ke tulangMetastase keparu, letak diafragma tinggiPerdarahan varises esophagus
Page 15
dinding perut. Gesekan ini dapat didengarkan juga melalui stetoskop . Pada
auskultasi diatas benjolan kadang ditemukan suara bising aliran darah karena
hipervaskularisasi tumor. Gejala ini menunjukan fase lanjut karsinoma
hepatoseluler.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfa -
fetoprotein (AFO) yaitu protein serum normal yang disintesis oleh sel hati
fetal. Penderita sirosis atau penderita dengan antigen HBs positif serta
SGOT dan SGPOT meningkat dianjurkan melakukan pemeriksaan rutin
alfa-fetoprotein (AFO). Rentang normal AFO serum adalah 0 -20 ng/ml,
kadar AFO meningkat pada 60%-70% pada penderita kanker hati.
b) USG
Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi USG lebih sensitif
dari pada AFP serum berulang. Sensitivitas USG untuk neoplasma hati
bekisar anatara 70%-80%. Tampilan USG yang khas tampak nodul yang
hipoekoik dihati. Ultrasonografi tumor masih unilokal menunjukan
densitas meninggi yang heterogen sedangkan pada jenis noduler dan jenis
difus terlihat gambaran densitas rendah yang heterogen. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat pula menentukan trombus didalam cabang v.porta.
Keadaan ini memperlihatkan karsinoma hepatoseluler lanjut sehingga
pengobatan embolisasi tidak boleh dilakukan. Hasil pemeriksaan
ultrasonografi dapat menemukan karsinoma hepatoseluler dalam stadium
dini dengan diameter kurang dari lima cm sebanyak 60%.
15
Page 16
Tabel 2.2 Ukuran karsinoma pada ultrasonografi
c) Biopsi Hati
Dengan tuntutan ultrasonografi, jarum khusus ditunjukan melalui kulit
mencapai tumor kemudian dilakukan aspirasi. Selain itu, melalui jarum
ini dapat juga dilakukan penyuntikan alcohol untuk skleroterapi.
2.10 Diagnosis Banding 5
Massa yang besar didaerah perut kanan atas tidak selalu merupakan
tumor primer hati, mungkin juga metastasis. Keadaan lain yang serupa
tumor hati antara lain abses, hematoma dan kista hati.
2.11 Tatalaksana 5
A. Pengobatan Bedah
Dengan memanfaatkan Usg dan pemeriksaan alfaprotein kemungkinan
dilakukan reseksi pada penderita karsinoma hepatoseluler meningkat.
Pembedahan hepatoseluler karsinoma dapat berupa segmentektomi,
lobektomi atau lobektomi yang diperluas. Reseksi lobus atau segmen
16
Diameter tumor (cm) Persen (%)< 2 2-3 3-5 >5
15202540
Page 17
dilakukan berdasarkan percabangan v.porta menurut Couinand.
Menurut system ini ada delapan segmen yang dapat direseksi. Hati
mempunyai daya regenerasi besar sehingga walaupun separuh hati
direseksi, regenerasi terjadi tanpa mengurangi faal. Kriteria untuk
reseksi ialah tidak tidak ada metastasis jauh,tumor terbatas di satu lobus
atau satu segmen dan pascalobektomi sisa jaringan masih dapat
memenuhi kebutuhan tubuh. Ketahanan hidup lima tahun setelah
reseksi pada stadium subklinis mencapai 70% , tetapi penderita seperti
itu sangat jarang ditemukan. Hasil pengobatan bedah tuntas
mengecewakan karena biasanya timbul residif.
B. Pengobatan Non Bedah
Pengobatan karsinoma hepatoseluler nonbedah dapat berupa pemberian
kemoterapi intraarteri, embolisasi melalui arteri, radiasi, penyuntikan
alcohol 97% intratumor, hipertermia dengan kombinasi kemoterapi.
Embolisasi dilakukan melalui a.hepatika atau cabang a.hepatika yang
menuju tumor dengan kombinasi pemberian sitostatik sisplatin,
mitomisin, dan adriamisin. Dengan cara paliatif ini tumor dapat
mengalami nekrosis dan mengecil. Penyuntikan intratumor dengan
bahan nekrotan dilakukan dengan tuntutan ultrasonografi. Radiasi
maupun kemoterapi tunggal dan setelah merupakan terapi non kuratif
yang hanya memberi hasil baik untuk waktu terbatas.
C. Pencegahan
Vaksinasi virus hepatitis B dan C yang dimulai sejak bayi merupakan
jalan terbaik untuk pencegahan terhadap hepatitis secara tindak
mencegah terjadinya karsinoma hepatoseluler. Selain itu, perlu dicegah
pencemaran bahan makanan dengan alfatoksin.
2.12 Prognosis 2
17
Page 18
Pada umumnya prognosis karsinoma hati adalah jelek. Tanpa pengobatan,
kematian rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama. Dengan
pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11- 12 bulan. Bila karsinoma
hati dapat dideteksi secara dini, usaha-usaha pengobatan seperti pembedahan dapat
segera dilakukan misalnya dengan cara sub-segmenektomi, maka masa hidup
penderita dapat menjadi lebih panjang lagi. Sebaliknya, penderita karsinoma hati fase
lanjut mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian umumnya disebabkan
oleh karena koma hepatik, hematemesis dan melena, syok yang sebelumnya didahului
dengan rasa sakit hebat karena pecahnya karsinoma hati. Oleh karena itu langkah
langkah terhadap pencegahan karsinoma hati haruslah dilakukan. Pencegahan yang
paling utama adalah menghindarkan infeksi terhadap HBV dan HCV serta
menghindari konsumsi alkohol untuk mencegah terjadinya sirosis.
18
Page 19
KARSINOMA HATI SEKUNDER
Tumor metastasis dari tempat lain didapat kira-kira 20 kali lebih sering daripada
karsinoma primer. Tumor yang bermetastasis kehati ialah karsinoma saluran cerna,
terutama kolon dan lambung, payudara, paru, pancreas, ginjal, melanoma malignum
ovarium dan uterus. Penyebaran kehati dapat melalui sirkulasi umum v.pora atau
lebih jarang melalui aliran limfe. Metastasis dihati biasanya juga disertai metastase
ditempat lain. Oleh karena itu perlu dilakukan perlu pemeriksaan organ lain seperti
paru tulang dan kulit.
Gambaran klinis dan diagnosis
Keluhan umum tumor hati sekunder tahap dini tidak ada. Pada keadaan lanjut,
keluhan biasanya berat badan turun, badan terasa lesu dan anoreksia. Kadang
dijumpai nyeri perut bagian kanan, asites, atau ikterus. Pada pemeriksaan fisik
mungkin didapat hepatomegali atau tumor yang teraba dari luar. Palpasi tumor
mungkin menimbulkan nyeri. Jarang terjadi gejala hipertensi portal berupa kolateral
vena dan spenomegali. Pemeriksaan laboratorium menunjukan kenaikan fosfatase
alkali. Pemeriksaan CEA (Carcinoma embyogenic antigen) dapat membantu
membuat diagnosis bila tumor primer berasal dari kolon dan pancreas. Diagnosis
metastase tumor dihati dibuat dengan biopsi aspirasi menggunakan jarum khusus
Tatalaksana
Pembedahan bila karsinoma hati metastasis bisa direseksi, dapat dilakukan
hepatektomi parsial atau reseksi sebagian berupa segmentektomi atau lobektomi.
Hepatektomi parsial dapat dilakukan bersamaan dengan operasi tumor primernya atau
beberapa minggu setelah itu. Metastasektomi jarang merupakan tindak bedah tuntas.
Reseksi paliatif untuk memperkecil ukuran tumor dapat dipertimbangkan untuk
mengurangi sindrom karsinoid. Pengobatan dengan sitostatik baik secara sistemik
maupun langsung melalui a.hepatika atau melalui v.porta, perlu diberikan setelah
reseksi untuk menambah daya tahan hidup penderita. Perfusi hati terisolasi
memberikan kemungkinan hasil yang lebih baik.
19
Page 20
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Tanggal Pemeriksaan : 14 Februari 2015
No Rekam Medis : 212233
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Os mengeluh nyeri perut yang hebat.
Riwayat Penyakit Sekarang :. Os mengalami pembengkakan serta nyeri perut
perut kanan atas sejak satu bulan yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus pada
perut dan menembus kebelakang dan menjalar kebagian bahu. Nyeri meningkat
pada saat pasien bernafas. Os juga merasakan perut nya mengkembung, demam
dan tubuhnya cepat lelah. Os juga mendadak mengalami penurunan berat badan
yang sangat cepat dan penurunan nafsu makan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Os pernah mengalami sakit hepatitis c
Riwayat Penyakit keluarga :-
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
KeadaanUmum : Tampak sakit
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda Vital :
- TekananDarah : 130/90 mmHg
20
Page 21
- Nadi : 84 x/menit
- Suhu : 37,80 C
- Frekuensi Nafas : 22 x/menit
Pemeriksaan Sistematis
- Kepala : Normocephal
- Mata : Konjungtivaanemis (-/-), sclera ikterik (+/+)
- Leher : KGB tidakteraba
- Thorak : Jantung BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru :ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Abdomen :
a. Inspeksi
Bentuk : asimetris, pembesaran pada regio kanan atas.
b. Palpasi
Dinding perut : teraba massa, keras Nyeri tekan : (+) Nyeri
lokal : (+) pada abdomen kuadran kanan atas Hepar.
Pembesaran : (+) 7 cm di bawah arcus costae sampai 15 cm di
bawah processus xyphoideus. Tepi : tumpul Permukaan : nodul
(+)/berbenjol Konsistensi : keras Nyeri tekan : (+)
Lien
Pembesaran : (-) Incisura :tidak teraba Permukaan : tidak teraba
Ruang Traube : tidak teraba Nyeri Tekan : (-) Lain-lain : (-)
Ginjal
Pembesaran : (-) Nyeri tekan : (-) Lain-lain :(-)
c. Perkusi
Asites : Batas kiri :timpani-redup regio lumbal sinistra Batas
kanan: timpani- redup regio lumbal dextra Pekak Pindah :
shifting dullness (+), undulasi (+) Nyeri ketok CVA : Kiri : (+)
Kanan : (+)
21
Page 22
d. Auskultasi
Bising usus : (-)
- Ektremitas : Akral hangat, edema (-/-) sianosis (-)
V. Diagnosis Kerja
Tn M 43 Tahun didiagnosis Suspect Hepatoma
VI.Terapi
IVFD NaCl 10 gtt/i Cefotaxim 1gr/12 jam Ranitidin 1 amp/8 jam
22
Page 23
BAB IV
KESIMPULAN
Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di
tandai dengan bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan
membelah/mitosis disertai dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas..
Etiologi disebabkan oleh virus hepatis B, virus hepatitis C, Sirosis hati,
alfaktoksin dan alcohol. Gejala nyeri dan bengkak pada perut kanan disertai
penurunan Bb demam dan malaise. Terkadang bias ditemukan tanda-tanda
sirosis hati seperti ikterus. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pemeriksaan lab, USG dan Biopsi hati. Bila diagnose sudah jelas tindakan yang
dapat dilakukan tebagi menjadi bedah dan non bedah. Pencegahan yang dapat
dilakukan bias dengan vaksinasi hepatitis B dan C sejak bayi. Apabila
ditemukan, biasanya prognosisnya kurang baik. Beberapa upaya pengobatan,
baik secara bedah maupun non-bedah, telah banyak diteliti, namun hasilnya
masih tidak memuaskan.
23
Page 24
DAFTAR PUSTAKA
1. Diunduh pada tanggal 18 februari 2015 pukul 20.00
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40475/4/Chapter
%20II.pdf
2. Siregar G. Penatalaksanaan non bedah dari karsinoma hati. Universa
Medicina. 2010
3. Wenas TW, Waleleng BJ.Karsinoma hati. Dalam buku: Ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-4. Jilid 1. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia FKUI; 2006. Ha l . 686–690.
4. Hartanto H, Editor. Cavitas abdominalis. Dalam buku: Anatomi Klinik. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC; 2006. Hal. 240-244.
5. Sjamsuhidayat R, De jong W. Saluran empedu dan hati pada buku ajar ilmu
bedah. Edisi ke-dua. Jakarta: EGC; 2005. Hal.590-593
24