HASIL PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK BERKEBUUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI (Studi Kasus di SD Dua Mei Ciputat) Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.) Oleh: FITRI AGUSTINA NIM. 14311343 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ)JAKARTA 1439 H/2018 M
117
Embed
HASIL PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HASIL PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM ANAK BERKEBUUHAN KHUSUS DI SEKOLAH
INKLUSI (Studi Kasus di SD Dua Mei Ciputat)
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Islam (S. Pd.)
Oleh:
FITRI AGUSTINA
NIM. 14311343
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ)JAKARTA
1439 H/2018 M
Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
Anak Berkbutuhan Khusus di Sekolah Inklusi
(Studi Kasus di SD Dua Mei Ciputat)
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Islam (S. Pd.)
Oleh:
FITRI AGUSTINA
NIM. 14311343
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
1439 H/2018 M
i
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi di SD Dua mei Ciputat” oleh Fitri
Agustina dengan NIM 14311343 telah diujikan pada sidang Munaqasyah
Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta pada tanggal 13 Agustus
2018. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd).
Jakarta, 28 September 2018
Dekan Fakultas Tarbiyah
Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah, M. Ag
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah, M. Ag Yuyun Siti Zainab S.Pd.I
Penguji I Penguji II
Dr. Esi Hairani, M. Pd Dr. Hj. Umi Khusnul Khotimah,M.Ag
Pembimbing
Dr. Nadjematul Faizah, M. Hum
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii
PERNYATAAN PENULIS ................................................................... iii
MOTTO . ................................................................................................ iv
PERSEMBAHAN .................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... xiv
ABSTRAKSI .......................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 7
D. Perumusan Masalah ..................................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Prestasi Belajar ........................................................ 17
B. Pengertian Pendidikan Agama Islam ........................................ 18
C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam ........................... 20
D. Metode Pendidikan Agama Islam ............................................. 23
E. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus ........................................ 27
F. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ................................... 29
G. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. ............................... 31
x
H. Definisi Pendidikan Inklusi ....................................................... 34
I. Latar Belakang Pendidikan Inklusi ........................................... 36
J. Tujuan pendidikan inklusif ....................................................... 39
K. Landasan Pendidikan Inklusi .................................................... 42
L. Kurikulum pendidikan inklusi .................................................. 48
M. Evaluasi atau penilaian .............................................................. 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Alokasi dan Waktu ................................................................. 55
B. Metode Penelitian ................................................................... 55
C. Pendekatan Penelitian ............................................................. 56
D. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 57
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 58
F. Teknik Analisis Data .............................................................. 61
BAB IV DESKRIPSI DATA
A. Gambaran Umum SD Dua Mei Ciputat.................................. 65
1. Sejarah di Selenggarakannya Pendidikan Inklusi di SD Dua
Mei Ciputat .................................................................................. 65
2. Visi, Misi, dan tujuan SD Dua Mei Ciputat............................ 71
3. Pendidik dan Kependidikannya .............................................. 72
4. Peserta Didik di SD Dua Mei Ciputat..................................... 73
5. Struktur Organisasi ................................................................. 73
B. Menjawab Rumusan Masalah ................................................. 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 95
xi
B. Saran ....................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 99
LAMPIRAN
ABSTRAK
Fitri Agustina: “Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Anak
berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi di SD Dua Mei Ciputat” NIM:
13411343 diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan (S. Pd), Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Alqur`an (IIQ)
Jakarta.
Semua berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali seperti yang telah
disebutkan dalam Undang- Undang No 20 Tahun 2003 Tentang sistem
pendidikan nasional yang manyatakan bahwa”setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu,
warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga
negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus, dan setiap warga negara berhak mendapat
kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat”. Penyandang
disabilitas juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan
Undang- Undang No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas pasal 10
ayat 1 yang berbunyi “bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk
Mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua
jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus”. Dalam hal
ini penulis merumuskan masalah Bagaimana Hasil Prestasi Belajar
Pendidikan Agama Islam Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SD
Dua Mei Ciputat. Adapun metode pengumpulan datanya menggunakan
teknik wawancara, observasi, dokumentasi serta tringulasi. Pendekatan yang
digunakan adalah Pendekatan penelitian lapangan (field research). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa prestasi hasil belajar pendidikan agama islam
anak berkebutuhan khusus di sekolah inklsuif adalah Cukup, dengan catatan
karena dibimbing penuh oleh guru kelas dan guru Shadow. Ini dikarenakan
sekolah inklusif memiliki kategori anak berkebutuhan khusus yang berbeda-
beda. Ada yang memang cerdas, ada yang kurang bisa memahami materi,
dan ada yang memang ia memiliki masalah kesulitan dalam belajar, Tapi
bukan termasuk tunagrahita. Dan juga tidak adanya tindakan untuk
melakukan modifikasi terhadap kurikulum, pendidikan individual dan
pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan serta kebutuhan anak
berkebutuhan khusus.
Kata Kunci: Sekolah Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang latar belakang
masalah mengapa penulis tertarik meneliti tentang pendidikan inklusi,
adapun latar belakang masalah adalah sebagai berikut. Sesuai dengan
Undang- Undang No 20 Tahun 2013 Tentang sistem pendidikan
nasional pasal 1 yang berbunyi “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masayarakat, bangsa dan bagi dirinya”1. Maka
dapat kita ketahui bahwa pendidikan penting bagi semua orang Karena
pendidikan itulah yang nantinya akan membantu kita mengahadapi
kehidupan yang akan datang.
Semua berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali seperti
yang telah disebutkan dalam Undang- Undang No 20 Tahun 2003
Tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa”setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu, warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus, warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 1 .
2
khusus, dan setiap warga negara berhak mendapat kesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat”2.
Allah berfirman dalam Al Qur`an surah An- Nur ayat 61 sebagai
berikut:
ليس ىعل عم ٱل عل ل جو ر ج ح عر
ٱل عل ل جو ر ح ر يض ٱله
بيوت و أ بيوت كم ن و كلوا
ت أ ن
أ كم ىفص
أ عل ل و ج ر ح
ىت كم ه نأ وبيوت
٦١......ء اة ائ كمأ
Artinya:”Tidak ada halangan bagi orang- orang buta, tidak (pula)
bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula)
bagi dirimu, makan (bersama- sama mereka) di rumah kamu atau di
rumah bapak- bapakmu, di rumah ibu- ibumu.......(QS. an Nur: 61)
Ayat diatas, menjelaskan tentang keseteraan sosial. Artinya tidak
ada perbedaan bagi penyandang disabilitas dengan yang bukan
penyandang disabilitas untuk makan bersama. Jika dalam dunia
pendidikan berarti kita tidak boleh berlaku diskriminatif terhadap
orang lain yang memiliki keterbatasan fisik atau penyandang
disabilitas. Karena setiap orang berhak mendapatkan pendidikan.
Namun terkadang banyak dari kita yang masih melakukan
diskriminasi terhadap orang lain. Diskriminasi yang disebutkan disini
seperti yang tertera dalam Undang- Undang No 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas pasal 1 ayat 3 “Diskriminasi adalah setiap
pembedaan, pengecualian, pembatasan, pelecehan, atau berdampak
pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau
pelaksanaan hak penyandang disabilitas.
2 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 42 ayat (1).
3
Penyandang disabilitas disini adalah setiap orang yang
mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik
dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan
dapat mengalami hambatan dan kesulitan berpartisipasi secara penuh
dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”3.
Tentu ini semua akan merugikan orang lain. Seperti yang masih
seringkali kita dengar di dunia pendidikan sekarang ini, bahwa masih
ada anak didik yang melakukan diskriminasi seperti pembulyan
terhadap temannya di sekolah. Mereka membuly temannya yang
termasuk penyandang disabilitas, dan karena pembulyannya tersebut
banyak dari mereka yang termasuk penyandang disabilitas akhirnya
putus asa dengan hidupnya, tidak mau sekolah, menutup diri dari
orang lain dan ada juga yang sampai melakukan percobaan bunuh diri.
Kemudian seringkali kita dengar juga adanya perlakuan
diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dengan menjadikan ia
sebagai bahan ejekan di sekolah karena keterbatasan fisik yang
dimiliki. Padahal islam mengajarkan kita untuk saling menghargai
kekurangan orang lain dan tidak menjadikan kekurangan yang orang
lain miliki sebagai bahan ejekan. Allah berfirman dalam Al Qur`an
surah Al- Hujurat ayat 11 sebagai berikut:
ا ه ي أ ي ي كوىوايو ٱل ن
أ ع س ق وم ن و ق وم ر ي صخ ل يوا ء ان
ل و ان يهو ي خ ني كو أ اءع س اءن ون ص ن ص ل ان يهمو ي خ
3 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas, Pasal 1.
4
ت ي اة زواة ل كمو ىفص
ت له زواأ ىب لق
ٱل شة ئس ٱلفصوقمٱل ب عد
ىو يم همٱل ئ ك ول تبف أ ولمي ىل هون و ن ١١ٱلظ
Artinya: “Wahai orang- orang yang beriman! Janganlah suatu kaum
mnegolok- olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diperolok- olokkan lebih dari mereka (yang mengolok- olok) dan
jangan pula perempuan- perempuan (mengolok- olokkan) perempuan
lain (karena) boleh jadi perempuan (yang di perolok- olokkan) lebih
baik dari perempuan (yang mengolok- olok. Dan janganlah kamu
saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil
dengan gelar- gelar yang buruk. Seburuk- buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa
tidak bertaubat, maka mereka itulah orang- orang yang zhalim. (QS.
Al- Hjurat: 11)
Dengan adanya ayat diatas, dapat diketahui dengan jelas bahwa
Allah melarang kita untuk saling mengolok- olok, atau mengejek
orang lain. karena bisa jadi yang kita ejek itulah yang lebih baik
daripada kita. Penyandang disabilitas juga manusia, dan Allah sudah
menciptakan manusia dengan sebaik- baiknya. Di dalam dunia
pendidikan tidak ada larangan untuk penyandang disablitas
mendapatkan pendidikan.
Penyandang disabilitas juga memiliki hak untuk mendapatkan
pendidikan sesuai dengan Undang- Undang No 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas pasal 10 ayat 1 yang berbunyi “bahwa
penyandang disabilitas memiliki hak untuk Mendapatkan pendidikan
yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan
5
jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus”4. Dengan begitu maka
lingkungan juga berperan aktif dalam penyandang disabilitas tersebut,
agar terciptanya kerukunan di daerah tempat tinggal yang memiliki
masayarakat penyandang disabilitas. Peraturan daerah kota Tangerang
Selatan No 6 Tahun 2013 Tentang Tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
menimbang bahwa “penyandang masalah kesejahteraan sosial
membutuhkan pelayanan sosial untuk memulihkan fungsi sosialnya
dalam mencapai kemandirian, meningkatkan kualitas kesejahteraan,
dan menjaga kelangsungan hidupnya secara memadai dan wajar”5.
Seperti yang tertera juga dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta
Didik yang memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan
atau Bakat Istimewa pasal 1 menyebutkan bahwa “pendidikan inklusi
adalah sistem penyelenggaran pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan
secara bersama- sama dengan peserta didik pada umumnya”6. Selain
itu pada pasal 2 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan inklusi adalah
“memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau
memiliki potensi kecerdasan dan atau memiliki bakat istimewa untuk
4 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas, Pasal 10. 5 Peraturan daerah kota Tangerang Selatan No 6 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. 6 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan atau Bakat Isitimewa, pasal 1.
6
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Dan juga mewujudkan penyelenggaraan pendidikan
yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua
peserta didik sebagaimana yang dimaksud pada huruf a”7. Dari bunyi
pasal tersebut menunjukkan adanya kesempatan bagi peserta didik
yang memiliki kelainan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melihat implementasi peraturan ini.
Kemudian dalam rangka melihat implementasi dengan
kesesuaian peraturan tentang pendidikan inklusi diatas maka penulis
tertarik untuk mengetahui lebih jauh sekolah yang melaksanakan
pendidikan inklusi yaitu Sekolah Dasar (SD) Dua Mei Ciputat.
Ketertarikan penulis berdasarkan pengalaman ketika melaksanakan
Praktek Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) di SD Dua Mei Ciputat.
Pengamatan selama 2 bulan, disini penulis melihat bahwa sekolah
tersebut termasuk kedalam pendidikan inklusi yang sebagian peserta
didiknya merupakan Anak yang Berkebutuhan Khusus (ABK) dimana
masing- masing setiap kelasnya ada dua anak yang berkebutuhan
khusus dan satu guru Shadow. Oleh karena itu, penulis ingin
melakukan penelitian “Kesesuaian Peraturan Pendidikan Inklusi dan
Implementasi di SD Dua Mei Ciputat”.
7 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 70 Tahun 2009 pasal 2 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan atau Bakat Isitimewa, pasal 2.
7
B. Identifikasi Masalah
1. Sekolah SD Dua Mei Ciputat menyelenggarakan pendidikan
inklusi.
2. 9 Anak Berkebutuhan Khusus menjadi siswa di Sekolah SD Dua
Mei Ciputat.
3. SD Dua Mei Ciputat menyediakan guru Shadow.
4. Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam menyampaikan materi
Pendidikan Agama Islam di Sekolah SD Dua Mei Ciputat.
5. Peran guru Shadow dalam menyampaikan materi Pendidikan
Agama Islam kepada Anak Berkebutuhan Khusus yang termasuk
kategori autis di Sekolah SD Dua Mei Ciputat.
6. Prestasi belajar bidang study Pendidikan Agama Islam Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah SD Dua Mei Ciputat.
C. .Pembatasan Masalah
Dari hasil identifikasi masalah di atas, agar tulisan ini lebih
terfokus dan terarah, maka penulis membatasi masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini, adalah “Prestasi Belajar Pendidikan
Agama Islam Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SD
Dua Mei Ciputat”.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis akan
merumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana Hasil
Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Anak Berkebutuhan Khusus
di Sekolah SD Dua Mei Ciputat?
8
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan, maka
yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah “Untuk
Mendeskripsikan Bagaimana Hasil Prestasi Belajar Pendidikan Agama
Islam Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SD Dua Mei
Ciputat.”
F. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian menunjukkan pada pentingnya penelitian
yang dilakukan, baik untuk pengembangan ilmu dan referensi
penelitian lebih lanjut. Dengan kata lain, manfaat penelitian berisi
uraian yang menunjukkan bahwa masalah yang dipilih memang layak
untuk diteliti. Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara
teoritis maupun praktis bagi penulis dan pembaca, yakni:
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran,
khususnya bagi sekolah yang merupakan sekolah inklusif.
b. Hasil penelitian ini secara teoritis dapat digunakan sebagai salah
satu acuan dalam menetapkan sekolah sebagai sekolah inklusi.
2. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan “Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ABK dalam
Kategori Autis di Sekolah Inklusi SD Dua Mei Ciputat”.
Bermanfaat bagi praktisi dan pemerhati pendidikan anak
berkebutuhan khusus.
9
G. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah kajian literatur yang relevan dengan
pokok bahasan penelitian yang akan dilakukan, atau bahkan
memberikan inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian. Dalam
berbagai literatur yang penulis telah baca, adapun bahan-bahan bacaan
yang berkaitan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan bahan telaah
penulis, antara lain:
1. Dinda Intan Widiasti yang berjudul “Tingkat Kesiapan Sekolah
Dalam Implementasi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
(Studi Deskriptif pada Sekolah Dasar Inklusif)”, Tahun 2013.
Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Psikologi, Universitas Negeri
Semarang.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
tingkat kesiapan sekolah dalam penyelenggaraan Pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
tingkat kesiapan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi
dalam penelitian ini adalah guru di sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif di semarang, alasannya karena guru
mempunyai intensitas interaksi yang tinggi dengan peserta didik
sehingga dapat dikatakan guru merupakan variabel utama yang
paling berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik (siswa).
Sampel pada penelitian ini adalah guru dari sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif di kota semarang yang mengajar
di sekolah inklusif. Teknik yang digunakan adalah total sampling.
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan
10
menggunakan kuesioner atau angket dan dokumentasi. Metode
yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode statistik
deskriptif dengan rumus
NP =
. hasil penelitian ini adalah Tingkat kesiapan
yang dilihat secara umum pada SD Bina Harapan, SDN Baru Sari
1, SDN Kalibanteng Kidul, SDN Jomblang 2, SD Pekunden, SD
ajaran islam.3 Pengertian diatas dikomentari oleh Abdul Mujib bahwa
pendidikan Islam berupaya mengarahkan pada keseimbangan antara
pemenuhan kebutuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, melalui
bimbingan, pengarahan , pengajaran, pelatihan, pengasuhan dan
pengawasan, yang kesemuanya dalam koridor ajaran islam. Berdasarkan
beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan diatas,
serta beberapa pemahaman yang diperoleh dari beberapa istilah dalam
pendidikan Islam, seperti tarbiyah, ta’lim, ta’dib dan istilah lainnya, maka
pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “Proses
transinternalisasi pengetahuan dan nilai- nilai Islam kepada peserta didik
melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan,
pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan
dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.4
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani
ajaran agama Islam dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
3 Ramayulis, Dasar- dasar Kependidikan, (Padang, The Zaki Press, 2009), hlm.
48 4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cet ke- 12,
hlm. 37- 38
19
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Kemudian,
menurut Zakiyah Dradjat, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha
untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang
pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai
pandangan hidup.5
Tayar Yusuf mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha
sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan,
kecakapan, dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi
manusia bertakwa kepada Allah SWT.6 Sedangkan menurut Ahmad
Tafsir, pendidikan agama Islam adalah bimbingan yang diberikan kepada
seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam
pada dasarnya saling melengkapi dan memiliki tujuan yang sama, yakni
agar siswa dalam aktivitas kehidupannya tidak lepas dari pengalaman
agama, berakhlak mulia dan berkepribadian utama, berwatak sesuai
dengan ajaran agama Islam.7 Dari semua penjelasan- penjelasan diatas
mengenai pendidikan agama Islam, maka penulis mengartikan bahwa
pendidikan agama Islam adalah Usaha sadar dan terencana dalam
mendidik, membimbing, mengasuh, mengayomi, mengajarkan anak didik
agar memiliki akhlak yang mulia dan menjadi insan kamil, serta dapat
selalu menjadikan agamanya sebagai panutan didalam kehidupan sehari-
harinya.
5 Pandi Kuswoyo, “Ketuntasan Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI Melalui
Metode Kisah”, dalam Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No 1 Juni 2012, h. 73- 74 6 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup, 2006), h. 130 7 Pandi Kuswoyo, “Ketuntasan Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI Melalui
Metode Kisah”, dalam Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No 1 Juni 2012, h. 74
20
C. Fungsi Tujuan Pendidikan Agama Islam
Istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud” dalam Bahasa arab
dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid. Sedangkan dalam
Bahasa inggris, istilah “tujuan” dinyatakan dengan “goal” atau purpose
atau objective atau aim. Secara umum istilah- istilah itu mengandung
pengertian yang sama, yaitu arah suatu perbuatan atau yang hendak
dicapai melalui upaya atau aktifitas.8
Tujuan, menurut Zakiah Deradjat, adalah sesuatu yang diharapkan
tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.9 Sedangkan menurut H.
M. Arifin, tujuan itu bisa jadi menunjukkan kepada futuritas (masa depan)
yang terletak suatu jarak tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan
usaha melalui proses tertentu. Meskipun banyak pendapat tentang
pengertian tujuan, akan tetapi pada umumnya pengertian itu berpusat pada
suatu maksud tertentu yang dapat dicapai melalui pelaksanaan atau
perbuatan.10
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian tujuan diatas,
penulis menyimpulkan bahwa pengerti dari tujuan adalah sesuatu yang
yang ingin dihasilkan setelah upaya dan segala aktifitas telah dilakukan
dan selesai.
Kemudian, sebagai kegiatan yang terencana, pendidikan Islam
memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan
mempunyai kedudukan yang amat penting. Karena tujuan memiliki empat
fungsi: mengakhiri usaha, mengarahkan usaha, titik pangkal untuk
mencapai tujuan- tujuan lain ( tujuan- tujuan baru maupun tujuan- tujuan
lanjutan dari tujuan pertama), memberi nilai, (sifat) pada usaha. Berkaitan
dengan keempat fungsi ini, tujuan- tujuan pendidikan agama harus mampu
8 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 209
9 Zakiah Deradjat dalam Ramayulis dkk, Dasar- Dasar Kepribadian, (Padang:
Zaky Press Center, 2009), hlm. 29 10
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 209
21
mnegakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual
yang berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologs yang berkaitan
dengan tingkah laku individu, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan
aturan- aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain.11
Tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan dan
saripati dari seluruh renungan pedagogis. Oleh karena itu, suatu rumusan
tujuan pendidikan akan tepat bila sesuai dengan fungsinya. Pendidikan
sebagai suatu usaha pasti mengalami permulaan dan mengalami
kesudahannya. Adapula usaha terhenti karena sesuatu kendala sebelum
mencapai tujuan, tetapi usaha itu belum dapat dikatakan berakhir. Pada
umumnya suatu usaha baru berakhir kalau tujuan akhir telah tercapai. 12
Setiap upaya atau aktifitas tidak akan lepas dari keinginan untuk
segera berakhir, namun itu semua tentu tidak akan berjalan dengan mulus,
pasti akan mengalami berbagai kesulitan serta rintangan- rintangan yang
lain, tugas kita hanya terus berusaha dan berdo’a. Karena itu semua tidak
akan berakhir begitu saja, jika tujuan yang ingin kita capai belum
didapatkan. Keberhasilan untuk bisa mencapai sebuah tujuan pendidikan,
tentu bukanlah suatu hal yang mudah. Banyak diantara kita sekarang ini
yang sudah merasa berhasil karena telah mempelajari segala yang
tercakup dalam dunia pendidikan, padahal tujuan yang dimaksud dalam
dunia pendidikan agama Islam itu sendiri belum ada pada dirinya.
Tujuan pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran
tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh. Interaksi didalam diri
manusia memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku, dan
amalnya sehingga mengahsilkan akhlak yang baik. Akhlak ini sendiri
harus dan perlu dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur`an,
11
Mahyuddin Barni, “Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam”, dalam Jurnal
Al Banjari, Vol, 7, No. 1 Januari 2008, hlm. 11 12
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 227
22
sholat malam, shoum (puasa) sun ah, selalu bersilaturrahmi dengan
keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka
semakin banyak amlnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan.
Selain itu, latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang
akhirnya menjadi gaya hidup sehari- hari.13
Menurut H. M. Arifin, dengan adanya tujuan yang jelas, maka suatu
pekerjaan akan jelas pula arahnya. Lebih- lebih pekerjaan mendidik yang
bersasaran pada hidup psikologis manusia didik yang masih berada pada
taraf perkembangan, maka tujuan merupakan faktor yang paling penting
dalam proses pendidikan itu, oleh karena dengan adanya tujuan yang jelas,
materi pelajaran dan metode- metode yang digunakan mendapat corak dan
isi serta potensialitas yang sejalan dengan cita- cita yang terkadung dalam
tujuan pendidikan. Marimba menyatakan bahwa fungsi tujuan akhir ialah
memlihara arah usaha itu dan mengakhirinya setelah tujuan itu tercapai.
Sedangkan fungsi tujuan sementara ialah membantu memelihara arah
usaha dan menjadi titik berpijak untuk mencapai tujuan- tujuan lebih
lanjut dan tujuan akhir. Oleh karena itu, untuk memenuhi fungsi- fungsi
tersebut, tujuan pendidikan harus dirumuskan atas dasar nilai- nilai ideal
yang diyakini, yang kelak akan dapat mengangkat harkat dan martabat
manusia, yaitu nilai ideal yang menjadi kerangka fikir dan bertindak bagi
seseorang.14
Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa dengan
tujuan yang yang jelas dan terarah maka fungsi tujuan akan tercapai,
karena fungsi membantu arah suatu usaha dan manjadi titik berpijak agar
tujuan diinginkan dapat tercapai.
13
Moh. Sholikodin Djaelani, “Peran Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
dan Masyarakat”, dalam Jurnal Ilmiah Widya, Vol. 1, No. 2 Juli- Agustus 2013, hlm. 102 14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 228
23
D. Metode Pendidikan Islam
Dalam pengertian bahasa, “metode” berasal dari bahasa Greek yang
terdiri dari “meta” yang berarti “melalui”, dan “hodos” yang berarti
“jalan”. Jadi metode berarti “jalan yang dilalui”.15
Menurut Ramayulis
secara etimologi, metode dalam Bahasa arab, dikenal dengan istilah
thariqah yang berarti langkah- langkah strategis yang dipersiapkan untuk
melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka
metode itu harus diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka
mengembangkan sikap mnetal dan kepribadian agar peserta didik
menerima pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan
baik.16
Menurut Abudinata, metode dapat berarti cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, adapula yang mengatakan
bahwa metode adalah suatu saran untuk menemukan, menguji, dan
menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin ilmu
tersebut.17
Didalam strategi pembelajaran menurut Wina Sanjaya, “metode
termasuk kedalam komponen- komponen pendidikan yang juga
mempunyai fungsi yang sangat menentukan dalam pencapaian dari suatu
tujuan yang diharapkan dalam kegiatan pendidikan”.18
Berdasarkan beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa metode adalah cara atau strategi yang dijalankan untuk mencapai
hasil dalam suatu kegiatan. Jika metode diterapkan dalam proses
pembelajaran, maka peserta didik jelas akan mendapatkan hasil yang
diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran tersebut. maka metode
15
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 97 16
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 271 17
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005),
hlm. 143 18
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2008), Hlm. 60
24
dalam sebuah pendidikan sangat diperlukan dan sangat penting untuk
diterapkan didalam pendidikan.
Menurut Ahmad Tafsir, yang dimaksud dengan metode pendidikan
ialah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik.19
Adapun
metode pendidikan atau metode pembelajaran adalah sebagai suatu cara
atau strategi yang digunakan guru untuk melakukan proses pembelajaran
di kelas, terutama dalam konteks transfer of knowledge atau transfer of
value. Metode tersebut membantu guru untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran sehingga kompetensi yang direncanakan dapat tercapai
dengan maksimal.20
Berdasarkan beberapa definisi diatas penulis
menyimpulkan bahwa metode pendidikan adalah strategi atau cara yang
digunakan oleh seorang pendidik dalam mentransfer ilmu kepada
muridnya untuk agar peserta didik dapat menerima ilmu yang diberikan
dengan baik dan bisa mencapai tujuan dari pendidikan tersebut.
Metode pendidikan Islam itu sendiri adalah beberapa alat atau cara
yang dipergunakan dalam proses pendidikan Islam dalam upaya
membentuk sikap dan kepribadian peserta didik berdasarkan prinsip-
prinsip ajaran Islam. Metode yang digunakan dalam proses pendidikan
tersebut, juga harus disesuaikan dengan prinsip- prinsip dasar ajaran Islam
yang terdapat dalam Al Qur`an dan Hadis.21
Berdasarkan definisi diatas
penulis menyimpulkan bahwa metode pendidikan islam adalah cara yang
dilkukan dalam proses pembelajaran pendidikan Agama Islam dengan
bertujuan agar proses pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan baik
sehingga peserta didik dapat menerima ilmu tersebut dengan baik pula,
19
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm. 131 20
Zurinal Z Dn Wahdi Sayuti, Ilmu Pndidikan Pengantar dan Dasar- Dasar
Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hlm. 122 21
Fadriati, “Prinsip- Prinsip Metode Pendidikan Islam dalam Al Qur`an”, dalam
Jurnal Ta’dib, Vol. 15, No. 1 Juni 2012, hlm. 83
25
dengan catatan cara tersebut tidak lepas dari prinsip- prinsip ajaran agama
Islam.
Dalam metode pendidikan agama Islam ada beberapa metode yang
bisa kita pakai saat proses pembelajaran berlangsung. Dibawah ini
dikemukakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip
dasarnya dari Al Qur`an dan Hadis:22
1. Metode ceramah
Yaitu suatu cara pengajian atau penyampaian informasi melalui
penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. prinsip dasar
metode ini terdapat didalam Al Qur`an.
2. Metode tanya jawab
Ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa
pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan
atau bacaan yang telah mereka baca. Sedangkan murid memberikan
jawaban berdasarkan fakta. Prinsip metode ini terdapat dalam Hadis.
3. Metode diskusi
Ialah suatu cara penyajian atau penyampaian bahan pembelajaran
dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik atau
membicarakan dan menganalisis secara ilmiah guna mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun barbagai altrnative
pemecahan atas suatu masalah. Prinsip metode ini terdapat dalam Al
Qur`an.
4. Metode pemberian tugas
Ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas-
tugas tertentu kepada murid- murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa
oleh guru dan murid mempertanggung jawabkannya. Prinsip metode ini
terdapat dalam Al Qur`an.
22
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 281- 286
26
5. Metode demonstrasi
Adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukkan tentang
proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu. Sedangkan murid
memperhatikannya. Prinsip metode ini terdapat dalam Hadis.
6. Metode eksperimen
Adalah suatu cara mengajar dengan memerintahkan murid melakukan
sesuatu percobaan, dan setiap proses dari hasil percobaan itu diamati
oleh setiap murid. Sedangkan guru memperhatikan yang dilakukan oleh
murid sambil memberikan amanah. Prinsip metode ini terdapat dalam
Hadis
7. Metode kerja kelompok
Adalah suatu cara mengajar dimana guru membagi murid- muridnya
dalam kelompok belajar tertentu dan setiap kelompok diberi tugas-
tugas tertentu dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip
metode ini terdapat dalam Al Qur`an.
8. Metode kisah
Ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan materi
pembelajaran melalui kisah atau cerita. Prinsip metode ini terdapat
dalam Al Qur`an.
9. Metode amsal
Ialah suatu cara mengajar dimana guru mneyampaikan materi
pembelajaran dengan membuat atau melalui contoh atau perumpamaan.
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam Al Qur`an.
10. Metode targhin dan tarhib
Ialah suatu cara mengajar dimana guru memberikan materi
pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan
hukuman terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar
27
peserta didik melakukan kebaikan dan mnejauhi keburukan. Prinsip
dasar metode ini terdapat dalam Al Qur`an.
Dengan beberapa penjelasan diatas penulis mneyimpulkan bahwa
dengan adanya metode tersebut, maka akan lebih mudah seorang pendidik
dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik saat proses pembelajaran
berlangsung. Juga peserta didik akan lebih mudah mempelajari,
memahami apa yang guru sampaikan kepadanya. Dengan begitu maka
tujuan dari pendidikan Islam nantinya akan memperoleh hasil yang
diinginkan.
E. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus atau sering disebut ABK saja adalah
mereka yang memiliki perbedaan dengan rata- rata anak seusianya atau
anak- anak pada umumnya. Perbedaan ini terjadi dalam beberapa hal,
seperti proses pertumbuhan dan perkembangannya yang mengalami
kesulitan atau penyimpangan baik secara fisik, mental intelektual, sosial,
maupun emosional.23
Juga dapat diartikan mereka yang memerlukan
penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususannya. Anak
berkebutuhan khusus saat ini menjadi istilah baru bagi masyarakat kota.
Jika kita memahami lebih dalam lagi maksud dari “anak- anak
berkebutuhan khusus”, istilah ini sudah tidak terlalu asing. Di Indonesia,
istilah ini lebih populer dengan istilah “anak luar biasa”.24
Dalam pengertian lain anak berkebutuhan khusus adalah mereka
yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga
23
M. Ramadhan, Pendidikan Keterampilan & Kecakapan Hidup untuk Anak
Berkebutuhan Khusus (Jogakarta: Javalitera, 2012), Cet ke- 1 hlm. 10. 24
Aulia Fadhli, Buku Pintar Kesehatan Anak, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Anggrek, 2010), Cet ke- 1,hlm. 16
28
membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens.25
Istilah “Orang
Berkebutuhan Khusus” (persons with special needs) memiliki pengertian
yang sangat luas dan pertama kali dicantumkan dalam dokumen kebijakan
internasional dalam pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi mengenai
pendidikan berkebutuhan khusus yang dihasilkan dalam Konferensi Dunia
tentang pendidikan berkebutuhan khusus.26
Menurut Mulyono, anak
berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang mempunyai
kecacatan atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan
berbakat. Seriring perkembangannya, makna ketunaan dapat diartikan
sebagai berkelainan atau luar biasa.27
Disisi lain, menurut Heward anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang mempunyai karakteristik berbeda dengan anak pada umumnya tetapi
tidak berarti perbedaan tersebut selalu mengarah kepada ketidakmampuan
secara mental, emosi, ataupun fisik. Menurut Mangunsong anak
berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah anak yang mempunyai
perbedaan dalam hal; ciri- ciri mental, kemampuan- kemampuan sensorik,
fisik, dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan
berkomunikasi, maupun campuran dari dua atau lebih hal- hal diatas dari
rata- rata anak normal; ia memerlukan perubahan yang mengarah pada
perbaikan tugas- tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan lainnya,
yang bertujuan untuk mengembangkan potensi atau kemampuannya secara
maksimal.28
Berdasarkan dari penjelasan- penjelasan diatas, maka penulis
mengartikan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
25
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm 138 26
Akhmad Sholeh, Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Terhadap Perguruan
Tinggi, (Yogyakarta: LKIS, 2016), Cet ke- 1, hlm. 20 27
Triyanto, dkk, “Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi:
Prodi PPKn”, Tesis Universitas Negeri Sebelas Maret, 2016, h. 177. Tidak dietrbitkan (t. d) 28
Triyanto, dkk, “Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi:
Prodi PPKn”, Tesis Universitas Negeri Sebelas Maret, 2016, h. 177
29
ciri khas berbeda dengan anak normal lainnya, ciri khas tersebut terkait
dengan mental, fisik dan lain sebagainya.
F. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus digolongkan menjadi anak berkebutuhan
khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanen.29
Maksudnya
anak berkebutuhan khusus temporer (sementara) adalah anak yang
memiliki hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebebkan oleh
faktor- faktor eksternal, semisal anak yang mengalami gangguan emosi
karena frustasi akibat mengalami pemerkosaan sehingga memungkinkan
anak tidak dapat belajar dengan tenang. Hambatan belajar dan
perkembangan pada anak berkebutuhan khusus ini masih bisa dilakukan
penyembuhan asalkan orangtua dan orang- orang terdekatnya mampu
memberikan terapi penyembuhan yang bisa mengembalikan kondisi
kejiwaan menjadi normal kembali.
Sementara anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap
(permanen) adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan
perkembangan akibat langsung karena kecacatan atau bawaan sejak
lahir.30
Adapun yang masuk kategori anak berkebutuhan khusus permanen
adalah sebagai berikut:31
1. Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra), yang terbagi lagi
menjadi:
a. Anak kurang awas (low vision)
b. Anak tunanetra total (totally blind)
29
Laili S. Cahya, “Adakah ABK di Kelasku? Bagaimana Guru Mengenali Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Umum”, (Yogyakarta: Familia, 2013), Cet ke- 1, hlm. 7 30
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm 140 31
Laili S. Cahya, “Adakah ABK di Kelasku? Bagaimana Guru Mengenali Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Umum”, hlm. 7- 8
30
2. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (tunarungu/ wicara)
terdiri atas:
a. Anak kurang dengar (hard of hearing)
b. Anak tuli (deaf)
3. Anak dengan kelainan kecerdasan, dibagi menjadi:
a. Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) dibawah rata- rata
(tunagrahita), yang terdiri atas:
1) Anak tunagrahita ringan (IQ 50- 70)
2) Anak tunagrahita sedang (IQ 25- 49)
3) Anak tunagrahita berat (IQ < 25)
b. Anak dengan kemampuan inteligensi diatas rata- rata yang terdiri
atas:
1) Giffted dan genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan diatas
rata- rata.
2) Talented, yaitu anak yang memiliki bakat khusus.
4. Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa), yang terbagi
menjadi:
a. Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)
b. Anak dengan gangguan fungsi syaraf otak (cerebral palcy)
5. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras)
a. Anak dengan gangguan perilaku, terdiri atas:
1) Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan
2) Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang
3) Anak dengan gangguan perilaku taraf berat.
b. Anak dengan gangguan emosi, terdiri atas:
1) Anak dengan gangguan emosi taraf ringan
2) Anak dengan gangguan emosi taraf sedang
3) Anak dengan gangguan emosi taraf berat
31
6. Anak dengan gangguan belajar spesifik, terdiri atas:
a. Anak lamban belajar (slow learner)
b. Anak autis
c. Anak ADHD
G. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk
menggantikan kata “Anak Luar Biasa” (ALB) yang menandakan adanya
kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik
yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Di negara Indonesia anak yang
berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah
diberikan layanan antara lain sebagai berikut:32
1. Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra),
khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera
penglihatannya untuk mengikuti segala kegiatan belajar maupun
kehidupan sehari- hari. Umumnya belajar maupun kehidupan sehari-
hari. Umumnya kegiatan belajar dilakukan dengan indera rabaan atau
taktil karena kemampuan indera raba sangat menonjol untuk
menggantikan indera penglihatan.
2. Anak menonjol hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu wicara),
pada umumnya mereka mempunyai hambatan pendengaran dan
kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain.
3. Anak dengan hendaya kemampuan (tunagrahita), memiliki problema
belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelligences,
mental, emosi, social, dan fisik.
32
Sitriah Salim Utina, “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”, dalam Jurnal
Manajemen Pendidikan Pendidikan Islam, Vol. 2 No 1 Februari 2014, h. 73- 74
32
4. Anak dengan hendaya kondisi fisik atau motorik (tunadaksa). Secara
medis dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang,
persendian, dan saraf pergerak otot- otot tubuhnya, sehingga
digolongkan sebagai anak yang membutuhkan layanan khusus pada
gerak anggota tubuhnya.
5. Anak dengan hendaya perilaku maladjustment. Anak yang berperilaku
maladjustment sering disebut dengan anak tunalaras. Karakteristik yang
menonjol antara lain sering membuat keonaran secara berlebihan dan
bertendensi kearah perilaku kriminal.
6. Anak dengan hendaya autism (autism children). Anak uatistic
mempunyai kelainan ketidak mampuan berbahasa. Hal ini diakibatkan
oleh adanya cedera pada otak. Secara umum anak autistic mengalami
kelainan berbicara, disamping mengalami gangguan kemampuan
intelektual dan fungis saraf. Kelainan anak autistic meliputi kelainan
berbicara, kelaina fungsi saraf dan intelektual, serta perilaku yang
ganjil. Anak autustic mempunyai kehidupan sosial yang aneh dan
terlihat seperti orang selalu sakit, tidak suka bergaul, dan sangat
terisolasi dari lingkungan hidupnya.
7. Anak hendaya hiperaktif (attention deficit disorder with hyperactive).
Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau
symptoms. Symptoms terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
kerusakan pada otak (brain damage), kelainan emosional (an emotional
disturbance), kurang dengar (a hearing deficit), atau tunagrahita
(mental retardation). Banyak sebutan atau istilah hiperaktif atau ADD-
H, antara lain minimal cerebral dysfunction, minimal brain damage
(istilah ini sudah tidak dipergunakan lagi oleh psikolog atau paedagog),
minimal cerebral palsy, hyperactive child syndrome, dan attention
deficit disorder with hyperactive. Ciri- ciri yang dapat dilihat, antara
33
lain selalu berjalan, tidak mau diam, sulit berkonsentrasi, sulit megikuti
perintah atau suruhan, bermasalah dalam belajar dan kurang atensi
terhadap pelajaran.
8. Anak dengan hendaya belajar (learning disability atau spesific learning
disability). Istilah spesific learning disability ditujukan kepada siswa
yang mempunyai prestasi rendah dalam bidang akadmeik tertentu,
seperti membaca, menulis, dan kemmapuan matematika. Dalam bidang
kognitif umumnya mereka kurang mampu mengadopsi proses
informasi yang datang pada dirinya melalui penglihatan, pendengaran,
maupun persepsi tubuh. Perkembangan emosi dan sosial sangat
memerlukan perhatian antaralain, konsep diri, daya berfikir,
kemampuan sosial, kepercayaan diri, kurang menaruh pehatian, sulit
bergaul dan sulit memperoleh teman. Kondisi kelainan disebabkan oleh
hambatan persepsi (perceptual handicaps), luka pada otak (brain
injury), ketidak berfungsian sebagian fungsi otak (minimal brain
dysfunction), disleksia (dyslexia), dan afasia perkembangan
(developmental aphasia).
9. Anak dengan hendaya kelainan perkembangan ganda
(multihanddicapped and developmentally disable children). Mereka
sering disebut dengan istilah tunaganda yang mempunyai kelainan
perkembangan mencakup hambatan- hambatan perkembangan
neurologis. Hal ini disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan
kemampuan pada aspek inteligensi, gerak, bahasa atau hubungan
pribadi di masyarakat. Kelainan perkembangan ganda juga mencakup
kelainan perkembangan dalam fungsi adaptif. Mereka umumnya
memerlukan layanan- layanan pendidikan khusus dengan midifikasi
metode secara khusus.
34
H. Definisi Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang mempersatukan layanan
pendidikan luar biasa dengan pendidikan reguler dalam satu sistem
pendidikan atau penempatan semua anak luar biasa di sekilah biasa.
Dengan pendidikan inklusif semua anak luar biasa dapat bersekolah
sekolah terdekat dan sekolah yang menampung semua anak. Dalam
konsep pendidikan luar biasa, pendidikan inklusif diartikan sebagai
penggabungan penyelenggaraan pendidikan luar biasa dan pendidikan
reguler dalam satu sistem pendidikan yang dipersatukan. Adapun yang
dimaksud pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang diselenggarakan
bagi siswa luar biasa atau berkelainan dalam makna dikaruniai
keunggulan.33
Di Indonesia, pendidikan inklusif secara resmi didefinisikan sebagai
sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan
khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang
terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif
menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian, baik dari segi kurikulum,
sarana dan prasarana pendidikan, mauoun peserta didik. Definisin itu
menunjukkan bahwa sekalipun secara konseptual pendidikan inklusi
mengikutkan semua anak berkebutuhan khusus, tetapi di negara kita lebih
banyak difahami atau ditekankan sebagai upaya mengikutkan anak
berkelainan dalam setting sekolah reguler. Paradigma ini tentu saja sudah
keliru, karena yang dimaksudkan dengan pendidikan inklusif adalah aspek
yang berkaitan dengan anak- anak berkebutuhan khusus tanpa terkecuali.34
33
Alfian, “Pendidikan Inklusif di Indonesia”, dalam Jurnal Pendidikan Inklusi,
Vol. 4 Thun 2013, h. 70 34
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi,
(Yogyakarta: Ar- Ruz Media, 2013), Cet ke- 1hlm. 26- 27
35
Kemudian penjelasan Huruf G dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pasal 3 ayat 15
menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi peserta didik berkelainan untuk belajar
bersama- sama dengan peserta didik normal pada satuan pendidikan
umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan dengan menyediakan
sarana, pendidik maupun tenaga kependidikan yang sesuai dengan
kebutuhan mereka, dimana mereka mengikuti kurikulum yang disesuaikan
dengan kebutuhannya.35
Penulis mengartikan pendidikan inklusif adalah
pendidikan terbuka yang dapat memberikan kesempatan kepada semua
anak termasuk penyandang disabilitas yang ingin mendapatkan pendidikan
untuk sekolah.
Pendidikan inklusif tampaknya dapat mengatasi kekurangan-
kekurangan yang telah diterapkan oleh sistem segresi, tetapi tidak
bermaksud mengesampingkan kontribusi sistem segregasi yang terlebih
dulu berkembang. Dalam pandangan Staub dan Peck pendidikan inklusif
adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat
secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler
merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun
jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, O’Neil
menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-
sekolah terdekat, di kelas reguler bersama- sama teman seusianya. Melalui
pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama- sama anak lainnya
(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.36
35
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74 Tahun 2008 Tentang Guru
Pasal 3 ayat 15 Huruf G. 36
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 27
36
Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi Dakar paragraph 4
menyatakan bahwa inclusive education seeks to address the learning
needs of all children, youth and adults with a spesific focus on those who
are vulnerable to marginalisation and exclusion (UNESCO, 2006).
Pernyataan ini jelas memberikan gagasan tentang pentingnya membangun
kesadaran kepada anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusif
yang berupaya memperjuangkan hak- hak mereka agar tidak selalu
termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal. Pengertian pendidikan
inklusif bukan bermaksud memberikan pelabelan negatif kepada anak
yang berkebutuhan khusus, melinkan lebih daripada itu sebagai upaya
untuk memberikan pelayanan terbaik bagi mereka agar diterima di
sekolah- sekolah umum atau pendidikan formal.37
I. Latar Belakang Pendidikan Inklusi
Sejarah awal dimulainya penyelenggaraan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yaitu melalui pendidikan khusus berbentuk
segregasi. Model segregasi adalah model tertua dari model pendidikan
khusus. Model segregasi adalah penyelenggaraan pendidikan khusus bagi
anak berkebutuhan khusus dimana anak ditempatkan pada sekolah-
sekolah khusus yang terpisah dari anak normal sebaya. Model integrasi
adalah bentuk kedua pemberian layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus dalam satu sekolah terintegrasi dengan anak normal
sebaya. Model inklusi adalah model yang berusaha menjadi penghubung
antara model segregasi dan integrasi dimana selain anak berkebutuhan
khusus memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya,
37
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 27- 28
37
sekaligus anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan bagi
keterbatasan yang dimiliki agar bisa optimal.38
Harus diakui bahwa kemunculan pendidikan inklusif sesungguhnya
diawali oleh ketidakpuasan sistem segregasi dan pendidikan khusus yang
terlebih dahulu mengiringi perjalanan anak berkelainan dan ketunaan dan
memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
kebutuhan mereka. Kenyataan menunjukkan bahwa latar belakang
penidikan inklusif tidak lepas dari sebuah ironi yang mengiris dari hati
nurani para penyandang cacat yang semakin termarginalkan dalam dunia
pendidikan formal. Bahkan, kesempatan untuk memperoleh pendidikan
saja semakin sulit diraih akibat kebijakan pemerintah yang kurang
mendukung fasilitas kalangan yang disebut different ability.39
Kemunculan pendidikan inklusif bagi anak luar biasa di Indonesia
terjadi ketika sistem pendidikan segregasi kurang mampu memberikan
perubahan bagi anak- anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat.
Pada hakikatnya pendidikan inklusif sudah berlangsung lama, yaitu sejak
tahun 1960 an yang ditandai dengan berhasil diterimanya beberapa lulusan
sekolah luar biasa tunanetra di Bandung masuk ke Sekolah umum,
meskipun ada upaya penolakan dari pihak Sekolah. Lambat laun terjadi
perubahan sikap masyarakat terhadap kecacatan dan beberapa
Sekolahumum bersedia menerima siswa tunanetra. Selanjutnya, pada akhir
1970 an , pemerintah mulai memberi perhatian terhadap pentingnya
pendidikan integrasi demi membantu anak- anak berkebutuhan khusus
agar bia beradaptasi dengan lingkungan baru mereka.
38
Siti Hajar, “Analisis Kajian Teoritis Perbedaan, Persamaan dan Inklusi dalam
Pelayanan Pendidikan Dasar Bagi Anak Berkebutuhan Khusus”, dalam Jurnal Ilmiah Mitra
Swara Ganesha, Vol. 4 No. 2 (Juli 2017) h. 38 39
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 29- 30
38
Perhatian pemerintah akan pentingnya pendidikan inklusif
ditunjukan dengan menerbitkan surat persetujuan tentang perlunya
merancang sistem pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus.
Keberhasilan proyek ini telah mendorong penertiban Surat Keputusan
Menteri Pendidikan Nomor 002/U/1986 tentang pendidikan Terpadu bagI
Anak Cacat. Sayangnya, ketika proyek pendidikan integrasi itu berakhir,
implemnetasi pendidikan integrasi semakin kurang dipraktikan, terutama
jenjang SD. Pada akhir 1990 an, upaya baru dilakukan lagi untuk
mengembangkan pendidikan inklusif melalui proyek kerja sama antara
Depdiknas dan pemerintah Norwegia dibawah manajemen Braillo Norway
dan Direktorat PLB (Tarsidi, 2007).
Sementara dokumen resmi terkait dengan pentingnya pendidilan
inklusif bagi anak berkebutuhan khusus adalah pernyataan Salamanca dan
Kerangka Aksi UNESCO (1994), yang merupakan dokumen resmi yang
mengemukakan dasar inklusif yang fundamental dan belum pernah
dibahas dalam dokumen- dokumen sebelumnya. Tidak heran bila saat ini
dokumen Salamanca merupakan dokumen internasional utama tenang
prinsip- prinsip dan praktik pendidikan. Pernyataan dalam dokumen
internasional tersebut semakin mempertgeas pentingnya pendidikan
inklusif bagi anak berkebutuhan khusus, karena pengalaman menunjukkan
bahwa sistem pendidikan segregasi dan integrasi kurang mampu
memberikan kontribusi signifikan demi tercapainya kebutuhan dan masa
depan anak bangsa dalam memperoleh pendidikan yang mecerahkan.40
40
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep dan Aplikasi, hlm. 29- 31
39
J. Tujuan pendidikan inklusif
Setiap munculnya paradigma baru tentunya pasti memiliki tujuan
untuk mencapai hasil yang diinginkan, seperti pendidikan inklusif yang
merupakan paradigma baru yang dibentuk karena kurangnya hasil yang
dicapai dalam dunia pendidikan melalui sistem segregasi dan integrasi.
Berikut adalah tujuan pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia:41
1. Memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada semua anak
(termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang
layak sesuai dengan kebutuhannya.
2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar.
3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan
menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.
4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman ,
tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.