HASIL DAN PEMBAHASAN Prediksi Tingkat Erosi Hasil penilaian prediksi erosi yang diperoleh dari hasil pengalian nilai faktor- faktor nilai erosi (A) yaitu : erosivitas (R), erodibilitas (K), kemiringan dan panjang lereng (LS), pengelolaan lahan (C) dan faktor usaha konservasi (P) untuk penggunaan lahan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 11. Barus (2009) melakukan penelitian di Sub DAS Lau Biang pada tanaman agroforestry / kebun campuran dengan metode USLE menghasilkan prediksi tingkat erosi sebesar 184,47 ton/ha/th. Syofyan (2010) di lokasi dan dengan metode yang sama memprediksi tingkat erosi di penggunaan lahan hutan sebesar 36,07 ton/ha/th. Hasil yang diperoleh dari kedua penelitian tersebut tidak berbeda jauh dengan prediksi tingkat erosi dalam penelitian ini. Nilai prediksi tingkat erosi yang besar untuk penggunaan lahan disebabkan karena dalam model USLE dalam skala DAS perhitungan jumlah erosi tidak mengakomodasi filter sedimen (Sinukaban et al, 2000). Tabel 11 Prediksi erosi pada penggunaan lahan di DAS Citamiang Penggunaan lahan Prediksi erosi (A) (ton/ha/tahun) Luas (ha) Hutan 17,17 1036,90 Kebun Campuran 168,37 109,00 Ladang/Tegalan 1033,88 544,50 Pemukiman 19,39 13,30 Sawah 34,09 66,3 Jumlah 1770,00 Sumber : Analisis peta Prediksi tingkat erosi dalam berbagai penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 tingkat erosi sangat tinggi terjadi pada penggunaan lahan Tegalan/ladang seluas 463,36 ha, sedangkan erosi tinggi terjadi pada penggunaan lahan kebun campuran seluas 61 ha. Untuk penggunaan lahan hutan erosi yang terjadi pada tingkat erosi rendah yaitu seluas 1028,30 ha dan sangat rendah seluas 8,60 ha. Sebaran tingkat erosi dan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 11. Faktor penentu dan yang menjadi penyebab dari terjadinya nilai erosi sangat tinggi dan tinggi yang terjadi diduga disamping faktor curah hujan yang tinggi yaitu 2451mm/tahun, juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan lahan dan kelas lereng.
21
Embed
HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · erosi sebesar 184,47 ton/ha/th. Syofyan (2010) di lokasi dan dengan metode yang ... Tabel 11 Prediksi erosi pada penggunaan lahan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prediksi Tingkat Erosi
Hasil penilaian prediksi erosi yang diperoleh dari hasil pengalian nilai faktor-
faktor nilai erosi (A) yaitu : erosivitas (R), erodibilitas (K), kemiringan dan panjang
lereng (LS), pengelolaan lahan (C) dan faktor usaha konservasi (P) untuk penggunaan
lahan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 11.
Barus (2009) melakukan penelitian di Sub DAS Lau Biang pada tanaman
agroforestry / kebun campuran dengan metode USLE menghasilkan prediksi tingkat
erosi sebesar 184,47 ton/ha/th. Syofyan (2010) di lokasi dan dengan metode yang
sama memprediksi tingkat erosi di penggunaan lahan hutan sebesar 36,07 ton/ha/th.
Hasil yang diperoleh dari kedua penelitian tersebut tidak berbeda jauh dengan prediksi
tingkat erosi dalam penelitian ini. Nilai prediksi tingkat erosi yang besar untuk
penggunaan lahan disebabkan karena dalam model USLE dalam skala DAS
perhitungan jumlah erosi tidak mengakomodasi filter sedimen (Sinukaban et al, 2000).
Tabel 11 Prediksi erosi pada penggunaan lahan di DAS Citamiang
Penggunaan lahan Prediksi erosi (A) (ton/ha/tahun)
Gambar 13 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan hutan
Keterangan : SS = Sangat setuju, S = Setuju, AG = Agak setuju, TS = Tidak setuju, STS = Sangat tidak setuju, H = Hutan, K = Kebun campuran, TL = Tegalan/ladang, P = Pemukiman dan Swh = Sawah.
42
0
35
38
4
K-K STS
K-K TS
K-K AG
K-K S
K-K SS
1
2616
7
0
K-H STS
K-H TS
K-H AG
K-H S
K-H SS
10
26
10
4
0
K-TL STS
K-TL TS
K-TL AG
K-TL S
K-TL SS
3
12
16
17
2
K-P STS
K-P TS
K-P AG
K-P S
K-P SS
10
3
19
17
1
K-Swh STS
K-Swh TS
K-Swh AG
K-Swh S
K-Swh SS
Gambar 14 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan kebun campuran
43
10
24
5
9
2
TL-TL STS
TL-TL TS
TL-TL AG
TL-TL S
TL-TL SS
2
11
23
9
5
TL-H STS
TL-H TS
TL-H AG
TL-H S
TL-H SS
20
6
36
6
TL-K STS
TL-K TS
TL-K AG
TL-K S
TL-K SS
0
14
18
8
10
TL-P STS
TL-P TS
TL-P AG
TL-P S
TL-P SS
0
14
10
2
23
TL-Swh STS
TL-Swh TS
TL-Swh AG
TL-Swh S
TL-Swh SS
Gambar 15 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan ladang/tegalan
44
2 21
8
37
P-P STS
P-P TS
P-P AG
P-P S
P-P SS
5
42
3
0 0
P-H STS
P-H TS
P-H AG
P-H S
P-H SS
3
39
3
5
0
P-K STS
P-K TS
P-K AG
P-K S
P-K SS
16
31
3
0 0
P-TL STS
P-TL TS
P-TL AG
P-TL S
P-TL SS
1
11
28
10
0
P-Swh STS
P-Swh TS
P-Swh AG
P-Swh S
P-Swh SS
Gambar 16 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan pemukiman
45
7
3 00
40
Swh-Swh STS
Swh-Swh TS
Swh-Swh AG
Swh-Swh S
Swh-Swh SS
10
40
0 0 0
Swh-H STS
Swh-H TS
Swh-H AG
Swh-H S
Swh-H SS
4
36
7
3
0
Swh-K STS
Swh-K TS
Swh-K AG
Swh-K S
Swh-K SS
14
31
4 1
0
Swh-TL STS
Swh-TL TS
Swh-TL AG
Swh-TL S
Swh-TL SS
1
6
36
7
0
Swh-P STS
Swh-P TS
Swh-P AG
Swh-P S
Swh-P SS
Gambar 17 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan sawah
46
Tabel 14 juga menunjukan bahwa responden sebanyak 88% sangat setuju dan
setuju mempunyai keinginan untuk tetap mempertahankan keberadaan penggunaan
lahan hutan dengan pertimbangan fungsi ekologis, ekonomi dan sosial. Namun, pada
sisi lain responden sebanyak 48% menginginkan hutan berubah menjadi kebun
campuran, 24% menginginkan hutan berubah menjadi ladang/tegalan, 28%
menginginkan hutan berubah menjadi pemukiman dan 60% menginginkan hutan
berubah menjadi sawah. Meskipun ditinjau dari karakteriktik faktor fisik untuk dapat
berubah menjadi ladang/tegalan, pemukiman atau sawah kurang sesuai dengan
kemampuan lahannya.
Hal yang menarik untuk penggunaan lahan yang ada seperti kebun campuran,
ladang/tegalan, pemukiman dan sawah, responden tidak menginginkan berubah
menjadi penggunaan lahan hutan, hanya sebanyak 14% menginginkan kebun
campuran berubah menjadi hutan, 28% menginginkan ladang/tegalan berubah menjadi
hutan dan samasekali tidak menginginkan (0%) pemukiman dan sawah berubah
menjadi hutan
88 84 84 90 80
12 16 1610
20
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
H ‐ H K ‐ K TL ‐ K P ‐ P S ‐ S
Pros
enta
se (%
)
Perubahan penggunaan lahan
Agak setuju/tdk setuju/sangat tdk seuju
Sangat setuju /setuju
Gambar 18 Grafik preferensi masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan
Gambar 18 menunjukan bahwa prosentase yang paling berpeluang muncul dari
preferensi masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan adalah hutan menjadi
hutan (H-H) sebesar 88%, kebun campuran menjadi kebun campuran (K-K) sebesar
84%, ladang/tegalan menjadi kebun campuran (TL-K) sebesar 84%, pemukiman
menjadi pumukiman (P-P) sebesar 90%, dan sawah menjadi sawah (S-S) sebesar 80%.
47
Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Linier Program
Tujuan utama dari penelitian ini adalah optimalisasi penggunaan lahan di
DAS Citamiang yaitu dengan meminimumkan erosi, untuk memperoleh alokasi
pemanfaatan penggunaan lahan optimal yang didasarkan pada tingkat erosi,
produktivitas lahan dan preferensi masyarakat (keinginan masyarakat) sehingga akan
diperoleh komposisi penggunaan lahan yang optimal.
Dalam usaha meminimkan erosi, dalam penelitian ini lebih ditekankan pada
modifikasi faktor pengelolaan tanaman (faktor C) karena faktor ini merupakan faktor
yang sepenuhnya dapat direkayasa. Analisis optimasi yang dilakukan didasari oleh
beberapa asumsi sebagai berikut :
- Luas penggunaan lahan untuk hutan yang masuk dalam DAS Citamiang
sebagai daerah penelitian telah ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai
kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango melalui SK
Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 sebaiknya tetap dan bisa
bertambah karena fungsinya sebagai penahan laju erosi, sebagai fungsi
lindung dan mengatur tata air.
- Penggunaan lahan kebun campuran yang berfungsi sebagai kawasan
penyangga sebaiknya juga diperluas.
- Untuk penggunaan lahan tegalan/ladang sebagai kawasan budidaya dapat
mengalami pengurangan.
- Sawah dan pemukiman tetap
- Produktivitas lahan dapat bertambah
- Besarnya preferensi masyarakat sama dengan besar lahan yang dikonversi
dari penggunaan lahan semula
- Luas lahan harus positif
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, analisis arahan penggunaan lahan
optimal dilakukan dengan model optimasi dengan memanfaatkan program linier
LINGO dengan memasukkan kriteria tingkat erosi, produktivitas lahan dan preferensi
masyarakat. Hasil model linier progam linier dengan menggunakan software LINGGO
Keterangan : *) nilai skor produktivitas lahan setelah dilakukan standarisasi Tabel 21 Penentuan skor standar arahan penggunaan lahan berdasarkan preferensi
Keterangan : *) nilai skor preferensi masyarakat setelah dilakukan standarisasi
52
Penentuan Batas Ambang (threshold) Arahan Perubahan Penggunaan Lahan
Penentuan batas ambang (threshold) arahan penggunaan lahan/penutupan
lahan optimal ditentukan berdasarkan penjumlahan aritmatik bobot dan skor minimal
dari kriteria produktivitas lahan, tingkat erosi, dan preferensi masyarakat. Hasil nilai
total skor ambang (threshold) untuk perubahan penggunaan lahan/penutupan optimal
di daerah penelitian adalah sebesar 2,93. Penentuan skor minimal perubahan
penggunaan lahan/penutupan optimal disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22 Penentuan nilai skor minimal untuk nilai ambang (threshold) arahan perubahan penggunaan lahan optimal pada produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat
Produktivitas lahan Skor Tingkat erosi Skor Preferensi masyarakat Skor Turun 1 Sangat banyak 1 Sangat sedikit 1 Tetap 2 *) Banyak 2 Sedikit 2 Meningkat sedikit 3 Agak banyak 3*) Agak sedikit 3 Meningkat banayak 4 Sedikit 4 Banyak 4*) Meningkat sangat banyak 5 Sangat sedikit 5 Sangat banyak 5
Keterangan : *) nilai skor minimal
Tahapan akhir dari proses arahan perubahan penggunaan lahan berbasis sistem
informasi geografis yaitu menentukan lokasi (spasial) dengan mengacu pada alokasi
luasan yang diperoleh dari linier program. Untuk menentukan arahan lokasi (spasial)
penggunaan lahan/tutupan lahan optimal dengan model spasial berbasis sistem
informasi geografi, ditentukan dengan memperhatikan nilai ambang (threshold)
minimal yang boleh berubah dari model komposit kriteria produktivitas lahan, tingkat
erosi dan preferensi masyarakat. Hasilnya diperoleh alokasi luasan penggunaan
lahan/tutupan lahan optimal sebagaimana yang disajikan pada Tabel 23. Hasil alokasi
luasan penggunaan lahan/tutupan lahan optimal disajikan dalam Gambar 19, yang
diperoleh dari hasil penelusuran data (query) dari tumpang susun (overlay) dari peta
penggunaan lahan, peta kelas lereng, dan peta jenis tanah (satuan lahan) yang
digunakan sebagai unit perubahan penggunaan lahan/tutupan lahan optimal.
Gambar 19 menunjukkan terjadi perubahan penggunaan lahan dari kondisi
penggunaan lahan aktualnya. Perubahan penggunaan lahan terjadi pada penggunaan
lahan kebun campuran yang semula seluas 109 ha berubah menjadi seluas 572,36 ha,
sedangkan tegalan yang semula seluas 544,5 ha berubah menjadi 81,14 ha. Namun
53
untuk penggunaan lahan hutan, pemukiman dan sawah tidak mengalami perubahan
dari kondisi aktualnya yaitu: hutan seluas 1036,9 ha, pemukiman seluas 13,3 ha dan
sawah seluas 66,3 ha.
Perbandingan penggunaan lahan aktual, penggunaan lahan model optimasi
program linier dan penggunaan lahan optimal berbasis sistem informasi geografis
yang disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Penggunaan lahan aktual, hasil optimasi dengan linier program dan optimalisasi dengan spasial di DAS Citamiang
No Penggunaan lahan Luas penggunaan lahan (Ha)
Aktual Optimasi
linier program
Optimalisasi
spasial 1 Hutan 1036,9 1036,9 1036.90
2 Kebun campuran 109,0 566,38 572,36
3 Tegalan/ladang 544,5 87,12 81,14
4 Pemukiman 13,3 13,3 13.3
5 Sawah 66,3 66,3 66,30
Jumlah 1770,0 1770,0 1770,0
Sumber : Analisa peta
Berdasarkan Tabel 23., hasil yang diperoleh dari optimasi penggunaan lahan
dari model sistem informasi geografis dengan linier program dengan menggunakan
pendekatan kriteria yang sama yaitu : produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi
masyarakat tidak berbeda jauh. Perbedaan pada penggunaan lahan kebun campuran
dan ladang/tegalan yaitu seluas 5,98 ha.
Dengan komposisi alokasi luasan yang diperoleh dengan optimasi penggunaan
lahan yang menggunakan pendekatan berbasis sistem informasi geografis ini, laju
erosi yang terjadi diprediksi sebesar 113,32 ton/ha/th yang semula erosi aktual
sebelum optimasi sebesar 339,90 ton/ha/th. Dengan menggunakan klasifikasi Arsyad
(2006) erosi sebesar 113,32 ton/ha/th termasuk dalam kategori tingkat erosi sedang.
Hasil prediksi erosi sebesar 113,32 ton/ha/th masih kurang kecil jika dibandingkan
dengan erosi yang boleh ditoleransi (T) dari pengukuran yang pernah dilakukan oleh
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum – Ciliwung tahun 2006 di DAS
Citamiang dengan kisaran sebesar sebesar 20 ton/ha/th. Hal ini disebabkan pada
penelitian ini tidak memasukkan simulasi faktor pola tanam (C) dan faktor
54
tehnik/usaha konservasi (P) dalam optimalisasi penggunaan lahan yang optimal.
Sebaliknya, jika setelah diperoleh alokasi kombinasi luasan penggunaan optimal,
dilakukan simulasi nilai CP (Tabel Lampiran 5) dari model prediksi erosi yang
dikembangkan oleh Wischmeier and Smith (1978). Prediksi erosi diprediksi akan
mengalami penurunan menjadi sebesar 37,42 ton/ha/th.
Untuk lebih mengoptimalkan penggunaan lahan dalam rangka meminimalkan
erosi, penelitian Salim dan Tabba (2006) menyarankan untuk penggunaan lahan
kebun campur pada lahan miring disarankan untuk menggunakan teknik pertanaman
lorong
(alley cropping) dengan gamal (Gliricidia sepium (Jacq)) sebagai tanaman
pagar. Sistem ini biayanya lebih murah jika dibandingkan dengan pembuatan teras.
Sistem ini bila dipelihara dengan baik maka akan terbentuk teras dengan sendirinya.
Sistem ini juga cukup efektif menekan laju erosi. Hasil penelitian di Palu
menunjukkan bahwa jalur gamal dapat menekan erosi hingga 54,9%. Selain itu
tanaman gamal juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak, kayu bakar, dan mampu
meningkatkan kesuburan tanah dengan memfiksasi nitrogen dari udara.
Untuk penggunaan lahan kebun campuran dapat dikembangkan wanatani
(agroforestry). Wanatani merupakan bentuk konservasi tanah yang menggabungkan
antara tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam bersama-sama atau
begantian. Dalam penerapan wanatani pada lahan dengan kemiringan curam atau agak
curam mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah dibandingkan
lahan dalam kondisi gundul atau hanya ditanamai tanaman semusim Subagyono et al.
(2003) dalam Sutrihadi (2006). Sebagai acuan umum semakin curam lerengnya proporsi
tanaman tahunan semakin banyak. Mengacu pada P3HTA (1987) dalam Subagyono et al.
(2003) adalah sebagai berikut:
1) Lahan dengan kemiringan lereg 15-25% dengan proporsi tanaman tahunan 50
% dan tanaman semusim 50%
2) Lahan dengan kemiringan lereng 30-40% dengan proporsi tanaman tahunan
30% dan tanaman semusim 25%, dan
3) Lahan dengan kemiringan lereng lebih besar dari 40% dengan tanaman