39 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Vegetasi Penyusun Dusung Stratifikasi dusung sangat dipengaruhi oleh struktur dan komposisi jenis tanaman, baik jenis tanaman yang dibudidayakan oleh masyarakat maupun jenis tanaman yang tumbuh sendiri selama berlangsungnya proses suksesi. Hasil analisa vegetasi pada beberapa bentuk penutupan lahan di Desa Wakal dan Hatu menunjukkan adanya pengaruh suksesi dari dusung vegetasi jarang menjadi dusung vegetasi sedang dan selanjutnya menjadi dusung vegetasi rapat, disajikan pada Tabel berikut. Tabel 8 Komposisi vegetasi penyusun dusung sesuai tingkat pertumbuhan berdasarkan bentuk penutupan lahan Penutupan Lahan Σ Kera- patan (individu /ha) LBD (m 2 /ha) (%) LBD (%) Kera- patan Σ Kera- patan (individu /ha) LBD (m 2 /ha) (%) LBD (%) Kera- patan Dusung vegetasi jarang (DVJ) Pohon 8 60 4,74 100 2,12 7 40 2,61 100 8,70 Tiang 4 70 0,76 0,02 2,47 4 40 0,62 0,02 8,70 Pancang + Semai 9 2.700 0,78 0,02 95,41 10 380 0,39 0,02 82,61 Jumlah 21 2.830 4,74 30 21 460 2,61 8 Dusung vegetasi sedang (DVS) Pohon 10 115 2,79 73,56 5,41 12 135 8,61 81,42 5,88 Tiang 7 110 1 26,42 5,18 11 260 1,96 18,58 11,33 Pancang + Semai 14 1.900 0,67 0,02 89,41 18 1.900 0,52 0,005 82,79 Jumlah 31 2.125 3,80 23 41 2.295 11,09 41 Dusung vegetasi rapat (DVR) Pohon 13 305 9,09 81,54 6,89 13 410 13,89 89,21 14,14 Tiang 11 449 2,06 18,45 10,15 8 330 1,68 10,79 11,38 Pancang + Semai 18 3.670 0,64 0,01 82,96 18 2.160 0,56 0,004 74,48 Jumlah 42 4.424 11,15 47 39 2.900 15,57 51 Hasil analisis vegetasi penyusun dusung pada ketiga bentuk penutupan lahan menunjukkan bahwa jumlah jenis, kerapatan dan luas bidang dasar pohon paling tinggi ditemukan pada bentuk penutupan lahan dusung vegetasi rapat. Di lokasi Desa Wakal ditemukan jumlah dan jenis tanaman pada berbagai tingkat pertumbuhan yang lebih banyak, ini juga ditunjukkan dengan jumlah kerapatan untuk dusung vegetasi jarang sebanyak 2.830 individu/ha atau 30 %, untuk vegetasi sedang sebanyak 2.125 individu/ha atau 23 % dan untuk dusung vegetasi rapat sebanyak 4.424 individu/ha atau 47 %. Sedangkan di Desa Hatu, untuk
17
Embed
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Vegetasi Penyusun Dusung 5... · HASIL DAN PEMBAHASAN ... Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan petani, maka ditetapkan 3 bentuk penggunaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
39
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Vegetasi Penyusun Dusung
Stratifikasi dusung sangat dipengaruhi oleh struktur dan komposisi jenis
tanaman, baik jenis tanaman yang dibudidayakan oleh masyarakat maupun jenis
tanaman yang tumbuh sendiri selama berlangsungnya proses suksesi. Hasil
analisa vegetasi pada beberapa bentuk penutupan lahan di Desa Wakal dan Hatu
menunjukkan adanya pengaruh suksesi dari dusung vegetasi jarang menjadi
dusung vegetasi sedang dan selanjutnya menjadi dusung vegetasi rapat, disajikan
pada Tabel berikut.
Tabel 8 Komposisi vegetasi penyusun dusung sesuai tingkat pertumbuhan berdasarkan bentuk penutupan lahan
(Nephelium lappaceum), langsa (Lancium domesticum). Tanaman monokultur
seperti cengkeh (Eugenia aromatica), pala (Myristica fragran) dan sagu
(Metroxillon spp) akan membuka peluang untuk mempercepat proses
41
terbentuknya dusung hutan sekunder kerapatan tinggi, karena sudah masuk juga
beberapa tanaman kehutanan seperti kayu samama (Anthosepalus macrophylla),
pule (Alstonia scholaris), salawaku (Paraserianthes falcataria), guyawas hutan
(Duabanga mollucana), dan kayu yang ditanam masyarakat seperti kayu jati
(Tectona grandis), kayu titi (Gmelina mollucana) dan kayu lenggua (Pterocarpus
indicus).
Pertambahan jenis tanaman berkayu dan buah-buahan milik masyarakat
ini, merupakan hasil penanaman dan pengayaan secara alami yang telah dilakukan
20 sampai 30 tahun yang lalu, karena jumlah diameter tanaman yang ditemukan
lebih banyak di atas 30 cm yang mendominasi komposisi tegakan, begitu pula
untuk tingkat tiang, pancang dan semai yang ditemukan di lokasi studi.
Bentuk Penggunaan Lahan Sistem Dusung
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara dengan petani, maka
ditetapkan 3 bentuk penggunaan lahan pada sistem dusung di Desa Wakal dan
Hatu, disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 3.
Tabel 9 Bentuk penggunaan lahan sistem dusung di Desa Wakal dan Hatu Bentuk Wakal Hatu Penggunaan Jenis Bentuk Jenis Bentuk Lahan Tanaman Penanaman Tanaman Penanaman Ladang
Kacang tanah, ubi talas, jagung,ubi jalar, terung, ubi kayu dan lainnya
Tumpangsari dan Monokultur
Ubi kayu, talas, kacang, timun panjang, terung, dan lainnya
Tumpangsari dan Monokultur
Kebun Campuran
Pisang,coklat, salak, langsa, duku, pulai, rambutan, jati, samama, pisang, lenggua, durian dan lainnya
Tumpangsari dan Agroforest
Langsa, nenas, coklat,cempedak, durian, pisang, sengon, kelapa, kenari, lenggua dan lainnya
Tumpangsari dan Agroforest
Kebun Monokultur
Cengkeh, pala, sagu
Tumpangsari dan Monokultur
Cengkeh, pala, Sagu
Tumpangsari dan Monokultur
Usahatani dusung merupakan multi cropping system yang di dalamnya
ditemukan berbagai bentuk penggunaan lahan dengan pola; ladang, kebun
campuran, dan kebun dengan hanya satu jenis komoditas tanaman (kebun
monokultur).
42
Ladang terbentuk oleh kebiasaan-kebiasan bertani masyarakat secara
tradisional dengan menanam jenis tanaman umbi-umbian dan sayuran seperti ubi
kayu (Manihot utilisima), ubi jalar (Xanthosoma sagittifolium), talas (Calocasia
esculenta), pisang (Musa spp), kacang tanah (Arachis hipogea) dan lainnya.
Biasanya luas lahan usahatani adalah sebesar 0,1 – 2 ha dan berjarak 100 - 500 m
dari Desa.
Kebun campuran terbentuk oleh pola pertanian forest crops yang
dilakukan sejak awal melalui tebang seleksi pada tahap pembukaan lahan hutan
sehingga jenis-jenis pohon yang ditinggalkan umumnya tanaman komersil yang
berfungsi sebagai tanaman pelindung seperti lenggua (Pterocarpus indicus), pule
(Alstonia scholaris), guyawas hutan (Duabanga mollucana), titi (Gmelina
mollucana), kemudian dilakukan penanaman pengayaan dengan tanaman buah-
buahan untuk jangka panjang yang ditemukan seperti kelapa (Cocos nucifera),
kenari (Canarium commune), durian (Durio zibethinus), dan lainnya.
Pola usahatani dusung dengan monokultur tanaman tahunan (khusus:
cengkeh, pala) terbentuk awalnya dari pola ladang dengan tanaman pangan
khususnya untuk konsumsi keluarga kemudian diikuti dengan penanaman
tanaman pala (Myristica fragran) dan cengkeh (Eugenia aromatica) sehingga
berkembang menjadi dusung dengan pola kebun monokultur. Begitu pula dengan
tanaman sagu (Metroxylon spp) yang ditanam pada lahan dataran rendah dengan
kondisi tanah tergenang air (rawa), dan daerah cekungan seperti pinggiran sungai.
Gambar 3 Bentuk penggunaan lahan pada sistem dusung
Ditinjau dari kelompok sistem agroforestri, maka sistem dusung dengan
pola usahatani ladang dan kebun monokultur dapat dikelompokan sebagai bentuk
agroforestri sederhana, karena pepohonan umumnya ditanam secara tumpangsari
43
dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim atau ditanam hanya satu atau dua
jenis tanaman saja. Sebaliknya kebun campuran merupakan agroforestri kompleks
(agroforest) karena biasanya terdapat berbagai jenis tanaman pepohonan (berbasis
pohon) yang sengaja ditanam maupun tumbuh sendiri secara alami (Huxley
1999).
Bentuk agroforestri dusung sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat,
pola bercocok tanam dan kondisi tapak/tempat tumbuh tanaman. Hal ini
mencirikan kondisi agroekosistem dusung yang terbentuk juga sangat berbeda
dengan ciri agroforestri yang ada dibeberapa daerah di Indonesia.
Berdasarkan bentuk penggunaan lahan yang terdapat pada sistem dusung
di kedua lokasi studi, maka hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh de
Foresta et al. (2000) bahwa, pola agroforestri lahir dari praktek tradisional
masyarakat dalam rangka diversifikasi produk, baik produksi pangan, tanaman
semusim (tanaman pertanian) maupun tanaman kehutanan yang memiliki struktur
yang serupa dengan hutan alam primer atau sekunder, karena didominasi
pepohonan dan keanekaragaman tetumbuhan.
Pola Usahatani Tradisional Sistem Dusung
Sistem silvikultur tradisional dusung sudah ada jauh sebelum sistem
silvikultur modern saat ini dikenal. Mengapa ?, karena pola usahatani ini
terbentuk sesuai dengan budaya dan tradisi masyarakat secara turun-temurun.
Kebiasaan usahatani dengan cara menanam tanaman jangka pendek (peladangan)
dan sayuran, akan dilanjutkan dengan menanam tanaman berkayu dan buah-
buahan secara bertahap pada lahan milik pribadi maupun milik keluarga
(marga/faam). Proses terbentuknya dusung berdasarkan pola usahatani, seperti
disajikan pada Tabel 10.
Terbentuknya dusung di lokasi studi ditunjukkan dengan pola usahatani
yang sama, dimulai dari pembukaan ewang (hutan primer) untuk berladang.
Proses ini dilakukan dengan cara menebang kayu di hutan alam dan
memanfaatkan pohon-pohon tersebut untuk kayu bakar, kayu pertukangan
maupun kayu bangunan rumah. Setelah itu selang beberapa hari dilihat bahwa
biomasa tanaman yang ditebang sudah mulai kering dan siap dibakar, maka
44
dilanjutkan dengan kegiatan pembakaran areal penebangan dan dibiarkan begitu
saja selama seminggu.
Tabel 10 Matriks proses terbentuknya dusung berdasarkan pola usahatani
Proses Pembentukan
Masa Tanam(Tahun)
Jenis-Jenis Tanaman
Pertumbuhan, Pemeliharaan &
Pengayaan (Tahun)
Masa Bera (Aong), dan
sasi adat (Tahun)
Masa Panen
(Tahun)
Ewang (Hutan primer menjadi ladang tahap I *
0,1-0,3
Ubi kayu, pisang, bayam, jagung, kacang tanah, papaya, dan lainnya
0,1 – 1
0,6 – 1 atau sesuai aturan
adat
0,3 - 0,6
Aong (ladang tahap 1) diberakan, ditanami menjadi ladang tahap II *
1-6
Ubi jalar, talas, matel, tomat, kacang panjang, terung, timun, papari dan lainnya
0,3 – 1
0,8 – 1,5 atau sesuai aturan
adat
0,6 – 1
Aong (ladang tahap II) diberakan lagi & pengayaan menjadi kebun campuran tahap I **
Tahun ke-5
Tanaman buah ; kelapa, durian, langsat, duku, rambutan, gandaria, mangga, jati, titi, lenggua dan lainnya
5 – 10
1 – 5 atau
sesuai aturan adat
sesuai musim panen
Kebun campuran tahap I mengalami suksesi menjadi hutan sekunder ***
Setiap Tahun
kenari, alpukat, manggis, jambu, samama, salawaku, pulai, Pete, Kuini dan lainnya.
5 – 10
1 – 5 atau
sesuai aturan adat
sesuai musim panen
*) Tanaman pertama setelah pembersihan dan pengolahan tanah sekaligus pembuatan pagar pelindung kemudian selang waktu diberakan (terbentuknya aong)
**) Tanaman kedua ditanam sementara kegiatan peladangan dan tegalan dilanjutkan dengan perbaikan pagar pelindung kemudian selang waktu diberakan (terbentuknya aong)
***) Tanaman tumbuh sendiri atau ditanam selama selang waktu diberakan (terbentuknya aong)
Penyiapan lahan untuk mulai bercocok tanam dilakukan lebih kurang dua
minggu yang dipahami secara tradisional bahwa abu hasil pembakaran itu
mengandung kalium yang berfungsi untuk menetralisir tanah bersifat masam.
Kemudian dilakukan penanaman tanaman peladangan/tegalan dan sayuran secara
bergiliran untuk jangka waktu pendek seperti ubi kayu (Manihot esculenta),