Top Banner
ii Analisis Analisis Analisis Analisis Keadaan Mantap Keadaan Mantap Keadaan Mantap Keadaan Mantap Rangkaian Rangkaian Rangkaian Rangkaian Sistem Sistem Sistem Sistem Tenaga Tenaga Tenaga Tenaga Sudaryatno Sudirham
42

Harmonisa Dan Dampaknya

Jul 25, 2015

Download

Documents

Denzo Ryuga
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Harmonisa Dan Dampaknya

ii

AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis Keadaan MantapKeadaan MantapKeadaan MantapKeadaan Mantap

Rangkaian Rangkaian Rangkaian Rangkaian SistemSistemSistemSistem TenagaTenagaTenagaTenaga

Sudaryatno Sudirham

Page 2: Harmonisa Dan Dampaknya

8-1

Bab 5 (dari Bab 8 Analisis Rangkaian Sistem Tenaga)

Pembebanan Nonlinier Sistem

Tiga Fasa dan Dampak pada

Piranti

8.1. Komponen Harmonisa Dalam Sistem Tiga Fasa

Frekuensi

Fundamental. Pada

pembebanan seimbang,

komponen fundamental

berbeda fasa 120o antara

masing-masing fasa.

Perbedaan fasa 120o

antar fasa ini timbul

karena perbedaan posisi

kumparan jangkar

terhadap siklus medan

magnet, yaitu sebesar

120o sudut magnetik.

Hal ini dijelaskan pada

Gb.8.1.

Gb.8.1. memperlihatkan

skema generator empat kutub; 180o sudut mekanis ekivalen dengan

360o sudut magnetik. Dalam siklus magnetik yang pertama sebesar

360o magnetik, yaitu dari kutub magnetik U ke U berikutnya,

terdapat tiga kumparan yaitu kumparan fasa-a (a1-a11), kumparan

fasa-b (b1-b11), kumparan fasa-c (c1-c11).

Antara posisi kumparan

fasa-a dan fasa-b terdapat pergeseran sudut magnetik 120o; antara

posisi kumparan fasa-b dan fasa-c terdapat pergeseran sudut

magnetik 120o; demikian pula halnya dengan kumparan fasa-c dan

fasa-a. Perbedaan posisi inilah yang menimbulkan perbedaan sudut

fasa antara tegangan di fasa-a, fasa-b, fasa-c.

180o mekanis = 360o magnetik

S

U

S

U a2 a1

b1

a11 c1

b2 c2

b11

c22

b22

c11

Gb.8.1. Skema generator empat kutub

Page 3: Harmonisa Dan Dampaknya

8-2 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Harmonisa Ke-3. Hal yang sangat berbeda terjadi pada komponen

harmonisa ke-3. Pada harmonisa ke-3 satu siklus komponen

fundamental, atau 360o, berisi 3 siklus harmonisa ke-3. Hal ini

berarti bahwa satu siklus harmonisa ke-3 memiliki lebar 120o dalam

skala komponen fundamental; nilai ini tepat sama dengan beda fasa

antara komponen fundamental fasa-a dan fasa-b. Oleh karena itu

tidak ada perbedaan fasa antara harmonisa ke-3 di fasa-a dan fasa-b.

Hal yang sama terjadi antara fasa-b dan fasa-c seperti terlihat pada

Gb.8.2

Gb.8.2. Tegangan fundamental dan harmonisa ke-3

pada fasa-a, fasa-b, dan fasa-c.

Pada gambar ini tegangan v1a, v1b, v1c, adalah tegangan fundamental

dari fasa-a, -b, dan -c, yang saling berbeda fasa 120o. Tegangan v3a,

v3b, v3c, adalah tegangan harmonisa ke-3 di fasa-a, -b, dan -c;

masing-masing digambarkan terpotong untuk memperlihatkan

bahwa mereka sefasa. Diagram fasor harmonisa ke-3 digambarkan

pada Gb.8.3. Jika V3a, V3b, V3c merupakan fasor tegangan fasa-netral

maka tegangan fasa-fasa (line to line) harmonisa ke-3 adalah nol.

Hal serupa terjadi pada harmonisa kelipatan tiga yang lain seperti

harmonisa ke-9. Satu siklus fundamental berisi 9 siklus harmonisa

yang berarti lebar satu siklus adalah 40o dalam skala fundamental.

Jadi lebar 3 siklus harmonisa ke-9 tepat sama dengan beda fasa antar

fundamental, sehingga tidak ada perbedaan sudut fasa antara

harmonisa ke-9 di fasa-a, fasa-b, dan fasa-c.

Gb.8.3. Diagram fasor harmonisa ke-3.

V3a

V3b

V3c

-300

-200

-100

0

100

200

300

0 90 180 270 360 [o]

V

v3a

v1b v1c

v3b v3c

v1a

Page 4: Harmonisa Dan Dampaknya

8-3

Harmonisa ke-5. Gb.8.4. memperlihatkan kurva tegangan

fundamental dan harmonisa ke-5. Tegangan v1a, v1b, v1c, adalah

tegangan fundamental dari fasa-a, -b, dan -c. Tegangan v5a, v5b, v5c,

adalah tegangan harmonisa ke-5 di fasa-a, -b, dan -c; masing-masing

digambarkan terpotong untuk menunjukkan bahwa mereka berbeda

fasa.

Gb.8.4. Fundamental dan harmonisa ke-5

Satu siklus fundamental berisi 5 siklus harmonisa atau satu siklus

harmonisa mempunyai lebar 72o dalam skala fundamental.

Perbedaan fasa antara v5a dan v5b adalah (2 × 72o − 120

o) = 24

o

dalam skala fundamental atau 120o dalam skala harmonisa ke-5;

beda fasa antara v5b dan v5c juga

120o. Diagram fasor dari

harmonisa ke-5 terlihat pada

Gb.8.5. Jika V5a, V5b, V5c

merupakan fasor tegangan fasa-

netral maka tegangan fasa-fasa

(line to line) harmonisa ke-5

adalah 3 kali lebih besar

dari tegangan fasa-netral-nya.

Harmonisa Ke-7. Satu siklus

harmonisa ke-7 memiliki lebar

51,43o dalam skala

fundamental. Perbedaan fasa

antara v7a dan v7b adalah (3 ×

51,43o − 120

o) = 34,3

o dalam

skala fundamental atau 240o dalam skala harmonisa ke-7; beda fasa

antara v7b dan v7c juga 240o. Diagram fasor dari harmonisa ke-7

-300

-200

-100

0

100

200

300

0 90 180 270 360

v1a

V v1b v1c

v5a v5b v5c

[o]

Gb.8.5. Diagram fasor harmonisa ke-5.

V5a

V5c

V5b

Gb.8.6. Diagram fasor harmonisa ke-7.

V7a

V7b

V7c

Page 5: Harmonisa Dan Dampaknya

8-4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

terlihat pada Gb.8.6. Jika V7a, V7b, V7c merupakan fasor tegangan

fasa-netral maka tegangan fasa-fasa (line to line) harmonisa ke-7

adalah 3 kali lebih besar dari tegangan fasa-netral-nya.

8.2. Relasi Tegangan Fasa-Fasa dan Fasa-etral

Pada tegangan sinus murni, relasi antara tegangan fasa-fasa dan

fasa-netral dalam pembebanan seimbang adalah

fnfnff VVV 732,13 ==

di mana Vff tegangan fasa-fasa dan Vf-n tegangan fasa-netral. Apakah

relasi masih berlaku jika tegangan berbentuk gelombang nonsinus.

Kita akan melihat melalui contoh berikut.

COTOH-8.1: Tegangan fasa-netral suatu generator 3 fasa

terhubung bintang mengandung komponen fundamental

dengan nilai puncak 200 V, serta harmonisa ke-3, 5, 7, dan 9

dengan nilai puncak berturut-turut 40, 25, 20, 10 V. Hitung

rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral.

Penyelesaian:

Dalam soal ini harmonisa tertinggi yang diperhitungkan

adalah harmonisa ke-9, walaupun nilai puncak harmonisa

tertinggi ini masih 5% dari nilai puncak komponen

fundamental.

Nilai efektif tegangan fasa-netral fundamental sampai

harmonisa ke-9 berturut-turut adalah nilai puncak dibagi 2 :

V 42,1411 =−nfV ; V 28,283 =−nfV ; V 68,175 =−nfV

V 14,147 =−nfV ; V 07,79 =−nfV

Nilai efektif tegangan fasa-netral total

V 16,146 7,0714,1417,6828,2842,14122222 =++++=−nfV

Page 6: Harmonisa Dan Dampaknya

8-5

Nilai efektif tegangan fasa-fasa setiap komponen adalah

V 95,2441 =− ffV ; V 03 =− ffV ; V 26,27 5 =− ffV

V 11,227 =− ffV ; V 09 =− ffV

Nilai efektif tegangan fasa-fasa total

V 35,247 011,2227,62095,244222 =++++=− ffV

Rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral

70,116,146

35,247==

nf

ff

V

V

Perbedaan nilai perhitungan tegangan efektif fasa-netral dan

tegangan efektif fasa-fasa terlatak pada adanya harmonisa kelipatan

tiga; tegangan fasa-fasa harmonisa ini bernilai nol.

8.3. Hubungan Sumber Dan Beban

Generator Terhubung Bintang. Jika belitan jangkar generator

terhubung bintang, harmonisa kelipatan tiga yang terkandung pada

tegangan fasa-netral tidak muncul pada tegangan fasa-fasa-nya. Kita

akan melihatnya pada contoh berikut.

COTOH-8.2: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung bintang

membangkitkan tegangan fasa-netral yang berbentuk

gelombang nonsinus yang dinyatakan dengan persamaan

V 5sin1003sin200sin800 000 tttv ω+ω+ω=

Generator ini mencatu tiga induktor terhubung segi-tiga yang

masing-masing mempunyai resistansi 20 Ω dan induktansi 0,1

H. Hitung daya nyata yang diserap beban dan faktor daya

beban.

Penyelesaian:

Nilai efektif komponen tegangan fasa-netral adalah

Page 7: Harmonisa Dan Dampaknya

8-6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

V 2/8001 =rmsfnV ; V 2/2003 =rmsfnV ;

V 2/1005 =rmsfnV .

Tegangan fasa-fasa sinyal nonsinus tidak sama dengan 3 kali

tegangan fasa-netralnya. Akan tetapi masing-masing komponen

merupakan sinyal sinus; oleh karena itu tegangan fasa-fasa

masing-masing komponen adalah 3 kali tegangan fasa-netral-

nya.

( ) V 3/280032/8001 ==rmsffV ; V 03 =rmsffV ;

V 2/31005 =rmsffV

V 4,987)2/3(100)2/3(80022 =+=ffrmsV

Reaktansi beban per fasa untuk tiap komponen

Ω=××π= 42,311,05021X ; Ω== 25,943 13 XX ;

Ω== 08,1575 15 XX

Impedansi beban per fasa untuk tiap komponen

Ω=+= 24,3742,3120 221fZ

Ω=+= 35,9625,9420 223fZ

Ω=+= 35,15808,15720 225fZ

Arus fasa:

A 3,2624,37

2/3800

1

11 ===

f

rmsffrmsf

Z

VI

A 0

1

33 ==

f

rmsffrmsf

Z

VI

A 77,035,158

2/3100

5

55 ===

f

rmsffrmsf

Z

VI

Page 8: Harmonisa Dan Dampaknya

8-7

A 32,2677,03,2622 =+=frmsI

Daya nyata diserap beban

kW 41,6 W41566203 2 ≈=××=frmsb IP

Daya kompleks beban

kW 78 W 7796732,264,9873 3 ≈=××=××= fffb IVS

Faktor daya beban

53,078

6,41.. ===

b

b

S

Pdf

Generator Terhubung Segitiga. Jika belitan jangkar generator

terhubung segitiga, maka tegangan harmonisa kelipatan tiga akan

menyebabkan terjadinya arus sirkulasi pada belitan jangkar

generator tersebut.

COTOH-8.3: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung segitiga.

Resistansi dan induktansi per fasa adalah 0,06 Ω dan 0,9 mH.

Dalam keadaan tak berbeban tegangan fasa-fasa mengandung

harmonisa ke-3, -7, dan -9, dan -15 dengan amplitudo berturut-

turut 4%, 3%, 2% dan 1% dari amplitudo tegangan

fundamental. Hitunglah arus sirkulasi dalam keadaan tak

berbeban, jika eksitasi diberikan sedemikian rupa sehingga

amplitudo tegangan fundamental 1500 V.

Penyelesaian:

Arus sirkulasi di belitan jangkar yang terhubung segitiga timbul

oleh adanya tegangan harmonisa kelipatan tiga, yang dalam hal

ini adalah harmonisa ke-3, -9, dan -15. Tegangan puncak dan

tegangan efektif masing-masing komponen harmonisa ini di

setiap fasa adalah

V 601500%43 =×=mV ; V 2/603 =rmsV

Page 9: Harmonisa Dan Dampaknya

8-8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

V 301500%29 =×=mV ; V 2/309 =rmsV

V 151500%115 =×=mV ; V 2/1515 =rmsV

Reaktansi untuk masing-masing komponen adalah

Ω=×××π= − 283,0109,0502 31X

Ω=×= 85,03 13 XX

Ω=×= 55,29 19 XX

Ω=×= 24,415 115 XX

Impedansi di setiap fasa untuk komponen harmonisa

Ω=+= 85,085,006,0 223Z

Ω=+= 55,254,206,0 229Z

Ω=+= 24,424,406,0 2215Z

Arus sirkulasi adalah

A 89,4985,0

2/603 ==rmsI

A 33,855,2

2/309 ==rmsI

A 5,224,4

2/1515 ==rmsI

A 6,505,233,889,48222

)( =++=rmssirkulasiI

Sistem Empat Kawat. Pada sistem empat kawat, di mana titik netral

sumber terhubung ke titik netral beban, harmonisa kelipatan tiga

akan mengalir melalui penghantar netral. Arus di penghantar netral

ini merupakan jumlah dari ketiga arus di setiap fasa; jadi besarnya

tiga kali lipat dari arus di setiap fasa.

Page 10: Harmonisa Dan Dampaknya

8-9

COTOH-8.4: Tiga kumparan dihubungkan bintang; masing-

masing kumparan mempunyai resistansi 25 Ω dan induktansi

0,05 H. Beban ini dihubungkan ke generator 3 fasa, 50Hz,

dengan kumparan jangkar terhubung bintang. Tegangan fasa-

netral mempunyai komponen fundamental, harmonisa ke-3,

dan ke-5 dengan nilai puncak berturut-turut 360 V, 60 V, dan

50 V. Penghantar netral menghubungkan titik netral generator

dan beban. Hitung nilai efektif (a) arus saluran (fasa); (b)

tegangan fasa-fasa; (c) arus di penghantar netral; (d) daya

diserap beban.

Penyelesaian:

(a) Tegangan fasa-netral efektif setiap komponen

V 4,35

V; 4,42

V; 6,254

5

3

1

=

=

=

rmsfn

rmsfn

rmsfn

V

V

V

Reaktansi per fasa

Ω=××π= 70,1505,05021X

Ω=×= 12,473 13 XX

Ω=×= 54,785 15 XX

Impedansi per fasa

Ω=+= 53,2970,1525 221Z

Ω=+= 35,5312,4725 223Z

Ω=+= 42,8254,7825 225Z

Page 11: Harmonisa Dan Dampaknya

8-10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Arus saluran

A 62,853,29

6,2541 ==rmsI

A 795,035,53

4,423 ==rmsI

A 43,042,82

4,355 ==rmsI

A 67,843,0795,062.8 222 =++=rmssaluranI

(b) Tegangan fasa-fasa setiap komponen

V 24,61 V; 0 V; 9,440 531 === −−− ffffff VVV

Tegangan fasa-fasa

V 4452,6109,440 22 =++=− ffV

Arus di penghantar netral ditimbulkan oleh harmonisa ke-

3, yang merupakan arus urutan nol.

A 39,2795,033 3 =×=×= rmsnetral II

(c) Daya yang diserap beban adalah daya yang diserap

elemen resistif 25 Ω, yaitu RIP nf ××= −23 . Arus beban

terhubung bintang sama dengan arus saluran. Jadi daya

yang diserap beban adalah

kW 5,64 W 5636 2567,833 22 ==××=××= RIPb

Page 12: Harmonisa Dan Dampaknya

8-11

Sistem Tiga Kawat. Pada sistem ini tidak ada hubungan antara titik

netral sumber dan titik netral beban. Arus harmonisa kelipatan tiga

tidak mengalir. Kita akan melihat kondisi ini dengan menggunakan

contoh berikut.

COTOH-8.5: Persoalan seperti pada contoh-29-4 akan tetapi

penghantar netral yang menghubungkan titik netral generator

dan beban diputus. Hitung nilai efektif (a) arus saluran (fasa);

(b) tegangan fasa-fasa; (c) arus di penghantar netral; (d) daya

diserap beban.

Penyelesaian:

(a) Karena penghantar netral diputus, arus harmonisa ke-3

tidak mengalir. Arus fundamental dan harmonisa ke-5

telah dihitung pada contoh-6.4. yaitu

A 62,853,29

6,2541 ==rmsI

A 43,042,82

4,355 ==rmsI

Arus saluran menjadi

A 63,843,062,8 22 =+=rmssaluranI

(b) Walaupun arus harmonisa ke-3 tidak mengalir, tegangan

fasa-netral harmonisa ke-3 tetap hadir namun tegangan ini

tidak muncul pada tegangan fasa-fasa. Keadaan ini seperti

keadaan sebelum penghantar netral diputus

V 4452,6109,440 22 =++=− ffV

(c) Arus di penghantar netral = 0 A

(d) Daya yang diserap beban

kW 5,59 W 5589 2563,833 22 ==××=××= RIPb

Page 13: Harmonisa Dan Dampaknya

8-12 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

8.4. Sumber Bekerja Paralel

Untuk mencatu beban yang besar sumber-sumber pada sistem

tenaga harus bekerja paralel. Jika sumber terhubung bintang dan

titik netral masing-masing sumber ditanahkan, maka akan mengalir

arus sirkulasi melalui pentanahan apabila terdapat tegangan

harmonisa kelipatan tiga.

COTOH-8.6: Dua generator tiga fasa, 20 000 kVA, 10 000 V,

terhubung bintang, masing-masing mempunyai reaktansi

jangkar 20% tiap fasa. Tegangan terbangkit mengandung

harmonisa ke-3 dengan amplitudo 10% dari amplitudo

fundamental. Kedua generator bekerja paralel, dan titik netral

masing-masing ditanahkan melalui reaktansi 10%. Hitunglah

arus sirkulasi di pentanahan karena adanya harmonisa ke-3.

Penyelesaian:

Tegangan kedua generator adalah

V 10000=ffrmsV

V 5774 3

10000==fnrmsV

Reaktansi jangkar 20% : Ω=×

××= 1

1000000 20

57743%20

2

aX

Reaktansi pentanahan 10% :

Ω=×

××= 5,0

1000000 20

57743%10

2

gX

Reaktansi pentanahan untuk urutan nol :

Ω=×= 5,15,030X

Tegangan harmonisa ke-3 adalah 10% dari tegangan

fundamental :

V 4,5773 =rmsfnV

Page 14: Harmonisa Dan Dampaknya

8-13

Kedua generator memiliki Xa dan Xg yang sama besar dengan

tegangan harmonisa ke-3 yang sama besar pula. Arus

sirkulasi akibat tegangan harmonisa ke-3 adalah

( )A 231

5,2

4,577

0

3==

+=

XX

VI

a

rmsfnsirkulasi

8.5. Penyaluran Energi ke Beban

Dalam jaringan distribusi, untuk menyalurkan energi ke beban

digunakan penyulang tegangan menengah yang terhubung ke

transformator dan dari transformator ke beban. Suatu kapasitor

dihubungkan paralel dengan beban guna memperbaiki faktor daya.

Dalam analisis harmonisa kita menggunakan model satu fasa dari

jaringan tiga fasa.

Penyulang. Dalam model satu fasa, penyulang diperhitungkan

sebagai memiliki resistansi, induktansi, kapasitansi. Dalam hal

tertentu elemen ini bisa diabaikan.

Transformator. Perilaku transformator dinyatakan dengan

persamaan

111111 XjR IIEV ++=

222222 XjR IIVE ++=

a

f

22

1

2221 dengan

IIIIII ==′′+=

11111 , , , , XREIV berturut turut adalah tegangan terminal, arus,

tegangan induksi kumparan, resistansi, dan reaktansi bocor

rangkaian primer. 22222 , , , , XREIV berturut-turut adalah tegangan

terminal, arus, tegangan induksi kumparan, resistansi, dan reaktansi

bocor rangkaian sekunder; 2V sama dengan tegangan pada beban.

1E sefasa dengan 2E karena dibangkitkan (diinduksikan) oleh

fluksi yang sama, sehingga nilai masing-masing sebanding dengan

jumlah lilitan, 1 dan 2. Jika 21 / a = maka dilihat dari sisi

Page 15: Harmonisa Dan Dampaknya

8-14 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

sekunder nilai E1 menjadi aEE /' 11 = , I1 menjadi 11 ' aII = , R1

menjadi R1/a2, X1 menjadi X1/a

2. Rangkaian ekivalen transformator

berbeban menjadi seperti pada Gb.5.7.a. Dengan mengabaikan arus

eksitasi If dan menggabungkan resistansi dan reaktansi menjadi

21 RRRT +′= dan 21 XXXT +′= maka rangkaian ekivalen

menjadi seperti pada Gb.8.7.b.

(a)

(b)

Gb.8.7. Rangkaian ekivalen transformator berbeban.

8.6. Rangkaian Ekivalen Untuk Analisis

Karena resistansi dan reaktansi transformator diposisikan di sisi

sekunder, maka untuk menambahkan penyulang dan sumber harus

pula diposisikan di sisi sekunder. Tegangan sumber Vs menjadi Vs/a,

resistansi penyulang menjadi Rp/a2, reaktansi penyulang menjadi

Xp/a2

. Jika resistansi penyulang Rp/a2 maupun resistansi

transformator RT diabaikan, maka rangkaian sumber–penyulang–

transformator–beban menjadi seperti pada Gb.8.8. Bentuk rangkaian

yang terakhir ini cukup sederhana untuk melakukan analisis lebih

lanjut. Vs/a adalah tegangan sumber.

R′1

If

B

X′1 R2 X2

V1 E1

V2

Xc Rc

Ic

B

RT XT

∼ V1

V2

Page 16: Harmonisa Dan Dampaknya

8-15

Gb.8.8. Rangkaian ekivalen penyaluran energi dari sumber ke

beban dengan mengabaikan semua resistansi dalam rangkaian

serta arus eksitasi transformator.

Apabila kita menggunakan rangkaian ekivalen dengan hanya

memandang arus nonlinier, maka sumber tegangan menjadi

bertegangan nol atau merupakan hubung singkat seperti terlihat pada

Gb.8.9.

Gb.8.9. Rangkaian ekivalen pada pembebanan nonlinier.

Jika kita hanya meninjau komponen harmonisa, dan tetap

memandang bahwa arus harmonisa mengalir ke beban, arah arus

harmonisa digambarkan menuju sisi beban. Namun komponen

harmonisa tidak memberikan transfer energi neto dari sumber ke

beban; justru sebaliknya komponen harmonisa memberikan dampak

yang tidak menguntungkan pada sistem pencatu daya. Oleh karena

itu sistem pencatu daya “bisa melihat” bahwa di arah beban ada

sumber arus harmonisa yang mencatu sistem pencatu daya dan

sistem pencatu daya harus memberi tanggapan terhadap fungsi

pemaksa (driving function) ini. Dalam hal terakhir ini sumber arus

harmonisa digambarkan sebagai sumber arus yang mencatu sistem

seperti terlihat pada Gb.8.10.

B

XT

Vs/a V2

Xp/a2

XC

B

XT ibeban Xp/a

2

XC

Page 17: Harmonisa Dan Dampaknya

8-16 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Gb.8.10. Rangkaian ekivalen untuk analisis arus harmonisa.

8.7 Dampak Harmonisa Pada Piranti

Dalam analisis rangkaian linier, elemen-elemen rangkaian seperti R,

L, dan C, merupakan idealisasi piranti-piranti nyata yang nonlinier.

Dalam bab ini kita akan mempelajari pengaruh adanya komponen

harmonisa, baik arus maupun tegangan, terhadap piranti-piranti

sebagai benda nyata. Pengaruh ini dapat kita klasifikasi dalam dua

kategori yaitu:

a). Dampak langsung yang merupakan peningkatan susut energi

yaitu energi “hilang” yang tak dapat dimanfaatkan, yang

secara alamiah berubah menjadi panas. [5,6].

b). Dampak taklangsung yang merupakan akibat lanjutan dari

terjadinya dampak langsung. Peningkatan temperatur pada

konduktor kabel misalnya, menuntut penurunan pengaliran

arus melalui kabel agar temperatur kerja tak terlampaui.

Demikian pula peningkatan temperatur pada kapasitor,

induktor, dan transformator, akan berakibat pada derating

dari alat-alat ini dan justru derating ini membawa kerugian

(finansial) yang lebih besar dibandingkan dengan dampak

langsung yang berupa susut energi.

Dampak taklangsung bukan hanya derating piranti tetapi

juga umur ekonomis piranti. Pembebanan nonlinier tidaklah

selalu kontinyu, melainkan fluktuatif. Oleh karena itu pada

selang waktu tertentu piranti terpaksa bekerja pada batas

tertinggi temperatur kerjanya bahkan mungkin terlampaui

pada saat-saat tertentu. Kenaikan tegangan akibat adanya

harmonisa dapat menimbulkan micro-discharges bahkan

partial-discharges dalam piranti yang memperpendek umur,

bahkan mal-function bisa terjadi pada piranti.

XT sumber arus

harmonisa

Xp/a2

XC

Page 18: Harmonisa Dan Dampaknya

8-17

8.7.1. Konduktor

Pada konduktor, komponen arus harmonisa menyebabkan

peningkatan daya nyata yang diserap oleh konduktor dan berakibat

pada peningkatan temperatur konduktor. Daya nyata yang terserap

di konduktor ini kita sebut rugi daya atau susut daya. Karena susut

daya ini berbanding lurus dengan kuadrat arus, maka

peningkatannya akan sebanding dengan kuadrat THD arus;

demikian pula dengan peningkatan temperatur. Misalkan arus efektif

nonsinus rmsI mengalir melalui konduktor yang memiliki resistansi

Rs, maka susut daya di konduktor ini adalah

( ) ( )221

221

2 1 Isrmsshrmsrmssrmss THDRIRIIRIP +=+== (8.1)

Jika arus efektif fundamental tidak berubah, faktor ( )21 ITHD+ pada

(8.1) menunjukkan seberapa besar peningkatan susut daya di

konduktor. Misalkan peningkatan ini diinginkan tidak lebih dari

10%, maka THDI tidak boleh lebih dari 0,32 atau 32%. Dalam

contoh-contoh persoalan yang diberikan di Bab-4, THDI besar

terjadi misalnya pada arus penyearahan setengah gelombang yang

mencapai 100%, dan arus melalui saklar sinkron yang mengalir

setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda yang mencapai 61%.

COTOH-8.7: Konduktor kabel yang memiliki resistansi total 80

mΩ, menyalurkan arus efektif 100 A, pada frekuensi 50 Hz.

Kabel ini beroperasi normal pada temperatur 70o C sedangkan

temperatur sekitarnya adalah 25o C. Perubahan pembebanan di

ujung kabel menyebabkan munculnya harmonisa pada frekuensi

350 Hz dengan nilai efektif 40 A. Hitung (a) perubahan susut

daya dan (b) perubahan temperatur kerja pada konduktor.

(a) Susut daya semula pada konduktor adalah

W80008,010021 =×=P

Susut daya tambahan karena arus harmonisa adalah

W12808,04027 =×=P

Page 19: Harmonisa Dan Dampaknya

8-18 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Susut daya berubah menjadi

W928128800 =+=kabelP

Dibandingkan dengan susut daya semula, terjadi kenaikan

susut daya sebesar 16%.

(b) Kenaikan temperatur kerja di atas temperatur sekitar semula

adalah (70o − 25

o) = 45

o C. Perubahan kenaikan temperatur

adalah

C 2,74516,0oo =×=∆T

Kenaikan temperatur akibat adanya hormonisa adalah

C 52C 2,7C45ooo ≈+=T

dan temperatur kerja akibat adanya harmonisa adalah

C 775225 ooo =+=′T

10% di atas temperatur kerja semula.

COTOH-8.8: Suatu kabel yang memiliki resistansi total 0,2 Ω

digunakan untuk mencatu beban resistif Rb yang tersambung di

ujung kabel dengan arus sinusoidal bernilai efektif 20 A. Tanpa

pengubah resistansi beban, ditambahkan penyearah setengah

gelombang (ideal) di depan Rb. (a) Hitunglah perubahan susut

daya pada kabel jika penyaluran daya ke beban dipertahankan

tak berubah. (b) Hitunglah daya yang disalurkan ke beban

dengan mempertahankan arus total pada 20 A; (c) berikan

ulasan.

Penyelesaian:

(a) Sebelum pemasangan penyearah, susut daya di kabel adalah

W802,0202 =×=kP

Dengan mempertahankan besar daya tersalur ke beban

tidak berubah, berarti nilai efektif arus fundamental

Page 20: Harmonisa Dan Dampaknya

8-19

dipertahankan 20 A. THDI pada penyearah setengah

gelombang adalah 100%. Susut daya pada kabel menjadi

( ) W160112,020 22* =+×=kP

Susut daya menjadi dua kali lipat.

(b) Jika arus efektif total dipertahankan 20 A, maka susut daya

di kabel sama seperti sebelum pemasangan penyearah yaitu

W802,0202 =×=k

P

Dalam situasi ini terjadi penurunan arus efektif

fundamental yang dapat dihitung melalui relasi kuadrat

arus efektif total, yaitu

20)1( 2221

221

2 =+=+= THDIIII mshmsmsrms

Dengan THD 100%, maka /220221 =rmsI

jadi A 14,142/201 ==rmsI

Jadi jika arus efektif total dipertahankan 20 A, arus

fundamental turun menjadi 70% dari semula. Susut daya di

kabel tidak berubah, tetapi daya yang disalurkan ke beban

menjadi 5,07,02 ≈ dari daya semula atau turun menjadi

50%-nya.

(c) Jika penyaluran daya ke beban dipertahankan tetap, susut

pada saluran menjadi dua kali lipat, yang berarti kenaikan

temperatur dua kali lipat. Jika temperatur kerja semula

65oC pada temperatur sekitar 25

o, maka temperatur kerja

yang baru bisa mencapai lebih dari 100oC.

Jika susut daya pada saluran tidak diperkenankan

meningkat maka penyaluran daya ke beban harus

diturunkan sampai menjadi 50% dari daya yang semula

disalurkan; gejala ini dapat diartikan sebagai derating

kabel.

Page 21: Harmonisa Dan Dampaknya

8-20 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

8.7.2. Kapasitor

Ulas Ulang Tentang Kapasitor. Jika suatu dielektrik yang memiliki

permitivitas relatif εr disisipkan antara dua pelat kapasitor yang

memiliki luas A dan jarak antara kedua pelat adalah d, maka

kapasitansi yang semula (tanpa bahan dielektrik)

00 ε=d

AC

berubah menjadi

rCC ε= 0

Jadi kapasitansi meningkat sebesar εr kali.

Diagram fasor arus dan tegangan kapasitor diperlihatkan pada

Gb.8.11. Arus kapasitor terdiri dari dua komponen yaitu arus

kapasitif IC ideal yang 90o mendahului tegangan kapasitor VC , dan

arus ekivalen losses pada dielektrik RpI yang sefasa dengan

tegangan.

Gb.8.11. Diagram fasor arus dan tegangan kapasitor.

Daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik adalah

δ== tanCCRpCP IVIV (8.2)

atau

δε=δε= tan π2tanω2

000 rr CfCP VVV (8.3)

tanδ disebut faktor desipasi (loss tangent)

εrtanδ disebut faktor kerugian (loss factor)

im

re

δ

CI totI

RpI CV

Page 22: Harmonisa Dan Dampaknya

8-21

Pengaruh Frekuensi Pada Dielektrik. Nilai εr tergantung dari

frekuensi, yang secara umum digambarkan seperti pada Gb.8.12.

Gb.8.12. εr dan loss factor sebagai fungsi frekuensi.

Dalam analisis rangkaian, reaktansi kapasitor dituliskan sebagai

fCX C π

=2

1

Gb.8.12. memperlihatkan bahwa εr menurun dengan naiknya

frekuensi yang berarti kapasitansi menurun dengan naiknya frekuesi.

Namun perubahan frekuensi lebih dominan dalam menentukan

reaktansi dibanding dengan penurunan εr; oleh karena itu dalam

analisis kita menganggap kapasitansi konstan.

Loss factor menentukan daya yang terkonversi menjadi panas dalam

dielektrik. Sementara itu, selain tergantung frekuensi, εr juga

tergantung dari temperatur dan hal ini berpengaruh pula pada loss

factor, walaupun tidak terlalu besar dalam rentang temperatur kerja

kapasitor. Oleh karena itu dalam menghitung daya yang terkonversi

menjadi panas dalam dielektrik, kita melakukan pendekatan dengan

menganggap loss factor konstan. Dengan anggapan ini maka daya

yang terkonversi menjadi panas akan sebanding dengan frekuensi

dan sebanding pula dengan kuadrat tegangan.

Tegangan &onsinus. Pada tegangan nonsinus, bentuk gelombang

tegangan pada kapasitor berbeda dari bentuk gelombang arusnya.

Hal ini disebabkan oleh perbedaan tanggapan kapasitor terhadap

komponen fundamental dengan tanggapannya terhadap komponen

frekuensi

frekuensi listrik

frekuensi optik

power audio radio

εr

loss factor

εr

εrtanδ

Page 23: Harmonisa Dan Dampaknya

8-22 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

harmonisa. Situasi ini dapat kita lihat sebagai berikut. Misalkan

pada terminal kapasitor terdapat tegangan nonsinus yang berbentuk:

.........)()()()( 531 +++= tvtvtvtv CCCC (8.4)

Arus kapasitor akan berbentuk

.........)(5)(3)()( 503010 +ω+ω+ω= tCvtCvtCvti CCCC (8.5)

Dengan memperbandingkan (8.4) dan (8.5) dapat dimengerti bahwa

bentuk gelombang tegangan kapasitor berbeda dengan bentuk

gelombang arusnya.

COTOH-8.9: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen

fundamental dengan nilai puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz,

serta harmonisa ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut

30 V. Sebuah kapasitor 500 µF dihubungkan pada sumber

tegangan ini. Gambarkan bentuk gelombang tegangan dan arus

kapasitor.

Penyelesaian:

Jika persamaan tegangan

ttvC π+π= 300sin30100sin150 V

maka persamaan arus adalah

t

tiC

ππ×××+

ππ×××=−

500cos5001050030

100cos10010500150

6

6

Bentuk gelombang tegangan dan arus adalah seperti terlihat

pada Gb.8.13.

Page 24: Harmonisa Dan Dampaknya

8-23

Gb.8.13. Gelombang tegangan dan arus pada Contoh-8.9.

COTOH-8.10: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen

fundamental dengan nilai puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz,

serta harmonisa ke-3 dan ke-5 yang memiliki nilai puncak

berturut-turut 30 V dan 5 V. Sebuah kapasitor 500 µF (110 V

rms, 50 Hz) dihubungkan pada sumber tegangan ini. Hitung:

(a) arus efektif komponen fundamental; (b) THD arus

kapasitor; (c) THD tegangan kapasitor; (d) jika kapasitor

memiliki losses dielektrik 0,6 W pada tegangan sinus rating-

nya, hitunglah losses dielektrik dalam situasi ini.

Penyelesaian:

(a) Reaktansi untuk komponen fundamental adalah

Ω=×××π

=−

37,610500502

1

61CX

Arus efektif untuk komponen fundamental

A 7,1637,6

2/1501 ==rmsCI

(b) Reaktansi untuk harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut

adalah

Ω== 12,23

13

CC

XX ; Ω== 27,1

5

15

CC

XX

-200

-100

0

100

200

0 0.005 0.01 0.015 0.02t [detik]

[V]

[A] vC

iC

Page 25: Harmonisa Dan Dampaknya

8-24 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Arus efektif harmonisa

A 1012,2

2/303 ==rmsCI

A 8,227,1

2/55 ==rmsCI

62%atau 62,07,16

8,210 22

1

=+

==rmsC

hrmsI

I

ITHD

(c)

% 20atau 20,0106

5,21

2/150

2

5

2

30

22

1

==+

==rms

hrmsV

V

VTHD

(d) Losses dielektrik dianggap sebanding dengan frekuensi

dan kuadrat tegangan. Pada frekuensi 50 Hz dan tegangan

110 V, losses adalah 0,6 watt.

W6,0V110,Hz 50 =P

W134,0 6,0110

30

50

1502

V30,Hz 150 =×

×=P

W006,0 6,0110

5

50

2502

V5,Hz 250 =×

×=P

Losses dielektrik total:

W74,0006,0134,06,0 =++=totalP

Page 26: Harmonisa Dan Dampaknya

8-25

8.7.3. Induktor

Induktor Ideal. Induktor yang untuk keperluan analisis dinyatakan

sebagai memiliki induktansi murni L, tidak kita temukan dalam

praktik. Betapapun kecilnya, induktor selalu mengandung resistansi

dan kita melihat induktor sebagai satu induktansi murni terhubung

seri dengan satu resistansi. Oleh karena itu kita melihat tanggapan

induktor sebagai tanggapan beban induktif dengan resistansi kecil.

Hanya apabila resistansi belitan dapat diabaikan, relasi tegangan-

arus induktor untuk gelombang tegangan dan arus berbentuk sinus

murni menjadi

dt

diLv

f=

dengan v adalah tegangan jatuh pada induktor, dan if adalah arus

eksitasi.

Apabila rugi rangkaian magnetik diabaikan, maka fluksi φ

sebanding dengan if dan membangkitkan tegangan induksi pada

belitan induktor sesuai dengan hukum Faraday dan hukum Lenz.

dt

dei

φ−=

Tegangan induksi ini berlawanan dengan tegangan jatuh induktor v,

sehingga nilai ei sama dengan v.

dt

diL

dt

dee

fi =

φ==

Persamaan di atas menunjukkan bahwa φ dan if berubah secara

bersamaan. Jika φ berbentuk sinus maka ia harus dibangkitkan oleh

arus if yang juga berbentuk sinus dengan frekuensi sama dan mereka

sefasa. Arus if sendiri berasal dari sumber tegangan yang juga harus

berbentuk sinus. Oleh karena itu baik tegangan, arus, maupun fluksi

mempunyai frekuensi sama, sehingga kita dapat menuliskan

persamaan dalam bentuk fasor

Ljj fi IEV ω=Φω==

dengan Φ adalah fluksi dalam bentuk fasor. Relasi ideal ini

memberikan

Page 27: Harmonisa Dan Dampaknya

8-26 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

maksmaksrms f fV φ=φπ

= 44,42

2

fmaksfmaksrms fL ifLiV 44,42

2=

π=

Relasi ideal memberikan diagram fasor

seperti di samping ini dimana arus yang membangkitkan fluksi

yaitu φI sama dengan fI .

COTOH-8.11: Melalui sebuah kumparan mengalir arus nonsinus

yang mengandung komponen fundamental 50 Hz, harmonisa

ke-3, dan harmonisa ke-5 dengan amplitudo berturut-turut 50,

10, dan 5 A. Jika daya input pada induktor diabaikan, dan

tegangan pada induktor adalah 75 V rms, hitung induktansi

induktor.

Penyelesaian:

Jika induktansi kumparan adalah L maka tegangan efektif

komponen fundamental, harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut

adalah

LLV rmsL ×=×××= 11100505044,41 V

LLV rmsL ×=×××= 66601015044,43 V

LLV rmsL ×=×××= 5550525044,45 V

sedangkan 25

23

21 rmsrmsrmsLrms VVVV ++= . Jadi

LL ×=++×= 3,14084555066601110075222

Induktansi kumparan adalah

H 0053,03,14084

75==L

Φ

iEV =

φ= II f

Page 28: Harmonisa Dan Dampaknya

8-27

Fluksi Dalam Inti. Jika tegangan sinus dengan nilai efektif Vrms dan

frekuensi f diterapkan pada induktor, fluksi magnetik yang timbul

dalam inti dihitung dengan formula

f

Vrmsm ××=φ

44,4

mφ adalah nilai puncak fluksi, dan adalah jumlah lilitan. Melalui

contoh berikut ini kita akan melihat fluksi dalam inti induktor bila

tegangan yang diterapkan berbentuk nonsinus.

COTOH-8.12: Sebuah induktor dengan 1200 lilitan mendapat

tegangan nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental

dengan nilai efektif V1rms = 150 V dan harmonisa ke-3 dengan

nilai efektif V3rms = 50 V yang tertinggal 135o dari komponen

fundamental. Gambarkan kurva tegangan dan fluksi.

Penyelesaian:

Persamaan tegangan adalah

)1355sin(250sin2150 o00 −ω+ω= ttvL

Nilai puncak fluksi fundamental

Wb 563 12005044,4

1501 µ=

××=φ m

Fluksi φ1m tertinggal 90o dari tegangan (lihat Gb.4.4).

Persamaan gelombang fluksi fundamental menjadi

Wb )90sin(563 o01 µ−ω=φ t

Nilai puncak fluksi harmonisa ke-3

Wb 6,62120050344,4

503 µ=

×××=φ m

Fluksi φ3m juga tertinggal 90o dari tegangan harmonisa ke-3;

sedangkan tegangan harmonisa ke-3 tertinggal 135o dari

Page 29: Harmonisa Dan Dampaknya

8-28 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

tegangan fundamental. Jadi persamaan fluksi harmonisa ke-3

adalah

Wb )2253sin(6,62 )901353sin(6,62 o0

oo03 µ−ω=−−ω=φ tt

Persamaan fluksi total menjadi

Wb )2253sin(6,62)90sin(563 0o

0 µ−ω+−ω=φ tt

Kurva tegangan dan fluksi terlihat pada Gb.8.14.

Gb.8.14. Kurva tegangan dan fluksi.

Rugi-Rugi Inti. Dalam induktor nyata, rugi inti menyebabkan fluksi

magnetik yang dibangkitkan oleh if ketinggalan dari if sebesar γ yang disebut sudut histerisis. Keadaan ini diperlihatkan pada

Gb.8.15. dimana arus magnetisasi If mendahului φ sebesar γ. Diagram fasor ini digambar dengan memperhitungkan rugi hiterisis

Gb.8.15. Diagram fasor induktor (ada rugi inti)

Dengan memperhitungkan rugi-rugi yang terjadi dalam inti

transformator, If dipandang sebagai terdiri dari dua komponen yaitu

-600

-400

-200

0

200

400

600

0 0.01 0.02 0.03 0.04

t [detik]

[V]

[µWb] φ

vL

Φ

γ φI fI

cI iEV =

Page 30: Harmonisa Dan Dampaknya

8-29

Iφ yang diperlukan untuk membangkitkan φ, dan Ic yang diperlukan

untuk mengatasi rugi-rugi inti. Jadi arus magnetisasi menjadi If = Iφ

+ Ic. Komponen Ic merupakan arus fiktif yang jika dikalikan dengan

V akan memberikan rugi-rugi inti

)90cos( o γ−== fcc VIVIP watt (8.6)

Rugi inti terdiri dari dua komponen, yaitu rugi histerisis dan rugi

arus pusar. Rugi histerisis dinyatakan dengan

vfwP hh = (8.7)

Ph rugi histerisis [watt], wh luas loop kurva histerisis dalam

[joule/m3.siklus], v volume, f frekuensi. Untuk frekuensi rendah,

Steinmetz memberikan formulasi empiris

( )nmhh BKvfP = (8.8)

di mana Bm adalah nilai kerapatan fluksi maksimum, n tergantung

dari jenis bahan dengan nilai yang terletak antara 1,5 sampai 2,5 dan

Kh yang juga tergantung jenis bahan (untuk silicon sheet steel

misalnya, Kh = 0,001). Nilai-nilai empiris ini belum didapatkan

untuk frekuensi harmonisa.

Demikian pula halnya dengan persamaan empiris untuk rugi arus

pusar dalam inti

v222 τ= mee BfKP (8.9)

di mana Ke konstanta yang tergantung material, f frekuensi

perubahan fluksi [Hz], Bm adalah nilai kerapatan fluksi maksimum, τ ketebalan laminasi inti, dan v adalah volume material inti.

Rugi Tembaga. Apabila resistansi belitan tidak diabaikan, V ≠ E1 .

Misalkan resistansi belitan adalah R1 , maka

11 RfIEV += (8.10)

Diagram fasor dari keadaan terakhir, yaitu dengan

memperhitungkan resistansi belitan, diperlihatkan pada Gb.8.16.

Page 31: Harmonisa Dan Dampaknya

8-30 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Gb.8.16. Diagram fasor induktor (ada rugi tembaga).

Dalam keadaan ini, daya masuk yang diberikan oleh sumber, selain

untuk mengatasi rugi-rugi inti juga diperlukan untuk mengatasi rugi

daya pada belitan yang kita sebut rugi-rugi tembaga, Pcu. Jadi

θ=+=+= cos12

ffccucin VIRIPPPP (8.11)

dengan V dan If adalah nilai-nilai efektif dan cosθ adalah faktor

daya.

8.7.4. Transformator

Ulas Ulang Transformator Berbeban. Rangkaian transformator

berbeban dengan arus beban 2I , diperlihatkan oleh Gb.8.17.

Tegangan induksi 2E (yang telah timbul dalam keadaan

tranformator tidak berbeban) akan menjadi sumber di rangkaian

sekunder dan memberikan arus sekunder 2I . Arus 2I ini

membangkitkan fluksi magnetik yang melawan fluksi bersama φ

(sesuai dengan hukum Lenz) dan sebagian akan bocor, φl2; φl2 yang

sefasa dengan 2I menginduksikan tegangan 2lE di belitan

sekunder yang 90o mendahului φl2.

Gb.8.17. Transformator berbeban.

Φ

θ

iE

1RfI

VfIφI

cI

φ

φl1 φl2

2I1I

2V1V

Page 32: Harmonisa Dan Dampaknya

8-31

Dengan adanya perlawanan fluksi yang dibangkitkan oleh arus di

belitan sekunder itu, fluksi bersama akan cenderung mengecil. Hal

ini akan menyebabkan tegangan induksi di belitan primer juga

cenderung mengecil. Akan tetapi karena belitan primer terhubung ke

sumber yang tegangannya tak berubah, maka arus primer akan naik.

Jadi arus primer yang dalam keadaan transformator tidak berbeban

hanya berupa arus magnetisasi fI , bertambah menjadi 1I setelah

transformator berbeban. Pertambahan arus ini haruslah sedemikian

rupa sehingga fluksi bersama φ dipertahankan dan 1E juga tetap

seperti semula. Dengan demikian maka persamaan rangkaian di sisi

primer tetap terpenuhi.

Karena pertambahan arus primer sebesar fII −1 adalah untuk

mengimbangi fluksi lawan yang dibangkitkan oleh 2I agar φ

dipertahankan, maka haruslah

( ) 02211 =−− III f (8.12)

Pertambahan arus primer fII −1 disebut arus penyeimbang yang

akan mempertahankan φ. Makin besar arus sekunder, makin besar

pula arus penyeimbang yang diperlukan yang berarti makin besar

pula arus primer. Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari

primer ke sekunder.

Arus di belitan primer juga memberikan fluksi bocor di belitan

primer, φl1, yang menginduksikan tegangan El1. Tegangan induksi

yang dibangkitkan oleh fluksi-fluksi bocor, yaitu El1 dan El2,

dinyatakan dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh

ekivalen pada reaktansi bocor ekivalen, X1 dan X2, masing-masing di

rangkaian primer dan sekunder. Jika resistansi belitan primer adalah

R1 dan belitan sekunder adalah R2, maka kita peroleh hubungan

untuk rangkaian di sisi primer

1111111111 XjRR l IIEEIEV ++=++= (8.13)

untuk rangkaian di sisi sekunder

2222222222ˆ XjRR l IIVEIVE ++=++= (8.14)

Page 33: Harmonisa Dan Dampaknya

8-32 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

Rangkaian Ekivalen. Secara umum, rangkaian ekivalen adalah

penafsiran secara rangkaian elektrik dari suatu persamaan

matematik yang menggambarkan perilaku suatu piranti. Untuk

transformator, rangkaian ekivalen diperoleh dari tiga persamaan

yang diperoleh di atas.

Dengan relasi 112 / EEE ′== a dan 112 III ′== a di mana

21 / a = , tiga persamaan tersebut di atas dapat kita tulis kembali

sebagai satu set persamaan sebagai berikut.

Untuk rangkaian di sisi sekunder, (8.14) kita tuliskan

222221

2 XjRa

IIVE

E ++==

Dari persamaan untuk rangkaian sisi primer (4.13), kita peroleh

111111 XjR IIVE −−=

sehingga persamaan untuk rangkaian sekunder dapat kita tuliskan

22222111111

2 XjRa

XjR

aIIV

IIVEE ++=

−−==

Karena a

21

II = maka persamaan ini dapat kita tuliskan

( ) ( ) 2122122

22

1222

122

2

12

2

1222222

1

IIV

IIV

IIIIV

V

XXjRR

a

XXj

a

RR

a

Xj

a

RXjR

a

′++′++=

++

++=

++++=

(8.15)

dengan 2

112

11 ;

a

XX

a

RR =′=′

Persamaan (8.15) ini, bersama dengan persamaan (8.12) yang dapat

kita tuliskan ff aaa IIIII −′=−= 112 , memberikan rangkaian

ekivalen untuk transformator berbeban. Akan tetapi pada

Page 34: Harmonisa Dan Dampaknya

8-33

transformator yang digunakan pada sistem tenaga listrik, arus

magnetisasi hanya sekitar 2 sampai 5 persen dari arus beban penuh

transformator. Oleh karena itu, jika fI diabaikan terhadap 1I maka

kesalahan dalam menghitung 2I bisa dianggap cukup kecil.

Pengabaian ini akan membuat 112 III ′== a . Dengan pendekatan

ini, dan persamaan (8.15), kita memperoleh rangkaian ekivalen yang

disederhanakan dari transformator berbeban. Gb.4.8.

memperlihatkan rangkaian ekivalen transformator berbeban dan

diagram fasornya.

Gb.8.18. Rangkaian ekivalen transformator dan diagram fasor.

Fluksi Dan Rugi-Rugi Karena Fluksi. Seperti halnya pada

induktor, transformator memiliki rugi-rugi inti, yang terdiri dari rugi

hiterisis dan rugi arus pusar dalam inti. Fluksi magnetik, rugi-rugi

histerisis, dan rugi-rugi arus pusar pada inti dihitung seperti halnya

pada induktor.

Selain rugi-rugi tembaga pada belitan sebesar Pcu = I2R, pada

belitan terjadi rugi-rugi tambahan arus pusar, Pl, yang ditimbulkan

oleh fluksi bocor. Sebagaimana telah dibahas, fluksi bocor ini

menimbulkan tegangan induksi El1 dan El2, karena fluksi ini

melingkupi sebagian belitan; El1 dan El2 dinyatakan dengan suatu

besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor

ekivalen, X1 dan X2. Selain melingkupi sebagian belitan, fluksi bocor

ini juga menembus konduktor belitan dan menimbulkan juga arus

jXe = j(X2+ X′1) Re = R2+R′1

I2 = I′1

V1/a V2

I2

I2Re

V2

V1/a

jI2Xe

Page 35: Harmonisa Dan Dampaknya

8-34 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

pusar dalam konduktor belitan; arus pusar inilah yang menimbulkan

rugi-rugi tambahan arus pusar, Pl.

Berbeda dengan rugi arus pusar yang terjadi dalam inti, yang dapat

diperkecil dengan cara membangun inti dari lapisan lembar tipis

material magnetik, rugi arus pusar pada konduktor tidak dapat

ditekan dengan cara yang sama. Ukuran konduktor harus tetap

disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengalirkan arus; tidak dapat

dibuat berpenampang kecil. Oleh karena itu rugi-rugi arus pusar ini

perlu diperhatikan.

Rugi arus pusar Pl diperhitungkan sebagai proporsi tertentu dari rugi

tembaga yang ditimbulkan oleh arus tersebut, dengan tetap

mengingat bahwa rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat

ferkuensi. Proporsi ini berkisar antara 2% sampai 15% tergantung

dari ukuran transformator. Kita lihat dua contoh berikut.

Contoh-8.13: Di belitan primer transformator yang memiliki

resistansi 0,05 Ω mengalir arus sinusoidal murni bernilai

efektif 40 A. Hitung rugi daya total pada belitan ini jika rugi

arus pusar yang diakibatkan oleh arus ini adalah 5% dari rugi

tembaga Pcu = I2R.

Penyelesaian:

Rugi tembaga W8005,0402 =×=cuP

Rugi arus pusar W48005.0%5 =×=× cuP

Rugi daya total pada belitan 80 + 4 = 84 W.

Contoh-8.14: Di belitan primer transformator yang memiliki

resistansi 0,05 Ω mengalir arus nonsinus yang terdiri dari

komponen fundamental bernilai efektif 40 A, dan harmonisa

ke-7 bernilai efektif 6 A. Hitung rugi daya total pada belitan

ini jika rugi arus pusar diperhitungkan 10% dari rugi tembaga

Pcu = I2R.

Penyelesaian:

Rugi tembaga total adalah

Page 36: Harmonisa Dan Dampaknya

8-35

W8,8105,0)640( 222 =×+== RIP rmscu

Rugi arus pusar komponen fundamental

W805,0401,01,0 2211 =××=×= RIP rmsl

Rugi arus pusar harmonisa ke-7

W8,805,0671,071,0 2227

27 =×××=××= RIP rmsl

Rugi daya total adalah

W6,988,888,8171 =++=++= llcutotal PPPP

Contoh-8.14 ini menunjukkan bahwa walaupun arus harmonisa

memiliki nilai puncak lebih kecil dari nilai puncak arus

fundamental, rugi arus pusar yang ditimbulkannya bisa memiliki

proporsi cukup besar. Hal ini bisa terjadi karena rugi arus pusar

sebanding dengan kuadrat frekuensi.

Faktor K. Faktor K digunakan untuk menyatakan adanya rugi arus

pusar pada belitan. Ia menunjukkan berapa rugi-rugi arus pusar yang

timbul secara keseluruhan.

Nilai efektif total arus nonsinus yang dapat menimbulkan rugi arus

pusar adalah

A

1

2∑=

=k

n

nrmsTrms II (8.16)

dengan k adalah tingkat harmonisa tertinggi yang masih

diperhitungkan. Dalam relasi (8.16) kita tidak memasukkan

komponen searah karena komponen searah tidak menimbulkan rugi

arus pusar.

Rugi arus pusar total adalah jumlah dari rugi arus pusar yang

ditimbulkan oleh tiap-tiap komponen arus dan tiap-tiap komponen

arus menimbulkan rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat

frekuensi dan kuadrat arus masing-masing.

Jika arus nonsinus ini mengalir pada belitan yang memiliki

resistansi R0, dan rugi-rugi arus pusar tiap komponen arus

Page 37: Harmonisa Dan Dampaknya

8-36 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

dinyatakan dalam proporsi g terhadap rugi tembaga yang

ditimbulkannya, maka rugi arus pusar total adalah

W

1

220∑

=

=k

n

nrmsK IngRP (8.17)

Rugi tembaga total yang disebabkan oleh arus ini adalah

W 2

0

1

20 Trms

k

n

nrmscu IRIRP == ∑=

(8.18)

Dengan (8.18) maka (8.17) dapat ditulis sebagai

W20 TrmsK IgKRP = (8.19)

dengan

2

1

22

Trms

k

n

nrms

I

In

K

∑== (8.20)

K disebut faktor rugi arus pusar (stray loss factor).

Faktor K dapat dituliskan sebagai

∑∑==

==k

n

pun

k

n Trms

nrms InI

InK

1

2)(

2

12

22

(8.21)

dengan Trms

nrmspun

I

II =)(

Faktor K bukanlah karakteristik transformator melainkan

karakteristik sinyal. Walaupun demikian suatu transformator harus

dirancang untuk mampu menahan pembebanan nonsinus sampai

batas tertentu.

Page 38: Harmonisa Dan Dampaknya

8-37

COTOH-8.15: Di belitan primer transformator yang memiliki

resistansi 0,08 Ω mengalir arus nonsinus yang terdiri dari

komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan harmonisa ke-11

bernilai efektif berturut-turut 40 A, 15 A, dan 5 A. Hitung: (a)

nilai efektif arus total; (b) faktor K; (c) rugi daya total pada

belitan ini jika rugi arus pusar diperhitungkan 5% dari rugi

tembaga.

Penyelesaian:

(a) Nilai efektif arus total adalah

A 4351540 222 =++=TrmsI

(b) Faktor K adalah

59,343

51115340

2

22222

=×+×+

=K

(c) Rugi daya total Ptot, terdiri dari rugi tembaga Pcu dan rugi

arus pusar Pl.

W14808,0432 =×=cuP

W6,2659,314805,0 =××== KgPP cul

W6,1746,26148 =+=totP

8.7.5. Tegangan Maksimum Pada Piranti

Kehadiran komponen harmonisa dapat menyebabkan piranti

mendapatkan tegangan lebih besar dari yang seharusnya. Hal ini

bisa terjadi pada piranti-piranti yang mengandung R, L, C, yang

mengandung harmonisa sekitar frekuensi resonansinya. Berikut ini

kita lihat sebuah contoh.

COTOH-8.16: Sebuah sumber tegangan 50 Hz, 12 kV

mempunyai resistansi internal 1 Ω dan reaktansi internal 6,5 Ω.

Sumber ini mencatu beban melalui kabel yang mempunyai

kapasitansi total 2,9µF. Tegangan terbangkit di sumber adalah

tte 00 13sin170sin17000 ω+ω= . Dalam keadaan tak ada beban

Page 39: Harmonisa Dan Dampaknya

8-38 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

terhubung di ujung kabel, hitunglah tegangan maksimum pada

kabel.

Penyelesaian:

Tegangan mengandung harmonisa ke-13. Pada frekuensi

fundamental terdapat impedansi internal

Ω+= 5,61int1 jZ ernal ; Ω=+= 58,65,6122

int1Z

Pada harmonisa ke-13 terdapat impedansi

Ω×+= 5,6131int13 jZ ; Ω=×+= 5,84)5,613(1 22int13Z

Impedansi kapasitif kabel

Ω−=××ω

−=

− 6,1097

109,2 60

1 jj

ZC ;

Ω−=××ω×

−=

− 4,84

109,213 60

13 jj

ZC

Impedansi total rangkaian seri R-L-C

Ω−+= 6,10975,611 jjZ tot ; Ω= 1,10911totZ

Ω−×+= 4,845,613113 jjZ tot ; Ω= 0,113totZ

Tegangan fundamental kabel untuk frekuensi fundamental

V 17101170001,1091

6,10971

1

11 =×=×= m

tot

Cm e

Z

ZV

V 143151700,1

4,8413

13

1313 =×=×= m

tot

Cm e

Z

ZV

Nilai puncak V1m dan V13m terjadi pada waktu yang sama yaitu

pada seperempat perioda, karena pada harmonisa ke-13 ada 13

gelombang penuh dalam satu perioda fundamental atau 6,5

perioda dalam setengah perioda fundamental. Jadi tegangan

maksimum yang diterima kabel adalah jumlah tegangan

maksimum fundamental dantegangan maksimum harmonisa ke-

13.

Page 40: Harmonisa Dan Dampaknya

8-39

kV 31,4 V 314161431517101131 ≈=+=+= mmm VVV

Tegangan ini cukup tinggi dibanding dengan tegangan

maksimum fundamental yang hanya 17 kV. Gambar berikut ini

memperlihatkan bentuk gelombang tegangan.

Gb.8.19. Bentuk gelombang tegangan.

8.7.6. Partial Discharge

Contoh-8.16 memberikan ilustrasi bahwa adanya hamonisa dapat

menyebabkan tegangan maksimum pada suatu piranti jauh melebihi

tegangan fundamentalnya. Tegangan lebih yang diakibatkan oleh

adanya harmonisa seperti ini bisa menyebabkan terjadinya partial

discharge pada piranti, walaupun sistem bekerja normal dalam arti

tidak ada gangguan. Jika hal ini terjadi umur piranti akan sangat

diperpendek yang akan menimbulkan kerugtian finansial besar.

8.7.7. Alat Ukur Elektromekanik

Daya sumber diperoleh dengan mengalikan tegangan sumber dan

arus sumber. Proses ini dalam praktik diimplementasikan misalnya

pada alat ukur tipe elektrodinamis dan tipe induksi. Pada wattmeter

elektrodinamis, bagian pengukurnya terdiri dari dua kumparan, satu

kumparan diam dan satu kumparan berputar. Satu kumparan

dihubungkan ke tegangan dan satu kumparan dialiri arus beban. Jika

masing-masing arus di kedua kumparan adalah tIki vv ω= sin1 dan

)sin(2 ϕ+ω= tIki ii , maka kedua arus menimbulkan medan magnit

yang sebanding dengan arus di kedua kumparan. Momen sesaat

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

0 0.005 0.01 0.015 0.02

[kV]

v1

v1+v13

[detik]

Page 41: Harmonisa Dan Dampaknya

8-40 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga

yang terjadi sebagai akibat interaksi medan magnetik kedua

kumparan sebanding dengan perkalian kedua arus

)sin(sin3 ϕ+ω×ω= tItIkm ive

Momen sesaat ini, melalui

suatu mekanisme tertentu,

menyebabkan defleksi

jarum penunjuk (yang

didukung oleh kumparan

yang berputar) ζ yang

menunjukkan besar daya pada sistem arus bolak balik.

ϕ=ζ cosirmsvrms IkI

Pada alat ukur tipe induksi, seperti kWh-meter elektromekanik yang

masih banyak digunakan, kumparan tegangan dihubungkan pada

tegangan sumber sementara kumparan arus dialiri arus beban. Bagan

alat ukur ini terlihat pada Gb.8.20. Gb.8.20.

Bagan KWh-meter tipe induksi.

Masing-masing kumparan menimbulkan fluksi magnetik bolak-balik

yang menginduksikan arus bolak-balik di piringan aluminium. Arus

induksi dari kumparan arus ber-interaksi dengan fluksi dari

kumparan tegangan dan arus induksi dari kumparan tegangan

berinteraksi dengan fluksi magnetik kumpran arus. Interaksi arus

induksi dan fluksi magnetik tersebut menimbulkan momen putar

pada piringan sebesar

βΦΦ= sinive kfM

di mana f adalah frekuensi, Φv dan Φi fluksi magnetik efektif yang

ditimbulkan oleh kumparan tegangan dan kumparan arus, β adalah

selisih sudut fasa antara kedua fluksi magnetik bolak-balik tersebut,

dan k adalah suatu konstanta. Momen putar ini dilawan oleh momen

lawan yang diberikan oleh suatu magnet permanen sehingga

piringan berputar dengan kecepatan tertentu pada keadaan

keseimbangan antara kedua momen. Perputaran piringan

menggerakkan suatu mekanisme penghitung.

piringan Al

S1 S1 S2

S2

Page 42: Harmonisa Dan Dampaknya

8-41

Hadirnya arus harmonisa di kumparan arus, akan muncul juga pada

Φi. Jika Φv berbentuk sinus murni sesuai dengan bentuk tegangan

maka Me akan berupa hasil kali tegangan dan arus komponen

fundamental. Frekuensi harmonisa sulit untuk direspons oleh kWh

meter tipe induksi. Pertama karena kelembaman sistem yang

berputar, dan kedua karena kWh-meter ditera pada frekuensi f dari

komponen fundamental, misalnya 50 Hz. Dengan demikian

penunjukkan alat ukur tidak mencakup kehadiran arus harmonisa,

walaupun kehadiran harmonisa bisa menambah rugi-rugi pada inti

kumparan arus.