Top Banner
1. MOBILISASI Mobilisasi merupakan kemampuan untuk bergerak dengan bebas dan mudah, bergerak secara ritmik dan bertujuan tertentu (Berman, et al., 2008). Encarta World English Dictionary (2009), mendefinisikan mobilisasi sebagai kemampuan untuk bergerak khususnya bekerja dan latihan fisik. Imobilisasi diartikan sebagai ketidakmampuan untuk bergerak bebas, untuk mencapai suatu maksud dan melakukan kerja atau latihan. Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2007) a. Gangguan mobilisasi di tempat tidur, merupakan pembatasan pergerakan mandiri, dari satu posisi ke posisi lainnya di tempat tidur. Pasien dapat beralih posisi bila dibantu. b. Gangguan mobilisasi fisik, merupakan pembatasan gerakan fisik baik tubuh, satu atau lebih ekstremitas untuk mencapai tujuan pergerakan. Pasien dengan gangguan mobilisasi fisik masih dapat melakukan pergerakan namun gerakan yang dihasilkan lambat, terbatas, dan tidak terkoordinasi atau gerakan refleks yang kacau c. Gangguan berpindah tempat (transfering), menggambarkan ketidakmampuan seseorang berpindah tempat di antara dua permukaan sejajar. Pasien tidak mampu mengubah letak tubuh dari satu tempat ke tempat lain yang berdekatan misalnya dari kursi ke tempat tidur atau sebaliknya. d. Gangguan berjalan. Keadaan ini menggambarkan ketidakmampuan pasien berjalan kaki dalam satu lingkungan pada jarak tertentu baik pada permukaan datar atau permukaan miring. Pasien dengan masalah ini tidak mampu berjalan pada permukaan menanjak atau menurun dan sulit berjalan pada lingkungan rumah yang bertangga. e. Ketidakmampuan menggunakan kursi roda. Gangguan mobilisasi menggunakan kursi roda lebih diarahkan pada ketidakmampuan memakai kursi roda untuk berpindah tempat pada suatu
43

Handout Neuro 1

Apr 24, 2015

Download

Documents

elkasigendis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Handout Neuro 1

1. MOBILISASI Mobilisasi merupakan kemampuan untuk bergerak dengan bebas dan mudah, bergerak secara

ritmik dan bertujuan tertentu (Berman, et al., 2008). Encarta World English Dictionary (2009), mendefinisikan mobilisasi sebagai kemampuan

untuk bergerak khususnya bekerja dan latihan fisik. Imobilisasi diartikan sebagai ketidakmampuan untuk bergerak bebas, untuk mencapai suatu maksud dan melakukan kerja atau latihan.

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2007)

a. Gangguan mobilisasi di tempat tidur, merupakan pembatasan pergerakan mandiri, dari satu posisi ke posisi lainnya di tempat tidur. Pasien dapat beralih posisi bila dibantu.

b. Gangguan mobilisasi fisik, merupakan pembatasan gerakan fisik baik tubuh, satu atau lebih ekstremitas untuk mencapai tujuan pergerakan. Pasien dengan gangguan mobilisasi fisik masih dapat melakukan pergerakan namun gerakan yang dihasilkan lambat, terbatas, dan tidak terkoordinasi atau gerakan refleks yang kacau

c. Gangguan berpindah tempat (transfering), menggambarkan ketidakmampuan seseorang berpindah tempat di antara dua permukaan sejajar. Pasien tidak mampu mengubah letak tubuh dari satu tempat ke tempat lain yang berdekatan misalnya dari kursi ke tempat tidur atau sebaliknya.

d. Gangguan berjalan. Keadaan ini menggambarkan ketidakmampuan pasien berjalan kaki dalam satu lingkungan pada jarak tertentu baik pada permukaan datar atau permukaan miring. Pasien dengan masalah ini tidak mampu berjalan pada permukaan menanjak atau menurun dan sulit berjalan pada lingkungan rumah yang bertangga.

e. Ketidakmampuan menggunakan kursi roda. Gangguan mobilisasi menggunakan kursi roda lebih diarahkan pada ketidakmampuan memakai kursi roda untuk berpindah tempat pada suatu lingkungan. Pasien pada kelompok ini biasanya tidak diharapkan mampu berjalan kaki lagi

Penyebab Imobilisasi 1 Kemampuan mobilisasi dapat dibatasi oleh masalah kesehatan, faktor lingkungan seperti

permukaan tidak rata, dan keuangan untuk membeli alat bantu mobilisasi (Berman, et al., 2008).

2. Menurut Talbut dan Marsden (2008) gangguan saraf motorik seperti pada stroke menyebabkan atropi otot, kelemahan, kekakuan ekstremitas, menimbulkan kesulitan bergerak.

3. Cooper dan Herrera (2008), menyatakan bahwa nyeri sendi menimbulkan pembatasan ROM.4. Imobilisasi dapat juga terjadi karena anjuran pembatasan gerakan untuk tujuan terapi. Gunn

(2008) menulis bahwa imobilisasi tulang dengan bidai, gips untuk mempertahankan alignment tulang dan mempercepat proses penyembuhan.

5. Apapun tujuannya, imobilisasi lama tetap menimbulkan atropi otot, menurunkan kekuatan dan ketahanan otot (LeMone dan Burke, 2008).

Fisiologi Pergerakan

Page 2: Handout Neuro 1

1. TulangTulang merupakan organ kaku dan sulit untuk digerakan atau dibengkokkan.

Tulang berfungsi menyokong tubuh membentuk alignment postur tubuh yang tepat saat duduk, berdiri, atau berbaring. Tulang melindungi jaringan tubuh yang halus seperti otak, medula spinalis, dan organ bagian

dalam tubuh. Cadangan kalsium tubuh yang diperlukan untuk kontraksi otot tersimpan pada matriks tulang

(Tortora dan Derrickson, 2006; Gunn, 2007). Fungsi pergerakan pada tulang dimungkinkan karena tulang menjadi tempat melekatnya otot

rangka melalui tendon, adanya ligamen dan persendian. Tortora dan Derrickson (2006) menganalogi tulang sebagai tuas (lever), sendi sebagai titik

tumpu dan otot sebagai sumber tenaga penggerak. Pada tulang normal, proses resorpsi dan reabsorbsi selalu dipertahankan. Proses ini dipertahankan melalui stimulus mekanik bergerak (Setyo Widodo, 2005). Imobilisasi lama menyebabkan osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur tulang, nyeri kronik, dan berkurangnya kemandirian (Grifin, 2005).

2. Persendian dan jaringan ikat

Persendian merupakan pertemuan antara dua buah tulang, tulang dan tulang rawan, atau antara tulang dan gigi.

Persendian dibagi menjadi tiga bagian: sinarthrosis, ampiarthrosis, diarthrosis. Sendi diarthrosis memiliki struktur persendian sinovial yang memiliki rongga sendi

sebagai tempat persambungan tulang yang memungkinkan tulang bergerak bebas (Tortora dan Derrickson, 2006)

Sendi dilengkapi dengan tulang rawan pada kedua ujungnya, kapsul, ligamen, dan cairan sendi/cairan sinovial.

Tulang rawan pada ujung tulang persendian memudahkan pergerakan dan mengurangi gesekan antar tulang.

Kapsul sendi menutupi sekeliling rongga sendi dan menyatukan tulang, tersusun dari jaringan fibrus padat yang menahan sendi agar tidak keluar dari posisinya saat bergerak dengan regangan kuat.

Ligamen menjaga tulang agar tetap berada pada posisinya. Fleksibilitas ligamen dan kapsul sendi yang tinggi akan menghasilkan ROM yang lebih tinggi.

Cairan sendi untuk memperkecil gesekan antar tulang, meredam gaya pada tulang, menyiapkan nutrisi dan oksigen untuk kehidupan sel tulang rawan sendi.

Imobilisasi lama menurunkan produksi cairan sendi, fleksibilitas ligamen, dan kapsul sendi (Tortora dan Derrickson, 2006).

3. Otot

Page 3: Handout Neuro 1

Otot rangka berikatan dengan tulang dan menggerakkan tulang, kulit atau otot rangka lain saat berkontraksi dibawah kontrol saraf. Otot rangka menstabilkan persendian dan membantu mempertahankan posisi saat duduk atau berdiri.

Aktivitas kontraksi otot memerlukan ATP yang dihasilkan sel otot dan memegang peran utama dalam pergerakan (Tortora dan Derrickson, 2006).

Saat kontraksi,otot menarik tulang pada tempat melekat ujung insersi tendon ke arah tempat melekatnya tendon dengan bagian tulang yang tidak bergerak (origin).

Kelenturan dan ketahanan otot dipengaruhi besar massa otot, ukuran serabut dan jumlah unit motorik pada otot. Proses menua, imobilisasi, dan sakit kronis menyebabkan penurunan massa otot menurunkan kemampuan mobilisasi (Ritchie, 2008).

Tegangan otot dan pemendekan tendon meningkat akibat imobilisasi menimbulkan kontraktur (Talbut dan Marsden, 2008).

4. Mekanisme keseimbangan Mekanisme keseimbangan diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan postur

tubuh saat bergerak, terutama pergerakan kepala. Mekanisme keseimbangan berhubungan dengan propriosepsi. Propriosepsi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan postur,

pergerakan, perubahan, keseimbangan, dan mengetahui posisi, berat, serta tahanan suatu benda terhadap tubuh (Berman, et al., 2008).

Gangguan keseimbangan sering terjadi pada pasien tua, paska stroke, artritis, dan hipotensi orthostatik (Widodo, 2005).

5. Saraf

Saraf mengkoordinasi tujuan pergerakan dengan mengintegrasi secara kompleks interaksi antara saraf otak, medula spinalis, dan saraf perifer.

Saraf berhubungan dengan otot pada neuromuscular junction. Sinaps antara saraf motorik dan otot melepaskan asetilkolin yang membangkitkan aksi potensial dan menimbulkan kontraksi otot.

Pada otot terdapat beberapa ujung saraf membawa informasi dari sendi, otot ke spinal kord mengenai nyeri dan peregangan untuk diteruskan ke otak dan berespon melalui saraf motorik ke otot untuk mengatur pergerakan tubuh (LeMone dan Burke, 2008).

otot yang tidak mendapat stimulus dari saraf motorik akan mengalami atropi. Kerusakan saraf motorik menimbulkan kesulitan dalam gerakan sadar.

Pasien Imobilisasi

Mobilisasi menjadi hal dasar dalam pelaksanaan ADL. Imobilisasi meningkatkan ketergantungan pasien akan ADL (makan minum, mandi,

berpakaian, berias, kegiatan di toilet, berpindah tempat dan berjalan). Bantuan ADL diberikan sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien.

Tingkat ketergantungan

Indeks Barthel (IB) dan indeks Katz sering dipakai untuk mengukur tingkat ketergantungan pasien imobilisasi melakukan ADL.

Page 4: Handout Neuro 1

Petrea, et al. (2009) menggunakan indeks Katz untuk mengukur tingkat ketergantungan pada pasien stroke.

Martinson dan Eksborg (2006) menyatakan bahwa IB lebih signifikan digunakan untuk mengukur tingkat ketergantungan ADL pasien stroke pada minggu awal dibandingkan dengan Activity Indeks

Indeks ketergantungan

Indeks Katz memiliki 6 komponen: mandi, makan, berpakaian, kegiatan di kamar kecil (toileting), berpindah tempat (transfer), mengontrol urin dan feses.

Indeks Barthel memiliki sepuluh komponen meliputi makan, mandi, berpakaian, merawat diri, mengontrol Buang Air Besar (BAB), mengontrol Buang Air Kecil (BAK), toileting, transfer, ambulasi, dan naik turun tangga.

Indeks Barthel

Indeks Barthel (IB) dirumuskan oleh Mahoney, F.I dan Barthel D.W., menjadi salah satu indeks untuk mengukur tingkat ketergantungan ADL dan kemampuan gerak pasien imobilisasi.

Nilai IB mudah diperoleh dengan cara anamnesis dan observasi (Supraptiningsih dkk, 2002)

Nilai IB mula-mula dibuat dalam dalam dua kategori yaitu mandiri dan butuh bantuan namun dalam perkembangannya dimodifikasi sesuai kebutuhan dan kondisi tempat rawat pasien (Supraptiningsih, 2002).

Shah, Vanclai, Cooper (1998, cit Australian Departement of Health and Ageing, 2006) memodifikasi IB menjadi lima tingkatan ketergantungan pada setiap komponen dengan nilai indeks

Nilai Index Barthel

a. Makan 10 = Mandiri untuk kegiatan: a) menyuap makanan yang diletakkan dalam jangkauan; b) mampu menggunakan peralatan makan seperti senduk, garpu, pisau untuk mengecilkan dan mencampur makananc)mampu mengunyah dan menelan makanan8 = Mandiri untuk kegiatan a dan b tetapi memerlukan sedikit bantuan untuk kegiatan b (Dibantu dengan mengecilkan makanan pasien)5 = Dapat makan sendiri namun memerlukan pengawasan, memerlukan bantuan untuk kegiatan b2= Mandiri untuk kegiatan c, masih mampu memegang senduk tapi perlu bantuan aktif untuk kegiatan a dan b 0 = Tidak mampu melakukan kegiatan a,b, hanya mampu kegiatan c atau memerlukan NGT.

b. Mandi

Page 5: Handout Neuro 1

5 = Mandiri untuk kegiatan :

a) Mampu menggayung air atau memakai waslap yang diletakkan dalam jangkauan;

b) mampu menyabun seluruh tubuh;

c) mengeringkan badan.

4 = Memerlukan bantuan pengawasan suhu air mandi tapi mampu melakukan kegiatan a,b,c.

3 = Memerlukan bantuan untuk kegiatan b dan c pada bagian tubuh yang tidak dapat dijangkau.

1 = Memerlukan bantuan untuk semua kegiatan namun masih ada sedikit bantuan dari pasien misalnya menggosok atau mengeringkan area dada, lengan, perut.

0= Semua kegiatan dibantu.

c. Merapikan diri/ merias diri

5 = Mandiri untuk kegiatan:

a) mencuci tangan dan muka;

b) menyikat gigi;

c) menyisir rambut;

d) bercukur untuk pria;

e) dapat mengambil, memasang, menyimpan kembali alat cukur pada tempat;

f) wanita dapat memakai tata rias.

4 = Pasien dapat melakukan semua kegiatan tapi memerlukan bantuan minimal seperti merapikan setelah kegiatan.

3 = Memerlukan bantuan untuk beberapa tahap kegiatan

1 = Semua kegiatan dibantu namun pasien dapat melakukan satu atau dua kegiatan dengan sempurna.

0= Memerlukan bantuan total pada semua kegiatan

d. Berpakaian

10 = Mandiri dalam kegiatan:

a) memakai dan melepas pakaian;

b) mengancingkan baju, menarik resleting, mengikat tali sepatu

c) memasang ikat pinggang atau korset, pengait bra.

Page 6: Handout Neuro 1

8 = Memerlukan bantuan minimal untuk membuka kancing, atau resleting.

5 = Memerlukan bantuan saat memakai, dan atau melepas pakaian tertentu yang sulit seperti pada ekstremitas bawah.

2 = Semua kegiatan dibantu dengan sedikit partisipasi pasien pada beberapa tahap berpakaian.

0 = Bantuan total untuk semua kegiatan tanpa sedikitpun partisipasi pasien.

e. Mengontrol BAB

10 = Mampu mengontrol BAB:

a) BAB spontan;

b) mampu memasukan supositoria mandiri dan klisma pada pasien cedera spinal;

c) dapat mengontrol BAB.

8 = BAB spontan namun memerlukan bantuan minimal untuk memasukan supositoria, klisma dan jarang tidak terkontrol.

5 = Kadang tidak mampu menahan BAB bila bantuan terlambat, tetapi dapat memasukan supositoria atau memakai alat bantu.

2 = Ketidakmampuan menahan BAB lebih sering dari kemampuan kontrol, sedikit bertahan bila dibantu dengan mengatur posisi, butuh diaper.

0 = Pasien inkontinensia dan tidak berpartisipasi sama sekali, sangat memerlukan diaper

f. Mengontrol BAK

10 = Mampu mengontrol BAK:

a) BAK spontan siang maupun malam hari;

b) Pasien cedera spinal dapat menggunakan kateter dan mengosongkan kantung penampung urine secara mandiri.

8 = Pasien dapat mengontrol BAK pada siang maupun malam tapi kadang tidak dapat mengontrol BAK, tidak dapat menahan bila toilet jauh atau karena tidak segera di pasang pot/ urinal.

5 = Dapat mengontrol BAK siang hari tetapi lepas kontrol pada malam hari atau memerlukan bantuan alat internal atau eksternal.

2 = Tidak mampu mengontrol BAK baik siang maupun malam, dapat sedikit menahan bila segera dipasang pot atau urinal.

0 = Tidak mampu mengontrol BAK, memerlukan bantuan kateter menetap.

Page 7: Handout Neuro 1

g. Toileting

10 = Mandiri untuk kegiatan:

a) mampu melepas dan mengenakan kembali pakaian;

b) mampu jongkok dan bangun dari toilet;

c) membersihkan perianal;

d) mencuci tangan setelah BAB/BAK;

e) mengguyur kloset setelah BAB/BAK.

8 = Mampu melakukan kegiatan namun perlu pengawasan untuk transfer dan kegiatan di toilet.

5 = Mampu melakukan sendiri tapi masih memerlukan bantuan seseorang untuk tahap kegiatan sperti melepas pakaian, mencuci tangan, dan transfer ke toilet.

2 = Memerlukan bantuan maksimal untuk semua tahap kegiatan seperti transfer, membuka pakaian, membersihkan area perianal.

0 = Tidak mampu melakukan apapun.

h. Transfer

15 = Mandiri untuk kegiatan:

a) Dapat bangun dan duduk di samping tempat tidur

b) berpindah secara aman ke kursi atau berpindah dari kursi ke tempat tidur

c) berpegangan secara aman saat berpindah

12 = Memerlukan pengawasan seseorang untuk memastikan keamanan8 = Memerlukan bantuan fisik satu orang untuk beberapa tahap transfer2 = Memerlukan bantuan maksimal satu atau dua orang secara fisik untuk transfer,tapi

mampu duduk0 = Tidak mampu transfer, tidak seimbang saat duduk.

i. Berjalan pada tempat datar

15 = Pasien dapat mengambil posisi berdiri, kemudian berjalan mandiri atau dengan tongkat lebih dari 50 meter tanpa pengawasan

12 = Dapat berjalan mandiri tapi kurang dari 50 meter, memerlukan pengawasan untuk memastikan keamanan

Page 8: Handout Neuro 1

8 = Memerlukan bantuan seseorang untuk menahan saat berjalan.3 = Memerlukan bantuan maksimal satu orang atau lebih saat berjalan.0 = Tidak dapat berjalan meskipun dibantu.

j. Menaiki tangga

10= Dapat naik turun tangga tanpa bantuan fisik atau pengawasan. Pasien dapat berpegangan secara aman dan membawa tongkat saat berjalan

8= Dapat mandiri namun memerlukan pengawasan untuk memastikan keamanan.5= Dapat naik turun tangga tapi tidak dapat membawa serta alat bantu jalan. Pasien memerlukan bantuan dan pengawasan

2= Dapat naik turun tangga dengan bantuan

0= Tidak mampu melakukan

SKORING

• Skor IB 100 berarti pasien mandiri dan mampu melakukan sepuluh komponen kegiatan tanpa bantuan fisik atau pengawasan.

• Nilai 91 – 99 ketergantungan minimal, hanya perlu pengawasan.

• Nilai 75 – 90 ketergantungan ringan, memerlukan bantuan minimal namun beberapa komponen memerlukan bantuan sedang.

• Nilai 50 – 74, ketergantungan sedang, memerlukan bantuan lebih banyak, sebagian kegiatan dilakukan mandiri.

• Nilai 25 – 49 ketergantungan maksimal: memerlukan bantuan maksimal, namun masih mampu melakukan beberapa kegiatan.

• Nilai 0-24 pasien ketergantungan total

Aktivitas Keperawatan pada Pasien Imobilisasi

1) Aktivitas keperawatan pada pasien imobilisasi : merupakan semua kegiatan yang dilakukan perawat pada pasien imobilisasi baik langsung maupun tak langsung untuk mempertahankan, memperbaiki, mencegah komplikasi dan kehilangan fungsi gerakan.

2) Aktivitas keperawatan berfokus pada kebutuhan pasien akan pelayanan keperawatan. Pasien dengan imobilisasi mengalami kesulitan untuk melakukan perawatan diri (Berman, et al., 2008).

3) Talbut dan Marsden (2008) mengemukakan bahwa pasien imobilisasi karena gangguan saraf motorik akan kesulitan menggunakan tangan untuk aktivitas makan, kesulitan makan karena ketidakmampuan mengunyah dan menelan, dan aktivitas rutin

Page 9: Handout Neuro 1

toileting akibat kesulitan bergerak dan semua kegiatan yang ada memerlukan gerakan. Pasien perlu dibantu dalam ADL.

1. Aktivitas perawatan diri pasien.

Aktivitas perawatan diri merupakan aktivitas mandiri keperawatan. Aktivitas ini dilakukan saat pasien tidak mampu menolong diri sendiri dan keluarga tidak mampu memberi pertolongan sesuai yang diharapkan. Perawat dapat melakukan sepenuhnya, melakukan sebagian, atau dengan memberikan petunjuk. Kegiatan perawatan diri dapat didelegasikan kepada pemberi pelayanan keperawatan. Perawat membantu pasien dan keluarga menemukan cara yang aman dan mudah untuk melakukan ADL, dan meningkatkan kemandirian klien. Keterlibatan pasien dapat meningkatkan konsep diri yang positip

a. Mandi.

Mandi bermanfaat untuk menjaga kebersihan kulit dan mengurangi terjadinya kerusakan kulit, untuk kenyamanan dan relaksasi pasien. Saat pasien dimandikan, perawat dapat mengkaji area kulit yang lembab berlebihan atau sangat kering pada area-area yang tertutup terhadap kerusakan kulit dan mengkaji kemampuan mobilisasi (Berman, et al., 2008).

b. Makan.

Nutrisi bermanfaat untuk memberikan energi untuk kebutuhan tubuh, membentuk jaringan tubuh, dan perlindungan tubuh. Nutrisi dan cairan yang baik membantu mencegah kerusakan kulit dan cairan yang cukup mencegah infeksi saluran kencing ( Rosdahl dan Kowalski, 2008). Pasien dengan ketidakmampuan menelan dan penurunan kesadaran dapat dilayani makanan lewat selang atau diberikan nutrisi dan cairan lewat infus. Pada pasien dengan kelemahan perawat dapat menyuapi dan bekerjasama dengan ahli gizi untuk menyiapkan makanan yang mudah ditelan. Perawat membantu memotong makanan, mengatur posisi pasien dan memotivasi untuk makan dan memantau pasien ketergantungan sedang. Pasien ketergantungan sebagian perawat membantu dengan mendekatkan makanan, mengatur posisi dan memantau makan

c. Kebersihan mulut

Kebersihan mulut yang baik mengurangi keasaman mulut dan mencegah berkembangnya bakteri dan peradangan mukosa mulut (Nainar & Mohummed, 2004 cit Berman et al., 2008). Perawat melakukan semua kegiatan untuk membersihkan mulut pada pasien dengan ketergantungan total. Pasien ketergantungan sedang dibantu perawat dengan menyiapkan perlengkapan dan memposisikan pasien dan perawat membantu memberi arahan dan motivasi (Berman, et al., 2008; Wilkinson, 2005).

d. Berpakaian dan berdandan.

Perawat melepaskan dan membantu pasien mengenakan pakaian, menyisir rambut memberi bedak atau bercukur untuk pasien ketergantungan total. Pada ketergantungan sedang

Page 10: Handout Neuro 1

pasien dapat membantu merisleting, mengancingkan baju. Ketergantungan sebagian perawat menyiapkan pakaian dan pasien mengerjakan sendiri dengan arahan perawat

e. Toileting.

Pasien ketergantungan total perawat membantu melepas pakaian bawah, menempatkan pasien pada pispot dan membersihkan area perianal setelah kegiatan. Pasien ketergantungan sedang perawat menyiapkan pispot, menempatkan pasien di pispot atau kloset dan mencuci tangan pasien setelah tindakan. Pada ketergantungan sebagian pasien dapat dibimbing ke kamar kecil, perawat membantu melepaskan pakaian. Untuk kegiatan di kamar kecil perawat perlu memantau kemampuan pasien untuk melakukan transfer dan memakai pakaian

2. Mengatur posisi pasien

• Mengubah posisi pasien imobilisasi di tempat tidur merupakan aktivitas mandiri keperawatan yang bermanfaat untuk mengurangi ketidaknyamanan, mencegah kerusakan saraf perifer dan pembuluh darah yang beresiko bagi kerusakan kulit. Perubahan posisi juga bermanfaat untuk mempertahankan tonus otot, menstimulasi refleks postural, dan mencegah kontraktur otot (LeMone dan Burke, 2008; Gulanick, et al., 2009).

• Posisi pasien di tempat tidur dapat diatur dengan posisi terlentang, telungkup, menyamping, sims, posisi setengah duduk rendah, setengah duduk tinggi. Mengubah posisi tiap 2 jam dapat membantu mengurangi tekanan pada kulit dan memperlancar aliran darah. Perawat membuat jadwal pergantian posisi, menjelaskan kepada keluarga cara melakukan perubahan posisi secara aman

• Posisi fowler merupakan posisi setengah duduk dengan peninggian 45 – 90 derajat. Posisi ini membantu meningkatkan ekpansi paru saat bernapas. Cocok untuk pasien yang mengalami masalah jantung paru (Berman, et al., 2008).

• Posisi telungkup (prone), bantal dipakai pada kepala dan diletakan dibawah perut dengan kepala dimiringkan ke samping dan kedua tangan fleksi. Posisi ini baik untuk meningkatkan ekstensi penuh bagian panggul dan lutut, mempertahankan kelengkungan normal tulang belakang, meningkatkan drainase dari mulut dan mencegah aspirasi. Posisi ini tidak cocok untuk pasien dengan gangguan jantung dan paru karena menghambat ekspansi paru. Tidur lama dalam posisi telungkup dapat menyebabkan plantar fleksi pada kaki

• Posisi menyamping (Lateral) dibentuk dengan mengatur posisi tidur pada sisi tubuh, kaki difleksi pada atas panggul dan lutut membentuk segitiga. Posisi ini bermanfaat meningkatkan alignment tubuh yang baik, membantu fleksi pada puncak tulang panggul, mengurangi tekanan pada tumit. Cocok dan nyaman untuk pasien dengan defisit sensori motorik (Berman, et al., 2008).

• Posisi sims’ (semiprone) merupakan posisi menyamping yang cenderung telungkup dengan tangan bagian bawah diletakkan menyamping dan tangan bagian atas flesksi pada siku. Kedua kaki fleksi dengan bagian atas lebih fleksi dari bagian bawah. Posisi ini cocok untuk

Page 11: Handout Neuro 1

pasien dengan penurunan kesadaran dan defisit sensori motorik karena meningkatkan drainase dari mulut dan untuk pasien dengan paralisis dapat mengurangi tekanan di atas trokanter mayor dan pada panggul

Melakukan latihan ROM

• Latihan ROM merupakan bentuk latihan pergerakan yang dilakukan dengan menggerakan semua bagian persendian hingga mencapai rentangan penuh tanpa menimbulkan rasa nyeri atau bunyi berderik pada persendian.

• Latihan ini bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan pergerakan pada setiap persendian, mencegah kontraktur sendi dan atropi otot, memperlancar aliran darah dan mencegah pembentukan trombus dan embolus, mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot.

• ROM juga bermanfaat untuk membantu pasien mencapai kemampuan aktivitas normal

JENIS ROM (Range Of Motion)

• Latihan ROM dibedakan menjadi ROM pasif, aktif, aktif asistif, resistif, dan isometrik. ROM pasif dilakukan oleh perawat, pasien pasif.

• ROM aktif dikerjakan oleh pasien sendiri tanpa bantuan perawat, sedang pada jenis aktif asistif perawat membantu menyokong bagian distal persendian .

• ROM resisitf dilakukan pasien dengan menekan atau mendorong obyek kuat

• latihan isometrik dikerjakan sendiri oleh pasien dengan mengkontraksikan dan merelaksasi otot (Brookside Associates,2007; Rosdahl dan Kowalski, 2008).

ROM PASIF

ROM pasif, pasien tidak terlibat, semua dikerjakan oleh perawat. Jenis latihan ini baik untuk mempertahankan kelenturan sendi tetapi tidak meningkatkan kekuatan otot dan mencegah demineralisasi tulang karena tidak terjadi kontraksi volunter otot, tekanan pada tulang dan pemanjangan masa otot. Untuk meningkatkan kekuatan otot, mencegah demineralisasi tulang, dan mempertahankan fungsi otot dapat menggunakan jenis latihan ROM aktif, aktif resisitif, aktif asisitif, dan latihan isometrik, yang dapat memperlancar aliran balik vena (Brookside Associates, 2007; Rosdahl dan kowalski, 2008). Perawat dapat berkolaborasi dengan fisioterapist untuk perencanaan kebutuhan latihan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan gerak (Wilkinson, 2005). Latihan ROM tidak dianjurkan bila pasien memiliki gangguan jantung, pernapasan, gangguan jaringan ikat sendi. Latihan ROM pada pasien dengan gangguan jantung dan paru menyebabkan peningkatan kebutuhan sirkulasi untuk menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan pergerakan. Pada sendi yang meradang bila dilakukan latihan ROM akan memperburuk kerusakan dan dapat merusak jaringan disekelilingnya (Brookside Associates, 2007; Widodo, 2005).

Page 12: Handout Neuro 1

FleksiHiperekstensi

Hiperekstensi

Fleksi

FleksiAdduks

i

Rotasi Eksternal

Hiperekstensi

Rentang Gerak Sendi

Menggambarkan luasnya pergerakan sendi Pergerakannya dipengaruhi oleh: usia, kondisi fisik, dan keturunan Amati jika terdapat kelainan bentuk sendi dan keterbatasan gerak sendi Jika pasien terlalu lama tirah baring (imobilisasi), pasien seringkali mengeluh NYERI

saat latihan rentang gerak. Perlakukan pasien dengan lembut dan tidak memaksakan gerakan

Latihan rentang gerak sebaiknya BERTAHAP dan RUTIN dilakukan Hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan:

Perhatikan posisi pasien sebelum latihan Pastikan kemampuan pasien untuk melakukan pergerakan Observasi rutin kekuatan otot pasien dan fungsi sendi Catat area keterbatasan gerak, dan laporkan kepada fisioterapis saat kunjungan terapi Laporkan kepada dokter jika terdapat tanda berikut ini saat latihan: pusing saat

perubahan posisi, pucat, keringat dingin, mual, nadi menjadi cepat, dan kelelahan

Istilah Gerakan Dasar:

Gerakan Kepala dan Tulang Belakang

Gerakan kaki dan paha

Gerakan Lutut dan Mata Kaki fleksi

Page 13: Handout Neuro 1

Abduksi

Adduksi

Pronasi

Supinasi

Ekstensi

Fleksi

Fleksi ke

depanEktensi

ke belakang

fleksi hiperekstensi (dorsofleksi) Gerakan tangan dan lengan

fleksi

Latihan Rentang gerak sendi

GERAKAN KEPALA

1) Tekuk leher ke samping kanan dan kiri secara bergantian

2) Tekuk leher ke bawah dan ke atas secara bergantian.Lakukan setiap gerakan sebanyak 8 kali hitungan.

Page 14: Handout Neuro 1

Mengangkat lengan.Gerakkan lengan ke samping menjauhi tubuh kemudian

kembali ke sisi tubuh atau posisi semula

Gerakan lengan ke arah depan, kemudian

gerakkan ke atas dengan posisi lengan lurus. Kembalikan ke

posisi semula

Tekukan siku hingga jari menyentuh bahu,

kemudian kembalikan ke posisi

semula

Angkat lengan sejajar bahu, tekuk siku. Gerakkan bahu

memutar ke arah dalam dan ke arah luar.kembalikan ke

posisi semula

Luruskan lengan setinggi bahu, tekuk

siku 90 derajat, gerakkan lengan depan ke bawah. Kembalikan

ke posisi semula

Dengan siku membentuk sudut 90

derajat, putar sehingga telapak tangan

menghadap ke atas. Kembalikan ke posisi

semula

Luruskan lengan.Tekuk jari tangan hingga menghadap lengan

depan. Kembalikan ke posisi semula

Gerakkan sisi tangan ke arah luar (pada sisi jari kelingking). Kembalikan ke posisi semula.

Gerakkan sisi tangan sejajar ibu jari ke arah dalam. Kembalikan

ke posisi semula.

Page 15: Handout Neuro 1
Page 16: Handout Neuro 1

Berbaring pada sisi yang sehat

Bahu yang lemah agak didorong ke depan , posisi lengan yang lemah lurus di atas bantal. Posisi paha yang lemah lurus, lutut sedikit ditekuk, tungkai dan kaki diganjal dengan bantal

Sisi yang lemah

TEHNIK ALIH

BARING

Berbaring pada sisi yang lemah

bahu yang lemah didorong ke depan , posisi lengan yang lemah lurus disangga dengan bantal. Posisi paha yang lemah lurus, lutut sedikit ditekuk

Sisi yang lemah

Berbaring telentang

Leher tidak boleh tertekuk, kedua bahu diganjal dengan bantal. Lengan yang lemah dalam posisi lurus diganjal bantal. Pinggul yang lemah posisi lurus disangga bantal

Sisi yang lemah

Gerakan kaki

3. alih baring (dengan pasien dengan kelemahan sisi tubuh)

tujuan alih baring

melancarkan peredaran darah

mencegah terjadinya luka tekan

memberikan rasa nyaman pada pasien

yang harus diperhatikan saat alih baring pasien

jalan nafas pasien tidak tertutup

alih baring dilakukan setiap 1-2 jam pada sisi yang sehat, dan 15-30 menit pada sisi yang lemah

tetap berikan rangsangan sensasi atau rasa pada sisi tubuh yang lemah, seperti tepukan, rabaan. tindakan ini bermanfaat meningkatkan kepekaan sensorik pasien pada sisi yang lemah

Page 17: Handout Neuro 1

Berbalik ke sisi yang sehat dengan bantuan secara pasif

Lutut yang lemah ditekuk, kedua tangan pasien digenggamkan, berbalik dibantu pada daerah bahu dan pinggul

Sisi yang lemah

Berbalik ke sisi yang sehat dengan bantuan secara Aktif

Pasien berbalik sendiri dengan kekuatannya. Keluarga menjaga tungkai yang lemah mulai dari pinggul hingga sisi luar kaki

Sisi yang lemah

4. mengenal disfagia

Disfagia adalah kesulitan menelan cairan dan atau makanan yang disebabkan gangguan pada proses menelan (Rasyid, 2007 ).

Disfagia adalah Suatu keadaan yang ditandai adanya kesulitan menelan,merasakan makanan dalam esophagus, melibatkan kerusakan saraf motorik dari Saraf kepala IX dan X (Lewis, Heitkemper & Dirksen.2000).

Tanda dan Gejala

Kelemahan otot wajah menurunnya gerakan lidah menurunnya reflek batuk menurunnya reflek muntah suara serak disartria ( gangguan pengucapan kata) berkurangnya sensasi rasa di mulut atau wajah batuk atau tersedak ketika makan atau minum tersisa makanan di mulut membutuhkan waktu lama saat makan mengiler (drooling).

BILA DISFAGIA TIDAK SEGERA DITANGANI DAPAT TERJADI: Dehidrasi (kekurangan cairan) Malnutrisi (kekurangan gizi) Berat badan menurun Menurunnya tingkat kesadaran

Beberapa gangguan yang bisa terjadi,adalah sebagai berikut:Fase I (Oral )

ganggua koordinasi bibir, lidah dan rahang bawah, kelemahan pada pangkal lidah.Fase II (Faringeal)

Penurunan fungsi langit-langit mulut dan leher bagian atas, kelemahan otot yang mengkontraksikan dan merelaksasikan leher.

Fase III (Esofagus)Kelainan dinding esophagus yang menyebabkan kelemahan pergerakan esophagus.

Page 18: Handout Neuro 1

DETEKSI DINI DISFAGIA ( gangguan menelan) Pastikan pasien sadar, jika tidak sadar hentikan deteksi dini Gejala yang ditemukan saat deteksi gangguan menelan

Pasien mengalami kesulitan bicara, Pasien tidak dapat merapatkan bibir dan gigi. Wajah terlihat tidak simetris Posisi lidah dan uvula tidak di tengah Tidak ada refleks batuk, tidak dapat menelan ludah Atur posisi pasien duduk. Berikan 1 sendok teh air putih, kemudian amati apakah

pasien tersedak atau air keluar dari mulut Jika semua gejala ada, maka hasil deteksi dini adalah positif disfagia

Page 19: Handout Neuro 1

\

Latihan menelan untuk pasien disfagia Buka mulut lebar-lebar sehingga membentuk huruf “O”, tahan posisi tersebut selama 8 kali hitungan.Kembali ke posisi semula.

Tersenyum dan kemudian menyeringai, lalu ucapkan kata “ ma ma pa pa mi mi

mu mu pi pi”

Page 20: Handout Neuro 1

Julurkan lidah dan tahan sampai hitungan ke delapan Kembalikan ke posisi semula

Katupkan bibir rapat-rapat dan gembungkan pipi, dan tahan udara dalam pipi sampai hitungan ke delapan, lalu hembuskan nafas perlahan.

Buka mulut lebar-lebar dan katupkan mulut sampai menyentuh bibir.

Ucapkan la la la la la la, kemudian ta ta ta ta hingga hitungan ke delapan.

Sentuh sudut bibir kanan dan kiri dengan lidah, gerakkan lidah ke kanan dan ke kiri.

Tekan lidah anda ke gusi bagian atas, kemudian gusi bagian bawah dan lakukan gosok gigi dengan lidah anda.

Page 21: Handout Neuro 1

Buka mulut lebar lebar , lalu tutup mulut, lakukan berulang ulang sebanyak 8 hitungan.

Gerakkan dagu dari kiri ke kanan dan sebaliknya sebanyak 8 hitungan.

Tarik napas dalam –dalam dan hembuskan perlahan lahan lewat mulut.

Tarik napas dalam dalam dan ucapkan ah ah ah ah sambil mengeluarkan udara.

Tekanan Intra Kranial Komponen Kranial Meningen (duramater, arachnoid, piamater) Brain

Brain tissue 80-88% 1400 gr

Blood Blood 2-11% 75 cc

Page 22: Handout Neuro 1

CSF CSF 9-10% 70-74 cc

Page 23: Handout Neuro 1

Blood

◦ 15-20 of the cardiac output

◦ 20-25% of all oxygen inspired

◦ 750cc/min

80% from carotid arteries

20% from vertebral

Circle of Willis is collateral circulation

◦ No sugar/fat/oxygen storage.

Tekanan intrakranial

(TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler, 2006).

Menurut Morton, et.al.2005, tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg.

Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial.

Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%) (Joanna Beeckler, 2006).Volume ketiga faktor ini selalu seimbangHipotesa monro-kellie

Adanya peningkatan salah satu komponen menyebabkan perubahan volume lain, dengan mengubah posisi atau menggeser CSS, meningkatkan absorpsi CSS atau menurunkan volume darah cerebral

Tanpa ada perubahan, maka tekanan intrkranial akan naik

Autoregulation When intra-cranial pressure begins to rise, the body’s own compensatory

mechanisms include decreasing the production of CSF and restricting the blood flow to the brain(by vasoconstriction).

o Monro–Kellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang

berdasarkan volume yang tetap (Morton, et.al, 2005).

Page 24: Handout Neuro 1

o Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan.

o Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan

penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan TIK (Morton, et.al, 2005).

o Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan

serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak (Joanna Beeckler, 2006).

Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan organ mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi arteri dan tekanan perfusi (Morton, et.al, 2005).

Autoregulasi menjamin aliran darah yang konstan melalui pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam merespon perubahan tekanan arteri.

Pada klien dengan gangguan autoregulasi, beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti batuk, suctioning, dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga juga meningkatkan tekanan TIK.

Autoregulation Self Regulated

o PCO2 (carbon dioxide) vasodilator

For every 1 mmHg change in PCO2 there is a 1-2cc change in blood flow per 100 GMs of brain

(1300-1400Gms avg. wt.) =s [750 +65] or [750 + 130]Diameter of vessels

o Hypercapnia: Increases CBF

o Hypocapnia: Decreases CBF

Intracranial Pressure Regulation When BP increases, cerebral arterioles constrict to keep blood entering brain at steady

rate. When BP falls, cerebral arterioles dilate to increase blood flow to brain. Metabolic regulation—changes in O2 and CO2: Low O2 and increased CO2 cause

vasodilation CSF regulation—decreased production or increased reabsorption decreases ICP.

Konsentrasi CO2 menurun, menyebabkan vasokontriksi Menurunnya aliran darah vena yang keluar, dapat meningkatkan volume darah

serebral yang akhirnya menyebabkan peningkatan TIK Pada keadaan iskemi, pusat vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat

untuk mempertahankan aliran darah Keadaan ini selalu disertai lambatnya denyutan pembuluh darah dan pernafasan yang

tidak teratur

Page 25: Handout Neuro 1

Perubahan tekanan darah, frekwensi nadi dan pernafasan adalah gejala klinis peningkatan TIK .

Factors Affecting CBF Viscosity of the blood Anemia Drugs

CSF125-150 cc clear fluid

o 500cc produced per day

o 20cc per hour

o Replaced 4-7 times per day

Functiono Protection, cushions (bantalan)

o Waster disposal (pembuangan)

o Nutritional support (2/3 bodies BS)

CSF Pressure Norm

o 1-15 mmHg or <200mm H2O

Low pressure o Dehydration

Increased pressureo ValSava,Tumor, Subdural Hematoma, Subarachnoid Hemorrhage, Infections,

Hydrocephalus.cpp

Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure (CPP).

CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak (Black&Hawks, 2005).

CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial rumus CPP = MAP – ICP. CPP normal berada pada rentang 60-150 mmHg. MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X

tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas 150 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari

60 mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi (Morton et.al, 2005).

Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP (Black&Hawks, 2005).

Edema serebral Adalah akumulasi cairan dalam jaringan otak

Page 26: Handout Neuro 1

Bisa disebabkan karena hipoksia, tumor, cidera kepala, Hal ini juga dapat meningkatkan TIK.

PTIK sebagai efek skunder Peningkatan TIK juga bisa merupakan karena afek skunder dari beberapa hal

◦ Cidera kepala,tumor otak, perdarahan, keracunan dan encepalopati Peningkatan tik dari penyebab apapun akan mempengaruhi perfusi serebral dan fapat

menimbulkan distorsi dan bergesernya otak (herniasi).

Respon serebral terhadap PTIK Kompensasi

◦ selama fase ini, otak dan komponennya dapat mengubah volumenya untuk memungkinkan pengembangan volume jaringan otak

◦ TIK pada fase ini, kurang dari tekanan arteri sehingga dapat mempertahankan perfusi serebral

◦ Pasien tidak menunjukkan perubahan fungsi neurologis Dekompensasi.

◦ Keadaan inni dimulai dengan tidak efektifnya kemampuan otak untuk mengkompensasi peningkatan tekanan

◦ Menunjukkan perubahan status mental, bradicardia, perubahan pernafasan, tekanan denyut nadi melebar

◦ Dapat terjadi herniasi batang otak dan sumbatan aliran darah serebral.

Manifestasi klinis Perubahan tingkat kesadaran Perubahan respirasi Respon vasomotor abnormal.

Tanda paling dini dari PTIK adalah lethargi, lambatnya bicara dan lambatnya respon verbal.

Patofisiologi Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan

serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK

dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme kompensasi

pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik.

◦ Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai (Black&Hawks, 2005).

Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak

Page 27: Handout Neuro 1

hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia (Black&Hawks, 2005).

Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal.

Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial. Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke bawah.

Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri. Supratentorial dan infratentorial (berisi batang otak dan serebellum).

Otak dapat bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah (Black&Hawks, 2005).

Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekanan perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK.

Peningkatan volume otak sedikit saja dapat menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali ke batas normal (Black&Hawks, 2005).

PathofisPasien dengan cranial insult→odem jaringan → peningkatan TIK → kompresi pada pembuluh darah → penurunan cerebral blood flow → oksigenisasi berkurang dengan kematian sel otak → odem sekitar jaringan nekrotik → peningkatan TIK dengan kompresi batang otak dan pusat pernafasan → akumulasi CO2 → vasodilatasi → peningkatan TIK akibat dari peningkatan volume darah → kematian.

Manifestasi klinis Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh

◦ tarikan pembuluh darah dari jaringan yang merenggang ◦ tekanan pada duramater yang sensitif ◦ berbagai struktur dalam otak.

Indikasi peningkatan TIK berhubungan dengan lokasi dan penyebab naiknya tekanan dan kecepatan serta perluasannya.

Manifestasi klinis dari peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan, iritabel, confusion, penurunan GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil, kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung.

Sakit kepala, mual, muntah, penglihatan kabur sering terjadi. Papiledema juga tanda terjadinya peningkatan TIK.

Cushing triad yaitu peningkatan tekanan sistolik, baradikardi dan melebarnya tekanan pulsasi adalah respon lanjutan dan menunjukkan peningkatan TIK yang berat dengan hilangnya aoturegulasi (Black&Hawks, 2005).

Page 28: Handout Neuro 1

Perubahan pola nafas dari cheyne-stokes ke hiperventilasi neurogenik pusat ke pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik menunjukkan kenaikan TIK.

Pembuktian adanya kenaikan TIK dibuktikan dengan pemeriksaan diagnostik seperti radiografi tengkorak, CT scan, MRI.

Lumbal pungsi tidak direkomendasikan karena berisiko terjadinya herniasi batang otak ketika tekanan cairan serebrsopinal di spinal lebih rendah daripada di kranial. Lagipula tekanan cairan serebrospinal di lumbal tidak selalu menggambarkan keakuratan tekanan cairan serebrospinal intrakranial (Black&Hawks, 2005).

Tanda dan gejala peningkatan TIK a. tingkat kesadaran: gelisah, iritabilitas,perubahan

personality,bingung,agitasi,penurunan GCS.b. Pupil:ptosis,lambatnya reaktifity,perubahan unilateral ukuran pupil karena tekanan nervus okulomotor.c. mata : blurred vision,diplopia,penurunan ketajaman penglihatan karena penekanan pada nervus yang mengontrol pergerakan mata ( N II,IV,VI ) d. Motor : pronator drift,penurunan kekuatan menggenggam,kontralateral hemiparese. e.Sensori: penurunan respon pada sentuhan.f. Sakit kepala : sakit kepala dengan mual atau muntah proyektil,sakit kepala jika tegang.g.Bicara : lambat h.Memori : gangguan memori sedikit i.Vital sign tidak ada perubahan j.nervus cranial: bisa atau juga tidak menunjukkan perubahan insial.k.aktifitas kejang : mungkin atau tidak mungkin terjadi tergantung penyebab.

Cushing’s TriadVital Sign Changes in ICP—

Systolic pressure increases bradycardia (occurs as result of reflexive slowing in response to increased systolic

pressure) Muntah proyektil… Respiration changes—becomes slowed.

Monitoring TIK paling sering dilakukan pada trauma kepala dengan situasi (Thamburaj, Vincent, 2006): GCS kurang dari 8 Mengantuk/drowsy dengan hasil temuan CT scan Post op evakuasi hematoma Klien risiko tinggi seperti usia diatas 40 tahun, tekanan darah rendah, klien dengan

bantuan ventilasi. Pasien dengan suspek resiko peningkatan tekanan intracranial.

Untuk mengetahui dan memonitor tekanan intrakranial, dapat digunakan : metode non invasive

Page 29: Handout Neuro 1

Metode non invasif meliputi (Thamburaj, Vincent, 2006) : Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan sebagai tanda peningkatan TIK.

Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi pupil normalnya dianggap tanda peningkatan TIK.

Transkranial dopler, pemindahan membran timpani, teknik ultrasound “time of flight” sedang dianjurkan. Beberapa peralatan digunakan untuk mengukur TIK melalui fontanel terbuka. Sistem serat optik digunakan ekstra kutaneus.

Dengan manual merasakan pada tepi kraniotomi atau defek tengkorak jika ada, dapat juga memberi tanda

metode invasif. Monitoring intraventrikular menjadi teknik yang popular, terutama pada klien dengan

ventrikulomegali. Keuntungan tambahan adalah dapat juga mengalirkan cairan serebrospinal. Cara ini tidak mudah dan dapat menimbulkan perdarahan dan infeksi (5%).

Kateter subdural. Cairan dimasukkan oleh kateter ke dalam ruang subdural, kemudian dihubungkan ke system monitoring tekanan arteri. Cara ini hemat biaya dan berguna secara adekuat.

“Cardio Search monitoring sensor” digunakan subdural atau ekstradural. Sistem ini jarang digunakan.

Peralatan elektronik (Camino dan Galtesh) popular di dunia. Peralatan yang ditanam secara penuh diperlukan oleh klien yang memerlukan

monitoring TIK jangka panjang, seperti pada tumor otak, hidrocephalus, atau penyakit otak kronik lainnya.

Lumbal pungsi dan pengukuran tekanan cairan serebrospinal tidak direkomendasikan.

Invasive intracranial pressure monitoring devices, Ada 4 jenis intracranial monitoring devices yaitu1. Intraventrikular kateter

Dapat dipasang monitor TIK secara langsung, dengan memasukkan polietilen kecil atau silicon karet kedalam ventrikel lateral melalui burr hole.

Dapat mengukur secara akurat dan mengalirkan cairan cerebrospinal namun dapat menimbulkan resiko infeksi.

Kontraindikasi jika ada cerebral ventrikel stenosis, aneurisma cerebral dan suspek lesi vaskuler.2. Subarachnoid bolt

Insersi melalui subarachnoid burr hole dimana posisinya didepan tengkorak dibelakang hairline .Lebih mudah dari intraventrikuler kateter,khususnya jika CT scan menyatakan bahwa cerebrum bergeser atau kollaps ventrikel.

Resiko infeksi dan kerusakan parenkim sedikit karena bolt nya tidak masuk dalam cerebrum.3. Epidural atau subdural transducer

Page 30: Handout Neuro 1

Untuk monitor epidural, sensor fiber optic dimasukkan kedalam epidural melalui burr hole.Hal ini perlu dipertanyakan karena TIK tidak diukur secara langsung dari tempat pengisian cairan serebrospinal.

Untuk subdural monitor kateter transducer fiber optic dipasang melalui burr hole dan titempatkan pada jaringan otak dibawah duramater.Metode ini tidak adekuat untuk mengalirkan CSF.4. Intraparenkim transducer

memasukkan kateter melalui subarachnoid bolt dan setelah ke dura kateter dikembangkan beberapa centimeter masuk kedalam brain’s white matter.

Pengukuran ini akurat karena tekanan jaringan otak berhubungan baik dengan tekanan ventrikel.Digunakan pada pasien dengan kompresi atau dislokasi ventrikel.

Non invasive ICP monitoring Transcranial Doppler

TCD mengukur velocity aliran darah pada arteri intracranial basal dan sering digunakan untuk mendeteksi pendekatan ke pembuluh darah.

Hal ini dikarakteristikkan dengan perubahan pada bentuk gelombang aliran darah akibat peningkatan tekanan intracranial.

Tympanic membrane displacement CSF dan perilymph mungkin saling berhubungan melalui cochlear secara adekuat dan

meningkatkan TIK akan menyebabkan peningkatan pada oval window. Tekanan ini kemudian ditranmisi ke membrane timpani melalui telinga tengah. Alat ditempatkan pada kanal telinga luar dengan memancarkan dan mendeteksi

gelombang suara. Transcranial ultrasound propagation

Dengan menggunakan bitemporal acoustic probes, gelombang ultrasonic ditransmisikan melalui kepala.Diasumsikan dengan peningkatan TIK dan merubah dalam jaringan intracranial elastance akan merubah velositas dari gelombang suara.

Pengkajian Keperawatan terkait peningkatan TIK : 1. Pemeriksaan GCS.Pemeriksaan GCS pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan. 2. Tingkat kesadaran Perubahan pertama pada klien dengan gangguan perfusi serebral adalah perubahan tingkat kesadaran 3. Respon pupil.Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya.pupil yang terpengaruh biasanya pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi, dan defisit motorik dan sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan (kontralateral). Pemeriksaan pupil meliputi : kesamaan ukuran pupil, ukuran pupil, posisi pupil (ditengah atau miring), rekasi terhadap cahaya, bentuk pupil (pupil oval bukti awal peningkatan TIK), akomodasi pupil.

Page 31: Handout Neuro 1

4. Gerakan mata.gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan (diskonjugasi), catat dan segera laporkan. 5. Tanda – tanda vitalTanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil. Suhu tubuh diukur setiap 2 jam.pola nafas klien dikaji dengan cermat. Jika TIK meningkat dan herniasi terjadi di medulla, maka Chusing response dapat terjadi, sehingga respon ini perlu juga diperiksa.6. Pemeriksaan saraf kranial

Diagnosa Kep Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berupa : Posisikan klien terlentang dengan posisi kepala setinggi 15-30 derajat jika tidak ada

kontraindikasi Jaga posisi kepala tetap netral untuk memfasilitasi venous return dari otak lancar. Hindari rotasi dan fleksi pada leher karena dapat menghambat venous return dan

meningkatkan TIK. Hindari fleksi berlebihan pada pinggang karena dapat meningkatkan tekanan intra-

abdomen dan intratoraks yang dapat meningkatkan TIK. Hindari valsava maneuver, minta klien ekshalasi ketika berputar atau pindah posisi. Beri obat-obatan untuk menurunkan edema serebral sesuai instruksi, seperti osmotik

diuretik dan obat untuk menurunkan risiko kejang seperti antikonvulsan. Konsul dengan tim medis untuk membantu evakuasi bowel tanpa pengikatan karena

dapat meningkatkan TIK.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran, gangguan saraf pusat pernafasan

Lakukan suctioning untuk mencegah penumpukan sekret dan CO2 yang dapat meningkatkan TIK.

Beri oksigen yang cukup sebelum, antara dan sesudah melakukan suctioning. Hindari suction nasal jika terdapat drainase nasal, karena drainase nasal

mengindikasikan robekan di dural, sehingga berisiko terjadinya meningitis. Auskultasi daerah paru Monitor hasil AGD dan pulse oksimetri Tinggikan posisi kepala klien dengan posisi netral. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi medis.

Risti gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan restriksi cairan untuk menurunkan edema serebral. Pada masa lampau, pembatasan cairan dilakukan untuk mengurangi edema serebral.

Namun data terbaru menunjukkan pembatasan cairan menurunkan volume darah dan

Page 32: Handout Neuro 1

menurunkan sirkulasi serebral. Penurunan volume darah menyebabkan darah mengental dan menurunkan mobilisasi nutrisi dan toksin masuk/keluar dari sirkulasi. Pembatasan cairan hanya cocok untuk klien dengan SIADH. Klien sebaiknya dipertahankan pada keadaan euvolemik daripada membatasi cairan (Black&Hawks, 2005). Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berupa :

Monitor turgor kulit, membrane mukosa, serum dan osmolalitas urin. Monitor tanda-tanda vital Monitor ketat intake dan output cairan Observasi tanda CHF dan edema paru jika memberi manitol Monitor cairan intravena Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi medis.

Managemen peningkatan tekanan intracranial Posisi pasien Managemen cairan Peningkatan TIK diatur dengan restriksi cairan dalam usaha untuk mencegah brain

water Managemen suhu : dengan menggunakan kompres dingin dan acetaminophen. Propilaksis kejang : Kejang dapat menyebabkan meningkatnya cerebral blood

fluid.Meningkatnya cerebral blood venous akan mengurangi cerebral compliance yang akan menyebabkan peningkatan TIK.

Steroid : seharusnya tidak secara rutin digunakan sebagai standar untuk peningkatan TIK.Kortikosteroid diketahui tidak efektif melawan cytotoxic edema atau efek massa dari cerebral infarction,intracerebral hemorrhage atau trauma kepala.

Steroid dapat digunakan untuk perawatan vasogenic edema dari tumor atau abses.Steroid diberikan 10 sampai 100 mg bolus diikuti dengan 4 sampai 20 mg setiap 6 jam.Penurunan dramatis dalam volume lesi dan TIK.

Indikasi monitoring peningkatan intracranial Monitoring invasive pada tekanan intracranial secara umum diindikasikan pada pasien

dengan criteria Pasien dengan suspek resiko peningkatan tekanan intracranial Pasien koma dengan GCS kurang 8 Prognosis adanya agresive perawatan ICU

Peran perawat dalam monitor tekanan intra cranial yang menggunakan alat. inspeksi paling sedikit setiap 15 menit -2 jam daerah tempat terjadinya insersi adanya

kemerahan,pembengkakan,dan drainase. Bersihkan tempat insersi dengan betadin dan tutup dengan kasa steril. Posisi drip chamber, jika terlalu tinggi akan menyebabkan peningkatan TIK, jika

terlalu rendah akan menyebabkan drainase CSF yang berlebihan. Kaji status klinik pasien, vital sign secara rutin Hitung CPP tiap jamObservasi gelombang dan grafik TIK, sebaiknya dibaca lebih

dari satu orang.

Page 33: Handout Neuro 1

Monitor intake dan output