Deteksi Dini Komplikasi Kala III
Deteksi Dini Komplikasi Kala III
Hand OutDETEKSI KOMPLIKASI PERSALINAN KALA III
Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan IITopik: Deteksi dini komplikasi
persalinan kala IIISub Topik: 1. Atonia uteri 2. Retensio plasenta
3. Perlukaan jalan lahir Waktu: 100 menit Dosen: Ratna Dewi
Putri
OBJEKTIF PERILAKU SISWA
Setelah membaca hand out ini mahasiswa mampu: Menjelaskan
pengertian atonia uteri dengan tepat. Menjelaskan tanda dan gejala
atonia uteri dengan benar. Menjelaskan pengertian retensio plasenta
dengan tepat Menjelaskan tanda dan gejala retensio plasenta dengan
benar. Melaksanakan penanganan pada komplikasi kala III persalinan
dengan benar.
BUKU SUMBER
1. Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan
Kelahiran. Jakarta : EGC. Hal : 443- 446.2. Cunningham, et al.
Obstetri Williams. Edisi 21. 2000. EGC : Jakarta 3. DEPKES RI.
2007. Buku Asuan Persalinan Normal. Jakarta. Hal : 138.4. Depkes
RI. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. 2007.
Jakarta 5. letcher. Myles Texbook for Midwife. Edisi 14. churchill
Livingstone. London. 2003. Hal : 500-501.6. Varney, H. 2004. Buku
Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC. Hal : 1185
11887. Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu Kebidanan Penyakit
Kandungandan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. 2000. EGC :
Jakarta. 8. Prawirohardjo, Sarwono. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal Neonatal. 2002. YBPSP : Jakarta. 9.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. 2000. YBPSP : Jakarta
PENDAHULUAN
Salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan
obstetri dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di wilayah
tersebut. Di Indonesia, berdasarkan hasil RISKESDAS 2007 ( Riset
Kesehatan Dasar ) diperoleh AKI pada tahun 2007 228/100.000
kelahiran hidup, meskipun telah terjadi penurunan namun masih jauh
dari target MDG 2015 (102/100.000 KH) sehingga masih memerlukan
kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut.
Sementara untuk AKB, pada tahun 2007 diperoleh AKB 26,9/1.000
kelahiran hidup (RISKESDAS). Menurut Ramcet, 2005, penyebab utama
kematian ibu adalah: perdarahan (28%), infeksi (11%), Eklamsia
(24%) dan parus macet/lama (5%).Perdarahan PostpartumPada pelepasan
plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis di
tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan
itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus
menekan pembuluh-pembuluh yang terbuka, sehingga lumennya tertutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Seorang wanita
sehat dapat kehilangan 500 ml darah tanpa akibat buruk. Istilah
perdarahan postpartum digunakan apabila perdarahan setelah anak
lahir melebihi 500 ml. perdarahan primer terjadi dalam 24 jam
pertama dan sekunder setelah itu. Hal-hal yang menyebabkan
perdarahan postpartum ialah: 1) atonia uteri; 2) perlukaan jalan
lahir; 3) terlepasnya sebagian plasenta dari uterus; 3)
tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya kotiledon atau
plasenta suksenturiata.Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua
bagian:(a) Perdarahan postpartum primer (early postpartum
hemorrhage) yang tejadi dalam 24 jam setelah anak lahir.(b)
Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang
terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15
postpartum.
URAIAN MATERI
1. Atonia Uteri1.1 Pengertian Atonia uteri didefinisikan sebagai
suatu kondisi kegagalan berkontraksi dengan baik setelah persalinan
(Saifudin AB, 2002). Sedangkan dalam sumber lain atonia
didefinisikan sebagai hipotonia yang mencolok setelah kelahiran
placenta (Bobak, 2002). Dua definisi tersebut sebenarnya mempunyai
makna yang hampir sama, intinya bahwa atonia uteri adalah tidak
adanya kontraksi segera setelah plasenta lahir.Pada kondisi normal
setelah plasenta lahir, otot otot rahim akan berkontraksi secara
sinergis. Otot otot tersebut saling bekerja sama untuk untuk
menghentikan perdarahan yang berasal dari tempat implantasi
plasenta. Namun sebaliknya pada kondisi tertentu otot otot rahim
tersebut tidak mampu untuk berkontraksi / kalaupun ada kontraksi
kurang kuat. Kondisi demikian akan menyebabkan perdarahan yang
terjadi dari tempat implantasi plasenta tidak akan berhenti dan
akibatnya akan sangat membahayakan ibu. Sebagian besar perdarahan
pada masa nifas (75 80%) adalah akibat adanya atonia uteri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama
masa kehamilan adalah 500 800 ml / menit, sehingga bisa kita
bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa
menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat
banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5 6 liter
saja.1.2 Penyebab Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak
berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah
bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Upaya penanganan
perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus dimulai dengan
mengenal ibu yang memiliki kondisi yang beresiko terjadinya atonia
uteri. Dibawah ini beberapa faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan terjadinya atonia uteri, antara lain :a. Distensi rahim
yang berlebihanPenyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain
:1) Kehamilan ganda2) Poli hidramnion3) Makrosomia janinPeregangan
uterus yang berlebihan karena sebab sebab tersebut akan
mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah
plasenta lahir.b. Pemanjangan masa persalinan (partus lama)Pada
partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-
otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta
lahir.c. Grandemultipara (Paritas 5 atau lebih)Kehamilan seorang
ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali
teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari
uterus segera setelah plasenta lahir.d. Kehamilan dengan mioma
uterusMioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post
partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam
miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.e.
Persalinan buatan (SC, Forsep dan ekstraksi vakum).f. Persalinan
lewat waktug. KorioamnionitisJika seorang wanita mengalami salah
satu dari faktor resiko ini, maka penting bagi penolong persalinan
untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atonia uteri. Meskipun
demikian, 20% atonia uteri postpartum dapat terjadi pada ibu-ibu
tanpa faktor resiko ini. Adalah penting bagi semua penolong
persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan
awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses
persalinan.1.3 Tanda dan gejala Mengenal tanda dan gejala sangat
penting dalam penentuan diagnosa dan penatalaksanaannya.Tanda dan
gejala atonia uteri antara lain :a. Perdarahan
pervaginam.Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak
dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi pada kondisi ini
adalah darah keluar disertai gumpalan. Hal ini terjadi karena
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.b.
Konsisitensi rahim lunakGejala ini merupakan gejala terpenting /
khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan
yang lainnya.c. Fundus uteri naikd. Terdapat tanda tanda syok1.4
Penanganan Upaya mencegah atonia uteri adalah melakukan penanganan
aktif kala tiga, yaitu dengan melaksanakan manajemen aktif kala III
:1. Menyuntikkan Oksitosin 10 IU segera setelah bayi lahir.2.
Melakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali3. Masase uterus secara
sirkuler selama 15 detik. Penanganan kasus atonia uteri harus
secara benar, tepat dan cepat, mengingat akibat yang akan terjadi
jika tidak segera mendapat penanganan yang cepat dan tepat. Seorang
ibu bersalin akan kehilangan darah sangat banyak dalam beberapa
menit saja uterus tidak berkontraksi. Langkah langkah yang harus
dilakukan dalam penanganan kasus atonia uteri a. Lakukan massage
uterus untuk mengeluarkan gumpalan darah. b. Bersihkan bekuan darah
atau selaput ketuban dari vaginac. Periksa kandung kemih ibu jika
kandung kemih ibu bisa dipalpasi atau gunakan teknik aseptic untuk
memasang kateter ke dalam kandung kemihd. Lakukan kompresi bimanual
interna (KBI) selama maksimal 5 menit atau hingga perdarahan bisa
dihentikan dan uterus berkontraksi dengan baik.Langkah langkah KBI
: Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukkan
secara obstetric (menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus
kedalam vagina ibu Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput
ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri, mungkin hal ini
menyebabkan uterus tidak berkontraksi secara penuh Kepalkan tangan
dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior
uterus, kearah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding
posterior uterus kearah depan sehingga uterus ditekan dari arah
depan kebelakang Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi
ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah terbuka (bekas
implantasi plasenta) didinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
e. Anjurkan keluarga untuk mulai menyiapkan rujukanf. Jika
perdarahan bisa dihentikan dan uterus berkontraksi baik : Teruskan
kompresi bimanual interna selama 1-2 menit. Keluarkan tangan dengan
hati hati dari vagina. Pantau kala IV dengan seksama, termasuk
sering melakukan massage, mengamati perdarahan, tekanan darah dan
nadi. g. Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak
berkontraksi dalam waktu 5 menit setelah dimulainya kompresi
bimanual interna : Instruksikan dan ajari salah satu keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksterna (KBE).Langkah langkah KBE:
Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan diding depan korpus
uteri dan diatas simfisis pubis Letakkan tangan lain pada dinding
abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar dengan dinding
depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/memegang bagian
belakang uterus seluas mungin. Lakukan kompresi uterus dengan cara
saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah
didalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini
dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk
berkontraksi
Keluarkan tangan dari vagina dengan hati hati. Jika tidak ada
tanda hipertensi pada ibu, berikan metergin 0, 2 mg IM Mulai Iv
ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum
berlubang besar ( 16 / 18 G ) dengan teknik aseptic. Berikan 500 cc
pertama secepat mungkin dan teruskan dengan IV ringer laktat + 20
unit oksitosin yang kedua. Jika uterus tetap tidak berkontraksi
Ulangi KBI Jika berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan lahan
dan pantau kala IV dengan seksama. Jika uterus tidak berkontraksi,
rujuk segera dimana operasi dapat dilaksanakan Dampingi ibu
ketempat rujukan. Teruskan infuse dengan kecepatan 500 cc / jam
hingga ibu mendapatkan total 1, 5 liter dan kemudian turunkan
hingga 125 cc / jam. Jika kompresi bimanual tidak berhasil, coba
lakukan kompresi aorta. Raba arteri femoralis dengan ujung tangan
kiri, pertahankan Genggam tangan kanan kemudian tekan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan.
Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur nadi,
pernafasan dan tekanan darah. Buat dokumentasi dengan cermat.
Ya ya tidak berhenti tetapMasase fundus uteri segera sesudah
plasenta lahir(maksimal 15 detik)Uterus kontraksi?-
Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban- Kompres Bimanual
Interna (KBI) maks 5 menitUterus kontraksi?pertahankan KBI selama
1-2 menitkeluarkan tangan secara hati-hatilakukan pengawasan kala
IVajarkan kelurga melakukan Kompresi Bimanual Eksternal
(KBE)keluarkan tangan (KBI) secara hati-hatisuntikkan Methyl
ergometrin 0,2 mg i.mpasang infus RL+ 20 IU oksitosin, guyurLakukan
lagi KBI - rujuk siapkan laparotomi- lanjutkan pemberian infuse +
20 IU oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan -
Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi aorta abdominalis atau
KBEUterus kontraksi?Evaluasi rutinPengawasan kala IVLigasi arteri
uterina dan/ hipogastrikaB-Lynch method
pertahankanHisterektomiPertahankan uterusBagan Pengelolaan atonia
Uteri
2. Retensio Plasenta2.1 Pengertian Retensio plasenta adalah jika
plasenta tidak lahir setelah waktu tertentu biasanya sampai dengan
1 jam setelah kelahiran bayi ( Fraser, 2003:524 ). Retensio
plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Saifudin,
2003:178). Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah
jam setelah janin lahir (Wiknjosastro, 2002:656).
Pada keadaan yang normal, plasenta sudah terlepas dari
implantasinya dalam waktu 15 menit setelah bayi lahir. Apabila
dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir plasenta belum lahir maka
keadaan ini disebut dengan Retensio Plasenta.2.2 Etiologi Plasenta
belum lepas dari dinding uterus Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta Plasenta melekat erat pada dinding uterus 1.
Plasenta Adhesiva yaitu implantasi yang kuat dari jonjot khorion
plasenta hingga melekat pada desidua endometrium yang lebih dalam.
2. Plasenta Akreta yaitu jonjot khorion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.3. Plasenta Inkreta yaitu implantasi
jonjot khorion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium. 4.
Plasenta Perkreta yaitu implantasi jonjot khorion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.5. Plasenta Inkarserata yaitu tertahannya plasenta di dalam
kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.Perdarahan
hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah
lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan
tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat
timbul perdarahan.
Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkanTidak adanya
usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III.
Penyebab lain yaitu kandung kemih penuh atau rectum penuhHal-hal
diatas akan memenuhi ruang pelvis sehingga dapat menghalangi
terjadinya kontraksi uterus yang efisien. Karena itu keduanya harus
dikosongkan.2.4 Penanganan Melalui periksa dalam atau tarikan pada
tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum
dan bila lebih dari 30 menit, maka kita dapat melakukan plasenta
manual. Prosedur plasenta manual adalah sebagai berikut: Sebaiknya
pelepasan plasenta secara manual dilakukan dengan narcosis, karena
relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya, terutama retensi telah
lama. Sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan
dilakukan. Setelah desinfektan daerah vulva termasuk daerah
seputarnya, labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan
kanan dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina. Sekarang tangan
kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan kanan dengan
posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi
plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi
salah jalan (false route). Supaya tali pusat mudah diraba, dapat
diregangkan oleh pembantu (asisten). Setelah tangan dalam sampai ke
plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan ke pinggir plasenta dan
mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang
pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan sebelah
kelingking (ulnar), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian
plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim, dengan gerakan yang
sejajar dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas,
plasenta dipegang dan dengan perlahal-lahan ditarik keluar.
Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta
secara manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat
dilalui dengan dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan
dalam nakrosis yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim
juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi di dinding
belakang. Ada kalanya plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual
seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal ini tindakan
dihentikan.Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta
lengkap, segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikkan
Ergometrin 0,2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada
kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu
harus segera dilakukan pencegahan perdarahan postpartum.Apabila
kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai
prosedur tindakan atonia uteri.
3. Perlukaan Jalan LahirPerlukaan dalam kadaan dimana plasenta
lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. 3.1 Robekan
perineum DefinisiRobekan perineum adalah laserai disekitar jaringan
perineum yang terjadi selama kelahiran bayi di kala II persalinan.
Gejala dan tanda robekan jalan lahir yang selalu ada Perdarahan
segera Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir Uterus
berkontraksi baik Plasenta lengkap Gejala dan tanda robekan jalan
lahir yang kadang kadang ada Pucat Lemah Menggigil Jenis Robekan
PerineumRobekan perineum diklasifikasikan menurut luasnya jaringan
dan struktur yang rusak, antara lain :1. Derajat IStruktur yang
rusak antara lain : Mukosa Vagina Forchete posterior Kulit
perineum
2. Derajat IIlaserasi terjadi pada : Mukosa Vagina Forchete
posterior Kulit perineum Otot perineum3. Derajat IIILaserasi yang
luas, sampai sfingter ani 3a. < 50 % ketebalan sfingter ani 3b.
> 50 % ketebalan sfingter ani 3c. Hingga sfingter ani4. Derajat
IVLaserasi yang ekstrim dan luas, meliputi : Mukosa vagina Forchete
posterior Kulit perineum Otot perineum Otot sfingter ani Dinding
depan rektum3.2 Penatalaksanaan1. Periksalah dengan seksama dan
perbaiki robekan pada serviks atau vagina dan perineum2. Lakukan
penjahitan Penjahitan Ruptur Perineum Tingkat II. Bagian apeks
vagina yang mengalami laserasi diidentifikasi. Dibuat jahitan
kira-kira 1 cm diatas apeks laserasi, kemudian mukosa vagina dan
fascia rektrovagina dibawahnya dijahit jelujur.
Penjahitan harus mengikutsertakan fascia rektrovagina, dimana
fascia ini jaringan yang berfungsi menyokong bagian posterior dari
vagina. Tepat sebelum cincin hymen, masukkan jarum ke dalam mukosa
vagina lalu kebawah cicin hymen sampai jarum ada di bawah laserasi.
Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas
laserasi.
Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan
jelujur, hingga mencapai bagian bawah laserasi. Setelah mencapai
ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan penjahitan,
menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler.
Tusukkan jarum dari robekan perineum kedalam vagina. Ikat benang
dengan membuat simpul di dalam vagina.
Keuntungan-keuntungan teknik penjahitan jelujur : Mudah
dipelajari dan cepat Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit
benang yang digunakan Menggunakan lebih sedikit jahitanInfiltrasi
Lokal / AnestesiInfiltrasi lokal digunakan ketika anestesi
diperlukan untuk memperbaiki laserasi atau episiotomi jika anestesi
sebelum persalinan telah habis, blok pudendal setelah persalinan
gagal, atau infiltrasi lokal merupakan jenis yang dipilih. Kerugian
utama dari infiltrasi lokal untuk perbaikan laserasi adalah
mengganggu jaringan, sehingga membuat perkiraan atau penentuan
ketebalan jahitan lebih sulit.Ukuran, panjang jarum dan jumlah
anestesi yang digunakan tergantung pada laserasi. Jarum ukuran 22
dengan panjang 1 inci baik digunakan untuk infiltrasi.
Bagaimanapun, ukuran jarum yang lebih kecil sebaiknya digunakan
untuk laserasi yang lebih kecil dan area yang lebih sensitif.
Sebagai contoh, jarum ukuran 25 dan panjang 1 inci, dapat menjadi
pilihan untuk menganestesi laserasi klitoris.Teknik infiltrasi
lokal adalah dengan memasukkan ujung jarum pada ujung atau sudut
laserasi dan kemudian menjalankannya sepanjang luka atau sepanjang
garis dimana jahitan akan dibuat. Kemudian setelah aspirasi, obat
anestesi diinjeksikan ketika jarum ditarik ke titik pemasukan.
Injeksi obat dihentikan ketika jarum diarahkan kembali disepanjang
garis jahitan yang akan dibuat, dan proses diulang sampai seluruh
area yang mungkin terasa sakit teranestesi.Gunakan tabung suntik
steril sekali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4 cm. Jarum yang
lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar biasa digunakan,
tapi jarum harus berukuran 22 atau lebih kecil tergantung pada
tempat yang membutuhkan anestesi. Obat standar untuk anestesi local
adalah 1 % lidokain tanpa epinefrin. Jika lidokain 1 % tidak
tersedia, gunakan lidokain 2 % yang dilarutkan dengan air steril
atau normal salin dengan perbandingan 1 : 1.Prinsip Prinsip
Penjahitan Ruptur PerineumKlasifikasi ruptur perineum terdiri dari
derajat satu sampai dengan empat tergantung derajat kedalamannya.
Pemeriksaan colok dubur dapat membantu dalam menentukan luasnya
kerusakan dan memastikan bahwa laserasi tingkat 3 dan 4 yang tidak
terdeteksi dapat terlihat.Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi
adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostasis).
Setiap kali jarum masuk jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan
menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab
itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang yang
cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai
tujuan pendekatan atau hemostasis.Penjahitan ruptur perineum
membutuhkan aproksimasi dari jaringan vagina, otot perineum dan
kulit perineum. Dalam melakukan penjahitan ruptur perineum
diperlukan cahaya dan visualisasi yang baik, peralatan yang tepat,
jenis benang dan anestesi yang adekuat. Dari penelitian klinik
didapatkan bahwa penggunaan benang catgut atau chromic catgut akan
mengurangi kejadian luka terbuka dan nyeri perineum pasca
salin.Perbaikan episiotomi atau laserasi harus seartistik mungkin
yang dapat dilakukan. Penjahitan yang artistik adalah perbaikan
yang dilakukan memberi perhatian khusus untuk hasil yang bukan
hanya bermanfaat dari aspek fungsi, tetapi juga sisi kosmetik.Semua
penjahitan harus memiliki hasil fungsional yang baik. Penjahitan
harus memulihkan struktur organ pelvis dan menopang organ-organ
pelvis. Di samping itu harus ada kontrol defekasi dan tonus
sfingter yang baik ketika sfingter ani eksterna mengalami
kerusakan. Hasil fungsional yang baik tidak menimbulkan
masalah-masalah seperti, tidak membentuk fistula sehingga membuat
saluran di antara orifisium, tidak menimbulkan masalah seksual
dengan menempatkan jahitan di cincin hymen, tidak merapatkan
jaringan secara anatomis, atau menyatukan kembali otot
bulbokavernosus terlalu ketat semua ini dapat menyebabkan
dispareunia.Aspek artistik berkaitan dengan hasil kosmetik. Hasil
kosmetik adalah penting karena episiotomi dan laserasi merupakan
serangan fisik terhadap tubuh wanita. Perbaikan yang sempurna
menghasilkan jaringan parut selebar helaian rambut dan semua aspek
perineum berada pada kesejajaran anatomi yang akurat tanpa keriput,
lipatan kecil, atau tepi kulit yang saling tumpang tindih.Anestesi
yang adekuat adalah prasyarat yang esensial untuk penjahitan
episiotomi atau laserasi. Area penjahitan sensitif secara fisik dan
wanita cenderung secara psikologis peka terhadap prosedur. Anda
perlu mengenali dan menghormati kepekaan ini yang dibuktikan dengan
sikap peduli dan mengupayakan wanita tidak merasa nyeri selama
penjahitan. Infiltrasi lokal untuk penjahitan akan memberi efek
anestesi yang adekuat. Anda harus menginformasikan wanita untuk
membedakan antara tekanan dan nyeri karena ia mungkin merasakan
tekanan tetapi tidak merasakan nyeriHal-hal yang harus diperhatikan
:1. Patuhi teknik aseptik dengan cermat. Mengganti sarung tangan
jika diperlukan. Mengatur posisi kain steril di area rektum dan di
bawahnya, untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika
benang jatuh ke area tersebut.2. Pencegahan trauma lebih lanjut
yang tidak perlu pada jaringan insisi.a. Penggunaan jarum bermata
(berlubang) yang menggunakan dua helai benang menembus jaringan,
sedangkan tersedia jarum tanpa mata atau jarum swage-on yang
menarik sehelai benang menembus jaringan.b. Penggunaan benang dan
jarum dengan ukuran lebih besar daripada yang diperlukan.1) catgut
kromik 4-0 digunakan untuk perbaikan dinding anterior rektum pada
laserasi derajat empat, perbaikan laserasi klitoris2) catgut kromik
3-0 digunakan untuk perbaikan mukosa vagina, jahitan subkutan,
jahitan subkutikular, dan perbaikan laserasi periuretra.3) catgut
kromik 2-0 digunakan untuk perbaikan sfingter ani eksterna,
perbaikan laserasi serviks, perbaikan laserasi dinding vagina
lateral, dan jahitan dalam terputus-putus pada otot pelvis.Hal yang
perlu dipertimbangkan dalam memilih ukuran diameter benang adalah
bahwa otot memerlukan benang yang lebih kuat. Semakin besar
nomornya, benang semakin halus dan semakin kecil nomornya, semakin
berat benang dan semakin kuat tegangan benang.Ukuran dan tipe jarum
yang biasa digunakan adalah jarum jahit umum (General Closure),
swage-on (terpasang benang).c. Penggunaan jarum traumatik yang
tidak tepat, bukan jarum bundar atraumatik. Jarum ini berbentuk
segitiga dan setiap sisinya memiliki sisi pemotong. Banyak klinisi
yakin baha jarum potong tidak dibutuhkan untuk prosedur penjahitan.
Mereka lebih memilih jarum bundar yang memiliki titik runcing dan
akan melewati jaringan lunak dengan mudah dan dengan trauma yang
lebih sedikit. Apabila menggunakan jarum bundar akan lebih sedikit
kemungkinan untuk menusuk atau menyebabkan laserasi pembuluh
darah.d. Jumlah Fungsi jarum yang berlebihan yang tidak perlu
terjadi, dapat disebabkan oleh :1) Penempatan jahitan yang salah
sehingga perlu diangkat dan dijahit lagi.2) Terlalu banyak jahitan,
terlalu rapat. Terlalu banyak jahitan juga berarti jumlah benang
yang berlebihan di dalam luka, yang memperlambat proses penyembuhan
dengan menyebabkan reaksi inflamasi terhadap benda asing.anda harus
merencanakan dengan cermat prosedur penjahitan sebelum mulai
menusukkan jarum ke wanita.e. Strangulasi jaringan karena jahitan
yang terlalu ketat. Strangulasi jaringan mengurangi kekuatan
jaringan dan, jika jahitan terlalu ketat menyebabkan sirkulasi
tidak adekuat bahkan dapat menyebabkan jaringan lepas.f. Tindakan
berulang membersihkan dan menyentuh luka yang tidak perlu. Tindakan
ini dapat menyebabkan trauma lebih lanjut dan mengganggu pembekuan
darah, terutama jika menggunakan spons untuk menggosok-gosok, bukan
untuk menyerap.g. Penggunaan instrument yang merusak jaringan.3.
Angkat bekuan-bekuan darah sebelum penjahitan luka. Apabila bekuan
darah ikut tejahit dapat menjadi tempat untuk pertumbuhan bakteri,
reaksi inflamasi, dan kerusakan jaringan serta menggagalkan proses
perbaikan.4. Pastikan hemostasis yang terlihat sebelum menjahit
luka. Hal ini menghindari pembentukan hematoma yang secara
keseluruhan dapat mengganggu proses perbaikan yang disertai infeksi
dan kerusakan jaringan serta kegagalan perbaikan.5. Penyatuan
jaringan yang akurat, menutup semua kemungkinan adanya ruang sisa.
Ruang sisa telah melemahkan kemampuan penyembuhan jaringan. Selain
itu juga menyebabkan timbulnya suatu titik yang tidak menghasilkan
tekanan, yang kondusif untuk pembentukan hematoma, juga dapat
menjadi fokus pertumbuhan bakteri dan infeksi. Simpul harus cukup
pas untuk memastikan perlekatan, tetapi tidak ketat, yang dapat
menyebabkan nekrosis jaringan.Benang yang sering digunakan untuk
memperbaiki episitomi dan laserasi adalah catgut kromik. Catgut
adalah benang yang dapat diserap karena terbuat dari jaringan
binatang (usus sapi) dan terutama terdiri dari kolagen. Kolagen
adalah suatu protein asing dalam tubuh manusia dan terurai oleh
kerja enzim pencernaan (proteolisis). Catgut kromik adalah benang
catgut yang telah dikombinasi dengan garam-garaman krom. Fungsi
garam-garam krom ini adalah menunda proses proteolisis yang
menyebabkan catgut diabsorpsi, sehingga memperpanjang waktu agar
benang dapat dipertahankan dalam jaringan bersama-sama selama
proses penyembuhan. Catgut akan diabsorpsi kurang lebih dalam 1
minggu dan akan mulai kehilangan kekuatannya dalam 3 hari. Catgut
kromik menunda absorpsi selama 10 sampai 40 hari, dan umumnya dapat
mempertahankan kekuatannya selama 2 sampai 3 minggu. Hal ini dapat
menyokong luka dengan periode waktu yang lebih lama sementara luka
tersebut mengalami proses penyembuhan.Catgut memiliki kerugian,
menyebabkan reaksi peradangan jaringan yang mencolok. Hal ini dapat
menyebabkan edema, yang menyebabkan ketegangan pada benang dan
dapat menyebabkan nekrosis jaringan. Akibatnya terbentuk jaringan
parut yang berlebihan.Hal-hal yang harus dilakukan sebelum
penjahitan luka perineum :1. Mengukur kedalaman luka sebelum
penjahitan sehingga dapat diidentifikasi kedalaman sebenarnya yang
perlu diperbaiki di bawah lapisan mukosa.2. Memulai setiap garis
benang sekurang-kurangnya 1 cm melebihi apeks luka agar dapat
mencakup setiap pembuluh darah yang diretraksi.
KESIMPULAN
1. Pengertian Atonia UteriAtonia uteri adalah tidak adanya
kontraksi segera setelah plasenta lahir.2. Penyebab Atonia
Uteri
a. Distensi rahim yang berlebihanb. Perpanjangan masa persalinan
(partus lama)c. Grandemultipara (Paritas 5 atau lebih)d. Kehamilan
dengan mioma uterus.e. Persalinan buatan (SC, Forsep dan ekstraksi
vakum).f. Persalinan lewat waktug. Korioamnionitis3. Tanda dan
gejala atonia uteri antara lain :a. Perdarahan pervaginam,b.
Konsisitensi rahim lunak,c. Fundus uteri naik,d. Terdapat tanda
tanda syok.4. Penanganan pada atonia uteri yaitu :
a. Masase Uterusb. Teknik KBI dan KBEc. Kompresi aortad. Rujuk5.
Retensio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta belum lahir
30 menit setelah anak lahir.6. Retensio dapat disebabkan Plasenta
belum lepas dari dinding uterus Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta Plasenta melekat erat pada dinding uterus
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat didinding rahim oleh
karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta
(Plasenta adhesiva) Plasenta yang belum lahir dan masih melekat
didinding rahim oleh karena villi korialisnya menembus desidua
sampai miometrium (Plasenta akreta) Plasenta yang belum lahir yang
masih melekat pada dinding rahim dan benar benar menginvasi
miometrium (plasenta inktreta) Plasenta yang sudah lepas dari
dinding rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh lingkaran
kontriksi dibagian bawah rahim (Plasenta inkarserata) Plasenta
sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkanTidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Penyebab lain
yaitu kandung kemih penuh atau rectum penuhHal-hal diatas akan
memenuhi ruang pelvis sehingga dapat menghalangi terjadinya
kontraksi uterus yang efisien. Karena itu keduanya harus
dikosongkan.7. Pemeriksaan : Perdarahan segera dari jalan lahir,
Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan obstetric, Plasenta belum lahir 30
menit setelah bayi lahir, Kadang disertai putusnya tali pusat
akibat traksi yang berlebihan8. Penanganan retensio plasenta adalah
sebagai berikut :jika setelah 30 menit plasenta belum lahir lakukan
plasenta manual. ika setelah dilakukan manual plasenta, plasenta
belum lahir dirujuk ke RS9. Robekan perineum adalah laserasi
disekitar jaringan perineum yang terjadi selama kelahiran bayi.10.
Gejala dan tanda robekan jalan lahir yang selalu ada Perdarahan
segera Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir Uterus
berkontraksi baik Plasenta lengkap11. Gejala dan tanda robekan
jalan lahir yang kadang kadang ada Pucat Lemah Menggigil12. Jenis
robekan perineum : Derajat I, II, III, dan IV
Ratna Dewi Putri - 13010409002014