Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak, yang tidak diterima. Sedangkan menurut Muhaddisin, hadits mardud adalah hadits yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. Hadits mardud adalah semua hadits yang telah dihukumi dha’if. Hadits Dha’if (lemah) ialah hadits yang sanad-nya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’, atau mu’zhal) dan diriwayatkan oleh yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, dan mengandung kejanggalan atau cacat. 1 Oleh karena itu, ‘ilm mustalah hadits telah menetapkan hadits semacam ini tidak dapat diterima sebagai sumber ajaran islam. Seluruh ulama hadits sepakat menetapkan tidak boleh sekali-kali menggunakan hadits dha’if untuk menetapkan hukum, baik hukum halal, haram, jual beli, pernikahan dan sebagainya, walaupun banyak jalur yang meriwayatkanya, sesama hadits dha’if tidak saling menguatkan. 2 Secara umum, kecacatan hadits dha’if disebabkan oleh tiga hal. Pertama, disebabkan terputusnya sanad 1 Abd. Wahid, Pengatar Ulumul Hadits, PeNA, Banda Aceh, 2012, hlm. 25. 2 Abdul choliq Muchtar, Hadis Nabi Dalam Teori Dan Praktik, TH-Press, yogyakarta, 2004, hlm. 85. 1
29

Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

Jan 22, 2016

Download

Documents

Kecacatan hadts dhaif disebabkan salah satunya oleh perawi.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak, yang tidak diterima.

Sedangkan menurut Muhaddisin, hadits mardud adalah hadits yang tidak

menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan

yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya

bersamaan. Hadits mardud adalah semua hadits yang telah dihukumi dha’if.

Hadits Dha’if (lemah) ialah hadits yang sanad-nya tidak bersambung

(dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’, atau mu’zhal) dan

diriwayatkan oleh yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, dan mengandung

kejanggalan atau cacat.1 Oleh karena itu, ‘ilm mustalah hadits telah menetapkan

hadits semacam ini tidak dapat diterima sebagai sumber ajaran islam. Seluruh

ulama hadits sepakat menetapkan tidak boleh sekali-kali menggunakan hadits

dha’if untuk menetapkan hukum, baik hukum halal, haram, jual beli, pernikahan

dan sebagainya, walaupun banyak jalur yang meriwayatkanya, sesama hadits

dha’if tidak saling menguatkan.2

Secara umum, kecacatan hadits dha’if disebabkan oleh tiga hal. Pertama,

disebabkan terputusnya sanad yang memunculkan beberapa hadits seperti hadits

mursal, munqathi’, mu’allaq, dan hadits mudallas. Kedua, disebabkan cacatnya

matan (hadits mu’allal, mudraj, maqlub, muharraf dan mushahhaf). Ketiga,

disebabkan cacatnya perawi (hadits matruk, mubham, majhul, mukhtalith,

mudhtharib, syadz, dan hadits mungkar).

InsyaAllah, pada makalah ini, kami akan membahas mengenai klasifikasi

hadits dha’if yang disebabkan cacatnya perawinya saja yaitu hadits matruk,

mubham, majhul, mukhtalith, mudhtharib, syadz, dan hadits mungkar. Setiap

hadits akan paparkan defenisi dari segi bahasa maupun istilah, dan akan diperkuat

dengan contoh dari masing-masing hadits.

BAB II

1 Abd. Wahid, Pengatar Ulumul Hadits, PeNA, Banda Aceh, 2012, hlm. 25.

2 Abdul choliq Muchtar, Hadis Nabi Dalam Teori Dan Praktik, TH-Press, yogyakarta, 2004, hlm.

85.

1

Page 2: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

2

PEMBAHASAN

A. Hadits Matruk

a. Pengertian Hadits Matruk

Dari segi bahasa Matruk berasal dari akar kata: ترك يترك yang ترك

artinya tertinggal. Orang Arab menyebutkan kulit telur setelah mengeluarkan anak

ayam disebut tariikah ,تريكه artinya tertinggal. Maksud pemberitaan seseorang

tertinggal dalam arti tidak didengar, tidak dianggap, dan tidak dipercaya karena

menyangkut pribadi yang tidak baik.3 Sedangkan dalam istilah adalah hadits yang

didalam sanad-nya terdapat seorang perawi yang dituduh berdusta.

ا م��� ت�ه� ه� م ات��� و� د ر و�ن أ�ح��� ذ�ي� ي�ك�� د�ي�ث ال��� و� ال�ح��� ه��ب�ال�ك�ذ�ب�

Yaitu hadits yang salah seorang rawinya tertuduh berdusta

Tuduhan berdusta kepada perawi karena salah satu dari dua hal berikut

ini4:

1. Hadits itu tidak diriwayatkan kecuali pada jalurnya saja, dan

bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang digali oleh para

ulama dari nash-nash syar’i.

2. Dikenal sebagai pendusta dalam perkataan biasa, tetapi tidak tampak

kedustaannya dalam hadits.

Yang disebut dengan rawi yang tertuduh dusta ialah seorang rawi yang

terkenal dalam pembicaraan sebagai pendusta, tetapi belum dapat dibuktikan

bahwa ia sudah pernah berdusta dalam membuat hadits. Menurut sebagian ahli

hadits menolak periwayatannya. Seperti Ibnu Hajar Al-Asqalani yang

mengurutkan hadits matruk sebagai hadits dha’if yang terburuk setelah maudhu’.

Hal itu dikarenakan tidak dapat diamalkan sama sekali karena cacat yang sangat

fatal, yaitu tertuduh dusta, yang posisinya berdekatanya dengan hadits maudhu’.

3 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, AMZAH, Jakarta, 2013, hlm. 206.

4 Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Maktabah Wahbah, 2009, hlm. 149.

Page 3: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

3

b. Contoh Hadits Matruk5

Contohnya, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dun-ya di dalam

Qadla’ al-Hawaij (no. 6) dengan jalan melalui:

، ع�ن� اب�ن اك� ح� د�ي، ع�ن� الض��� ع�ي�د* ا�أل�ز� بن س��� ي�ب�ر� و� ج: ع�ل�ي�كم� ل�م� ل�ى الله ع�ل�ي�ه� و�س��� ع�ب�اس� ع�ن� الن�ب�ي ص�ء�، و� ار�ع� الس��� ع م�ص��� ن��� �ن�ه ي�م� إ و�ف� ف� ع�ر ط�ن�اء� ال�م� ب�اص�ب� الل��ه� ئ غ�ض��� ا تط�ف� إ�ن�ه� رH ف� ة* الس� د�ق� و�ع�ل�ي�كم� ب�ص�

ل� ع�ز� و�ج�Juwaibir bin Sa’id al-Azdiy, dari Dhahak, dari Ibnu Abbas dari Nabi SAW, beliau

bersabda; Hendaklah kalian berbuat ma’ruf, karena ia dapat menolak kematian

yang buruk, dan hendaklah kamu bersedekah secara tersembunyi, karena sedekah

tersembunyi akan memadamkan murka Allah SWT.

Di dalam sanad ini terdapat rawi yang bernama Juwaibir bin Sa’id al-

Azdiy. an-Nasa’i Daruquthni, dan perawi lainnya. mengatakan bahwa haditsnya

ditinggalkan (matruk). Ibnu Ma’in berkata, “Ia tidak ada apa-apanya”, menurut

Ibnu Ma’in ungkapan (tidak ada apa-apanya) ini berarti ia tertuduh berdusta.

B. Hadits Mubham

a. Pengertian Hadits Mubham

Arti mubham menurut bahasa adalah samar, tidak jelas, disembunyikan

atau yang tersembunyi. Jadi, perawi-nya atau orang ketika yang menjadi objek

pembicaraan tidak dijelaskan siapa nama dan dari mana dia. Menurut istilah

adalah hadits yang di dalam matan atau sanad-nya terdapat seorang rawi yang

tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.

اة� و� Nن�د� م�ن� الر مH ف�ي الس� م م�ن� ل�م� يس� ب�ه� ال�مYang dinamakan mubham adalah rawi yang tidak disebutkan namanya di dalam

sanad.

Ke-ibham-an rawi dalam hadits mubham tersebut dapat terjadi, karena

tidak disebutkan namanya atau disebutkan namanya, tetapi tidak dijelaskan siapa

sebenarnya yang dimaksud dengan nama itu, sebab tidak mustahil bahwa nama itu

dimiliki oleh beberapa orang, atau dapat terjadi karena hanya disebutkan jenis

5 Abdul Majid Khon, Ulumul..., hlm. 207.

Page 4: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

4

keluarganya, seperti ibnun (anak laki-laki), ummun (Ibu), khallun (paman), dan

lain sebagainya yang disebutkan tersebut belum menunjukan nama pribadi

seseorang.6

Hadits Mubham hukumnya dha’if berat, karena periwayatnya tidak dikenal,

pribadinya dan keadaannya sehingga haditsnya tidak dapat diterima dan

digunakan sebagai argumen, kecuali dapat diketahui siapa orang yang di-

mubham-kan itu. Apabila ia telah diketahui, maka dapat dinilai haditsnya sesuai

dengan kaidah-kaidah penilaian hadits. Tetapi apabila yang di-mubham-kan itu

shahabat, maka tidak berpengaruh apa-apa karena semua shahabat itu adil.

b. Contoh Hadits Mubham

Hadits mubham itu ada yang terdapat pada matan dan ada yang terdapat

pada sanad-nya.

Contoh hadits mubham yang terdapat pada sanad, ialah hadits yang

dikeluarkan oleh Abu Dawud di dalam as-Sunan (3790)7 :

ب�يل* ع�ن� أ� ج��� ة� ع�ن� ر� اف�ص���� ر� اج� ب�ن� ف ج���� ع�ن� ال�ح�

ال� ال� ق��� ا ق��� م�يع��� اه ج� ع��� ف� ة� ر� ي�ر� ر� ب�ي هة� ع�ن� أ� ل�م� س�

Sر ؤ�م�ن غ� ل�م� ال�م ل�ى الل�هم ع�ل�ي�ه� و�س� ول الل�ه� ص� س ر�Uل�ئ�يم Sب ر خ� اج� ال�ف� ك�ر�يمU و�

Dari al-Hujjaj bin Farafshah, dari seorang laki-laki, dari Abu Salamah, dari Abu

Hurairah, ia berkata; Rasulullah saw bersabda; Mu’min itu sopan lagi mulia,

dan pendosa penipu lagi keji.

Dalam sanad hadits di atas hanya disebutkan dari “seorang laki-laki’ dari

Abu Salamah dari ... tanpa menyebutkan nama si laki-laki tersebut, maka

dinamakan mubham.

Kadang-kadang mubham terdapat di dalam matan, hal ini tidak

mempengaruhi kesahihan hadits, karena penyebutan rawi secara mubham tidak

terdapat pada sanad.

Contoh hadits mubham yang terdapat pada matan, hadits yang

dikeluarkan oleh Muslim (2/603) dengan jalur sanad dari Jabir :

6 Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahu’l Hadits, Alma’arif, Bandung, 1974, hlm.196.

7 Abdul Majid Khon, Ulumul ..., 2013, hlm. 210.

Page 5: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

5

ول� س�� ع� ر� د�ت م��� ه� ال� ش��� اب�ر� ب�ن� ع�ب�د� الل�ه� ق��� ع�ن� ج�و�م� ال�ع�ي��د� ة� ي��� ال� ل�م� الص��� ه� و�س��� ل�ى الل�ه ع�ل�ي��� الل�ه� ص�ة* ام��� ر� أ�ذ�ان* و�ال� إ�ق� ط�ب�ة� ب�غ�ي��� ب�ل� ال�خ ة� ق� ال� ب�الص�

� ب�د�أ ف�ه� و�ى الل��� ر� ب�ت�ق��� م�

أ� ل* ف��� ا ع�ل�ى ب�ال� ت�و�كHئ��� ام� م ثم� ق���هم� ثم� ر� اس� و�ذ�ك��� ظ� الن��� ه� و�و�ع��� ث� ع�ل�ى ط�اع�ت��� و�ح�هن� ر� ن� و�ذ�ك��� و�ع�ظ�ه اء� ف��� ت�ى أ�ت�ى النHس��� ى ح� م�ض���ن�م� ه� كن� ح�ط�ب ج� ر� إ�ن� أ�ك�ث���� د�ق�ن� ف���� ال� ت�ص���� ق���� ف�

د�ي�ن� ع�اء ال�خ��� ف� اء� س� ط�ة� النHس� أ�ةU م�ن� س� ر� ام�ت� ام� ق� ف�ن� ر� �ن�كن� تك�ث��� ال� أل� ه� ق��� ول� الل��� س�� ا ر� ال�ت� ل�م� ي��� ق��� ف�د�ق�ن� ع�ل�ن� ي�ت�ص��� ج� ال� ف� ير� ق��� ن� ال�ع�ش� ر� ت�ك�ف ك�اة� و� الش�ن� ر�ط�ت�ه� ل* م�ن� أ�ق��� ين� ف�ي ث�و�ب� ب�ال� ن� يل�ق� ل�يHه� م�ن� ح

ن� ات�م�ه� و� و�خ�Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Aku menghadiri salat Id bersama Rasulullah

saw, beliau memulai salat sebelum khutbah, tanpa adzan dan iqamah, kemudian

berdiri bersandar pada Bilal, beliau memerintahkan untuk taqwa kepada Allah,

dan mendorongan untuk taat kepada Allah, mengajarkan kepada manusia dan

mengingatkan mereka, kemudian berlalu sehingga datang seorang perempuan,

maka beliau mengajar mereka dan mengingatkan mereka seraya bersabda;

Bersedekahlah karena kebanyakan di antara kalian akan menjadi kayu bakar api

neraka, lalu berdirilah salah seorang perempuan, yang merupakan pilihan para

wanita, yang kedua pipinya berwarna merah kehitam-hitaman, lalu ia bertanya,

“Mengapa demikian, Ya Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab, “Engkau

banyak mengeluh dan ingkar kepada kepada suamimu. Jabir berkata; Lalu

mereka menyedekahkan sebagian perhiasan mereka yang berupa cincin dan

anting mereka dengan memasukkannya ke dalam kain Bilal.

Disembunyikannya nama wanita yang bertanya kepada Rasulullah SAW

tidak mempengaruhi kesahihan hadits, karena orang tersebut tidak terletak pada

sanad.8

C. Hadits Majhul8 Amr Abdul Mun'im Salim, Taysir Ulum al-Hadits lil Mubtadi'in, Maktabah Ibnu Taimiyah,

Kairo, 1997, hlm. 64 – 65.

Page 6: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

6

1. Pengertian Hadits Majhul

Kata majhul berarti tidak diketahui. Misalnya, seorang perawi hadits yang

tidak dikenal atau tidak diketahui asal usul dan latar belakangnya yang

menyangkut kepercayaan seseorang, padahal untuk menilai otentisitas hadits

diperlukan pembawanya seorang yang memiliki kredibilitas yang dapat

diandalkan. Menurut istilah, hadits majhul adalah seorang perawi yang tidak

dikenal jati diri dan identitasnya. Hadits majhul adalah hadits yang di dalam

sanad-nya terdapat seorang perawi yang tidak dikenal jati dirinya, atau dikenal

orangnya, tetapi tidak dikenal identitas atau tidak dikenal sifat-sifat keadilan dan

ke-dhabith-annya. Sebab-sebab tidak dikenal jati diri atau identitas itu (jahalah)

ada beberapa faktor penyebab, antara lain sebagai berikut9 :

1. Seseorang mempunyai banyak nama atau sifat, baik nama asli, nama

panggilan, gelar, sifat profesi, atau suku dan bangsa. Sementara orang

tersebut hanya dikenal sebagai namanya saja, tetapi kemudian

disebutkan nama atau sifat yang tidak dikenal karena ada tujuan

tertentu, maka ia diduga perawi lain.

2. Seorang perawi yang sedikit periwayatannya hadits, tidak banyak

orang mengambil perawi yang kecuali hanya satu orang saja misalnya.

3. Tidak tegas penyebutan nama perawi karena diringkas menjadi nama

kecil atau nama panggilan atau karena tujuan lain.

2. Macam-Macam Hadits Majhul 10

Adanya rawi yang tidak dikenal merupakan salah satu sebab ditolak-nya

suatu riwayat. Hadits Majhul terbagi menjadi dua bagian;

1. Majhul Al-‘Ain, yaitu sebutan khusus terhadap orang yang tidak ada

riwayat hadits darinya selain hanya satu riwayat saja, dan tak seorang pun

di antara ahli hadits yang mengemukakan jarh dan ta'd’il-nya.

Di antara orang yang masuk kategori majhul al-‘ain adalah; Hafsh bin

Hasyim bin Utbah. Rawi yang meriwayatkan hadits darinya hanyalah Abdullah

bin Luhai’ah, dan tak seorangpun menyebutkan jarh wa ta’dilnya. Al-Hafidh Ibnu

Hajar berkata di dalam Tahdzib at-Tahdzib (2/362), “Dia tidak disebutkan di

9 Abdul Majid Khon, Ulumul ..., 2013, hlm. 209.

10 Amr Abdul Mun'im Salim, Taysir..., hlm. 61 – 62.

Page 7: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

7

dalam kitab-kitab tarikh (rawi) apapun juga, dan juga tidak ditemukan penjelasan

bahwa Ibnu Utbah memiliki anak yang bernama Hafsh.

Contoh Majhul al-‘ain , hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud (1492),

ص� ف� ة� ع�ن� ح� ي�ع��� ا ب�ن له� ع�ي�د* ث�ن��� ت�ي�ب�ة ب�ن س��� دmث�ن�ا ق ح�ائ�ب� ب�ي� و�ق�اص* ع�ن� الس���

� م* ب�ن� عت�ب�ة* ب�ن� أ ب�ن� ه�اش�ه� ل�ى الل��ه ع�ل�ي��� ن� الن�ب�ي� ص���

ه� أ� ب�ي���� د* ع�ن� أ ب�ن� ي�ز�ي���

ه ب�ي�د�ي�ه� ه� ح� و�ج� ع� ي�د�ي�ه� م�س� ف� ر� �ذ�ا د�ع�ا ف� ل�م� ك�ان� إ و�س�Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Ibnu Luhai’ah menceritakan

kepada kami, dari Hafsh bin Hasyim bin Utbah bin Abu Waqqash, dari Saib bin

Yazid, dari ayahnya, Yazid bin Sa’id al-Kindi ra. Bahwa Nabi saw apabila

berdo’a beliau mengangkat kedua tangannya lalu menwajahnya dengan kedua

tangannya.

Hafsh bin Hasyim termasuk majhul al-‘ain , sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya.

2. Majhul Al-Hal, yaitu sebutan yang dialamatkan kepada orang yang hadits

darinya diriwayatkan oleh lebih dari seorang, tetapi ahli hadiys tidak

mengemukakan jarh wa ta’dil-nya.

Di antara orang yang disebut-sebut termasuk ke dalam golongan jahalah

macam ini adalah Yazid bin Madzkur. Diriwayatkan darinya oleh Wahb bin

Uqbah, Muslim bin Yazid -anaknya- tetapi pendapat yang mu’tabar tidak

dianggap tstiqah.

Contoh hadits Majhul al-hal, hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi di

dalam as-Sunan al-Kubra, (8/232) dengan jalan dari

ه� و�م��� د� ع�ن� ب�ع�ض� ق� ل�ي��� م� ب�ن� ال�و� اس��� ر�ي�ك* ع�ن� ال�ق� ش�م� لو�ط�يsا ج� ي� الله ع�ن�ه ر� ض� أ�ن� ع�ل�يsا ر�

Syarik dari al-Qasim bin al-Walid, dari Yazid -Arah bin Madzkur, bahwasan-nya

Ali merajam orang homoseksual

Yazid bin Madzkur majhul hal, sebagaimana telah disebutkan di muka.

Mayoritas ulama’ melarang berhujah dengan hadits Majhul, baik majhul

al-hal ataupun majhul al-‘ain . Hanya saja ada sebagian ulama’ yang

Page 8: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

8

membedakan antara keduanya, dan berpendapat bahwa majhul al-hal itu lebih

ringan daripada majhul ain. hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang

majhul al-hal apabila diikuti oleh riwayat yang setingkat, atau lebih kuat, maka

hadits akan meningkat derajatnya menjadi hasan, karena berkumpulnya dua jalan

atau lebih. Adapun hadits majhul al-‘ain , maka mutaba’ah (adanya penguat)

tidak berguna sama sekali, karena kelemahannya termasuk ke dalam kategori

berat.

D. Hadits Mukhtalith

a. Pengertian Hadits Mukhtalith

Mukhtalith secara bahasa berarti rusak akalnya atau fikirannya atau

hafalannya.11 Sedangkan menurut istilah adalah :

اع� و� �ن��� و�ع* م�ن� أ ف� ب�ن��� ه� م�ن� وص��� ي��� و� ا ي�ر� و� م��� ه��ت�ال�ط� ا�إل�خ�

Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang bersifatkan salah satu

dari jenis ikhthilath (kekacauan)

Memiliki sifat salah satu jenis ikhtilath, seperti terjadinya kekacauan ingatan

sehingga kadang-kadang mencampurkan satu hadits dengan hadits yang lain,di

antara sebabnya adalah karena usia lanjut, atau karena kitabnya terbakar.12

b. Hukum Hadits Mukhtalith

Hadits Mukhtalath dilihat dari segi dapat diterima atau tidaknya dibagi

menjadi beberapa tingkatan;

Pertama, dapat diterima hadits dari rawi yang mengalami ikhtilath,

apabila ia stiqah dan rawi yang meriwayatkan darinya telah mendengarkan hadits

tersebut sebelum terjadinya ikhtilath.

Contoh, Hadits yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i di dalam kitab Sunan :

د�ث�ن�ا ال� ح��� بيx ق��� ر� ب�يب� ب�ن� ع��� ي�ى ب�ن ح� ا ي�ح� ن��� ب�ر� أ�خ�ال� ب�يه� ق�

� ائ�ب� ع�ن� أ د�ث�ن�ا ع�ط�اء ب�ن الس� ال� ح� ادU ق� م� ح�ا ز� ف�يه��� و�ج�

أ� ة� ف��� ال� ر* ص��� ار اب�ن ي�اس��� ا ع�م��� ل�ى ب�ن��� ص�11 A. Qadir Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, Diponegoro, Bandung, 2007, hlm. 204.

12 Amr Abdul Mun'im Salim, Taysir ..., hlm. 64 – 65.

Page 9: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

9

ت� ز� و�ج��و� أ�

ت� أ� ف� ف� د� خ� و�م� ل�ق�� ه ب�ع�ض ال�ق�� ال� ل�� ق�� ف�ا و�ت ف�يه��� د� د�ع��� ق��� ك� ف� ا ع�ل�ى ذ�ل��� م���

ال� أ� ق� ة� ف� ال� الص�ه ل�ى الل��� ه� ص�� ول� الل��� س� ن� م�ن� ر� ع�ته م� ب�د�ع�و�ات* س��

و�م� لU م�ن� ال�ق� ج ام� ت�ب�ع�ه ر� ا ق� ل�م� ل�م� ف� ع�ل�ي�ه� و�س�Telah meberitakan kepada kami Yahya bin Habib bin Arabiy, ia berkata; Telah

menceritakan kepada kami Hammad, ia berkata; Telah menceritakan kepada

Kami Atha’ bin as-Sa’ib, dari ayahnya, ia berkata; Ammar bin Yasir pernah

melakukan suatu salat bersama kami dengan salat yang ringan (pendek) lalu

orang bertanya kepadanya, engkau telah meringankan shalatmu –atau

pendekkan– Lalu Ammar menjawab; Adapun dalam hal itu aku telah berdoa di

dalamnya dengan suatu do’a yang aku dengar dari Rasulullah saw, lalu ketika

beliau berdiri seseorang di antara kaum itu mengikutinya.

Atha’ bin Sa’ib adalah stiqah, hanya saja ia mengalami ikhtilath di akhir

usianya, dan Hammad yang meriwayatkan hadits ini darinya adalah Hammad bin

Zaid. Dia termasuk orang yang telah mendengar hadits dari Atha' sebelum ia

mengalami ikhtilath. Yahya bin Sa’id al-Qaththan berkata, "Hammad bin Zaid

telah mendengar dari Atha’ sebelum ia mengalami ikhtilath". Demikian juga

penilaian Abu hatim ar-Razi.

Kedua, Tertolak hadits dari seorang yang mengalami ikhtilath, apabila

rawi yang meriwayatkan hadits darinya mendengarkan hadits setelah ia

mengalami ikhtilath.

Contohnya, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (2602), at-Tirmidzi

(3446) dan lain-lainnya dengan jalan:

Hع�ن� ع�ل�ي Nد�ان�ي م��� ب�ع�ي� ال�ه� ق� الس��� ح� و إ�س��� �ب�� د�ث�ن�ا أ ح�و�ع��ا� إ�ن� ف ر� ض�ي الل�ه ع�ن�هم م� ب�يع�ة� ع�ن� ع�ل�يsا ر� ب�ن� ر�وب�ي ر� ل�ي ذن�� ال� اغ�ف��� �ذ�ا ق��� ب م�ن� ع�ب�د�ه� إ ب�ك� ي�ع�ج� ر�

ر الذNنوب� غ�ي�ر�ي �ن�ه ال� ي�غ�ف� ي�ع�ل�م أDari Abu Ishaq as-Sabi’iy al-Hamdani, dari Ali bin Rabi’ah al-Walibiy, dari Ali

bin Abi Thalib ra secara marfu’. Sesungguhnya Tuhanmu merasa heran kepada

hamba-Nya apabila ia mengatakan ampunilah dosa-dosaku, dan ia mengetahui

bahwasannya tidak ada yang mengampuni dosa selain diriku.

Page 10: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

10

Abu Ishaq as-Sabi’iy seorang Mudallas, ia tidak mendengar hadits ini dari

Ali al-Walibiy. Al-Mizzi telah menukilkan di dalam kitab Tuhfatu al-Asyraf

(7/436) dari Abdurrahman bin Mahdi, dari Syu’bah, ia berkata “Aku bertanya

kepada Abu Ishaq, dari siapakah engkau mendengar hadits ini?” Ia menjawab,

“dari Yunus bin Khabab”. Lalu aku menjumpai Yunus bin Khabab, aku bertanya

kepadanya, “dari siapakah engkau mendengar hadits ini?” Ia menjawab, “dari

seseorang yang mendengar dari Ali bin Rabi’ah”.

Ahmad bin Mansur ar-Ramadi telah meriwayatkan dari Abdur Razaq ash-

Shan’ani, ia berkata; Telah mengkhabarkan kepadaku Ma’mar, dari Abu Ishaq,

telah mengkhabarkan kepadaku Ali bin Rabi’ah. Dikeluarkan oleh al-Mahamili, di

dalam kitab ad-Du’a (15) dan al-Baihaqi di dalam kitab al-Mu'jam al-Kubra.

Tetapi riwayat ini mengandung cacat. Abdur Razaq seorang yang stiqah

hafidz, hanya saja ia mengalami ikhtilath di akhir hidupnya. ar-Ramadiy belajar

kepada Abdur Razaq setelah ia mengalami ikhtilath, ketika itu ia mendiktekan

hadits. Maka tak layak ar-Ramady mengatakan dalam meriwayatkan hadits itu

dengan ungkapan "mendengar".

Khusus untuk Imam Ahmad, beliau telah meriwayatkan hadits tersbut dari

Abdur Razaq di dalam kitab Musnad-nya (1/115) tidak dengan ungkapan yang

bermakna mendengar secara langsung. Padahal Imam Ahmad termasuk orang

yang mendengar hadits dari Abdur Razaq sebelum ia mengalami ikhtilath.

Ketiga, seorang mukhtalith riwayatnya tertolak apabila ia dha’if, baik

orang yang meriwayatkannya mendengar sebelum ia mengalami ikhtilath, atau

setelahnya. Yang demikian itu karena haditsnya tertolak karena illah (sebab) yang

lain, bukan karena ikhtilath.

Contoh, Hadits Laits bin Abi Salim. Laits termasuk rijal yang dha’if lagi

Mudtharib hadits (goncang haditsnya), dan ia mengalami ikhtilath di akhir

usianya. Ibnu Hibban berkata, “Ia mengalami ikhtilath di akhir usianya, ia banyak

mebolak-balikkan sanad, dan merafa’kan riwayat yang mursal, dan membawa

riwayat dari rawi tstiqah yang bukan dari hadits mereka”

Keempat, Mendiamkan hadits rijal mukhtalith yang tsiqah, apabila riwayat

orang yang mendengarnya sebelum ikhtilath dan sesudahnya sehingga haditsnya

diketahui derajatnya. Apabila ada kesesuaian dengan para rawi yang stiqah, maka

Page 11: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

11

haditsnya dapat diterima, apabila tidak sesuai maka haditsnya tertolak.

Contohnya, hadits Hammad bin Salmah dari Atha’ bin as-Saib,

sesungguhnya ia mendengar dari Atha’ sebelum dan setelah ikhtilath,

sebagaimana telah kami tegaskan di dalam kitab adl-Dha’if min Qishat al-Isra’

wa al-Mi’raj.

E. Hadits Mudhtharib

a. Pengertian Hadits Mudhtharib

Mudhtharib dari segi bahasa artinya guncang dan bergetar, seperti

goncangan ombak di laut. Keguncangan suatu hadits dikarenakan terjadi kontra

antara satu hadits dengan hadits lain, berkualitas sama dan tidak dapat dipecahkan

secara ilmiah.13 Sedangkan menurut istilah adalah :

ت�م�ل ت�ع�دNد او�ي ال�ذ�ي ال� ي�ح� ي�ه� الر� و� د�ي�ث ال�ذ�ي ي�ر� ال�ح�ر* ن�د* آخ��� ى ب�س��� ر� ة� أخ� ر� ن�د* و�م� ة� ب�س� ر� ان�ي�د� ع�ن�ه م� ا�أل�س�

ا م� ع� ب�ي�ن�ه م� ك�ن ال�ج� ي�ث ال� يم� ال�ف* ب�ح� خ� مYaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang tidak mungkin memiliki

beberapa sanad darinya, suatu kali dengan sebuah sanad, dan lain kali dengan

sanad lainnya yang berbeda, di mana antara keduanya tidak mungkin

dikompromikan.

Hadits Mudhtharib merupakan hadits yang berlawan-lawanan riwayatnya

atau matan-nya, baik yang dilakukan oleh seorang perawi atau oleh banyak

perawi, dengan mendahulukan, mengemudiankan, menambah, mengurangi,

ataupun mengganti, serata dapat dikuatkan salah satu riwayatnya atau salah satu

matan-nya.14

b. Contoh Hadits Mudhtharib15

اب* ر� ام* و�ش��� ة� ع�ل�ى ط�ع��� ذ�ه� ا�ألم��� و�مU م�ن� ه� ي�ب�ي�ت ق�ي�ر� از� ن��� د�ة� و�خ� ر� ا ق�� و� خ د� مس��� و�ن� و�ق�� ب�ح يص��� و* ف� ل�ه��� و�اس ب�ح� الن��� ت�ى يص��� ذ�فU ح� فU و�ق��� م� خ�س��� ي�ب�ن�ه ل�يص� و�13 Abdul Majid Khon, Ulumul ..., 2013, hlm. 219.

14 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang,

2010, hlm. 171.15 Amr Abdul Mun'im Salim, Taysir ..., hlm. 93.

Page 12: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

12

ل�ن� س��� ل�ير� ال�ن* و� ة ب�ب�ن�ي ف ف� الل�ي�ل��� و�ن� خ�س��� ل�� و� ي�ق ف�ل� س��� ر�

� ا أ اء� ك�م��� م� ة� م�ن� الس��� ار� ج��� ب�ا ح� اص��� م� ح� ع�ل�ي�ه�ر* ا و�ع�ل�ى د�و� ي�ه��� ل* ف� ب�ائ��� و�ط� ع�ل�ى ق� و�م� ل�� ع�ل�ى ق���ي�م� ال�ت�ي� ي�ح� الع�ق� Hم� ال����ر ل�ن� ع�ل�ي�ه� س����� ل�ير� ا و� ي�ه����� ف�ا ب���� Hالر م أ�ك�ل�ه� ر� و� م���� م ال�خ� ب�ه� ر� اد�ا ب�ش��� ل�ك�ت� ع���� أ�ه�

ي�ر� ر� م ال�ح� ه� لب�س� ي�ن�ات� و� اتHخاذ�ه�م ال�ق� و�Suatu kaum di antara ummat ini bermalam dengan makanan, minuman dan

permainan, lalu pagi harinya mereka telah diubah menjadi kera dan bab. Dan

sungguh mereka telah ditimpa kehinaan dan sehingga ketika orang-orang bangun

pagi mereka mengatakan telah terjadi semalam telah terjadi malapetaka di rumah

si fulan dan dikirimkan kepada mereka hujan batu dari langit seperti yang pernah

menimpa kaum nabi Luth, terhadap beberapa kabilah di antara mereka, beberapa

rumah di antaranya, dan dikirimkan angina rebut yang menghancurkan kaum 'Ad

karena mereka meminum khamr, memakan riba, menjadikan perempuan sebagai

penyanyi-penyanyi dan memakai sutera.

Hadits ini telah diriwayatkan oleh Farqad as-Sabakhi dengan enam versi

yang berbeda-beda. Farqad adalah dikenal sebagai salah seorang rawi yang dha’if.

Karena itulah riwayatnya dikatakan idlthiraab (goncang).

Idlthirab kadang-kadang terjadi pada matan, dan kadang-kadang pula

terjadi pada sanad. Tetapi idlthirab yang terjadi pada matan jumlahnya jauh lebih

kecil dibandingkan yang terjadi pada sanad.

F. Hadits Syadz

a. Pengertian Hadits Syadz16

Secara etimologi, kata syadz adalah isim fa’il dari kata syadzdza yang

berarti menyendiri dan ganjil. Sedangkan secara terminologi, pengertian syadz

adalah :

ب�ط� و� أ�ض� ب�ط� م�ن� ه و�ف ب�الض� ي�ه� ال�م�و�ص ال�ف� ف� ا خ� م�و�ل� ب�� ة� ق ال��� ل ح� ت�م��� ه� م�ن� ال� ي�ح� د� ب��� ر� ا ان�ف� و� م�

ن�ه، أ� م�د�ه� Nر ت�ف�

16 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 2001, hlm.278.

Page 13: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

13

Adalah apabila hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang bersifat dlabit

menyelisihi rawi yang lebih dabith darinya, atau apabila hadis diriwayatakan

seorang diri oleh rawi yang tidak ada kemungkinan dapat dapat diterima

riwayatnya secara kesendirian.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa hadits syadz adalah hadits yang

diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu seorang yang adil dan sempurna ke-

dhabith-annya, akan tetapi hadits tersebut berlawanan dengan hadits yang

diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih adil dan lebih dhabith dari pada perawi

pertama tadi. Hukum hadits syadz adalah Mardud,yaitu tertolak. Hadits yang

berlawanan dengan hadits syadz tersebut disebut dengan hadits Mahfuzh.

Al-Syaf’i dan sekelompok ulama hijaz mendefinisikan hadits syadz

sebagai hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi tsiqah yang periwayatannya

itu berbeda dengan periwayatan rawi-rawi lain yang lebih tsiqah darinya. Dari

definisi ii, hadits syadz tidak memasukan hadits yang tidak diriwayatkan oleh rawi

tsiqah lainnya.17

b. Contoh Hadits Syadz

Contoh pertama. Hadits dari rawi yang dhabith bertentangan dengan rawi

yang lebih dhabith daripadanya dalam hal matan-nya.18

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab Sunan (92337)

dengan jalan sebagai berikut:

ة� ر� م ن� ع�ن� س� ت�اد�ة ع�ن� ال�ح�س� د�ث�ن�ا ق� امU ح� م� د�ث�ن�ا ه� ح�Nل ال� ك�� ل�م� ق� ل�ى الل�ه ع�ل�ي�ه� و�س� ول� الل�ه� ص� س ع�ن� ر�

اب�ع� و�م� الس��� ه ي��� ذ�ب�ح ع�ن��� ه� ت�� ت��� يق� ةU ب�ع�ق� ين��� ه� م* ر� غال�يد�م�ى ه و� س

أ� ل�ق ر� يح� و�Hammam bin Yahya berkata, Telah menceritakan kepadaku Qatadah, dari al-

Hasan, dari samurah dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Setiap bayi tergadai

dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, kemudian dicukur rambut

kepalanya dan dialirkan darah".

17 Imam al-Nawawi, Dasar-Dasar Ilmu Hadis, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001, hlm.26.

18 Muhammad Gufron & Rahmawati, Ulumul Hadits:Praktis dan Mudah, Teras, Yogyakarta,

hlm.151 – 152.

Page 14: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

14

Abu Dawud berkata Hammam berselisih dalam hal ini, dan dia meragukan

riwayat dari Hammam. Mereka mengatakan “Yusamma” (diberi nama), sedangkan

Hammam mengatakannya “Yudamma”.

Hammam, meskipun muridnya Qatadah, tetapi bukanlah termasuk murid

pada generasi pertama, tetapi ia seorang murid yang mengandung keraguan dalam

meriwayatkan hadits dari Qatadah, meskipun dia tstiqah. Banyak murid Qatadah

yang lainnya dan yang lebih dhabith dari Hammam meriwayatkan hadits yang

berebeda dari hadits yang diriwayatkannya. Para rawi itu menggunakan kata

'Yusamma'. Di antara mereka adalah Sa'id bin Urwah (yang merupakan murid

Qatadah yang paling kuat) dan Aban bin yazid al-'Athar.

Contoh kedua, Hadits dari rawi yang dhabith bertentangan dengan rawi

yang lebih dhabith daripadanya dalam hal sanadnya.19

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5:382,402), Bukhari (1:52), Muslim

1:228), Abu 'Awanah (1:198), Abu Dawud (23), at-Tirmidzi (13), an-Nasa'i

(1:19,25), Ibnu Majah (305), dengan jalan

ة� أ�ن� ذ�ي�ف������ ل* ع�ن� ح ائ������ ب�ي و��ع�م�ش� ع�ن� أ� ع�ن األ�

و�م* ب�اط�ة� ق��� ل�م� أ�ت�ى س�� ل�ى الل�ه ع�ل�ي�ه� و�س� الن�ب�ي� ص�ر� أ�خ� �ت��� ب�ت أل� ذ�ه� وء* ف� �ت�ي�ته ب�و�ض أ ا ف� ائ�م� ا ق� ب�ال� ع�ل�ي�ه� ف�أ� ت�و�ض��� ه� ف� ب�ي��� د� ع�ق� ن��� ت�ى كن�ت ع� د�ع�ان�ي ح� ه ف��� ع�ن���

ي�ه� ف� ح� ع�ل�ى خ و�م�س�Dari al-A'masy, dari Abu Wa'il, dari Hudzaifah bin al-Yaman, bahwa Nabi saw

mendatangi tempat pembuangan suatu kaum lalu beliau kencing di sana dengan

berdiri, lalu aku datang untuk berwudlu, lalu aku pergi untuk meninggalkannya,

lalu beliau memanggilku sehingga aku ada di belakang beliau, lalu beliau

berwudlu dan mengusap khufnya.

Hadits seperti ini diriwayatkan pula dari al-A'masy oleh sejumlah ulama'

seperti Ibnu 'Uyainah, Waki', Syu'bah, Abu 'Awanah, Isa bin Yunus, Abu

Mu'awiyah, Yahya bin 'Isa ar-ramly, dan Jarir bin Hazm

Tetapi Abu Bakar bin 'Iyasy menyalahi riwayat mereka. Status akurasi

Ibnu 'Iyasy adalah tstiqah tetapi memiliki beberapa kesalahan. Dia meriwayatkan

hadits tersebut dari al-A'masy, dari Abu Wa'il, dari al-Mughirah bin Syu'bah.

19 Amr Abdul Mun'im Salim, Taysir ..., hlm. 79 – 80.

Page 15: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

15

Abu Zur'ah ar-Razi mengatakan, "Abu Bakar bin 'Iyasy telah melakukan

kesalahan dalam hadits ini. Yang benar adalah hadits dari al-A'masy dari Abu

Wa'il, dan Hudzaifah". Dengan demikian sanad hadits yang diriwayatkan melalui

Abu Bakar bin 'Iyasy adalah syadz, Allahu a'lam.

G. Hadits Munkar

a. Pengertian Hadits Munkar

Kata munkar berasal dari kata inkar berarti menolak, tidak menerima,

lawan dari kata iqrar yang artinya mengakui atau menerima. Cacat yang ada pada

perawi itu membuat tertolak dan diingkarinya. Dalam istilah, ada beberapa

pendapat, di antaranya:

او�ي ه� ال��ر� اي�ت��� ر�د ب�ر�و� ذ�ي� ي�ن�ف��� د�ي�ث ال��� و� ال�ح��� ه��ن�ه و�ى م� و� أ�ق� ال�ف ب�ه� م�ن� ه ا يخ� و� م�

، أ� ع�ي�ف� الض�Hadis yang diriwayatkan oleh seorang diri periwayat yang dha’if, atau hadis itu

bertentangan dengan periwayat yang lebih kuat.20

Dinamakan hadits munkar, karena diriwayatkan oleh perawi seorang diri

yang dha’if dari segi hafalannya, dan bertentangan dengan hadits yang

diriwayatkan oleh orang-orang yang leibh kuat, baik perbedaan sanad atau matan.

Lawan dari munkar adalah ma’ruf. Maksudnya ketika terjadi perbedaan antara

perawi yang dha’if dengan perawi yang lebih kuat. Riwayat yang lebih kuat

dinamakan ma’ruf.21

b. Contoh Hadits Munkar

Contoh pertama, hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad (1/191,195),

Bukhari dalam at-Tarikh al-Kabir (4/2/88) an-Nasa’I (4/158), Ibnu Majah (1321)

al-Bazzar di dalam Musnad, Ibnu Syahin di dalam Fadla-il Syahr Ramadhan (28)

dengan jalan dari an-Nadlr bin Syaiban

ة� ل�م� ب�ي س���� ل�ت أل� : ق ال� ، ق� ي�ب�ان� ر ب�ن ش� د�ث�ن�ا الن�ض� ح�

ع�ت�ه م�ن� م� ء* س��� ي� دHث�ن�ي ب�ش��� ، ح��� م�ن� ح� د� ال��ر� ب�ن� ع�ب���ه ل�ى الل��� ه� ص��� ول� الل��� س�� وك� م�ن� ر� �ب�� ع�ه أ م� ب�يك� س�

� أه� ول� الل��� س�� ب�ي�ن� ر� ب�ي��ك� و�

� ، ل�ي�س� ب�ي�ن� أ ل�م� ع�ل�ي�ه� و�س�20 Abdul Majid Khon, Ulumul ..., 2013, hlm. 212.

21 Muhammad Gufron & Rahmawati, Ulumul..., hlm. 148.

Page 16: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

16

، ان� م�ض��� ر� ر� ه� دU ف�ي ش��� ل�م� أ�ح��� ل�ى الل�ه ع�ل�ي�ه� و�س� ص�ه� ول الل��� س�� ال� ر� : ق� ال� ب�ي، ق�

د�ث�ن�ي أ� ، ح� : ن�ع�م� ال� ق�ال�ى ت�ع��� ك� و� ار� ه� ت�ب��� : إ�ن� الل��� ل�م� ل�ى الل�ه ع�ل�ي�ه� و�س� ص�ن�ن�ت ل�كم� ، و�س���� ان� ع�ل�ي�كم� م�ض���� ي�ام� ر� ض� ص���� ر� ف����ج� ر� اب�ا خ��� ت�س� ان�ا و�اح� �ي�م� ه إ ام� ه و�ق� ام� م�ن� ص� ه، ف� ي�ام� ق�

ه Nمل�د�ت�ه أ م�ن� ذنوب�ه� ك�ي�و�م� و�

Telah menceritakan kepada kami an-Nadlr bin Syaiban, ia berkata: Aku berkata

kepada Abu Salamah bin Abdurrahman, Ceritakan kepadaku hadis yang engkau

dengar dari ayahmu, yang telah dia dengar dari Rasulullah saw secara langsung,

yang tidak ada orang lain di antara ayahmu dengan Rasulullah saw pada bulan

Ramadhan; Ia menjawab, Ya, telah menceritakan kepadaku ayahku, Rasulullah

saw bersabda” Sesungguhnya Allah azza wa jalla mewajibkn kalian berpuasa

pada bulan Ramadhan, dan aku sunnahkan bagi kalian qiyam pada malam

harinya. Maka barangsiapa yang berpuasa, dan mendirikan dengan penuh

keimanan dan perhitungan, maka akan keluar darinya dosa-dosa seperti hari

ketika ia dilahirkan oleh ibunya

Pada sanad ini ada rawi yang bernama Nadlr bin Syaiban. Dia adalah rawi

yang dha’if. Dalam periwayatan hadis ini pun terjadi kesalahan, yaitu ketika ia

meriwayatkan hadis dari Abu Salamah dengan ungkapan bahwa Abu Salamah

mengatakan, “Ayahku telah menceritakan kepadaku …”

Para ahli hadis menyatakan bahwa Abu Salamah tidak pernah

mendengarkan hadis dari ayahnya. Inilah segi kemunkaran yang pertama.

Yang kedua, hadis seperti itu telah diriwayatkan oleh rijal lainnya yang

stiqah (terpercaya) hafidz (banyak hafalan) atsbat (paling teguh), seperti Yahya

bin Sa’id, az-Zuhri, Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah

secara marfu’ dengan teks;

ا ه م��� ر� ل��� اب�ا غف��� ت�س��� ا و�اح� ان��� �ي�م� ان� إ م�ض� ام� ر� م�ن� ص�ا ان��� �ي�م� د�ر� إ ة� ال�ق��� ام� ل�ي�ل��� ه�، و�م�ن� ق��� د�م� م�ن� ذ�ن�ب��� ت�ق���

د�م� م�ن� ذ�ن�ب�ه� ا ت�ق� ر� ل�ه م� اب�ا غف� ت�س� و�اح�Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan keimanan dan

perhitungan maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu, dan

barangsiapa yang berdiri (untuk shalat malam) pada malam lailatul qadr dengan

Page 17: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

17

keimanan dan perhitungan maka Akan diampuni dosanya yang telah lalu

Dengan demikian An-Nadlr bin Syaiban menyelisihi rijal yang lebih

terpercaya dan lebih banyak sanad hadis dan matannya. Dan hadis dari jalannya

adalah munkar.

Contoh kedua, hadits yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi di dalam Jami’

(3386) dengan jalan dari Hammad;

ة� ب�ن� ن�ظ�ل��� ، ع�ن� ح� Nن�ي ه� ى ال�ج اد ب�ن ع�يس� م� د�ث�ن�ا ح� ح�ه�، د� الل��� ال�م� ب�ن� ع�ب��� ، ع�ن� س��� Hي م�ح� ي�ان� ال�ج ف� ب�ي س

أ�ه ي الل��� ض��� اب� ر� ر� ب�ن� ال�خ�ط��� ب�ي��ه�، ع�ن� عم���

� ع�ن� أه� ه ع�ل�ي��� ل�ى الل��� ه� ص��� ول الل��� س : ك�ان� ر� ال� ع�ن�هم، ق�ا م��� ه� ف�ي ال��دNع�اء� ل�م� ي�حط�ه ع� ي�د�ي��� ف��� �ذ�ا ر� ل�م� إ و�س���

ه ه� ا و�ج� م� ح� ب�ه� ت�ى ي�م�س� ح� Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Isa al-Juhani, dari Handhalah bin

Abu Sufyan al-Juhami, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari Umar bin

Khaththab ra, ia berkata; Rasulullah saw apabila mengangkat kedua tangannya

dalam berdo’a, tidak menurunkannya sehingga mengusap wajah beliau dengan

kedua tangannya.

Setelah mengeluarkan hadis ini at-Tirmidzi berkata, “Ini hadis gharib, aku

tidak menjumpainya kecuali dari jalan Hammad bin Isa, dan ia meriwayatkannya

seorang diri”

Hammad bin Isa adalah dha’if hadisnya, Abu Hatim berkata, “Dia dha’if”.

Abu Dawud berkata, “Dia dha’if, dan ia meriwayatkan hadis-hadis munkar”. Al-

Hakim dan an-Nuqasy berkata, “Dia meriwayatkan hadis-hadis maudlu’ dari Ibnu

Juraij dan Ja’far ash-Shadiq”

Dengan demikian hadis yang diriwayatkan oleh Hammad bin Isa seorang

diri termasuk hadis munkar.

Page 18: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan Kecacatan hadits dha’if disebabkan cacatnya rawi diklasifikasikan menjadi

beberapa hadits, diantaranya :

1. Hadits Matruk, yaitu hadits yang didalam sanadnya terdapat seorang

perawi yang dituduh berdusta.

2. Hadits Mubham, yaitu hadits yang di dalam matan atau sanad-nya

terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau

perempuan.

3. Hadits Majhul, yaitu seorang perawi yang tidak dikenal jati diri dan

identitasnya. Hadits majhul terbagi dua pengertian. Pertama, Majhul Al-

Hal, yaitu sebutan yang dialamatkan kepada orang yang hadits darinya

diriwayatkan oleh lebih dari seorang, tetapi ahli hadiys tidak

mengemukakan jarh wa ta’dil-nya. Kedua, Majhul Al-‘Ain, yaitu

sebutan khusus terhadap orang yang tidak ada riwayat hadits darinya

selain hanya satu riwayat saja, dan tak seorang pun di antara ahli hadits

yang mengemukakan jarh dan ta'd’il-nya.

Page 19: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

19

4. Hadits Muhktalith, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi

yang bersifatkan salah satu dari jenis ikhthilath (kekacauan)

5. Hadits Mudhtharib, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi

yang tidak mungkin memiliki beberapa sanad darinya, suatu kali dengan

sebuah sanad, dan lain kali dengan sanad lainnya yang berbeda, di mana

antara keduanya tidak mungkin dikompromikan.

6. Hadits Syadz, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang bersifat

dlabit menyelisihi rawi yang lebih dabith darinya, atau apabila hadis

diriwayatakan seorang diri oleh rawi yang tidak ada kemungkinan dapat

dapat diterima riwayatnya secara kesendirian.

7. Hadits Munkar, yaitu yang diriwayatkan oleh seorang diri periwayat

yang dla’if, atau hadis itu bertentangan dengan periwayat yang lebih

kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Nawawi. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Al-Qaththan, Syeikh Manna. (2009). Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar.

Ash-Shiddieqy, T. Muhammad. (2010). Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits.

Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Gufron, M., & Rahmawati. (2013). Ulumul Hadits : Praktis Dan Mudah.

Yogyakarta: Teras.

Hasan, A. Qadir. (2007). Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Diponegoro.

Khon, Abdul Majid. (2013). Ulumul Hadis. jakarta: AMZAH.

Muchtar, Abd. Choliq. (2004). Hadis Nabi Dalam Teori Dan Praktik.

Yogyakarta: TH-Press.

Rahman, Fatchur. (1974). ikhtishar Mushthalahu'l Hadits. Bandung: Alma'arif.

Page 20: Hadits Dhaif dari segi kecacatan perawi

20

Salim, Amr Abd. Munir. (1997). Taysir Ulum al-Hadits lil Mubtadi'in. Kairo:

Maktabah Ibnu Taimiyah.

Wahid, Abd. (2012). Pengantar Ulumul Hadits. Banda Aceh: PeNA.

Yuslem, Nawir. (2001). Ulumul Hadis. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.