JUDUL
MENINGKATKAN KOMPETENSI MEMPERBAIKI PENERIMA TELEVISI MELALUI
BELAJAR KOOPERATIF TYPE STAD PADA SISWA KELAS XI TAV DI SMK NEGERI
2 BANGKALAN
Disusun Oleh ;
Habibuddin, S.Pd., M.TNo. Peserta : 11052953310740Kelas : 604 :
ELE-A
PLPG Gel VI Rayon 114
Universitas Negeri Surabaya
2011
JUDULMENINGKATKAN KOMPETENSI MEMPERBAIKI PENERIMA TELEVISI
MELALUI BELAJAR KOOPERATIF TYPE STAD PADA SISWA KELAS XI TAV DI SMK
NEGERI 2 BANGKALANBAB I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Seperti pemahaman orang awam bahwa alumni dari SMK merupakan
seorang ahli dibidang yang pelajari, hal ini menuntut dunia
pendidikan SMK untuk memenuhinya, setidaknya jika siswa yang
diluluskan jurusan TAV maka sudah seyogyanya mampu memperbaiki
pesawat penerima televisi. Dalam kenyataannya masih banyak alumni
SMK yang masih belum memiliki kompetensi yang baik dalam hal
memperbaiki pesawat penerima televisi. Perbaikan akan kualitas
pendidikan di SMK menjadi hal yang sangat mendesak yang harus
selalu dikembangkan.
Kualitas pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar siswa yaitu
melalui nilai ujian, nilai tugas, nilai partisipasi/keaktifan
siswa. Namun hasil belajar yang baik sukar diperoleh siswa selama
mengikuti proses belajar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar siswa, yaitu: kemampuan guru mengelola kelas,
kedisiplinan siswa, aktivitas siswa selama proses pembelajaran,
respon siswa, dan keragaman siswa
Menurut undang-undang no.20 tahuNegeri 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional merumuskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan
fakta tersebut, dunia pendidikan dewasa ini berusaha mengembalikan
pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan secara alamiah.Belajar akan lebih bermakna jika anak
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya
(Nurhadi dkk, 2004: 3).
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan bergantung kepada bagaimana proses
belajar yang dialami siswa sebagai peserta didik. Sebagai tenaga
pengajar yang profesional, seorang guru harus berupaya untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi ajar yang diberikan.
Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa
secara langsung dalam proses pembelajaran. Salah satu solusi
kongkrit yang dapat dilakukan guru adalah menerapkan model
pembelajaran kooperatif, yang memungkinkan siswa untuk menggunakan
tingkat berfikir yang lebih tinggi dan meningkatkan penguasaan
mereka terhadap konsep-konsep yang sulit sehingga materi yang
dipelajari akan melekat dalam waktu yang lebih lama. Pada
pembelajaran kooperatif, siswa dapat berpartisipasi selama kegiatan
belajar mengajar melalui tutorial, karena ada kalanya siswa lebih
mudah belajar dari temannya sendiri dan ada pula siswa yang lebih
mudah belajar melalui mengajar atau melatih temannya sendiri.
Model pembelajaran kooperatif ini meliputi beberapa tipe, antara
lain: tipe STAD (Student Teams Achievement Division), tipe Jigsaw,
tipe Investigasi Kelompok (IK) dan Pendekatan Struktural. Dalam hal
ini, penelitian yang akan dilakukan hanya memusatkan pada penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Sifat dan manfaat dari
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Ibrahim dkk, 2005: 20), yaitu:
1) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana, 2) sangat membantu bagi siswa yang memiliki kemampuan
akademik rendah, 3) tidak hanya unggul membantu siswa memahami
konsep-konsep yang sulit, tetapi sangat berguna untuk menumbuhkan
kemampuan bekerjasama, kreatif, berfikir kritis dan siswa dapat
terlibat aktif baik mental maupun fisik, melakukan diskusi baik
antar siswa maupun dengan guru.
Disamping itu, beberapa hasil penelitian menurut Linda Lundgren,
1994, Nur dkk, 1997 (dalam Kardi dan Nur, 1999: 18 19) yang
menunjukkan manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil
belajar rendah, antara lain:
a. Percaya diri menjadi lebih tinggi
b. Memperbaiki kehadiran
c. Angka putus sekolah menjadi rendah
d. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih
besar
e. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
f. Konflik antar pribadi berkurang
g. Sikap apatis berkurang
h. Pemahaman yang lebih mendalam
i. Motivasi lebih besar
j. Hasil belajar lebih tinggi
Retensi lebih lama
k. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok belajar yang terdiri dari 4 5 orang dan
mempunyai kemampuan yang heterogen (tinggi, sedang, dan rendah).
Terbentuknya kelompok-kelompok belajar dapat meningkatkan
partisipasi siswa dengan memberi banyak waktu untuk berfikir dan
saling membantu sehingga hasil belajar siswa dapat lebih
meningkat.
SMK Negeri 2 Bangkalan mempunyai jumlah siswa yang relatif
banyak dengan latar belakang kehidupan sosial serta kemampuan
akademik yang beragam. Untuk itu, diperlukan suatu model
pembelajaran yang dapat mengurangi perbedaan individu serta
mengurangi konflik antar pribadi siswa sehingga pembelajaran di
kelas menjadi lebih bermakna. Dengan memperhatikan berbagai hal
tersebut diatas, peneliti termotivasi untuk menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas XI TAV SMK Negeri 2
Bangkalan pada kompetensi memperbaiki penerima televisi. B.
Perumusan dan Pemecahan Masalah1. Perumusan masalah
Apakah melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan aktivitas siswa kelas XI TAV SMK Negeri 2 Bangkalan
pada kompetensi memperbaiki penerima televisi
Apakah melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI TAV SMK Negeri 2
Bangkalan pada kompetensi memperbaiki penerima televisi
2. Pemecahan masalah
Penggunaan pembelajaran kooperatif diharapkan memberikan
pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kompetensi siswa dalam
memperbaiki penerima televisi. Hal ini dapat diketahui dari
meningkatnya hasil belajar dan aktifitas siswa pada kompetensi
memperbaiki sistem pemerima televisi.
C. Tujuan PenelitianTujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa kelas XI TAV SMK
Negeri 2 Bangkalan pada kompetensi memperbaiki penerima televisi
selama pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2.
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas XI TAV SMK
Negeri 2 Bangkalan pada kompetensi memperbaiki penerima televisi
selama pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD .
D. Manfaat
1. Untuk guru hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas serta sebagai
alternatif tindakan yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan
aktivitas siswa dan hasil belajar siswa pada kompetensi alat-alat
ukur.
2. Untuk Kepala Sekolah hasil penelitian ini menunjang penilaian
terhadap kinerja guru dan perbaikan kualitas guru.3. Untuk peneliti
lain hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melakukan
penelitian yang sejenis.4. Untuk siswa dengan adanya penelitian
ini, siswa dapat memperbaiki cara belajarnya dengan meningkatkan
aktivitasnya di dalam kelas sehingga hasil belajarnya juga
meningkat.BAB II KAJIAN PUSTAKAA. Kerangka Teori1. Pengertian
Belajar
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang komplek.
Sebagai tindakan, maka belajar dialami, dihayati dan dilakukan oleh
siswa itu sendiri, dimana siswa adalah penentu terjadi atau tidak
terjadinya proses belajar.
Terdapat delapan elemen utama untuk belajar (PPBK, 2004: 2),
sebagian diantaranya: 1) menarik perhatian, 2) menyatakan objektif
pelajaran, 3) merangsang proses mengingat semula kandungan lepas,
4) bahan-bahan yang boleh menimbulkan rangsangan pelajaran, 5)
memberikan bimbingan, 6) tugasan dan soalan, 7) membuat penilaian
tahap penguasaan pelajar, dan 8) mengekal dan mengembangkan
pengetahuan dan kemahiran pelajar.
Secara psikologis belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2).
Belajar secara kognitif adalah perubahan pemahaman tentang
situasi di lingkungannya yang tidak akan selalu nampak dari
perubahan tingkah laku (Budiningsih, 2005: 34).
Selaras dengan pengertian diatas, Gagne mengemukakan (dalam
Slameto, 2004: 13) dua definisi tentang belajar, yaitu: 1) belajar
adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku; 2) belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari
instruksi.
Berdasarkan dari beberapa penjelasan tentang pengertian belajar
diatas, maka dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses
kegiatan dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan sebagai
hasil pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan yang akan
ditunjukkan dalam tingkah laku.2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran ialah proses pemerolehan maklumat dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat serta pembentukan sikap dan
kepercayaan (PPBK, 2004: 1).
Dalam konteks pendidikan, guru berusaha memberikan pemahaman
kepada siswa untuk dapat menguasai isi pelajaran untuk mendapat
informasi dan fakta-fakta obyektif. Pembelajaran akan membawa
kepada perubahan pada diri seseorang. Teori pembelajaran
menyediakan panduan bagi pengajar untuk membantu siswa dalam
mengembangkan kognitif, emosional, sosial, fisik, dan spiritual.
Panduan-panduan tersebut adalah informasi yang mendeskripsikan
tujuan, pengetahuan yang diperlukan. Hal ini adalah untuk
mengantisipasi perubahan yang terjadi di dunia pendidikan.
Pandangan teori tingkah laku (behavioris) terhadap pembelajaran
yaitu: 1) proses belajar dapat berlaku dengan baik bila pelajar
ikut dengan aktif di dalamnya; 2) bahan pelajaran disusun dalam
urutan yang logik supaya pelajar dapat dengan mudah mempelajarinya
dan dapat memberikan respon tertentu; 3) tiap-tiap respon harus
diberi balasan secara langsung supaya pelajar dapat mengetahui
apakah respon yang diberikannya telah benar; 4) setiap kali pelajar
memberikan respon yang benar maka ia perlu diberi ganjaran dan
motivasi (PPBK, 2004).
Paradigma konstruktivis ( dalam Santyasa, 2004: 2) menyatakan
bahwa: Pembelajaran lebih mengutamakan pemecahan masalah,
mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan alogaritma ketimbang
menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban
benar.
Konsep pembelajaran menurut pandangan konstruktivistik tersebut
meletakkan landasan yang meyakinkan bahwa peranan pengajar tidak
lebih dari sebagai fasilitator, suatu posisi yang berbeda dengan
pandangan tradisional. Tugas sebagai fasilitator relatif lebih
berat dibandingkan hanya sebagai transmitter pembelajaran.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan
perilaku ke arah yang lebih baik, dalam interaksi tersebut banyak
yang mempengaruhi , baik faktor internal yang datang dari individu
ataupun faktor eksternal yang berasal dari lingkungan.
Pembelajaran merupakan kegiatan utama sekolah, yang dalam
pelaksanaannya sekolah diberi kebebasan memilih strategi,
pendekatan metode, dan teknik pembelajaran yang paling efektif,
sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, guru,
serta kondisi nyata sumber daya yang tersedia dan didayagunakan di
sekolah (Mulyasa, 2005: 21).
Praktek pembelajaran adalah suatu sub sistem yang merupakan
bagian dari sebuah sistem. Jika dalam sebuah perjalanan sistemnya
berubah, makasub sistemnya pasti berubah. Oleh karena masing-masing
kebutuhan sub sistem harus memiliki titik temu dengan sistemnya
supaya sistem tersebut dapat mendukung sub sistem secara
berkelanjutan (Santyasa, 2004).
3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok
kecil saling membantu dalam belajar ( Nur dan Wikandari, 2000:
25).
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
yang jangkauannya melampaui membantu siswa belajar isi akademik dan
keterampilan semata, namun juga melatih siswa tujuan-tujuan
hubungan sosial dan manusia (Ibrahim dkk, 2000).
Beberapa unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (Ibrahim dkk,
2005: 6) antara lain sebagai berikut:
a. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya, seperti miliknya sendiri
b. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama
c. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan
hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota
kelompok
d. proses belajarnya Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selamaSedangkan
ciri-ciri pembelajaran kooperatif (Ibrahim dkk, 2005: 6-7)
diantaranya:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku, jenis kelamin berbeda-beda
d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang
individu.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling
ketergantungan dalam mencapai struktur tugas, tujuan dan
penghargaan.
Beberapa perbedaan antara pembelajaran kooperatif dan
pembelajaran individual (Farida, 2006: 8) tertera pada tabel
dibawah ini:
Tabel 1. Perbedaan Antara Pembelajaran Kooperatif dan
Pembelajaran Individual
Kelompok Pembelajaran KooperatifKelompok Pembelajaran
Individual
Kepemimpinan bersama
Saling ketergantungan yang positif
Keanggotaan yang heterogen
Mempelajari keterampilan kooperatif
Tanggung jawab pada hasil belaja
seluruh anggota kelompok
Menekankan pada tugas dan
hubungan kooperatif
Ditunjang oleh guru
Satu hasil kelompok
Evaluasi kelompok Satu pimpinan
Tidak ada saling ketergantungan
Keanggotaan yang homogen
Asumsi adanya keterampilan sosial
Tanggung jawab pada hasil belajar sendiri
Hanya menekankan pada tugas
Diarahkan oleh guru
Beberapa hasil individu
Evaluasi individu
4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mecapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting (Ibrahim dkk,
2005: 7-10), yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai tujuan
sosial, tetapi juga bertujuan meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik. Model ini membantu dalam penugasan terhadap
konsep-konsep yang sulit. Untuk struktur penghargaannya dapat
menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Pengaruh yang besar dari model pembelajaran ini adalah mengenai
hubungan sosial kemasyarakatan, yaitu penerimaan yang luas terhadap
orang yang berbeda ras, budaya, derajat, kemampuan, sosial ekonomi,
dan gender.
c. Pengembangan Ketrampilan Sosial
Tujuan pada pengembangan ketrampilan sosial adalah mengajarkan
kepada siswa ketrampilan sosial dan kalaborasi. Hal ini mutlak
dimiliki oleh seorang karena sebagian besar kehidupan adalah
berorganisasi, dimana kebudayaan masyarakat makin beragam.
5. Fase-fase Pembelajaran Kooperatif
Enam langkah utama di dalam pembelajaran kooperatif (Ibrahim
dkk, 2005: 10) yang dirangkum pada tabel berikut:Tabel 2.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan informasi
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase 5
Evaluasi
Fase 6
Memberikan penghargaan Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin di capai pada pembelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi
atau lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
Guru membimbing kelompok kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok
6. Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
TAD (Student Team Achievement Division) merupakan pendekatan
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang
menggunakan model pembelajaran ini mengacu pada belajar kelompok
siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa. Siswa dalam
satu kelas dipecahkan menjadi kelompok dengan beranggotakan 4-5
orang.
Setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan
perempuan yang berasal dari berbagai suku dan memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah.
Setiap anggota kelompok saling bekerja sama satu dengan yang
lainnya untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial dan
diskusi. Secara individu setiap akhir pembelajaran siswa diberikan
kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu di skor perkembangannya.
Skor perkembangan ini tidak berdasarkan skor mutlak siswa, tetapi
berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor
yang lalu.
Sistem penyekoran dan skala pemberian poin yang digunakan pada
model kooperatif tipe STAD (Ibrahim dkk, 2005: 57) adalah sebagai
berikut.
Tabel 3. Langkah Penyekoran Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD
LangkahPerilaku Siswa
Langkah I
Menetapkan skor dasar
Langkah II
Menghitung skor kuis terkini
Langkah III
Menghitung skor perkembanganSetiap siswa diberikan skor
berdasarkan materi pada semester ganjil
Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan pelajaran
terkini
Siswa yang mendapat poin perkembangan yang besarnya ditentukan
apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar
mereka
Tabel 4. Skala Pemberian Poin Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD
UraianPoin
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)0 poin
10 pon
20 poin
30 poin
30 poin
Skor kelompok dihitung dengan menjumlahkan poin peningkatan yang
diperoleh tiap anggota kelompok dan membaginya sesuai dengan jumlah
anggota kelompok yang mengerjakan tugas. Agar siswa lebih
bersemangat untuk mempelajari materi pelajaran, guru dapat memasang
skor yang diperoleh masing-masing kelompok pada papan pengumuman
sebagai bentuk penghargaan terhadap kelompok. Penghargaan yang
diberikan kepada kelompok dapat berupa sertifukat hasil karya guru
atau bentuk lain sesuai dengan ide kreatif guru.
7. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar siswa dapat didefinisikan sebagai tingkat
keberhasilan yang telah dicapai oleh siswa selama berlangsungnya
proses pembelajaran. Untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa
perlu diadakan tes. Tes hasil belajar siswa merupakan suatu
prosedur yang sistematis untuk mengukur sampel tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Sedangkan tujuan dari tes adalah memperbaiki
proses belajar.
Data hasil penilaian proses pembelajaran sangat bermanfaat bagi
guru, siswa dan kepala sekolah. Bagi guru ialah dapat mengetahui
kemampuannya sebagai pengajar, baik kekurangan maupun kelebihannya.
Bagi siswa yaitu dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan motivasi
belajar mereka. Sedangkan bagi kepala sekolah yaitu sebagai acuan
untuk memikirkan upaya-upaya pembinaan para guru dan siswa.
B. Hipotesis Tindakan
Jika pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, maka aktivitas dan hasil belajar siswa kelas
XI TAV SMK Negeri 2 Bangkalan pada kompetensi memperbaiki penerima
televisi akan mengalami peningkatan (dari siklus I sampai dengan
siklus III).
BAB III METODE PENELITIANA. Jenis PenelitianPenelitian ini
merupakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research). Pada penelitian ini dilakukan 3 siklus yang
digambarkan
sebagai berikut:
Gambar: Tahapan dan Siklus Penelitian Tindakan Kelas Model Kurt
Lewin (Suyanto, Ibnu dan Susilo, 2005).
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Guru menyusun instrumen penelitian yang berupa:
a. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran kooperatif tipe
STAD
b. lembar observasi:
1) Aktivitas guru dan siswa
2) Pengelolaan pembelajaran kooperatif tipe STAD
c. Tes hasil belajar ( pretest dan posttest)
d. Angket respon siswa
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
a. Memberikan tes awal kepada siswa tentang materi yang akan
disampaikan
b. Membagi kelompok dengan anggota 4 5 siswa yang heterogen
c. Melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD
d. Pengamat melakukan observasi terhadap aktivitas siswa dan
guru selama pembelajaran berlangsung, serta pengelolaan
pembelajaran kooperatif
e. Melakukan posttest untuk tiap siswa pada akhir pertemuan
(siklus)
f. Memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan skor yang
diperoleh ( diberikan pada awal siklus II dan III )3. Tahap
Observasi
Guru bersama pengamat (observer) mengevaluasi pembelajaran yang
telah berlangsung. Evaluasi ini meliputi rencana pelaksanaan
pembelajaran dan segala aktivitas yang dilakukan guru dan siswa
selama pembelajaran. Hasil evaluasi akan menjadi masukan/saran
untuk perbaikan dalam proses belajar mengajar pada siklus
selanjutnya.
4. Tahap Refleksi
Guru memperbaiki rancangan kegiatan pembelajaran berdasarkan
hasil diskusi dengan pengamat pada pertemuan (siklus) sebelumnya,
untuk kemudian dilaksanakan pada siklus berikutnya. Perbaikan ini
dimaksudkan agar pembelajaran dapat berlangsung lebih baik dan
tujuan pembelajarannya dapat tercapai.
B. Subyek dan Lokasi Penelitian1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas XI TAV SMK Negeri 2
Bangkalan pada kompetensi memperbaiki penerima televisi dengan
jumlah siswa 33 orang.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di SMK Negeri 2 Bangkalan, Jl. Halim
Perdana Kusuma (Ring Road) Bangkalan.C. Metode Pengumpulan data1.
Observasi
Untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama proses
pembelajaran, dan untuk mengetahui pengelolaan pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang telah dilaksanakan. Diperlukan 3 orang
pengamat, yang merupakan rekan guru sejenis peneliti. Seorang
pengamat mengamati pengelolaan pembelajaran kooperatif, dan 2
pengamat mengamati aktivitas siswa. Observasi terhadap aktivitas
siswa dan guru dilakukan setiap selang dua menit 2. Tes
Untuk mengetahui hasil belajar siswa. Tes diberikan kepada siswa
berupa pretest (pada awal pembelajaran) dan posttest (pada akhir
pembelajaran). Masing-masing hasil tes diberi skor(penilaian) dan
dihitung perkembangannya baik secara individu maupun kelompok
kooperatif.
3. Angket
Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif
tipe STAD.D. Metode Analisis Data
1. Analisis Pengamatan Aktivitas Guru dan Siswa
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap aktivitas
guru dan siswa selama proses pembelajaran akan dianalisis secara
deskriptif dengan prosentase (%).
% Aktivitas = x 100%
Sedangkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan pengelolaan
pembelajaran kooperatif, dihitung skor rata-ratanya dan
dideskripsikan secara kualitatif, dengan menafsirkan nilai angka
tersebut dalam kalimat, yaitu :
1 = Tidak baik,
3 = cukup baik
2 = kurang baik,
4 = baik.
2. Analisis Tes
Dari skor/nilai yang diperoleh siswa akan dihitung prosentase
ketuntasaannya baik secara individu maupun secara klasikal
berdasarkan Patokan Acuan Penilaian (PAP) yang menentukan bahwa
siswa telah tuntas belajar jika ia telah mencapai skor 65% atau
nilai 65 (dengan skor maksimum 100) dan suatu kelas disebut tuntas
bila di kelas tersebut telah terdapat 85% siswa yang telah mencapai
daya serap 65%.
% Ketuntasan individu = x 100%
% ketuntasan klasikal = x 100%
Sedangkan hasil belajar kelompok kooperatif diperoleh dengan
cara membagi jumlah keseluruhan nilai perkembangan individu dengan
jumlah anggota kelompok.
3. Analisis Angket
Angket siswa yang berisi tentang pernyataan siswa terhadap model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dianalisis dengan melihat
prosentase pilihan jawaban siswa. Untuk perhitungan prosentase
jawaban responden atas pernyataan dalam angket digunakan rumus
:
P = x 100%
Dengan :
P = persentase jawaban
f = jumlah jawaban responden
N = jumlah responden
DAFTAR PUSTAKAArikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan (edisi revisi). Jakarta : Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek (edisi revisi IV). Yogyakarta : Rineka Cipta
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta
Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Jakarta : Depdikbud
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching Learning(CTL)). Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar & Menengah
Ibrahim, Muslimin dkk.2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
Upress Universitas Negeri Surabaya
Ibrahim, Muslimin dkk.2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
Upress Universitas Negeri Surabaya
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK.
Malang:Universitas Negeri Malang
Nur, Mohammad dan Wikandari, Prima Retno. 1998.
Pendekatan-Pendekatan Konstruktivis Dalam Pembelajaran. Surabaya:
Upress IKIP Surabaya
PPBK. 2007. Plus Minus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Diakses pada tanggal 10/09/07 pukul 22.00 WIB dari : http: // www.
Duniaguru.com / indek. Php ? option = com content & task = view
& id = 401 & itemid = 58
Santyasa,I Wayan. 2004. Model Problem Solving dan Reasoning
Sebagai Alternatif Pembelajaran Inovatif. Makalah tidak
dipublikasikan, Konaspi Unesa
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta : Rineka Cipta
Suyanto, K.K, Ibnu, S., dan Susilo, H. 2005. Metode Penelitian
Tindakan Kelas: Makalah untuk Panduan PPKP dan PTK. Tidak
diterbitkan.
_1375027183.unknown
_1375027185.unknown
_1375027186.unknown
_1375027181.unknown