Top Banner

of 38

PTK Biologi1

Apr 07, 2018

Download

Documents

Hardi Sidhi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    1/38

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Sejak ditetapkannya Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tetang Standar Isi dan berikutnya

    Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), maka di sekolah-

    sekolah dari jenjang pendidikan dasar dan menengah diterapkan kurikulum baru yang dikenal

    dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, disingkat KTSP, sebagai penyempurnaan

    dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004. Semangat yang mendasari pemberlakuan

    KTSP ini adalah semangat perubahan, perubahan dari suasana keterpasungan menjadi suasana yang

    penuh dengan kebebasan dan kreativitas. Dari segi proses pembelajaran, KTSP menghembuskan

    perubahan dari model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi model

    pembelajaran yang berpusat pada subyek didik ( students centered), perubahan dari kegiatan

    mengajar menjadi kegiatan membelajarkan, dan seterusnya, dan seterusnya.

    Penerapan KTSP membuat guru semakin pintar dan kreatif, karena mereka dituntut harus

    mampu menyusun sendiri kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta didiknya, guru dituntut

    harus mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk mencapai kompetensi yang telah

    ditetapkan. Hal ini jelas berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang datang dari dan

    dibuat oleh Pemerintah Pusat, dan guru hanya tinggal menerapkannya, sehingga nyaris tidak

    memberikan ruang dan tantangan bagi perkembangan ide dan kreativitas dari guru.

    Namun demikian, di balik perubahan-perubahan besar dan mendasar yang dihembuskan

    oleh KTSP, tantangan yang dihadapi oleh guru tidaklah semakin ringan, melainkan semakin berat.

    Penerapan Standar Isi dan Standar Kompetensi sebagai acuan dasar dalam penyusunan KTSP

    membawa konsekuensi yang tidak ringan dalam implementasinya di lapangan. Itu berarti KTSP

    menuntut adanya profesionalisme yang tinggi dari guru.

    Dan dalam kaitannya dengan konsep pembelajaran biologi, KTSP menghendaki

    dilakukakannya perubahan mendasar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kesalahan yang selama

    ini terjadi dalam penyelenggaraan pembelajaran biologi tidak boleh terulang lagi. Tugas guru

    sekarang ini bukanlah mengajar biologi, tetapi membelajarkan siswa tentang biologi. Itu berarti

    bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada siswa, dan bukan pada guru. Guru tidak lagi

    harus mendominasi kegiatan pembelajaran dengan metode ceramah sampai berbusa-busa,

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    2/38

    sementara siswa hanya duduk manis mendengarkan sambil bengong atau bahkan sampai terkantuk-

    kantuk.

    Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang lahir dan

    berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian, belajar Biologi tidak cukup

    hanya dengan menghafalkanfakta dan konsep yang sudah jadi, tetapi dituntut pula menemukan

    fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut melalui observasi dan eksperimen. Melalui pembelajaran

    biologi (IPA) siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan eksplorasi alam. Melalui proses inilah

    dapat dikembangkan Keterampilan Sains(Keterampilan Proses Ilmiah), sehingga pengalaman

    belajar yang benar-benar bermakna tentang Sains dapat diperoleh subyek didik.

    Keterampilan-keterampilan dalam bidang Sains (Biologi) meliputi:

    Observasi

    Klasifikasi, prediksi, inferensi

    Membuat hipotesis

    Mendisain dan melakukan percobaan

    Menggunakan alat ukur (pengamatan)

    Identifikasi variabel

    Mengontrol variabel

    Mengumpulkan data

    Mengorganisasi data (tabel, grafik, dll)

    Memaknakan data, tabel, dan grafik

    Menyusun kesimpulan

    Mengkomunikasikan hasil/ide/secara tertulis atau lisan

    Keterampilan Sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk menguasai

    pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan hidup (Life Skill), karena dengan

    keterampilan Sains yang dimiliki, maka siswa secara mental siap untuk menghadapi permasalahan

    yang terjadi dalam hidupnya.

    Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekedar transfer ilmu dari guru

    kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan materi (obyek), dan guru hanya

    bertindak sebagai motivator, fasilitator dan supervisor. Itulah perubahan mendasar dalam pola

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    3/38

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    4/38

    Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut jelas hal itu

    mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran yang harus segera

    dicarikan pemecahannya.

    Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi dengan

    guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab timbulnya

    masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan penyebab, di antaranya adalah:

    1. faktor rendahnya minat dan motivasi belajar siswa;

    2. faktor penyampaian materi dari guru;

    3. faktor pengelolaan kelas; dan

    4. faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa.

    Dari berbagai faktor kemungkinan penyebab tersebut Guru lebih condong pada faktor ke-4,

    yaitu faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa, dan diduga kuat sebagai faktor utama

    penyebab rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat

    Tahun Pelajaran 2007/2008 pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi

    Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan. Dugaan tersebut

    sangat beralasan, karena bagi siswa kelas X, suasana sekolah di lingkungan SMA adalah suasana

    baru, yang jelas berbeda dalam segala sesuatunya dengan suasana dan lingkungan sekolah mereka

    sebelumnya, baik itu menyangkut tempat, teman sekolah, mata pelajaran, guru, dan lain sebagainya,

    yang kesemuanya masih memerlukan waktu bagi mereka untuk beradaptasi dengan baik. Kesulitan

    siswa dalam beradaptasi, terutama dengan materi pelajaran di SMA dan dengan teman-

    teman sekelas, sangat mungkin menjadi penyebab utama rendahnya aktivitas mereka dalam

    pembelajaran dan juga rendahnya prestasi belajar yang mereka capai.

    Sebagai langkah dan upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul dalam pembelajaran

    biologi di Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat tersebut maka dilakukan Penelitian Tindakan

    Kelas (PTK) atau disebut pula dengan istilah Classroom Action Research. Pendekatan dari segi

    metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah Metode

    Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions).

    Banyak ahli berpendapat bahwa metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning)

    memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Pembelajaran

    kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan sikap multikultural dan sikap penerimaan terhadap

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    5/38

    perbedaan antar-individu, baik itu menyangkut perbedaan kecerdasan, status sosial ekonomi,

    agama, ras, gender, budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran

    kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam kelompok atau teamwork. Pembelajaran

    kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling

    memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran demi tercapainya prestasi

    belajar yang optimal.

    Berdasarkan latar pemikiran yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini

    diformulasikan dengan judul sebagai berikut: UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN

    PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG STUDI BIOLOGI MELALUI PENERAPAN

    METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa

    Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008).

    Pada akhirnya diharapkan, melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD

    itu nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya semangat kebersamaan, saling membantu dan

    saling memotivasi di antara siswa, yang pada gilirannya juga bisa meningkatkan aktivitas belajar

    dan prestasi belajar mereka pada bidang studi biologi, khususnya pada materi dan atau Kompetensi

    Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.

    B. Rumusan Masalah

    Untuk memberikan arahan bagi pelaksanaan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah-

    masalah pokok yang ingin dicarikan jawaban pemecahannya melalui penelitian tindakan ini,

    sebagai berikut:

    1. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan aktivitas

    belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 pada

    bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri,

    replikasi dan peranan virus dalam kehidupan?

    2. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan prestasi

    belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008 pada

    bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: Mendiskripsikan ciri-ciri,

    replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan?

    C. Tujuan Penelitian Tindakan

    Penelitian tindakan ini bertujuan:

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    6/38

    1. Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan aktivitas belajar melalui penerapan metode

    pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat

    Tahun Pelajaran 2007/2008 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi

    Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.

    2. Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan prestasi belajar melalui penerapan metode

    pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat

    Tahun Pelajaran 2007/2008 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi

    Dasar: Mendiskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan.

    D. Batasan Masalah

    Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang tidak diinginkan, maka perlu diberikan

    batasan-batasan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

    1. Penelitian tindakan ini hanya dilakukan terhadap siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1

    Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.

    2. Penelitian ini berlaku dalam ruang lingkup kegiatan pembelajaran bidang studi Biologi,

    khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan

    peranan virus dalam kehidupan.

    3. Rentang waktu pelaksanaan penelitian tindakan ini hanya berlangsung selama kurang lebih 3

    (bulan) mulai dari awal bulan September sampai dengan akhir Nopember 2007.

    4. Pelaku dan pelaksana penelitian tindakan ini dilakukan secara individual oleh guru bidang

    studi yang bersangkutan sendiri.

    E. Manfaat Hasil Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, sekecil apapun, kepada:

    1. Siswa; mereka diharapkan bisa mengambil pelajaran yang berharga tentang betapa pentingnya

    kerjasama, saling membantu dan saling memotivasi demi tercapainya tujuan bersama yang

    diinginkan, termasuk salah satu di antaranya adalah demi tercapainya tujuan pembelajaran dan

    prestasi belajar yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga, kelas atau kelompok. Lebih dari itu,

    siswa secara sadar belajar menerapkan prinsip simbiosis mutualisme dalam kehidupan riil di

    kelas, sebagaimana diajarkan dalam ilmu biologi, demi kelangsungan hidup dan kemajuan

    ekosistem sekolah. Dengan kata lain, hasil penelitian ini diharapkan bisa semakin meningkatkan

    aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    7/38

    Pelajaran 2007/2008 pada bidang studi Biologi, khususnya pada penguasaan materi atau

    Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peran virus dalam kehidupan.

    2. Guru; hasil penelitian ini diharapkan bisa semakin meningkatkan kompetensi dan

    profesionalisme guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang aktif,

    kreatif, inovatif dan menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah

    ditetapkan. Sehingga dengan begitu aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa bisa ditingkatkan

    secara optimal.

    3. Sekolah; hasil penelitian ini setidaknya bisa menambah referensi dan khazanah bagi

    kepustakaan sekolah, yang suatu saat mungkin berguna sebagai bahan pertimbangan dalam

    menetapkan kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah setempat.

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    8/38

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Aktivitas Belajar Siswa

    Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang

    paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada

    bagaimana proses belajar itu dilakukan oleh peserta didik. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah

    belajar itu?

    Dari pertanyaan sederhana tersebut tentu akan kita dapatkan beragam jawaban dengan

    berbagai argumen yang tidak bisa dibilang sederhana. Hal itu wajar mengingat perbuatan yang

    disebut belajar itu dalam kenyataannya memang ada bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Ada

    yang berpendapat bahwa belajar merupakan kegiatan menghafal fakta-fakta. Guru yang

    berpendapat demikian akan merasa puas jika murid-muridnya telah sanggup menghafal sejumlah

    fakta di luar kepala. Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah sama dengan latihan, sehingga

    hasil belajar akan nampak dalam keterampilan-keterampilan tertentu yang bersifat mekanis atau

    otomatis. Alhasil, banyak definisi tentang apa itu belajar, dan setiap orang mempunyai pandangan

    yang berbeda satu sama lain.

    Menurut James O. Whittaker (dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991), belajar

    dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan

    atau pengalaman (Learning may be difined as the process by which behavior originates or is

    altered through training or experience).

    Hampir senada dengan pendapat di atas, Howard L. Kingsley (dalam Abu Ahmadi dan

    Widodo Supriyono, 1991) menyatakan sebagai berikut: Learning is the process by which behavior

    (in the broader sense) is originated or changed through practice or training {Belajar adalah proses

    di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan}.

    Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam

    pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan

    bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.

    Menurut Winarno Surakhmad (1980), belajar dapat dipandang sebagai hasil,

    sebagaiproses dan sebagai sebuahfungsi. Belajar dipandang sebagai hasil bilamana guru terutama

    hanya melihat bentuk terakhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif. Yang diperhatikan

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    9/38

    adalah menampaknya sifat dan tanda-tanda tingkah laku yang dipelajari. Adapun belajar dipandang

    sebagai proses dimaksudkan adalah sebagai proses di mana guru terutama melihat apa yang terjadi

    selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai sesuatu tujuan. Yang

    diperhatikan adalah pola-pola tingkah laku selama pengalaman belajar itu berlangsung. Selanjutnya,

    belajar dipandang sebagai fungsi dimaksudkan adalah bilamana perhatian ditujukan pada aspek-

    aspek yang menentukan atau yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku manusia di

    dalam pengalaman edukatif.

    Sementara itu menurut Moh. Surya (1997) : belajar dapat diartikan sebagai suatu proses

    yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,

    sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

    Jadi, kata kunci dari belajar menurut pendapat tersebut adalah perubahan perilaku. Lebih

    lanjut Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku yang diperoleh dari

    belajar, sebagai berikut:

    1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

    Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang

    bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa

    dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau

    keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar.

    2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

    Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan

    kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga,

    pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu akan menjadi dasar bagi

    pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.

    3. Perubahan yang fungsional.

    Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu

    yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.

    4. Perubahan yang bersifat positif.

    Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya,

    seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam

    proses belajar mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    10/38

    perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran

    Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip-prinsip

    perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi

    guru.

    5. Perubahan yang bersifat aktif.

    Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan

    perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang Psikologi

    Pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-

    buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan

    sebagainya.

    6. Perubahan yang bersifat permanen.

    Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian

    yang melekat dalam dirinya. Misalnya, siswa belajar mengoperasikan komputer, maka

    penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam

    diri siswa tersebut.

    7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.

    Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka

    pendek, jangka menengah maupun jangka panjang

    8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.

    Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi

    termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa

    belajar tentang Teori-Teori Belajar, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan

    tentang Teori-Teori Belajar, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru

    menguasai Teori-Teori Belajar. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan

    Teori-Teori Belajar.

    Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan

    hasil belajar dapat berbentuk :

    1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis

    maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan

    sebagainya.

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    11/38

    2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan

    lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika.

    Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan

    (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini

    sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.

    3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan

    keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu

    kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif.

    Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif

    lebih menekankan pada proses pemikiran.

    4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam

    tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu yang

    akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, di

    dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk

    bertindak.

    5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh

    otot dan fisik.

    Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi

    perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-

    aspeknya. Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif,

    mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti

    menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (affective

    domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain).

    Selanjutnya, perlu pula diketengahkan di sini empat pilar belajar sebagai landasan

    pendidikan yang dikemukakan oleh organisasi pendidikan sedunia, yakni UNESCO (dalam Nana

    Syaodih Sukmadinata, 2005), dalam rangka membangun kebersamaan masa depan memasuki abad

    ke-21 dan dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan dunia yang semakin

    cepat. Keempat pilar belajar dimaksud adalah: : belajar mengetahui (learning to know), belajar

    berkarya (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar berkembang

    secara utuh (learning to be).

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    12/38

    1. Belajar mengetahui (learning to know)

    Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi.

    Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja disebabkan karena

    adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga karena

    perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang elektronika, memungkinkan

    sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan, bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat

    dan hampir menjangkau seluruh planet bumi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk

    memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan

    berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca, mengakses internet, bertanya, mengikuti

    kuliah, dll.Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah,

    penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan,

    meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll. Pengetahuan terus

    berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus

    terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak).

    2. Belajar berkarya (learning to do)

    Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat

    cepat, maka individu perlu belajar berkarya. Belajar berkarya berhubungan erat dengan belajar

    mengetahui, sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Dalam konsep komisi Unesco, belajar

    berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu dalam kaitan dengan vokasional. Belajar berkarya

    adalah balajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Sejalan dengan tuntutan

    perkembangan industri dan perusahaan, maka keterampilan dan kompetisi kerja ini, juga

    berkembang semakin tinggi, tidak hanya pada tingkat keterampilan, kompetensi teknis atau

    operasional, tetapi sampai dengan kompetensi profesional. Karena tuntutan pekerjaan didunia

    industri dan perusahaan terus meningkat, maka individu yang akan memasuki dan/atau telah masuk

    di dunia industri dan perusahaan perlu terus bekarya. Mereka harus mampu doing much (berusaha

    berkarya banyak).

    3. Belajar hidup bersama (learning to live together)

    Dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik,

    daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja sama dengan

    aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomonikasi, bekerja sama dan hidup

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    13/38

    bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama. Tiap kelompok memiliki latar belakang

    pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan yang berbeda, agar bisa bekerjasama dan

    hidup rukun, mereka harus banyak belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina

    kehidupan bersama)

    4. Belajar berkembang utuh (learning to be)

    Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut

    pengembangan manusia secara utuh. Manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang

    secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk

    mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek

    kepribadiannya. Sebenarnya tuntutan perkembangan kehidupan global, bukan hanya menuntut

    berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia utuh yang unggul. Untuk

    itu mereka harus berusaha banyak mencapai keunggulan (being excellence). Keunggulan diperkuat

    dengan moral yang kuat. Individu-individu global harus berupaya bermoral kuat atau being morally.

    Masalahnya sekarang adalah bagaimana meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar dari

    siswa atau subyek didik dalam suatu proses pembelajaran? Pertanyaan demikian sangatlah penting

    dikemukakan mengingat lembaga pendidikan (baca, sekolah) dengan segala komponennya itu

    didirikan dan diselenggarakan tidak lain adalah untuk memfasilitasi kepentingan belajar siswa.

    Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa pada hekekatnya mereka (siswa) itulah yang

    menjadi pemilik sekolah. Berbagai pembekalan yang diberikan oleh para guru di sekolah pada

    hakikatnya, menurut Wardiman Djojonegoro, untuk menginternalisasikan tiga nilai dasar. Masing-

    masing adalah (1) membangun atau membentuk siswa yang memiliki orientasi ke depandengan ciri-

    ciri, antara lain luwes, tanggap terhadap perubahan, dan memiliki semangat berinovasi; (2)

    senantiasa punya hasrat untuk mengeksploitasi lingkungan dan kekuatan-kekuatan alam, artinya

    tidak tunduk pada nasib, senantiasa memecahkan masalah yang dihadapi dan berusaha menguasai

    iptek, dan (3) memiliki orientasi terhadap karya yang bermutu atau punya achievement orientation,

    antara lain ditandai oleh penilain yang tinggi terhadap hasil karya. Untuk menuju pada tiga nilai

    dasar tersebut siswa harus dipacu kemauan belajarnya (Suyanto dan M.S. Abbas, 2001: 148).

    Proses pembelajaran pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengembangkan aktivitas dan

    kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun dalam

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    14/38

    pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang

    dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik.

    Banyak resep untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, di mana para peserta didik

    dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajarnya secara optimal, sesuai dengan

    kemampuannya masing-masing.

    Gibbs (dalam E. Mulyasa, 2003:106) berdasarkan berbagai hasil penelitiannya

    menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi

    yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil penelitian tersebut

    dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik akan lebih kreatif jika:

    a. dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut;

    b. memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah seara bebas

    dan terarah;

    c. melibatkan peserta didik dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya;

    d. memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; dan

    e. melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

    Kendatipun begitu, menurut E. Mulyasa (2003:107), kualitas pembelajaran sangat

    ditentukan oleh aktivitas dan kreativitas guru dengan segala kompetensi profesionalnya. Aktivitas

    dan kreativitas peserta didik dalam belajar sangat bergantung pada aktivitas dan kreativitas guru

    dalam mempersiapkan rencana pembelajaran, penyampaian dan pengembangan materi pelajaran,

    pemilihan metode dan media pembelajaran, serta penciptaan lingkungan belajar yang kondusif.

    Guru dapat menggunakan berbagai pendekatan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta

    didik. Pendekatan mana yang digunakan, harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan, kebutuhan

    peserta didik, dan tujuan yang ingin dicapai.

    Selanjutnya, yang dimaksud dengan aktivitas belajar siswa di sini adalah segala bentuk

    kegiatan yang dilakukan oleh siswa terutama dalam proses pembelajaran di kelas atau di sekolah.

    Bentuk kegiatan yang disebut aktivitas belajar itu dapat bermacam-macam, bisa berupa

    mendengarkan, mencatat, membaca, membuat ringkasan, bertanya, menjawab pertanyaan,

    berdiskusi, melakukan eksperimen, dan lain sebagainya, yang dengan itu semua dapat diketahui

    bahwa kegitan pembelajaran berpusat pada siswa dan bukan pada guru. Guru hanya sekedar

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    15/38

    berperan untuk memfasilitasi, membelajarkan, membimbing dan mengarahkan, serta mengkoreksi

    dan mengevaluasi hasil belajar dari siswa.

    B. Prestasi Belajar

    Istilah prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan hasil belajar.

    Sebenarnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada

    yang berpendapat bahwa pengertian prestasi belajar sama dengan hasil belajar. Akan tetapi ada

    pula yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil

    belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester

    dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu

    pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari

    yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan prestasi belajar diartikan sebagai

    penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya

    ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

    Nawawi (1981:100) mengemukakan pengertian hasil belajar sebagai keberhasilan murid

    dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari

    hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.

    Selanjutnya Nawawi (1981:127) membedakan hasil belajar menjadi tiga macam yaitu:

    a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecakapan di dalam melakukan atau

    mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.

    b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang

    dikerjakan, dan

    c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.

    Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar memiliki cakupan

    makna yang lebih luas dibanding prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar adalah sebagian

    dari hasil belajar pada mata pelajaran atau materi pelajaran tertentu yang dinyatakan dengan nilai

    atau angka berdasarkan tes yang dikembangkan dan diberikan oleh guru. Meskipun demikian,

    dalam tulisan ini kedua istilah tersebut dianggap identik dan karenanya bisa saling dipertukarkan

    pemakaiannya.

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    16/38

    Selanjutnya perlu dikemukakan di sini, bahwa hasil belajar (baca, prestasi belajar)

    merupakan hasil dari proses yang kompleks. Hal itu disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi

    hasil atau prestasi belajar. Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil atau prestasi

    belajar itu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu faktor dari dalam diri individu (baca, subyek

    didik) atau disebut faktor internal, dan faktor dari luar diri subyek didik, atau disebut faktor

    eksternal. Baik buruknya kualitas kedua faktor ini akan banyak berpengaruh terhadap baik

    buruknya hasil atau prestasi belajar. Semakin baik kondisi atau kualitas kedua faktor tersebut

    dimiliki oleh subyek didik, maka cenderung semakin baik hasil atau prestasi belajar yang bisa

    dicapai. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk kondisi atau kualitas kedua faktor dimaksud,

    maka cenderung semakin buruk pula hasil atau prestasi belajar yang dicapai.

    Adapun faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:

    Faktor fisiologi, seperti kondisi fisik dan kondisi indera.

    Faktor Psikologi, meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif.

    Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

    Lingkungan, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan alam.

    Faktor Instrumental, seperti kurikulum, bahan pengajaran, sarana dan fasilitas.

    C. Pembelajaran Kooperatif

    Metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikembangkan oleh Robert Slavin

    dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang sebagai yang paling

    sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif.

    Belajar secara koperatif adalah strategi mengajar yang menyertakan partisipasi anak dalam

    aktivitas belajar kelompok kecil yang mengembangkan interaksi positif. Pemikiran ini

    mendiskusikan alasan untuk menggunakan strategi belajar secara koperatif di pusat dan kelas-kelas,

    cara menerapkan strategi, dan keuntungan jangka panjang bagi pendidikan anak.

    Belajar secara kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik, ini relatif mudah

    diterapkan, dan tidak mahal. Anak-anak bertambah baik tingkah laku dan kehadirannya, serta

    senang bersekolah adalah beberapa keuntungah belajar secara kooperatif (Slavin, 1987).

    Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah

    pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yangsilih asah, silih asih,

    dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    17/38

    Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang

    saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya (1) saling

    ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual dan (4) keterampilan

    untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja

    diajarkan(Abdurrahman &Bintoro, 2000:78-790). Itulah unsur dasar yang terdapat dalam metode

    pembelajaran kooperatif, yang perlu mendapatkan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

    1. Saling ketergantungan positif;

    Dalam pembelajaran kooperatif guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa

    merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud

    dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling

    ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan (b)

    saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan dan sumber,

    (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.

    2. Interaksi tatap muka;

    Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka

    sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama

    siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar

    sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa

    yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.

    3. Akuntabilitas individual;

    Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun

    demikan, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran

    secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru

    kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang

    memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai

    kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota

    kelompok harus memberikan urunan atau kontribusi demi kemajuan kelompok. Penilaian

    kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.

    4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi;

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    18/38

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    19/38

    berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi

    bukan pada tugas tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap angota kelompok.

    Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal LKS

    atau soal-soal latihan yang diberikan guru yang berbentuk prosedur penyelesaian dan

    mencocokan pendapatnya antar kelompok satu dengan yang lain. Sedangkan kelompok

    belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas yang jelas bagi

    semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa

    melakukan kunjungan ke kebun binatang sehingga harus disusun oleh panitia untuk

    menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara, seksi transportasi, seksi

    konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar kooperatif dapat ditempatkan

    dalam kelompok belajar yang berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang

    sederhana hingga yang kompleks.

    3. Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru? Kebebasan memilih teman sering

    menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif tidak

    tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh guru. Ada

    tiga teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan oleh

    guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

    1) Berdasarkan metode sosiemetri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan

    siswa yang tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling

    tidak disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri

    tersebut guru menyusun kelompol-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok ada

    siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang terisolasi.

    2) Berdasarkan kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa

    misalnya, dan guru ingin membentuk 10 kelompok belajar yang terdiri dari 1 hingga 10,

    maka para siswa yang bernomor sama dikelompokkan sehingga terbentuk 10 kelompok

    siswa dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang memiliki karakteristik

    heterogen.

    3) Menggunakan teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu

    dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar kemampuannya

    (tinggi, sedang, rendah) dan sebagainya. Setelah itu, secara acak siswa diambil dari

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    20/38

    kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah kelompok-kelompok

    belajar yang heterogen.

    4. Bagaimana menentukan tempat duduk siswa? Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar

    tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang

    satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau

    berhadap-hadapan.

    c. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan

    ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menentukan tidak hanya

    efektifitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua

    siswa agar mereka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah

    ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu

    membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak

    pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja

    sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada sedikitnya 3 (tiga) macam cara untuk meningkatkan

    saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

    1) Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok

    harus bekerja sama untuk mempelajarinya.

    2) Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang berbeda

    bentuk untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan

    dalam bentuk jigsaw puzzle sehingga dengan demikian tiap siswa memiliki bagian dari

    bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan tugas.

    3) Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu bentuk

    pertandingan antara kelompok yang memiliki kekuatan seimbang sebagai dasar untuk

    meningkatkan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok. Keseimbangan

    kekuatan antar kelompok perlu diperhatikan karena pretandingan antar kelompok yang

    memiliki kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama

    dapat meningkatkan motivasi belajar.

    d. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan

    positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka

    bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajaran Biologi misalnya, seorang anggota

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    21/38

    kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya sebagai penyimpul, yang lainnya lagi

    sebagai penulis, dan yang lainnya lagi sebagai pemberi semangat dan ada pula yang menjadi

    pengawas terjalinnya keja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu

    merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.

    e. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru

    dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek dimaksud dapat

    dikemukanan sebagai berikut:

    1) Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas

    sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari frustasi atau

    kebingungan. Dalam pembelajran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya

    dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.

    2) Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.

    3) Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau

    pengertian contoh kepada para siswa.

    4) Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para

    siswa mengenai tugas mereka.

    f. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan tujuan

    dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut:

    1) Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika

    karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan

    tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan

    alasan isi laporan tersebut.

    2) Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk

    mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan antara

    anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masing-

    masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena keberhasilan kelompok

    ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.

    g. Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar

    kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompok tertentu saja yang mengerjakan

    seluruh pekerjaan kelompok. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    22/38

    kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota yang tidak melakukan apapun

    demi kelompoknya. Oleh karena itu, untuk menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-

    benar menjalin kerjasama dan agar kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang

    memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk

    mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi yang sedang dipelajari.

    h. Menyusun kerja sama antara kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok

    belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar

    kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar

    mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik para

    anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai.

    Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang

    memungkinkan semua potensi siswa berkembang optimal dan terintegrasi.

    i. Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari

    penilaian acuan patokan (criterium referenced). Pada awal kegiatan belajar guru hendaknya

    menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.

    j. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerjasama atau gotong royong sering

    memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu guru perlu

    mendefinisikan perkataan kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai

    perilaku, antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti Tetaplah berada dalam

    kelompokmu, Berbicaralah pelan-pelan, Berbicaralah menurut giliran, dan sebagainya.

    Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat mencakup hal-hal

    sebagai berikut:

    1) Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.

    2) Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran baru dengan yang telah

    dipelajari sebelumnya.

    3) Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami bahan yang

    dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.

    4) Mendorong semua anggota kelompok agar berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.

    5) Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh anggota lain.

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    23/38

    6) Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa penjelasan yang

    logis.

    7) Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.

    k. Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan

    sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus

    menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab

    pertanyaan dan mengajarkan keterampilan menyelesaikjan tugas kalau perlu.

    l. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas. Pada saat melakukan

    pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk

    menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengerjakan keterampilan menyelesaikan

    tugas kalau perlu.

    m. Melakukan intervensi untuk mengerjakan keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau

    kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang

    tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya

    kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu,

    guru perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.

    n. Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-poko pelajaran,

    meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, menjawab pertanyaan dan

    mengevaluasi hasil belajar mereka.

    o. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil

    belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok hendaknya

    juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil belajar

    mereka.

    p. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas terbatas,

    diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar

    anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui

    apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari

    berikutnya.

    Demikian itulah gambaran umum tentang peran yang harus dilakukan oleh guru dalam

    penerapan metode pembelajaran kooperatif.

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    24/38

    Badeni (1998), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan

    pengajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan, khususnya dalam keterampilan

    interpersonal siswa.

    Nur (1996: 25) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul

    dalam membantu siswa memahami konsep-konsep IPA yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk

    menumbuhkan kerjasama, berfikir kritis, kemauan membantu teman dan sebagainya. Pada

    prinsipnya model pembelajaran kooperatif bertujuan mengembangkan tingkah laku kooperatif antar

    siswa sekaligus membantu siswa dalam pelajaran akademisnya.

    Ada banyak variasi pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif. Setiap pendekatan

    memberi penekanan pada tujuan tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

    siswa. Salah satu dari model pemebelajaran kooperatif adalah model atau tipe STAD (Sudent

    Teams-Achievement Divisions) atau dapat diterjemahkan dengan istilah Tim Siswa Kelompok

    Prestasi.

    Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu adanya kerja sama

    dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok ter tergantung keberhasilan

    individu. Namun demikian, setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota

    yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara

    siswa untuk saling memotivasi, saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna

    mencapai prestasi yang optimal.

    Model pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions (STAD) yang dikembangkan

    oleh Slavin, dkk tersebut secara garis besar terdiri dari 6 (enam) langkah, sebagai berikut:

    1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut

    prestasi, jenis kelamin, suku, dll);

    2. Guru menyajikan pelajaran;

    3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.

    Anggota yang tahu dan mengerti menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota

    dalam kelompok itu mengerti dan memahami materi yang dipelajari;

    4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, anggota

    dalam suatu kelompok tidak boleh saling membantu;

    5. Memberi evaluasi; dan

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    25/38

    6. Kesimpulan.

    Dari berbagai pendapat tersebut kiranya bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa metode

    pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa

    di kelas. Dan dari situ pula diduga kuat bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat

    menjadi salah satu solusi alternatif untuk memecahkan masalah yang timbul dalam pembelajaran

    biologi di kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008, khususnya

    terhadap materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus

    dalam kehidupan.

    D. Hipotesis Tindakan

    Bertolak dari kerangka pemikiran yang telah terurai kiranya dapat dirumuskan hipotesis

    tindakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

    1. Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi,

    dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun

    Pelajaran 2007/2008, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-

    ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan.

    2. Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi,

    dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun

    Pelajaran 2007/2008, khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan ciri-

    ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan.

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    26/38

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Lokasi, Subyek dan Waktu Penelitian

    Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu, lokasi atau tempat dilaksanakannya

    penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Babat yang terletak di ibu kota wilayah Kecamatan Babat,

    Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur.

    Dari segi letak geografis, ibu wilayah Kecamatan Babat ini berada di persimpangan jalan ke

    arah wilayah kabupaten Jombang, Bojonegoro dan Tuban. Bahkan dari segi batas wilayah,

    Kecamatan Babat ini berbatasan dekat dengan wilayah Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten

    Tuban. Karena itu maklum jika siswa-siswi SMA Negeri 1 Babat ini juga banyak yang berasal dari

    luar wilayah Kabupaten Lamongan, atau dengan kata lain banyak yang berasal dari wilayah

    Kabupaten Bojonegoro dan Tuban.

    Adapun subyek penelitian dalam hal ini adalah siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1

    Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.

    Selanjutnya berkaitan dengan masalah waktu, penelitian ini dilaksanakan dalam rentang

    waktu selama kurang lebih 3 (tiga) bulan, mencakup keseluruhan tahapan yang diperlukan, mulai

    dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penulisan laporan penelitian. Tepatnya, penelitian

    ini dijadwalkan dan dilaksanakan mulai awal bulan September sampai dengan akhir bulan

    Nopember 2007.

    B. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian tindakan

    kelas berasal dari istilah bahasa InggrisClassroom Action Research,

    yang berarti penelitian yang

    dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang dilakukan terhadap subyek

    penelitian di kelas tersebut.

    Menurut DR.Sulipan,M.Pd, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan

    Karya Tulis Ilmiah Online (http://www.ktiguru.org) berjudul Penelitian Tindakan Kelas

    (Classroom Action Research), pertama kali penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt

    Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart,

    John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model

    http://www.ktiguru.org/http://www.ktiguru.org/
  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    27/38

    penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti melakukan pekerjaannya,

    baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu contoh

    pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani bimbingan dan

    konseling, dan mengelola sekolah. Dengan demikian para guru atau kepala sekolah dapat

    melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain seperti para peneliti

    konvensional pada umumnya. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas itu tidak lain adalah untuk

    memecahkan masalah, memperbaiki kondisi, mengembangkan dan meningkatkan kualitas

    pembelajaran di kelas.

    Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-

    hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat

    dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian

    tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok

    sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahana masalah yang memanfaatkan

    tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam

    mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan

    tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.

    Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut;

    1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan

    penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti

    untuk melakukan perubahan.

    2. Kegiatan penelitian, baik inferensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai

    mengganggu atau menghambat kegiatan utama.

    3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran

    dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.

    4. Metodologi yang digunalkan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah dari tindakan

    dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat

    mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.

    5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-

    going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang

    tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu (Arikunto, Suharsimi, 2002:82).

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    28/38

    Menurut Sukidin, dkk (2002:54), ada 4 (empat) macam bentuk penelitian tindakan kelas,

    yaitu : (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaborasi, (3)

    penelitian tindakan simultan terintegratif dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Keempat

    bentuk penelitian tindakan itu ada persamaan dan perbedaannya.

    Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian tindakan guru sebagai peneliti, dimana

    guru terlibat langsung secara penuh dalam proses pelaksanaan penelitian, mulai dari tahap

    menyusun perencanaan, melakukan tindakan, melakukan observasi dan tahap refleksi. Kehadiran

    pihak lain dalam penelitian ini, kalaupun ada, peranannya sangat kecil dan tidak dominan.

    Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.

    banyak model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi secara garis

    besar suatu penelitian tindakan lazimnya memiliki 4 (empat) tahapan yang harus dilalui, yaitu tahap

    perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.

    Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah

    berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap

    perencanaan, pelaksanaan, observasi dan tahap refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan

    jika dirasa sudah cukup memenuhi kebutuhan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

    Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan kelas, maka

    penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto,

    Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap

    siklus meliputiplanning(rencana), action (tindakan) , observasi(pengamatan)

    dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi,

    tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan

    yang berupa identifikasi permasalahan.

    Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar 1 berikut:

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    29/38

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    A. Subyek dan Obyek Penelitian

    Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun

    Pelajaran 2007/2008 yang berjumlah 40 orang siswa, terdiri dari 19 putra dan 21 putri.

    Adapun obyek penelitian tindakan kelas ini tidak lain adalah variabel tindakan dan variable

    masalah. Variabel tindakan dimaksud adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD,

    sedangkan variabel masalah terdiri dari aktivitas belajar siswa dan prestasi belajar siswa. Hasil

    penelitian terkait dengan kedua variabel penelitian tersebut dapat dilihat pada bagian berikut ini.

    B. Hasil Penelitian

    Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya berlangsung dua kali

    pertemuan atau pembelajaran tatap muka (setiap pertemuan = 2 x 45 menit). Setiap siklus penelitian

    terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

    Data yang dikumpulkan dalamsetiap siklus adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar

    dan prestasi belajar siswa melalui instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, dalam hal ini

    adalah melalui format observasi dan lembar soal tes yang telah disiapkan oleh guru.

    Hasil Observasi terhadap aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus setelah diolah dapat

    dilihat pada tabel 6 berikut ini :

    Tabel 6

    Data Aktivitas Belajar Siswa (N = 40)

    No INDIKATOR PROSES Ketercapaian

    Siklus I Siklus II

    f % f %

    1 Keberanian siswa dalam bertanya danmengemukakan pendapat

    22 55 33 82,5

    2 Motivasi dan kegairahan dalam proses

    belajar (meyelesaikan tugas mandiri

    atau tugas kelompok)

    26 65 35 87,5

    3 Kerjasama dalam kelompok 26 65 37 92,5

    4 Kreativitas belajar siswa (membuat

    catatan, ringkasan)

    28 70 35 87,5

    5 Interaksi dan komunikasi dengan

    sesama siswa selama pembelajaran

    (dalam kerja kelompok)

    25 62,5 34 85

    6 Interaksi dan komunikasi dengan guru 24 60 36 90

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    30/38

    selama kegiatan pembelajaran

    7 Partisipasi siswa dalam pembelajaran

    (memperhatikan dan mendengarkan,

    ikut melakukan kegiatan kelompok,

    selalu mengikuti petunjuk guru).

    25 62,5 38 95

    Rata-rata 25 62,5 35 87,5

    Berdasarkan data pada tabel 6 tersebut diketahui bahwa aktivitas belajar siswa mengalami

    peningkatan dari 62,5% pada siklus I meningkat menjadi 87,5% pada siklus II, yang berarti

    mengalami peningkatan sebesar 25%.

    Selanjutnya, bagaimana data aktivitas siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran,

    dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.

    Tabel 7

    Data Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan Dengan Pembelajaran

    (N = 40)

    No INDIKATOR PROSES Ketercapaian

    Siklus I Siklus II

    f % f %

    1 Asyik bermain sendiri 16 40 7 17,5

    2 Tidak/kurang memperhatikan

    penjelasan dari guru atau teman sekelas

    18 45 5 12,5

    3 Mengobrol dan bercanda sendiri

    dengan teman

    12 30 6 15

    4 Melamun dan kurang bergairah belajar 22 55 8 20

    5 Mengerjakan tugas pelajaran lain 10 25 0 100

    Rata-rata 16 40 5 12,5

    Berdasarkan data pada tabel 7 diatas terlihat bahwa aktivitas siswa yang kurang relevan

    dengan kegiatan pembelajaran mengalami penurunan, dari 40% pada siklus I menjadi 12,5% pada

    siklus II, yang berarti mengalami penurunan sebesar 27,5% pada akhir siklus II.

    Selanjutnya, prestasi hasil belajar dan atau ketuntasan belajar siswa terhadap materi pokok

    pembelajaran virus, berikut ciri-ciri, replikasi dan peranannya dalam kehidupan setelah data

    diolah dan disederhanakan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini (Data mentahnya dapat dilihat pada

    Lampiran 8).

    Tabel 8

    Data Prestasi Belajar SiswaNo Kriteria Penilaian Ketercapaian

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    31/38

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    32/38

    Apalagi setelah mereka mengetahui tentang aturan main dalam penilaian proses maupun penilaian

    hasil.

    Itulah kiranya yang mendorong siswa untuk, sepertinya, berlomba dan terpacu

    meningkatkan aktivitas belajar mereka di kelas. Dari yang semula kelihatan pemalu dan pendiam

    berubah menjadi pro-aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan guru maupun apalagi

    dengan teman sekelas atau teman kelompok belajarnya; dari yang semula pemalas, pelamun dan

    kurang bergairah belajar mendadak menjadi rajin dan bersemangat belajar; dari yang semula

    kelihatan peragu dan penakut berubah menjadi penuh percaya diri dalam kegiatan tanya jawab; dari

    yang semula kelihatan cuek dan egois berubah menjadi penuh atensi dan mau berbagi dengan

    teman. Hal itu semua terbukti dari data hasil penelitian sebagaimana tersajikan pada tabel 6 di atas,

    di mana aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan dari 62,5% pada siklus I meningkat

    menjadi 87,5% pada akhir siklus II, yang berarti naik sebesar 25%. Berdasarkan kriteria

    penilaian aktivitas belajar yang telah ditetapkan (lihat tabel 4 Bab III), prosentase aktivitas belajar

    sebesar 87,5% itu tergolong tinggi sekali. Demikian pula angka prosentase kenaikan sebesar 25%

    tersebut jelas jauh melampaui kriteria keberhasilan penilaian proses sekaligus kriteria pengujian

    hipotesis yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni sebesar 10%. Dengan demikian maka

    hipotesis penelitian (tindakan) pertama yang dirumuskan di bagian terdahulu dalam penelitian ini

    bisa diterima kebenarannya secara meyakinkan. Hal itu berarti, bahwa penerapan model

    pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada

    materi/Kompetensi Dasar Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan

    terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat

    Tahun Pelajaran 2007/2008.

    Memang harus diakui, bahwa dengan model pembelajaran kooperatif seperti yang

    diterapkan dalam penelitian tindakan ini suasana belajar di kelas menjadi kesannya agak ramai

    dan cenderung gaduh. Sesekali sering terdengar suara tepukan meriah dan gelak tawa riang dari

    para siswa untuk memberikan applause dan support atau karena munculnya spontanitas perilaku

    jenaka dari teman sekelas ketika berdiskusi ataupun saat mengerjakan tugas-tugas kelompok dan

    tanya jawab.. Meskipun begitu suasana kelas tetap kondusif bagi proses pembelajaran, dan bahkan

    siswa sepertinya merasakan adanya suasana belajar yang menyenangkan (joyful

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    33/38

    learningatau learning is fun). Hal ini setidaknya terbukti dari semakin menurunnya secara

    signifikan aktivitas siswa yang tidak relevan dengan belajar dari siklus I ke siklus berikutnya,

    sebagaimana terlihat dari sajian data pada tabel 7 di atas, dari 40% aktivitas siswa yang kurang

    relevan dengan pembelajaran pada siklus I turun menjadi 12,5% pada siklus II. Dan berdasarkan

    kriteria penilaian yang telah ditetapkan untuk ini (lihat tabel 5 Bab III), angka prosentase 12,5% itu

    tergolong rendah sekali. Itu artinya apa? Penerapan tindakan melalui pembelajaran kooperatif tipe

    STAD terbukti bisa mereduksi atau mengurangi sampai seminimal mungkin aktivitas siswa yang

    tidak relevan dengan pembelajaran.

    Demikian pula halnya bila ditinjau dari segi hasil, data hasil belajar atau prestasi belajar

    siswa sebagaimana tersajikan pada tabel 8 di atas dengan jelas membuktikan bahwa telah terjadi

    peningkatan yang sangat signifikan pada prestasi belajar siswa, dari semula hanya 29 siswa (18 + 8

    + 3 ) atau sebesar 72,5% yang tuntas belajar pada siklus I meningkat menjadi 35 siswa (21 + 10 + 4)

    atau sebesar 87,5% pada akhir siklus II, yang berarti mengalami peningkatan sebesar 15% untuk

    kategori ini. Sementara itu untuk kategori penilaian hasil yang lain, yakni kategori siswa yang tidak

    tuntas, dari semula sebanyak 11 siswa (27,5%) yang tidak tuntas pada siklus I berkurang secara

    drastis menjadi hanya 5 siswa (12,5%) yang tidak tuntas pada akhir siklus II, yang berarti berkurang

    sebesar 15%.

    Meskipun angka prosentase kenaikan bagi yang tuntas maupun prosesntase pengurangan

    bagi yang tidak tuntas dari siklus I ke siklus II tersebut tidak terlalu fantastis, yakni masing-masing

    hanya, kebetulan sama 15%, namun bila dihubungkan dengan kriteria keberhasilan yang telah

    ditetapkan sebelumnya untuk pengujian hipotesis, yakni kenaikan 10%, maka hal itu sudah lebih

    dari cukup membanggakan. Terlebih lagi bila dilihat dari segi kriteria keberhasilan secara klasikal

    yang telah ditetapkan, yakni sebesar 85% dari seluruh siswa dalam kelas harus mencapai ketuntasan

    belajar, sementara dari penilaian hasil di akhir siklus II ini hanya menyisakan 12,5% yang tidak

    tuntas (yang berarti 87,5% siswa telah mencapai ketuntasan belajar), maka dari situ dapat dipahami

    lebih jauh bahwa tindakan guru melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini telah

    berhasil mencapai tujuannya. Dengan demikian pula maka hipotesis penelitian (tindakan) kedua

    yang dirumuskan dalam penelitian ini terbukti dapat diterima kebenarannya secara sah dan

    meyakinkan. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi,

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    34/38

    khususnya pada materi atau kompetensi dasar mendeskripisikan ciri-ciri virus, replikasi dan

    peranannya dalam kehidupan terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas X-1

    Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    35/38

    BAB V

    PENUTUP

    A. Simpulan

    Simpulan utama yang dihasilkan dalam penelitian tindakan kelas ini merupakan jawaban

    terhadap masalah penelitian yang telah dirumuskan, sebagai berikut:

    1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi, khususnya

    pada materi atau kompetensi dasar mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam

    kehidupan terbukti telah berhasil meningkatkan sebesar 25% (dari semula 62,5% pada siklus I

    menjadi 87,5% pada akhir siklus II) dari aktivitas belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA

    Negeri 1 Babat Tahun Pelajaran 2007/2008.

    2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi, khususnya

    pada materi atau kompetensi dasar mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam

    kehidupan terbukti juga telah berhasil meningkatkan sebesar 15% (dari semula 27,5% yang

    tidak tuntas pada siklus I berkurang menjadi 12,5% yang tidak tuntas pada akhir siklus II) dari

    prestasi belajar atau ketuntasan belajar siswa Kelas X-1 Semester I SMA Negeri 1 Babat Tahun

    Pelajaran 2007/2008.

    Dengan demikian maka tindakan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif

    tipe STAD pada bidang studi Biologi di sini telah berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.

    B. Saran

    Mengingat hasil-hasil penelitian yang telah dicapai di sini, maka disarankan:

    1. Kepada siswa; mereka para siswa hendaknya lebih meningkatkan kerjasamanya dalam

    kegiatan pembelajaran, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas kelompok yang diberikan oleh

    guru. Dengan begitu maka selain akan menimbulkan rasa saling asah, saling asih dan saling

    asuh di antara siswa juga akan mempermudah upaya pencapaian tujuan pembelajaran di

    sekolah.

    2. Kepada teman sejawat, guru; jika menghadapi masalah pembelajaran yang sama atau yang

    mirip dengan masalah yang ada dalam penelitian ini, kiranya patut dicoba untuk diatasi dengan

    menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pada bidang studi yang sama dengan

    ini ataupun untuk bidang studi yang lain. Mengingat satu dan lain hal, model pembelajaran

    kooperatif tipe STAD selain prosedurnya mudah dan sederhana, dampaknya sangat terasa bagi

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    36/38

    peningkatan aktivitas belajar siswa sesuai dengan tuntutan dan trend pembelajaran yang

    berkembang akhir-akhir ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahmadi,Abu,Drs., dan Supriyono,Widodo,Drs.,Psikologi Belajar, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta,

    1991.

    De Porter,Bobbi dan Hernacki,Mike dalam Abdurrahman,Alwiyah (penerjemah), Quantum

    Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan,, Kaifa,

    2002.

    Departemen Pendidikan dan ;Kamus Besar Bahasa Indonesia, , Balai Pustaka, 1990.

    Mulyasa,E., Dr.,M.Pd., Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi,

    Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003.

    --------------------------, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan Implementasi,

    Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003.

    Gordon,Thomas, dalam Mudjito,Drs.,MA. (Penyadur); Guru Yang Efektif, Cara Mengatasi

    Kesulitan Dalam Kelas, Jakarta, CV Rajawali, 1984.

    Hamalik,Oemar,Dr.,Perencanaan dan Manajemen Pendidikan, Bandung, Penerbit CV MandarMaju, 1991.

    Madya,Suwarsih,Prof.,Ph.D., Teori dan Praktik, Penelitian Tindakan (Action Research), Bandung,Penerbit Alfabeta, 2006.

    Pemerintah RI; UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Penerbit

    Cemerlang, 2003.

    -------------------; UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bandung, Penerbit Citra

    Umbara, 2006.

    Surakhmad,Winarno,Dr.,M.Sc.,Ed.; Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung, Penerbit Jemmars,

    1980.

    Sunarto,H.,Prof.,Dr. dan Hartono, Ny.B.Agung,Dra.; Perkembangan Peserta Didik, , Penerbit

    Rineka Cipta, 1999.Sudjana,Nana,Dr.;Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, , Penerbit PT Remaja, 1989.Suyanto,Prof.,Drs.,M.Ed.,Ph.D. dan Abbas,M.S.,Drs.,M.Si.; Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak

    Bangsa, Yogyakarta, Penerbit Adi Cita Karya Nusa, 2001.

    Sulipan,Dr.,Artikel Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online, Penelitian Tindakan Kelas (ClassroomAction Research), http://www.ktiguru.org/

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    Lampiran I

    Format Observasi Aktivitas Belajar Siswa

    Siklus I dan II

    No NAMA

    SISW

    A

    Keberanianbertanya

    Motivasibelajar

    KerjaSama dlm

    ke-

    lompok

    Kreativi-tas

    belajar

    InteraksiSesama

    siswa

    InteraksiDengan

    guru

    Partisipasi dalam

    pembelajaran

    Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Y T Y T Y T Y T

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    http://www.ktiguru.org/http://www.ktiguru.org/
  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    37/38

    8

    9

    40

    Lampiran II

    Format Observasi

    Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan Dengan Pembelajaran

    Siklus I dan II

    No NAMA

    SISW

    A

    Asyik bermain

    sendiri

    Kurang

    memperhatikan

    penjelasan guru

    Berbicara

    sendiri dengan

    teman

    Melamun dan

    kurang

    bergairah

    Mengerjakan

    tugas pelajaran

    lain

    Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    40

    Lampiran IIIINTRUMEN PENILAIAN MEMBUAT RANGKUMAN MATERI

    Standar Kompetensi :

    Kompetensi Dasar :

    Tanggal Penilaian :

    No Nama siswaKriteria /Aspek

    SkorNilai

    1 2 3 3 5 6

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    40.

    Kriteria:

    1. Kelengkapan dan keluasan cakupan materi

    2. Keruntutan sitematika rangkuman3. Kecermatan dan ketepatan bahasa

    4. Kerapian tulisan

  • 8/3/2019 PTK Biologi1

    38/38

    5. Ketepatan waktu pengumpulan

    6. Keanekaragaman sumber informasi

    Lampiran IV

    INSTRUMEN PENILAIAN KLIPING

    Standar Kompetensi :

    Kompetensi Dasar :

    Indikator :Tanggal Penilaian :

    No Nama siswaKriteria /Aspek

    SkorNilai

    1 2 3 3 5 6

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.