Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi – tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Keadaan gizi yang tidak seimbang dapat mempengaruhi status gizi dan pada akhirnya menimbulkan masalah gizi. Sampai saat ini ada 4 masalah gizi utama yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat yaitu kurang energy protein (KEP), anemia gizi besi, kurang vitamin A (KVA), dan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-
30

Gizi Dan Pendidikan 2

Jun 20, 2015

Download

Documents

reccayasha
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Gizi Dan Pendidikan 2

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi – tingginya.

Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa

Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.

Keadaan gizi yang tidak seimbang dapat mempengaruhi status gizi dan pada

akhirnya menimbulkan masalah gizi. Sampai saat ini ada 4 masalah gizi utama yang

berkaitan dengan kesehatan masyarakat yaitu kurang energy protein (KEP), anemia

gizi besi, kurang vitamin A (KVA), dan gangguan akibat kekurangan yodium

(GAKY).

Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi

makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau

ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro

bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK)

adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita

akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan

selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah.

Dalam hal ini seorang manajer program kesehatan masyarakat dituntut untuk

memiliki keterampilan mengkaji dan merumuskan masalah kesehatan masyarakat

dan masalah program yang berkaitan dengan kejadian kekurangan gizi. Untuk

menghadapi tuntunan perkembangan program di era otonomi daerah, petugas

kesehatan yang bekerja di Dinas Kesehatan dan Propinsi harus meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan manajerialnya agar tugas-tugas pokoknya dapat

dilaksanakan lebih efisien, lebih efektif, dan produktif.

Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat di

masa datang perlu dilakukan dengan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah

Page 2: Gizi Dan Pendidikan 2

2

sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Keadaan ini

diharapkan dapat semakin mempercepat sasaran nasional dan global dalam

menetapkan program yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan

pemantauan.

1.2 Tujuan

1.2.1. Tujuan Pendidikan Tahap I

a) Pemahaman dasar-dasar pengetahuan ilmu gizi yang berkaitan dalam menunjang

upaya perbaikan gizi.

b) Pemahaman manusia sebagai subyek dan makhluk bio-psikososial dan spiritual

(dalam upaya pendidikan), merupakan insan yang mempunyai potensi untuk tumbuh

dan berkembang serta berupaya memajukan masyarakat serta lingkungannya.

Pada akhir pendidikan tahap I peserta didik diharapkan mampu :

a) Mensintesa dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu perilaku, ilmu

sosial budaya dan ilmu anatomi fisiologi dalam rangka memahami manusia sebagai

makhluk bio-psikoso-kultural dan spiritual dengan seluruh kebutuhannnya dan

sebagai anggota keluarga, kelompok dan masyarakat.

b) Memahami dan menghayati bidang gizi sebagai ilmu dan peran ahli gizi sebagai

anggota tim kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan nasional.

c) Menghubungkan dan mengkaitkan aspek-aspek dan nilai-nilai sosio budaya

masyarakat terhadap peran dan fungsi ahli gizi.

d) Berkomunikasi secara verbal dan tertulis sehingga mampu memanfaatkan sumber-

sumber pendidikan dalam menulis makalah atau laporan.

1.2.2. Tujuan Pendidikan Tahap II

a) Pengenalan masalah-masalah yang berhubungan dengan gizi dan kesehatan, baik

individu, keluarga maupun masyarakat.

Page 3: Gizi Dan Pendidikan 2

3

b) Mengkaji kebutuhan gizi individu, keluarga dan masyarakat dalam menanggulangi

masalah kesehatannya dengan menggunakan sumber-sumber yang ada dan potensial

dari pada individu dan masyarakat.

Pada akhir pendidikan tahap II peserta diharapkan mampu :

a) Mengkaji fungsi faali zat-zat gizi dalam bahan makanan untuk mempertahankan

mutu makanan dalam hubungannya dengan keadaan gizi dan kesehatan.

b) Memahami permasalahan gizi dengan pendekatan sistem dan pengaruhnya pada

keadaan gizi masyarakat

c) Menelaah berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat produksi/persediaan pangan

dan konsumsi pangan penduduk

d) Menerapkan prinsip-prinsip penyuluhan, latihan dan konsultasi dalam program dan

pelayanan gizi

e) Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip epidemiologi untuk mengkaji,

merencana, melaksanakan, dan mengevaluasi keadaan masalah gizi dalam

hubungannya dengan kesehatan keluarga dan masyarakat

f) Mengkaji sumber-sumber daya dan dana potensial, serta mengikutsertakan keluarga

dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kesehatan/gizi.

g) Mengkaji kebutuhan dan status gizi individu, keluarga dan masyarakat.

1.2.3. Tujuan Pendidikan Tahap III

a) Pengenalan pelayanan gizi melalui pengembangan data dasar untuk menetapkan

analisa gizi, strategi dan tujuan perbaikan gizi dalam mengatasi masalah gizi yang

terjadi pada semua tingkatan usia.

b) Pengkajian pelayanan gizi secara menyeluruh, konsep kepemimpinan dan

penggunaan hasil penelitian dalam pembuatan rencana pelayanan gizi

Pada akhir pendidikan tahap III :

a) Mengenal alternatif pemecahan masalah gizi yang timbul baik pada tingkat

perorangan maupun masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

Page 4: Gizi Dan Pendidikan 2

4

b) Mengenal sumber-sumber daya yang ada dan potensial dalam pengembangan

rencana pelayanan gizi

c) Merancang rencana pelayanan gizi dengan menggunakan data dasar, sesuai dengan

kebutuhan setempat

d) Merancang penyuluhan/konsultasi gizi/kesehatan yang tepat pada individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat yang berhubungan dengan masalah gizi.

e) Mengenal anggota tim kesehatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan

1.2.4. Tujuan Pendidikan Tahap IV

a) Penerapan pelayanan gizi melalui pengembangan data dasar untuk menetapkan

analisa gizi, strategi dan tujuan perbaikan gizi dalam mengatasi masalah gizi yang

terjadi pada semua tingkatan usia.

b) Pengelolaan pelayanan gizi secara menyeluruh, menampilkan kepemimpinan

menggunakan hasil penelitian dalam pembuatan rencana pelayanan gizi

Pada akhir pendidikan tahap IV :

a) Menetapkan alternatif pemecahan masalah gizi yang timbul baik pada tingkat

perorangan maupun masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

b) Mengkaji sumber-sumber daya yang ada dan potensial dalam pengembangan

rencana pelayanan gizi

c) Mengembangkan dan melaksanakan rencana pelayanan gizi dengan menggunakan

data dasar, sesuai dengan kebutuhan setempat

d) Memberikan penyuluhan/konsultasi gizi/kesehatan yang tepat pada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat yang berhubungan dengan masalah gizi.

e) Berperan dan menghayati peranannya sebagai anggota tim kesehatan yang

profesional dan kerja sama secara efektif dengan anggota tim lainnya

1.3 Manfaat

1. Mengerti dan memahami masalah kesehatan masyarakat secara nyata di institusi

kerja sebagai kesiapan mahasiswa dalam memasuki dunia kerja.

Page 5: Gizi Dan Pendidikan 2

5

2. Mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah.

3. Menambah wawasan dan mampu mengembangkan kompetensi diri serta adaptasi

dalam dunia kerja.

4. Memperoleh pengalaman bekerja dalam sebuah tim (team work) untuk

memecahkan berbagai masalah kesehatan sesuai bidang institusi kerja tempat

magang.

5. Terlaksananya salah satu dari upaya untuk megimplementasikan Tri Dharma

Perguruan Tinggi yaitu: akademik, penelitian, pengabdian masyarakat dengan

aplikasi nilai-nilai islam di tempat kerja.

6. Terbinanya suatu jaringan kerja sama yang berkelanjutan dengan institusi magang

dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara substansi

akademik dengan kompetensi sumber daya manusia yang kompetitif dan

dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.

7. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan tenaga

terampil dari lapangan dalam kegiatan magang.

8. Memberikan masukan, khususnya dalam mencari solusi masalah kesehatan

masyarakat secara proporsional agar dapat memecahkan di Institusi magang.

Page 6: Gizi Dan Pendidikan 2

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Upaya perbaikan gizi masyarakat

Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan status gizi

dalam rangka menunjang peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah satu

kegiatannya adalah melakukan pemantauan pertumbuhan balita, pelayanan gizi di

posyandu.

2.2 Program Perbaikan Gizi

Program pada dasarnya merupakan kumpulan kegiatan yang dihimpun dalam

satu kelompok yang sama secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk mencapai

tujuan dan sasaran. Program yang baik akan menuntun pada hasil-hasil yang diinginkan.

Oleh karena itu, penetapan program dilakukan dengan melihat kebijakan yang telah

ditetapkan, tujuan dan sasaran serta visi dan misi.

Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan di era desentralisasi kesehatan

yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan/

tenaga kesehatan, maka diperlukan dukungan dari berbagai program diantaranya

program perbaikan gizi masyarakat.

Program perbaikan gizi dilaksanakan untuk meningkatkan status gizi masyarakat

terutama ditujukan kepada kelompok rentan ibu hamil, ibu nifas dan menyusui serta

balita. Empat program utama yang dilaksanakan yaitu :

1. Program penanggulangan Kurang Energi Protein

(KEP) dan Kurang Energi Kronik (KEK) serta kegemukan.

2. Program penanggulangan Kurang Vitamin A (KVA)

3. Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB)

dan kekurangan zat gizi mikro lain.

4. Program Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang

Yodium (GAKY).

Page 7: Gizi Dan Pendidikan 2

7

Tujuan khusus dari program diatas adalah menurunkan prevalensi masalah

kekurangan gizi dengan meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan

berdasarkan menu seimbang (Depkes RI, 1999)

2.3 Evaluasi Program

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menilai hasil dari

program yang dilaksanakan, karena dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed

back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya evaluasi sulit rasanya

untuk mengetahui sejauh mana tujuan – tujuan yang direncanakan itu telah mencapai

tujuan atau belum (Notoatmojo, 2003).

Evaluasi Program gizi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan dan hasil

yang dicapai dalam upaya peningkatan gizi masyarakat yang dilakukan oleh masing-

masing wilayah/ daerah (Depkes RI, 2008).

Tujuan evaluasi secara umum untuk mengetahui dengan pasti apakah pencapaian

hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program/ kegiatan dapat

dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan

datang.

Dalam buku panduan pengelolaan program perbaikan gizi kabupaten/ kota,

tujuan dari evaluasi yaitu:

1) Memperbaiki rancangan kebijakan, program dan proyek.

2) Menentukan suatu bentuk kegiatan yang tepat.

3) Memperoleh masukan untuk digunakan didalam proses perencanaan yang akan

datang.

4) Mengukur keberhasilan suatu program (Depkes RI, 2000).

Evaluasi mempunyai beberapa fungsi antara lain:

a) Memberikan informasi yang valid mengenai program dan kegiatan yaitu seberapa

jauh kebutuhan, nilai dan desempatan telah dicapai. Dengan evaluasi dapat

diungkapkan mengenai pencapaian statu tujuan, sasaran dan target tertentu,

b) Memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari

tujuan dan target,

Page 8: Gizi Dan Pendidikan 2

8

c) Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan termasuk perumusan

masalah yang direkomendasikan,

d) Evaluasi memiliki tujuan pokok melihat seberapa besar kesenjangan antara

pencapaian hasil kegiatan dan program dengan harapan atau renacana yang sudah

ditetapkan.

Evaluasi merupakan bagian integral dari proses manajemen. Dalam evaluasi itu

sendiri ada siklusnya yang bisa dilihat berikut ini.

Bagan 2.1

Daur Evaluasi

Dari gambar daur evaluasi diatas, tampak bahwa evaluasi secara umum meliputi

langkah-langkah berikut ini:

1. Menentukan apa yang akan

dievaluasi. Ini karena apa saja bisa dievaluasi, apakah itu rencananya, sumber daya,

proses pelaksanaan, keluaran, efek atau bahkan dampak suatu kegiatan serta

pengaruh terhadap lingkungan yang luas.

2. Mengembangkan kerangka dan

batasan. Di tahap ini dilakukan asumsi-asumsi mengenai hasil evaluasi serta

pembatasan ruang lingkup evaluasi serta batasan – batasan yang dipakai agar

objektif dan fokus.

3. Merancag desain (metode).

Karena biasanya evaluasi terfokus pada satu atau beberapa aspek, maka dilakukan

perancangan desain.

Menentukan apa yang akan

dievaluasi

Mengembangkan kerangka dan

batasan

Merancang desain

(metode)

Membuat kesimpulan dan

pelaporan

Melakukan Pengamatan, Pengukuran dan analisis

Menyusun rencana dan instrumen

Page 9: Gizi Dan Pendidikan 2

9

4. Menyusun instrumen dan

rencana pelaksanaan. Selanjutnya ialah mengembangkan instrumen pengamatan atau

pengukuran serta rencana analisis dan membuat rencana pelaksanaan evaluasi.

5. Melakukan pengamatan,

pengukuran, dan analisis. Selanjutnya adalah melakukan pengumpulan data hasil

pengamatan, melakukan pengukuran serta mengolah informasi dan mengkajinya

sesuai tujuan evaluasi.

6. Membuat kesimpulan dan

pelaporan. Informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi ini disajikan dalam bentuk

laporan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan.

Keenam langkah evaluasi diatas dapat dipadatkan dua langkah terpenting yaitu

menetapkan apa (fokus) yang akan dievaluasi dan merancang metode (cara)

melaksanakannya.

1. Menetapkan apa yang akan dievaluasi. Langkah ini bisa dilakukan dengan mengkaji

secara sistem yaitu dengan menguraikan proses kegiatan menurut unsur-unsur sistem

yaitu: input, proses, output, outcome, impact, feed back serta environment.

2. Memilih atau merancang desain evaluasi (Notoatmojo, 2005).

Feurstein (1990:h.2-4) menyatakan 10 alasan mengapa suatu evaluasi perlu

dilakukan:

1. Pencapaian

Guna melihat apa yang sudah dicapai.

2. Mengukur kemajuan

Melihat kemajuan dikaitkan dengan objektif program.

3. Meningkatkan pemantauan

Agar tercapai manajemen yang lebih baik.

4. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan

Agar dapat memperkuat program itu sendiri.

5. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif

Guna melihat perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.

6. Biaya dan manfaat

Page 10: Gizi Dan Pendidikan 2

10

Melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup masuk akal (reasonable).

7. Mengumpulkan informasi

Guna merencanakan dan mengelola kegiatan program secara lebih baik.

8. Berbagi pengalaman

Guna melindungi pihak lain terjebak dalam kesalahan yang sama, atau untuk

mengajak seseorang untuk ikut melaksanakan metode yang serupa bila metode yang

dijalankan telah berhasil dengan baik.

9. Meningkatkan keefektifan, agar dapat memberikan dampak yang lebih luas.

10. Memunkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik, Karena memberikan

kesempatan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, komunitas funsionl dan

komunitas lokal.

Meskipun diatas telah diungkapkan adanya sepuluh alasan suatu organisasi

melakukan evaluasi, tetapi tidak semua alasan selalu muncul pada setiap kasus

pengevaluasian. Akan tetapi, ke sepuluh alasan inilah yang paling sering muncul dan

menjadi alasan kenapa suatu evaluasi dilakukan.

Untuk mendapatkan evaluasi yang tepat, adekuat dan sesuai dengan tujuan

evaluasi, dapat digunakan beberapa pendekatan, salah satunya adalah dengan

pendekatan sistem. Pendekatan sistem dapat dilakukan untuk suatu program kesehatan

dimana penilaian secara komprehensif dapat dilakukan dengan menilai input, proses,

dan output.

Menurut Donabedian (Khotimah, 2002) evaluasi dikelompokkan menjadi tiga

kategori yaitu :

1) Evaluasi input adalah evaluasi yang dilakukan pada atribut atau ciri – ciri tempat

pemberian pelayanan, yang meliputi: sumber daya manusia, dana, sarana dan

prasarana. Evaluasi input ini memfokuskan pada berbagai unsure yang masuk dalam

suatu pelaksanaan suatu program

2) Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan terhadap berbagai kegiatan yang

dilakukan untuk mencapai tujuan, yang berkaitan dengan penyediaan dan

penerimaan pelayanan. Evaluasi proses ini menilai pelaksanaan kegiatan apakah

telah mencapai target yang ditetapkan, mengidentifikasi kendala dan masalah yang

Page 11: Gizi Dan Pendidikan 2

11

dihadapi serta pemecahannya. Evaluasi ini memfokuskan diri pada aktivitas program

yang melibatkan interaksi langsung antara klien denga staf ‘terdepan’ (line staff)

yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan (objektif) program

3) Evaluasi output adalah evaluasi yang dilakukan terhadap hasil pelayanan, berkaitan

dengan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pelayanan tersebut. Evaluasi ini

menilai pencapaian setiap kegiatan penanggulangan gizi.

Dalam suatu perencanaan yang berorientasi pada program, criteria keberhasilan

pada umumnya dikembangkan berdasarkan cakupan ataupun hasil dari suatu program,

misalnya persentasi cakupan program terhadap populasi sasaran. Akan tetapi,

perencanaan ini tidak berkonsentrasi pada perubahan perilaku klien. Sebaliknya,evaluasi

yang berorientasi pada klien akan melakukan pengukuran ataupun pengkajian

berdasarkan perubahan perilaku klien. Misalnya saja, pada kasus penanganan anak

jalanan kriteria dikembangkan berdasarkan indeks perkembangan anak (child

development indeks)

2.4 Indikator Keberhasilan Program

Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk suatu

proses evaluasi,feurstein (1990:h.25-27) mengajukan beberapa indikator yang perlu

untuk dipertimbangkan. Indikator dibawah ini adalah sembilan indikator yang paling

sering digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan:

2.4.1. Indikator keberhasilan (indicators of availability)

Indikator ini melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu

benar-benar ada. misalnya, dalam suatu program pembangunan social yang menyatakan

bahwa diperlukan satu tenaga kader local yang terlatih untuk menangani 10 rumah

tangga maka perlu dicek apakah tenaga kader yang terlatih tersebut benar-benar ada.

2.4.2. Indikator relevansi (indicator of relevance)

Indikator ini menunjukan seberapa relevan ataupun tepatnya sesuatu yang

teknologi atau layanan yang ditawarkan. Misalnya, pada suatu program pemberdayaan

Page 12: Gizi Dan Pendidikan 2

12

perempuan pedesaan di mana diperkenalkan kompor teknologi terbaru, tetapi ternyata

kompor tersebut mengunakan lebih banyak minyak tanah ataupun kayu dibandingkan

dengan kompor yang biasa mereka gunakan. Berdasarkan keadaan tersebut maka

teknologi yang lebih baru ini dapat dikatakan kurang relevan untuk diperkenalkan bila

dibandingkan dengan kompor yang biasa mereka gunakan.

2.4.3. Indikator keterjangkauan (indicators of accessibility)

Indikator ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam

‘jangkauan’ pihak-pihak yang membutuhkan. Misalnya saja, apakah puskesmas yang

didirikan untuk melayani suatu masyarakat desa berada pada posisi yang stategis,

dimana sebagian besar warga desa dapat dengan mundah dating ke puskesmas. Atau,

apakah suatu posko becana alam berada dalam jangkauan dari korban bencana tersebut.

2.4.4. Indikator pemanfaatan (indicators of utilisation)

Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh

pihak pemberi layanan, dipergunakan (dimanfaatkan) oleh kelompok sasaran.misalnya

saja, seberapa banyak PUS (pasangan usia subur) yang memanfaatkan layanan jasa

puskesmas dalam upaya meningkatkan KB mandiri. Atau, brapa banyak anak jalanan

yang belum bisa membaca dan menulis.

2.4.5. Indikator cakupan (indicators of coverage)

Indikator ini mennjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan

menerima layanan tersebut. Misalnya saja, proporsi orang yang menerima bantuan dana

kemanusiaan untuk mengatasi masalah kemiskinan dari sekian banyak orang-orang

miskin di suatu desa.

2.4.6. Indikator kualitas (indicators of quality)

Indikator ini menunjukkan standar kualitas dari layanan yang disampaikan ke

kelompok sasaran. Misalnya saja, apakah layanan yang diberikan oleh suatu Organisasi

Pelayanan Masyarakat (human service organizations) sudah memenuhi syarat dalam hal

Page 13: Gizi Dan Pendidikan 2

13

keramahan, keresposifan dan sikap empati terhadap klien ataupun kualitas dari tangibles

yang ada dalam proyek tersebut.

2.4.7. Indikator upaya (indicators of efforts)

Indikator ini menggambarkan berapa banyak upaya yang sudah ‘ditanamkan’

dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Misalnya, berapa banyak sumber

daya manusia dan sumber daya material yang dimanfaat guna membangun sarana

transportasi antar desa.

2.4.8. Indikator efisiensi (indicator of effisiency)

Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang dilaksanakan

guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat guna (efisien), atau tidak memboroskan

sumber daya yang ada dalam upaya mncapai tujuan. Misalnya saja, suatu layanan yang

bisa dijalankan dengan baik dengan hanya memanfaatkan 4 tenaga lapangan, tidak perlu

dipaksakan untuk mempekerjakan 10 tenaga lapangan dengan alsan untuk menghindari

terjadinya pengangguran. Bila hal ini yang dilakukan maka yang akan terjadi adalah

underemployment (pengangguran terselubung).

2.4.9. Indikator dampak (indicator of impact)

Indikator ini melihat apakah sesuatu yang kita lakukan benar-benar memberikan

sutau perubahan di masyarakat. Misalnya, apakah setelah dikembangkan layanan untuk

mengatasi kemiskinan selama tiga tahun di suatu desa, maka angka penduduk yang

berada dibawah garis kemiskinan sudah menurun.

Page 14: Gizi Dan Pendidikan 2

14

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Perbaikan Kualitas Gizi

Peningkatan SDM ini untuk masa yang akan datang perlu dilakukan dengan

memperbaiki atau memperkuat intervensi yang ada menjadi lebih efektif, bermanfaat

untuk kelompok sasaran terutama penduduk rawan dan miskin. Perbaikan kualitas

pelayanan kesehatan dan gizi pada penduduk menjadi prioritas, selain meningkatkan

pendidikan dan mengurangi kemiskinan, terutama pada kabupaten/kota yang tingkat

keparahannya sangat berat.

Pelayanan kesehatan dan gizi untuk yang akan datang juga harus memperhatikan

pertumbuhan penduduk perkotaan yang akan membawa berbagai masalah lain. Dengan

peningkatan kualitas intervensi kepada masyarakat, diasumsikan penurunan masalah gizi

dan kesehatan masyarakat dapat tercapai.

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan

sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang

tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap

ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM.Pada

saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan

tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi. Kejadian kekurangan gizi

sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan

berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian

balita, serta rendahnya umur harapan hidup.

Page 15: Gizi Dan Pendidikan 2

15

Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di

masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa

janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status

gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia

sekolah.

Demikian seterusnya status gizi remaja atau usia sekolah ditentukan juga pada

kondisi kesehatan dan gizi pada saat lahir dan balita.

United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam

kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur, dengan

Page 16: Gizi Dan Pendidikan 2

16

mengikuti siklus kehidupan. Pada bagan 1 dapat dilihat kelompok penduduk yang perlu

mendapat perhatian pada upaya perbaikan gizi. Pada bagan 1 ini diperlihatkan juga

faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi, yaitu pelayanan kesehatan yang

tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang, dan lain-

lain yang pada akhirnya berdampak pada kematian.

Untuk lebih jelas mengetahui faktor penyebab masalah gizi, bagan 2 di atas

(Unicef, 1998) menunjukkan secara sistimatis determinan yang berpengaruh pada

masalah gizi yang dapat terjadi pada masyarakat. Sehingga upaya perbaikan gizi akan

lebih efektif dengan selalu mengkaji faktor penyebab tersebut.

3.2 Proyeksi Status Gizi Penduduk 2010

Jika status gizi penduduk dapat diperbaiki, maka status kesehatan dapat tercapai.

Berikut ini hanya memfokuskan proyeksi status gizi, berdasarkan situasi terakhir 2003 di

Indonesia dan dibahas dengan memperhatikan Indonesia Sehat 2010, World Fit for

Children 2002, dan Millenium Development Goal 2015. Penurunan status gizi

tergantung dari banyak faktor.

Berdasarkan uraian sebelumnya dan juga yang tertuang pada bagan 2, penyebab

yang mendasar adalah:

Ketahanan pangan tingkat rumah tangga yang tidak memadai. Kajian

pemantauan konsumsi makanan tahun 1995 sampai dengan 1998, menyimpulkan

(lihat tabel 10): 40-50% rumah tangga mengkonsumsi energi kurang dari 1500

Kkal dan 25% rumah tangga mengkonsumsi protein 32 gram per orang per hari

atau mengkonsumsi <70% dari kecukupan yang dianjurkan. (Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi/WKNPG, 2000). Berdasarkan SP 2000, diperkirakan

jumlah rumah tangga adalah 51.513.364, berarti masalah ketahanan pangan

melanda 20-25 juta rumah tangga di Indonesia. Walaupun ada perbaikan pada

tahun 2003 terhadap ketahanan pangan rumah tangga, kajian ini masih

menujukkan rasio pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total keluarga yang

Page 17: Gizi Dan Pendidikan 2

17

masih tinggi. Paling tidak Indonesia masih menghadapi 20% kabupaten di

perdesaan dimana rasio ini masih >75%, dan 63% kabupaten dengan rasio

pengeluaran pangan/non pangan antara 65-75%.

Ketahanan pangan tingkat rumah tangga ini berkaitan erat dengan kemiskinan,

yang berdasarkan kajian Susenas 2002, diketahui proporsi penduduk miskin

adalah 18.2% atau 38,4 juta penduduk (BPS, 2002). Sebaran penduduk miskin

tingkat kabupaten sangat bervariasi, masih ada sekitar 15% kabupaten dengan

persen penduduk miskin > 30%.

Ketidak seimbangan antar wilayah (kecamatan, kabupaten) yang terlihat dari

variasi prevalensi berat ringannya masalah gizi, masalah kesehatan lainnya, dan

masalah kemiskinan. Seperti diungkapan pada uraian sebelumnya bawah ada

75% kabupaten di Indonesia menanggung beban dengan prevalensi gizi kurang

pada balita >20%.

Tingginya angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan sanitasi, lingkungan,

dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, disertai dengan cakupan imunisasi

yang masih belum universal. Penyakit infeksi penyebab kurang gizi pada balita

antara lain ISPA dan diare. Hasil SDKI tahun 1991, 1994 dan 1997 prevalensi

ISPA tidak menurun yaitu masing-masing 10%, 10% dan 9%. Bahkan hasil

SKRT 2001 prevalensi ISPA sebesar 17%. Sedangkan prevalensi diare SDKI

1991, 1994 dan 1997 juga tidak banyak berbeda dari tahun ketahun yaitu masing-

masing 11%, 12% and 10%; dan hasil SKRT 2001 adalah sebesar 11%.

Cakupan program perbaikan gizi pada umumnya rendah, banyak Posyandu yang

tidak berfungsi. Pemantauan pertumbuhan hanya dilakukan pada sekitar 30%

dari jumlah balita yang ada.

Pemberian ASI saja pada umumnya masih rendah, dan adanya kecenderungan

yang menurun dari tahun 1995 ke tahun 2003. Lebih lanjut pemberian ASI saja

sampai 6 bulan cenderung renda, hanya sekitar 15-17%. Setelah itu pemberian

makanan pendamping ASI menjadi masalah dan berakibat pada penghambatan

pertumbuhan.

Page 18: Gizi Dan Pendidikan 2

18

Masih tingginya prevalensi anak pendek yang menunjukkan masalah gizi di

Indonesia merupakan masalah kronis.

Masih tingginya angka kematian ibu, bayi dan balita, rendahnya pendapatan dan

rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan indeks SDM rendah.

Rendahnya pembiayaan untuk kesehatan baik dari sektor pemerintah dan non-

pemerintah (tahun 2000: Rp 147.0/kapita/tahun), demikian juga pembiayaan

untuk gizi (tahun 2003: Rp 200/kapita/tahun).

Page 19: Gizi Dan Pendidikan 2

19

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Indonesia Sehat 2010 merupakan goal yang akan dicapai. Hal ini tidak mungkin

dicapai jika peningkatan kualitas dan akses masyarakat terhadap kesehatan dan gizi tidak

menjadi perhatian utama. Alokasi kesehatan yang masih sekitar 3% tentunya tidak

berarti untuk mencapai tujuan ini. Goal ini juga mengarahkan kita semua untuk

mendukung upaya berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia melalui

pendidikan dan kualitas hidup.

Diperlukan penjabaran Propenas dan Propeda kedalam bentuk program aksi yang

lebih konkrit. Fokus perhatian diutamakan pada keluarga miskin di wilayah kumuh

perkotaan dan pedesaan. Selain itu peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat tidak

akan terlepas juga dari kontribusi “komprehensif dan pelayanan profesional” yang

melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara keseluruhan

4.2 SARAN

1. Paradigma sehat yang berlandaskan pada visi dan misi pembangunan kesehatan

nasional;

2. Revitalisasi pada infrastruktur yang berkaitan dengan upaya desentralisasi;

3. Alokasi kesehatan dan gizi yang optimal;

4. Memperkuat aspek teknologi bidang kesehatan dan gizi;

5. Memperkuat aspek pelayanan kesehatan dan gizi secara profesional;

6. Mengembangkan JPKM;

7. Memperkuat sistem pemantauan dan evaluasi program.

Page 20: Gizi Dan Pendidikan 2

20

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indnesia Sehat 2010. Jakarta:

Depkes RI. 1999.

Depkes, RI. Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi Kabupaten/ Kota.

Jakarta: Depkes RI. 2000.

Muninjaya, A. A. Gde. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 2004.

Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Penerbit Rineka

Cipta. 2003.

Rukminto, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan, Masyarakat dan Intervensi

Komunitas. Depok: Penerbit FEUI. 2003

Guhardja, S., Hartoyo., D. Hastuti dan H. Puspitawati. 1989. “Manajemen Sumberdaya Keluarga”. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor.