KETIKA SHOLAT TIDAK SEMUDAH DI SINI
Alhamdulillah, saya mendapat tantangan untuk mencoba belajar di
Jepang untuk yang ke-2 kalinya setelah 5 tahun lalu di Kobe. Tiba
di Hiroshima pada musim gugur ternyata tidak sehangat yang
diharapkan. Perhitungan saya mengira semakin ke selatan akan
semakin hangat, namun rupanya Universitas Hiroshima terletak di
daerah pinggir kota dan dikelilingi oleh hutan dan bukit-bukit.
Semacam Antirogo atau Jelbuk.
Suhu yang hangat hanya berlangsung 2 minggu saja, setelah itu
perlahan-lahan mulai jatuh di bawah 10 derajat. Di malam hari, suhu
seperti kulkas terbuka 6 derajat, dan kalau dini hari. Lantai kamar
saja terasa seperti es. Itu sebabnya rumah Jepang menggunakan
lantai kayu, atau paling tidak sintetis.
Masalah
Malam pertama yang dibingungkan jelas adalah makanan, sebab
selain sulit mencari yang halal, sulit juga yang betah di lidah.
Paling tidak semua pendatang merasa beruntung berbekal mi instan
dan abon, strategi dasar pertahanan hidup, bab satu. Yang menjadi
masalah kedua adalah selimut. Tidak terbayang kalau itu akan jadi
masalah. Tetangga kamar yang berasal dari Cina sampai tidak tega
kalau harus mendengar kabar duka besok harinya hanya karena beku
kedinginan, sehingga dia meminjami futon, selimut tebal.
Kiblat
1 Futon (bukan foto di kamar saya)
Urusan administratif dan tetek bengek sudah selesai, akhirnya
tiba saatnya sholat. Eh, atau malah sudah lewat waktunya kah? Waktu
di Jepang 2 jam lebih awal dari Indonesia. Belum lagi fenomena
bahwa di musim dingin siang hari berjalan pendek, lumayan
menguntungkan bagi yang mau berpuasa sunnah. Subuhnya jam 5
Maghribnya jam 5.20 WJB (Waktu Jepang Bo!).
Menyesuaikan diri dengan jadwal baru agak butuh waktu karena
masih terbiasa bangun pagi, saya berangkat ke kampus jam 7 dan
berbengong ria selama 2 jam di pagi hari, karena siklus bekerja
disini dimulai jam 9 dan pulang jam 3 sampai jam 5. Rata-rata orang
bangun jam 7 siang.
Masjid adalah sebuah anugerah, yang sengaja saya cari sebelum
memutuskan memilih Hiroshima. Tidak semua kota memiliki masjid, dan
ketika saya dulu di Hyogo, untuk bisa Jumatan harus naik bis selama
2 jam dan tarifnya 2500 yen (Kursnya 1 yen = sekitar Rp 112) sekali
jalan. Di Kobe, terdapat masjid tertua di Jepang, dimana orang rela
berjauh-jauh dari Osaka untuk sekedar Jumatan karena di kota mereka
juga tidak ada. Alhamdulillah, masjid As-Salam Hiroshima ini dibeli
dari sebuah apartemen yang dananya digalang salah satunya oleh
teman-teman Indonesia, dengan menyebar ke masjid di berbagai
penjuru Jepang.
Berapa? 4000 Man En atau 4.000.0000, Saya tidak salah tulis,
satuan Man artinya puluh ribu. Jadi 1 Man sama dengan 10000.
Sebentar kalau dijumlah berarti 4000 man dikali 112 adalah Rp
4.480.000.000? Silakan, tidak apa-apa, saya beri waktu sebentar
untuk membelalak dan menghela nafas. (Tapi kayaknya di Indonesia
banyak yang lebih fantastis dari angka itu ya?)
2 Brosur Penggalangan Dana
Di bawah ini adalah foto masjid.
3 Tidak seperti masjid ya?
Berhubung masjidnya 4 km dari kampus, pasti adzannya nggak
terdengar. Jangan begitu, dari luar bangunan saja tidak terdengar
apa-apa. Jadi beruntung bagi yang punya HP smartphone, mereka bisa
menginstall aplikasi adzan dan segera sholat, juga ada aplikasi
arah kiblat atau sedikitnya kompas untuk menentukan arah. Bagi saya
yang jam tangan saja tidak punya, mencoba mengamati matahari
sebagai patokan. Sekalinya bisa ngakses internet, langsung pakai
google earth untuk mencari arah kiblat di tiap titik. Misalnya, di
sini, di basement fakultas pendidikan, kami memasang mushola untuk
sholat Dhuhur atau Ashar.
4 Sholat di basemen
Sedangkan waktu lainnya, harus berani sholat dimana pun berada.
Jadi harus sedia sajadah di dalam tas dan memberanikan diri karena
seringkali rasa malu kepada manusia membuat kita tidak bisa
melakukan sholat karena Allah.
Sholat di taman bermain
Sholat subuh di masjid
Berjamaah subuh adalah hal yang langka, namun tidak boleh
terlewatkan. Beberapa teman berkomitmen untuk istiqomah sholat
Subuh berjamaah, padahal dinginnya luar biasa. Beruntunglah masjid
membeli mobil yang bisa dipakai untuk antar-jemput jamaah. (Lihat
di gambar, imam sholat, sekaligus sopir mobil, sekaligus
koordinator harian, harus berjaket tebal saat sholat. Semoga Allah
memberokahinya)
Demikian secuplik cerita ini untuk membangkitkan semangat
menegakkan perintah Allah di bumi manapun yang kalian pijak!
Oleh: Gilig Pradhana (Alumni LDK)