KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN
SNAKE BITE (GIGITAN ULAR)
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Keperawatan
KegawatdaruratanKelompok : 4Disusun oleh : Fiqi Ramadhan Nila Ayu
Soraya Neneng Kudsiah Ayu Megawati Tatag Hardiyanto Fahmi Chairul
Anwar
PRODI S-1 KEPERAWATANFAKULTAS ILMU KESEHATANUNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH TANGERANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyusun makalah ini dengan judulAsuhan Keperawatan Gigitan Ular
tepat pada waktunya.Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan
KegawatdaruratanDalam menyusun makalah ini kami menemui beberapa
kendala tapi berkat bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai
pihak akhirnya kami data menyelesaikan penyusunan makalah ini.Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril maupun materil sehingga makalah
ini dapat terselesaikan, terima kasih ini kelompok sampaikan kepada
:1.Orang tua yang telah memberikan dukungan baik moral dan
materil2.Pak Hendro Subroto, S.Kp, MARS. selaku dosen Keperawattan
Kegawatdaruratan4.Seluruh dosen FIKes UMT5.Rekan-rekan mahasiswa
yang telah membantu baik ide, moril dan materilKelompok menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena kami masih mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun bagi kelompok khususnya dan bagi perkembangan umumnya.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
Tangerang, 06 Desember 2014 Penyusun Kelompok 4DAFTAR ISIDAFTAR
ISI1BAB I3PENDAHULUAN31.1Latar Belakang31.2Perumusan
Masalah41.3Tujuan Penulisan41.3.1Tujuan Khusus41.3.2Tujuan
Umum41.4Manfaat Penulisan51.4.1Manfaat Teoritis51.4.2Manfaat
Praktisis5BAB II6TINJAUAN TEORI62.1 Anatomi Ular62.1.1 Anatomi
Ular62.1.2 Jenis Ular62.1.3 Bisa Ular92.1.4 Komposisi Bisa
Ular102.1.5 Sifat Bisa Ular112.2 Definisi122.3 Etiologi122.4
Patofisiologi132.5 Pathway162.6 Manifesasi Klinik162.7
Penatalaksanaan192.8 Pengobatan232.9 Pemeriksaan Penunjang242.10
Komplikasi25BAB III27ASUHAN KEPERAWATAN27KASUS GIGITAN ULAR273.1
Kasus273.2 Pengkajian273.3 Data Fokus283.4 Analisa Data293.5
Diagnosa Keperawatan303.6 Intervensi31BAB
IV32PENUTUP324.1Kesimpulan324.2Saran33DAFTAR PUSTAKA34
BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKasus gigitan ular termasuk
kasus kegawatan yang sering dijumpai di Unit Gawat Darurat terutama
banyak dialami oleh Negara di daerah tropis dan subtropics dimana
pekerjaan utama adalah agricultural.Sebagai data perbandingan,
diperkirakan sekitar 5 juta kasus gigitan ular terjadi di seluruh
dunia setiap tahunya. Berdasarkan survey yang telah dilakukan
terhadap 10% dari wilayah Bangladesh pada tahun 1988 sampai 1989
didapatkan 764 gigitan ular dengan 168 kematian dalam satu tahun.
Di india didapatkan 200.000 gigitan pertahunya dengan 15.000 sampai
20.000 kematian pertahunya. Myanmar dilaporkan pada tahun 1981
didapatkan 14.000 pasien gigitan ular dengan 1000 kematian. Daerah
di Indonesia yang mayoritas merupakan area pesawahan, safana,
lautan , perkebunan, dan rawa merupakan habitat yang ideal untuk
ular. Tidak ada daa yang jelas tentang kasus gigitan ular di
Indonesia karena kurangnya administrasi yang baik, hal ini
disebabkan oleh, karena kebanyakan korban gigitan ular hanya
dirawat menggunakan obat tradisional. Yang dibawa kepengobatan
tradisionl bukan pelayanan medis. Data yang saat ini terkumpul ,
terhimpun data selama tahun 2007 didapatkan data bahwa telah
terjadi 12.739 kasus dan 20 kasus korban meninggal dunia karena
gigitan ular berbisa Kesakitan dan kematian gigitan ular bergantung
pada macam spesies, keadaan dapat mematikan (fatal dan dosis
kematian dari jumlah racun yang masuk ketubuh, gigitan ular dapat
menyebabkan kematian maupun cacat kronis pada banyak populasi usia
produktif terutama pada populasi dimana mereka terlibat aktif dalam
pekerjaan bidang pertanian dan perkebunan . gigitan ular dapat
menjadi keadaan dan mengancam jiwa jika tidak ditangani denga
besar. Korban dapat mengalami reaksi yang ekstrim terhadap racun
(bisa ular dan hanya dalam hitungan menit saja, dapat menyebabkan
kematian.Makalah ini dibuat untuk membuka wawasan pembaca bahwa
kasus gigitan ular adalah kasus kegawatan yang dipengaruhi
lingkungan, pekerjaan dan iklim baik di daerah pedesaan dan daerah
perkotaan di banyak negara Asia Tenggara dan merupakan masalah
medis yang memiliki implikasi penting untuk gizi dan ekonomi dari
negara di mana kasus gigitan ular banyak terjadi yang memerlukan
penanganan yang tepat dan komprehensif sehingga dapat meminimalisir
tingkat kematian dan kecacatan pada setiap kasus gigitan ular.
1.2 Perumusan Masalah1. Apa itu Anatomi ular ?2. Apa itu
definisi gigitan ular ?3. Apa saja penyebab pada gigitan ular ?4.
Bagaimana patofisiologi pada gigitan ular ?5. Bagaimana pathway
pada gigitan ular ?6. Apa saja manifestasi pada gigitan ular ?7.
Bagaimana penatalaksanaan pada gigitan ular ?8. Bagaimana
pengobatan pada gigitan ular ?9. Bagaimana pemeriksaan penunjang
pada gigitan ular ?10. Apa saja komplikasi pada gigitan ular ?
1.3 Tujuan Penulisan1.3.1 Tujuan Khusus1. Memahami tentang
anatomi ular2. Memahami definisi gigitan ular3. Mengetahui penyebab
pada gigitan ular4. Memahami patofisiologi pada gigitan ular5.
Memahami pathway pada gigitan ular6. Mengetahui manifestasi pada
gigitan ular7. Mengetahui penatalaksanaan pada gigitan ular8.
Mengetahui pengobatan pada gigitan ular9. Mengetahui pemeriksaan
penunjang pada gigitan ular10. Mengetahui komplikasi pada gigitan
ular
1.3.2 Tujuan UmumUntuk mengetahui bagaimana proses gigitan ular,
serta mengetahui apa yang yang menjadi konsep penyakit yang terjadi
pada klien yang terkena gigitan ular, serta dapat mengaplikasakanya
dalam bentuk asuhan keperawatan yang di alami klien dengan gigitan
ular,
1.4 Manfaat Penulisan1.4.1 Manfaat Teoritis Bagi kelompok,
makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendalami
pemahaman tentang konsep penyakit dengan Keperawatan Kegawat
Daruratan yang disebabkan karena Gigitan Ular Bagi pembaca,
khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang konsep yang
disebabkan Gigitan Ular yang sesuai dengan standart kesehatan demi
meningkatkan tingkat kesehatan pasien dan dapat dijadikan sebagai
referensi untuk penelitian yang lebih lanjut
1.4.2 Manfaat PraktisisMahasiswa keperawatan dapat memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien Gigitan Ular dengan baik.
BAB IITINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Ular2.1.1 Anatomi Ular Memiliki > 1 pasang gigi
yang membesar pada rahang atas berupa taring Kalenjar bisa :
dikelilingi otot kompresor, terletak dibelakang bawah mata Saluran
bisa membuka kedalam pembungkus pada dasar taring bisa dialirkan ke
ujung melalui kanal2.1.2 Jenis UlarJenis ular dan identifikasi
Tidak semua spesies ular memiliki bisa sehingga pada kasus gigitan
ular perlu dibedakan atas gigitan ular berbisa atau gigitan ular
tidak berbisa. Ular berbisa yang bermakna medis memiliki sepasang
gigi yang melebar, yaitu taring, pada bagian depan dari rahang
atasnya. Taring- taring ini mengandung saluran bisa (seperti jarum
hipodermik) atau alur, dimana bisa dapat dimasukkan jauh ke dalam
jaringan dari korban. Selain melalui taring, bisa dapat juga
disemburkan seperti pada ular kobra yang meludah dapat memeras
bisanya keluar dari ujung taringnya dan membentuk semprotan yang
diarahkan pada mata korban. Efek toksik bisa ular pada saat
menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuranular, jenis
kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu
atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang
terjadi. Dari ribuan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali
yang berbisa, dan dari golongan ini hanya beberapa yang berbahaya
bagi manusia. Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies
ular, namun jenis yang berbisa hanya sekitar 250 spesies.
Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan
ke dalam 4 familli utama yaitu:1. Familli Colubridae, kebanyakan
ular berbisa masuk dalam famili ini, misalnya ular pohon , ular
sapi (Zaocys carinatus ), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular
tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis
geminatus). Pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. 2.
Famili Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen misalnya
ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus
candidus), ular sendok (Naja sumatrana ), dan ular king kobra
(Ophiophagus hannah ), ular welang, ular anang dan ular cabai
3. Familli Crotalidae/ Viperidae memiliki taring panjang yang
secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat
ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada
Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae . Crotalinae memiliki
organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang
terletak di antara lubang hidung dan mata.misalnya adalah ular
bandotan (Vipera russelli ), ular tanah (Calloselasma rhodostoma ),
dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris ), ular hijau dan
ular bandotan puspo.
4. Familli Hydrophidae, misalnya ular laut. Ketiga family ular
berbisa yang disebutkan terakhir ini memiliki jenis bisa kuat yang
terdapat di Indonesia.Ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai
ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui
ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat
merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala
segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan
terdapat bekas taring.
Tabel 1Tidak berbisaBisa
Bentuk kepalaBulat Elips, segitiga
Gigi taringGigi kecil2 taring gigi besar
Bekas gigitanLengkung seperti UTerdiri dari 2 titik
Warna Warna-warniGelap
Besar ularSangat bervariasiSedang
Pupil ularBulat Elips
Ekor ularBersisik gandaBentuk sisik tunggal
Agresifitas Mematuk berulang dan membelit sampai tidak
berdayaMematuk 1 dan 2 kali
2.1.3 Bisa UlarBisa Ular Bisa adalah suatu zat atau substansi
yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan
pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang
mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid
yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata.
Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi
merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki
aktivitas enzimatik2.1.4 Komposisi Bisa Ular Bisa ular mengandung
lebih dari 20 unsur penyusun, sebagian besar adalah protein,
termasuk enzim dan racun polipeptida. Berikut beberapa unsur bisa
ular yang memiliki efek klinis: 1) Enzim prokoagulan (Viperidae)
dapat menstimulasi pembekuan darah namun dapat pula menyebabkan
darah tidak dapat berkoagulasi. Bisa dari ular Russel mengandung
beberapa prokoagulan yang berbeda dan mengaktivasi langkah berbeda
dari kaskade pembekuan darah. Akibatnya adalah terbentuknya fibrin
di aliran darah. Sebagian besar dapat dipecah secara langsung oleh
sistem fibrinolitik tubuh. Segera, dan terkadang antara 30 menit
setelah gigitan, tingkat faktor pembekuan darah menjadi sangat
rendah (koagulopati konsumtif) sehingga darah tidak dapat membeku.
2) Haemorrhagins (zinc metalloproteinase) dapat merusak endotel
yang meliputi pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan sistemik
spontan (spontaneous systemic haemorrhage). 3) Racun sitolitik atau
nekrotik mencerna hidrolase (enzim proteolitik dan fosfolipase A)
racun polipentida dan faktor lainnya yang meningkatkan
permeabilitas membran sel dan menyebabkan pembengkakan setempat.
Racun ini juga dapat menghancurkan membran sel dan jaringan. 4)
Phospholipase A2 haemolitik and myolitik ennzim ini dapat
menghancurkan membran sel, endotel, otot lurik, syaraf serta sel
darah merah. 5) Phospolipase A 2 Neurotoxin pre- synaptik (Elapidae
dan beberapa Viperidae) merupakan phospholipases A2 yang merusak
ujung syaraf, pada awalnya melepaskan transmiter asetilkolin lalu
meningkatkan pelepasannya. 6) Post-synaptic neurotoxins (Elapidae)
polipeptida ini bersaing dengan asetilkolin untuk mendapat reseptor
di neuromuscular junction dan menyebabkan paralisis yang mirip
seperti paralisis kuraonium Bisa ular terdiri dari beberapa
polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat
toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis atau pelepasan
histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak
bahan dasar sel sehingga memudahkan penyebaran racun. 2.1.5 Sifat
Bisa Ular Sifat Bisa Ular Berdasarkan patofisiologis yang dapat
terjadi pada tubuh korban, efek bisa ular dapat dibedakan menjadi:
1) Bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem
pembuluh darah. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu
bisa ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah
merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel
darah merah), sehinggga sel darah merah menjadi hancur dan larut
(hemolysis) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput mukosa (lendir)
pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain. 2) Bisa neurotoksik
, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak. Yaitu bisa
ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka tampak kebiruan
dan hitam (nekrotik). Penyebaran dan peracunan selanjut nya
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan
saraf pusat, seperti saraf pernapasan dan jantung. Penyebaran bisa
ular ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe. 3) Bisa sitotoksik ,
yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Bisa ular
diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada di
bawah mata.Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di
rahang atasnya. Taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada
rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap gigitan bergantung pada
waktu yang terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman yang
diterima ular, serta ukuran mangsanya. Lubang hidung merespon
terhadap emisi panas dari mangsa, yang dapat memungkinkan ular
untuk mengubah jumlah bisa yang dikeluarkan. Bisa biasanya berupa
cairan. Protein enzimatik pada bisa menyalurkan bahan-bahan
penghancurnya. Protease, kolagenase, dan arginin ester hidrolase
telah diidentifikasi pada bisa pit viper. Efek lokal dari bisa ular
merupakan penanda potensial untuk kerusakan sistemik dari fungsi
sistem organ. Salah satu efeknya adalah perdarahan lokal,
koagulopati biasanya tidak terjadi saat venomasi. Efek lainnya,
berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan
interstitial di paru-paru. Mekanisme pulmoner dapat berubah secara
signifikan. Efek akhirnya berupa kematian sel yang dapat
meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan
status volume dan membutuhkan peningkatan minute ventilasi. Efek
blokade neuromuskuler dapat menyebabkan perburukan pergerakan
diafragma. Gagal jantung dapat disebabkan oleh asidosis dan
hipotensi. Myonekrosis disebabkan oleh myoglobinuria dan gangguan
ginjal (Hafid Abdul dkk 1997)2.2 Definisi Gigitan ular adalah suatu
keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.Bisa ular adalah
kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang
luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama
neurologik, kardiovaskuler, dansistem pernapasan. (Suzanne
Smaltzer.2001)\Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat
yang apabila tidak segera ditanganidapat menyebabkan kematian.
Korban gigitan ular adalah pasien yang digigit ular atau diduga
digigit ular (Sartono 1999)2.3 EtiologiTerdapat 3 famili ular yang
berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular
dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan.
Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi
pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae
tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.Daya toksik
bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :A. Bisa ular
yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic) Bisa ular yang
bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan
menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga
sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada
selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan
lain-lainB. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic) Yaitu bisa
ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak
kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan
jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui
pembuluh limfe.C. Bisa ular yang bersifat Myotoksin. Mengakibatkan
rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia
akibat kerusakan sel-sel otot.D. Bisa ular yang bersifat
kardiotoksin, Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan
kerusakan otot jantung.E. Bisa ular yang bersifat cytotoksin.
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.F. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan
pada tempat gigitan.G. Enzim-enzim Termasuk hyaluronidase sebagai
zat aktif pada penyebaran bisa.2.4 PatofisiologiBisa ular
diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa
ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di
rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada
rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan
tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat
ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular
merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular
untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan. (Brian
James. 2006)Ular koral memiliki mulut yang lebih kecil dan gigi
taring yang lebih pendek. Hal ini menyebabkan mereka memiliki lebih
sedikit kesempatan untuk menyuntikan bisa dibanding dengan jenis
crotalid, dan mereka menggigit lebih dekat dan lebih mirip
mengunyah daripada menyerang seperti dikenal pada ular jenis viper.
(Brian James. 2006)Semua metode injeksi venom ke dalam korban
(envenomasi) adalah untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai
mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein
enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa
ular terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A,
hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,
fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan
destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf,
menyebabkan hemolisis, atau pelepasan histamin sehingga timbul
reaksi anafilaksis. (Snakebite, 2005) Protease, kolagenase, dan
arginin ester hydrolase telah diidentifikasi pada bisa ular viper.
Neurotoxin merupakan mayoritas bisa pada ular koral. Detail
spesifik diketahui beberapa enzim seperti berikut ini:A.
hyaluronidase memungkinkan bisa dapat cepat menyebar melalui
jaringan subkutan dengan merusak mukopolisakarida;B. phospholipase
A2 memainkan peranan penting pada hemolisis sekunder dari efek
esterolitik pada membran eritrosit dan menyebabkan nekrosis otot;
danC. enzim trombogenik menyebabkan terbentuknya bekuan fibrin yang
lemah, dimana, pada waktunya mengaktivasi plasmin dan menyebabkan
koagulopati konsumtif dan konsekuensi hemoragiknya. Konsentrasi
enzim bervariasi di antara spesies, karena itu menyebabkan
perbedaan envenomasi. Gigitan copperhead secara umum terbatas pada
destruksi jaringan lokal. Rattlesnake dapat menyisakan luka yang
hebat dan menyebabkan toksisitas sistemik. Ular koral mungkin
meninggalkan luka kecil yang kemudian dapat muncul kegagalan
bernafas dengan tipe blokade neuromuscular sistemik. Efek lokal
dari bisa berfungsi sebagai pengingat akan potensi kerusakan
sistemik dari fungsi system organ. Salah satu efek adalah
perdarahan; koagulopati bukanlah hal yang aneh pada envenomasi yang
hebat. Efek lain, edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan
cairan interstisial di paru. Mekanisme pulmonal dapat terpengaruh
secara signifikan. Efek terakhir, kematian sel lokal, meningkatkan
konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume
dan membutuhkan peningkatan ventilasi per menit. Efek-efek blokade
neuromuskuler berakibat pada lemahnya ekskursi diafragmatik. Gagal
jantung merupakan akibat dari hipotensi dan asidosis. Myonekrosis
meningkatkan kejadian kerusakan adrenal myoglobinuria. (Brian
James. 2006)Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat
berguna untuk membunuh mangsa. Selama envenomasi (gigitan yang
menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular melewati kelenjar bisa
melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan akhirnya menuju
mangsanya. Bisa ular merupakan kombinasi berbagai substansi dengan
efek yang bervariasi. Dalam istilah sederhana, protein-protein ini
dapat dibagi menjadi 4 kategori :1. Cytotoxin menyebabkan kerusakan
jaringan lokal.2. Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit,
atau mempengaruhi kemampuan darah untuk berkoagulasi, menyebabkan
perdarahan internal.3. Neurotoxin menyerang sistem syaraf,
menyebabkan paralisis transmisi saraf ke otot dan pada kasus
terburuk paralisis melibatkan otot-otot menelan dan pernafasan.4.
Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah pada
kegagalan sirkulasi dan syokRacun yang merusak jaringan menyebabkan
nekrosis jaringan yang luas dan hemolisis. Gejala dan tanda yang
menonjol berupa nyeri yang hebat yang tidak sebanding dengan besar
luka, udem, eritema, petekie, ekimosis, bula, dan tenda nekrosis
jaringan. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau pericardium,
udem paru, dan syok berat karena efek racun langsung pada otot
jantung. Ular berbisa yang terkenal di Indonesia adalah ular kobra
dan ular welang yang bisanya bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda
yang timbul akibat bisa jenis ini adalah rasa kesemutan, lemas,
mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis,
refleks abnormal, dan sesak nafas sampai akhirnya terjadi henti
nafas akibat kelumpuhan otot pernafasan. (Snakebite, 2005)2.5
Pathway
Etiologi Gigitan Ular Traumatic jaringan
Kerusakan kulit (Kerusakan Integritas kulit)Rusaknya barier
tubuh Terpapar dengan lingkungan Resti infeksi
StressAnsietasGangguan pola istirahat dan tidur
masalah kontinuitas jaringanKerusakan syaraf periferMenstimulasi
pengeluaran neurotransmitter (prostaglandin, histamine, bradikinin,
serotonin)Serabut eferen Medula spinalisKorteks serebriSerabut
aferen
Menyebabkan paralise otot otot lurikKelumpuhan / kelemahan otot
otot pernapasanKompensasi tubuh dengan cara napas yang dalam dan
cepat Ketidakefektifan polanapas
Perdarahan berlebih Perpindahan cairan intravaskuler ke
ekstravaskulerKeluarnya cairan tubuh (ketidakseimbangan)Kekurangan
volume cairan Resti syok hipovolemik
NyeriKemempuan ambang batas tubuh tidak menahan Syok
neurogenik
Aktifitas motorik terbatas Kekuatan otot menurun Gangguan
mobilisasi fisik
2.6 Manifesasi KlinikTanda dan gejala yang umum ditemukan pada
pasien bekas gigitan ular adalah1. Ular jenis NeurotoksikUlar yang
tergolong berbisa neurotoksik ialah keluarga Epiladae yaitu: ular
kobra, ular kraits, dan ular karang.Gejala yang ditimbulkan :
Jantung berdenyut tak teratur, diikuti dengan kelemahan seluruh
badan dan berakhir dengan syok Sakit kepala hebat, pusing,
mengigau, pikiran terganggu sehingga tidak sadar Otot tidak
terkordinasi, sehingga tidak dapat mengambil atau memindahkan benda
kecil Sesak nafas karena terjadi kelumpuhan pernapasan Mual, muntah
dan mencret2. Ular jenis HemolitikUlar jenis hemolitik termasuk
dalam keluarga Krotaluidae, sering disebut juga keluarga pit viper
yaitu Rattelesnaker (crotalus), ular Copperhead (Angkis-Trodon),
pit viper sendiri mengandung beberapa prokoagulan yang mengaktifasi
kaskade pembekuan darahGejala yang ditimbulkan Daerah yang digigit
dalam waktu 3-5 menit akan membengkak hebat dan terjadi
ganggren.Hal ini disebabkan ular itu selalu mengeluarkan racun dan
enzim proteolitik Sakit yang hebat di daerah gigitan Daerah yang
dihancurkan menembus dinding pembuluh lalu berkumpul di jaringan
sekitarnya Sakit kepala hebat dan haus Terjadinya perdarahan dalam
usus dan ginjal sehingga terjadi melena dan hematuria.
Efek yang ditimbulkan akibat gigitan ular dapat dibagi 3;1. Efek
localBeberapa spesies seperti coral snakes, krait akan memberikan
efek yang agak sulit di diteksi dan hanya bersifat minor tetapi
beberapa spesies, gigitanya dapat menghasilkan efek yang cukup
besar seperti : bengkak, melepuh, perdarahan, memar sampai dengan
nekrosis. Yang mesti diwaspadai adalah terjadinya syok hipovolemik
sekunder yang diakibatkan oleh berpindahnya cairan vaskuler ke
jaringan akibat efek sistemik bisa ular tersebut.2. Efek
sistemikGigitan ular ini akan menghasilkan efek yang non-spesifik
seperti : nyeri kepala, mual dan muntah, nyeri perut, diare sampai
pasien menjadi kolaps. Gelayang ditemukan seperti ini sebagai tanda
bahaya bagi petugas kesehatan untuk memberi pertolongan segera.3.
Efek sistemik spesifikEfek sistemik spesifik dapat dibagi
berdasarkan : Koagulopati beberapa spesies ular dapat menyebabkan
terjadinya koagulopati. Tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan
adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan,
venipuncture dari gusi dan bila berkembang akan menimbulkan
hematuria, haematomesis, melena dan batuk darah. NeurotoksikGigitan
ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini
biasanya berbahaya bila terjadi paralisis pada pernafasan. Biasanya
tanda-tanda yang pertama kali dijumpai adalah pada syaraf kranial
seperti ptosis, oftalmoplegia progresif bila tidak mendapatkan anti
venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis
pernafasan. Biasanya full paralysis akan memakan waktu +12 jam ,
pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah
gigitan. MiotoksisitasMiotoksisitas hanya akan ditemukan bila
seseorang diserang atau digigit oleh ular laut. Ular yang berada
didaratan biasanya tidak ada yang menyebabkan terjadinya
miotoksisitas berat. Gejala dan tanda adalah : nyeri otot,
tenderness, mioglobinuria dan berpotensi untuk terjadinya gagal
ginjal, hyperkalemia dan kardiotoksisitas.Derajat gigitan ular1.
Derajat 0 Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam Pembengkakan
minimal, diameter 1 cm2. Derajat 1 Bekas gigitan 2 taring Bengkak
dengan diameter 1-5 cm Tidak ada tanda tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II Sama dengan derajat I Petechie, echimosis Nyeri hebat
dalam 12 jam4. Derajat III Sama dengan derajat I dan II Syok dan
distress nafas/petechie, echimosis seluruh tubuh5. Derajat IV
Sangat cepat memburuk2.7 PenatalaksanaanPenatalaksanaan tergantung
derajat keparahan envenomasi; dibagi menjadi perawatan di lapangan
dan manajemen di rumah sakit. Perawatan di Lapangan seperti
kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat
darurat. Sering penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang
lebih memperburuk daripada memperbaiki keadaan, termasuk membuat
insisi pada luka gigitan, menghisap dengan mulut, pemasangan
turniket, kompres dengan es, atau kejutan listrik. Perawatan di
lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency
life support. Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama
implementasi ABC (Airway, Breathing, Circulation). (Brian James.
2006)Pertolongan Pertama : 1. Cegah gigitan sekunder atau adanya
korban kedua. Ular dapat terus mengigit dan menginjeksikan bisa
melalui gigitan berturut-turut sampai bisa mereka habis.2. Buat
korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat
ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi
aktivitas dan imobilisasi area yang terkena (umumnya satu
ekstrimitas), dan tetap posisikan daerah yang tergigit berada di
bawah tinggi jantung untuk mengurangi aliran bisa.3. Jika terdapat
alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk
penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi.
Alat ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu,
namun alat ini semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa
secara signifikan, dan mungkin alat penghisap dapat meningkatkan
kerusakan jaringan lokal.4. Buka semua cincin atau benda lain yang
menjepit / ketat yang dapat menghambat aliran darah jika daerah
gigitan membengkak. Buat bidai longgar untuk mengurangi pergerakan
dari area yang tergigit.5. Monitor tanda-tanda vital korban
temperatur, denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan darah jika
mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas setiap waktu jika
sewaktu-waktu menjadi membutuhkan intubasi.6. Jika daerah yang
tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang mengigit
kemungkinan berbisa.7. Segera dapatkan pertolongan medis.
Transportasikan korban secara cepat dan aman ke fasilitas medis
darurat kecuali ular telah pasti diidentifikasi tidak berbahaya
(tidak berbisa). Identifikasi atau upayakan mendeskripsikan jenis
ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan terhadap
adanya gigitan sekunder atau jatuhnya korban lain. Jika aman, bawa
serta ular yang sudah mati. Hati-hati pada kepalanya saat membawa
ular ular masih dapat mengigit hingga satu jam setelah mati (dari
reflek). (MedlinePlus Medical Encyclopedia , 2006) Ingat,
identifikasi yang salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa gejala
inisial dapat tetap berbahaya atau bahkan fatal.8. Jika berada di
wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi gawat
darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit.
Jika memasang bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup
bengkak sehingga menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa
untuk memastikan jari atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang
berarti ekstrimitas tidak menjadi kesemutan, dan tidak memperburuk
rasa sakit9. Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan
tidak terdapat efek mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut
dengan teknik imobilisasi dengan tekanan. Teknik ini terutama
digunakan untuk gigitan oleh elapid Australia atau ular laut.
Balutkan perban pada luka gigitan dan terus sampai ke bagian atas
ekstremitas dengan tekanan seperti akan membalut pergelangan kaki
yang terpeleset. Kemudian imobilisasi ekstremitas dengan bidai,
dengan tetap memperhatikan mencegah terhambatnya aliran darah.
Teknik ini membantu mencegah efek sistemik yang mengancam nyawa
dari bisa, tapi juga bisa memperburuk kerusakan lokal pada sisi
gigitan jika gejala yang signifikan terdapat di sana.10. Sejumlah
teknik pertolongan pertama yang lama telah ditinggalkan. Penemuan
klinik terbaru mendukung hal-hal berikut (MedlinePlus Medical
Encyclopedia , 2006) :a. Jangan mencoba menghisap bisa dengan mulut
dan memotong sisi gigitan. Memotong sisi yang tergigit dapat
merusak organ yang mendasarinya, meningkatkan resiko infeksi, dan
tidak membuang racun.b. Jangan gunakan es atau kompres dingin pada
sisi gigitan. Es tidak mendeaktivasi bisa dan dapat menyebabkan
radang dingin.c. Jangan menggunakan kejutan listrik. Kejutan
listrik tidak efektif dan dapat menyebabkan luka bakar atau masalah
elektrik pada jantungd. Jangan gunakan alkohol. Alkohol dapat
menghilangkan sakit, tapi juga membuat pembuluh darah lokal
berdilatasi, dimana dapat meningkatkan absorpsi bisa.e. Jangan
menggunakan turniket atau verband yang ketat. Hal ini tidak
terbukti efektif, dapat meningkatkan kerusakan jaringan, dan dapat
menyebabkan keharusan amputasif. Jangan mengangkat sisi gigitan di
atas tinggi jantung korban.Manajemen di Rumah Sakit Perawatan
definitif meliputi pengecekan kembali ABC dan mengevaluasi pasien
atas tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi, kulit kering
dan pucat, perubahan status mental, hipotensi). Rawat dahulu
keadaan yang mengancam nyawa. Korban dengan kesulitan bernafas
mungkin membutuhkan endotracheal tube dan sebuah mesin ventilator
untuk menolong korban bernafas. Korban dengan syok membutuhkan
cairan intravena dan mungkin obat-obatan lain untuk mempertahankan
aliran darah ke organ-organ vital. (Brian James. 2006)Semburan bisa
ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi
menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya
bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat
membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan
mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata. Penderajatan
envenomasi membedakan kebutuhan akan antivenin pada korban gigitan
ular-ular viper. Derajat dibagi dalam ringan, sedang, atau berat.
(Brian James. 2006)a. Envenomasi ringan ditandai dengan rasa sakit
lokal, edema, tidak ada tanda-tanda toksisitas sistemik, dan hasil
laboratorium yang normal.b. Envenomasi sedang ditandai dengan rasa
sakit lokal yang hebat; edema lebih dari 12 inci di sekitar luka;
dan toksisitas sistemik termasuk nausea, vomitus dan penyimpangan
pada hasil laboratorium (misalnya penurunan jumlah hematokrit atau
trombosit).c. Envenomasi berat ditandai dengan ptekie, ekimosis,
sputum bercampur darah, hipotensi, hipoperfusi, disfungsi renal,
perubahan pada protrombin time dan tromboplastin time parsial
teraktivasi, dan hasil-hasil abnormal dari tes-tes lain yang
menunjukkan koagulopati konsumtif.Penderajatan envenomasi merupakan
proses yang dinamis. Dalam beberapa jam, sindrom ringan awal dapat
berkembang menjadi sedang bahkan reaksi yang berat.Beri antivenin
pada korban gigitan ular koral sebagai standar perawatan jika
korban datang dalam 12 jam setelah gigitan, tanpa melihat adanya
tanda-tanda lokal atau sistemik. Neurotoksisitas dapat muncul tanpa
tanda-tanda sebelumnya dan berkembang menjadi gagal nafas.Bersihkan
luka dan cari pecahan taring ular atau kotoran lain. Suntikan
tetanus diperlukan jika korban belum pernah mendapatkannya dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir. Beberapa luka memerlukan antibiotik
untuk mencegah infeksi. (Snakebite, 2005)
2.8 PengobatanPengobatan gigitan ularPada umumnya terjadi salah
pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan
torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah),
insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan,
pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan
kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.
Terapi yang dianjurkan meliputi:a. Bersihkan bagian yang terluka
dengan cairan faal atau air steril.b. Untuk efek lokal dianjurkan
imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm,
panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang
tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat
dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki
yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran
darah tidak terganggu.Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena
dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat
menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.c. Pemberian tindakan
pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan
nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan
sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila
kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock
perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba
memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat
rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi
nekrosis lokal.d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban
pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid
tetanus.e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta
unit secara intramuskular.f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk
menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.g. Pemberian serum
antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein,
maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum
kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung
antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya
diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang
luas.Indikasi SABU(Serum Anti Bisa Ular) adalah adanya gejala
venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi
SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001): Derajat 0 dan I
tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika
derajat meningkat maka diberikan SABU Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial
SABUPengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma, atau
darah, dan pemberian vasopresor untuk menanggulangi syok. Mungkin
perlu diberikan fibrinogen untuk memperbaiki kerusakan sistem
pembekuan. Dianjurkan juga pemberian kortikosteroid. (Snakebite,
2005)Bila terjadi kelumpuhan pernafasan dilakukan intubasi,
dilanjutkan dengan memasang respirator untuk ventilasi. Bila
terjadi pembengkakan hebat biasanya perlu dilakukan fasiotomi untuk
mencegah sindrom kompartemen. Bila perlu, dilakukan upaya untuk
mengatasi faal ginjal. Nekrotomi dikerjakan bila telah nampak jelas
batas kematian jaringan, kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit.
Bila ragu-ragu mengenai jenis ularnya, sebaiknya penderita diamati
selama 48 jam karena kadang efek keracunan bisa timbul lambat.
Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan pertolongan khusus,
kecuali pencegahan infeksi. (Snakebite, 2005)2.9 Pemeriksaan
PenunjangJarang terjadi, dokter mungkin perlu berkonsultasi dengan
ahli bedah jika terdapat bukti-bukti sindrom kompartemen. Jika
perawatan dengan elevasi tungkai dan obat-obatan gagal, ahli bedah
mungkin perlu melakukan pembedahan pada kulit sampai kompartemen
yang terkena, disebut fasciotomy. Prosedur ini dapat memperbaiki
pembengkakan dan penekanan tungkai, berpotensi menyelamatkan lengan
atau tungkai. Fasciotomi tidak diindikasikan pada setiap gigitan
ular, tapi dilakukan pada pasien dengan bukti objektif adanya
peningkatan tekanan kompartemen. Cedera jaringan setelah sindrom
kompartemen bersifat reversible tapi dapat dicegah. (MedlinePlus
Medical Encyclopedia , 2006)Studi Laboratorium :a. Penghitungan
jumlah sel-sel darahb. Prothrombin time dan activated partial
thromboplastin time.c. Fibrinogen dan produk-produk pemisahan
darahd. Tipe dan jenis golongan darahe. Kimia darah, termasuk
elektrolit, BUN, kreatininf. Urinalisis untuk myoglobinuriag.
Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemikStudi Imaging
h. Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoneri.
Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggalTes lain
:Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersial tersedia
alat yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat
dipercaya (seperti Stryker pressure monitor). Pengukuran tekanan
kompartemen diindikasikan jika terdapat pembengkakan yang
signifikan, nyeri yang sangat hebat yang menghalangi pemeriksaan,
dan jika parestesi muncul pada ekstremitas yang tergigit. (Brian
James. 2006)2.10 Komplikasi Sindrom kompartemen adalah komplikasi
tersering dari gigitan ular pit viper. Komplikasi luka lokal dapat
meliputi infeksi dan hilangnya kulit. Komplikasi kardiovaskuler,
komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat terjadi. Jarang
terjadi kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadinya kematian atau komplikasi serius karena ukuran tubuh
mereka yang lebih kecil. (MedlinePlus Medical Encyclopedia , 2006)
Perpanjangan blokade neuromuskuler timbul dari envenomasi ular
koral. Tanda kelemahan, vertigo, nadi cepat,lemah dan tak teratur,
pembengkakan, dan perubahan warna yang hebat didaerah gigitan
penting diperhatikan untuk menduga adanya efek keracunan yang
lanjut. Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul 3 hari setelah
gigitan. Efek keracunan yang timbul dapat sangat berat sehingga
sedapat mungkin penderita memperoleh perawatan intensif di rumah
sakit.
BAB IIIASUHAN KEPERAWATANKASUS GIGITAN ULAR3.1 Kasus Pasien
dating ke IGD RSU angina rebut dengan henti nafas, keluarga
mengatakan tadi malam saat kekamar mandi pasien digigit ular pada
daerah region tibia sinistra dari pemeriksaan fisik didapatkan ada
bekas gigitan ular daerah sekitar gigitan mulai membengkak 4 jam
setelah gigitan pasien sesak nafas, di RS TD:120/80 mmHg N:
80x/menit, suhu 36 C, bagaimana mengatasai kegawatan pada pasien
tersebut3.2 Pengkajian1. Airway Tidak adanya sputum atau secret
Tidak adanya lender dan darah Tidak adanya benda asing pada saluran
pernafasan2. Breathing Pasien tampak sesak nafas Pasien tampak
henti nafas3. Circulation Nadi 80x/menit TTD 1210x/menit edema4.
Disability Tidak terjadi penurunan kesadaran (GCS) pemberian
antivenin (anti bisa), analgetik (petidine)5. Exposure Adanya
edemadi regional tibia sinistra6. Fluid tidak ada nausea, tidak ada
vomiting, tidak ada anoreksia7. Good Vital tekanan darah normal
120/80 mmhg Pada nadi 80x/menit dalam batas normal Suhu 36 c dalam
batas normal8. Head to-toe Kepala :Bentuk simetris, distribusi
rambut merata, kebersihan rambut. Mata : bentuk simetris, tidak
anemis,pupil isokor Hidung : Bentuk simetris Telinga : bentuk
simetris kiri dan kanan Bibir : Bentuk simetris Leher : Tidak ada
pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelenjar getah bening Dada
: Paru-paru : frekuensi > 24x/mnt, irama teratur Jantung :
Bunyijantung : normal S1 dan S2, HR menurun Abdomen : Bentuk :
simetris Bising usus dalam batas normal (6-10x/mnt), tidak adamual
dan muntah Ekstremitas : Edema
3.3 Data FokusData SubjektifData Objektif
Keluarga mengatakan tadi malam saat kekamar mandi pasien digigit
ular pada daerah region tibia sinistra Pasien tampak henti nafas
Pasien terdapat bekas gigitan ular dan bengkak daerah tibia setelah
4 jam gigitan ular Pasien tampak sesak nafas TD: 120/80 mmHg N:
80x/menit Suhu : 36 C
3.4 Analisa DataDataInterpertasi DataMasalah
DS : Keluarga mengatakan tadi malam saat kekamar mandi pasien
digigit ular pada daerah region tibia sinistraDO: Pasien tampak
henti nafas TD: 120/80 mmHg N: 80x/menitBisa ular mengandung toksin
yang bersifat neurotoksinMerangsang saraf perifer atau
sentralMenyebabkan paralise otot otot lurikKelumpuhan / kelemahan
otot otot pernapasanGangguan Pola NafasGangguan pola nafas : Henti
Nafas
DS: Keluarga mengatakan tadi malam saat kekamar mandi pasien
digigit ular pada daerah region tibia sinistraDO: Pasien terdapat
bekas gigitan ular dan bengkak daerah tibia setelah 4 jam gigitan
ular TD: 120/80 mmHg N: 80x/menit Suhu : 36 Ctrauma gigitan
ular
penyebaran bisa neuro toksik Enzim prokoagulan (Viperidae)
menstimulasi pembekuan darah
edematerjadi kerusakan jaringan
kerusakan integritas kulitKerusakan Intigritas kulit
3.5 Diagnosa Keperawatan1. Gangguan pola nafas : Henti nafas b.d
kelumpuhan otot pernafasan2. Kerusakan integritas kulit b.d trauma
gigitan ular
3.6 IntervensiDiagnoseTujuanIntervensi
Ketidakefektifan pola nafasTujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah pola nafas teratasi
denganKriteria hasil: pola nafas efekif, tidak ada sesak dan tidak
henti nafas Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam Evaluasi
semua alarm dan tentukan penyebabnya Pertahankan alat resusitasi
manual (Bag mask) pada posisi tempat tidur sepanjang waktu Monitor
selang atau cubing ventilator dari terlepas, terlipat bocor atau
tersumbat Evaluasi tekanan atau kebocoran balon chuf Masukan
penahan gigi (pada pemasangan ETT lewat oral) Amankan selang ETT
denga fiksasi yang baik Monitor suara nafas dan pergerakkan ada
secara teratur
Kerusakan Integritas KulitTujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam diharapkan masalah Kerusakan Integritas
Kulit teratasi denganKriteria hasil: Keutuhan kulit, tidak edema,
perfusi jaringan baik Bersihkan, pantau dan meningkatkan
penyembuhan luka yang tertutup dengan jaitan atau strapless
Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien beresiko Mencegah
komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka Perawatan
luka
BAB IVPENUTUP4.1 Kesimpulan Gigitan ular adalah suatu keadan
yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular adalah
kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang
luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama
neurologik, kardiovaskuler, dansistem pernapasan. (Suzanne
Smaltzer.2001)Etiologi Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah
(hematoxic) Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic) Bisa ular
yang bersifat Myotoksin Bisa ular yang bersifat kardiotoksin Bisa
ular yang bersifat cytotoksin Enzim-enzim Termasuk
hyaluronidaseManifestasi Jantung berdenyut tak teratur, diikuti
dengan kelemahan seluruh badan dan berakhir dengan syok Sakit
kepala hebat, pusing, mengigau, pikiran terganggu sehingga tidak
sadar Otot tidak terkordinasi, sehingga tidak dapat mengambil atau
memindahkan benda kecil Sesak nafas karena terjadi kelumpuhan
pernapasan Daerah yang digigit dalam waktu 3-5 menit akan
membengkak hebat dan terjadi ganggren.Hal ini disebabkan ular itu
selalu mengeluarkan racun dan enzim proteolitik Sakit yang hebat di
daerah gigitan Daerah yang dihancurkan menembus dinding pembuluh
lalu berkumpul di jaringan sekitarnyaPertolongan Pertama : Cegah
gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus
mengigit dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut
sampai bisa mereka habis. Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka
bahwa gigitan ular dapat ditangani secara efektif di instalasi
gawat darurat. Batasi aktivitas dan imobilisasi area yang terkena
(umumnya satu ekstrimitas), dan tetap posisikan daerah yang
tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk mengurangi aliran
bisa. Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor),
ikuti petunjuk penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat
memberi beberapa keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit
setelah envenomasi. Alat ini telah direkomendasikan oleh banyak
ahli di masa lalu, namun alat ini semakin tidak dipercaya untuk
dapat menghisap bisa secara signifikan, dan mungkin alat penghisap
dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal. Buka semua cincin atau
benda lain yang menjepit / ketat yang dapat menghambat aliran darah
jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai longgar untuk mengurangi
pergerakan dari area yang tergigit.Komplikasi Sindrom kompartemen
adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit viper. Komplikasi
luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit. Komplikasi
kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat
terjadi. Jarang terjadi kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadinya kematian atau komplikasi serius karena
ukuran tubuh mereka yang lebih kecil. (MedlinePlus Medical
Encyclopedia , 2006) Perpanjangan blokade neuromuskuler timbul dari
envenomasi ular koral.
4.2 SaranDiharapkan semoga dengan Askep Gigitan ular Keperawatan
Dawat darurat dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga perawat mengetahui atau
mengerti tentang gangguan pada klien yang terkena gigtan ular,
Dalam rangka mengatasi masalah resiko pada klien dengan gigitan
ular maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan
kebutuhan klien yang mengalami gigitan ular. Serta kami menyadari
bahwa Askep yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga saran dan kritik yang sifatnta membangun sangat kami
butuhkan, baik itu dari teman-teman ataupun para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Daley eMedicine Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA,
FACS, 2006 available at URL
:http://www.emedicine.com/med/topic2143.htmDiane C. Baugman, Joann
C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott 1996Hafidh Abdul,
dkk, 1997. Bab 2 Luka Trauma Syok Bencana : Gigitan Ular buku ajar
ilmu bedah, edisi revisi , EGC: Jakarta. Hal. 99-100Hugh A. F.
Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada
University press, 1992MedlinePlus Medical Encyclopedia: Snake bite,
A.D.A.M., Inc. 2006 available at URL
:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000031.htmSartono,
1999, racun dan keracunan. Jakarta: EGCSnakebite, 2005 available at
URL
:http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite..
36