1 GEOLOGI BATUBARA GENESA BATUBARA Batubara adalah sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan yang terhumifikasi, berwarna coklat sampai hitam yang selanjutnya terkena proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun hingga mengakibatkan pengkayaan kandungan C (Wolf, 1984 dalam Anggayana 2002). Cook (1999) menerangkan bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan yang terakumulasi menjadi gambut yang kemudian tertimbun oleh sedimen, setelah pengendapan terjadi peningkatan temperatur dan tekanan yang nantinya mengontrol kualitas batubara. Pembentukan tanaman menjadi gambut dan batubara melalui dua tahap, yaitu tahap diagenesa gambut (peatilification) dan tahap pembatubaraan (coalification). Tahap diagenesa gambut disebut juga dengan tahap biokimia dengan melibatkan perubahan kimia dan mikroba, sedangkan tahap pembatubaraan disebut juga dengan tahap geokimia atau tahap fisika-kimia yang melibatkan perubahan kimia dan fisika serta batubara dari lignit sampai antracit (Cook, 1982) Ditinjau dari cara terbentuknya, batubara dapat dibedakan menjadi batubara ditempat (insitu) dan batubara yang bersifat apungan (drift). Batubara ditempat terbentuk di tempat tumbuhan itu terbentuk, mengalami proses dekomposisi dan tertimbun dalam waktu yang cepat, batubara ini dicirikan dengan adanya bekas – bekas akar pada seat earth serta memiliki kandungan pengotor yang rendah, sedangkan batubara apungan terbentuk dari timbunan material tanaman yang telah mengalami perpindahan selanjutnya terdekomposisi dan tertimbun, pada batubara ini tidak dijumpai bekas-bekas akar pada seat earth dan memiliki kandungan pengotor yang tinggi. Diessel (1992, dalam Mendra, 2008) menyatakan enam parameter yang mengendalikan pembentukan endapan batubara, yaitu : adanya sumber vegetasi, posisi muka air tanah, penurunan yang terjadi dengan pengendapan, penurununan yang terjadi setelah pengendapan, kendali lingkungan geoteknik endapan batubara dan lingkungan pengendapan terbentuknya batubara.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
GEOLOGI BATUBARA
GENESA BATUBARA
Batubara adalah sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan yang terhumifikasi, berwarna coklat sampai hitam yang
selanjutnya terkena proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun
hingga mengakibatkan pengkayaan kandungan C (Wolf, 1984 dalam Anggayana
2002).
Cook (1999) menerangkan bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan yang
terakumulasi menjadi gambut yang kemudian tertimbun oleh sedimen, setelah
pengendapan terjadi peningkatan temperatur dan tekanan yang nantinya mengontrol
kualitas batubara.
Pembentukan tanaman menjadi gambut dan batubara melalui dua tahap, yaitu
tahap diagenesa gambut (peatilification) dan tahap pembatubaraan (coalification).
Tahap diagenesa gambut disebut juga dengan tahap biokimia dengan melibatkan
perubahan kimia dan mikroba, sedangkan tahap pembatubaraan disebut juga dengan
tahap geokimia atau tahap fisika-kimia yang melibatkan perubahan kimia dan fisika
serta batubara dari lignit sampai antracit (Cook, 1982)
Ditinjau dari cara terbentuknya, batubara dapat dibedakan menjadi batubara
ditempat (insitu) dan batubara yang bersifat apungan (drift). Batubara ditempat
terbentuk di tempat tumbuhan itu terbentuk, mengalami proses dekomposisi dan
tertimbun dalam waktu yang cepat, batubara ini dicirikan dengan adanya bekas –
bekas akar pada seat earth serta memiliki kandungan pengotor yang rendah,
sedangkan batubara apungan terbentuk dari timbunan material tanaman yang telah
mengalami perpindahan selanjutnya terdekomposisi dan tertimbun, pada batubara ini
tidak dijumpai bekas-bekas akar pada seat earth dan memiliki kandungan pengotor
yang tinggi.
Diessel (1992, dalam Mendra, 2008) menyatakan enam parameter yang
mengendalikan pembentukan endapan batubara, yaitu : adanya sumber vegetasi,
posisi muka air tanah, penurunan yang terjadi dengan pengendapan, penurununan
yang terjadi setelah pengendapan, kendali lingkungan geoteknik endapan batubara
dan lingkungan pengendapan terbentuknya batubara.
2
PENGGAMBUTAN (PEATIFICATION)
Gambut merupakan batuan sedimen organik (tidak padat) yang dapat terbakar
dan berasal dari sisa – sisa hancuran atau bagian tumbuhan yang tumbang dan mati
di permukaan tanah, pada umumnya akan mengalami proses pembusukan dan
penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa waktu kemudian tidak
terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan penghancuran tersebut pada dasarnya
merupakan proses oksidasi yang disebabkan oleh adanya oksigen dan aktivitas
bakteri atau jasad renik lainya. Jika tumbuhan tumbang disuatu rawa, yang dicirikan
dengan kandungan oksigen yang sangat rendah sehingga tidak memungkinkan
bakteri anaerob (bakteri memerlukan oksigen) hidup, maka sisa tumbuhan tersebut
tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga
tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya
bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses dekomposisi yang
kemudian membentuk gambut (peat). Daerah yang ideal untuk pembentukan gambut
misalnya rawa, delta sungai, danau dangkal atau daerah yang kondisi tertutup udara.
Gambut bersifat porous, tidak padat dan umumnya masih memperlihatkan struktur
tumbuhan asli, kandungan airnya lebih besar dari 75% (berat) dan komposisi
mineralnya kurang dari 50 % (dalam keadaan kering).
Menurut Bend (1992) dalam Diessel (1992) untuk dapat terbentuknya
gambut, beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu :
1) Evolusi tumbuhan
2) Iklim
3) Geografi dan tektonik daerah
Syarat untuk terbentuknya formasi batubara antara lain adalah ketika
kenaikan mukan air tanah lambat, perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai dan
energi relatif rendah. Jika muka air tanah terlalu cepat naik (atau penurunan dasar
rawa cepat) maka kondisi akan menjadi limnic atau bahkan akan terjadi endapan
marine. Sebaliknya kalau terlalu lambat, maka sisa tumbuhan yang terendapkan akan
teroksidasi dan terisolasi. Terjadinya kesetimbangan antara penurunan cekungan
3
(land subsidence) dan kecepatan penumpukan sisa tumbuhan (kesetimbangan
bioteknik) yang stabil akan menghasilkan gambut yang tebal (Diessel, 1992).
Lingkungan tempat terbentuknya rawa gambut umumnya merupakan tempat
yang mengalami depresi lambat dengan sedikit sekali atau bahkan tidak ada
penambahan material dari luar. Pada kondisi tersebut muka air tanah akan terus
mengikuti perkembangan akumulasi gambut dan mempertahankan tingkat
kejenuhannya. Kejenuhan tersebut dapat mencapai 90 % dan kandungan air menurun
drastis hingga 60 % pada saat terbentuknya brown-coal. Sebagian besar lingkungan
yang memenuhi kondisi tersebut merupakan topogenic low moor. Hanya pada
beberapa tempat yang mempunyai curah hujan sangat tinggi dapat terbentuk rawa
ombrogenic (high moor)
PEMBATUBARAAN (COALIFICATION)
Proses pembatubaraan adalah perkembangan gambut menjadi lignit, sub-
bituminuous, bitominous, antracite hingga meta-antracite. Proses pembentukan
gambut dapat berhenti karena beberapa proses alam seperti misalnya karena
penurunan dasar cekungan dalam waktu yang singkat. Jika lapisan gambut yang telah
terbentuk kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka tidak ada lagi bahan
anaerob, atau oksigen yang dapat mengoksidasi, maka lapisan gambut akan
mengalami tekanan dari lapisan sedimen. Tekanan terhadap lapisan gambut akan
meningkat dengan bertambahnya tebal lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah
besar pada proses coalification akan mengakibatkan menurunya porositas dan
meningkatnya anisotropi. Porositas dapat dilihat dari kandungan airnya yang
menurun secara cepat selama proses perubahan gambut menjadi brown coal. Hal ini
memberikan indikasi bahwa masih terjadi proses kompaksi.
Proses coalification terutama dikontrol oleh kenaikan temperatur, tekanan
dan waktu. Pengaruh temperatur dan tekanan dipercaya sebagai faktor yang sangat
dominan, karena sering ditemukan lapisan batubara high rank (antracite) yang
berdekatan dengan daerah intrusi batuan beku sehingga terjadi kontak metamorfisme.
Kenaikan peringkat batubara juga dapat disebabkan karena bertambahnya
kedalaman. Sementara bila tekanan makin tinggi, maka proses coalification semakin
4
cepat, terutama didaerah lipatan dan patahan.
FASIES BATUBARA
Fasies batubara berhubungan dengan tipe genetik batubara yang
diekspresikan melalui komposisi maseral, kandungan mineral, komposisi kimia dan
tekstur (Taylor and Teichmuller, 1993).
Faktor yang mempengaruhi karakteristik fasies batubara :
1. Tipe pengendapan
Autochtonous
Berkembang dari tumbuhan yang ketika tumbang akan membentuk gambut di
tempat dimana tumbuhan itu pernah hidup tanpa adanya proses transportasi
yang berarti.
Allochtonous
Terendapkan secara detrital dimana sisa-sisa tumbuhan hancur dan
tertransportasi kemudian terendapkan di tempat lain. Lebih banyak
mengandung mineral matter (abu).
2. Rumpun tumbuhan pembentuk
Daerah air terbuka dengan tumbuhan air
Rawa ilalang terbuka
Rawa hutan
Rawa lumut
Gambar 3.1 Urutan tipe rawa gambut (Taylor, 1998)
5
Menurut Martini dan Glooscenko (1984) dalam Diessel (1992), rawa gambut
dapat dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan jenis tumbuhan pembentuk,
yaitu :
Bog, yaitu sebagai lokasi rawa yang banyak ditumbuhi oleh tanaman
lumut atau tanaman merambat yang miskin kandungan makanan.
Fen, yaitu lokasi rawa yang kaya akan tumbuhan perdu dan beberapa
jenis pohon lainnya. Umumnya terletak pada lingkungan yang
ombrogenic yaitu transisi antara daerah yang selalu melimpah
kandungan air dengan daerah yang terkadang kering.
Marsh, yaitu rawa yang didominasi oleh tumbuhan perdu atau tanaman
merambat yang sering terdapat di sekitar pinggir danau atau laut.
Swamp, yaitu daerah basah pada iklim tropis hingga dingin yang
tumbuh rawa yang didominasi tanaman berkayu.
3. Lingkungan pengendapan
Pembentukan batubara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi lingkungan dan
geologi disekitarnya. Distribusi lateral, ketebalan, komposisi dan kualitas
batubara banyak dipengaruhi oleh lingkungan pengendapanya.
Telmatis/Terestrial
Lingkungan yang berada pada daerah pasang surut ini menghasilkan gambut
yang tidak terganggu dan tumbuh insitu (forest peat, reed peat dan high moor
moss peat)
Limnik
Lingkungan ini terendapkan di bawah air rawa danau. Batubara yang
terendapkan pada lingkungan telmatis dan limnis sulit dibedakan karena pada
forest Swamp biasanya ada bagian yang berada di bawah air (feed Swamp)
Marine
Batubara yang terendapkan pada lingkungan ini mempunyai ciri khas kaya
abu, S dan N yang mengandung fosil laut. Untuk daerah tropis biasanya
terbentuk dari mangrove (bakau) dan kaya S
Ca-rich
6
Lingkungan ini menghasilkan batubara yang kaya akan Ca dan mempunyai
ciri yang sama pada endapan payau. Batubara Ca-rich selalu terjadi pada
lingkungan bawah air dengan kondisi oksigen terbatas. Lingkungan
pengendapan ini juga banyak mengandung fosil. Batubara Ca-rich banyak
mengasilkan bitumen.
4. Persediaan Bahan Makanan
a. Eutrofik
b. Mesotrofik
c. Oligotrofik
Rawa eutropik, mesotropic dan oligotropik dibedakan dari banyak sedikitnya
bahan makanan yang bisa digunakan. Low moor biasanya eotropik (kaya nutrisi)
karena menerima air dari air tanah yang banyak menganduk makanan terlarut.
High moor bersifat oligotropik (miskin nutrisi) karena sirkulasi hanya
mengandalkan air hujan. Gambut pada high moor secara umum mengandung
sisa-sisa tumbuhan yang terawetkan dengan baik. Di bawah kondisi hidrologi
yang seragam maka tumbuhan rawa eutropik banyak speciesnya. Oligotropik di
daerah iklim sedang pada umumnya berupa sphagnum sedangkan untuk daerah
tropis bisa ditumbuhi oleh hutan kayu tetapi tidak banyak speciesnya karena rawa
jenis ini akan asam 3,5 – 4) dan kandungan mineralnya sangat rendah.
5. PH, Aktivitas Bakteri, dan Sulfur
Keasaman gambut sangat mempengaruhi keberadaan bakteri sehingga dengan
demikian akan sangat mempengaruhi proses dekomposisi struktur dan kimia dari
sisa tumbuhan. Disamping tipe batuan dasar dan air yang mengalir masuk ke
rawa maka keasaman rawa tergantung pada rumpun tumbuhan yang ada, suplai
O2 dan konsentrasi asam humik yang terbentuk.
Bakteri hidup dengan baik pada kondisi netral (pH 7 – 7,5), jika makin asam
maka bakteri akan makin sedikit dan struktur kayu akan terawetkan dengan lebih
baik. Bakteri sulfur mempunyai peran khusus pada gambut (lumpur organik)
untuk membentuk pirit atau markasit singenetik dengan adanya sulfat dalam
gambut tersebut.
7
6. Temperatur
Pada iklim yang hangat dan basah membuat bakteri hidup dengan baik sehingga
proses kimia akibat bakteri bisa berjalan baik. Temperatur permukaan gambut
memegang peranan penting pada proses dekomposisi primer. Pada iklim yang
hangat dan basah membuat bakteri hidup dengan lebih baik sehingga proses-
proses kimia dapat berjalan dengan baik. Temperatur tertinggi untuk bakteri
penghancur sellulosa pada gambut adalah 35 – 40 C
Lebih lanjut menurut Diessel (1992) menjelaskan karakteristik lingkungan
pengendapan batubara sebagai berikut :
1. Braid Plain
Merupakan dataran aluvial yang terdapat diantara pegunungan, dimana
terendapkan sedimen berukuran kasar (> 2 mm). Batubara yang terbentuk pada
daerah ini merupakan hasil diagenesa gambut ombrogenik yang mempunyai
penyebaran lateral terbatas dengan ketebalan rata-rata 1,5 m.
Kandungan abu, total sulfur dan vitrinitnya umumnya rendah, sementara pada
daerah tropis kandungan vitrinit umumnya tinggi. Pada bagian tengah lahan
gambut umumnya kaya maseral inertinit (28%) karena suplai nutrisi yang
terbatas. Kandungan inertinit (khususnya semifusinit) yang sangat besar
memnyebabkan nilai TPI relatif tinggi yang sekaligus menunjukan bahwa
tumbuhan asalnya didominasi oleh bahan kayu. Sementara itu nilai GI yang
rendah dan warna batubara yang buram dapat menunjukan bahwa secara periodik
permukaan gambut mengalami kekeringan dan proses oksidasi. Kandungan abu
yang kadang ditemukan cukup tinggi (± 20%), kemungkinan dapat berasal dari
banjir musiman dan keluarnya air dari tanah kepermukaan.
2. Alluvial Valley dan Upper Delta Plain
Kedua lingkungan ini sulit dibedakan karena adanya kesamaan litofasies dan sifat
batubara yang terbentuk sehingga pembahasan dapat disatukan. Lingkungan ini
merupakan transisi dari lembah dan dataran aluvial dengan dataran delta,
umumnya melalui sungai berstadium dewasa yang memiliki banyak meander.
Lapisan batubara umumnya memiliki ketebalan bervariasi dan endapan sedimen
terutama terdiri atas perselingan batupasir dan lanau/lempung.
8
Gambut dapat terakumulasi pada berbagai morfologi seperti rawa, dataran dan
cekungan banjir, bagian luar saluran sungai dan lain-lain. Permukaan cenderung
selalu basah dan jarang mengalami periode kemarau sehingga menghasilkan
endapan batubara yang mengkilap dengan nilai TPI dan GI relatif tinggi serta
didominasi oleh maseral telovitrinit/humotelitin dan secara kualiatas memiliki
kandungan abu dan sulfur yang rendah dibanding batubara pada lingkungan lain
3. Lower Delta Plain
Lingkungan ini dibedakan dengan upper delta plain dari tingkat pengaruh pasang
air laut terhadap sedimentasi, dimana batas antara keduanya adalah pada daerah
batas tertinggi dari air pasang. Endapan sedimen pada lower delta plain terutama
dari batulanau, batulempung dan serpih yang diselingi oleh batupasir halus.
Pada saat pasang naik air laut akan membawa nutrisi kedalam rawa gambut
sehingga memungkinkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik, namun di sisi
lain dengan naiknya batas pasang maka akan ternendapkan sedimen klasitik halus
yang akan menjadi pengotor dalam batubara.
Disamping itu, pengaruh laut akan meningkatkan kandungan pirit dalam batubara
yang terbentuk dari reduksi sulfat yang terdapat dalam air laut. Menurut Horne
dan Ferm (1978), batubara yang ternendapkan dalam lingkungan ini memiliki
penyebaran luas tetapi ketebalan tipis, batubaranya memiliki kandungan inertinit
yang rendah dengan nilai GI yang tinggi. Kandungan vitrinit/huminit nya
terutama didominasi oleh detrovitrinit/humotellinit sehingga nulai TPI nya relatif
rendah. Hal ini menunjukan tingginya proporsi tumbuhan dengan jaringan lunak
(soft – tissued plant) dan bio degredasi pada kondisi pH yang relatif tinggi
4. Barrier Beach
Pada lingkungan ini, morfologis garis pantai dikontrol oleh rasio suplai sedimen
dengan daerah pantai, yaitu gelombang pasang dan arus. Jika nilai rasio tinggi
maka akan terbentuk delta, namun jika nilai rasio rendah maka sedimentasi akan
terdistribusi di sepanjang pantai.
Rawa gambut pada barrier beach memiliki permukaan yang relatif lebih rendah
terhadap muka air laut sehingga sering kebanjiran dan ditumbuhi alang-alang.
Gambut yang akan terakumulasi di suatu tempat jika fluktuasi air pasang tidak
9
tinggi sehingga timbunan material gambut tidak berpindah tempat. Dengan
demikian rawa gambut pada lingkungan ini sangat dipengaruhi oleh regresi dan
trangresi air laut.
Diesel (1992) mengelompokan berbahai kondisi akumulasi gambut menjadi
lima kategori berdasarkan penelitian terhadap batubara humik bituminous (gambar
3.2). Kelima kategori tersebut diberdakan berdasarkan faktor kelembaban,
konsentrasi ion hidrogen (pH), suplai makanan dan aktifitas bakteri. Tiga kategori
diantara nya adalah tipe topogenik mires (rawa gambut topogenik) yang terbagi atas:
high watertable dangan kondisi asam, high watertable dengan kondisi netral serta
variabel watertable dan dua lainya adalah rawa gambut ombrogenik yang dibagi
atas: continuusly wet dan intermitenly dry.
Pada kategori high watertable dibedakan menjadi asam dan netral. Perbedaan
utama antara kedua kondisi tersebut adalah terletak pada konsentrasi ion
hidrogennya, dimana pada kolom 1 yang konsentrasi nya rendah merupakan
lingkungan air tawar (flood basin) dan kolom 2 yang konsentrasinya lebih tinggi
merupakan lingkungan payau dan laut. Kategori variable watertable adalah
lingkungan air tawar namun dengan muka air tanah berubah-ubah, seperti pada
dataran banjir yang terkadang kering pada masa tertentu. Adanya kecenderungan
dalam kondisi tergenang pada ketiga kategori ini menyebabkan suplai makanan
tersedia cukup banyak (eutrophy).
Kategori continuosly wet dan intermedietly dry merupakan tipe rawa gambut
yang tumbuh berkembang karena suplai air yang berasal dari curah hujan yang
sangat tinggi (iklim tropis), hanya pada interemidietly dry sering mengalami
perubahan musim, terkandung di dalam musim kering. Gambut yang terendapkan
pada lingkungan bog-ombrotopic terbentuk dalam kondisi asam dengan suplai
makanan yang rendah (oligotropi).
10
Gambar 3.2. Sketsa lingkungan pengendapan dan kondisi akumulasi gambut
(Diessel, 1992)
Lingkungan Pengendapan Batubara
Menurut Horne, 1978 dalam Bambang Kuncoro Prasongko, 1996 bahwa
lingkungan pengendapan berpengaruh terhadap sebaran, ketebalan, kemenerusan,
kondisi roof dan kandungan sulfur batubara serta peran tektonik dalam pembentukan
lapisan batubara. Berdasarkan karakteristik lingkungan pengendapan batubara, maka
dapat dibagi atas :
a. Lingkungan Barrier dan Back-barrier
b. Lingkungan lower delta plain
c. Lingkungan trantitional lower delta plain
d. Lingkungan upper delta plain – fluvial
Back barrier: tipis, sebaran memanjang sejajar sistem penghalang atau sejajar
jurus perlapisan, bentuk lapisan melembar karena pengaruh tidal channel setelah
pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan dan kandungan sulfur
11
tinggi.
Lingkungan barrier mempunyai peranan penting yaitu menutup pengaruh
oksidasi dari air laut dan mendukung pembentukan gambut di bagian dataran, kriteria
utama lingkungan barrier adalah hubungan lateral dan vertikal dari struktur sedimen
dan pengenalan tekstur batupasirnya, ke arah laut, butirannya menjadi halus dan
berselang seling dengan serpih gampingan merah kecoklatan sampai hijau, batuan
karbonat dengan fauna laut ke arah darat membentuk gradasi menjadi serpih
berwarna abu-abu gelap sampai hijau tua yang mengandung fauna air payau, akibat
pengaruh gelombang dan pasang surut, sehingga batupasir di lingkungan barrier
lebih bersih dan sortasi yang lebih baik daripada lingkungan sekelilingnya meskipun
memiliki sumber yang sama, penampang lingkungan pengendapan pada bagian Back
Barier dapat dilihat pada ( Gambar 3.1 ).
Batubara yang terbentuk cenderung menunjukkan bentuk memanjang,
berorientasi sejajar dengan arah orientasi dari penghalang dan sering juga sejajar
dengan jurus pengendapan. Bentuk perlapisan batubara yang dihasilkan mungkin
berubah sebagian oleh aktivitas tidal channel pada post depositional atau bersamaan
dengan proses sedimentasi.
Gambar 3.1 Penampang lingkungan pengendapan pada bagian Back Barier
(Horne,1978)
12
Lower deltaplain: tipis, sebaran sepanjang channel atau jurus pengendapan,
ditandai hadirnya splitting oleh endapan crevasse splay dan kandungan sulfur agak
tinggi. Litologinya didominasi oleh urutan serpih dan batulanau yang mengkasar ke
arah atas, ketebalannya berkisar antara 15-55 m dengan pelamparan lateral.
Pada bagian bawah dari teluk tersusun atas lempung-serpih abu-abu gelap
sampai hitam yang merupakan litologi dominan, kadang- kadang terdapat
batugamping dan mudstone siderite yang sebarannya tidak teratur, pada bagian atas
sikuen ini terdapat batupasir berukuran ripples dan struktur lain yang ada
hubungannya dengan arus, hal ini menunjukkan adanya penambahan energi pada
perairan dangkal ketika teluk terisi endapan.
Umumnya endapan teluk terisi mengandung fosil air laut atau air payau dan
struktur burrow fosil-fosil ini biasanya melimpah pada bagian bawah serpih
lempung, tetapi mungkin juga muncul pada seluruh sikuen.
Endapan Distributary Mouth Bar dicirikan oleh adanya batupasir yang
memiliki dasar yang lebih lebar dan memiliki kontak gradasi pada bagian bawah dan
adanya kontak lateral yang cenderung mengkasar ke atas dan mengarah pada bagian
tengah serta berkembangnya struktur ripples dan flow rolls, Sekuen Vertikal endapan
Lower Delta Plain, Sekuen Mengkasar keatas dapat dilihat pada ( Gambar 3.2 ).
Endapan Creavasse Splay, karakteristik endapan ini adalah minidelta yang
mengkasar keatas, butirannya semakin menghalus jika menjauhi tanggul, bergradasi
kearah lateral, tersusun atas batupasir dengan struktur burrowed siderite dan ripples,
endapan ini memiliki ketebalan lebih dari 12 m dengan pelamparan horizontal
berkisar dari 30 m sampai 8 km, Sekuen Vertikal endapan Lower Delta Plain Sikuen
yang sama di potong oleh Creavasse Splay deposit ( Gambar 3.3 ).
Rawa-rawa di dalam sungai yang mendominasi pada lower delta plain berkembang
di atas tanggul-tanggul (levees) sepanjang distribusi cahnnel, endapan ini pada
13
umumnya lurus dan tegak lurus dengan jurus pengendapan.
Lapisan batubara yang di hasilkan relative tipis dan terbelah membentuk split
oleh sejumlah endapan creavvase splay dan cenderung menerus sepanjang jurus
kemiringan pengendapan, tetapi sering juga tidak menerus sejajar dengan jurus
pengendapan batubara di gantikan oleh material bay fill.