PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTARA HALOPERIDOL DAN OLANZAPIN TERHADAP PERBAIKAN GEJALA KLINIS DELIRIUM THE COMPARISON OF THE THERAPEUTIC EFFECTIVENESS BETWEEN HALOPERIDOL AND OLANZAPINE ON THE IMPROVEMENT OF THE CLINICAL SYMPTOMS OF DELIRIUM HILMI UMASANGADJI KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
61
Embed
digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/... · GEJALA KLINIS DELIRIUM Disusun dan diajukan oleh : HILMI UMASANGADJI Nomor Pokok : P1507213038 Telah dipertahankan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTARA HALOPERIDOLDAN OLANZAPIN TERHADAP PERBAIKAN GEJALA KLINIS
DELIRIUM
THE COMPARISON OF THE THERAPEUTIC EFFECTIVENESSBETWEEN HALOPERIDOL AND OLANZAPINE ON
THE IMPROVEMENT OF THE CLINICAL SYMPTOMS OF DELIRIUM
HILMI UMASANGADJI
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADUPROGRAM STUDI BIOMEDIK SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2018
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTARAHALOPERIDOL DAN OLANZAPIN TERHADAP PERBAIKAN
GEJALA KLINIS DELIRIUM
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Biomedik
Disusun dan Diajukan oleh :
HILMI UMASANGADJI
Kepada
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADUPROGRAM STUDI BIOMEDIK SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2018
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Hilmi UmasangadjiNomor Pokok : P1507213038Program Studi : Biomedik
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis inibenar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakanpengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudianhari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesisini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatantersebut.
Makassar, Februari 2018
Yang menyatakan
Hilmi Umasangadji
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
menurunkan rahmat, hidayah dan segala karuniaNya sehingga tesis ini
dapat saya selesaikan.
Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dalam Program Studi
Biomedik Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Pertama-tama saya menyampaikan terima kasih yang tulus dan tak
terhingga kepada pembimbing saya Prof. dr. A. Jayalangkara Tanra,
Ph.D, Sp.KJ(K); dr. Wempy Thioritz, Sp.KJ(K); dan Dr. dr. Ilhamjaya
Patellongi, M.Kes, yang telah memberikan bimbingan dan dorongan
semangat sejak penyusunan konsep, pelaksanaan hingga selesainya
penulisan tesis ini. Terima kasih pula kami sampaikan kepada para
penguji tesis ini, berturut-turut Prof. dr. A. Jayalangkara Tanra, Ph.D,
Sp.KJ(K); dr. Wempy Thioritz, Sp.KJ(K); Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi,
M.Kes; Dr. dr. H. M. Faisal Idrus, Sp.KJ(K) dan dr. Erlyn Limoa, Ph.D,
Sp.KJ.
Terima kasih yang tak terhingga juga kami sampaikan kepada Dr.
dr. Sonny T. Lisal, Sp.KJ dan Dr. dr. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ selaku
Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa,
beserta seluruh Supervisor Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa yang telah
membimbing kami selama mengikuti pendidikan sampai pada penelitian
dan penulisan karya akhir ini.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Pimpinan Fakultas Kedokteran UNHAS, Ketua Program Pendidikan
Dokter Spesialis yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran UNHAS.
2. Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
UNHAS yang telah membimbing dan mendidik kami selama kami
mengikuti pendidikan di departemen ini.
3. Direktur RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, RS. UNHAS, RS. Labuang
Baji, RSUD. Kota Makassar, RS. Ibnu Sina, atas segala bantuan yang
telah diberikan selama pendidikan.
4. Semua teman sejawat peserta pendidikan dokter spesialis di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa atas bantuan dan kerjasamanya
yang terjalin selama ini.
5. Ibu Rasyidah atas segala bantuan administrasi kami selama
pendidikan.
6. Semua paramedis di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, RSKD. Provinsi
Sulawesi Selatan dan rumah sakit satelit lainnya atas bantuan dan
kerjasamanya selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis
ini yang tidak saya sebutkan satu persatu.
Pada saat yang berbahagia ini, saya mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayahanda tercinta
Syamsuddin Umasangadji dan ibunda tercinta Alm. Munirah Kamarullah
serta saudara-saudara saya (Silmi Umasangadji, Muflihah Umasangadji,
Syukri Umasangadji, Khairiyah Umasangadji, Fauziah Umasangadji dan
Nurhadiyah Umasangadji) yang telah memberikan dukungan semangat
dan doa dengan penuh ketulusan, selama saya mengikuti pendidikan
sampai selesainya tesis ini.
Kepada istriku Marlani beserta anak-anakku tercinta (Rayhanah
Syafiqah Umasangadji, Arkan Al-Fatih Umasangadji dan Mikail Ayatullah
Umasangadji) yang dengan ikhlas memberikan waktu yang seharusnya
menjadi hak kalian, semangat dan dukungan doa dengan penuh
ketulusan, kesabaran dan kasih sayang yang begitu berarti selama saya
mengikuti pendidikan.
Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini mempunyai
keterbatasan dan kekurangan, oleh karenanya, saran dan kritik yang
bertujuan untuk menyempurnakan karya akhir saya ini, saya terima
dengan segala kerendahan hati. Semoga Allah SWT, Tuhan yang Maha
Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat dan berkahNya serta membalas
budi baik mereka yang telah mendidik dan memberi dorongan kepada
saya.
Makassar, Februari 2018
Hilmi Umasangadji
Abstrak
Gejala klinis delirium dapat diperbaiki dengan pemberian antipsikotik, baik tipikalmaupun atipikal. Penelitian ini bertujuan membandingkan efektivitas terapi antarahaloperidol dan olanzapin terhadap perbaikan gejala klinis delirium. Penelitian inidilaksanakan di RS dr. Wahidin Sudirohusodo. Jenis penelitian adalah kohortprospektif. Sampel sebanyak tiga puluh pasien rawat inap dengan delirium danmendapat terapi haloperidol dan olanzapin selama 6 hari. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa efektivitas terapi olanzapin pada pasien delirium lebih baikdibandingkan dengan haloperidol. Hasil analisis statistik menunjukkan adanyapenurunan skor delirium rating scale setelah mendapat terapi halopehdol (reratapenurunan= 15,33) dan olanzapin (rerata penurunan= 12,33) selama 6 hari.Perbandingan perbaikan gejala klinis delirium antara kelompok yang mendapatterapi haloperidol dan kelompok yang mendapat terapi olanzapin berbedabermakna pada hari ke-6 setelah terapi (p= 0,030). Perbandingan perbaikan gejalaklinis dari komponen skor delirium rating scale antara kedua kelompok berbedabermakna pada beberapa komponen yaitu : agitasi motorik, orientasi, atensi,memori jangka pendek, memori jangka panjang, dan kemampuan visuospasial.Dengan demikian, olanzapin sebagai antipsikotik atipikal yang berafinitas padareseptor dopamin dan serotonin lebih baik dalam memperbaiki gejala klinisdelirium dibandingkan dengan haloperidol yang berafinitas pada reseptordopamin.
The clinical symptoms of delirium can be corrected by antipsychotic drugadministration, either typical or atypical. This study aimed to compare thetherapeutic effectiveness between haloperidol and olanzapine on the improvementof the clinical symptoms of delirium. The study was conducted using cohortprospective on 30 live-in patients with delirium at Dr Wahidin SudirohusodoHospital and treated with haloperidol and olanzapin therapy in 6 days. Theresearch results indicated that the effectiveness of olanzapin therapy at thedelirium patients was better compared to the haloperidol therapy. The statisticalanalysis which was carried out on the research data revealed the score decreaseof Delirium Rating Scale after the treatment with the haloperidol therapy (themean decrease = 15.33) while the treatment with the olanzapin therapy revealedless decrease (the mean decrease = 12.33) in 6 days. The comparison of theimprovement of the delirium clinical symptoms between the group who weretreated with haloperidol therapy and the group who were treated with olanzapintherapy showed a significant difference on the 6th day after the therapy (p=0.030).The comparison of the improvement of the clinical symptoms of the components ofDelirium Rating Scaly score between the two groups revealed a significantdifference in several components, such as in motoric agitation, orientation,attention, short-term memory, long-term memory, and visuo-spatial capability.Thus, the olanzapin as an atypical antipsychotic which had an affinity withdopamine and serotonin is better in improving the clinical symptoms of deliriumthan haloperidol which had an affinity with dopamine receptors.
Key words: haloperidol, olanzapine, Delirium Rating Scale, therapeuticeffectiveness, improvement of clinical symptoms of delirium
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i
PRAKATA ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR vi
DAFTAR SINGKATAN vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Hipotesis Penelitian 5
E. Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Delirium 6
B. Haloperidol 14
C. Olanzapin 14
D. Delirium Rating Scale Revised 98 (DRS R 98) 16
E. Kerangka Teori 19
F. Kerangka Konsep 20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian 21
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 21
C. Populasi Penelitian 21
D. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel 21
E. Perkiraan Besar Sampel 22
F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 22
G. Izin Penelitian dan Kelayakan Etik 23
H. Cara Kerja 23
I. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel 24
J. Definisi Operasional 25
K. Kriteria Obyektif 25
L. Metode Analisis 26
M. Alur Penelitian 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 28
B. Pembahasan 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 38
B. Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel Halaman
1 Afinitas reseptor antipsikotik atipikal dibandingkan denganhaloperidol
13
2 Karakteristik sampel 27
3 Perbandingan skor delirium antara kelompok haloperidoldan kelompok olanzapin sebelum dan sesudah terapi
28
4 Perbandingan penurunan skor delirium antara kelompokhaloperidol dan olanzapin
29
5 Perbandingan komponen skor DRS antara kelompokhaloperidol dan kelompok olanzapin sebelum dansesudah terapi
30
Gambar
1 Box plot skor delirium pada kelompok haloperidol danolanzapin sebelum (H0) dan sesudah (H3 dan H6) terapi
28
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Arti dan Keterangan
ACh Asetilcholine
BDNF Brain-derived Neurotrophic Factor
dkk dan kawan-kawan
DRS Delirium Rating Scale
DSM-5 Diagnostic and Statistical Manual Fifth Edition
D2 Dopamin
EPS Extrapyramidal syndrome
ICD International Classification of Diseases
KEMENKES Kementerian Kesehatan
mg miligram
PDSKJI Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran
Jiwa Indonesia
RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
5-HT 5-hydroxy-tryptamine
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Persetujuan penelitian (Informed Consent)
2 Delirium Rating Scale Revised 98 (DRS-R-98)
3 Rekomendasi Persetujuan Etik
4 Data Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Delirium merupakan keadaan akut yang ditandai dengan gangguan
kesadaran, perubahan dalam kognisi dan perhatian, serta gangguan
persepsi yang berkembang secara akut dan fluktuatif. Lipowski
melaporkan bahwa, di antara pasien yang dirawat di rumah sakit dengan
pembedahan, kejadian delirium berkisar 10% sampai 18%. Angka
kejadian delirium diperkirakan 10-15% pada pasien rawat inap. Pasien
yang mengalami delirium memiliki angka kematian 3% dan meningkat
menjadi 11% setelah 3 bulan mengalami delirium (Markowitz dan
Narasimhan, 2008). Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan
kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif
secara global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala
psikiatrik yang terdapat pada delirium (Kaplan, 2010).
Delirium mencerminkan disfungsi otak yang disebabkan oleh
konsekuensi fisiologis dari kondisi medis umum. Onset delirium biasanya
cepat dan ditandai dengan gangguan kesadaran dan kognisi yang
fluktuatif. Kondisi medis yang menjadi faktor risiko terjadinya delirium
antara lain : luka bakar, pasien pasca pembedahan, pasien dengan
Human immunodeficiency virus (HIV), cedera kepala, gagal ginjal, dan
gagal jantung. Penyebab delirium sangat bervariasi, penyebab delirium
yang paling sering yaitu penyakit infeksi terutama dari sistem saraf pusat,
terhadap lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya
12
kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian.
2) Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi,
gangguan berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan
dengan demensia.
3) Gangguan psikomotor berupa hipoaktivitas atau hiperaktivitas,
pengalihan aktivitas yang tidak terduga, waktu bereaksi yang lebih
panjang, arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang, reaksi
terperanjat yang meningkat.
4) Gangguan siklus tidur-bangun berupa insomnia, atau pada kasus
yang berat, tidak dapat tidur sama sekali atau siklus tidur yang terbalik
yaitu mengantuk di siang hari. Gejala memburuk pada malam hari dan
mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut
menjadi halusinasi setelah bangun tidur.
5) Gangguan emosional berupa depresi, ansietas, takut, lekas marah,
euforia, apatis dan rasa kehilangan akal.
5. Penatalaksanaan
Strategi penanganan delirium secara farmakologi menggunakan
antipsikotik tipikal. Haloperidol telah luas digunakan sebagai obat pilihan
untuk pengobatan agitasi akut dan memiliki kelebihan, karena tersedia
dalam bentuk parenteral, namun penggunaannya dihubungkan dengan
efek samping ekstrapiramidal dan distonia akut yang lebih tinggi
dibandingkan antipsikotik atipikal. Beberapa antipsikotik atipikal (seperti
13
risperidon, olanzapin, dan quetiapin) digunakan untuk mengatasi agitasi
pasien delirium, namun tidak ada data yang menunjukkan keunggulan
satu antipsikotik dibandingkan lainnya (Campbell dkk., 2009).
Setiap antipsikotik memiliki afinitas yang berbeda terhadap masing-
masing reseptor. Afinitas reseptor yaitu konsentrasi terkecil untuk
menghasilkan half saturation dari reseptor. Makin kecil nilai konstanta,
makin besar afinitas reseptor. Berikut adalah afinitas reseptor (dissociation
constant) dari beberapa antipsikotik atipikal dibandingkan dengan
haloperidol (Arana, 2000).
Tabel 1. Afinitas reseptor antipsikotik atipikal dibandingkan denganhaloperidol.
Antipsikotik D1 D2 D3 D4 5-HT2A 5-HT2C α1 H1 ACh
Haloperidol 210 1 2 3 45 >10.000 6 440 5.500
Clozapin 85 160 170 50 16 10 7 1 2
Olanzapin 31 44 50 50 5 11 19 3 2
Quetiapin 460 580 940 1.900 300 5.100 7 11 >1.000
Risperidon 430 2 10 10 0,5 25 1 20 >1.000
Ziprasidon 525 4 7 32 0,4 1 10 50 >1.000
Dikutip dari Arana GW dan Rosenbaum JF. Antipsychotic Drugs. In : Handbook ofPsychiatric Drug Therapy. Fourth Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.2000:p8.
Dalam pemberian antipsikotik, menggunakan kesetaraan dosis
(doses equivalent), untuk 1 mg/dosis olanzapin adalah haloperidol 0,7
mg/dosis, risperidon 0,4 mg/dosis, dan quetiapin 32 mg/dosis (Leucht
dkk., 2015).
14
B. Haloperidol
Haloperidol merupakan salah satu antipsikotik tipikal yang
mempunyai cara kerja memblokade reseptor D2, khususnya di mesolimbik
dopamin pathways, sehingga disebut juga Antagonis Reseptor Dopamin
(ARD). Kerja antipsikotik tipikal yaitu menurunkan hiperaktivitas dopamin
di jalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun, akan
tetapi obat ini tidak hanya memblokade reseptor D2 di mesolimbik, tetapi
juga memblokade reseptor D2 di tempat lain, seperti di jalur mesokortikal,
nigrostriatal dan tuberoinfundibular (Sinaga, 2007).
Haloperidol merupakan antipsikotik tipikal yang direkomendasikan
untuk delirium karena sedikit efek samping antikolinergik, sedikit metabolit
aktif, dan kemungkinan kecil menyebabkan sedasi. Haloperidol bekerja
dengan cara memblokir reseptor D2, mengurangi gejala positif psikosis
dan tindakan agresif, eksplosif, dan hiperaktif (Stahl, 2011).
Haloperidol diberikan dengan dosis oral 0,5 – 1,5 mg, dua kali
pemberian per hari, dengan dosis tambahan setiap 4 jam sesuai
kebutuhan, efek puncaknya 4 – 6 jam. Secara intramuskular diberikan 2 –
5 mg, diobservasi sesudah 30 – 60 menit dan dapat diulang sesuai
glutamat dan menghambat pelepasan dopamin saat mereka berperan
dalam tidur dan halusinasi (Arana, 2000; Stahl, 2008).
Reseptor 5HT2C mengatur pelepasan dopamin dan norepinefrin dan
berperan dalam mood dan kognisi. Reseptor 5HT6 mengatur pelepasan
faktor neurotropika seperti faktor neurotropika yang diturunkan dari otak
(BDNF), yang pada gilirannya mengatur pembentukan memori jangka
panjang. Akhirnya, peran reseptor 5HT7 diklarifikasi terkait dengan ritme
sirkadian, tidur dan mood (Stahl, 2008).
Olanzapin juga mempunyai afinitas yang lebih besar untuk reseptor
asetilkolin (ACh) daripada haloperidol. Reseptor ACh mempengaruhi
kesiagaan, kewaspadaan dan pemusatan perhatian. Berperan pula pada
proses penyimpanan dan pemanggilan kembali memori atau ingatan,
atensi dan respon individu. ACh juga mengatur mood dan tidur REM
(Stahl, 2008).
Keterbatasan yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
37
1. Penelitian ini hanya menggunakan metode analitik observasional
sehingga variabel penelitian tidak dapat dikendalikan seluruhnya.
2. Penelitian ini tidak meneliti terjadinya efek samping dari penggunaan
antipsikotik.
3. Beberapa variabel yang mempengaruhi delirium yang sulit
dikendalikan dalam studi ini seperti kondisi medis umum dan kausa
delirium yang bervariasi.
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perbaikan gejala klinis delirium secara signifikan terjadi pada hari ke
tiga maupun hari ke enam namun perbaikan lebih besar pada
kelompok olanzapin.
2. Perbaikan gejala klinis delirium secara signifikan lebih baik pada
kelompok olanzapin dibandingkan kelompok haloperidol pada hari ke
enam pengobatan.
3. Perbaikan gejala klinis delirium secara signifikan lebih baik pada
kelompok olanzapin dibandingkan kelompok haloperidol, pada
komponen DRS R 98 : orientasi, atensi, memori jangka pendek,
memori jangka panjang, dan kemampuan visuospasial. Sedangkan
pada komponen agitasi motorik terjadi perbaikan gejala klinis delirium
secara signifikan lebih baik pada kelompok haloperidol dibandingkan
kelompok olanzapin.
B. Saran
1. Diperlukan waktu pengamatan yang longitudinal untuk melihat efek
samping dari terapi antipsikotik pada pasien delirium.
2. Diperlukan penelitian yang menggunakan metode uji klinis atau
analitik eksperimental untuk melihat efektivitas antipsikotik atipikal
dalam penatalaksanaan delirium.
39
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatry Association. Delirium. In : Diagnostic and StatisticalManual of Mental Disorder. 5th edition. Washington : AmericanPsychiatry Publishing. 2013:p136-147.
Arana GW, Rosenbaum JF. Handbook of Psychiatry Drug Teraphy. 4th ed.Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, USA. 2000.
Attard A, Taylor D. Delirium and It’s Treatment. In : CNS Drugs. 8 Edition.2008:p631-614.
Brunton L, Chabner B, Knollman B. Goodman and Gilman’s ThePharmacological Basis of Therapeutics, Twelfth Edition. McGrawHill Professional. 2010.
Budiman R. Delirium. Dalam : Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. BadanPenerbit Fakultas Kedokteran. Jakarta. 2013:hal103-109.
Burton ME, Shaw LM, Schentag JJ, Evans WE. Applied Pharmacokinetics& Pharmacodynamics : Principles of Therapeutic Drug Monitoring.Fourth edition. Lippincott Williams & Wilkins, USA, 2006:p814.
Campbell N, Boustani MA, Ayub A, Fox GC. PharmacologicalManagement of Delirium. In : Hospitalized Adults : A SystemicReview. J Am Geriatr Soc. 2011:p269-276.
Carvalho J. Delirium Rating Scale. In : Critically Ill Patients : A SystematicLiterature Review in Rev Bras Ter Intensiva 2013:25(2):p148-154.
Dahlan S. Besar Sampel. Dalam : Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.Edisi 4. Epidemiologi Indonesia. Jakarta. 2016:hal194-201.
Dahlan S. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian BidangKedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Epidemiologi Indonesia.Jakarta. 2016:hal79-98.
Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. Delirium dalam Pedoman PelayananKegawatdaruratan Psikiatrik. Ditjen Bina Upaya Kesehatan,KEMENKES RI. Jakarta. 2013:hal81-83.
Flaherty JH, Gonzales JP. Antipsychotics in the Treatment of Delirium inHospitalized Adults. A Systemic Review. J Am Geriatr Soc. 2011:p269-276.
Flinn DR, Diehl KM, Seyfried LS, Malani PN. Prevention, diagnosis andmanagement of postoperative delirium. J Am Coll Surg. 2009:p261-268.
Inouye SK. Delirium in Older Persons. N Engl J med. 2006;354;1157-65.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Delirium dalam Sinopsis Psikiatri. JilidSatu. Bina Rupa Aksara. Jakarta. 2010:hal519-528.
Lorenzi S, Fusgen I, Noachtar S. Acute Confusional States Diagnosis andTreatment. Dutsch Arztebl Int. 2012:p391-400.
Maclulich AM. New Horizon in The Pathogenesis, Assessment andManagement of Delirium. Age and Ageing. 2013.
Markowitz J, Narasimhan M. Delirium and Antipsychotics : A SystematicReview of Epidemiology and Somatic Treatment Options inPsychiatry Journal 2008. 29-36.
Perry PJ, Alexander B, Liskow BI, Devane CL. Psychotropic DrugHandbook. Eighth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
PP PDSKJI. Delirium dalam Pedoman Nasional Pelayanan KedokteranJiwa/Psikiatri. Jakarta. 2012:8-17.
Samuels SC. Delirium in Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook ofPsychiatry. Seventh edition. Lippincott Williams & WilkinsCompany. 2000. 1054-1067.
Sinaga BR. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. 2007.
Soejono CH. Sindrom Delirium dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing. 2009:907-912.
Stahl S. Antipsychotic Agents in Stahl’s Essential Psychopharmacology.Third Edition. New York : Cambridge University Press. 2008:336-341.
Stahl S. Haloperidol in The Prescriber’s Guide : Stahl’s EssentialPsychopharmacology. Fourth Edition. New York : CambridgeUniversity Press. 2011:257-262.
Stahl S. Olanzapine in The Prescriber’s Guide : Stahl’s EssentialPsychopharmacology. Fourth Edition. New York : CambridgeUniversity Press. 2011:427-434.
Wang HR, Woo YS, Bahk WM. Atypical Antipsychotics in the Treatment ofDelirium in Psychiatry and Clinical Neurosciences. JapaneseSociety of Psychiatry and Neurology. 2013:323-331.
Wass S, Webster PJ, Nair BR. Delirium in the Elderly : A Review. OmanMed J. 2008; 23; 150-157.
Yonemura K, Miyanaga K, Machiyama Y. Profiles of The Affinity ofAntipsychotic Drugs for Neurotransmitter Receptors and TheirClinical Implication. Kitakanto Med J. 1998.
Yoon HJ, Park KM, Choi WJ, Park JY. Efficacy and Safety of Haloperidolversus Atypical Antipsychotic Medications in the Treatment ofDelirium. BMC Psychiatry 2013, 13:240.
42
Lampiran 1
No penelitian :
PERSETUJUAN PENELITIAN
(Informed Consent)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Tempat/tanggal lahir :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Alamat :
Setelah diberi penjelasan mengenai penelitian ini, maka dengan ini saya
menyatakan bersedia menjadi peserta penelitan dengan judul :
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTARA HALOPERIDOL,
OLANZAPIN DAN RISPERIDON TERHADAP PERBAIKAN GEJALA
KLINIS DELIRIUM.
Makassar, 2017
( )
43
Lampiran 2
DELIRIUM RATING SCALE REVISED-98
Inisial Pasien : No. RM :
Umur : L / P
Inisial Informan :
Inisial Skorer :
Tanggal : Jam :
Obat yang diberikan :
Skor Total :
GEJALA DELIRIUM SKOR GEJALA DERAJAT GEJALA
Gangguan siklus tidur-bangun
0 1 2 3 0 : Tidak ada gejala1 : Gangguan kontinuitas tidurringan di malam hari atau kadangmengantuk di siang hari2 : Gangguan siklus tidur-bangunsedang (contoh : tertidur dalampercakapan, tidur siang atauterbangun di malam hari dengankebingungan/perubahan perilaku,atau tidur malam yang sangatsedikit)3 : Gangguan berat siklus tidur-bangun (contoh : pembalikan siklustidur-bangun siang hari, ataubanyak periode tidur dan terjagaatau susah tidur)
Gangguan persepsi 0 1 2 3 0 : Tidak ada gejala1 : Derealisasi atau depersonalisasi; atau pasien mungkin tidak dapatmembeda-bedakan mimpi dengankenyataan2 : Terdapat ilusi3 : Terdapat halusinasi
44
Delusi atau waham 0 1 2 3 0 : Tidak ada gejala1 : Terdapat ide curiga, waspadaberlebihan, preokupasi2 : Ide-ide yang tidak biasa yangyang belum mencapai taraf waham3 : Terdapat waham
Labilitas afek 0 1 2 3 0 : Tidak ada gejala1 : Afek agak berubah atau tidaksesuai dengan situasi, perubahanafek selama beberapa jam, atauemosi sebagian besar berada dibawah kendali diri2 : Afek sering tidak sesuai dengansituasi dan cepat berubah selamabeberapa menit, emosi tidakkonsisten3 : Perubahan afek yang cepat daninapropriate, tidak dapatmengendalikan emosi
Bahasa 0 1 2 3 0 : Tidak ada gangguan berbahasa1 : Kesulitan mencari kata atautidak lancar dalam penamaan2 : Kesulitan memahami dalamkomunikasi3 : Bicara kacau yang tidak dapatdimengerti konten kalimatnya
Gangguan proses pikir 0 1 2 3 0 : Tidak ada kelainan1 : Tangensial atau sirkumstansial2 : Asosiasi longgar3 : Inkoheren
Agitasi motorik 0 1 2 3 0 : Tidak ada1 : Gerakan motorik ringan2 : Agitasi motorik sedang (contoh :mondar-mandir, gelisah, mencabutinfus)3 : Agitasi motorik berat, sepertimau memukul orang lain
45
Retardasi Motorik 0 1 2 3 0 : Tidak ada1 : Gerakan motorik sedikitberkurang kecepatan, spontanitasdan frekuensi2 : Gerakan motorik berkurangkecepatan, spontanitas danfrekuensi sampai menggangguaktifitas dan perawatan diri3 : Retardasi motorik berat, hanyasedikit gerakan spontan
Orientasi 0 1 2 3 0 : Orientasi waktu, tempat danorang, baik1 : Disorientasi waktu atau tempat(salah satunya)2 : Disorientasi waktu dan tempat3 : Disorientasi waktu, tempat danorang
Atensi atau perhatian 0 1 2 3 0 : Waspada dan perhatian penuh1 : Perhatian sedikit terganggunamun bisa difokuskan kembali dantidak terlalu lambat dalam memberirespon2 : Agak susah fokus danmempertahankan perhatian3 : Kesulitan memusatkan perhatiandan/atau mempertahankanperhatian, salah memberirespos/menanggapi atau tidakmampu mengikuti instruksi.Terganggu oleh suara ataukejadian di sekitarnya
Memori jangka pendek 0 1 2 3 0 : Memori jangka pendek baik1 : Bisa mengingat kembali 2/3 itemyang di recall2 : Bisa mengingat kembali 1/3 itemyang di recall3 : Tidak ada yang diingat kembalisetelah di recall
46
Memori jangka panjang 0 1 2 3 0 : Tidak ada defisit memori jangkapanjang yang signifikan1 : Mengingat kembali 2/3 itemdan/atau memiliki sedikit kesulitanmengingat rincian informasi jangkapanjang lainnya2 : Mengingat kembali 1/3 itemdan/atau memiliki kesulitanmengingat informasi jangkapanjang lainnya3 : Tidak ada yang diingat kembalidan/atau mengalami kesulitanmengingat informasi jangkapanjang lainnya
Kemampuanvisuospasial
0 1 2 3 0 : Tidak ada gangguan1 : Gangguan ringan, sebagianbesar rincian desain atau potongangambarnya benar2 : Gangguan sedang, sebagianbesar rincian desain atau potongangambarnya salah3 : Gangguan berat, tidak bisamembuat suatu desain ataugambar.
NO. SAMPEL UMUR JENIS KELAMIN PENDIDIKAN KAUSA DELIRIUM ANTIPSIKOTIK DRS H0 DRS H3 DRS H61 ED 37 P SMA Bedah Haloperidol 26 22 172 SA 60 P SMP Non Bedah Haloperidol 31 25 203 MY 43 L S1 Bedah Haloperidol 24 18 94 IK 53 P SMP Bedah Haloperidol 27 24 175 KF 62 L SMP Non Bedah Haloperidol 28 24 156 PR 40 L S1 Bedah Haloperidol 31 27 207 SW 49 P SMA Non Bedah Haloperidol 29 23 138 LM 39 P SMA Bedah Haloperidol 25 20 169 SP 38 P SMA Bedah Haloperidol 27 24 20
10 OT 56 L SMA Non Bedah Haloperidol 24 18 1511 BA 40 L S1 Bedah Haloperidol 30 23 1212 GF 45 P S1 Non Bedah Haloperidol 26 18 813 TR 64 L SMA Non Bedah Haloperidol 26 22 1614 WS 58 P SMA Non Bedah Haloperidol 29 25 1915 YA 52 L S1 Non Bedah Haloperidol 24 16 1316 MJ 59 P SMP Non Bedah Olanzapin 28 21 1417 RM 40 P S1 Bedah Olanzapin 30 26 1718 DK 58 L SMA Non Bedah Olanzapin 25 23 1619 HT 61 L SMA Non Bedah Olanzapin 33 27 1920 CA 37 P SMA Bedah Olanzapin 29 24 1521 SM 57 P SD Non Bedah Olanzapin 31 24 1222 RD 39 P S1 Bedah Olanzapin 26 18 923 NK 50 L S1 Non Bedah Olanzapin 28 19 1324 LG 38 L SMA Bedah Olanzapin 23 17 1125 KS 63 P SD Non Bedah Olanzapin 27 19 1026 ML 37 L SMA Bedah Olanzapin 30 24 1227 MH 41 P SMA Bedah Olanzapin 24 16 928 AS 51 L SMA Non Bedah Olanzapin 24 18 729 KA 58 L SMP Non Bedah Olanzapin 25 17 930 AM 62 P SMP Bedah Olanzapin 29 22 12