KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA SMA NEGRI I GUNUNG SINDUR BOGOR SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyratan Memperoleh Gelar Sarjana Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta OLEH: ARIF RAHMAN TANJUNG 10201822417 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1427 H/2006 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA SMA NEGRI I
GUNUNG SINDUR BOGOR
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyratan Memperoleh Gelar Sarjana Kependidikan
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
OLEH:
ARIF RAHMAN TANJUNG
10201822417
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 H/2006 M
id2035078 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIR RAHMANI RAHIM
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT Tuhan Rob segala
alam sehingga dengan Rahmat-Nya serta kalimatnya yang suci yaitu BISMILLAH
merupakan penyadaran atas diri seorang manusia yang akan jiwanya tenggelam
dalam dunia kesebaragaman makhluk. Salawat dan salam tak lupa penulis sanjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya yang telah membimbing
umatnya kejalan yang benar diatas keridhaan ALLAH SWT.
Sekalipun skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun ini merupakan salah satu
hasil usaha yang maksimal, karena dalam proses penyelesaiannya tidak sedikit
kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan ALLAH
SWT, yang telah memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta
bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih khususnya kepada :
1. Prof. Dr. Rosyada,MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Yefneity Z, M.Pd., Ketua Jurusan Program Kependidikan Islam.
3. Drs. Syauki, M.Pd., Ketua Prodi Program Studi Manajemen Pendidikan, serta
seluruh Dosen dan Staf Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. H. Mu�arif, M.Pd., Sekretaris Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Yefnelty Z M.Pd., yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta
meluangkan waktunya memberikan arahan dan petunjuk kepada penulis,
sehingga sripsi ini dapat diselesaikan.
6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Umum Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan literature yang diperlukan
dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Drs. H. Hidayat, Kepala Sekolah SMAN I Gunung Sindur Bogor
beserta seluruh elemen civitas akademika SMAN I Gunung Sindur Bogor
dilingkungan sekolah yang telah memberikan izin untuk mengadakan
penelitian lapangan dan memberikan data-data yang telah dibutuhkan dalam
penyusunan skripsi ini.
8. AL-Habib Fadridhal Atros AL-Kindhy Al-Asyari sebagai guru besar saya
yang telah memberikan pemahaman islam dan pembimbing dalam mencari
substansi tentang ketuhanan dan juga asisten Gubesku yaitu ABI Agus Padang
dari cabang Menteng beliau telah memberikan semangat dan motivasiku
dalam tahap pencarian ku dalam menuju Al-Haq dan juga Aa. Iyang Guru
Mursid ku yang mana dia memberi motivasi dan dukungan untuk skripsi ini.
9. Orang tua penulis, Ayahanda H. Asri Anwar dan Bunda Hj. Desri Nelly S.Pd
yang telah memberikan dorongan dan curahan perhatian baik moril maupun
materil serta doa yang selalu teriring setiap saat untuk ananda dalam
menghadapi segala hal. Skirpsi ini merupakan persembahan untuk orang tua,
semoga ALLAH SWT memberikan pahala yang berlipat ganda dan semoga
bias mewujudkan harapan Ayahanda dan ibunda tercinta, Amin.
10. Adik-adikku yaitu Rizki Laili Fitri dan Muhammad Reza Rahadian Tanjung
yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.
Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan dibalas oleh
ALLAH SWT, dengan pahala yang berlipat ganda.
Akhirnya penulis selain bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dan menyadari
masih banyak kekurangan dalam konsep maupun penulisannya.
Jakarta, 22 Desember 2006
Penulis
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA SMA NEGRI I GUNUNG SINDUR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana
Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Oleh:
Arif Rahman Tanjung
102018224171
Dibawah Bimbingan
Yefnelty Z, M.P.D
NIP.150 209 382
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 H /2006 M
id2052359 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIR RAHMANI RAHIM
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT. Tuhan semesta alam,
sehingga dengan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan
salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhamad SAW, keluarga serta
sahabatnya yang telah membimbing umat kejalan yang benar diatas keridhaan ALLAH
SWT.
Sekalipun skripsi ini masih jauh dari kesempurana, namun ini merupakan suatu
hasil usaha yang maksimal, karena dalam peroses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan
dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan ALLAh SWT, yang telah
memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis
terima dari berbagi pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih khususnya
kepada :
1. Prof. Dr. Rosyada, MA, Dekan Falkultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Syauki, M.Pd., Ketua Prodi Program Studi Manajemen Pendidikan, serta
seluruh Dosen dan Staf Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. H. Mu�arif, M. Pd., Sekertaris Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Yefnelty Z, M.Pd., yang telah memberikan arahan dan bimbingan,meluangkan
waktu, mengarahkan dan petunjuk-petunjuk yang berharga kepada penulis,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menyediakan literatur yang
diperlukan dalam penulisan dan peyusunan sekripsi ini.
6. Bapak Drs.H. Hidayat kepala sekolah SMAN I Gunung Sindur Bogor berserta
seluruh elemen civitas akademika SMAN I Gunung Sindur dilingkungan sekolah
yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian lapangan dan
memberikan dat-data yang telah dibutukan dalam penysunan skripsi ini.
7. AL-Habib Faridal Atros Al -Kindi AL -Asyari sebagai guru dan juga asisten ABI
Agus Padang Dan juga Guru ku AA.Iyang , yang telah memberikan pengetahuan,
motivasi, dan dukungan untuk menyelesaiakn skripsi ini.
8. Orang tua penulis, Ayahnda H.Asri Anuar dan bunda Hj, Desri Nelly S.p.d. yang
telah memberikan dorongan dan curuhan perhatian baik moril maupun materil
serta doa yang selalu teriring setiap saat untuk anada dalam menghadapi segala
hal. Sekripsi ini merupakan persembahan untuk orang tua, semoga ALLAH SWT.
Memberikan pahala yang berlipat ganda dan semoga bisa mewujudkan harapan
ayahnda dan ibunda tercinta. Amin.
9. Adik-adiku yaitu Rizki Laili Fitri, Muhamad Reza Rahadian Tanjung yang telah
memberi semangat untuk menyelesaiakan sekripsi ini.
10. Teman-temanku di KI MP yaitu :Ruli Muharam S.Pd.I, Zahrudin S.Pd.I, Zukri,
Deden, Syarul,Wiwik zulpianti,dan teman-teman pengajianku dalam penempuh
perjalan hidup untuk mengenal diri dalm kaca mata taswuf Nahwadi, M.Fajri
Irawan, Zubair, Akbar, Zulfahri, yang telah membantu dalam menyelesaikan dan
memberikan saranya untuk penulisan sekripsi ini.
11. semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.
Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan dibalas oleh ALLAH
SWT, dengan pahala yang berlipat ganda.
Akhirnya penulis selin bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dan menyadari
masih banyak kekurangan dalam konsep maupaun penulisannya.
Jakarta,22 Desmber 2006
Penulis
iv
Kata Pengantar .................................................................................................. i
Daftar Isi ............................................................................................................. ii
Daftar Lampiran ................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
C. Identifikasi Masalah.................................................................. 5
D. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 6
BAB II : ACUAN TEORITIK TERDIRI DARI KEPEMIMPINAN,
DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. ................................8
A. KEPEMIMPINAN ........................................................................8
D. Proses Pencatatan dan Pengambilan Penelitian ..............................42
1. Macam-macam Data .................................................................42
2. Sampel Penelitan.......................................................................42
3. Metode Pengumpulan Data.......................................................43
E. Analisa Data ...................................................................................45
BAB IV : HASIL PENELITIAN ........................................................................49 A. Hasil Penelitian ......................................................................... .....49
1. Gambaran Umum SMA Negri I Gunung Sindur ................ .....49
2. Fasilitas SMA Negri I Gunung Sindur ............................... .....72
B. Data Tentang Gaya kepemimpinan dalam Penerapan MBS..... .....74
C. Pembahasan Hasil Penelitian��������������..
vi
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 96
A. Kesimpulan ............................................................................... 96
B. Saran-saran................................................................................ 97
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 99
Menurut Handoko, ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang
diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan
situasional.6 Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu
kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud
mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan
dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan
bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan
perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasii
kelompok apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga yaitu pandangan
situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi
yang menentukan efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni
tugas-tugas yang dilakukan,
keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman
masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini telah
menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud
untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar
efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.
Ketiga pendekatan tersebut dapat digambarkan secara kronologis sebagai
berikut:7
6 Ibid, hal. 295 7 Ibid,, hal, 296
11
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah teori kepemimpinan dari
pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi pendekatan ini masih difokuskan
lagi pada gaya kepemimpinan (leadership style), sebab gaya kepemimpinan
bagian dari pendekatan perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada
proses dinamika kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu
untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu situasi tertentu.
Gaya kepemimpinan ialah pola-pola perilaku pemimpin yang digunakan
untuk mempengaruhi aktuivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai
tujuan dalam suatu situasi organisasinya dapat berubah bagaimana pemimpin
mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan
dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan
meningkatkan kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan
bawahannya.
Para penelti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yaitu gaya
dengan orientasi tugas (Task Oriented) dan gaya dengan orientasi karyawan
(Employee Oriented).8 Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi
bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang
diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan
8 Ibid, hal. 299
Sifat-sifat Perilaku Situasional Contingency
12
pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan.
Sedangkan manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi
bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota
kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan
bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana
persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati
dengan para anggota kelompok.9
Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil
keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak diperlukan, karena
pengambilan keputusan tersebut terkait dengan tugas bawahan sehari-hari.
Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya tidak dilakukan. Namun pemimpin
dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang
bijaksana kepada bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan
organisasi.
Selanjutnya gaya kepemimpinan digunakan dalam berinteraksi dengan
bawahannya, melalui berinteraksi ini antara atasan dan bawahan masing-masing
memilki status yang berbeda. Berinteraksinya dua status yang berbeda terjadi,
apabila status pemimpin dapat mengerti keadaan bawahannya. Pada umumnya
bawahan merasa dilindungi oleh pimpinan apabila pimpinan dapat menyejukkan
hati bawahan terhadap tugas yang dibebankan kepadanya. Cara berinteraksi oleh
pimpinan akan mempengaruhi tujuan organisasi. Bawahan umumnya lebih 9 Ibid., hal. 294
13
senang menerima atasan yang mengayomi bawahan sehingga perasaan senang
akan tugas timbul, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja karyawan.
Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan kondisi bawahan
guna pencapaian tujuan organisasi. Gaya yang akan digunakan mendapat
sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses mempengaruhi bawahan berjalan
baik dan disatu sisi timbul kesadaran untuk bekerja sama dan bekerja produktif.
Bermacam-macam cara mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan
pemimpin yaitu tujuan organisasi.
Pimpinan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan
fungsi, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi dalam
kepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan pengambilan keputusan.
Pola dasar terhadap gaya kepemimpinan yang lebih mementingkan
pelaksanaan tugas oleh para bawahannya, menuntut penyelesaian tugas yang
dibebankan padanya sesuai dengan keinginan pimpinan. Pemimpin menuntut agar
setiap anggota seperti dirinya, menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang
kuat dalam melaksanakn tugas-tugasnya. Pemimpin beranggapan bahwa bila
setiap anggota melaksanakn tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan dicapai
hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing-masing
anggota.
Gaya kepemimpinan yang berpola untuk mementingkan pelaksanaan
kerjasama, pemimpin berkeyakinan bahwa dengan kerjasama yang intensif,
efektif, dan efisien, semua tugas dapat dilaksanakan secara optimal. pelaksanakan
14
dan bagaimana tugas dilaksanakan berada diluar perhatian pemimpin, karena
yang penting adalah hasilnya bukan prosesnya. Namun jika hasilnya tidak seperti
yang diharapkan, tidak ada pilihan lain, selain mengganti pelaksananya tanpa
menghiraukan siapa orangnya. Pola dasar ini menggambarkan kecenderungan,
jika dalam organisasi tidak ada yang mampu, mencari pengganti dari luar
meskipun harus menyewa serta membayar tinggi.
Pemimpin hanya membuat beberapa keputusan penting pada tingkat tertinggi
dengan pemahaman yang konseptual. Pemimpin yang efektif dalam organisasi
menggunakan desentralisasi dalam membuat keputusannya. Hal tersebut
memberikan kewenangan pada bawahan serta melaksanakan sharing dalam
memutuskan suatu keputusan.
a. Pendekatan Perilaku Kepemimpinan
Prilaku kepemimpinan cenderung diekspreikan dalam dua gaya
kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.10 Gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas menekankan pada pengawasan
yang ketat. Dengan pengawasan yang ketat dapat dipastikan bahwa tugas yang
diberikan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Gaya kepemimpinan ini lebih
menekankan pada tugas dan kurang dalam pembinaan karyawan.. Sedangakan
gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan, mengutamakan untuk
memotivasi dari mengontrol bawahan, dan bahkan dalam beberapa hal
10 Stoner dan Freeman, op.cit., p. 475.
15
bawahan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang terkait
dengan bawahan.
Kedua gaya kepemimpinan tersebut, dapat dirasakan oleh bawahan
secara langsung ketika pimpinan berinteraksi dengan bawahannya. Setiap
pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda, karena banyak faktor
yang mempengaruhinya. Bawahan pada umumnya cenderung loebih
menyukai gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan atau
bawahan, karena merasa lebih dihargai dan diperlakukan secara manusiawi,
memanusiakan manusia sehingga kan mempengaruhi tingkat produktivitas
kerja dan kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan yang berorintasi
pada tugas, lebih menekankan pada penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan
pada karyawan. Pimpinan pada umunya lebih memperhatikan hasil daripada
proses. Keadaan tersebut membentuk kondisi tempat kerja menjadi kurang
kondusif, karena masing-masing karyawan berkonsentrasi pada tugas yang
harus diselesaikan karena terikat waktu dan tanggungjawab.
b. Gaya Managerial Grid
Menurut Blake dan Mountoun, ada empat gaya kepemimpinan yang
dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrem11, sedangkan lainnya hanya satu
gaya yang ditengah-tengah gaya ekstrem tersebut. Gaya kepemimpinan dalam
managerial grid yaitu: (1) Manajer tim yang nyata (the real team manager),
(2) Manajemen club (the country club management), (3) Tugas secara 11 Robert R Black dan Jane S. Mouton, The New Managerial Grid, Gulf Publishing, Houston, 1978.
16
otokratis (authocratic task managers), dan (4) Manajemen perantara
(organizational man management).
c. Teori Kepemimpinan Situasional
Dalam mengembangkan teori kepemimpinan situasional Hersey dan
Blanchard mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif
berbeda-beda sesuai dengan kematangan bawahan. Kematangan atau
kedewasaan bukan sebagai sebatas usia atau emosional melainkan sebagai
keinginan untuk menerima tanggungjawab, dan kemampuan serta pengalaman
yang berhubungan dengan tugas. Hubungan antara pimpinan dan bawahan
bergerak melalui empat tahap yaitu: (a) hubungan tinggi dan tugas rendah, (b)
tugas rendah dan hubungan rendah, (c) tugas tinggi dan hubungan tinggi, dan
(d) tugas tinggi dan hubungan rendah.
Pimpinan perlu mengubah gaya kepemimpinan sesuai dengan
perkembangan setiap tahap, dan pada gambar di atas terdapat empat tahap.
Pada tahap awal, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi, gaya
kepemimpina yang berorientasi tugas paling tepat. Pada tahap dua, gaya
kepemimpina yang berorientasi tugas masih penting karena belum mampu
menerima tanggungjawab yang penuh. Namun kepercayaan dan dukungan
pimpinan terhadap bawahan dapat meningkat sejalan dengan makin akrabnya
dengan bawahan dan dorongan yang diberikan kepada bawahan untuk
berupaya lebih lanjut. Sedangkan pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi
prestasi bawahan meningkat, dan bawahan secara aktif mencari
17
tanggungjawab lebih besar, sehingga pemimpin tidak perlu lagi bersifat
otoriter. Dan pada tahap empat (akhir), bawahan lebih yakin dan mampu
mengarahkan diri, berpengalaman serta pimpinan dapat mnegurangi jumlah
dukungan dan dorongan. Bawahan sudah mampu berdiri sendiri dan tidak
memerlukan atau mengharapkan pengarahan yang detil dari pimpinannya.
Pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional sangat tergantung dengan
kematangan bawahan, sehingga perlakuan terhadap bawahan tidak akan sama
baik dilihat dari umur atau masa kerja.
d. Gaya Kepemimpinan Fiedler
Di sini Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan model
Kontingensi Kepemimpian yang Efektif(A Contingency Model of Leadership
Effectiveness) berhubungan anatar gaya kepemimpinan dengan situasi yang
menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan dalam
hubungannya dengan dimensi-dimensi sebagai berikut:
1) Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan
mempengaruhi situasi.
2) Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan tidak kepastian.12
Gaya kepemimpinan diatas, sama dengan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan dan berorientasi pada tugas, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Fiedler mengukur gaya kepemimpinan dengan skala
yang menunjukan tingkat seseorang menguraikan secara menguntungkan atau
12 T. Hani Handoko, Op. Cit, hal 311
18
merugikan rekan sekerjanya yang paling tidak disukai (LPC, Least Preferred
Co-worker), karyuawan yang hampir tidak dapat diajak bekerjasama dengan
orang tadi. Dalam hal ini ditentukan delapan kombinasi yang mungkin dari
tiga variabel dalam situasi kepemimpinan tersebut dapat menunjukan
hubungan antara pemimpin dengan anggota dapat baik atau buruk, tugas dapat
struktur, dan kekuasaan dapat kuat atau lemah. Pemimpin dengan LPC rendah
yang berorientasi tugas atau otoriter paling efekif dalam situasi ekstrem,
pemimpin mempunyai kekuasaan dan pengaruh amat besar atau mempunyai
kekuasaan dan pengaruh amat kecil.
e. Gaya Kepemimpinan Kontinum.
Tannenbaum dan Schmidt mengusulkan bahwa, seorang manajer perlu
mempertimbangkan tiga perangkat kekuatan sebelum memilih gaya
kepemimpinan yaitu: kekuatan yang ada dalam diri manajer sendiri, kekuatan
yang ada pada bawahan, dan kekuatan yang ada dalam situasi.
Sehubungan dengan teori tersebut terdapat tujuh tingkat hubungan
pemimpin dengan bawahan yaitu: (1) manajer mengambil keputusan dan
gagasan dan mengundang pertanyaan, (4) manajer menawarkan keputusan
sementara yang masih diubah, (5) manajer menyajikan masalah, menerima
saran, membuat keputusan, (6) manajer menentukan batas-batas, meminta
kelompok untuk mengambil keputusan, dan (7) manajer membolehkan
bawahan dalam batas yang ditetapkan atasan.
19
f. Gaya Kepemimpinan menurut Likert
Menurut Likert, bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya
participative management, yaitu keberhasilan pemimpin adalah jika
berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan komunikasi.13 Selanjutnya ada
empat sistem kepemimpinan dalam manajemen yaitu sebagai berikut:
1) Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya otoriter (ekspoitive-
authoritive). Pemimpin hanya mau memperhatikan pada komunikasi
yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan
keputusan di tingkat atas saja.
2) Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik
hati (benevalent autthoritive). Pemimpin mempunyai kepercayaan
yang terselubung, percaya kepada bawahan, mau memotivasi dengan
hadiah-hadiah tetapi bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan
sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.
3) Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan yang konsultatif.
Pemimpin menentukan tujuan, dan mengemukakan pendapat berbagai
ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui proses diskusi dengan
para bawahan. Bawahan di sini merasa sedikit bebas untuk
membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaan bersama
atasannya.
13 Thoha, op. cit., pp. 59-61
20
4) Sistem 4, dalam sistem ini dinamakan pemimpin yang bergaya
kelompok berparsipatif (participative group). Karena pemimpin dalam
penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan bersama.
Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk
membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya bersama
atasannya.
Dari keempat sistem diatas, sistem ke 4 mempunyai kesempatan untuk
sukses sebagai pemimpin, karena mempunyai organisasi yang lebih produktif.
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, maka yang
dimaksud dengan gaya kepemimpinan dalam tulisan ini adalah penilaian
karyawan terhadap gaya kepemimpinan pemimpin atau atasan dalam
mempengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi yang mencakup ke
dalam tiga aspek yaitu: gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas,
gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan, dan gaya kepemimpinan
yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan. Gaya kepemimpinan
pada tugas terdiri dari empat indikator yaitu: (1) Pengawasan yang ketat, (2)
pelaksanaan tugas, (3) memberi petunjuk, dan (4) mengutamakan hasil
daripada proses. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan terdiri
dari empat indikator yaitu: (1) melibatkan bawahan dalam pengambilan
keputusan, (2) memberi dukungan, (3) kekeluargaan, dan (4) kerjasama. Dan
gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan
21
terdiri dari empat indikator yaitu: (1) ketekunan bekerja, (2) aktif, (3)
pengalaman
g. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS
Dalam Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang program
pembangunan nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan
perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen
pendidikan dari sentralistik ke disentralistik menuntut proses pengambilan
keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk
pendidikan dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom
seperti itu dapat dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan MBS. Dalam
melaksanakan MBS menurut Komite Reformasi Pendidikan, kepala sekolah
perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis.
Kepemimpinan transformasional dapat dicirikan dengan adanya proses
untuk membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan
memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran.
Dalam kepemimpinan transformasional menurut Burns, pemimpin mencoba
menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang
lebih tinggi dan nilai-nilai moral. Masih menurut Burns, kepemimpinan
transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang
didasarkan atas kekuasaan birokratis dan memotivasi para pengikutnya demi
kepentingan diri sendiri.
22
Kepemimpinan transformational mampu mentransformasi dan memotivasi
para pengikutnya dengan cara :14 (1) membuat mereka sadar mengenai
pentingnya suatu pekerjaan,(2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan
organisasi daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuhan-
kebutuhan pengikut pada tarap yang lebih tinggi. Tipe kepemimpinan
transformasional dapat sejalan dengan fungsi manajemen model MBS.
Pertama, adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi yang
tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama. Kedua, para
pelaku mengutamakan kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi.
Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.
B. Manajemen Berbasis Sekolah
1. Pengertian
Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,
yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar
basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan
mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan
makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber
14 Nurkolis.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta : PT. Grasindo, cet ke 2, hal.172
23
daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau
pembelajaran.
Gagasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam Bahasa Inggris School-
Based Management pada dewasa ini menjadi perhatian para pengelolaan
pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan
tingkat Sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka
setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti
disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut
mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan
dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami
dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam
penyelenggaraan pendidikan, khususnya Sekolah, karena implementasi MBS
tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik Sekolah dan
tatanan pengelolaan Sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola
kebijakan dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan
Sekolah.
Mengemukakan MBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang
memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi Sekolah untuk mengatur
kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan Sekolah yang
bersangkutan. 15Dalam MBS, Sekolah merupakan institusi yang memiliki full
authority and responsibility untuk secara mandiri menetapkan program-program
15 Ibid., hal. 19
24
pendidikan (kurikulum) dan implikasinya terhadap berbagai kebijakan Sekolah
sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai Sekolah.
Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari
manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah
pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber
daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan
paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar
sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu
sendiri.
Dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari School-
Based Management (SBM). Istilah ini mula-mula muncul di Amerika Serikat pada
tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau
sekolah. Reformasi itu dapat diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan
tahun tidak dapat menunjukan peningkatan yang berarti dalam memenuhii
tuntutan perubahan lingkungan sekolah.
Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi
kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk
alternatif Sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka
otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di samping agar Sekolah
lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
25
Secara umum manajemen berbasis sekolah/Sekolah dapat diartikan
sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah dan mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan,
orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Dengan otonomi yang lebih besar,
maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola
sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah
lebih berdaya dalam mengembangkan program yang, tentu saja, lebih sesuai
dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Demikian juga, dengan
pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara
langsung dalam pengambilan keputusan, maka rasa memiliki warga sekolah
dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan
peningkatan rasa tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggungjawab,dan
peningkatan rasa tanggungjawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah
terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan partisipatif. Baik
peningkatan otonomi sekolah maupun pengambilan keputusan partisipatif
tersebut kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional yang berlaku.
26
2. Alasan dan Tujuan
MBS di Indonesia yang menggunakan model Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) muncul karena beberapa alasan sebagaimana
diungkapkan oleh Nurkolis antara lain16 pertama, sekolah lebih mengetahi
kekeuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan
sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan
warga sekolah dan masyarakat dalam pengmabilan keputusan dapat menciptakan
transparansi dan demokrasi yang sehat.
Menurut bank dunia, terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS antara
lain alasan ekonomis, politis, professional, efisiensi administrasi, finansial,
prestasi siswa, akuntabilitas, dan efektifitas sekolah.
Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum,
kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya,
dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum.17 Bagi sumber daya manusia,
peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya pengetahuan dan
ketrampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraanya pula.
Keuntungan-keuntungan penerapan MBS sebagaimana dikutip dari hasil
pertemuan The American Association of School Administration, The National
16 Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
hal. 21 17 Ibid. hal. 24
27
Association of Elementary School Principal, The National of Secondary School
Principal pada tahun 1998 adalah:18 Pertama, secara formal MBS dapat
memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah.
Kedua, meningkatkan moral guru. Ketiga, keputusan yang diambil sekolah
mengalami akuntabilitas. Hal ini terjadi karena konstituen seklah mengalami andil
yang cukup dalam setiap pengambilan kepurusan. Keempat, menyesuaikan
sumber keuangan terhadap tujuan instruksioanl yang dikembangkan di sekolah.
Kelima, menstimulasi munculnya pemimpin baru di sekolah. Keputusan yang
diambil pada tingkat sekolah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran
seorang pemimpin. Keenam, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas
komunikasi tiap komunitas sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah.
3. Strategi Implementasi MBS
MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui
otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal
ini sekolah dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada
redistribusi otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung
desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat
keputusan.19 Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi
kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk
alternative Sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka
18 Ibid, hal. 25 19 Op.,Cit, hal.45
28
otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan disamping agar Sekolah
lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Merupakan suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih
besar kepada Sekolah dan mendorong Sekolah untuk melakukan pengambilan
keputusan secara partisipatif dalam memenuhi kebutuhan mutu Sekolah atau
untuk mencapai sasaran mutu Sekolah. Keputusan partisipatif yang dimaksud
adalah cara pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang
terbuka dan demokratik, dimana warga Sekolah (guru, siswa, karyawan,
orangtua siswa, tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat langsung dalam
proses pengambilan keputusan yang dapat berkonstribusi terhadap pencapaian
tujuan Sekolah.
MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan
tanggap terhadap kebutuhan masyarakat Sekolah setempat. Karena siswa
biasanya datang dari berbagai latar belakang kesukuan dan tingkat sosial,
salah satu perhatian Sekolah harus ditujukan pada asas pemerataan (peluang
yang sama untuk memperoleh kesempatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan
politik) Di lain pihak, Sekolah juga harus meningkatkan efisiensi, partisipasi,
dan mutu serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Ciri-ciri
MBS, bisa diketahui antara lain dari sudut sejauh mana Sekolah dapat
mengoptimalkan kemampuan manajemen Sekolah, terutama dalam
pemberdayaan sumber daya yang ada menyangkut Sumber Daya Kepala
29
Sekolah dan Guru, partisipasi masyarakat, pendapatan daerah dan orang tua,
juga anggaran Sekolah sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Kemampuan Manajemen Sekolah
Kemampuan
Sekolah
Kepala Sekolah
dan Guru
Partisipasi
Masyarakat
Pemdapatan
Daerah dan
Orang Tua
Anggaran
Sekolah
1. Sekolah
dengan kemam-
puan manaje-
men tinggi
Kepala Sekolah
dan guru ber-
kompetensi ting-
gi (termasuk ke-
pemimpinan
Partisipasi
masyarakat ting-
gi (termasuk du-
kungan dana)
Pendapatan dae-
rah dan orang tua
tinggi
Anggaran seko-
lah di luar ang-
garan pemerintah
besar
2. Sekolah
dengan kemam-
puan manaje-
men sedang
Kepala Sekolah
dan guru ber-
kompetensi se-
dang (termasuk
kepemimpinan
Partisipasi
masyarakat se-
dang (termasuk
dukungan dana)
Pendapatan dae-
rah dan orang tua
sedang
Anggaran seko-
lah di luar ang-
garan pemerintah
sedang
3. Sekolah
dengan kemam-
puan manaje-
men rendah
Kepala Sekolah
dan guru ber-
kompetensi ren-
dah (termasuk
kepemimpinan
Partisipasi
masyarakat ku-
rang (termasuk
dukungan dana)
Pendapatan dae-
rah dan orang tua
rendah
Anggaran seko-
lah di luar ang-
garan pemerintah
kecil atau tidak
ada
Sumber : Tabel dari Sulaeman Hariadi dari makalah berjudul Manajemen
Berbasis Sekolah dalam Kerangka Desentralisasi Pendidikan di Jakarta, Program S-2 UNJ Tahun 1999.
Jurnal pendidikan UNJ
Secara konsepsional Manajemen Berbasis Sekolah diharapkan
membawa dampak terhadap peningkatan kerja Sekolah dalam hal mutu,
efisiensi manajemen keuangan, pemerataan kesempatan, dan pencapaian
tujuan politik (perkembangan iklim demokrasi) suatu bangsa lewat perubahan
30
kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik, edukatif, administrasi,
manajemen dan anggaran pendidikan.
Konsekuensi penerapan manajemen berbasis Sekolah (MBS)
menjadi tanggung jawab dan ditangani oleh Sekolah secara profesional.
Aspek-aspek yang menjadi bidang garapan Sekolah meliputi:
a. Perencanaan dan evaluasi program Sekolah, b. Pengelolaan kurikulum yang bersifat inklusif, c. Pengelolaan proses belajar mengajar, d. Pengelolaan ketenagaan e. Pengelolaan perlengkapan dan peralatan, f. Pengelolaan keuangan g. Pelayanan siswa h. Hubungan Sekolah-masyarakat i. Pengelolaan iklim Sekolah.
Seperti telah dinyatakan di atas, konsep Manajemen Berbasis Sekolah
dalam prakteknya menggambarkan sifat-sifat otonomi Sekolah, dan oleh
karenanya sering pula disebut sebagai Site-Based Management, yang merujuk
pada perlunya memperhatikan kondisi dan potensi kelembagaan setempat
dalam mengelola Sekolah. Makna "berbasis Sekolah" dalam konsep MBS sama
sekali tidak meninggalkan kebijakan-kebijakan startegis yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat atau daerah otonomi. Misalnya, standar kompetensi siswa,
standar materi pelajaran pokok, standar penguasaan minimum, standar
pelayanan minimum, penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar
efektif setiap tahun dan lain-lain (lihat UU No. 20/2003 Pasal 51 PP Nomor 25
tahun 2000 yang telah diubah dengan PP Nomor 33 Tahun 2004 tentang
31
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom).
Menurut Buku pedoman MBS yang diterbitkan Ditjen Kelembagaan
Agama Islam, 2004. ada empat tahapan implementasi MBS, yaitu sosialisasi,
piloting, pelaksanaan, dan diseminasi. Tahap sosialisasi merupakan tahap
penting mengingat luasnya wilayah nusantara terutama daerah-daerah yang sulit
dijangkau oleh media informasi, baik cetak maupun elektronik. Ini bahkan
menjadi lebih sulit, karena masyarakat Indonesia pada umumnya tidak mudah
menerima perubahan. Banyak perubahan, baik personal maupun organisasional
memerlukan pengetahuan dan keterampilan baru. Dengan begitu masyarakat
dapat beradaptasi lebih baik dengan lingkungan yang baru. Dalam
mengefektifkan pencapaian tujuan perubahan, diperlukan kejelasan tujuan dan
cara yang tepat, baik menyangkut aspek proses maupun pengembangan.
Tahap piloting merupakan tahap uji coba agar penerapan konsep
manajemen berbasis Sekolah tidak mengandung resiko. Efektifitas model uji
coba memerlukan persyaratan dasar yaitu akseptabilitas, akuntabilitas,
reflikabilitas dan substainabilitas. Akseptabilitas artinya adanya penerimaan
dari para tenaga kependidikan, khususnya guru dan kepala Sekolah sebagai
pelaksana dan penanggungjawab pendidikan di Sekolah. Akuntabilitas artinya
bahwa program MBS harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara konsep
opersional maupun pendanaannya. Reflikabilitas artinya model MBS yang
diujicobakan dapat direflikasi di Sekolah lain sehingga perlakuan yang
32
diberikan kepada Sekolah uji coba dapat dilaksanakan di Sekolah lain.
Sementara sustainabilitas artinya program tersebut dapat dijaga
kesinambungannya setelah dilakukan ujicoba.
Tahap pelaksanaan merupakan tahap untuk melakukan berbagai diskusi
curah pendapat dan lokakarya mini antara kelompok kerja MBS dengan
berbagai unsure terkait, yakni guru, kepala Sekolah, pengawas, tokoh agama,
pengusaha dan para akademisi. Sedang tahap diseminasi merupakan tahapan
memasyarakatkan model MBS yang telah diujicobakan ke berbagai Sekolah
baik negeri maupun swasta, agar seluruh amdrasah dapat mengimplementasikan
MBS secara efektif dan efisien sesuai dengan kondisi masing-masing.
Kewenangan yang penuh dan luas bagi Sekolah untuk mengembangkan
lembaga menjadi sebuah pendidikan yang mandiri maju dan mandiri serta
bertanggungjawab terimplementasikan dalam bentuk manajemen yang berbasis
Sekolah. Kepala Sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan,
perencanaan dan pandangan yang luas tentang kependidikan. Wibawa Kepala
Sekolah harus ditumbuhkembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian,
semangat belajar, disiplin kerja keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai
modal perwujudan iklim kerja yang kondusif.
Impelementasi MBS di Indonesia perlu didukung oleh perubahan
mendasar dalam kebijakan pengelolaan Sekolah, dengan memperhatikan iklim
lembaga yang kondusif, otonomi Sekolah, kewajiban Sekolah,kepemimpinan
kepala Sekolah yang demokratis dan professional, serta partisipasi masyarakat
dan orangtua peserta didik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan pendidikan di Sekolah.
33
4. Komponen MBS
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan
Keagamaan Depag RI lebih mendapatkan kata kunci diberlakukannya MBS,
yaitu terletak pada empat komponen :20
a. Pelimpahan dan Pembagian Wewenang
Desentralisasi kewenangan dilakukan dengan cara pelimpahan
wewenang kepada aktor tingkat Sekolah (kepala Sekolah, guru, dan oran
tua) untuk mengambil keputusan. Untuk mengoperasikan pelimpahan
wewenang tersebut dibutuhkan adanya pembagian kewenangan yang jelas
antara dewan Sekolah, pemerintah maupun para pelaksana pendidikan di
Sekolah. Dewan Sekolah yang anggotanya terdiri dari kepala Sekolah,
tokoh masyarakat, tokoh pemerintah, orang tua, guru dan murid diberi
kewenangan untuk membuat kebijakan, aturan-aturan dan menyetujui
program Sekolah yang dilaksanakan. Pemerintah memiliki kewenangan
untuk menyiapkan anggaran (block grant quota), menetapkan kurikulum
nasional serta menyelenggarakan Unas untuk sertifikasi lanjutan studi dan
bekerja.
b. Informasi Dua Arah dan Tanggung Jawab Untuk Kemajuan
Informasi bersifat dua arah, yaitu top down (dari atas ke bawah) dan
botom up (dari bawah ke atas) yang berisi tentang ide, isu-isu dan gagasan
20 Depad RI.2001.Perencanaan Pendidikan Menuju Madrasah Mandiri, Jakrta : Balitbang,
hal.32-34
34
pelaksanaan pelaksanaan tugas serta kinerja, produktivitas sikap pegawai.
Informasi yang dua arah akan memungkinkan terjadinya proses komunikasi
yang dialogis dan efektif sehingga semua pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan dapat berbagi informasi dalam upaya
pengambilan keputusan atau perbaikan-perbaikan penyelenggaraan
pendidika. Selain itu, desentralisasi informasi juga bermanfaat untuk
menguatkan rasa pemilikan dan tanggung jawab bersama untuk memajukan
Sekolah atau pendidikan.
c. Bentuk dan Distribusi Penghargaan
Penghargaan dalaam bentuk penggajian, insentif maupun
penghargaan non material dalam bentuk internal (produk kerja, kepuasan
kerja) maupun bentuk penghargaan eksternal (pujian, uang, dan
penghargaan lainnya) akan terdistribusikan secara tepat terhadap individu-
individu sesuai dengan kontribusi, partisipasi dan tingkat keberhasilannya
di dalam pelaksanaan tugas yang diembannya. Kondisi seperti itu akan
memungkinkan setiap pegawai untuk merasa bangga terhadap tugas yang
diembannya, mendorong untuk berpartisipasi/bekerja sepenuhnya serta
akan bertanggung jawab terhadap segala keputusan dan tindakan yang
dilakukannya.
d. Penetapan Standar Pengetahuan dan Keterampilan
Desentralisasi pengetahuan dan keterampilan berkaitan erat dengan
pentapan standar kompetensi yang variatif sesuai dengan tuntutan yang ada
35
serta memberikan peluang kepada pihak-pihak pelaksana pendidikan untuk
senantiasa meningkatkan kompetensinya secara mandiri dengan penuh
kesadaran dan bertanggung jawab terhadap kinerja yang dihasilkannya.
Kondisi tersebut diharapkan akan menghilangkan sikap saling
melemparkan tanggung jawab atas hasil pendidikan.
5. Faktor Pendukung Keberhasilan Implementasi MBS
Dalam buku Pedoman Manajemen Berbasis Sekolah dikaitkan bahwa
keberhasilan pelaksanaan MBS sangat dipengaruhi oleh berbagai fakta,baik
faktor internal maupun eksternal. Beberapa faktor pendukung tersebut pada
garis besarnya mencakup sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan, gerakan
peningkatan kualitas pendidikan dan gotongroyong kekeluargaan, potensi
sumber daya manusia, organisasi formal dan internal, organisasi profesi serta
dukungan dunia usaha dan dunia industri.
a. Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan
Pemerintah dan seluruh stake halder pendidikan perlu terus
melakukan sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan di berbagai wilayah
kerjanya, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun melalui orientasi
dan workshop.
b. Gerakan Peningkatan Kualitas Pendidikan Yang Dicanangkan Pemerintah
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan,
baik secara konvensional maupun movatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi
36
setelah diamanatkan dalam Undang-undang Sisdiknas bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
peningkatan kualitas pendidikan kepada setiap jenis dan jenjang pendidikan
Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional telah
mencanangkan �Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan � pada tanggal 2
Mei 2002
c. Gotong Royong Dalam Kekeluargaan
Gotongroyong dan kekeluagaan dapat menghasilkan dampak positif
(synergistyc effect) dalam berbagai aktifitas. Gotongroyong dan
kekeluargaan yang membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia
masih dapat dikembangkan dalam mewujudkan Kepala Sekolah yang
profesional, menuju terwujudnya visi pendidikan menjadi aksi nyata di
Sekolah. Kondisi ini dapat ditumbuhkembangkan melalui jalinan
kerjasama dan keeratan hubungan dengan msyarakat dan dunia kerja,
terutama yang berada di lingkungan Sekolah.
d. Potensi Kepala Sekolah.
Kepala Sekolah memiliki berbagai potensi yang dapat
dikembangkan secara optimal. Setiap kepala Sekolah harus memiliki
perhatian yang cukup tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di
Sekolah. Perhatian tersebut harus ditunjukan dalam keamanan dan
kemampuan untuk mengembangkan diri dan Sekolahnya secara optimal.
e. Organisasi Formal dan Optimal
37
Pada sebagian besar lingkungan pendidikan Sekolah di berbagai
wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke umumnya telah memiliki
organisasi formal terutama yang berhubungan dengan profesi pendidikan
seperti Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (Pokjamas), Kelompok Kerja
Sekolah (KKM), Musyawarah Kepala Sekolah (MKM), Dewan
Pendidikan, dan Komite Sekolah. Organisasi-organisasi tersebut sangat
mendukung MBS untuk melakukan berbagai terobosan dalam peningkatan
kualitas pendidikan diwilayah kerjanya.
f. Organisasi Profesi
Organisasi profesi pendidikan sebagai wadah untuk membantu
pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan seperti Pokjawas,
KKM, Kelompok Kerja guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum Peduli Guru
(FPG), dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) sudah terbentuk
hampir diseluruh Indonesia, dan telah menyentuh berbagai kecamatan.
Organisasi profesi tersebut sangant mendukung implementasi MBS dalam
peningkatan kinerja dan prestasi belajar peserta didik menuju peningkatan
kualitas pendidikan nasional
g. Harapan Terhadap Kualitas Pendidikan
MBS sebagai paradigma baru manajemen pendidikan
mempunyai harapan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
serta komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatakan mutu
38
Sekolah secara optimal. Tenaga kependidikan memiliki komitmen dan
harapan yang tinggi bahwa peserta didik dapat mencapai prestasi yang
optimal meskipun dengan segala keterbatasan sumber daya pendidikan
yang ada di Sekolah. Dalam pada itu, peserta didik juga termotivasi untuk
secara sadar meningkatkan diri dalam mencapai prestasi sesuai bakat dan
kemampuan yang dimiliki. Harapan tinggi dari berbagai dimensi Sekolah
merupakan faktor dominan yang menyebabkan Sekolah selalu dinamis
untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan (continous quality
improvement).
h. Input Manajemen
Paradigma baru manajemen pendidikan perlu ditunjang oleh input
manajemen yang memadai dalam menjalankan roda Sekolah dan
mengelola Sekolah secara efektif. Input manajemen yang telah dimiliki
seperti tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang
mendukung implementasi, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas
dari warga Sekolah dalam bertindak, serta adanya sistem pengendalian
mutu yang handal untuk meyakinkan bahwa tujuan yang telah dirumuskan
dapat diwujudkan di Sekolah.
Pada buku pedoman implementasi manajemen berbasis Sekolah yang
diterbitkan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Jakarta, 2002.
39
bahwa faktor pendukung keberhasilan MBS terdiri dari :21
a. Kepenmimpinan dan manajemen Sekolah yang baik. MBS akan jika
ditopang oleh kemampuan professional Kepala Sekolah dalam memimpin
dan mengelola Sekolah secara tepat dan akurat, serta mampu menciptakan
iklim organisasi di Sekolah yang mendukung terjadinya proses belajar
mengajar.
b. Keadaan social ekonomi dan penghayatan masyarakat terhadap pendidikan,
factor luar yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah keadaan
tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam
membiayai pendidikan, serta tingkat penghayatan, harapan dan pelibatan
diri dalam mendorong anak untuk terus belajar.
c. Dukungan pemerintah, hal yang sangat menentukan tingkat keberhasilan
penerapan MBS terutama bagi Sekolah yang kemampuan orang
tua/masyarakatnya relatif belum siap memberikan perannya terhadap
penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana pemerintah dan pemberian
kewenangan dalam pengelolaan Sekolah menjadi penentu keberhasilan.
d. Profesionalisme, faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu
dan hasil kerja Sekolah. Tanpa profesionalisme kepala Sekolah, guru dan
pengawas akan sulit dicapai MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa
yang tinggi pula.
21 Ibid.,hal. .45
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain dan Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena objek yang
diteliti dikomparasikan dengan teori yang ada. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif. Dalam menganalisis data menggunakan model strategi analisis deskriptif
analitik.
B. Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini penulis terhadap buku:
1. Dari perspektif akademis, penelitian ini akan mengambil literatur gaya
kepemimpinan dan MBS.
2. Dilihat dari segi praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menjadi
pedoman bagi para kepala sekolah.
3. sebagai salah satu solusi alternatuf terhadap permasalahan kualitas
pendidikan.
C. Langkah-langkah Penelitian
1. Persiapan
a. Penyusunan Proposal.
id2147125 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
41
b. Pengurusan Izin Penelitian.
c. Pemilahan Informasi Penelitian.
d. Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Kegiatan.
e. Pengembangan Pedoman Pengumpulan Data.
2. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data dilokasi penelitian dengan menggunakan observasi
wawancara, quesioner, dan analisis dokumen.
b. Mempelajari dan memahami data yang telah terkumpul .
c. Pengumpulan data lebih lanjut agar lebih fokus.
3. Menganalisis Data
a. Melakukan analisis awal apabila data yang terkumpul telah memadai.
b. Mengembangkan reduksi data temuan.
c. Melakukan analisis data temuan.
d. Mengadakan pengayaan dan pendalaman data.
e. Merumuskan kesimpulan akhir.
f. Mempersiapkan penyusunan laporan penelitian dan menguji keabsahan
data.
4. Penyusunan Laporan Penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Perbaikan laporan serta menyusun laporan akhir penelitian.
c. Memperbanyak laporan
42
D. Proses Pencatatan dan Pengambilan Data
1. Macam-macam Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan dari tangan pertama.
Data ini berkaitan langsung dengan informan. Misal wawancara dengan
kepsek, guru,dan siswa.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah adata yang diperoleh suatu organisasi atau
perorangan dari pihak lain yang telah mengumpulkan dan dan
mengalihnya, seperti dokumen foto, Cd, disket, buku dan lain-lain.
2. Sampel Penelitian
Berhubung pelaksanaan wawancara mendalam pada penelitian
kualitatif memakai waktu yang lama, maka jumlah sample yang dipakai dalam
penelitian biasanya sangat terbatas.1
Untuk mendapatkan informan kunci yang tepat sesuai dengan fokus
penelitian, maka informan diambil berdasarkan perposive sampling
(pengambilan sampel sesuai kebutuhan). Sumber informasi dalam penelitian
diambil baik dari data primer maupun sekunder. Sumber Informasi Kunci
(Key Informan), yaitu Kepala sekolah dan Sumber Informasi Penunjang
(Supportive Informan ), yang terdiri dari guru, komite sekolah, dengan
perincian: I orang Kepala Sekolah, I orang guru dan I orang TU serta I orang
5) Menjaga ketenangan dan keamanan kampus Sekolah siang dan malam
6) Merawat peralatan jaga malam
7) Melaporkan kejadian secepatnya, bila ada.
Pada tahun 2004/2005, siswa SMAN ini tercatat sebanyak 306 siswa dengan
rincian 144 siswa kelas I, 85 siswa kelas II, dan 29 kelas 3 IPA dan 48 siswa kelas
3 IPS.. Data siswa 3 tahun terakhir tercatat, tahun 2002/2003 sebanyak 280 siswa,
tahun 2003/2004 berjumlah 300 siswa dan tahun 2004/2005 berjumlah 306 siswa
dengan masing-masing tingkat kelas terdiri dari 3 rombel kelas I, 2 rombel kelas
II, dan 2 rombel kelas III., sehingga jumlah seluruhnya 7 ruang.
Jam belajar kelas I, kelas II dan kelas III dilaksanakan pada pagi mulai pukul
07.00 s.d pukul 14.00, setiap harinya menyelesaikan 8 jam pelajaran (JP) kecuali
hari Jumat yang hanya 5 JP. Pada proses itu ada dua tambahan kegiatan berupa
solat sunat dhuha dan Solat Duhur berjamaah sehingg anak pulang telah
melaksanakan kewajiban solat dluhur. Bagi yang akan mengikuti kegiatan ekstra
kurikuler dibatasi sampai dengan jam 17.00 seperti paskibra, pramuka,
perbengkelan, UKS, drum band, marawis dan kegiatan ekstra lainnya.
Sarana dan prasarana terdiri dari 7 ruang belajar yang setiap kelas
menampung 35 sampai dengan 40 siswa, 1ruang guru, 1 ruang tata usaha dan 1
ruang kantor, laboratorium IPA dan Bahasa, fasilitas perpustakaan 2 ruang
70
dengan 400 judul buku yang berjumlah 13.340 buah, ruang parktek komputer,
satu ruang perbengkelan dan satu ruang audio visual.
Kondisi tenaga pengajar 92,59% lulusan Strara Satu (S1) dengan rincian 25
lulusan S1, 2 orang lulusan Diploma 3 dan seluruhnya berjumlah 27 yang terdiri
dari 7 guru PNS dan 20 orang guru tidak tetap. Setiap guru tetap diwajibkan
mengajar di atas 18 Jam pelajaran setiap minggu termasuk Kepala sekolah
diwajibkan mengajar 6 jam pelajaran, sedangkan untuk guru tetap minimal 10 jam
pelajaran.
Untuk nilai Ujian Nasional yang sudah distandarkan oleh pemerintah yaitu
nilai 4,25 untuk tiga mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan
Matematika untuk IPA menghasilkan lulusan 98%. Data lulusan ini tercatat pada
tahun 2002/2003 172 siswa yang mengikuti Ujian Nasional dengan rata-rata 7,32,
tahun 2003/2004 dengan jumlah siswa 170 orang rata-rata 7,41 dan tahun
2004.2005 dengan 174 siswa rata rata 7,23. Siswa yang melanjutkan ke perguruan
tinggi selama 3 tahun terakhir adalah 50 % dan 65 %, dan 55 % sedangkan
sisanya ada yang bekerja dan masuk ke kursus keterampilan yang cepat
mendatangkan keuntungan.
Dalam mewujudkan visi yang sudah dibuat, melalaui rencana kinerja tahunan
(RKT) sebagai dasar pelaksanaan program, sekolah setiap tahun pelajaran telah
menyusun rencana anggaran pendapatan dan pengeluaran sekolah (RAPBM).
Pada dua tahun terakhir ini sekolah memiliki dana yang cukup memadai untuk
kegiatan operasional, termasuk mengalokasikan dana untuk program peningkatan
71
mutu di luar biaya operasional dan untuk peningkatan profesionalisme dan
kreatifutas guru dan siswa.
Anggaran Sekolah terdiri dari pendapatan dari orangua siswa, dan bantuan
pemerintah.. Pada tahun 2002/2003 orang tua siswa melalui Majelis Sekolah
memberi sumabangan bulanan sebesar Rp. 55.000,- 2003/2004 sebesar Rp.
65.000,- dan tahun 2004/2005 sebesar Rp. 70.000,-. Ditambah dengan bantuan
pemerintah yang tidak diduga. Dalam tiga tahun terakhir, RAPBS SMA Negeri
Gunung Sindur selalu terealisir dengan data pada tahun 2002/2003 sebesar Rp.
260.000.000,- tahun berikutnya Rp. 320.000.000,- dan Rp. 345.000.000,- Dana
tersebut digunakan untuk pemeliharaan sarana, biaya honorer guru. Kelebihan
jam mengajar wajib, tunjangan operasional lainnya.
Kondisi orangtua siswa dalam memberikan sumbangan juga tidak seluruhnya
sama antara lain bagi yang kurang mampu, sekolah memberi beasiswa bagi yang
berprestasi dan kurang mampu.. Hampir 50 % orangtua siswa bermata
pencaharian petani, 30 % sebagai pedagang dan sisanya terdiri dari PNS/TNI-
Polri, karyawan, swasta, buruh.
Dalam prestasi yang diraihnya cukup menggembirakan, di antaranya:
1. Juara I Baca puisi putra TK SLTA Kabupaten Bogor tahun 2000
2. Juara Harapan 1 Baca puisi putri Kabupaten Bogor tahun 2000
3. Juara harapam 1 Solo vokal putri Tk SLTA se kabupaten Bogor th 2000
4. Juara II Speech contest SLTA se kabupaten Bogor tahun 2001
5. Juara 1 English quis contest SMA. se kabupaten tahun 2002
72
6. Juara II Lomba IPA Sekolah se Kab. Bogor tahun 2004
7. Juara II Lomba pidato antar PMR se Kab. Bogor tahun 2004
8. Juara I Lomba P3K-PMR Kab.Bogor tahun 2004
9. Juara I Lomba lari Putra putri Sekolah se Kab. Bogor tahun 2004
10. Juara III Lomba Volley Ball Putri SLTA se Kab. Bogor tahun 2004
2. Fasilitas SMA Negeri I Gunung Sindur
Salah satu dari factor yang tidak boleh diabaikan menunjang keberhasilan
proses belajar mengajar adalah fasilitas yang memadai. Tentunya dalam
perkembangannya, peningkatan baik kuantitas ataupun kualitas fasilitas sekolah
dilakukan secara bnertahap dan berkesinambungan.
a) Bangunan Sekolah
Berikut disajikan denah bangunan sekolah pada
Tabel 4
WC SiswaPutra
WC SiswaPutri
R. KELASxI- IPS
R. KELASX- 2
R. KELASX- 3
MUSHOLA
Lab. Komputer
R. KelasXI- IPA
R. KelasIII IPA
R. KelasIII IPS
Lap .Voli
R.TUR. WA
KAPSEK
R. KEP.SEK
R.TAMU R.GURU R. OSIS
LAB IPA
R. KELASX-1
LAPANGANSEKOLAH
73
b) Perpustakaan
Dalam rangka pengembangan minat dan budaya membaca siswa, guru
dan staf Sekolah disediakan ruang khusus untuk perpustakaan. Koleksi buku
yang terdapat dalam perpustakaan ini bervariasi dari mulai buku fiksi, buku
pelajaran, buku pengetahuan umum, agama, referensi,, majalah, dan surat
kabar.
Sekolah mempunyai seorang pustakawan (librarian). Tugas dari
seorang pustakawan salah satunya membuat program yang bertujuan untuk
memberikan panduan agar siswa dapat menelusuri dan menggunakan
informasi secara cepat, melakukan eksplorasi dan analisa buku, atau kegiatan
pembelajaran yang berkaitan dengan kegiatan kelas.
Sekolah juga memberikan pinjaman buku paket pelajaran, buku
perpustakaan. Buku perpustakaan dipinjamkan paling lama selama 3 hari
secara bergiliran.Bila saatnya belum dikembalikan maka siswa tersebut kena
denda sehari Rp. 500, dengan tujuan agar siswa disiplin dan buku yang
jumlahnya masih terbatas dapat bergilir dipinjamkan pada siwa yang lain.
Aapabila terjadi kerusakan atau kehilangan pada buku-buku tersebut, maka
siwa diwajibkan mengganti dengan buku yang sama atau membayar sebesar
harga buku tersebut.
74
c) Lapangan Sepak Bola
Sekolah ini memiliki lapangan sepak bpla mini yang digunakan untuk
melatih siswa dalam meningkatkan kemampuan dalam bidang olah raga sepak
bola dan olah raga lainnya.
d) Kantin
Untuk melayani kebutuhan siswa, guru serta karyawan, Sekolah
menyediakan kantin yang terletak di samping Sekolah untuk kebutuhan snack
dan makan siang
e) Lapangan basket
Untuk menyalurkan bakat siswa pada bidang olah raga, selain sepak
bola juga disediakan lapangan basket. Lapangan basket terletak di tengah
dekelilingi gedung Sekolah.
B. PENYAJIAN DATA TENTANG GAYA KEPEMIMPINAN DALAM
PENERAPAN MBS
1. Pelimpahan dan Distribusi kewenangan
Salah satu kompetensi profesional Kepala sekolah adalah menerapkan
kepemimpinan dalam pekerjaan, dengan subdimensi mengembangkan
profesional kebijaksanaan sekolah, dan mendistribusikan kewenangan kepada
bawahannya sesuai dengan job description,. Dalam hal ini sebagaimana
disampaikan informan A, sebagai berikut :
75
Saya menggunakan kewenangan sesuai dengan aturan main yang telah disepakati dan tunduk terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Saya juga menyusun struktur organisasi dan sesuai kewenangan yang saya miliki saya memilih orang yang kompeten untuk menjalankan tugas, kemudian saya membuat job deskription dan semua pekerjaan dibagi habis sesuai dengan fungsinya masing-masing. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala sekolah, pada tangal 12 Mei 2006)
Untuk menguatkan pernyataan yang disampaikan oleh informan A, maka
dapat dikutip hasil wawancara dengan informan B, C, dan D,, yaitu :
Kewenangan yang dimiliki oleh Kepala sekolah seharusnya kewenangan yang luas dan otonom karena menjadi figur sentral dalam memegang kewenangan yang ada di sekolah sesuai dengan jabatan, akan tetapi kepala sekolah tidak demikian, beliau lebih menghormati dan menghargai seluruh potensi yang ada dengan melimpahkan sebgaian wewenangnya sesuai dengan tingkatannya. (Wawancara dengan informan B, di ruang guru, pada tanggal 12 Mei 2006) Kepala sekolah memiliki kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan pelaksanaan Proses Belajar Mengajar sesuai dengan aturan yang dibuat oleh segenap keluarga besar, tetapi dia tidak bertindak secara otoroter akan tetapi lebih bersifat terbuka dengan banyak mendelegasikan wewenang kepada orang lain atau �bawahan� sebatas yang mampu dikerjakan. Wawancara dengan informan C, di ruang TU, pada tanggal 12 Mei 2006) Komite memberi kewenangan penuh kepada kepala sekolah untuk menyelenggarakan pelaksanaan proses belajar mengajar sesuai dengan aturan. Komite dilibatkan dalam berbagai keputusan penting yang menyangkut kemajuan kualitas pendidikan di SMA. (Wawancara dengan informan D, di rumah ketua komite sekolah desa curug, tanggal 15 Mei 2006)
2. Mekanisme Pembuatan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan salah satu hal terpenting dalam
manajemen. Pengambilan keputusan tidak dapat dipisahkan dari
kepemimpinan. Untuk mengetahui mekanisme pembuatan keputusan yang
76
dilakukan oleh Kepala sekolah sebagai manajer, maka dapat dilihat
sebagaimana yang diungkapkan oleh informan A adalah sebagai berikut:
Sebagai seorang pemimpin, saya harus sering mengambil keputusan. Langkah-langkah yang biasa saya lakukan adalah melalui musyawarah kecuali dalam hal-hal tertentu yang emergensi, saya mengambil keputusan dengan mengambil resiko terkecil, dan kemaslahatan yang banyak dengan meminta masukan dari para pembantu kepala sekolah. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala sekolah, pada tanggal 12 Juli 2006)
Untuk menguatkan pernyataan yang disampai oleh informan A, maka dapat dikutip hasil wawancara dengan informan B, C, dan D, yaitu : Pembuatan keputusan cenderung bersifat bottom up dengan mekanisme pertama, mengidentifikasi berbagai komponen yang menjadi bahan pembuatan keputusan dari seluruh komunitas Sekolah, kedua, pengumpulan dan pemilihan komponen-komponen sesuai dengan skala prioritas, ketiga, mempersiapkan draft pembuatan keputusan untuk dibahas pada proses penetapan kebijakan. (Wawancara dengan informan B, di ruang guru pada tanggal 20 Juli 2006)
Setiap keputusan yang diambil seringnya dilakukan melalui musyawarah, hal ini sering saya melihat bahwa kepal;a sekolah tidak memaksakan keinginannya saja tapi dengan hasil musywarah setelah melalui proses dari bawah. Keputusan menjadi salah satu pijakan pelaksanaan organisasi dan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan (Wawancara dengan informan C, di ruang TU, pada tanggal 12 Juli 2006)
Setiap keputusan yang diambil sudah ada mekanismenya dengan
mempertimbangkan hasil masukan dan hasil analisis yang juga dikonsultasikan kepada kami. Kepala SMA lebih bersifat mendengar dari pihak lain dan keputusan didasarkan atas pertimbangan itu namun kami menyerahkan ahirnya kepada beliau yang menentukan
(Wawancara dengan informan D di rumah komite desa cijeungjing, pada tanggal 20 Juli 2006)
77
3. Proses Penetapan kebijakan Dalam mengambil suatu kebijakan Kepala sekolah melaksanakan rapat
khusus untuk menampung usulan dan aspirasi. Hal ini dikuatkan oelh
informan A, B, C,dan D sebagai berikut :
Untuk menghasilkan kebijakan yang maksimal dalam kerangka MBS, saya pastikan dulu untuk mendapatkan informasi yang cukup. Dalam mengimplementasikan MBS, ada 4 lngkah yang saya lakukan antara lain : 1) sekolah membetntuk dewan sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, perwakilan guru, orang tua siswa, anggota masyarakat, staf sekolah dan siswa, 2) selanjutnya dewan sekolah melakukan pengukuran kebutuhan sekolah, 3) dewan sekolah mengembangkan perencanaan tindakan yang mencakup tujuan dan sasaran, dan 4) mengambil keputusan untuik membuat program-program untuk kemajuan sekolah. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala sekolah, pada tangal 12 Juli 2006) Melihat setiap keputusan yang sudah disepakati bersama sebagai bahan muasyawarah. Mengundang khusus dan memusyawarahkannya setiap personil terkait terutama orang-orang penting pengambil kebijakan antara lain kepala SMA, ketua komite, pelaksana TU dan terkadang pengawas dan wakasek SMA. Sebelum diambil kebijakan terlebih disosialisasikan kepada warga sekolah untuk menampung aspirasi Setalah mempertimbangkan usul dan aspirasi maka dibuatlah kebijakan sambil memantau perkembangannya. (Wawancara dengan informan B, di ruang guru, pada tanggal 15 Juli 2006) Sebelum mengambil kebijakan, biasanya kepala sekolah mengadakan rapat khusus , untuk menampung usulan dan aspirasi, kemudian dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan mendengarkan masukan-masukan dari peserta rapat, yang kemudian diambil keputusan. Setelah itu hasilnya disosialisasikan kepada semua warga sekolah. (Wawancara dengan informan C, di ruang TU, pada tanggal 12 Juli 2006) Ukuran kebijakan yang dibuat oleh lembaga SMA dalam rangka kepentingan bersama, sehingga Kepala SMA dalam hal tertentu mengkonsultasikannya kepada kami, dan selalu kami dukung. Setiap pengambilan kebijakan kami selalu diberi tahu hasilnya sambil memberi hasil manfaat dan madaratnya.
78
Seluruh potensi pengambilan kebijakan diikut sertakan dalam musyawarah untuk diminta usulan dan aspirasi dari seluruh peserta rapat. Hasil pertimbangan yang matang, dijadikan suatu kebijakan. (Wawancara dengan informan D di rumah komite desa cijeungjing, pada tanggal 20 Juli 2006)
4. Membangun pola komunikasi
Untuk mengetahui bagaimana Kepala sekolah da;lam membangun pola
komunikasi, maka dapat dilihat dari hasil wawancara dengan informan A, B,
C, dan D.
Saya melakukan komunikasi dua arah dengan baik dengan warga sekolah ataupun denga masyarakat. Saya menjelaskan kepada semua stakeholder semua program yang saya telah, sedang dan akan dilakukan agar dipahami oleh semua pihak. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala sekolah, pada tangal 12 Juli 2006) Menurut saya kepala sekolah melakukan komunikasi dengan timbal balik, baik yang terjadi antara Kepala sekolah dengan guru dan staf ataupun antar mereka. Kepala sekolah membangun pola komunikasi terbuka tetapi sesuai dengan norma yang disepakati bersama (Wawancara dengan informan B, di ruang guru, pada tanggal 20 Juli 2006) Kepala SMA cukup komunikatif dalam menyampaikan segala hal yang berkaitan dengan kepemimpinannya. Dia mampu memainkan peranannya sebagai seorang manajer atau pimpinan yang baik Komunikasinyanya yang dipakai dua arah antara orang lain dan dirinya. Sering meminta informasi dan masukan tentang hubungan kerja antara dirinya dengan orang lain. Bahkan dia minta dikritik apabila kurang pas, bahkan dia membuka layanan surat baik terbuka atau pun rahasia asal sifatnya untuk membangun. Dia berani di koreksi ataupun dimintai saran dan pendapat. (Wawancara dengan informan C, di ruang TU, pada tanggal 15 Juli 2006) Saya kira Kepala SMA sudah melakauakn komunikasi yang cukup efektif berkaitan dengan berbagai hal. Komunikasinyanya yang dipakai dua arah antara orang lain dan dirinya. Sering meminta informasi dan masukan tentang hubungan kerja antara dirinya dengan orang lain. Bahkan dia minta dikritik apabila kurang pas, bahkan dia membuka layanan surat baik terbuka atau pun
79
rahasia asal sifatnya untuk membangun. Dia berani di koreksi ataupun dimintai saran dan pendapat. (Wawancara dengan informan D, di rumah ketua komite, pada tanggal 12 Juli 2006)
5. Melakukan pengawasan
Kepala sekolah meiliki tugas untuk melakukan pengawasan, pembinaa
atau bimbingan kepada guru dan tenaga kependidikan serta administrator.
Untuk mengetahui hal ini maka dapat dilihta dari hasil wawancara dengan
informan A, sebagai berikut :
Dalam kaitannya Kepala sekolah dengan supervisi pendidikan, saya melakukan langkah-langkah antara lain: Melaksanakan program supervisi melalui adanya program supervisi kelas, dadakan (inspeksi) dan kegiatan ekstrakurikuler. Supervisi dilakukan dengan membuat instrumen guna mengukur tingkat keberhasilannya. Saya memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja guru dan karyawan maupun untuk pengembangan Sekolah. Hasil supervisi dikomunikasikan agar menjadi timbal balik bagi kepentingan lembaga ataupun kepentingan peningkatan kualitas guru atau karyawan. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala sekolah, pada tanggal 12 Juli 2006) Untuk menguatkan pernyataan yang disampai oleh informan A, maka dapat
dikutip hasil wawancara dengan informan B, C, dan D. yaitu :
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan yang dilakukan guru dan staf secara wajar Norma�norma pengawasan sering disosialisasikan kepada guru, staf dan seluruh siswa agar dapat dilaksanakan. (Wawancara dengan informan B, di ruang guru, pada tanggal 20 Juli 2006) akan sesuai standar Yang pertama dilakukan adalah dengan melihat kepada job yang diberikan kepada masing-masing berbeda antara guru, TU dan siswa. Kalau dipandang tugas pokoknya berjalan tak jarang ia memberi semacam pujian dan bagi yang belum berjalan tertib ia memberi support atau memanggilnya dengan gayanya
80
tersendiri sehingga tidak merasa tersinggung termasuk mengawasi dalam hal kecakapan, tingkah laku dan sikapnya. Terhadap siswa juga dilakukan dengan menerapkan tata tertib yang harus diikuti antara hak siswa dan kewajiban siswa sehingga siswa mempunyai hak dan kewajiban yang terntunya berbeda halnya dengan warga sekolah lainnya. (Wawancara dengan informan C, di ruang TU, pada tanggal 12 Juli 2006) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan yang dilakukan guru dan staf secara wajar Aturan-aturan pengawasan sering disosialisasikan kepada guru, staf dan seluruh siswa agar dapat dilaksanakan sesuai standar (Wawancara dengan informan D, di rumah komite desa cijeungjing, pada tanggal 20 Juli 2006).
6. Memberikan Motivasi Dan Membangun Suasana Kerja Yang Kondusif
Peranan Kepala sekolah dalam memberikan motivasi kepada guru,
tenaga kependidikan dan administratir sangat penting sehingga mereka
bersemangat dan bergairah dalam menjalankan tugasnya dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan. Motivasi bisa diberikan dalam bentuk hadiah
atau hukuman baik fisik maupun non-fisik. Dalam memberikan motivasi
Kepala sekolah mempertimbangkan rasa keadilan dan kelayakan karena hal
ini penting bagi Kepala sekolah unutk menciptakan iklim yang kondusif.
Untuk mngetahui hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan informan
A yaitu :
Saya sebagai Kepala sekolah dalam kaitannya dengan pemberian motivasi diantaranya dengan memberikan penghargaan baik berupa materil maupun immateril kepada guru, staf yang berprestasi. Saya juga mendorong guru atau staf untuk selalu mengembangkan diri melalui penyediaan buku,dan pelatihan. Tapi saya tidak segan menegur dan memberikan sanksi seuai dengan tingkat kesalahan agar tujuan dapat tercapai. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala sekolah, pada tanggal 12 Juli 2006)
81
Untuk menguatkan pernyataan yang disampai oleh informan A, maka dapat dikutip hasil wawancara dengan informan B, C, dan D., yaitu : Tercipta suasana kerja yang penuh kekeluargaan, yaitu adanya saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai Seluruh komunitas sekolah selalu kompak dan solid dalam mengusung keberhasilan sekolah untuk mencapai tujuan. Kepala sekolah tidak enggan memberikan pujian terhadap hasil kerja yang maksimal tetapi juga tidak canggung dalam menyampaikan kritik terhadap hasil kerja yang belum optimal Kepala sekolah terus mendorong prestasi sempurna para guru dan staf sesuai kemampuan masing-masing. (Wawancara dengan informan B, di ruang guru, pada tanggal 20 Juli 2006).
Kepala sekolah tidak enggan memberikan penghargaan terhadap hasil kerja yang maksimal tetapi juga tidak segan dalam hal mengkoreksi terhadap guru atau karyawan yang lainnya, bila melihat hal yang kurang sesuai. Kepala sekolah terus mendorong prestasi para guru dan staf sesuai kemampuan masing-masing. Kepala sekolah juga berusaha menciptakan suasana kerja yang penuh kekeluargaan, yaitu adanya saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai (Wawancara dengan informan C, di ruang guru, pada tanggal 15 Juli 2006). Kepala sekolah mengembangkan pepatah ing ngarso sung tulodo ing madya mangun karso dan tut wuri handayani sehingga semuanya berjalan bersama dan kerja bersama sehingga hasilnya pun hasil bersama. Kepala Sekolah selalu memberi motivasi kepada seluruh potensi yang ada dengan memberi dukungan menumbuhkan kemampuan percaya diri. Dengan tampilnya kepercayan diri seluruh kegiatan menjadi tidak canggung untuk dilaksanakan. Tidak segan-segan sekali-kali Kepala SMA memberikan pujian terhadap hasil kerja yang dicapainya Kepala sekolah menciptakan suasana yang sejuk dan tenang dan belum perbah ada gejolak, jika ada sesuatu hal yang kurang pas, ada mekanismenya tersendiri. Kepala sekolah menciptakan suasana bahwa ditempat ini kita bekerja dan di tempat ini juga modal ibadah serta di tempat ini kita hidup sehingga tidak ada hal yang membuat tidak nyaman. Maka dibangunlah suasana kebersamaan yang penuh kekeluargaa (Wawancara dengan informan D, di rumah ketua komite, pada tanggal 12 Juli 2006)
82
C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berikut ini akan diuraikan hasil kajian lapangan yang berkaitan dengan variabel
penelitian, yaitu gaya kepemimpinan dan penerapan manajemen berbasis Sekolah.
Tampilan gaya kepemimpinan Kepala sekolah diperoleh dari hasil wawancara
langsung, baik dengan Kepala sekolah maupun dengan elemen lain yang masih dalam
lingkup Sekolah. Penerapan manajemen berbasis Sekolah merupakan bukti fisik hasil
tampilan Kepala sekolah dan komponen lainnya dalam kaitannya dengan pengelolaan
pendidikan. Bukti fisik MBS ini dikumpulkan berdasarkan pedoman observasi yang
diisi langsung oleh peneliti pada saat mengadakan uji lapangan.
1. Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala sekolah seputar
upayanya dalam memajukan Sekolah yang terindikasikan melalui peranan
sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan
motivator diperoleh jawaban rata-rata positif, seperti pertanyaan tentang
perananya sebagai edukator, Kepal Sekolah ternyata telah, sedang, dan terus
melakukan upaya bimbinga pengarahan kepada guru, karyawan, siswa dalam
melaksanakan tugas atau kewajibannya, serta selalu berusaha
mengembangkan profesionalisme pendidik dan menjadi tauladan yang baik
dalam berbagai hal.
Dalam pelaksanaan MBS pada tingkat Sekolah, kepala sekolah sebagai
figur kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan Sekolah. Kepala
sekolah sebagai pendidik selain mengatur Sekolah secara umum juga
83
memberikan pembelajaran baik pada guru dan staf ataupun siswa/i, oleh
karena itu maka kepala sekolah juga menjadi guru dalam bidang bimbingan
dan penyuluhan. Membimbing guru dalam meyusun, melaksanakan program
pembelajaran sampai tehnik evaluasi bagian dari pekerjaan yang dilaksanakan
oleh kepala sekolah.
Dalam rangka mengarahkan dan membimbing siswa dalam kegiatan
ekstra kuriluler OSIS kepala sekolah juga mengirimkan siswa/I untuk
mengikuti perlombaan, hal ini dimaksudkan untuk membekali siswa/Inya
pengetahuan baru dan pengalaman juga untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi intra dan antarpersonal. Dalam kerangka mengimplementasikan
MBS, kepala sekolah juga menginformasikan apa yang telah diraih oleh
sekolah berupa prestasi-prestasi baik guru atapun siswa sebagai akuntabilitas
publik kepada stakeholder di luar sekolah. Dengan demikian peningkatan
profesionalisme guru tidak luput dari perhatian kepala sekolah seperti
mengikutsertakan guru-guru dalam berbagai penataran dan pelatihan. Peran
kepala sekolah sebagai pendidik dalam bingkai pelaksanaan MBS.
Kepala sekolah juga memberi contoh dalam mendidik misalkan dengan
mengajar 6 jam seminggu, sebelum mengajar kepala madrsah membuat
program tahunan, program semester, syllabus, rencana pembelajaran, analisis,
sistem evaluasi. Hal ini dilakukan untuk memberi tauladan kepada rekan
kerja atau guru-guru yang lain.
84
Sebagai manajer ia mampu menyusun program, schedulle, dan
mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada. Membahas peranan kepala
sekolah sebagai manajer merupakan hal yang menarik, karena kepala sekolah
bukan hanya sebagai pemimpin saja seperti yang telah dikemukakan di atas.
Sebagai seorang manajer kepala sekolah juga memerankan fungsi manejerial
dengan melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan
mengkoordinasikan ( planning, organizing, actuating, and controlling ).
Menyusun program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang sebagi
upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk memudahkan langkah kerja
yang dibuat dengan skala prioritas. Dalam kerangka implementasi MBS,
kepala sekolah melakukan : 1) perencanaan dengan matang dengan
menentukan tujuan dan strategi untuk mencapai tujua, 2) mengorganisasikan,
kepala sekolah mendisain dan membuat struktur organisasi, termasuk memilih
orang-orang yang kompeten dalam menjalankan pekerjaan dan mencari
sumberdaya pendukung yang paling sesuai, seperti wakil kepala, kepala TU,
bendahara, pustakawan,, pembina pramuka, laboran, kepanitiaan baik yang
permanen ataupun yang temporer, 3) menggerakan, yaitu kepala sekolahj
berusaha mempengaruhi orang lain agar bersedia menjalankan tugasnya
secara sukarela dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan, 4)
mengontrol, yaitu kepala sekolah membandingkan apakah yang dilaksanakan
sudah sesuai dengan yang direncanakan.
85
Strategi yang dirancang oleh kepala sekolah untuk meningkatkan
kualitas pendidikan dalam bingkai MBS adalah dengan mengoptimalkan
sumber daya yang dimiliki sekolah. Ada beberapa hal yang dikerjakan oleh
kepala sekolah seperti : 1) meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui
ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan
pengetahuan, memperbaiki tes bakat, sertifikasi kompetensi dan profil
portofolio, 2) membentuk kelompok tutor sebaya untuk meningkatkan gairah
pembelajaran melalui belajar secara kooperatif ( cooperative learning ), 3)
menciptakan kesempatan belajar baru di sekolah dengan memberikan ekstra
pembelajaran, 4) meningkatkan dan memberikan penghargaan atas prestasi
akademik baik yang diraih guru ataupun siswa
Peranan administrator dituinjukan dalam bentuk pengelolaan administrasi
kegiatan pembelajaran, kesiswaan, ketenagaan, keuangan dan kemampuan
mambuat data inventaris serta surat menyurat Sebagai administrator, kepala
sekolah dalam mengimplementasikan MBS, memiliki 2 tugas utama yaitu,
pertama, sebagai pengendali struktur organisasi, yaitu mengendalikan
bagaimana cara pelaporan, dengan siapa tugas tersebut harus dikerjakan dan
dengan siapa harus berinteraksi dalam mengerjakn tugas tersebut. Kedua,
melaksanakan administrasi substantif yang mencakup administrasi kurikulum,
kesiswaan, personalia, keuangan, sarana, hubungan dengan masyarakat, dan
administrasi umum.
86
Untuk memperlancar tugas-tugas kepala sekolah dalam penelolaan
administrasi tersebut, kepala sekolah menunjuk staff TU yang bertugas khusus
melakukan tugasa-tugas administrasi dan keuangan.
Selain tugas-tugas di atas, kepala sekolah juga memanfaatkan
kewenangan yang luas yang diberikan pemerintah kepada sekolah dalam
pengelolaan administrasi pendidikan untuk mencapai tjujuan sesuai dengan
prinsip-prinsip MBS. Hal ini disadari oleh kepala sekolah bahwa pergeseran
struktur kewenangan sistem administrasi pendidikan ini merupakan
momentum yang tepat untuk melakukan reformasi sistem pengelolaan
pendidikan di sekolah. Ekses positif dari kewenangan pengelolaan yang
independent ini, dalam membuat RAPBS, kepala sekolah dapat
mengoptimalkan kekuatan sekolah dengan lebih leluasa menginventarisir
kebutuhan berupa program-program untuk peningkatan kualitas pendidikan di
sekolah yang kemudian ditawarkan penganggarannya kepada semua
komponen sekolah secara transparan dalam rapat dengan komite sekolah.
Sebagai supervisor ia mampu melaksanakan program supervisi untuk
meningkatkan kinerja guru/karyawan dan menjadi feed-back bagi kepentingan
sekolah. Sebagai supervisor maka kepala sekolah berkewajiban untuk
memberikan pembinaan atau bimbingan kepada para guru dan tenaga
kependidikan serta administrator lainnnya. Tentunya sebelum melakukan
pembinaan kepada orang lain , kepala sekolah terlebih dahulu membina diri
sendiri. Supervisi ini dapat dilakukan ke dalam kelas ( class visit ) atau di
87
kantor tempat staff bekerja. Hasil supervisi itu kemudian dikomunikasikan
dengan pihak terkait untuk menjadi timbal balik bagi kepentingan sekolah.
Kepala sekolah sebagai leader mampu menampilkan pribadinya memiliki
visi/misi serta mampu berkomunikasi dan mengambil keputusan. Salah satu
fungsi Kepala sekolah adalah sebagai pemimpin. Sifat-sifat Kepala sekolah
sebagaimana diurai di atas, telah menunjukan sikap sebagai seorang
pemimpin yang demokratis, misalkan : dalam mengambil keputusan, selalu
didasarkan pada hasil musyawarah dengan semua komponen dan dapat
mendengarkan suara-suara yang dari bawah. Kepala sekolah sudah melakukan
proses pengarahan dan mempengaruhi berbagai aktifitas yang berhubungan
dengan tugas-tugas guru, wali kelas, TU, dan semua aktifitas sekolah.
Mengatur orang adalah suatu hal yang kompleks karena orang yang diatur
( bawahan ) dan orang yang mengatur ( pemimpin ) sering mempunyai
penadapat, pengalaman, kematangan jiwa, kemauan dan kemampuan
menghadapi situasi yang berbeda. Kepala sekolah juga dalam menghadapi
keadaan tersebut sering melihat situasi dan kondisi sebelum mengambil
keputusan yang tepat.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa kepala sekolah memiliki
kematangan baik dari sisi pekerjaan ataupun psikologis. Dalam hal ini kepala
sekolah dengan kematangan pekerjaannya memiliki pengetahuan dan
pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugasnya dan dengan kematangan
psikologis dapat memotivasi orang lain untuk melakukan pekerjaan
88
Kepala sekolah mempunyai pola kepemimpinan yang bersifat demokratis
dan situasional yang didukung oleh sistem organisasi dengan ciri-ciri antara
lain :1) dalam mengambil kebijakan selalu dilakukan musyawarah terlebih
dahulu dengan komponen Sekolah, 2) organisasi Sekolah telah berbadan
hukum dalam bentuk yayasan, 3) kegiatan Sekolah berjalan secara vertikal
dan horizontal.
Kepemimpinan kepala sekolah tumbuh berkembeng atas dasar
kompetensi yang dimiliki berupa : 1) kompetensi profesional, meliputi :