-
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA PONDOK PESANTREN DALAM
MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL USTADZ DAN USTADZAH PADA
PONDOK PESANTREN MODERN
ARAFAH KOTA SUNGAI PENUH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar
Magister Manajemen Pendidikan Islam Pada Konsentrasi Manajemen
Pendidikan Islam Program Pasca Sarjana UIN STS Jambi
OLEH :
REZA HARDIANTI RUKMANA Nim : MMP.1622580
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 1440H/2018M
-
2
-
3
x
-
4
-
5
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
(UIN)
SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI PASCASARJANA
Jl. Arif Rahman Hakim Telanaipura Jambi, Telp. (0741) 60731 Fax.
(0741) 60548 e-mail : [email protected]
MOTTO
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar,
Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan
sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan
kamu tentang Allah. (Qs. Faathir ayat : 5)2
2 Depertemen Agama RI, AL-Qur’an dan Terjemahnya, Hal.
-
6
PERSEMBAHAN
Alhamdulllahirabbil’alamin….
Akhirnya aku sampai ke titik ini,
sepercik keberhasilan yang Engkau hadiahkan padaku ya Allah
Tak henti-hentinya aku mengucap syukur pada_Mu ya Allah
Serta shalawat dan salam kepadanya Baginda Rasulullah SAW dan
para
sahabat yang mulia
Semoga sebuah karya sederhana ini menjadi amal shaleh bagiku
dan
menjadi kebanggaan
bagi keluargaku tercinta
Tesis ini kupersembahkan kepada:
Ibundaku tersayang Repalinda ,
Ayahandaku terhormat Zainuddin,
Adik-adikkku tercinta:
Al-taufiqqurahman
Muamar Rahim
Seluruh keluarga tercinta
Yang Selalu Menginspirasi Penulis Untuk Selalu Berjuang Dan
Berkarya Meraih Yang Terbaik.
-
7
ABSTRAK Reza Hardianti :Gaya Kepemimpinan Kepala Pondok
Pesantren
Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Ustadz Dan Ustadzah Pada
Pondok Pesantren Modern Arafah Kota Sungai Penuh
Gaya kepemimpinan menjadi sangat penting artinya dalam
menciptakan organisasi yang berkesan. Dengan gaya kepemimpinan yang
berkesan pula, seorang pemimpin dapat mempertahankan bawahan untuk
bekerja dengan prestrasi kerja yang tinggi yang di tandai dengan
produktivitas kerja, kuaitas kerja, dan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah dengan berkualitas. Namun yang terjadi balum
efektifnya peran pemimpin dalam lingkungan Pondok Pesantren. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui,gaya kepemimpinan kepala
sekolah, upaya kepala Pondok Pesantren, dan faktor penghambat dalam
meningkatkan kecerdasan emosional ustadz dan ustadzah pada Pondok
Pesantren Modern Arafah Kota Sungai Penuh Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu metode yang digunakan
untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek
penelitian pada saat penelitian dilaksanakan. Penelitian ini
menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu : (1)selama proses
perjalanan kepemimpinannya, beliau menunjukkan gaya kepemimpinan
situasional dalam pelaksanaan dan implementasi kepemimpinan di
Pondok Pesantren yang bersangkutan , (2) upaya yang dilakukan
adalah:melakukan koordinasi dengan guru dan karyawan,melakukan
rapat bulanan, melakukan pelatihan, pemberian reward, melalui
pengawasan pekerjaan .(3) kendala yang dihadapi adalah lemahnya
pelaksanaan program kerja,Kurangnya Komunikasi antara kepala dan
bawahan dan lingkungan kerja Kata kunci , gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional,ustadz&ustadzah
-
8
ABSTRACT Reza Hardianti: Leadership Style of Islamic Boarding
Schools in
Improving Emotional Intelligence of Ustadz And Ustadzah At
Arafah Modern Islamic Boarding Schools in Sungai Penuh City.
Leadership style is very important in creating memorable
organizations. With an impressive leadership style also, a leader
can maintain subordinates to work with high work prestige that is
characterized by work productivity, quality of work, and the
ability to solve problems with quality. But what happened was the
effective role of leaders in Islamic boarding schools.
The purpose of this study was to find out, the principal's
leadership style, the efforts of Islamic boarding school heads, and
the inhibiting factors in improving the emotional intelligence of
Uztadz and Ustadzah at the Arafah Modern Islamic Boarding School in
Sungai Penuh City. Broadly to the object of research at the time
the research was conducted.
This study produced several conclusions, namely: (1) during the
course of his leadership journey, he showed situational leadership
style in the implementation and implementation of leadership in the
boarding school in question, (2) efforts made were: coordinating
with teachers and employees, conducting monthly meetings ,
conducting training, giving rewards, through supervision of work.
(3) the obstacles faced are the weak implementation of work
programs, lack of communication between head and subordinates and
work environment. Keywords, leadership style, emotional
intelligence, Uztadz & Ustadzah.
-
9
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami hanturkan kepada Allah Swt yang telah
melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan peneltian ini kedalam sebuah bentuk laporan
berbentuk
tesis yang ber judul “Gaya Pemimpinan Kepala Pondok Dalam
Meningkatkan Kecerdasan Emosional Ustadz dan Ustadzah pada
Pondok
Pesantren Modern Arafah Kota Sungai Penuh .” Sholawat beriring
salam
semoga selalu terlimpahan curahkan kepada junjungan kita
Nabi
Muhammad SAW.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi bagian
persyaratan guna memperoleh gelar Magister dalam Prodi
Manajemen
Pendidikan Islam pada Pascasarjana UIN STS Jambi. Penulis
menyadari
bahawa selama ini perjalanan studi maupun penyelesaian tesis ini
banyak
mendapat pengalaman baru karena mendapatkan motivasi dan
bimbingan
dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis
menyampaikan rasa syukur dan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, Ma Selaku Rektor Uin Sultan
Thaha
Saifuddin Jambi Dan Seluruh Pembantu Rektor Atas Segala
Motivasi
Dan Layanan Fasilitas Yang Telah Diberikan Selama Peneliti
Menjalani Proses Penelitian Hingga Selesai.
-
10
2. Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Husein Ritonga, MA Selaku
Direktur
Pascasarjana Uin Sultan Thaha Saifuddin Jambi, Seluruh Ketua
Kosentrasi Dan Seluruh Staf Atas Bantuan Fasilitas Dan
Kemudahan
Yang Diberikan Selama Peneliti Berurusan Dengannya.
3. Bapak Dr.H.Hilmi, M.Pd.I Dan Bapak Samsu, M.Pd.I, Ph.D
Selaku
Pembimbing Yang Dengan Penuh Kesabaran Telah Memberikan
Bimbingan Yang Berharga, Petunjuk Dan Motivasi Yang
Berkelanjutan
Hingga Selesainya Tesis.
4. Para dosen dan segenap civitas akademik Pascasarjana UIN
STS
Jambi yang telah menjadi pembimbing dan pengampu mata kuliah
dan membantu dalam birokrasi pengurus selama penulis studi
di
Pascasarjana UIN STS Jambi.
5. Ibu kepala perpustakan dan segenap karyawannya yang telah
banyak
membantu penulis dalam menemukan rujukan yang berkenaan
dengan karya tulis ini.
6. Seluruh Teman-Teman Mahasiswa Pascasarjana Khusus
Konsentrasi
Manajemen Pendidikan Islam, Atas Perhatian Dan Kritiknya
Selama
Ini penulis Merasa Terbantu Dalam Membangun Kepercayaan
7. Seluruh Pihak Yang Telah Membantu Selama Perencanaan,
Pelaksanaan Dan Penulisan Hasil Penelitian Ini Penulis Tidak
Dapat
Memberi Bantuan Dalam Bentuk Materi, Kecuali Hanya
Memanjatkan
Doa Semoga Allah Swt Memberikan Pahala Yang Setimpal Dan
Amal
Yang Sangat Berguna, Dimurahkan Rezeki Dan Diangkat Derajat
Hidupnya Olehnya.
Dalam penulisan tesis ini masih banyak sekali kekeliruan dan
kelemahan yang terdapat di dalam isi, metode penelitian dan
sistematika
penulisan sehingga kepada pembaca yang berminat kíranya
dapat
memberikan kritikan dan masukan yang berharga untuk
kesempurnaan
kemudian Semoga bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, Negara
dan
Agama.
-
11
Jarnbi,November 2018
Penulis
Reza Hardianti Rukama MMP. 1622580
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
................................................................................
i LEMBAR LOGO
...................................................................................
ii NOTA DINAS
........................................................................................
iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS
............................ iv HALAMAN PENGESAHAN
..................................................................
v HALAMAN MOTTO
..............................................................................
vi HALAMAN PERSEMBAHAN
............................................................... vii
ABSTRAK
............................................................................................
viii ABSTRACK
..........................................................................................
ix KATA PENGANTAR
............................................................................
x DAFTAR ISI
..........................................................................................
xi DAFTAR TABEL
.....................................................................................
xii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
............................................... 1
B. Rumusan Masalah
........................................................ 11
C. Fokus Penelitian
........................................................... 12
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan
................................. 12
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELAVAN
A. LandasanTeori
..............................................................
14
1. Pengertian Kepemimpinan
....................................... 14
2. Pengertian Gaya Kepemimpinan .............................
25
3. Pengertian kecerdasan emosional ...........................
34
4. Pengertian Pondok Pesantren .............................
.... 41
B. Penelitian yang Relevan
.............................................. 44
-
12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
.................................................. 48
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
............................. 50
C. Jenis Data dan Sumber Data
....................................... 52
D. Teknik Pengumpulan Data
...........................................
55
E. Tindakan Analisis Data
................................................. 56
F. Uji Keterpercayaan Data
......................................... ..... 59
G. Rencana dan Jadwal Penelitian ...............................
.... 61
BAB IV DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA
HASIL
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
............................................. 62
B. Hasil Penelitian
...............................................................
78
C. Analisis Hasil Penelitian
................................................. 100
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
...................................................................
118
B.
IMPLIKASI..........................................................................
119
C.
REKOMENDASI.................................................................
123
D.
SARAN..............................................................................
124
E. PENUTUP
........................................................................
125
DAFTAR PUSTAKA INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA LAMPIRAN CURRICULUM
VITAE
-
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan merupakan masalah yang penting bagi suatu
kelompok atau organisasi kelembagaan.Hal ini karena
kepemimpinan
merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi bagi
keberhasilan kelompok tersebut untuk mencapai
tujuan.“Pemimpin
adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai
kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau
sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya”,3 untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan dengan menggunakan
kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan
mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas yang harus
dilaksanakan.
Kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu
untuk mempengaruhi aktivitas anggota kelompok guna mencapai
tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat
individu
dan organisasi. Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat
penting
3 Veithzal Rivai, dkk, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam
Organisasi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), h. 1.
-
14
dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
oleh
organisasi.4
Kepemimpinan yang baik harus mampu membangun kehidupan
oganisasi dengan mengembangkan budaya yang disebut
nilai-nilai
ekselensi atau keunggulan atau value of exellence.
Kepemimpinan
berkaitan dengan pengikutsertaan seluruh anggota atau
pengikutnya
beradaptasi dengan perubahan dalam mencapai tujuan-tujuan
individu
maupun organisasi, serta mengkordinasikan secara aktif
tugas-tugas
yang perlu dalam mencapai keberhasilan.
Sekolah sebagai suatu organisasi, tidak hanya memerlukan
kepala sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, yang
lebih
banyak berkonsentrasi pada permasalahan anggaran dan
persoalan
administratif lainnya.Sekolah memerlukan pimpinan yang memiliki
visi
yang mampu mengilhami staf pengajar dan semua komunitas
sekolah.5
Menurut U. Husna Asmara bahwa: Kepemimpinan pendidikan
adalah segenap kegiatan dalam usaha mempengaruhi personal di
lingkungan pendidikan pada situasi tertentu agar mereka
melalui
usaha kerja sama, mau bekerja dengan penuh tanggung jawab
dan
ikhlas demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan.6
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan
manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan sangat
strategis
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan diperlukan guna
untuk
meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Brubacher (1969)
mendefinisikan pendidikan sebagai “suatu proses pengembangan
potensi dasar manusia yang berkaitan dengan moral, intelektual
dan
4Ibid.,h. 3.
5 Sudarwan Danin dan Suparno, Manajemen dan Kepemimpinan
Transformasional
Kepala Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h. 7. 6 Didin
Kurniadin dan Imam Machali, Manajemen Pendidikan Konsep dan
Prinsip
Pengelolaan Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.
292.
1
-
15
jasmaninya untuk mencapai tujuan hidup dalam kerangka sistem
sosial.7
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3
dikatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.8
Pendidikan dapat membawa kemajuan bagi setiap individu
menjadi manusia yang sempurna. Melalui pendidikan itu juga
akan
dapat membawa kemajuan individu dalam berbagai bidang,
bahkan
akan mengangkat derajat manusia di sisi Allah SWT. Hal ini
sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an:
:١١)المجادلة)
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan
kepadamu:
"berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan
7 Sudarwan Danin, Pengantar Kependidikan: Landasan, Teori dan
234 Metafora
Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. ke-3, h. 4. 8E.
Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja
Rosda Karya,
2007), h. 4.
-
16
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.9 (QS. Al-Mujaadilah/58 : 11)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT akan mengangkat
derajat orang-orang yang berilmu beberapa derajat, yaitu
orang-orang
yang memiliki pendidikan yang bermutu. Peningkatan kualitas
pendidikan mutlak dilakukan oleh kepala sekolah sebagai agen
perubahan melalui kegiatan pembenahan dengan wadah pembinaan
kelembagaan, kurikulum, ketenagaan, sarana dan prasarana
serta
perubahan sistem lainya.
Sebagai pengelola pendidikan, kepala sekolah bertanggung
jawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan kegiatan
pendidikan
dengan cara melaksanakan administrasi sekolah dengan seluruh
substansinya. Disamping itu, kepala sekolah bertanggung
jawab
terhadap kualitas sumber daya manusia yang ada agar mereka
mampu menjalankan tugas-tugas pendidikan. Oleh karna itu,
“sebagai
pengelola, kepala sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan
kinerja para personel (terutama para guru) ke arah
profesionalisme
yang diharapkan”,10 dan kepala sekolah dituntut mempunyai
kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang memadai agar
mampu mengambil inisiatif dan prakarsa untuk meningkatkan
kecerdasan emosional seorang guru. Hal ini sebagaimana yang
ditegaskan dalam al-Qur’an:
:٠٣)البقرة)
9 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Semarang: CV.
Toha Putra,
1989),h.8. 10
Didin Kurniadin dan Imam Machali, Op.Cit.,h. 295.
-
17
Artinya:Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata: "mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui".11 (QS. Al-Baqarah : 30)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah
menciptakan seorang pemimpin di muka bumi, yaitu seorang
pemimpin yang adil dan bertenggung jawab.Begitu juga dalam
pelaksanaan kepemimpinan di lembaga pendidikan seperti di
Pondok Pesantren, seorang pemimpin mempunyai berfungsi
menentukan kualitas suatu Pondok Pesantren. Dalam
pelaksanaan
kepemimpinan yang adil hal ini sebagaimana hadits Rasullah
SAW
yang di riwayatkan Bukhari :
ِ ْبِن َعْمٍرو قَاَل اْبُن نَُمْيٍر َوأَبُو بَْكٍر يَْبلُُغ ُ
َعلَْيِه َوَسلهَم َعْن َعْبِد اَّلله بِِه النهبِيه َصلهى اَّلله
ِ ُ َعلَْيِه َوَسلهَم إِنه اْلُمْقِسِطيَن ِعْندَ اَّلله ِ َصلهى
اَّلله َوفِي َحِديِث ُزَهْيٍر قَاَل قَاَل َرُسوُل اَّلله
ْحَمِن َعزه َوَجله َوِكْلتَا يَدَْيِه يَِميٌن الهِذيَن
يَْعِدلُوَن فِي َعلَى َمنَابَِر ِمْن نُوٍر َعْن يَِميِن الره
)رواه البخارى(اُحْكِمِهْم َوأَْهِليِهْم َوَما َولُو
Artinya : Abdullah bin „amru bin al „ash r.a berkata: rasulullah
saw bersabda: sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil, kelak
disisi allah ditempatkan diatas mimbar dari cahaya, ialah mereka
yang adil dalam hukum terhadap keluarga dan apa saja yang
diserahkan (dikuasakan) kepada mereka. ( HR. Bukhari )12
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam
tradisional yang aktivitasnya adalah mempelajari, memahami,
mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan
11
Departemen Agama RI, Op.Cit.,h.8. 12
Imam An-Nawawi, RyaDhus holihin,(Jakarta : Darul Haq, 2014) ,
Hal . 503
-
18
menekankan pada pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman
perilaku sehari-hari, sehingga para ustadz dan ustadzah
harus
memiliki kecerdasan emosional yang mampu mempengaruhi
semangat para santrinya.13
Berkaitan dengan hal ini, Goleman menyatakan bahwa:
Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali diri
sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri
dan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri, dan
hubungannya
dengan orang lain. Kecerdasan emosional merupakan
serangkaian
kemampuan guru untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi
diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati)
dan
kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang
lain.14
Orang yang memeliki kecerdasan emosional dapat
mengendalikan diri, memiliki kontrol moral, memiliki kemauan
yang
baik, dapat berempati (mampu membaca perassaan orang lain),
serta
peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain sehingga
memiliki
karakter (watak) terpuji dalam membangun hubungan antar
pribadi
yang lebih baik15. Di dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah SWT
memerintahkan kita untuk senantiasa bersabar supaya kita
mendapatkan pertolongan dari-Nya. Sifat sabar berkaitan
dengan
kecerdasan emosional. Maka perintah sabar yang tertera dalam
kitab
suci Al-Qur’an merupakan pembelajaran bagi manusia agar
mereka
dapat mengembangkan kecerdasan emosionalnya. Allah SWT
berfirman dalam Surat AL-Baqarah ayat 45 :
13Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2010), Hal.212 14
Goleman, Kecerdasan Emosional untuk Mencapai Puncak Prestasi,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2015), h. 56. 12
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara,
2009), Hlm. 112
-
19
: ۵۴ ) البقرة )
Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan
Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu. 16( Q.S. Al-Baqarah ayat 45 )
Mintak pertolongan kepada Allah, untu menghilangkan sifat-
sifat pemalsuan, takabbur dan kerasa hati kamu17. Dari ayat di
atas
menjelaskan bagaimana cara mengembangkan kecerdasan
emosional yang dimiliki seseorang pemimpin, seperti yang
dijelasakan
diatas, bahwa dengan sabar dan shalat akan menghilangkan
sifat-sifat
pemalsuan, takabbur dan kerasa hati.
Namun kondisi yang terjadi di lapangan tidak sepenuhnya
menunjukan hal itu karena masih dijumpai oknum guru yang
dalam
pembelajaran masih mengunakan emosi dan kekerasan, tidak
mampu
mengelola emosi diri dan siswa. Terdapat pula guru yang
tidak
mampu membina hubungan yang baik dengan sesama guru maupun
dengan siswa dan masih banyak yang mengabaikan kesadaran
diri,
pengaturan diri, empati serta keterampilan sosial. Padahal semua
itu
akan melatih para guru untuk dapat mengendalikan emosinya
sehingga akan mendukung terhadap kemampuan intelektual yang
dimilikinya. Kondisi inilah yang menyebabkan proses
pembelajaran
tidak maksimal sehingga menyebabkan profesionalisme guru
rendah.
“Peran guru dalam melakukan tugasnya sebagai pendidik
disampaikan melalui proses komunikasi lisan, tertulis maupun
melalui
bahasa isyarat”.18Oleh karena itu, guru harus memiliki
kecerdasan
16
Depertemen Agama RI, Op, Cit , Hal. 15 17
Al-Hassan, Tafsir Al-Furqan (Jakarta : Dewan Da’wah 1987) Cet.1.
Hlm 13 18
Puluhulawa dan Citro W., Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan
Spritual Meningkatkan Kompetensi Sosial Guru, (t.tp: Makura Sari
Humaniora, 2013) Vol. 17, h. 2.
-
20
emosional agar mampu berhubungan dan berinteraksi dengan
baik,
secara umum kecerdasan emosi dapat meningkatkan
profesionalisme
seorang guru. Kecerdasan emosional sebagai kemampuan
merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan
pengaruh manusiawi.
Ini berarti, guru dengan kecerdasan emosional yang tinggi
dapat memahami dan berempati terhadap kebutuhan dan perasaan
orang lain, menempatkan emosinya pada porsi yang tepat,
memilah
kepuasaan dan mengatur suasana hatinya. Guru yang mempunyai
nilai kinerja baik tentu akan berdampak dengan hasil
kegiatannya
terutama berkaitan dengan proses belajar mengajar, dimana out
put
akan meningkat, baik secara mutu maupun kuantitas. Inilah
pentingnya kinerja guru yang berkualitas di suatu lembaga
pendidikan.
Setelah penulis melakukan studi pendahuluan di lapangan,
penulis melihat bahwa kecerdasan emosional yang dimiliki oleh
guru
di Pondok Pesantren Modern Arafah tergolong rendah, hal ini
ditandai
dengan:
1. Masih ada guru yang kurang bisa mengontrol emosinya
dengan
baik.
2. Masih ada guru yang kurang memahami karakter siswa dalam
pembelajaran.
3. Masih ada guru yang tidak menjalin hubungan yang baik
dengan
siswa dan sesama guru.
4. Masih ada guru yang kurang memiliki semangat yang tinggi
dalam
menjalankan tugasnya.
5. Guru kurang mencari informasi untuk memperdalam
pengetahuan
yang ia miliki.
6. Masih ada guru yang terlambat datang ke sekolah.
-
21
Penulis juga melihat upaya yang dilakukan oleh pimpinan
Pondok Pesantren Modern Arafah sebagai berikut:
1. Membantu guru agar dapat mengatur pekerjaannya sendiri.
2. Menganjurkan kepada guru untuk belajar memisahkan dan
menganalisa masalahnya sendiri.
3. Memberikan rasa aman dan mengembangkan kepercayaan akan
kemampuan memecahkan masalah.
4. Memperkenalkan sumber alat memecahkan masalah mereka.
5. Membantu menafsirkan program Pondok Pesantren ke
masyarakat.
6. Berusaha bersama guru mengembangkan filsafat pendidikan
Islam yang mantap di Pondok Pesantren.
Dalam pelaksanaannya, kinerja pimpinan Pondok Pesantren
Modern Arafah bukan hanya mengawasi para guru/pegawai
menjalankan tugas dengan baik sesuai instruksi atau
ketentuan-
ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga berusaha bersama
guru
mencari solusi cara memperbaiki proses belajar mengajar. Jadi,
dalam
implementasinya, kegiatan pimpinan itu tidak menganggap para
guru
sebagai pelaksana pasif, melainkan diperlakukan sebagai
mitra
bekerja yang memiliki ide-ide, pendapat-pendapat dan
pengalaman-
pengalaman yang perlu di dengar dan dihargai serta
diikutsertakan di
dalam usaha-usaha perbaikan pendidikan.
Sehubungan dengan itu, pimpinan Pondok Pesantren Modern
Arafah merupakan figur yang sangat menentukan dan memegang
peranan penting, dimana pimpinan Pondok Pesantren Modern
Arafah
menduduki dua peranan penting untuk bisa menjamin
kelangsungan
proses pendidikan sebagaimana yang telah digariskan oleh
peraturan
perundang-undangan, yakni pimpinan Pondok Pesantren Modern
Arafah sebagai pengelola pendidikan secara keseluruhan, dan
sebagai
pemimpin formal pendidikan di Pondok Pesantren.
-
22
Sebagai pengelola pendidikan, berarti pimpinan Pondok
Pesantren Modern Arafah bertanggung jawab terhadap
keberhasilan
penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan
administrasi pendidikan dengan seluruh substansinya. Disamping
itu,
pimpinan Pondok Pesantren Modern Arafah bertanggung jawab
terhadap kualitas sumber daya manusia yang ada agar mereka
mampu menjalankan tugas-tugas pendidikan.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, pimpinan Pondok
Pesantren Modern Arafah memiliki tanggung jawab ganda, yaitu
melaksanakan administrasi pendidikan sehingga tercipta
situasi
belajar-mengajar yang baik dan bermutu dan melaksanakan
supervisi
sehingga guru-guru bertambah kreatif dan semangat dalam
menjalankan tugas-tugas pengajaran dan tugas-tugas
membimbing
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
Pimpinan Pondok Pesantren Modern Arafah mempunyai beban
tanggung jawab untuk menentukan kondisi-kondisi atau
syarat-syarat
yang esensial, yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan
pendidikan pada Pondok Pesantren tersebut. Namun dalam
suasana
lingkungan Pondok Pesantren sekarang ini, belum tampak
adanya
hasil yang optimal dari kinerja seorang pimpinan Pondok
Pesantren
Modern Arafah terhadap tanggung jawabnya untuk meningkatkan
kualitas kecerdasan emosional yang berkualitas, padahal
Pondok
Pesantren Modern Arafah adalah Pondok Pesantren yang
dikembangkan agar out put pendidikan yang diharapkan
berhasil
mencapai tujuan dari pendidikan secara umum. Agar
berhasilnya
tujuan tersebut, maka tenaga kependidikan, manajemen,
layanan
pendidikan dan sarana penunjang serta kegiatan belajar
mengajar
perlu ada arahan dan pengawasan serta supervisi yang baik,
terutama
dari seorang pimpinan Pondok Pesantren Modern Arafah.
Melihat lemahnya kualitas kecerdasan emosional itu di Pondok
Pesantren Modern Arafah, membuat adanya keraguan, yaitu
apakah
-
23
pimpinan Pondok Pesantren Modern Arafah telah benar-benar
menerapkan upaya mencerdaskan guru, pegawai dan siswa secara
emosional dalam manajemen pendidikan berupa proses belajar
mengajar yang baik, kegiatan Bimbingan Konseling yang
terarah,
kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan ketatausahaan pemanfaatan
dan
pengembangan sarana dan prasarana kegiatan kesiswaan,
kegiatan
keuangan dan pengembangan hubungan dengan masyarakat? Kalau
memang hal tersebut telah dilakukan, namun kenapa kinerja
pimpinan
Pondok Pesantren Modern Arafah belum menunjukkan
berkualitasnya
kecerdasan emosional di lingkungan Pondok Pesantren, dimana
kualitas tersebut dapat terlihat dari peran Pondok Pesantren
yang
mempengaruhi kondisi kegiatan keagamaan di Kota Sungai
Penuh.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berkaitan dengan efektivitas
kinerja
pimpinan Pondok Pesantren Modern Arafah dalam meningkatkan
kualitas kecerdasan emosional di Pondok Pesantren Modern
Arafah,
dengan menuangkannya dalam sebuah Tesis yang berjudul: Gaya
Kepemimpinan Kepala Pondok dalam Meningkatkan Kecerdasan
Emosional Ustadz/Ustadzah pada Pondok Pesantren Modern
Arafah
Kota Sungai Penuh.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gaya kepemimpinan kepala pondok dalam
meningkatkan kecerdasan emosional ustadz/ustadzah di Pondok
Pesantren Modern Arafah Kota Sungai Penuh?
2. Apa upaya kepemimpinan kepala pondok dalam meningkatkan
kecerdasan emosional ustadz/ustadzah di Pondok Pesantren
Modern Arafah Kota Sungai Penuh?
3. Apa faktor penghambat yang mempengaruhi kepemimpinan
kepala pondok dalam meningkatkan kecerdasan emosional
-
24
ustadz/ustadzah di Pondok Pesantren Modern Arafah Kota
Sungai
Penuh ?
C. Fokus Penelitian
Untuk memperjelas bahasan dalam penulisan Tesis ini,
maka penulis perlu menfokuskan penelitian ini. Fokus penelitian
ini
adalah mengenai Gaya kepemimpinan situasional kepala pondok
pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional
ustadz/ustadzah di Pondok Pesantren Modern Arafah Kota
Sungai
Penuh. Di luar fokus tersebut adalah bukan pembahasan utama
dalam Tesis ini.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui kepemimpinan kepala pondok dalam
meningkatkan kecerdasan emosional ustadz/ustadzah di Pondok
Pesantren Modern Arafah Kota Sungai Penuh.
b. Untuk mengetahui upaya kepemimpinan kepala pondok dalam
meningkatkan kecerdasan emosional ustadz/ustadzah di Pondok
Pesantren Modern Arafah Kota Sungai Penuh.
c. Untuk mengetahui factor penghambat yang mempengaruhi
kepemimpinan kepala pondok dalam meningkatkan kecerdasan
emosional ustadz/ustadzah di Pondok Pesantren Modern Arafah
Kota Sungai Penuh.
2. Kegunaan Penelitian
Bagi Peneliti
a. Untuk menambah wawasan tentang kyai, guru dan dunia
pesantren.
-
25
b. Sebagai bahan pengetahuan tentang peran seorang kepala
pondok
dalam meningkatkan kecerdasan emosional ustadz/ustadzah.
c. Sebagai kontribusi terkait pengembangan pendidikan Islam
di
pesantren pada masa yang akan datang
Bagi Pondok Pesantren
a. Sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kecerdasan
emosional ustadz/ustadzah.
b. Sebagai bahan acuan untuk mengembangkan pendidikan Islam
pada khususnya, dan pendidikan pada umumnya.
Bagi Para Guru
a. Untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang
kepemimpinan kepala pondok dalam meningkatkan kecerdasan
emosional ustadz/ustadzah pada Pondok Pesantren Modern
Arafah
Kota Sungai Penuh.
b. Sebagai bahan evaluasi tentang kelebihan dan kekurangan
kepala
pondok dalam meningkatkan kecerdasan emosional
ustadz/ustadzah.
Bagi Pemerintah
a. Sebagai bahan kebijakan tentang pengembangan pendidikan
Islam
dalam dunia pesantren di tanah air.
b. Sebagai bahan pertimbangan tentang urgensinya pendidikan
Islam
di pesantren yang jumlahnya banyak tersebar di penjuru negeri
ini.
c. Untuk menentukan langkah-langkah dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan Islam guna memperbaiki moral umat yang
merosot akhir-akhir ini, sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
Bagi Masyarakat
a. Menjadi bahan pengetahuan mengenai kepemimpinan,
kedudukan
dan figur seorang kepala pondok dalam meningkatkan
kecerdasan
emosional ustadz/ustadzah.
-
26
b. Menjadi bahan pertimbangan bagi para orang tua dalam
memilih
pesantren bagi anaknya.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Gaya Kepemimpinan
1). Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan di ambil dari dari kata “pimpin” yang bearti
cara memimpin.19 yang dalam bahasa inggris disebut learder
dari
akar kata to lead yang terkandung arti yang saling erat
berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan didepan,
mengalami
langkah pertama, berbuat paling dulu, memelopori,
mengarahkan
fikiran dan pendapat - tindakan orang lain, membimbing,
menuntun,
menggerakan, orang lain melalui pengaruhnya.20
Pemimpin yang dalam bahasa Inggris di sebut dengan
leader adalah orang yang membawahi para pekerja dalam suatu
organisasi. Pemimpin memiliki orang-orang yang dipimpin.
19
Jaja Dkk, Manajemen Madrasah Teori, Strategi, dan Implementasi,
(Bandung : Alfabeta, 2013), hal. 100 20
Wahjosumidja, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2010), h.17
-
27
Pemimpin diartikan pula sebagai orang yang mempunyai
wewenang dalam pengambilan keputusan suatu organisasi.
pemimpin juga dapat sebagai orang yang memiliki kemampuan
memengaruhi orang lain untuk melaksankan tugas-tugas
tertentu
yang menjadi harapan dan tujuan sang pemimpin. Pemimpin
adalah subjek atau pelaku dari unsur-unsur yang terdapat
dalam
kepemimpinan, yaitu adanya kekuasaan, pengaruh, kekuatan
dan,
pemegang tanggungjawab utama bagi seluruh kegiatan yang di
lakukan oleh bawahanya21.
Kepemimpinan diterjemahkan ke dalam istilah “sifat-sifat,
perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola
interaksi,
hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dan satu jabatan
administratif, dan persepsi dari lain-lain ntang legitimasi
pengaruh”.22
Tannenbaum, Weschler, dan Messarik, sebagaimana dikutip
Yulk, mengemukakan bahwa leardership as interpersonal
influence
exercised in situasion and directed, through the
communication
process, toward the attainment of a specialized goal or
goals”.23
(kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang dilakukan
dalam suatu situasi dan diarahkan, melalui proses
komunikasi,
pada pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu). Dengan
demikian, kepemimpinan itu identik dengan mempengaruhi orang
lain.
Tertadapat banyak ragam pandangan tentang pengertian
kepemimpinan. Antara lain Robbins memberikan defenisi
kepemimpinan adalah tindakan mempengaruhi perilaku seseorang
21
Hikmat, Manajemen Pendidikan, ( Bandung : Pustaka Setia, 2009),
hal. 247. 22
Nur Efendi, Islamic Educational Leadership,(Yogyakarta: Parama
Publishing,2005),h2. 23
Ibid.,h. 5.
14
-
28
atau sekelompok orang ke arah pencapaian tujuan.24 Sedangkan
Greenberg dan Baron memberikan defenisi kempempinan sebagai
proses di mana satu individu memengaruhi anggota kelompok
lain
menuju pencapaian tujuan kelompok atau organisasional yang
didefenisikan. Sedangkan pemimpin adalah individu dalam
kelompok atau organisasi yang paling berpengaruhi terhadap
orang
lain.25
Gary A Yukl menyatakan kepemimpinan :”... leadership is
defined broadly as influence processes affeting the
interpretation of
event for followers, the choice of objectives for the gruop
or
organization, the organization of work activities to accomplish
the
objectives, the motivation of followers to achieve the
objectives, the
maintenance of cooperation from peopel ouside the group or
organization”.26
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dan
menterjemahkan keinginan-keinginan para anggota atau
pengikut
yang menekankan pada tujuan dan sasaran organisasi melalui
kegiatan memberi motivasi, memelihara hubungan kerjasama
yang
baik dengan anggota, dan memberi dukungan pada kelompok-
kelompok tertentu diluar organisasi dan didalam organisasi.
Robbins dan Judge menyatakan kepemimpinan adalah
kemampuan memengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian
sebuah visi atau serangkaian tujuan27. Sementara itu, Kreitner
dan
Kinicki mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses di mana
seorang individu memengaruhi orang lain untuk memcapai
tujuan
24
Stephen P. Robins, Organizational Behavior, ( New Jersey :
Pearson Education, Ins, 2003) Hal.312
25Getol, G. Pemimpin Seri Miracle Manajemen Diterima.(Jakarta :
Elex Media Komputindo,
2012) Hal. 98 26
Gary A Yukl, Leadership in Organizations (New Jersey : Printice
Hall, 1994), Hal. 5 27
Stephen P.Robbins And Timothy A. Judge, Organizational Behavior,
(New Jersey : PearsonEducation, Inc, 2011) Hal. 410
-
29
bersama.28 Sedangkan McShane dan Von Glinow Menyatakan
kepemimpinan adalah tentang memengaruhi, memotivasi dan
memungkinkan orang lain memberikan kontribusi ke arah
efektivatas dan keberhasilan organisasi di mana mereka
menjadi
anggotanya 29
Sementara itu Newstrom menyatakan kepemimpinan adalah
proses memengaruhi dan mendukung orang lain untuk bekerja
secara antusias menuju pada pemcapaian sasaran. Kepemimpinan
merupakan faktor penting yang membantu individu atau
kelompok
mengidentifikasi tujuannya, dan kemudian memotivasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.30
Colquitt, LePine, dan Wesson mendefinisikan kepemimpinan
sebagai penggunaan keuasaan dan pengaruh untuk mengarahkan
aktivitas pengikut ke arah pencapaian tujuan31. Sementara
itu
menurut Northouse dalam bukunya Leadership : Theory and
Practice memberikan pengeertian Leadership as the process of
influencing others to facilitate the attainment of
organizationally
relevant goals.32
Menurut pandangan Schermerhorn, Hunt, Osborn, dan Uhl-
Bien, kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain dan
proses memfasilitasi usaha individu dan kolektif untuk
menyelesaikan sasaran bersama33. Hal senada dikemukakan oleh
Gibson dkk, yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu
28
Robert Kreitner, and Angelo Kinicki, organizational Behavior,
(New York : McGraw-Hill, 2010), Hal. 467
29Steven L McShane, And Mary Ann Von Glinow, Organization
Behavior, (New York :
McGraw Hill, 2010), Hal. 360 30
Newstrom, John W. Organizational Behavior, Human Behavior at
Work, (New York : MCGraw Hill Companies, 2011) Hal. 171
31Colquitt, Jason A. Jeffery A. LePine and Michael J. Wesson.,
Organization Behavior
Improving Performance and Comimitment in the Workplace (New
York: McGraw-Hill, 2009) Hal.483
32Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, Organizational Behavior
and Management,
(New York, McGraw Hill, 2008) Hal. 413. 33
Schermerhom, Jr. John R. James G. Hunt, Richard N. Osbom , And
Mary Uhl-Bien, Organisasi Behavior, (New Jersey: Joh Wily &
Sons, Inc 2011), Hal. 306
-
30
usaha menggunakan pengaruh untuk memotivasi individu
menyelesaikan beberapa tujuan. Pengertian ini mengandung
makna bahwa hubungan interpersonal, pentingnya menjadi agen
perubahan, dan memfokus pada menyelesaikan tujuan34.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi,
menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri
seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai tujuan
tertentu
pada situsi tertentu. Kepemimpinan merupakan salah satu
aspek
manajerial dalam kehidupan organisasi yang merupakan posisi
kunci.35
Berdasarkan beberapa definisi kepemimpinan di atas dapat di
fahami bahwa kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan
dalam proses mempengaruhi, mengkordinir orang-orang yang ada
hubungannya dengan ilmu pendidikan dan pelaksanaan
pendidikan
dan pengajaran, agar kegiatan yang dijalankan dapat
berlangsung
lebih efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan
dan
pengajaran.
Dari definisi umum tentang kepemimpinan yang berbeda-
beda tersebut mengandung kesamaan asumsi yang sifatnya umum,
yaitu :
a) Kepemimpinan merupakan kemapuan memengaruhi orang lain
dengan menggunakan kekuasaaan
b) Kepemimpinan adalah suatu proses interaksi antara
pemimpin
dan pengikut
c) Kepemimpinan terjadi pada berbagai tingkat dalam suatu
organisasi, dan
d) pemimpinan memfokuskan pada penyelesaian tujuan bersama.
Adapun beberapa indikator kepemimpinan, meliput:
34
Gibson Dkk, Organizations, (New York : McGraw-Hill, 2012), Hal.
314 35
Tetty Asnawi, Kepemimpinan, (t.tp: Hamada Prima, 2011), Hal .
1.
-
31
a. Kepemimpinan menyangkut orang lain, bawahan atau
pengikut.
b. Kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang
tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok.
c. Selain dapat menggerakan dan memberikan pengarahan
kepada para bawahan, pemimpin dapat juga menggunakan
pengaruh.
d. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
seorang pemimpin untuk mengarahkan dan mempengaruhi
pegawai bawahan atau anggota kelompok agar bekerja
mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah
ditetapkan.36
a. Fungsi pemimpin
Dalam kehidupan organisasi, fungsi kepemimpinan adalah
bagian atau serangkai dari tugas utama yang harus
dilaksanakan.
Fungsi pokok guru sebagai seorang pemimpin yang dapat
menciptakan sekolah yang efektif adalah:
a. Taks related atau problem solving function.
Dalam fungsi ini, pemimpin memberikan saran dalam
pemecahan masalah serta memberikan sumbangan informasi
dan pendapat37
b. Group maintenance function atau social function,
meliputi pemimpin membantu kelompok beroperasi lebih lancar,
pemimpin memberikan persetujuan atau melengkapi anggota
kelompok lain, misalnya menjembatani kelompok yang sedang
berselisih pendapat. Pemimpin yang efektif adalah seorang
pemimpin yang mampu menampilkan kedua fungsi tersebut
dengan jelas.38
36
Ibid. 37
Donni Juni Priansa, Menjadi Kepala Sekolah dan Guru Profesional,
(Bandung: CV. Pustka Setia, 2017), h. 212.
38 Ibid.
-
32
c. Strategi kepemimpinan efektif
Kusnadi menyatakan bahwa:
Dalam mengembangkan profil kepemimpinan, sangat
penting untuk memperhatikan posisi pemimpin dalam
organisasi.
Asumsi apa yang akan dipegang oleh pemimpin dalam
mengelola bawahannya dalam organisasi agar mau berkerja
secara efektif dan efisien. Dalam kedudukan sebagai pemimpin
dan kelompok sosial termasuk masyarakat, seorang pemimpin
akan dituntut oleh beberapa hal, yang meliputi kumpulan
peran
yang kompleks, demikian pula fungsinya. Dalam keluasan
fungsi
dan peran seorang pemimpin dapat mendelegasikan wewenang
dan tanggung jawab kepada para pengikutnya sesuai dengan
kedudukan yang ada dan berlaku.39
Ada tiga dimensi mengukur efektivitas kepemimpinan, yaitu:
a. Hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin atau jumlah
kepercayaan yang diberikan oleh bawahan kepada atasannya.
b. Tingkatan tugas-tugas bawahan, apakah berupa struktur
tugas
atau sekedar rutin.
c. Kekuasaan yang melekat pada fungsi kepemimpinan
tersebut.40
Subtansi kepemimpinan ini meliputi karakteristik individu,
tugas, dan organisasi yang cenderung menyangkal kemampuan
pemimpin untuk mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahannya.
Oleh karena itu, jika faktor-faktor tertentu terhindar, maka
pekerja
akan mengerjakan tugas sesuai dengan kemampuannya tanpa
adanya arahan dari pemimpin.
Karakteristik individu yang dapat menetralisir pemimpin
adalah kemampuan, pengalaman, latihan, pengetahuan,
kebebasan, orientasi profesional dan persamaan upah dalam
39
Hamdan Dimyati, Model Kepemimpinan dan Sistem Pengambilan
Keputusan, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), h. 76.
40 George R. Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2009), h. 155.
-
33
organisasi. Karakteristik biasnya rutinitas, tingkatan struktur
tinggi,
frekuensi timbal-balik, kepuasan intrinstik yang mungkin
mengubah
prilaku pemimpin yang tidak sesuai. Karakteristik organisasi
meliputi
“perencanaan dan tujuan yang eksplisit, aturan dan prosedur,
kelompok kerja yang terpadu, struktur imbalan yang kaku dan
jarak
fisik antara supervisor dan bawahan”.41 “Suatu organisasi
tercipta
ketika ada beberapa orang yang mampu berkomunikasi satu sama
lainnya yang mau menyumbangkan tindakan untuk mengerjakan
suatu maksud bersama”.42
Adapun strategi kepemimpinan yang efektif adalah:
a. Mempercayai staf pengajar
b. Mendelegasikan tugas dan wewenang
c. Adil
d. Membagi dan menanfaatkan waktu
e. Tanpa toleransi atas ketidakmampuan
f. Peduli dengan staf mengajar
g. Membangun visi yang baik
h. Mengembangkan tujuan instansi
i. Cekatan dan tegas, sekaligus sabar
j. Memiliki konsistensi
k. Bersikap terbuka.43
Keterbukaan (transparan) sesungguhnya merupakan suatu
sikap yang dalam manajemen sangat dianjurkan keberadaanya
dalam suatu lembaga/organisasi. Masyarakat dewasa ini
terutama
mereka yang pendidikannya relatif baik, terkadang hanya
percaya
pada organisasi yang terbuka melaporkan seluruh kegiatan
secara
berkala kepada masyarakat (stakeholder) sebagai mitra
kerjanya.
41
Samsu, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Yogyakarta:
Diandra Creative, 2015), h. 54.
42 Michael M, Harmon dan Richard T. Mayer, Teori Organisasi
untuk Administrasi Publik,
(Bantul: Kreasi Wacana, 2014), h. 138-139. 43
Surdarwan Dahim, Manajemen Kepemimpinan Transformasional Kepala
Sekolah, (Jakarta: Rineka Cifta, 2009 ), h. 94.
-
34
Organisasi akan berkinerja dan berkembang dengan baik
manakala
stakeholder merespons semua kegiatan organisasi secara baik
pula.
Karena itu, agar suatu organisasi eksis di masyarakat dan
bisa
berkompetensi secara sehat., maka seluruh pihak yang
terlibat
didalamnya, khususnya pada “level kepemimpinan (manajemen)
harus dapat bersikap transparan dalam mengelola organisasi,
sehingga kredibilitas lembaga tetap terjaga”.44
Dalam Islam, sikap transparan atau membuka (membeberkan
dan memberitahu) apa yang diketahui tentang organisasi yang
dipimpinnya kepada masyarakat merupakan suatu sikap yang
terpuji. Hal ini sebagaimana hadist Rasulullah saw yang
diriwayatkan Bukhari:
ُ َعْنهُ قَاَل قَاَل َرُسو ُ َعلَْيِه َوَسلهَم َعْن أَنَِس ْبِن
َماِلٍك َرِضَي اَّلله ِ َصلهى اَّلله ُل اَّلله
.اْسَمعُوا َوأَِطيعُوا َوإِْن اْستُْعِمَل َعلَْيُكْم َعْبدٌ
َحبَِشيٌّ َكأَنه َرأَْسهُ َزبِيبَةٌ
)رواه البخارى(
Artinya:
Anas RA beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: “dengarlah dan
taatlah meskipun yang memimpin kalian adalah budak yang berkulit
Hitam, yang kepala seperti kismis.” (HR. Bukhari)45
Islam adalah agama rahmatan lil „alamin. Begitu pula Nabi
Muhammad saw diutus sebagai nabi, bukan hanya untuk orang
Arab saja, melainkan untuk semua umat manusia. Karena itu,
para
pengikut nabi bukan saja dari kalangan suku Quraisy yang
menjadi
suku bergengsi saat itu, melainkan juga dari suku-suku lainnya
yang
sebelum datang Islam termasuk suku “hina”. Bahkan salah
seorang
sahabat nabi yang bernama Bilal bin Rabah yang warna
kulitnya
44
Veithzal Rivai,Op.Cit.,h. 196. 45
Imam An-Nawawi, RyaDhus holihin,(Jakarta : Darul Haq, 2014) ,
Hal . 498
-
35
cukup hitam legam. Padahal, sebelum datangnya ajaran Islam
di
Arab dulu, orang kulit hitam adalah termasuk kelompok suku
yang
sebagian besar berprofesi sebagai budak. Mereka sama sekali
tidak
dihargai dan tidak diperlakukan sebagaimana manusia yang
lain.
Akan tetapi setelah turun ajaran Islam, semua batasan-batasan
ras,
warna kulit dan golongan itu dihapus, dan semua manusia
adalah
sama statusnya di muka Allah, hanya keimanan dan
ketaqwaanlah
yang membedakan mereka.
Selain itu, Rasulullah saw sebagai pemimpin umat disuruh
untuk menyampaikan apa yang telah diperoleh agar diberikan
kepada orang lain (masyarakat). Hal ini sebagaimana firman
Allah:
:٧٦)الماءدة)
Artinya:
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu, dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu
dari (gangguan) manusia.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang kafir.46 (QS. Al-Maaidah/5 : 67)
Ayat di atas menginformasikan secara transparan mengenai
sikap pertanggungjawaban rasul sebagai pemimpin. Kata
tabligh
dalam ayat berarti menyampaikan atau menginformasikan adalah
satu dari empat sifat bagi seorang rasul (pemimpin), yakni
siddiq
(benar), amanah (dipercaya), fathanah (mampu) dan tabligh
(menyampaikan). Bila seorang pemimpin/manajer mampu
46
Departemen Agama RI, Op.Cit.,h. 120.
-
36
mengaplikasikan keempat sifat rasul ini, maka sesungguhnya
ia
telah mengadopsi prinsip-prinsip manajemen modern.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu
melakukan tugas-tugasnya secara efektif.Pemimpin yang setiap
saat me-review misinya harus relevan dengan semua situasi
kepemimpinannya. Pemimpin yang mampu menyelesaikan
kebutuhan organisasi dengan keinginan masyarakatnya
(stakeholder). Pemimpin yang berbakat mendayagunakan seluruh
sumber daya dan mengembangkan talenta orang-orang yang ada
dalam organisasi untuk mencapai tujuan berkelanjutan.47
Konsep POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controling)
merupakan konsep manajemen yang sudah kompleks seiring
dengan perkembangan bisnis organisasi. Di dalam teori
manajemen
industri, misalnya, dikenal dua spek utama dalam organisasi,
yakni:
a. Aspek yang berkaitan dengan garis kepemimpinan, garis
komando, atau garis pertanggungjawaban, yang dalam struktur
organisasi dikenal dengan jajaran eksekutif, yang biasanya
dari
Presiden Direktur hingga pemimpin eksekutif dibawahnya.
b. Aspek yang berkaitan dengan staf pada masing-masing
kualifikasi eksekutifnya.48
b. Keterampilan kepemimpinan
Benton mengartikan bahwa “keterampilan konseptual
sebagai kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan gagasan
dan menjabarkanya untuk mendapatkan pendekatan baru dalam
menjalankan depertemen atau perusahaan”.49 Pendapat yang
hampir sama dengan Kadarman dan Yusuf Udaya bahwa
keterampilan konseptual adalah “kemampuan mental untuk
47
Veithzal Rivai, Op.Cit., h. 196-197. 48
Pawit M. Yusuf, Prespektif Manajemen Pengetahuan Informasi,
Komunikasi, Pendidikan dan Perpustakaan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2012), h. 386.
49 Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 69.
-
37
mengkordinasikan, memecahkan masalah, membuat keputusan dan
pembuatan rencana”.50
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa
keterampilan konseptual merupakan kemampuan Mengembangkan
gagasan untuk merencanakan, mengkoordinasikan, melakukan
pengawasan dan memecahkan masalah Proses dalam manajemen
atau pengaturan mencakup perencanaan, penyusunan,
kepemimpinan dan pengontrolan penggunaan sumber daya untuk
mencapai hasil yang maksimal. Bagaimanapun, kenyataannya
fungsi-fungsi inilah yang secara terus menerus yang mengikat
seseorang meneger untuk berpindah dari tugas satu ke tugas
lainnya. Dan dari kesempatan satu ke kesempatan lainnya di
dalam
pekerjaannya.51
2 ). Pengertian Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana
seseorang bertindak dalam konteks suatu organisasi, maka
cara
yang paling mudah untuk menjelaskan atau mendefenisikan
berbagai jenis gaya ialah dengan menggambarkan jenis
organisasi
atau situasi yang cocok bagi satu gaya tertentu. Perhatian
utama
adalah bagi mereka yang sudah menduduki atau berada dalam
posisi kepemimpinan.“School‟s principals have very important
role in
realizing the schools‟ innovations. One important factor that
can
influence innovation in schools is the principal' s leadership
style.
Principal‟s leadership styl ewhich is liked by teachers and
other
subordinates willcreate an atmosphere thatwillbe conducive
to
realize the school innovation”.52
50
Ibid. 51
John R. Schermerhorn, Introduction to Management: International
Student Version,
Tenth Edition, (USA: John Wiley & Sons, 2010), hal. 17
52
Samsu, “The Influence of Principals‟ Leardership Styles on
School Innovation in Jambi (Case Study in Serveral Senior High
School in Jambi), Al-Talim Journal, hal.53
-
38
Samsu (2014) membagikan tiga belas gaya kepemimpinan,
yaitu : Gaya kepemimpinan Rasulullah SAW, Autokratik, Semi-
autokratik, laissez-faire, kharismatik, demokratis,
partisipatif,
amanah, transformasional, Situasional, tiga dimensi, birokratis
dan
kontinum. 53
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang dilihat. Dalam hal
ini
usaha menyelaraskan persepsi di antara orang yang akan
mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan
dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.54
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola
tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan
organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu
tujuan
tertentu.55
The leadership style of a leader must be adapted to the
situation,the nature and behavior of the people being led.
Therefore,be an effective leader ,one must not only embrace
a
leadership style only ,but the leade rmust be flexible to choose
a
style of leadership that is otherwise deemed appropriate for
the
purposes of the organization.56
Sementara itu, Menurut Hersey dan Blanchard,
kepemimpinan situasional pada dasarnya merupakan perwujudan
dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan,
serta
53
Samsu, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, ( Yogyakarta,
Diandra Creative,PUSAKA, 2015), hal. 83 54
Kadim Masaong, Arfan A. Tilomi, Kepemimpinan Berbasis Multiple
Intelligence, (Bandung,ALFABETA, 2011), hal. 150 55
Ibid, hal. 151 56
Samsu, Op, Cit, hal. 54
-
39
situasi dimana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.57
Dalam
mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan
memadukan tingkat kematangan bawahan dengan pola perilaku
yang dimiliki pimpinannya. Ada empat tingkat kematangan
bawahan dan empat gaya yang efektif diterapkan sebagaimana
yang terlihat dalam tabel berikut:58
Tabel. 3.1 Tingkat kematangan bawahan dan gaya yang efektif
diterapkan
No. 4 tingkat kematangan
bawahan
4 gaya yang efektif untuk
diterapkan
1. Bawahan tidak mampu
dan tidak mau ada
keyakinan
Pemimpin memberi instruksi
dan mengawasi pelaksanaan
tugas dan kinerja bawahannya
2. Bawahan tidak mampu
tetapi memiliki kemauan
dan keyakinan bahwa ia
bias
Pemimpin menjelaskan
keputusannya dan membuka
kesempatan untuk bertanya jika
kurang jelas
3. Bawahan mampu tetapi
tidak mempunyai
kemauan dan tidak yakin
Pemimpin memberikan
kesempatan untuk
menyampaikan ide-ide sebagai
dasar pengambilan keputusan
4. Bawahan mampu dan
memiliki kemauan dan
keyakinan untuk
menyelsaikan tugas
Pemimpin melimpahkan
keputusan dan pelaksanaan
tugas kepada bawahannya
Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini
adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas
kepemimpinannya dan hubungan antara atasan dan bawahan,
yakni : Perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung.59
57
Eko Maulana Ali, Kepemimpinan Integratif dalam Konteks Good
Governance, (Cet. I; Jakarta: Multicerdas Publishing, 2013), h. 66.
58
Sobry Sutikno. Pemimpin & Kepemimpinan: Tips Praktis untuk
Menjadi Pemimpin yang Diidolakan. (Cet. I; Lombok: Holistika,
2014), h.15. 59
Kadim Masaong, Arfan A. Tilomi, Op, Cit, hal. 151
-
40
Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sebagai sejauh
mana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi satu arah.
Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin
melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya
mendengar,
menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan
melibatkan para pengikut dalam pengambilan keputusan.60
M1: Tingkat kematangan anggota rendah
Ciri-cirinya : adalah anggota tidak mampu dan tidak mau
melaksanakan tugas, maksudnya: Kemampuan anggota dalam
melaksanakan tugas rendah dan anggota tersebut juga tidak
mau
bertanggung jawab.
Penyebabnya: tugas dan jabatan yang dijabat memang jauh
dari kemampuan , kurang mengerti apa kaitan antara tugas dan
tujuan organisasi, mempunyai sesuatu yang diharapkan tetapi
tidak
sesuai dengan ketersediaan dalam organisasi.
M2: Tingkat kematangan anggota rendah ke Sedang atau
Moderat Rendah
Ciri- cirinya: anggota tidak mampu melaksanakan tapi mau
bertanggung jawab, yaitu walaupun kemampuan dalam
melaksanakan tugasnya rendah tetapi memiliki rasa tanggung
jawab sehingga ada upaya untuk berprestasi. Mereka yakin
akan
pentingnya tugas dan tahu pasti tujuan yang ingin dicapai.
Penyebabnya : anggota belum berpengalaman atau belum
mengikuti pelatihan dan pendidikan tetapi memiliki motivasi
tinggi,
menduduki jabatan baru dimana semangat tinggi tetapi
bidangnya
baru dan selalu berupaya mencapai prestasi, punya harapan
yang
sesuai dengan ketersediaan yang ada dalam organisasi.61
60
Ibid, 152 61
Syafaruddin, Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta : Ciputat Press,
2010), hal. 87
-
41
M3: Tingkat kematangan anggota sedang ke tinggi atau
moderat tinggi.
Ciri- cirinya: anggota mampu melaksanakan tetapi tidak
mau. Yaitu mereka yang mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan tugas tetapi karena suatu hal tidak yakin akan
keberhasilan sehingga tugas tersebut tidak dilaksanakan.
Penyebabnya : anggota merasa kecewa atau prustasi
misalnya: baru saja mengalami alih tugas dan tidak puas
dengan
penempatan yang baru.62
M4: Tingkat Kematangan Anggota Tinggi
Ciri- cirinya: anggota mau dan mampu, yaitu : mempunyai
kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun
memecahkan masalah dan punya motivasi tinggi serta besar
tanggungjawabnya. Mereka adalah yang berpengalaman dan
punya kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas.
Mereka mendapat kepuasan atas prestasinya dan yakin akan
selalu berhasil.
Perilaku kepemimpinan seseorang menghadapi kelompok
secara keseluruhan harus berbeda - beda dengan menghadapi
individu anggota kelompok, demikian pula perilaku
kepemimpinan
manajer dalam menghadapi tiap- tiap individu harus berbeda-
beda
tergantung kematangannya. Masing - masing punya perbedaan
tingkat kematangan.63
Menurut teori ini pemimpin haruslah situasional, setiap
keputusan yang dibuat didasarkan pada tingkat kematangan
anak
buah, ini berarti keberhasilan seorang pemimpin adalah
apabila
mereka menyesuaiakan gaya kepemimpinanya dengan tingkat
62
Ibid, hal. 90 63
Ibid, hal. 95
-
42
kedewasaan atau kematangan anak buah.Tingkat kedewasaan
atau kematangan anak buah dapat dibagi menjadi empat tingkat
yaitu:
Pertama intruksi adalah untuk pengikut yang rendah
kematangannya, orang yang tidak mampu dan mau memiliki
tanggung jawab untuk melaksanakan sesuatu adalah tidak
kompeten atau tidak memiliki keyakinan.bawahan seperti ini
masih
sangat memerlukan pengarahan dan dukungan, masih perlu
bimbingan dari atasan tentang bagaimana, kapan dan dimana
mereka dapat melaksakanya tanggung jawab/tugasnya.64
Kedua konsultasi adalah untuk tingkat kematangan rendah
ke sedang, orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan untuk
memikul tanggung jawab memiliki keyakinan tetapi kurang
memiliki
keterampilan.pimpinan/pemimpin perlu membuka komunikasi dua
arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan
dalam meningkatkan motivasi kerjanya.
Ketiga partisipasi adalah bagi tingkat kematangan dari
sedang kerendah, orang-orang pada tingkat perkembangan ini
memiliki kemampuan tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan
sesuatu tugas yang diberikan. Untuk meningkatkan
produktivitas
kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka
komunikasi
dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan.
Keempat delegasi adalah bagi tingkat kematangan yang
tinggi, orang-orang pada tingkat kematangan seperti ini
adalah
mampu dan mau, atau mempunyai keyakinan untuk memikul
tanggung jawab.Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak
memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap
64
Thomas S.Bateman & Scott A. Snell. Manajemen : Kepemimpinan
dan Kolaborasi dalam Dunia Kompetitif,(Jakarta : Salemba Empat),
hal. 234
-
43
bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana
mereka barus melaksanakan tugas/tangung jawabnya.65
Delegasi merupakan elemen penting dalam meningkatkan
prestasi kerja. Delegasi memberikan peluang kepada staf
untuk
bekerja secara lebih terarah, berkeyakinan serta akuntabel
dalam
pelaksanan tugas yang diberikan oleh kepala sekolah. karena
itu,
setiap kepala sekolahsedapat mungkin berusaha melakukan
delegasi kepada stafnya untuk meningkatkan prestasi kerjanya
sesuai dengan bahagian yang mereka harus kerjakan.
Kegagalan kepala sekolah dalam memberikan delegasi yang
baik kepada staf akan memperburukkualitas dan prestasi kerja
staf
yang ada. Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa delegasi
yang
diberikan kepadakepala sekolah akan menjayakan staf dalam
pelaksanan tugas yang dilakukan. Dikatakan demikian,
karenastaf
tidak boleh melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
tugas
yang diberikan.
Delegasi sebagai pelimpahan tugas dapat dilihat dari dua
arah, yaitu kepala sekolah sebagai pimpinan dan guru sebagai
staf.
Delegasi yang diberikan oleh pemimpin pada hakekatnya
dilakukan
untuk memberikan arah, tujuan serta fokus pada pekerjaan
yang
ditekuni. Karena itu, kepala sekolah sebagai pemimpin
sedapat
mungkin melakukan perencanaan, perhatian serta audit
mengenai
bantuk delegasi yang diberikan.66
Implementasi Teori Situasional dalam Kepemimpinan
Pendidikan Islam
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional
ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu
yang
65
Ibidi, hal. 157-159 66
Samsu, Pengaruh Delegasi, Reward dan Motivasi Kepala Sekolah
Terhadap Prestasi Kerja
Guru (Studi pada SD/Mi, SLTP, dan SLTA Kota Jambi), (Al-Fikrah :
Jurnal Kependidikan
Islam IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, 2015), hal. 26
-
44
disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor
ruang dan waktu. Faktor situasional yang berpengaruh
terhadap
gaya kepemimpinan tertentu adalah sebagai berikut:
1. Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
2. Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
3. Norma yang dianut kelompok
4. Ancaman dari luar organisasi
5. Tingkat stres
6. Iklim yang terdapat dalam organisasi.67
Untuk mencapai suatu keberhasilan kepemimpinan dalam
organisasi termasuk dunia pendidikan, pemimpin memerlukan
gaya
kepemimpinan untuk mempengaruhi bawahannya. Gaya
kepemimpinan dapat dikaji dalam beberapa pendekatan, salah
satunya adalah pendekatan situasional. Pendekatan ini
menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling
efektif diterapkan dalam situasi tertentu.68
Menurut Fread Fielder, kepemimpinan yang berhasil
bergantung kepada penerapan gaya kepemimpinan terhadap
situasi tertentu.69 Hal ini berarti keberhasilan suatu
kepemimpinan
dalam organisasi apapun termasuk pendidikan tergantung dari
pemimpinnya dalam memahami keadaan atau situasi yang
berbeda-beda yang dihadapinya.
Model kepemimpinan situasi ini muncul karena model-model
kepemimpinan sebelumnya tidak bisa memberikan jawaban
terhadap persoalan-persoalan yang muncul dalam kepemimpinan.
Dari hasil penelaahann para pakar, bahwa model kepemimpinan
situasional mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
67
Sobry Sutikno Lot cit, h. 15 68
Abdul Majir, Perkembangan Manajemen Pendidikan, (Cet. I;
Jakarta: Cipta Restu Fellynda, 2012), h. 44. 69
Ibid,
-
45
1. Di mana pemimpin itu berada melaksanakan tugasnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional, yaitu jenis
pekerjaan,
lingkungan organisasi, karakteristik individu yang terlibat
dalam
organisasi.
2. Perilaku kepemimpinan yang paling efektif ialah perilaku
kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kematangan
bawahan.
3. Pemimpin yang efektif ialah pemimpin yang selalu membantu
bawahan dalam pengembangan dirinya dari tidak matang menjadi
matang.
4. Perilaku kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari satu
situasi
ke situasi lain. Oleh sebab itu, dalam kepemimpinan situasi
penting
bagi setiap pemimpin untuk mengadakan diagnosis dengan baik
terhadap situasi.
5. Pola perilaku kepemimpinan berbeda-beda sesuai dengan
situasi
yang ada.70
Kepemimpinan situasi merupakan perkembangan terakhir
daripada kepemimpinan model kontingensi atau Fieler yang
dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blannchard yang
semula disebut Life Cicle Monday.71
Dalam organisasi kepemimpinan pendidikan Islam,
pemimpin mempunyai tanggung jawab menurut Al-Qur'an
sebagaimana yang dijelaskan dalam QS.An-Nisaa’/4:58.
۴۵: )النساء )
70
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Ed. I, Cet. VII;
Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 30. 71
Ibid, H. 33
-
46
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar
lagi Maha melihat.72 (An- Nisaa’/4:58)
Amanat adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain
untuk dipelihara dan dikembalikan bila tiba saatnya dan
diminta
oleh pemikirnya.73Pengertian amanat dalam ayat ini ialah
sesuatu
yang dipercayakan kepada sesuatu yang dipercayakan kepada
seseorang untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.Ayat ini
ketika memerintahkan menunaikan amanat, ditekankannya bahwa
amanat tersebut harus ditunaikan kepada (أهلها) ahliha yakni
pemiliknya, dan ketika memerintahkan menetapkan hukum dengan
adil, dinyatakannya apabila kamu menetapkan hukum di antara
manusia. Hal ini berarti dalam memilih pemimpin terutama
dalam
kepemimpinan pendidikan harus diberikan kepada orang yang
betul-betul bisa menjalankan amanatnya dan bisa melihat
situasi
dan kondisi serta bisa berbuat adil bagi bawahannya sesuai
dengan
pendekatan teori dan gaya kepemimpinan situasional.
2. Pengertian kecerdasan emosional
Secara sederhana kecerdasan emosional diartikan sebagai
penggunaan emosi secara cerdas. Kecerdasan emosional
diartikan sebagai suatu instrumen untuk menyelesaikan
masalah
dengan rekan kerja, membuat kesepakatan dengan pelanggan
yang rewel, mengkritik atasan, menyelesaikan tugas sampai
72
Departeman Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Jakarta:
Departemen Agama RI, 1971, h. 128.
73 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qur‟an), (Cet.I
Vol.2; Ciputat: Lentera hati, 2000), h. 457.
-
47
selesai, dan dalam berbagai tantangan lain yang dapat
merusak
kesuksesan.74
Menurut Daniel Goleman bahwa:Kecerdasan emosional
adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan
menghadapi frustasi, mengadakan dorongan hati dan tidak
berlebih-lebih terhadap kesenangan, mengatur suasana hati
dan
menjaga agar bebas stress, tidak melumpuhkan kemampuan
berfikir, berempati dan berdo’a.75 Ginanjar Agustian bahwa:
Kecerdasan emosi adalah hal-hal yang berhubungan dengan
kecakapan emosi dan spiritual seperti konsistensi
(istiqamah),
kerendahan diri (tawadhu‟), bersabar dan berserah diri
(tawakkal),
ketulusan (sincerety), (keikhlasan), totalitas (kaffah),
keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempurnaan
(ihsan),
yang dinamakan akhlakul karimah. Kecerdasan emosi sebenarnya
adalah akhlak di dalam agama Islam dimana hal ini telah
diajarkan
oleh Rasulullah saw.76
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan qalbu yang mencakup
pengenalan emosi diri sendiri, pengelolaan emosi diri
sendiri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan
menangani berbagai hubungan antar manusia. Kecerdasan
emosional adalah sebagai himpunan bagian dari kecerdasan
sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial
yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah
semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing
pikiran dan tindakan.
74
Abd, Kadim Masaong, Arfan A. Tilomi, Kepemimpinan Berbasis
Multiple Intelligence,
(Bandung, Alfabeta, 2010), Hal. 69 75
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional untuk Mencapai Puncak
Prestasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2015), h. 56.
76 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosional dan
Spritual, (Jakarta: PT. Arga, 2001), h. 199.
-
48
Di dalam Al – Quran dijelaskan ada tiga macam emosi yang
dikenal dengan nafsu, yaitu emosi (nafsu) ammarah, emosi
(nafsu) lawwamah dan emosi (nafsu) Mutmainnah. Emosi
ammarah merupakan emosi yang paling rendah dan egois,
cendrung untuk menguasai logika dan spiritulitas seseorang.
Emosional yang lepas kendali dapat mmebuat orang pandai
menjadi bodoh. Emosi ini berkoalisi dengan syeitan sehingga
amat sulit untuk dapat menerima kebenaran.
Menurut Goleman bahwa:Kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan
intelegensi, menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya
melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, empati
dan
keterampilan sosial. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi
oleh lingkungan, tidak bersifat menetap dan berubah-rubah
setiap
saat.Untuk itu, peran lingkungan terutama orang tua pada
masa
kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan
kecerdasan emosional.77
“Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau
keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara
dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun pada dunia
nyata serta tidak dipengaruhi oleh faktor
keturunan”.78Kordinasi
suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik.
Apabila
seseorang pandai menyesuaikan dengan suasana hati individu
yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki
tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah
menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta
lingkungannya.
Dalam hal ini, Daniel Goleman mengemukakan bahwa
“kecerdasan emosional adalah seseorang mengatur kehidupan
77
Shapiro L. E., Mengajar Emosional Intelligence pada Anak,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 8.
78Ibid.,h. 10.
-
49
emosinya dengan inteligensi, menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan
sosial”.79
Tanpa kecerdasan emosional, orang tidak akan bisa
menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai
dengan potensi yang maksimal. Faktor kecerdasan emosional
dikelompokan menjadi lima kemampuan utama, yaitu “mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali
emosi orang lain dan kemampuan membina hubungan”.80
a. Mengenal emosi diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan
untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu
terjadi.Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan
emosional. Para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri
sebagai metmood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya
sendiri. Menurut Mayer dalam Goleman, “kesadaran diri adalah
waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana
hati”,81bila kurang waspada, maka individu menjadi mudah
larut
dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi.
Kepala sekolah yang memiliki kompetensi kedasaran diri
tinggi memiliki ciri kepemimpinan yang berorientasi pada
pemahaman kecerdasan diri emosional, mampu menilai diri
sendiri secara akurat, dan memiliki kepercayaan diri yang
tinggi.
Selain itu, dengan memilii kecerdasan diri emosional yang
tinggi
akan bisa mendengarkan tanda-tanda dalam diri mereka
sendiri,
mengenali bagaimana perasaan mereka mempengaruhi diri dan
79
Daniel Goleman, Op.Cit.,h. 180. 80
Ibid., h. 57-58. 81
Daniel Goleman, Loc.Cit.
-
50
kinerja mereka.82“Kesadaran diri memang belum menjamin
penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat
penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah
menguasai emosinya”.83Dengan demikian, mengenal emosi
merupakan langkah awal dalam mengendalikan diri.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam
menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau
selaras sehingga tercapai keseimbangan dalam diri
individu.Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali
merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi.“Emosi
berlebihan,
yang meningkat dengan itensitas terlampau lama akan mengoyak
kesetabilan”.84Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk
menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan
atau
ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan yang menekan.
Seorang kepala sekolah yang mimiliki kompetensi
pengelolaan emosi yang baik, sudah pasti prestasi sekolahnya
akan tinggi yang mendorong mereka untuk terus mencari
perbaikan kenerja bersama gurun-guruny. Mereka berpikiran
pragmatis, menetapkan tujuan yang terukur tetapi menantang,
dan
mampu mempertimbangkan resiko sehingga tujuan-tujuan mereka
layak untuk dicapai.
b. Memotivasi diri (pengelolaan diri)
Memotivasi diri sendiri, prestasi harus dilalui dengan
dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti
memiliki
ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai motivasi yang
positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan
diri.
82
Abd. Kadim Masaong, Arfan A. Tilomi, Op, Cit . Hal. 72 83
Ibid.,Hal. 64. 84
Ibid.,Hal. 77-78.
-
51
Kepala sekolah yang memiliki kompetensi pengelolaan diri
secara efektif akan menampilkan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada pengendalian diri, memiliki transparansi,
mampu
menyusuaikan diri, berprestasi dan penuh inisiatif.
Kepala sekolah yang memiliki kendali diri emosional yang
cerdas akan mampu menemukan cara-cara untuk mengelola
emosi mereka yang sedang terganggu, dan menyalurkannya
melalui cara-cara yang bermanfaat. Memiliki ciri seperti ini
akan
tampak tetap tenang dan berpikiran jernih di bawah tekanan
tinggi
atau selama menghadapai krisis dan situasi yang menguji
ketahannya. Kepala sekolah yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri akan bisa menghadapi berbagai tuntutan
tanpa
kehilangan fokus dan energi mereka, dan tetap nyaman dengan
situasi-situasi yang tidak terhindarkan dalam kehidupan
sekolah.
Mereka akan fleksibel dalam menyesuikan diri dengan
tantangan
baru, cekatan dalam meyesuaikan diri dengan perubahan yang
cepat dan berpikir gesit ketika menghadapi realita baru.85
c. Mengenali emosi orang lain86
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga
empati. Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau
peduli dengan orang lain menunjukan kemampuan empati
seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih
mampu mengungkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi, yang
mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain, sehingga
iamampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap
perasaan orang lain dan mampu untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukan bahwa “orang-
orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal
lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih
popular,
85
Lot, Cit, 73 86
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008),
Hal. 103
-
52
lebih mudah bergaul, dan lebih peka”.87Seseorang yang mampu
membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang
tinggi. Semakin mampu terbuka terhadap emosinya sendiri,
mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang
tersebut mempunyai kemampuan membaca perasaan orang lain.
Kepala sekolah yang memiliki empati akan mampu
mendengarkan berbagai tanda emosi, membiarkan dirinya
merasakan emosi yang dirasakan oleh guru dan staf, tetapi
tidak
diutarakan pada guru lain. Selain itu mereka mampu
mendengarkan dengan cermat dan bisa menangkap sudut
pandang guru dan staf. Dengan sifat empati akan membuat
kepala sekolah bisa menjalin relasi dengan seluruh
stakeholder
sekolah dan masyarakat pada umumnya.88
d. Kemampuan membina hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan
keberhasilan antar pribadi.Keterampilan dalam berkomunikasi
merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina
hubungan. Individu sulit mendapatkan apa yang diinginkannya
dan sulit juga memahami kegiatan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina
hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang yang
berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan
lancar pada orang lain. Orang-orang yang popular dalam
lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena
kemampuannya berkomunikasi.
Ramah-tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat
dijadikan petunjuk positif bagaimana seorang guru mampu
membina hubungan dengan orang lain. Kepala sekolah yang
87
Ibid.,h. 136. 88
Abd. Kadim Masaong, Arfsn A.Tilomi, Op, Cit . Hal. 74
-
53
memiliki penilaian diri yang akurat akan memiliki kesadaran
diri
yang tinggi, baik kelemahan maupun kelebihannya, dan
menunjukan cita rasa humor tentang diri mereka sendiri.
Selain
itu, menunjukan pembelajaran yang cerdas tentang apa yang
mereka perlu perbaiki serta menerima kritik dan umpan balik
yang
membangun. Dengan penilaian diri yang akurat membuat mereka
mengetahui kapan harus meminta bantuan dan dimana ia harus
memusatkan diri untuk menumbuhkan kekuatan kepemimpinan
yang baru.
Berdasarkan kajian, maka yang dimaksud dengan
kecerdasan emosional adalah kemampuan guru untuk mengenali
emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk
membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
3. Pengertian Pondok Pesantren
Kata pondok berasal dari funduq (bahasa Arab) yang artinya
ruang tidur, asrama atau wisma sederhana, karena pondok
memang sebagai tempat penampungan sederhana dari para
pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya. Pesantren
merupakan bagian dari pedidikan nasional yang memiliki
kekhasan, keaslian (indegeneous) Indonesia. Dengan
kemandirian yang dimiliki, pesantren akan menjadi lembaga
pedidikan yang otonom, baik dari sistem pembelajaran maupun
pendanaan.89
Pengembangan tipe pesantren karena orientasi belajarnya
cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasik
dalam
meninggalkan sistem belajar tradisional.Penerapan sistem
belajar
modern ini terutama nampak pada