BAB I Pendahuluan Gangguan tidur atau pun kesulitan dalam tidur dewasa ini cukup banyak diderita oleh banyak orang. Gangguan ini paling tidak pernah diderita oleh seseorang paling tidak sekali dalam hidupnya ataupun ada yang menderita hampir sepanjang hidupnya dan hal yang inilah yang dapat mempengaruhi kwalitas hidup seseorang. Seseorang yang terganggu dalam tidurnya akan dapat terjadi bermacam-macam gangguan seperti hilang semangat, kesulitan dalam berkonsentrasi, selalu merasa mengantuk dan gelisah, mudah marah atau temperamental menjadi tinggi, tekanan darah menjadi tinggi dari biasanya/normal sampai berujung pada terjadinya penyakit-penyakit tertentu yang bersifat kronis. 1, 2 Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
Pendahuluan
Gangguan tidur atau pun kesulitan dalam tidur dewasa ini cukup banyak
diderita oleh banyak orang. Gangguan ini paling tidak pernah diderita oleh
seseorang paling tidak sekali dalam hidupnya ataupun ada yang menderita hampir
sepanjang hidupnya dan hal yang inilah yang dapat mempengaruhi kwalitas hidup
seseorang. Seseorang yang terganggu dalam tidurnya akan dapat terjadi
bermacam-macam gangguan seperti hilang semangat, kesulitan dalam
berkonsentrasi, selalu merasa mengantuk dan gelisah, mudah marah atau
temperamental menjadi tinggi, tekanan darah menjadi tinggi dari biasanya/normal
sampai berujung pada terjadinya penyakit-penyakit tertentu yang bersifat kronis.1, 2
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan
pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh
semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah
maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada
orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan
perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh
serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi,
kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau
orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan
didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada
11
orang yang tidurnya cukup. Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur
setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah
kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari, kecenderungan untuk mempergunakan
obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari
penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan
obat yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur
merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan
datang.1,3
Maka dengan ini, penulis ingin membahas mengenai gangguan-gangguan
tidur dan penanganannya agar dapat bermanfaat untuk kita dalam menghadapi
masalah masalah tersebut di dalam praktek sehari - hari.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversible, yang
ditandai dengan keadaan relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang
respon terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga.4
2.2 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika yang dilakukan oleh National Sleep Foundation’s pada tahun
2002, menunjukkan 58% dari orang dewasa di AS mengalami gejala kesulitan tidur
pada beberapa malam dalam seminggu atau lebih. kesulitan tidur merupakan masalah
yang paling umum di antara sekitar setengah orang dewasa yang lebih tua (48%),
mereka cenderung sering mengalami gejala kesulitan tidur dari pada rekan-rekan
muda mereka (45% vs 62%) dan gejalanya lebih cenderung berhubungan dengan
kondisi medis.1,3
Antara wanita dan pria ternyata kesulitan tidur banyak terjadi pada wanita
daripada pria. Satu alasan yang mempengaruhi hal ini adalah adanya perubahan
hormone pada siklus haid yang mempengaruhi siklus tidur. Selama perimenopause
seorang wanita dapat mengalami gangguan dalam tidur dan kesulitan dalam tidur.
Seorang wanita tersebut dapat mengalami rasa panas pada wajah dan dapat
33
mengalami keringat malam yang dapat mengganggu tidur seorang wanita. Selama
kehamilan seorang wanita dapat mengalami perubahan hormone, fisik dan emosional
yang dapat mengganggu tidur seorang wanita. Wanita hamil terutama pada trimester
ketiga dapat menyebabkan rasa tidak enak, keram pada kaki dan sering pergi ke
kamar mandi yang semuanya itu dapat menyebabkan gangguan tidur.1,3
2.3 FISIOLOGI TIDUR
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki
fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi
normal tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal.
Rasa kantuk berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak. Dalam keadaan badan
segar dan normal, hipotalamus ini bekerja baik sehingga mampu memberi respon
normal terhadap perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan
lelah usai bekerja keras seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang
bersifat menenangkan di sekelilingnya, seperti suara burung berkicau, angin semilir,
kasur dan bantal empuk, udara nyaman, dll., kemampuan merespon tadi
berkurang sehingga menyebabkan seseorang mengantuk. Disini yang berperan
adalah suatu zat yang disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid), merupakan
asam amino yang berfungsi sebagai neurotransmiter (penghantar sinyal saraf).4
Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur dengan
tatanan rapi, bantal enak dan empuk, kurang lebih selang 30 menit sudah tertidur,
bahkan ada orang begitu mencium bantal dalam 3-5 menit langsung tertidur. Salah
satu kriteria yang digunakan adalah “Siklus Kleitman”, yang terdiri dari aktivitas
4
bangun / aktivitas harian dan siklus tidur yang juga dikenal sebagai activity / rest
cycle. Siklus ini terdiri dari Rapid Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Eye
Movement (NREM). Sebenarnya bentuk pola tidur dapat dibedakan dengan
memperhatikan pergerakan bola mata yang dimonitor selama fase tidur. Secara
obyektif, EEG dapat digunakan untuk mencatat fase REM maupun NREM selama
tidur. Tidur yang dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan gelombang EEG yang
bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi rendah, sedangkan tidur yang dipengaruhi oleh
REM ditandai oleh gambaran EEG yang berfrekuensi tinggi tetapi bervoltase
rendah.3,4
Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur setiap
pengulangan diserati dengan pemendekan fase 3-4 dari NREM yang disebut SWS
(Slow Wave Sleep) sedangkan lama REM lebih panjang. Kenyenyakan tidur
sebenarnya tergantung pada lamanya fase-fase yang dilalui dari fase pertama sampai
fase empat dari NREM. Sedangkan fase ini berjalan cepat, maka orang itu belum
tidur nyenyak.Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiapa hari akan makin
berkurang dan disertai fragmen-fragmen tidur yang banyak sehingga jumlah SWS
makin berkurang dan ini menunjukkan bahwa mereka mengalami masa tidur yang
tidak terlalu nyenyak.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:4
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
5
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium,
lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi
secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-
20jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur
diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Fisiologi tidur dapat diterangkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak
selama tidur. Aktivitas tersebut dapat direkam dalam alat EEG. Untuk merekam tidur,
cara yang dipakai adalah dengan EEG Polygraphy. Dengan cara ini kita tidak saja
merekam gambaran aktivitas sel otak (EEG), tetapi juga merekam gerak bola mata
(EOG) dan tonus otot (EMG).5 Untuk EEG, elektroda hanya ditempatkan pada dua
daerah saja, yakni daerah frontosentral dan oksipital. Gelombang Alfa paling jelas
terlihat di daerah frontal. dapatkan 4 jenis gelombang, yaitu:4
1. Gelombang Alfa, dengan frekuensi 8 - 12 Hz, dan amplitude gelombang antara 10
- 15 mV. Gambaran gelombang alfa yang terjelas didapat pada daerah oksipital
atau parietal. Pada keadaan mata tertutup dan relaks, gelombang Alfa akan
muncul, dan akan menghilang sesaat kita membuka mata. Pada keadaan
mengantuk (drowsy) didapatkan gambaran yang jelas yaitu kumparan tidur yang
berupa gambaran waxing dan gelombang Alfa.
2. Gelombang Beta, dengan frekuensi 14 Hz atau lebih, dan amplitude gelombang
kecil, rata-rata 25 mV. Gambaran gelombang Beta yang terjelas didapat pada
daerah frontal. Gelombang ini merupakan gelombang dominan pada keadaan jaga
6
terutama bila mata terbuka. Pada keadaan tidur REM juga muncul gelombang
Beta.
3. Gelombang Teta, dengan frekuensi antara 4 - 7 Hz, dengan amplitudo gelombang
bervariasi dan lokalisasi juga bervariasi. Gelombang Teta dengan amplitudo
rendah tampak pada keadaan jaga pada anak-anak sampai usia 25 tahun dan usia
lanjut diatas 60 tahun. Pada keadaan normal orang dewasa, gelombang teta
muncul pada keadaan tidur (stadium 1, 2, 3,4).
4. Gelombang Delta, dengan frekuensi antara 0 - 3 Hz, dengan amplitudo serta
lokalisasi bervariasi.
Dengan demikian stadium-stadium tidur ditentukan oleh persentase dan
keempat gelombang ini dalam proporsi tertentu. Selain itu juga ditunjang oleh
gambaran dari EOG dan EMG nya.5
2.4 STADIUM TIDUR4,5
a. Stadium Jaga (Stadium W = wake)
EEG : Pada keadaan relaks, mata tertutup, gambaran didominasi oleh gelombang
Alfa.
Tidak ditemukan adanya Kumparan Tidur dan Kompleks K.
EOG : Biasanya gerakan mata berkurang. Kadang-kadang
terdapat artefak yang disebabkan oleh gerakan kelopak mata.
EMG: Kadang-kadang tonus otot meninggi.
b. Stadium 1
7
EEG: Biasanya terdiri dari gelombang campuran Alfa, Beta dan kadang-kadang
Teta.
Tidak terlihat adanya Kumparan Tidur, Kompleks K atau gelombang Delta.
EOG : Tak terlihat aktifitas bola mata yang cepat.
EMG Tonus otot menurun dibandingkan dengan pada Stadium W.
c. Stadium 2
EEG: Biasanya terdiri dan gelombang campuran Alfa, Teta dan Delta. Terlihat
adanya Kumparan Tidur dan Kompleks K (Kompleks
K : gelombang negatif yang diikuti oleh gelombang positif, berlangsung kira-kira
0,5 detik, biasanya diikuti oleh gelombang cepat 12 - 14 Hz). Persentase
gelombang Delta dengan amplitudo di atas 75 mV kurang dari 20%.
EOG : Tak terdapat aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Kadang-kadang terlihat peningkatan tonus otot secara tiba-tiba,
menunjukkan
bahwa otot-otot tonik belum seluruhnya dalam keadaan relaks.
d. Stadium 3
EEG : Persentase gelombang Delta berada antara 20 - 50%.Tampak Kumparan
Tidur.
EOO : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat.
EMG : Gambaran tonus otot yang lebih jelas dari stadium 2.
e. Stadium 4
8
EEG : Persentase gelombang Delta mencapai lebih dari 50%. Tampak Kumparan
Tidur.
EOG : Tak tampak aktivitas bola mata yang cepat
EMG : Tonus otot menurun dari pada stadium sebelumnya.
f. Stadium REM
EEG : Terlihat gelombang campuran Alfa, Beta dan Teta. Tak tampak gelombang
Delta., Kumparan Tidur maupun Kompleks K.
EOG : Terlihat gambaran REM (Rapid Eye Movement) yang khas.
EMG : Tonus otot sangat rendah.1, 5
REM ditandai dengan rekaman EEG yang menyerupai tahap pertama,
yang terjadi bersamaan dengan gerak bola mata yang cepat dan penurunan level
muscle tone. Periode REM akan disertai dengan frekuensi pernafasan dan frekuensi
jantung yang berfluktuasi. Periode ini dikenal sebagai desynchronized sleep.
Siklus tidur lebih pendek pada bayi dibandingkan pada orang dewasa.
Periode REM pada bayi berkisar antara 50-60 menit pada awalnya, yang lama-
kelamaan akan meningkat. Siklus tidur dewasa berlangsung 70-100 menit selama
masa remaja.Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang.
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS
(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang
tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam
keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter
seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholinergik, histaminergik.
9
• Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin
yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk / tidur. Bila
serotonin dari trypthopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak
bisa tidur / jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik
ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
• Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di
badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus
sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang
mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
• Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra
vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini,
mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan
aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat
pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat
antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus
sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
10
• Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
• Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini
secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin,
serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.
Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang
dimaksud disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam periode 24 jam, orang
dewasa tidur sekali, kadang 2 kali. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh
siklus terang gelap, rutinitas harian, periode makan, dan penyelaras eksternal lainnya.
Faktor-faktor inilah yang membentuk siklus 24 jam.
2.5 PATOFISIOLOGI GANGGUAN TIDUR3,4
Irama tidur - jaga yang merupakan pola tingkah laku berhubungan dengan
interaksi di dalam sistim aktivasi reticular. Contoh adalah bila dilakukan
perangsangan daerah formasio retikularis akan menyebabkan kondisi jaga/waspada
pada hewan di laboratorium. Sedangkan perusakan pada daerah itu menyebabkan
hewan mengalami kondisi koma menetap. Dengan ini kita mengetahui bahwa sistim
aktivitas retikular bekerjanya diatur oleh kontrol dan nukleus raphe dan locus
coeruleus. Di mana sel-sel dan nucleus raphe mensekresi serotonin dan locus
11
coeruleus mensekresi epinephrine. Jika nukleus raphe dirusak atau sekresinya
dihambat, dapat menimbulkan kondisi tidak tidur/berkurangnya jam tidur pada hewan
percobaan yang mirip dengan kejadian insomnia. Sedangkan bila locus coeruleus
yang dirusak, akan terjadi penurunan atau hilangnya tidur REM, sedangkan tidur non
REM tak berubah. Sistim limbik, yang kita kenal sebagai pusat emosi, agaknya juga
berhubungan dengan kewaspadaan/jaga. Mungkin hal inilah yang menyebabkan
mengapa kondisi ansietas dan gangguan emosi lainnnya dapat mengganggu tidur, dan
menyebabkan insomnia.
2.8 GANGGUAN TIDUR2,3,4
A. GANGGUAN TIDUR PRIMER
DISSOMNIA
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi
jatuh tidur ( failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in
staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya. Gambaran
penting dari dissomnia adalah perubahan dalam jumlah, kualitas atau waktu
tidur. Gangguan ini meliputi insomnia, yang mana terjadi gangguan tidur pada
awal dan pemeliharaannya; hipersomnia, yaitu gangguan dari waktu tidur
yang berlebihan atau sleep attacks; gangguan tidur berhubungan dengan
pernafasan; dan gangguan tidur irama sirkadian, dimana terdapat
ketidaksesuaian antara pola tidur seseorang dengan pola tidur normal
lingkungannya.
12
1. INSOMNIA PRIMER
Insomnia adalah ketidakmampuan secara relatif pada seseorang untuk
dapat tidur atau mempertahankan tidur baik pada saat ingin tidur, “keadaan tidur
yang tenang/sedang tidur” ataupun bangun saat pagi sebelum waktunya (hal ini
dikenal sebagai insomnia jenis awal/initial, jenis intermediate dan jenis
terminal/late insomnia) atau jika orang tadi bangun dalam keadaan
segar.Gangguan insomnia biasa terjadi sebelum seseorang berusia 40 tahun
tetapi prevalensi tertinggi dijumpai pada usia di atas 65 tahun. Insomnia dapat
disebabkan oleh gangguan mental lainnya, penyakit organik atau akibat
penggunaan obat tertentu (insomnia sekunder) atau mungkin idiopatik
(insomnia primer).
Insomnia dikelompokan menjadi :
•Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit atau sama
sekali tidak berhubungan dengan berbagai stres maupun kejadian.
•Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh
nyeri, kecemasan obat, depresi, atau stres yang hebat.
Insomnia primer cirinya ditandai dengan adanya kesulitan dalam
memulai atau mempertahankan tidur atau non restoratif atau tidur tidak nyenyak
selama 1 bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan mental, keadaan medikal
umum, dan penggunaan zat.
13
Insomnia sering terjadi di masyarakat umum dan lebih sering terjadi
pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan; meskipun hanya sedikit
jumlah orang-orang dengan insomnia yang berkonsultasi ke dokter. Kesulitan
tidur lebih sering terjadi pada orang tua, wanita, individu dengan pendidikan
rendah dan status ekonomi rendah, dan orang-orang dengan masalah medis
kronis.
Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir setiap
malam selama sebulan atau lebih. Salah satu penyebab kronik insomnia yang
paling umum adalah depresi. Penyebab lainnya adalah arthritis, gangguan
ginjal, gagal jantung, sleep apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan
hypertyroidism. Namun demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh
faktor perilaku, termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain,
siklus tidur/bangun yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari
lainnya, dan stres kronik.
a. Penyebab
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang
memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan
pemakaian obat-obatan.
Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang
terbalik, mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya
tidur. Selain itu, perilaku di bawah ini juga dapat menyebabkan insomnia pada
beberapa orang :
14
•Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka)
•Kekhawatiran tidak dapat tidur
•Menkonsumsi kafein secara berlebihan
•Minum alkohol sebelum tidur
•Merokok sebelum tidur
•Tidur siang/sore yang berlebihan
•Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur
b. Gejala
Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di
malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Insomnia bisa dialami
dengan berbagai cara :
•Sulit untuk tidur
•Tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap tidur
(sering bangun)
•Bangun terlalu awal
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang
dialami waktu siang hari adalah mengantuk, resah, sulit berkonsentrasi, sulit
mengingat, gampang tersinggung.
15
c. Diagnosis
Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola
tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan
stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik
Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi
(contohnya : perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme
pertahanan yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi
yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup
tertentukah? Atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula
riwayat pola tidur maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat
dalam menentukan suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan
dari pasien yang sebenarnya menderita sleep apnea atau myoclonus-nocturnal.
Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan
insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi :
-Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari, walaupun
pada akhir pekan.
-Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.
-Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton TV
atau bekerja.
-Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk
-Menghindari tidur siang.
16
-Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore hari,
kalau hal ini akan mengganggu tidur).
-Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang mengandung
kafein, rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif.
d. Pengobatan
Meskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur) tidak dapat
mencegah insomnia, tetapi dapat memberikan perbaikan secara bertahap. Obat-
obat tersebut seharusnya kita gunakan terutama untuk merawat transient dan
insomnia jangka pendek. Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk dinilai
dan kebanyakan pasien menjadi tergantung pada pengobatan ini. Benzodiazepin
merupakan obat pilihan pertama untuk alasan kenyamanan dan manfaatnya.
Benzodiazepin sebagai obat tidur meliputi estazolam, 1-2 mg malam hari;
flurazepan, 15-30 mg malam hari; quazepam, 7,5 – 15 mg malam hari;
temazepam, 15-30 mg malam hari dan triazolam, 0,25 – 0,25 mg malam hari.
Non benzodiazepin alternatif adalah zolpidem, 5-10 mg malam hari; dan
zaleplon, 10-20 mg malam hari, kedua obat ini menimbukan sedikit efek
ketergantungan, toleransi, dan cenderung untuk menyebabkan somnolen
seharian.Obat-obat lain yang sering digunakan meliputi chloralhydrate (500-2000
mg), hipnotik-sedatif golongan non barbiturat akan meningkat potensinya
bila dikonsumsi bersama alkohol, antihistamin diphenhydramine (25-100 mg)
dan doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti trazodone (50-20 mg)
sering digunakan dalam dosis rendah sebagai hipnotik untuk pasien yang
menderita insomnia primer.
17
2. HIPERSOMNIA PRIMER
Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan
wanita mempunyai kemungkinan sakit yang sama.
Yang dimaksud dengan hipersomnia primer adalah tidur yang berlebihan
atau terjadi serangan tidur ataupun perlambatan waktu bangun. Hipersomnia
mungkin merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit organik (termasuk
obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan kebalikan dari
insomnia. Seringkali penderita dianggap memiliki gangguan jiwa atau malas.
Penderita hipersomnia membutuhkan waktu tidur lebih dari ukuran normal.
Pasien biasanya akan tidur siang sebanyak 1-2 kali per hari, dimana setiap waktu
tidurnya melebihi 1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan lesu
sepanjang hari. Gangguan ini tidak terlalu serius dan dapat diatasi sendiri oleh
penderita dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen diri.
Polysomnography memperlihatkan penurunan gelombang delta,
peningka-tan kesadaran, dan pengurangan masa laten REM pada pasien dengan
hipersomnia primer.
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara pengu-
kuran sleep hygiene, obat-obatan stimulan, dan tidur siang untuk beberapa
pasien. Obat-obat stimulan dapat mempertahankan kesadaran;
dextroamphetamine dan methylphenidate keduanya mempunyai masa paruh yang
singkat dan di minum dalam dosis terbagi. Femoline, stimulan kerja lama, dapat
juga digunakan.
18
3. NARKOLEPSI
Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang paling sering
terjadi. Narkolepsi adalah gangguan tidur yang diakibatkan oleh gangguan
psikologis dan hanya bisa disembuhkan melalui bantuan pengobatan dokter ahli
jiwa.
Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur yang berhubungan
dengan keinginan tidur yang tidak dapat ditahan sebagai salah satu gejala, atau
kombinasi antara gejala seperti cataplexy, sleep paralysis, atau hypnagogic
hallucinations. Kelainan ini menyerang 1 diantara 2000 orang, jumlah penderita
pria yang sama dengan wanita. Narkolepsi mungkin merupakan penyakit
herediter karena setengah pasien narkolepsi mempunyai keluarga yang sakit
serupa.
Gejala dari narkolepsi adalah ditemukannya serangan tidur yang berakhir
dari beberapa detik hingga 30 menit atau lebih lama. Pasien narkolepsi juga
dapat mengalami serangan tidur pada saat bekerja, selama percakapan atau pada
keadaan normal lainnya. Narkolepsi dijumpai pada pasien yang berusia di bawah
25 tahun (90%). 80% pasien narkolepsi mengalami episode cataplexy, dimana
terjadi kehilangan kontrol otot secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan orang
tersebut pingsan tanpa kehilangan kesadaran. Keadaan ini dapat terjadi sebagai
respon terhadap suatu keadaan emosional seperti mengalami kegembiraan atau
kejutan.
19
Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang berbeda
untuk serangan tidur dan gejala auxilary. Stimulan adalah obat yang sering
digunakan untuk mengatasi serangan tidur karena mula kerjanya yang singkat
dan sedikitnya efek samping yang ditimbulkan. Sebagai contoh,
methylphenidate sangat tepat untuk mengatasi serangan tidur/sleep attack,
digunakan dalam dosis terbagi dengan dosis awal 5 mg, dosis tersebut dinaikkan
secara bertahap hingga 60 mg per hari. Dextroamphetamine dapat digunakan
dengan dosis yang serupa. Pemoline digunakan dengan dosis antara 18,75
sampai 150 mg, dengan dosis yang terbagi. Modafinil, merupakan obat baru
yang disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration sebagai alternatif
lain dalam pengobatan narkolepsi. Obat tersebut toleransinya baik dan efek
kardiovaskular-nya sedikit; dosis hariannya 200 sampai 400 mg. Antidepresan
trisiklik sering digunakan untuk menangani cataplexy atau sleep paralysis
tetapi mempunyai sedikit efek pada serangan tidur; dosis yang digunakan
untuk mengontrol gejala ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang
digunakan untuk mengobati depresi (misalnya, imipramin, 10 sampai 75 mg
malam hari).
4. GANGGUAN TIDUR BERHUBUNGAN DENGAN PERNAPASAN
Apnea merupakan gangguan tidur yang cukup serius. Central apnea
timbul sebagai akibat kerusakan pada pusat pernafasan sehingga tidak dapat
memulai usaha respirasi periperal. Pada orang dewasa gangguan pernafasan yang
berkaitan dengan gangguan tidur dicirikan dengan episode penghentian nafas
selama 10 detik atau lebih selama tidur, dengan frekuensi 10 kali atau lebih tiap
20
jam, dan dengan penurunan desaturasi oksigen yang signifikan, tanda nocturnal
lainnya seperti mendengkur, nafas yang terengah-engah, gastro-esophageal
reflux, ngompol, pergerakan tubuh yang hebat, berkeringat pada malam hari dan
pagi hari, sakit kepala. Gejala pada siang hari meliputi keinginan untuk tidur
yang sangat hebat atau serangan tidur. Gangguan tersebut mempunyai efek
psiklologis yang serius, meliputi proses berfikir yang lambat, kerusakan ingatan,
dan perhatian. Pasien sering merasa cemas, dysphoric mood, keluhan fisik yang
bervariasi. Pasien dengan sleep apnea biasanya gemuk, usia pertengahan (dapat
pula mengenai semua kelompok umur), dan wanita. Apnea juga disebut penyakit
“to fall asleep at the wheel” karena sering terjadi ketika penderita sedang
mengemudi mobil. Apnea terjadi karena fluktuasi atau irama yang tidak teratur
dari denyut jantung dan tekanan darah. Ketika serangan datang, penderita
seketika merasa mengantuk dan jatuh tertidur. Penderita mengalami kesulitan
bernafas, bahkan terheti pada saat tidur (dalam bahaa Jawa disebut tindihan).
Naik-turunnya denyut jantung dan tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan
kematian seketika pada penderita.
Pasien gemuk dianjurkan untuk mengurangi berat badan. Antidepresan
trisiklik (misalnya protriptyline, 10-60 mg malam hari) dapat digunakan
untuk mengatasi gangguan ini, buspirone dan fluoxetine juga bermanfaat untuk
mengatasi gangguan ini. Benzodiazepin sebaiknya tidak digunakan sebab
akan menekan pernafasan bila digunakan dalam dosis tinggi.