Top Banner
8 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Status dan Luas Kawasan Secara geografis letak kawasan Taman nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) pada posisi antara kawasan Zoogoegrafis Asia dan Zoogeografis Australia. TNBNW terletak pada garis lintang antara 0 o .20’ – 0 o .51’ Lintang Utara(LU) dan 123 o .06’ – 124 o .18’ Bujur Timur (BT). Secara administratif kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone berada pada dua wilayah provinsi dan dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi TNBNW dapat dilihat pada Gambar 3. Skala 1 : 2.500.000 http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_Bogani.htm Gambar 2. Lokasi Penelitian di Sulawesi Utara Adapun batas-batas kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan hutan lindung di wilayah Kecamatan Sangtombolang (Kabupaten Bolaang Mongondow) Kec. Atinggola
167

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

Mar 06, 2019

Download

Documents

tranhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

8

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Status dan Luas Kawasan

Secara geografis letak kawasan Taman nasional Bogani Nani Wartabone

(TNBNW) pada posisi antara kawasan Zoogoegrafis Asia dan Zoogeografis

Australia. TNBNW terletak pada garis lintang antara 0o.20’ – 0o.51’ Lintang

Utara(LU) dan 123 o.06’ – 124 o.18’ Bujur Timur (BT).

Secara administratif kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

berada pada dua wilayah provinsi dan dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten

Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango

Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi TNBNW dapat dilihat

pada Gambar 3.

Skala 1 : 2.500.000

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_Bogani.htm

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Sulawesi Utara

Adapun batas-batas kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan hutan lindung di wilayah

Kecamatan Sangtombolang (Kabupaten Bolaang Mongondow) Kec. Atinggola

Page 2: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

9

Provinsi Gorontalo; sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Dumoga dan

Lolayan (Kab.Bol.Mongondow); sebelah Selatan berbatasan dengan Kec.

Pinolosian dan Bolaang Uki (Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi

Utara); sebelah Barat berbatasan dengan Kec.Tibawa, Suwawa, Tapa, dan

Kabila Provinsi Gorontalo.

PETA ZONASI TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONEPETA ZONASI TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE

ZonaZona IntiInti : 188.927 Ha: 188.927 HaZonaZona RimbaRimba : 77.250 Ha : 77.250 Ha ZonaZona PemanfaatanPemanfaatan : 20.678 Ha : 20.678 Ha ZonaZona PemanfaatanPemanfaatan : : TradisionalTradisional 260 Ha260 Ha

CA

E

B

D

Gambar 3. Peta Zonasi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

Skala 1 : 2.500.000

Luas kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone seluruhnya

287.115 hektar, dengan perbandingan 177,115 hektar (61,68%) berada di

wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow di bagian timur dan 110.000 hektar

(38,32%) masuk dalam wilayah Kabupaten Bone Bolango di bagian barat. Luas

keliling TNBNW adalah 726 km dan sudah ditata batas. Tata batas di lapangan

dilakukan dengan pemasangan pal batas sebanyak 4990 buah. Berdasarkan

zonasi kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang telah ditetapkan

dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam

Page 3: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

10

(PHPA) nomor 191/Kpts/Dj-VI/197 tanggal 24 Desember 1997, luas kawasan

tersebut adalah sebagai berikut :

Zona inti 188,927 hektar (65,80 %)

Zona rimba 77,250 hektar (26,91 %)

Zona pemanfaatan 20.678 hektar (7,20%)

Zona pemanfaatan Tradisional 260 hektar (0,90 %)

Topografi dan Iklim

Keadaan topografi di kawasan Taman nasional Bogani Nani Wartabone

sangat beragam mulai dari datar, bergelombang ringan sampai berat maupun

berbukit terjal dengan ketinggian berkisar antara 50 sampai dengan 1.970 meter

di atas permukaan laut (dpl). Bentang alam kawasan Taman nasional Bogani

Nani Wartabone mulai dari dataran hingga pegunungan memiliki klasifikasi

sebagai berikut :

• Bentang alam datar, dengan kemiringan lereng 0 – 8 %, terdapat di

beberapa tempat yaitu di sekitar hutan Sampaka, kemudian membentang

ke arah Selatan kawasan hutan Matayangan, di sekitar hutan Pinogu, di

sekitar G.Kabila dan G.Tawango.

• Bentang alam berombak, kemiringan 8 – 15 %, terdapat di beberapa

tempat yaitu di sekitar hulu Sungai Kosinggolan, S. Toraut, S. Ilanga, di

sebelah barat hutan enclave Pinogu dan hutan Tulabolo, dan sepanjang

S. Bone.

• Bentang bergelombang, kemiringan 15 – 25 %, terdapat di beberapa

tempat yaitu di hulu S. Mauk membentang ke arah barat hingga di hulu

S.Tumpa dan di sebelah utara hulu S. Lolak dan ke arah barat hulu S.

Ayong kemudian di sebelah selatan G. Ali yaitu di sekitar S.Tombolilato.

• Bentang alam berbukit, kemiringan 25 – 45 %, terdapat di sekitar G.

Mogogonipa,dan di sekitar enclave G. Pinogu menuju arah timur laut.

• Bentang alam bergunung, kemiringan > 45 % terdapat pada beberapa

tempat yaitu di pegunungan Bulawa, puncak G. Kabila membujur ke arah

barat, hulu S. Ayung dan S.Tumpa. Pegunungan Pinutus dengan puncak

G. Pondang membujur ke arah barat sampai di sebelah barat G.

Mogonipa. Pegunungan Sinombayuga dengan puncak G. Poniki ke arah

barat sampai G. Sinombayuga. Pegunungan Bulawa dengan puncak G.

Page 4: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

11

Sula, pegunungan Bone dengan puncak G. Pinolobatu. Pegunungan

Parantanaan yaitu di sebelah barat G. Ponimposa membujur ke arah

barat dengan melintasi G. Gambuta dengan Pau-pau. Pegunungan Tilong

Kabila yaitu terletak di sebelah utara Tilamuta membujur ke arah barat

Kondisi topografi kawasan berhutan yang bergelombang yaitu berbukit

berlembah serta memiliki kelerdengan lebih dari 45 % menjadikan fungsi

kawasan taman nasional sebagai daerah pengatur tata air (fungsi hidrologis)

serta menjadi sumber air lahan pertanian seluas ± 10.815 ha di sekitarnya dan

sebagai penahan terjadinya bencana banjir pada daerah hilir.

Di bagian tengah kawasan ini terletak Gunung Sinombayuga yang

merupakan puncak tertinggi (± 1.970 m) membujur dari arah utara – selatan yang

sekaligus membelah jaringan Daerah aliran sungai (DAS) Bone dan Dumoga.

Gunung-gunung yang lain adalah G.Pau-Pau (± 1.921 m) dan G.Gambuta (±

1.954 m) dan G.Sulo (± 1.750 m) membelah jaringan wilayah Bone dan Sangkup

serta G.Ali (± 1.495 m) antara Bone dan Bone Pantai. Beberapa gunung yang

lerengnya mengarah ke Sungai Kosinggolan di Kabupaten Bolaang Mongondow

yaitu G.Sinombayuga (± 1.970 m), G.Poniki (± 1.817 m), G.Padang (± 1.370 m).

bagian kawasan yang terendah pada Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

terdapat di wilayah Lolak dengan ketinggian ± 50 meter di atas permukaan laut.

Keadaan iklim di wilayah kawasan Taman nasional Bogani Nani

Wartabone menurut Schmidt dan Verguson termasuk dalam tipe A, B, dan C.

Curah hujan umumnya tersebar merata sepanjang tahun dengan periode relatif

basah antara bulan November – Januari dan Maret – Mei. Masa kering bulan

Agustus – September (Tabel 1). Arah angin dan topografi yang bergunung di

wilayah ini sering mempengaruhi curah hujan lokal terutama jumlah total hujan

meskipun dalam jarak dekat. Sebagai contoh di wilayah bagian tengah dan utara

(Dumara dan Toraut) curah hujannya tinggi karena pengaruh angin timur laut

sedangkan di wilayah Doloduo dan Kosinggolan relatif lebih kering karena

pengaruh angin barat daya. Secara umum di lembah Dumoga curah hujan rata-

rata antara 1.700 – 2.200 mm per tahun, sedangkan di wilayah Gorontalo rata-

rata 1.200 mm per tahun. Adapun suhu udara rata-rata 20 o – 28 C o.

Sesuai dengan lokasi dan kondisi topografinya kawasan TNBNW,

sebagaian besar merupakan hulu sungai yang mengalir ke arah utara, selatan,

ke barat maupun ke timur. Beberapa daerah aliran sungai di TNBNW yaitu :

Page 5: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

12

DAS Ongkag – Dumoga dan DAS Mongondow yang sebagaian besar wilayahnya

terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow. Sungai-sungai yang mengalir ke

arah timur yaitu : S.Toraut, S. Tumpa, S. Kosinggolan dan S. Binuanga di wilayah

Bolaang Mongondow. Sungai-sungai yang mengalir ke arah selatan yaitu:

S.Pinolosian, S. Sulango, S.Toludaa di wilayah Bolaang Mongondow serta S.

Tombolilato, S. Bilunggala di wilayah Gorontalo. Sungai-sungai yang mengalir ke

arah barat yaitu : S. Bone, S. Palanggua, dan S. Lolio di wilayah Gorontalo.

Tabel 1. Rata-rata Curah Hujan Bulanan di sekitar TNBNW (Tahun 1996 -2003)

Tahun (mm) Bulan

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

123

203

305

241

195

326

284

559

558

641

820

164

341

751

305

315

827

267

348

352

199

139

222

262

47

54

92

14

66

3

24

-

-

14

40

61

17

16

62

89

132

171

20

85

77

46

137

116

304

157

610

332

621

315

295

165

91

152

201

185

809

1.018,5

1.132,5

2.594

1.091,8

625,4

721,5

829,5

609

1.524,5

1.027

943,5

1.766

2.250

819

842

648,5

1.451

557

514,5

751

424,5

3.377

3.519

579

19

72,6

42,4

35,3

144

7,16

2,16

0,73

38,93

-

-

Sumber : Bolaang Mongondow dalam angka 2003

Saat ini di beberapa sungai telah dibangun bendungan yang digunakan

untuk irigasi. Bendungan-bendungan tersebut yaitu bendungan Kosinggolan dan

Toraut di wilayah kecamatan Dumoga, bendungan Lolak di kecamatan Labuan

Uki yang ketiganya berada di Kabupaten Bolaang Mongondow. Sedangkan di

sungai Bone Kabupaten Gorontalo masih dalam perencanaan untuk dibangun

jaringan irigasi. Adanya bendungan Kosinggolan dan Toraut, kecamatan Dumoga

pada saat ini merupakan lumbung beras andalan Provinsi Sulawesi Utara, dan

merupakan daerah sentral ekonomi yang penting bagi Kabupaten Bolaang

Mongondow.

Page 6: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

13

Keadaan Tanah

Tanah dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone berasal

dari bahan vulkanis seperti dijumpai di bagian timur dan tengah dan sebagaian

asam seperti di daerah Bone. Tanah berasal dari bahan sedimen dijumpai di

bagian utara dan selatan Dumoga. Formasi kaolin yang merupakan bahan

keramik dapat dijumpai di daerah Molibagu. Jenis tanah yang terdapat di

kawasan ini antara lain latosol, podsolik, renzina, alluvial dan andosol. Formasi

batuan vulkanis terdapat di sebelah timur dan selatan lembah Dumoga

membentuk rangkaian pegunungan ke pantai utara di Labuan Uki. Sedang di

bagian selatan di Gunung Mogogonipa membentuk gunung-gunung kecil yang

terdiri dari batuan lava, konglomerat dan breccia.

Potensi Kawasan TNBNW

Kawasan TNBNW memiliki keanekaragaman ekosistem yang menarik

dan mempunyai tingkat keendemikan flora dan fauna yang tinggi. Hal ini

disebabkan oleh kisaran ketinggian tempat yang beragam mulai dari 50 – 1970 m

dpl. Hampir seluruh kawasan TNBNW ditutupi oleh hutan dataran rendah dan

hutan pegunungan bawah, namun dengan tingkat kelerengan yang tinggi

ditunjang dengan kondisi tanah subur yang tipis, membuat kanopi atau tegakan

tampak rendah dan sedikit terbuka. Pada kawasan TNBNW ditemukan 4(empat)

tipe ekosistem yang utama, yaitu hutan sekunder, hutan hujan dataran rendah

(hutan pamah), hutan hujan pegunungan rendah, dan hutan lumut.

Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Keberadaan penduduk yang berada di sekitar taman nasional mempunyai

peranan penting terhadap keberadaan taman nasional. Hal ini disebabkan

karena salah satu fungsi taman nasional sebagai pengatur hidrologis dan

penyangga sistem kehidupan. Masyarakat yang berada di sektar taman nasional

hampir seluruhnya tinggal di desa-desa yang memiliki sarana dan prasarana

yang terbatas. Jarak antara desa ke ibukota kabupaten berjarak 30 – 80 km.

Data tahun 2003 menyebutkan jumlah penduduk yang ada di sekitar taman

nasional, keseluruhan berjumlah 326.545 orang, terdiri dari 168.221 laki-laki dan

158.324 perempuan dengan laju pertumbuhan per tahun 1,4% (BPS, 2003).

Page 7: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

14

ANALISIS VEGETASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE

ABSTRAK

Sebagai salah satu bentuk kawasan pelestarian alam, Taman Nasional

Bogani Nani Wartabone yang ditetapkan pada tahun 1991 dengan luas 287.115 hektar mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, fungsi pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan alam dan satwa liar, serta fungsi pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui struktur vegetasi, komposisi dan keanekaragaman floristik di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Manfaat penelitian, sebagai bahan masukan bagi pemerintah, khususnya Departemen Kehutanan dan Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat dalam penyusunan pengelolaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, dan dalam kegiatan konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia. Berdasarkan inventarisasi pada petak-petak di 5 lokasi TNBNW tercatat sebanyak 307 jenis flora yang tergolong kedalam 288 marga dan 165 suku. Komposisi floristik hutan Doloduo, G.Kabila, Torout, Matayangan dan Tumokang di TNBNW menunjukkan banyak kesamaan, dengan keanekaragaman yang cukup tinggi. Lokasi Gunung Kabila mempunyai indeks keanekaragaman tertinggi (3,98) untuk tingkat semai atau tumbuhan bawah, dan tingkat sapihan (3,82) sedangkan untuk tingkat tiang dan flora tingkat pohon, lokasi hutan Tumokang mempunyai indeks keanekaragaman tertinggi yaitu (3,73) dan (3,81).

ABSTRACT As one of natural conservation area, Bogani Nani Wartabone National

Park that established in 1991, is 287.115 hectare in width and has three major functions that are living buffer sistem protection, diversity preservation for plant and wild animal, and sustainable use of natural resources and the ecosistem. The objectives of research are to study vegetation structure, composition and floristik diversity in Bogani Nani Wartabone National Park. The research was expected useful as input for the government, particularly Forestry Departemen and lokal government in order to make a management plan for Bogani Nani Wartabone National Park, and for biodiversity conservation activities in Indonesia. According to stocktaking on plots for 5 locations, TNBNW has 307 kind of flora that classified into 288 genus and 165 families. Forest floristik composition for Doloduo,M. Kabila, Torout, Matayangan and Tumokang in TNBNW high degree of similarities, with sufficient high of diversity. Kabila mountain shows the highest diversity index (3,98) for seedling level or low plant, and sapling level (3,82) while for pole level and tree level, Tumokang forest has the highest diversity index namely 3,73 and 3,81.

Key word : Vegetation analysis, Flora, Bogani Nani Wartabone National Park

Page 8: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

15

PENDAHULUAN

Indonesia dengan kekayaan sumberdaya alamnya yang melimpah

termasuk keanekaragaman jenis flora dan faunanya sudah selayaknya disebut

sebagai negara “Mega biodiversity” .Keanekaragaman hayatinya terbesar ketiga

di dunia setelah Brazil dan Colombia (McNeely,1990). Satari (1994)

mengemukakan bahwa Indonesia memiliki hutan tropik seluas 120 juta hektar

yang dikenal sebagai komunitas yang paling kaya akan keanekaragaman flora

dan fauna serta merupakan gudang plasma nutfah endemik yang dapat

dimanfaatkan untuk masa kini dan masa yang akan datang.

Zuhud (1994), mengatakan bahwa di dalam hutan Indonesia terdapat

25.000 jenis tumbuhan, dan dari jumlah tersebut baru 20 % atau 5000 jenis yang

sudah dimanfaatkan dalam berbagai pemanfaatan termasuk 1260 jenis yang

dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Selanjutnya Direktorat Tanaman

Sayuran, Hias, Aneka Tanaman (2002) mengemukakan bahwa hutan tropika

Indonesia memiliki kekayaan jenis palem (Arecaceaee) terbesar di dunia,

memiliki 400 spsies anggota famili Dipterocarpaceae, primadona kayu tropika.

Selanjutnya dikemukakan pula bahwa hutan tropis Indonesia merupakan

sumberdaya alam bahan kimia yang masih menunggu untuk dievaluasi guna

menemukan bahan-bahan kimia baru yang potensial untuk bio-industri farmasi,

pertanian, dan sebagainya.

Sebagai konsekwensinya, Indonesia mendapat tantanggan yang sangat

berat untuk memelihara kekayaan sumberdaya hayati tersebut dan

mengembangkan peranannya bagi pembangunan. Sampai saat ini untuk

keperluan pembangunan, Indonesia masih bertumpu kepada pemanfaatan

sumberdaya alam yang ada.

Untuk mengelola keanekaragaman hayati secara optimal, diperlukan

strategi yang disusun berdasarkan pada potensi keanekaragaman hayati dan

permasalahan yang dihadapinya. Strategi yang dapat dikembangkan mencakup

tiga aspek yang saling berhubungan, yaitu : mengamankan (save it), mempelajari

(study it) dan memanfaatkan (use it) (Alikodra,1992).

Taman Nasional Bogani-Nani Wartabone (TNBNW) yang merupakan

salah satu kawasan hutan tropis Indonesia telah sejak lama menjadi pusat

perhatian para ahli botani maupun Zoologi dari seluruh dunia atas keunikan dan

Page 9: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

16

kekhasan flora dan faunanya karena kawasan tersebut merupakan peralihan

antara Zona Malaysia dan Australia yang dikenal dengan "Wallacceae Area".

Sebagai salah satu bentuk kawasan pelestarian alam, Taman nasional

Bogani Nani Wartabone yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan No.1068/Kpts-II/1992 tanggal 18 november 1992 dengan luas

kawasan 287.115 hektar. Secara geografis terletak antara 0025’ – 0044’ LU dan

16024’ – 16040’ BT. Sedangkan secara administrative pemerintahan terletak di

dua wilayah yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dan Provinsi Gorontalo.

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone mempunyai tiga fungsi utama,

yaitu fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, fungsi pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan alam dan satwa liar, serta fungsi pemanfaatan

secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone merupakan habitat

dari 127 jenis mamalia Sulawesi, 79 (62%) di antaranya merupakan jenis

endemik, juga terdapat 235 jenis burung darat, 84 jenis (36%) di antaranya unik;

dan dari 104 jenis reptilia, 29 (28%) di antaranya endemik Sulawesi; 17 dari 38

(45%) jenis tikus asli; 20 dari 24 (83%) jenis kelelawar buah. Inilah yang

membuat kawasan ini merupakan salah satu kawasan konservasi terpenting di

dunia secara umum dan khusus Sulawesi bagi keanekaragaman biologi atau

keanekaragaman hayati (Lee R.J. et al. 2001 ).

Penelitian di kawasan ini telah banyak dilakukan namun lebih banyak

terfokus pada fauna dibanding floranya, sehingga data mengenai floranya masih

terbatas. Padahal menurut Whitmore (1989) di kawasan Taman Nasional Bogani

Nani Wartabone terdapat sekitar 27 suku,40 marga dan 76 jenis pohon endemik.

Sedangkan dalam Kinnaird(1995) dikatakan bahwa di kawasan ini juga terdapat

5000 jenis tumbuhan yang belum diketahui secara pasti penyebaran dan

kelimpahannya.

Melihat kekayaan dan potensi yang tersimpan di dalam kawasan

TNBNW, sudah seharusnya dilakukan upaya bioprospeksi. Bioprospeksi pada

prinsipnya adalah upaya pencarian, penelitian, pengumpulan, ekstraksi, dan

pemilihan sumberdaya hayati dan pengetahuan tradisional untuk mendapatkan

materi genetik dan sumber biokimia yang bernilai ekonomi tinggi.

Kegiatan ini penting untuk mendokumentasi sumberdaya genetik

keanekaragaman hayati sebelum ada pihak lain yang tidak bertanggung jawab

mengeksploitasi habis kekayaan tersebut, sekaligus mencari sumber bagi

Page 10: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

17

keuntungan ekonomi di masa depan. Oleh karena itu keanekaragaman, struktur

dan komposisi vegetasi sebagai komponen utama habitat perlu dikaji dan

dianalisa.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dilakukan penelitian untuk

mengetahui struktur vegetasi, komposisi dan keanekaragaman flora dI sekitar

kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur vegetasi, komposisi

dan keanekaragaman floristik guna pengelolaan tingkat ekosistem, spesies dan

gen di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone .

Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi

pemerintah, khususnya Departemen Kehutanan dan Pemerintah Daerah

(PEMDA) setempat dalam penyusunan pengelolaan Taman Nasional Bogani

Nani Wartabone,dan dalam kegiatan konservasi keanekaragaman hayati di

Indonesia.

Hipotesis

Penelitian ini dilandasi hipotesis, bahwa Taman Nasional Bogani

Nani Wartabone memiliki keanekaragaman flora yang tinggi.

Page 11: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

18

TINJAUAN PUSTAKA

Flora merupakan kumpulan jenis tumbuhan yang terdapat dalam suatu

daerah tertentu, sedangkan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang terdiri atas

individu-individu jenis atau kumpulan populasi jenis disebut vegetasi (Samingan

1989). Menurut Kusmana (1989), bentuk suatu vegetasi merupakan pencerminan

dari iklim, tanah, topografi, dan ketinggian yang saling berinteraksi. Setiap jenis

tumbuhan membutuhkan kondisi lingkungan yang spesifik untuk dapat tumbuh

dan berkembang dengan baik. Perubahan dan variasi kondisi lingkungan tertentu

akan memberikan dampak bagi struktur dan komposisi jenis tumbuhan terutama

dari segi kelimpahan, pola penyebaran, asosiasi dengan jenis lain serta kondisi

pertumbuhan yang berbeda dengan jenis lainnya. Interaksi dari faktor-faktor

lingkungan tersebut dapat digunakan sebagai indikator penduga sifat lingkungan

yang bersangkutan (Setiadi et al., 2001).

Aspek penting dalam analisis vegetasi adalah struktur dan komposisi

tumbuhan pada suatu wilayah penelitian. Dalam mengungkapkan struktur dan

komposisi vegetasi, metode sampling yang paling popular digunakan adalah

metode kuadrat atau metode plot atau petak ukur karena dianggap lebih

representatif dibandingkan dengan metode lain. Dalam penerapan metode

kuadrat, ukuran dan jumlah kuadrat merupakan faktor penting yang

mempengaruhi tingkat kepercayaan hasil analisis vegetasi tersebut. Ukuran

kuadrat minimal menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) khusus untuk

zona temperate adalah 200 – 500 m2. Menurut Richards (1964), untuk kawasan

hutan hujan tropika penerapan petak ukur tunggal telah dapat dilakukan dengan

hasil yang representatif jika luasnya hanya mencapai 1,5 ha, bahkan menurut

Soerianegara dan Indrawan (1984) petak ukur seluas 0,6 ha sudah cukup

mewakili kawasan hutan hujan tropika yang diteliti. Ukuran kuadrat minimal pada

ekosistem yang berbeda-beda harus disesuaikan dengan kondisi lingkungannya.

Struktur dan komposisi komunitas merupakan salah satu aspek penting untuk

mengungkapkan bagaimana kondisi suatu komunitas tersebut dalam sistem

kehidupan terutama organisasi populasi dan interaksinya masing-masing.

Struktur tumbuhan merupakan organisasi dimana individu-individu membentuk

suatu tegakan atau perluasan suatu tipe tegakan membentuk asosiasi secara

keseluruhan. Elemen penting dalam struktur tumbuhan adalah bentuk

pertumbuhan (Growth form), stratifikasi dan penutupan tajuk (coverage) (Mueller-

Page 12: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

19

Dombois dan Ellenberg ,1974). Lebih lanjut Kershaw (1964) membedakan tiga

komponen struktur vegetasi yaitu : (1) struktur vertikal (stratifikasi ke dalam

lapisan-lapisan menurut ketinggian), (2) struktur horizontal yaitu distribusi ruang

areal populasi dan masing-masing individu, (3) jumlah struktur yaitu kelimpahan

masing-masing jenis dalam komunitasnya.

Secara umum hutan hujan tropika memiliki ciri yang hampir sama yaitu :

(1) iklimnya selalu basah, (2) tanahnya kering dengan berbagai jenis tanah (3)

berlokasi di daerah pedalaman dataran rendah atau berbukit ( <1000 m dpl) atau

pada dataran tinggi sampai dengan 4000 m dpl, (4) secara umum dapat

dibedakan menjadi tiga zona menurut ketinggian tempatnya yaitu : hutan hujan

bawah (2 – 1000 m dpl) ; hutan hujan tengah (1000 – 3000 m dpl) dan hutan

hujan atas (3000 – 4000 m dpl), (5) Pada hutan hujan bawah, jenis yang

dominan adalah yang tergolong marga shorea, Hopea, Dipterocarpus , Vatica,

Dryobalanops, Agathis, Altingia, Dialicum, Duabanga, Dyera, Goosampium,

Kooompassia, dan Octomeles. Pada hutan hujan tengah, jenis pohon yang

umum ditemukan adalah anggota suku Lauraceae, Fagaceae, Magnoliaceae,

Hammalidaceae, Ericaceae dan sebagainya. Khusus untuk hutan hujan atas,

keragaman jenisnya rendah tetapi kerapatan jenisnya makin tinggi dan

pertumbuhannya terhambat sehingga menjadi kerdil.

Tipe hutan hujan dataran Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

ditemukan pada ketinggian mulai dari 300 – 1000 m dpl, dan umumnya terdapat

batuan vulkanis. Keragaman vegetasi sangat tinggi sehingga sulit ditemukan

jenis-jenis yang dominan. Jenis tumbuhan berkayu yang menonjol dalam

kawasan yaitu, kayu hitam (Diospyros celebica), kayu batu (Koordersidendron

pinatum), kayu Linggua (Pterocarpus indicus), dan kayu cempaka (Elmerillia

ovalis). Jenis tumbuhan bawah yang menutupi permukaan tanah antara lain jenis

pandan, palma, rotan, dan jenis-jenis tumbuhan merambat dan pemanjat lainnya.

Pada vegetasi hutan hujan dataran rendah ini juga ditemukan tumbuhan dari

suku Lauraceae (seperti Garcinus sp), anggota suku Myristicaceae, suku

Anacardiaceae (seperti Dracontomelon dao, Swintonia sp, Spondias sp), suku

Sapotaceae (misalnya, jenis Palagium sp), serta suku Sterculiaceae (seperti

Scepium sp., Pterospermum sp, dan Heritria sp. (Lee, 2001).

Tipe vegetasi yang umum ditemukan pada ketinggian antara 1000 – 1600

m dpl, adalah vegetasi yang mempunyai kanopi yang rendah dan sedikit terbuka,

umumnya ditumbuhi jenis Nibong (Livistonya rotundivolia), Palem berduri

Page 13: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

20

(Pigafeta ciliaris). Khusus vegetasi bawah banyak ditumbuhi oleh berbagai jenis

tumbuhan lainnya seperti jenis rotan, pandan, dan paku-pakuan. Sedangkan

hutan lumut umumnya ditemukan pada ketinggian di atas 1600 m dpl, dan

terletak di daerah pegunungan. Penyebarannya merata, hampir terdapat di

semua pegunungan tinggi yang ada dalam kawasan TNBNW.

Beberapa Daerah Aliran Sungai di TNBNW yaitu : DAS Ongkag –

Dumoga dan DAS Mongondow yang sebagaian besar wilayahnya terdapat di

Kabupaten Bolaang Mongondow. Sungai-sungai yang mengalir ke arah timur

yaitu : S.Toraut, S.tumpa, S.Kosinggolan dan S.Binuanga di wilayah Bolaang

Mongondow. Sungai-sungai yang mengalir ke arah selatan yaitu : S. Pinolosian,

S. Sulango, S.Toludaa di wilayah Bolaang Mongondow serta S. Tombolilato, S.

Bilunggala di wilayah Gorontalo. Sungai-sungai yang mengalir ke arah barat

yaitu : S. Bone, S. Palanggua, dan S.Lolio di wilayah Gorontalo.Saat ini di

beberapa sungai telah dibangun bendungan yang digunakan untuk irigasi.

Bendungan-bendungan tersebut yaitu bendungan Kosinggolan dan Toraut di

wilayah kecamatan Dumoga, bendungan Lolak di kecamatan Labuan Uki yang

ketiganya berada di Kabupaten Bolaang Mongondow. Sedangkan di sungai

Bone Kabupaten Gorontalo masih dalam perencanaan untuk dibangun jaringan

irigasi. Adanya bendungan Kosinggolan dan Toraut, kecamatan Dumoga pada

saat ini merupakan lumbung beras andalan Provinsi Sulawesi Utara, dan

merupakan daerah sentral ekonomi yang penting bagi Kabupaten Bolaang

Mongondow.

Page 14: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

21

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian : Penelitian dilaksanakan pada lima lokasi (Gambar 4) yang dipilih

berdasarkan observasi lapangan dengan pertimbangan tertentu yaitu lokasi yang

berada dalam kawasan TNBNW. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli

2005 sampai dengan Agustus 2006.

Gambar 4. Lokasi Pengambilan Sampel di TNBNW

Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan yaitu (1) untuk inventarisasi,seperti : kompas,

teropong, pita ukur, alat pengukur tinggi pohon (haga meter). Altimeter,

clinometer, parang dan tali; (2) Peralatan pembuatan herbarium jenis flora ,

seperti : alkohol, kantong plastik, label, sasak bambu dan kertas karton. (3)

Daftar questioner responden; (4) Peralatan dokumentasi, seperti : kamera dan

negatif film; (5) Alat Tulis Kantor (ATK)

Pengumpulan Data Komposisi Flora

Data flora diperoleh dengan cara analisis vegetasi dengan metode

analisis strip sampling (jalur berpetak) dengan skema pada Gambar 5.

C A D

B

E

Keterangan: A. Doloduo, B. Torout, C. Tumokang, D. Matayangan, E. G.Kabila

Page 15: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

22

C

B dst

B

C

Gambar 5. Jalur dan petak ukur

Dalam setiap petak dilakukan identifikasi flora tingkat semai atau tumbuhan

bawah, sapling, tiang dan pohon dengan menggunakan kategori pengelompokan yang

disarankan Wyatt dan Smith (1963) yaitu :

a. Petak ukur 20 m x 20 m untuk tumbuhan tingkat pohon, liana dan epifit.

b. Petak ukur 10 m x 10 m untuk tingkat tiang.

c. Petak ukur 5 m x 5 m untuk tumbuhan tingkat pancang dan semak.

d. Petak ukur 2 m x 2 m untuk tumbuhan tingkat semai dan herba.

Pohon adalah tumbuhan berkayu yang berdiameter setinggi dada(dbh CФ) >35

cm, tiang berdiameter 10 – 35 cm, sapihan berdiameter < 10 cm dan tingginya >1,50 m,

sedangkan semai atau tumbuhan bawah tingginya <1,50 m (Wyatt dan Smith, 1963).

Tingkat sapihan, tiang, dan pohon dihitung jumlah, kerapatan, frekwensi, tingginya dan

diameter. Sedangkan untuk tingkat semai atau tumbuhan bawah dicatat jenis dan

jumlahnya. Identifikasi jenis flora yang tidak diketahui nama ilmiahnya, dilakukan

pembuatan herbarium dan selanjutnya dilakukan identifikasi di Herbarium Bogoriense,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI Bogor.

Analisis Data

Parameter ekologi yang diukur pada lokasi penelitian antara lain kerapatan,

frekwensi, dominansi dan indeks nilai penting pada masing-masing tumbuhan, indeks

diversitas dan indeks kemerataan.

Pengukuran kerapatan mutlak dilakukan. Nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif

masing-masing jenis ditentukan dengan menggunakan rumus :

AA

Page 16: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

23

phn/ha)(contohplot luas

jenisper pohon Jumlah (KMi) i jenismutlak Kerapatan =

100% x jeniskerapatan Jumlah jenismutlak Kerapatan (KRi) i jenis relatifKerapatan =

Pengukuran nilai frekwensi mutlak dan frekwensi relatif masing-masing jenis ditentukan

dengan menggunakan rumus :

100% x jenisseluruh plot Jumlah

i jenis diduduki yangplot Jumlah (FMi) i jenismutlak Frekwensi =

100% x jenis jenisseluruh Frekwensi Total

i jenismutlak Frekwensi (FRi) i jenis relatif Frekwensi =

Pengukuran nilai dominansi mutlak dan dominansi relatif masing-masing jenis

ditentukan dengan menggunakan rumus :

100% x contohplot Luas

jenisdasar bidang Luas (DMi) i jenismutlak Dominansi =

100% x jenisseluruh Dominansi Total

i jenismutlak Dominansi (DRi) i jenis relatif Dominansi =

Menghitung INP masing-masing jenis dengan cara menjumlahkan nilai kerapatan relatif,

frekwensi relatif dan dominansi relatif masing-masing jenis. Rumus yang digunakan

adalah :

INPa = KRa + FRa + DRa

Dimana :

INP = Indeks Nilai Penting jenis tertentu

KR = Nilai kerapatan relatif jenis tertentu

FR = Nilai frekwensi relatif jenis tertentu

DR = Nilai dominansi relatif jenis tertentu

Perhitungan indeks diversitas dilakukan dengan menggunakan persamaan untuk

menentukan indeks Shannon – Wienner sebagai berikut :

pipiHe∑

=

=s

1ilog - '

Dimana :

H’ = nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

pi = proporsi anatara individu jenis

Loge = logaritme alami pi

s = Jumlah jenis dalam komunitas

Page 17: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

24

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Komposisi floristik

Berdasarkan inventarisasi pada petak-petak di lima wilayah Taman

Nasional Bogani Nani Wartabone, tercatat 301 jenis flora yang tergolong

kedalam 46 suku dan 114 marga. Vegetasi berhabitus semai 142 jenis, sapihan

144 jenis, tiang 110 jenis dan pohon 131 jenis. Rincian komposisi floristik dapat

dilihat pada Tabel Lampiran 1.

Komposisi jenis flora pada setiap lokasi cukup bervariasi. Tingkat semai

dan tumbuhan bawah, kekayaan jenis tertinggi adalah hutan Tumokang dan

terendah adalah hutan Torout. Tingkat sapihan, kekayaan jenis tertinggi adalah

Di hutan Tumokang dan terendah adalah hutan Doloduo. Sedangkan untuk

tingkat tiang, kekayaan jenis tertinggi adalah hutan Doloduo dan terendah adalah

hutan G.Kabila. Tingkat pohon, kekayaan jenis tertinggi adalah hutan Tumokang

dan terendah adalah hutan Doloduo. Hutan Doloduo merupakan wilayah yang

memiliki kekayaan jenis terendah. Komposisi dan struktur tumbuhan nilainya

bervariasi pada setiap jenis karena adanya perbedaan karakter masing-masing

pohon. Kimmins (1987) mengemukakan bahwa variasi struktur dan komposisi

tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi

tumbuhan, dispersal dan natalitas. Selanjutnya dikemukakan bahwa

keberhasilan menjadi individu baru dipengaruhi oleh fertilitas yang berbeda dari

setiap spesies sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-

masing spesies . Adapun rincian komposisi jenis menurut tingkatan flora dapat

dilihat pada Tabel Lampiran 2 - 21.

Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dari suatu komunitas. Perbedaan

jumlah jenis pada setiap tipe ekosistem pada dasarnya disebabkan oleh dua hal

utama yaitu faktor cahaya dan ketinggian tempat dari permukaan laut.

Berdasarkan kebutuhan dan adatasi tumbuhan terhadap radiasi matahari, pada

dasarnya tumbuhan dibagi dalam dua kelompok yaitu (1) sciophytes/shade

jenis/shade loving, yaitu jenis tumbuhan yang tumbuh baik pada tempat yang

ternaungi dengan intensitas cahaya matahari rendah; (2) heliophytes/sun

jenis/sun loving, yaitu jenis tumbuhan yang tumbuh baik pada intensitas cahaya

matahari penuh. Tumbuhan ini tidak dapat tumbuh baik pada tempat yang

ternaungi (Sugito, 1994).

Page 18: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

25

Menurut Whitmore (1986) stratifikasi hutan terdiri atas lima strata, yaitu

Stratum A yang ditempati oleh jenis pohon besar dengan tajuk yang mencuat

(emergence), stratum B ditempati oleh pohon-pohon dengan tajuk yang lebih

rendah, stratum D ditempati oleh anakan pohon, dan stratum E ditempati oleh

tumbuhan herba dan semai yang menutupi lantai hutan. Loveles (1989)

menyatakan vegetasi yang paling lebat hanya akan ditemukan di tempat-tempat

yang kelembaan tanahnya tinggi dengan drainase yang cukup baik.

Penyederhanaan dalam struktur komunitas akan mulai tampak dalam vegetasi,

bila kelembaban tidak memadai untuk pertumbuhan optimal sepanjang tahun.

Lebih lanjut Richards (1964) mengemukakan bahwa secara umum komposisi

jenis hutan tropik adalah campuran, dengan asosiasi tanpa dominansi tunggal.

Jumlah populasi dominan berkisar antara satu sampai enam jenis. Jumlah ini

berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya.

Profil ekologi mengikuti ketinggian tempat dari atas permukaan laut.

Perbedaan ketinggian tempat dari permukaan laut akan berpengaruh terhadap

faktor-faktor iklim lainnya, seperti suhu, kelembaban, penyinaran maupun curah

hujan. Perbedaan komponen iklim ini akan berpengaruh terhadap lingkungan

hidup suatu jenis tumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995). Pada lapisan atmosfir

bumi, suhu makin rendah dengan bertambahnya ketinggian tempat. Hal ini

karena udara merupakan penyimpan panas terburuk, sehingga suhu udara

sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan antara udara

dengan daratan dan lautan. Akibatnya suhu udara akan turun menurut ketinggian

baik di atas lautan maupun daratan. Rata-rata penurunan suhu udara di

Indonesia sekitar 5–6 0C setiap kenaikan 100m di atas permukaan laut (Handoko

1995). Di samping itu perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl)

dapat menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada tempat

tersebut, terutama suhu, kelembaban, dan curah hujan. Unsur-unsur tersebut

banyak dikendalikan oleh letak lintang ketinggian, jarak dari laut , topografi, jenis

tanah dan vegetasi (Miller 1976). Bertambahnya ketinggian tempat dari

permukaan laut menyebabkan tekanan udara menjadi berkurang (Threwartha

1968) yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya pergerakan udara (angin).

Kecepatan angin akan meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Dataran

tinggi selain berpengaruh terhadap tekanan udara dan suhu, juga berpengaruh

terhadap curah hujan. Umumnya dataran tinggi memiliki frekwensi, penyebaran

serta jumlah curah hujan yang lebih besar serta berbeda nyata bila dibandingkan

Page 19: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

26

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Doloduo G.Kabila Torout Matayangan Tumokang

PohonTiangSapihanSemai

dengan dataran rendah (Barry dan Chorley 1976). Perbedaan komponen-

komponen iklim tersebut yang menyebabkan terjadi perbedaan jumlahjenis

tumbuhan pada setiap tipe iklim ekosistem yang diamati.

Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan

atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Menurut Odum (1993)

Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini

disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai

kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-

komponennya. Selanjutnya Walter (1971) menyatakan bahwa di dalam

lingkungan yang tidak menunjukkan adanya faktor khusus, maka komunitas yang

menduduki lingkungan yang bersangkutan akan menunjukkan tingkat

keanekaragaman jenis yang tinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan pada ke lima lokasi penelitian, analisis

terhadap jumlah jenis yang ada dalam berbagai tingkat flora, terlihat bahwa

secara umum jumlah jenis tingkat semai dan tumbuhan bawah di kelima wilayah

mempunyai jumlah jenis yang paling tinggi, selanjutnya jumlah jenis tersebut

berkurang untuk tingkat sapihan, tiang dan tingkat pohon. Keadaan tersebut

terlihat pada Gambar 6. Hal ini menunjukkan pola umum vegetasi hutan tropik

yang senantiasa mengalami proses dinamika. Hal ini memunjukkan bahwa flora

TNBNW masih mencerminkan struktur hutan tropik, seperti yang diungkapkan

(Ogawa et al., 1965; Yamada, 1975).

Gambar 6. Komposisi Floristik di TNBNW

Page 20: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

27

Hasil tersebut sejalan pandangan Ludwig dan Reynold (1988) bahwa pola

penyebaran tumbuhan dalam suatu komunitas bervariasi dan disebabkan karena

beberapa faktor yang saling berinteraksi anatara lain: (1) faktor vektorial

(intrinsic) yaitu faktor lingkungan internal seperti angin, ketersediaan air, dan

intensitas cahaya, (2) faktor kemampuan reproduksi, (3) faktor sosial yang

menyangkut fenologi tumbuhan, (4) faktor koaktif yang merupakan dampak

interaksi intrasoesifik dan (5) faktor stokhastik yang merupkan hasil variasi

random beberapa faktor yang berpengaruh.

Penyebaran tumbuhan di kawasan TNBNW untuk tingkat pertumbuhan

bawah dan pohon relatif kurang merata dibandingkan dengan tingkat sapihan

dan tingkat tiang. Hal ini disebabkan karena tumbuhan tingkat bawah jenis

tertentu penyebarannya lebih terkonsentrasi pada tempat (ekosistem) tertentu

saja. Sedangkan untuk tingkat pohon lebih dipengaruhi oleh tingkat kerusakan

akibat penebangan oleh masyarakat di sekitar kawasan. Kawasan hutan yang

letaknya berdekatan dengan pemukiman seperti Doloduo, Torout, dan

Matayangan tingkat kerusakan akibat penebangan pohon lebih tinggi

dibadingkan daerah lain. Tumbuhan tingkat sapihan dan tingkat tiang

penyebarannya relatif merata karena pemanfaatan tumbuhan pada fase ini jaran

terjadi. Menurut Barbour et al. (1987), agihan individu setiap jenis disebut dengan

kemerataan jenis atau ekuibilitas jenis. Kemerataan menjadi maksimum bila

suatu jenis mempunyai jumlah individu yang sama. Kemerataan dan kekayaan

jenis merupakan hal yang berbeda, meskipun keduanya sering berkorelasi

positif. Namun gradient lingkungan dapat menurunkan kekayaan jenis disertai

peningkatan keanekaragaman.

Jenis tertentu dengan pola penyebaran berkelompok disebabkan karena

pada umumnya biji dari setiap tumbuhan pada umumnya akan jatuh sekitar

pohon induknya sehingga jika kondisi lain menunjang maka regenerasi berupa

tumbuhnya anakan baru akan terjadi di sekitar pohon induknya. Jenis yang

mengelompok seperti ini umumnya agen dispersalnya berupa angin sehingga

jika ukuran buah/biji relatif besar, tidak dapat menyebar dalam radius yang lebih

jauh. Jenis pohon yang pola distribusi spasialnya regular umumnya menyebar

dengan bantuan hewan (Zoochori) atau manusia (anthropochori) sehingga dapat

menyebar dengan pola regular pada lokasi penelitian.

Page 21: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

28

Nilai kerapatan setiap jenis pada setiap lokasi penelitian (Tabel 2)

menunjukkan variasi yang mencolok. Nilai kerapatan merupakan gambaran

jumlah individu spesies bersangkutan pada satuan luas tertentu. Meskipun

demikian nilai kerapatan belum dapat menggambarkan tentang bagaimana

distribusi dan pola penyebaran tumbuhan yang bersangkutan pada lokasi

penelitian. Gambaran distribusi individu pada pada suatu jenis tertentu dapat

dilihat pada nilai frekwensinya sedangkan pola penyebaran dapat ditentukan

dengan membandingkan nilai tengah spesies tertentu dengan variasi populasi

secara keseluruhan. Nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis di

dalam komuniasnya disebut frekwensi. Nilai frekwensi diperoleh dengan melihat

perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap

keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh dalam analisis vegetasi.

Nilai kerapatan, frekwensi, dan dominansi untuk jenis-jenis tertentu diekspresikan

mutlak atau relatif yang menunjukkan persentase bahwa nilai jenis individu

merupakan total untuk semua jenis (Tabel 3).

Nilai kerapatan relatif (KR) dan frekwensi relatif (FR) penting artinya

dalam analisis vegetasi karena saling terkait satu dengan yang lainnya. Nilai

frekwensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh densitas dan pola

distribusinya. Walaupun memberikan informasi yang penting, nilai distribusi

hanya dapat memberikan informasi tentang kehadiran tumbuhan tertentu dalam

suatu plot dan belum dapat memberikan gambaran tentang jumlah individu pada

masing-masing plot (Greig-Smith,1983).

Tabel 2. Perbandingan Nilai Kerapatan Relatif (KR) Jenis Tumbuhan di TNBNW

Lokasi Jenis Kerapatan Relatif (%)

Tinggi Rendah

Doloduo Eboni / Diospyros celebica Rengas / Gluta renghas

18,08 1,06

Torout Maumar / Nauclea celebica Lewo / Talauma ovalis

10,28 0,93

Tumokang Cempaka / Elmerrillia ovalis Mawiyau / Hermandi ovigera

6,43 0,42

Matayangan Pala hutan / Knema celebica Marengis / Homalium celebicum

12,00 0,67

G. Kabila Rao / Dracontomelon dao Kayu torout / Vitex glabrata

8,81 0,64

Page 22: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

29

Tabel 3. Perbandingan Nilai Frekwesi Relatif Jenis Tumbuhan di TNBNW

Lokasi Jenis Frekwensi Relatif (%)

Tinggi Rendah

Doloduo Eboni / Diospyros celebica Rengas / Gluta renghas

17,04 1,14

Torout Maumar / Nauclea celebica Lewo / Talauma ovalis

10,30 1,03

Tumokang Sumeding / Pangium edule Kedondong/Chrysophyllum lanceolatum

8,65 0,40

Matayangan Pala hutan / Knema celebica Marengis / Homalium celebicum

9,60 0,82

G. Kabila Kayu batu / Maranthes corymbosa Kayu torout / Vitex glabrata

11,02 0,85

Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat 3 lokasi (Doloduo, Torout,

Matayangan) yang memiliki jenis tumbuhan tertentu dengan nilai kerapatan relatif

dan frekwensi relatif tertinggi. Hal ini berarti jenis-jenis tersebut dianggap sebagai

jenis yang rapat serta tersebar luas pada hampir seluruh wilayah ke 3 lokasi

yang diteliti (Tabel 4). Pada lokasi hutan Tumokang dan G.Kabila, frekwensi

relatif tertinggi terdapat pada Cempaka /Elmerrillia ovalis (8,65) dan Maranthes

corymbosa (11,02).

Tabel 4. Nilai Kerapatan Relatif dan Frekwensi Relatif Tertinggi

Lokasi Jenis Kerapatan Relatif (%)

Frekwensi Relatif (%)

Doloduo Eboni / Diospyros celebica 18,08 17,04

Torout Maumar / Nauclea celebica 10,28 10,3

Tumokang Cempaka /Elmerrillia ovalis 6,43 1,62

Matayangan Pala hutan / Knema celebica

12,00 9,60

G. Kabila Rao / Dracontomelon dao 8,81 5,93

Distribusi tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi oleh kondisi

lingkungan dalam arti luas. Beberapa jenis dalam hutan tropika beradatasi

dengan kondisi di bawah kanopi, di bagian tengah, dan di atas kanopi yang

intensitas cahayanya berbeda-beda (Balakhrisnan (1994). Sedangkan menurut

Krebs (1994), keberhasilan setiap jenis pada suatu area dipengaruhi oleh

kemampuannya beradatasi secara optimal terhadap seluruh faktor lingkungan

Page 23: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

30

fisik (temperatur, cahaya, struktur tanah, kelembaban, dan sebagainya, faktor

biotik (interaksi antar spesies, kompetisi, parasitisme, dan sebagainya, dan faktor

kimia yang meliputi ketersediaan air, oksigen, pH, nutrisi dalam tanah dan

sebagainya yang saling berinteraksi

Berdasarkan indeks nilai penting (INP) seluruh jenis selanjutnya dihitung

indeks diversitas (H’) Shannon-Wiener. Indeks keanekaragaman flora untuk

masing-masing lokasi beragam, berkisar antara 3,28 – 3,98 (Tabel 5). Gunung

Kabila mempunyai indeks keanekaragaman tertinggi (3,98) untuk flora tingkat

semai atau tumbuhan bawah dan flora tingkat sapihan (3,82). Sedangkan untuk

Indeks keanekaragaman tertinggi flora tingkat tiang (3,73) dan flora tingkat

pohon (3,81) terdapat pada lokasi hutan Tumokang. Keanekaragaman yang

tinggi tersebut tercermin dari kelimpahan dan persebaran frekwensi masing-

masing jenis yang umumnya relatif rendah. Keadaan ini menunjukkan tipe

vegetasi hutan tropik yang ditandai oleh tidak pernah dijumpai jenis tunggal

dengan frekwensi tinggi dan merajai dalam suatu wilayah hutan (Kartawinata et

al., 1983). Jika menggunakan kriteria Barbour et al. (1987) maka indeks

diversiats jenis sebesar 3,37 – 3,98 tersebut termasuk dalam kategori tinggi.

Nilai indeks diversitas tersebut menggambarkan kekayaan jenis pohon yang

berada pada daerah penelitian. Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa

ekosistem di lokasi penelitian merupakan ekosistem yang stabil dan mendekati

klimaks.

Tabel 5. Indeks Keanekaragaman Flora TNBNW

Tingkatan Flora Lokasi

Semai Sapihan Tiang Pohon

Hutan Doloduo 3,76 3,43 3.59 3.28

Hutan Gunung Kabila 3,98 3.82 3,69 3,37

Hutan Matayangan 3,46 3,79 3,54 3,42

Hutan Torout 3,42 3,48 3,41 3,49

Hutan Tumokang 3,99 3,85 3,56 3,76

Berdasarkan nilai keanekaragaman jenis tersebut, selanjutnya dapat

ditentukan nilai kemerataan jenis dalam komunitas tersebut. Nilai kemerataan

Page 24: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

31

untuk masing-masing lokasi berbeda-beda. Untuk lokasi hutan Doloduo, nilai

kemerataannya sebesar 0,92 hutan Torout 0,91 hutan Tumokang 0,94 hutan

Matayangan 0,96 dan G.Kabila 0,95. Perbedaan nilai kemerataan tersebut

disebabkan karena nilai INP masing-masing jenis pada kelima lokasi juga

bervariasi. Nilai kemerataan suatu jenis ditentukan oleh distribusi setiap jenis

pada masing-masing plot secara merata. Makin merata suatu jenis dalam seluruh

lokasi penelitian, maka makin tinggi nilai kemerataannya. Demikian juga

sebaliknya jika beberapa jenis tertentu dominan sementara jenis lainnya tidak

dominan atau densitasnya lebih rendah, maka nilai kemerataan komunitas yang

bersangkutan akan lebih rendah. Nilai kemerataan pada masing-masing lokasi

berbeda-beda. Perbedaan nilai kemerataan tersebut disebabkan karena nilai INP

masing-masing jenis disetiap lokasi juga bervariasi seperti tersebut pada

lampiran.

Walaupun terjadi variasi dalam keanekaragaman, tetapi jika dilihat indeks

kesamaannya, ke lima wilayah tersebut dapat dikatakan merupakan suatu

komunitas yang sama. Untuk memperjelas kesamaan komunitas tersebut terlihat

dari dendrogram untuk masing-masing tingkat flora pada Gambar 7.

MatayanganTumokang

ToroutG.Kabila

Doloduo0.30

0.35

0.40

0.45

0.50

0.55

0.60

0.65

Jara

k hu

bung

an

Gambar 7. Dendrogram Kesamaan Komunitas Flora TNBNW

Gambar 7 memperlihat bahwa komunitas flora tingkat semai Torout mempunyai

keeratan kesamaan komunitas dengan Doloduo dan G.Kabila. Sedangkan Tumokang

memiliki kesamaan komunitasnya dengan Matayangan Komunitas flora tingkat sapihan

Page 25: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

32

untuk Gunung Kabila memiliki kesamaan yang tinggi dengan komunitas Doloduo.

Matayangan, memiliki kesamaan yang tinggi dengan Tumokang. Komunitas flora tingkat

tiang untuk Gunung Kabila memiliki kesamaan yang tinggi dengan komunitas Doloduo.

Selanjutnya Matayangan, memiliki kesamaan yang tinggi dengan Tumokang. Komunitas

flora tingkat pohon untuk Gunung Kabila memiliki kesamaan yang tinggi dengan

komunitas Doloduo. Selanjutnya Matayangan, memiliki kesamaan yang tinggi dengan

Tumokang. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dari suatu komunias. Setiap jenis tidak

mungkin mempunyai jumlah individu yang sama (Kebs 1978). Perbedaan jumlah jenis

pada setiap tipe ekosistem pada dasarnya disebabkan oleh dua hal utama, yaitu akibat

dari adanya pengaruh faktor cahaya dan ketinggian tempat dari permukaan laut.

Uraian komposisi floristik untuk masing-masing wilayah di lima lokasi Taman

Nasional Bogani Nani Wartabone adalah sebagai berikut :

Komposisi Flora di Hutan Doloduo

Hasil inventarisasi flora untuk semua tingkatan di lokasi penelitian hutan

Doloduo secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kekayaan Jenis, Marga dan Suku Hutan Doloduo

Jumlah Tingkatan Flora

Jenis Marga Suku

Semai dan Tumbuhan Bawah

Sapihan

Tiang

Pohon

61

57

52

39

47

45

42

34

31

24

32

26

Tingkat semai didominasi oleh lima jenis yaitu Koodersiodendron

pinnatum (INP=11,73), Knema celebica (INP=11.32%), Tingkat sapihan

didominasi oleh Koodersiodendron pinnatum (INP=37,41), Knema celebica

(INP=13,24%), Crateva religiosa (INP=12,40%), Celtis philippensis

(INP=11,78%), Tingkat tiang didominasi oleh Knema celebica (INP=32,85),

Canarium hirsutum (INP=28,13), Canangium balsamiferum (INP=16,95), Celtis

philippensis (INP=15,45), Diospyros hiernii (INP=12,05), Palaquium obtusifolium

Page 26: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

33

(INP=12,05). Tingkat Pohon Diospyros celebica (INP=52,45), Cassia fistula

(INP=29,41), Elmerrillia ovalis (INP=21,23), Ochrosia acuminata (INP=12,69

),Mimusops sp (INP=11,77), Calophyllum sp. (INP=11,08), Cynometra ramiflora

(INP=10,8) .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di lokasi ini terdapat 39 jenis pohon.

Jenis-jenis flora yang ditemukan di kompleks hutan Doloduo, kerapatan relatif,

frekwensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai penting flora pada Lampiran 2-

5. Nilai kerapatan relatif tertinggi 18,08 % pada jenis Diospyros celebica

sedangkan kerapatan relatif terendah 1,06 % pada jenis Rengas (Gluta renghas).

Jenis kayu eboni (Diospyros celebica) merupakan jenis tumbuhan yang

memiliki nilai kerapatan relatif dan frekwensi relatif tertinggi artinya jenis ini

dianggap sebagai jenis yang rapat serta tersebar luas pada hampir seluruh lokasi

hutan Doloduo. Jenis lain yang juga memiliki nilai kerapatan relatif dan frekwensi

relatif yang tinggi adalah jenis kayu raja (Cassia fistula) dengan nilai KR=11,7 %

dan FR=10,23 %.

Nilai dominansi relatif masing-masing jenis juga bervariasi dari yang

terendah sebesar 0,5 % untuk jenis Gluta renghas sampai dengan dominansi

relatif tertinggi Diospyros celebica dengan nilai 17,32 %. Nilai dominansi jenis

dihitung berdasarkan besarnya nilai diameter batang setinggi dada sehingga

besarnya nilai dominansi ditentukan oleh kerapatan jenis dan ukuran rata-rata

diameter batang. Jenis Eboni memiliki nilai dominansi tertinggi karena nilai

kerapatannya paling tinggi dan ukuran batangnya cukup besar. Jenis kayu raja

(Cassia fistula) juga memiliki nilai dominansi yang tertinggi kedua karena nilai

kerapatannya lebih rendah dari Eboni, walaupun rata-rata diameter batang

setinggi dada jenis Kayu raja lebih besar dibanding dengan Eboni.

Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan dari ketiga parameter

(kerapatan, frekwensi, dominansi) yang telah diukur sebelumnya, sehingga

nilainya juga bervariasi. Lokasi Doloduo, Nilai INP tertinggi ditemukan pada jenis

Diospyros celebica (INP=52,45). Selain jenis eboni, beberapa jenis yang

memiliki nilai INP tertinggi lainnya yang memiliki INP yang tinggi yaitu lebih dari

10 % adalah jenis kayu raja (Cassia fistula) INP=29,41; cempaka (Emerrellia

ovalis) INP=21,23; Sangkongan (Ochrosia acuminata) dengan INP=12.69;

tanjung (Mimusops sp) dengan INP=11.77; Kapuraca (Callophyllum inophyllum)

dengan INP=11,08, Nantu (Cynometra ramiflora) dengan INP=10,8.

Page 27: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

34

2. Hutan Torout

Hasil inventarisasi flora di hutan Torout untuk semua tingkatan

pertumbuhan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan hasil

kerapatan, frekwensi, dominansi, dan indeks nilai penting tingkat pohon Jenis-

jenis flora yang ditemukan di kompleks hutan Torout, kerapatan relatif, frekwensi

relatif, dominasi relatif dan indeks nilai penting terdapat pada Lampiran 6-9.

Tingkat semai didominasi oleh Diospyros ebenum (INP=22,12),

Koorsidendron pinnatum (INP=17,57), Livistonya rotundifolia (INP=13,75),

Calamus sp. (INP=13,67). Tingkat sapihan didominasi oleh Planchonia

valida(INP=39,73),Garcinia sp.(INP=16.04), Palaquium obtusifolium (INP=14,34),

Nephelium lappaceum(INP=12,92), Celtis philippensis(INP=12,53). Tingkat tiang

didominasi oleh Cryptocarya sp.,(INP=18,45), Eugenia aquea (INP=16,17),

Gosampinus heptaphylla (INP=14,51), Ficus variegata (INP=13,33), Ficus rostata

(INP=12,47), Psychotroya malayana (INP=12,17). Tingkat Pohon Nauclea

celebica (INP=32,54), Ficus benjamina (INP=26,92), Cedrela celebica

(INP=14,34), Octomeles sumatrana (INP=13,78), Celtis philippensis,(INP=12,19).

Tabel 7. Kekayaan Jenis, Marga dan Suku Hutan Torout

Jumlah Tingkatan Flora

Jenis Marga Suku

Semai dan Tumbuhan Bawah

Sapihan

Tiang

Pohon

54

47

46

45

47

45

42

34

31

32

26

24

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di lokasi ini terdapat 45 jenis pohon.

Nilai kerapatan relatif tertinggi 10,28 % pada jenis Maumar/Nauclea celebica

sedangkan kerapatan relatif terendah 0,93 % pada jenis Lewo/Talauma ovalis.

Nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah jenis tersebut pada

lokasi penelitian karena nilai kerapatan suatu jenis menunjukkan jumlah individu

jenis bersangkutan pada satuan luas tertentu. Meskipun demikian nilai kerapatan

belum dapat menggambarkan tentang bagaimana distribusi dan pola penyebaran

tumbuhan yang bersangkutan pada lokasi penelitian.

Page 28: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

35

Besarnya nilai dominansi ditentukan oleh kerapatan jenis dan ukuran

rata-rata diameter batang. Nilai dominansi relatif masing-masing jenis bervariasi

dari yang terendah sebesar 0,30 % untuk jenis Fragrea truncate sampai dengan

dominansi relatif tertinggi Ficus benjamina dengan nilai 17,10 %. Jenis Ficus

benjamina memiliki nilai dominansi tertinggi karena ukuran batangnya cukup

besar dibanding maumar.

Jenis Nauclea celebica/maumar merupakan jenis yang memiliki indeks

nilai penting tertinggi (32,54). Selain jenis maumar, beberapa jenis yang memiliki

nilai INP tertinggi lainnya (lebih dari 10 %) adalah jenis Ficus

benjamina/beringin dengan INP=26,93, Cedrela celebica/dolipoga dengan

INP=14.34, Octomeles sumatrana/binuang dengan INP=13.79, Celtis

philippensis dengan INP=12.20, Diospyros ebenum/buniok dengan INP=10.97.

Jenis maumar dan beringin merupakan dua jenis yang mendominansi

lokasi hutan Torout karena memiliki nilai INP tertinggi. Besarnya indeks nilai

penting menunjukkan peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya.

Kemampuan kedua jenis tersebut dalam menempati sebagaian besar hutan

Torout menunjukkan bahwa keduanya memiliki kemampuan untuk beradatasi

dengan kondisi lingkungan setempat.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks diversitas jenis pada hutan

Torout adalah 3,49. Jika menggunakan kriteria Barbour et al. (1987) maka

indeks diversiats jenis sebesar 3,49 tersebut termasuk dalam kategori tinggi.

Nilai indeks diversitas tersebut menggambarkan kekayaan jenis pohon yang

berada pada daerah hutan Torout.

Nilai kemerataan suatu jenis ditentukan oleh distribusi setiap jenis pada

masing-masing plot secara merata. Makin merata suatu jenis dalam seluruh

lokasi penelitian, maka makin tinggi nilai kemerataannya. Sebaliknya jika

beberapa jenis tertentu dominan sementara jenis lainnya tidak dominan atau

densitasnya lebih rendah, maka nilai kemerataan komunitas yang bersangkutan

akan lebih rendah. Hasil perhitungan kemerataan di hutan Torout menunjukkan

bahwa nilai kemerataan adalah 0,91.

Page 29: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

36

3. Hutan Tumokang

Hasil inventarisasi flora untuk semua tingkatan secara lengkap pada

petak penelitian di hutan Tumokang dapat dilihat pada Tabel 8. Jenis-jenis flora

yang ditemukan di kompleks hutan Tumokang, kerapatan relatif,frekwensi

relatif,dominansi relatif dan indeks nilai penting flora pada berbagai tingkatan

dapat dilihat pada Lampiran 10 – 13. Tingkat semai didominasi oleh Areca

vestiaria (INP=11.26), Canarium hirtusum(INP=10.05), Knema sp.(INP=8.74),

Dysoxylum amooroides(INP=7.84).Tingkat sapihan didominasi oleh Areca

vestiaria ( INP=23.86), Livistonya rotundifolia (INP=16.07). Pometia pinnata( INP

=15.84), Mimusop elengi (INP=13.43), Ochrosia acuminata(INP=13.14).

Tingkat tiang didominasi Gosampinus heptaphylla (INP=24.64),

Diospyros ebenum(INP=22.16), Palaquium obovatum(INP=20.52),

Koordersidendron pinnatum (INP=18.45), (INP =16.1 Xylopia sp), Gluta

renghas (INP=15). Tingkat Pohon Pangium edule (INP=14.69), Nephelium

lappaceum (INP=14.30), Baccaurea javanica (INP=13.70), Macaranga sp,

(INP=13.15) Caryota sp,(INP= 12.93).

Tabel 8. Kekayaan Jenis, Marga dan Suku Hutan Tumokang

Jumlah Tingkatan Flora

Jenis Marga Suku

Semai dan Tumbuhan Bawah

Sapihan

Tiang

Pohon

73

61

50

51

51

42

48

43

35

30

32

29

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di lokasi hutan Tumokang terdapat

51 jenis pohon. Nilai kerapatan relatif tertinggi 6,43 % pada jenis

cempaka/Elmerrillia ovalis sedangkan kerapatan relatif terendah 0,42% pada

Page 30: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

37

jenis Hernandia ovigera. Cempaka/Elmerrillia ovalis merupakan jenis tumbuhan

yang memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi artinya jenis ini dianggap sebagai

jenis yang rapat pada lokasi hutan Tumokang. Jenis lain yang juga memiliki nilai

kerapatan yang tinggi adalah jenis Caryota sp./tanoyan dengan nilai KR=5,46 %.

Frekwensi merupakan nilai besaran yang menyatakan derajat

penyebaran jenis di dalam komuniasnya. Angka frekwensi diperoleh dengan

melihat perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap

keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh dalam melakukan analisis

vegetasi. Jenis sumeding/Pangium edule merupakan jenis dengan nilai

frekwensi tertinggi di hutan Tumokang (8,65%), sedangkan frekwensi terendah

pada jenis kayu toraut / Vitex celebica.

Dominasi merupakan besaran yang digunakan untk menyatakan derajat

penguasaan ruang atau tempat tumbuh, berapa luas area yang ditumbuhi oleh

sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis tumbuhan untuk bersaing

terhadap jenis lainnya. Nilai dominasi diekspresikan mutlak atau relatif yang

menunjukkan persentase bahwa nilai spesies individu merupakan total untuk

semua spesies. Nilai dominansi relatif masing-masing jenis di hutan Tumokang

bervariasi dari yang terendah sebesar 0,23 % untuk jenis kedondong /

Chrysophyllum lanceolatum sampai dengan dominansi relatif tertinggi pada jenis

Macaranga sp. dengan nilai 8,51 %. Nilai dominansi jenis dihitung berdasarkan

besarnya nilai diameter batang setinggi dada sehingga besarnya nilai dominansi

ditentukan oleh kerapatan jenis dan ukuran rata-rata diameter batang. Jenis

Macaranga memiliki nilai dominansi tertinggi karena ukuran batangnya cukup

besar.

Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan dari ketiga parameter

(kerapatan, frekwensi, dominansi) yang telah diukur sebelumnya, sehingga

nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi ditemukan pada jenis sumeding/

Pangium edule (INP=14,69). Selain jenis sumeding, beberapa jenis yang

memiliki nilai INP tertinggi lainnya (INP>10%) adalah jenis Nephellium

lapaceum/bolangat INP=14,30; Baccaurea javanica INP=13,70; Macaranga sp.

dengan INP=13.15, Caryota sp. dengan INP=12.93. Besarnya indeks nilai

penting menunjukkan peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya.

Jenis eboni dan cempaka merupakan dua jenis yang mendominasi lokasi hutan

Tumokang karena memiliki nilai INP tertinggi. Kemampuan kedua jenis tersebut

Page 31: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

38

dalam menempati sebagaian besar hutan Tumokang menunjukkan bahwa

keduanya memiliki kemampuan untuk beradatasi dengan kondisi lingkungan

setempat. Jenis sumeding yang memiliki diameter yang lebih besar diperkirakan

lebih dahulu tumbuh pada lokasi ini. Berdasarkan INP seluruh jenis selanjutnya

dihitung indeks diversitas (H’) Shannon-Wiener.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks diversitas jenis adalah

3,76. Nilai indeks diversitas tersebut menggambarkan kekayaan jenis pohon

yang berada pada daerah hutan Tumokang. Berdasarkan nilai keanekaragaman

jenis tersebut, selanjutnya dapat ditentukan nilai kemerataan jenis dalam

komunitas tersebut.

Nilai kemerataan pada masing-masing lokasi berbeda-beda. Perbedaan

nilai kemerataan tersebut disebabkan karena nilai INP masing-masing jenis

disetiap lokasi juga bervariasi. Hasil perhitungan kemerataan menunjukkan nilai

0,96. Nilai kemerataan suatu jenis ditentukan oleh distribusi setiap jenis pada

masing-masing plot secara merata. Makin merata suatu jenis dalam seluruh

lokasi penelitian, maka makin tinggi nilai kemerataannya. Demikian juga

sebaliknya jika beberapa jenis tertentu dominan sementara jenis lainnya tidak

dominan atau densitasnya lebih rendah, maka nilai kemerataan komunitas yang

bersangkutan akan lebih rendah.

4. Hutan Matayangan

Hasil inventarisasi flora untuk semua tingkatan secara lengkap pada

petak penelitian di hutan Matayangan dapat dilihat pada Tabel 9. Jenis-jenis flora

yang ditemukan di kompleks hutan Matayangan, kerapatan relatif, frekwensi

relatif, dominansi relatif dan indeks nilai penting flora pada berbagai tingkatan

dapat dilihat pada Lampiran 14 – 17. Tingkat semai didominasi oleh Diospyros

ebenum (INP=22,12); Areca vestiaria (INP=17,57), Knema celebica

(INP=14,70); Livistonya rotundifolia (INP=13,75); Calamus sp. (INP=13,67).

Tingkat sapihan didominasi oleh Homalium celebicum (INP=13,43), Dacryodes

rostata (INP=19,11), Areca vestiaria (INP=17,17), Canarium hirtusum

(INP=14,13); Celtis philippensis (INP=13,80); Knema tomentela (INP=13,03),

Palaquium obovatum (INP=11,69), Gnetum gnemon (INP=11,10),

Pterospermum celebicum (INP=10,34). Tingkat tiang didominasi oleh Nauclea

Page 32: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

39

celebica (INP=36,28), Celtis philippensis (INP=27,86), Ficus benjamina

(INP=20,41), Pterocarpus indica (INP =12,12), Ochrosia acuminnata (INP

=10,70), Pometia sp. (INP =10,64), Tingkat Pohon Canarium hirtusum

(INP=32,06); Canarium balsamiferum (INP=25,01), Celtis philippensis

(INP=16,78); Palaquium obtusifolium (INP=14,82), Diospyros celebica

(INP=13,21), Garcinia sp. (INP=12,28), Dacryodes rostata (INP=11,01).

Tabel 9. Kekayaan Jenis, Marga dan Suku Hutan Matayangan

Jumlah Tingkatan Flora

Jenis Marga Suku

Semai dan Tumbuhan Bawah

Sapihan

Tiang

Pohon

57

61

52

39

44

47

41

35

31

32

29

28

Jenis-jenis flora tingkat pohon yang ditemukan di komplek hutan

Matayangan, kerapatan relatif, frekwensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai

penting flora pada Lampiran 13-16. Nilai kerapatan relatif tertinggi 12,00 % pada

jenis pala hutan (Knema celebica ) sedangkan kerapatan relatif terendah 0,67 %

pada jenis karengis (Homalium celebicum). Pala hutan (Knema celebica )

merupakan jenis tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan relatif dan frekwensi

relatif tertinggi artinya jenis ini dianggap sebagai jenis yang rapat serta tersebar

luas pada hampir seluruh lokasi hutan Matayangan. Jenis lain yang juga memiliki

nilai kerapatan relatif dan frekwensi relatif yang tinggi adalah jenis Canarium

hirtusum / papako dengan nilai KR= 10,67 % dan FR = 8,59 %. Kedua nilai ini

penting artinya dalam analisis vegetasi karena saling terkait satu dengan yang

lainnya. Bahkan menurut Greig-Smith (1983) nilai frekwensi suatu jenis

dipengaruhi secara langsung oleh densitas dan pola distribusinya. Meskipun

memberikan informasi yang penting, nilai distribusi hanya dapat memberikan

informasi tentang kehadiran tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat

memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot.

Jenis pala hutan dan papako memiliki nilai kerapatan dan frekwensi

tertinggi oleh sebab itu kedua jenis termasuk kategori jenis yang memiliki

kemampuan adatasi yang baik terhadap kondisi lingkungan setempat. Kershaw

(1979) dan Crawley (1986) mengemukakan bahwa frekwensi suatu jenis dalam

Page 33: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

40

komunitas tertentu besarnya ditentukan oleh metode sampling, ukuran kuadrat,

ukuran tumbuhan dan distribusinya.

Nilai dominansi jenis dihitung berdasarkan besarnya nilai diameter batang

setinggi dada sehingga besarnya nilai dominansi ditentukan oleh kerapatan jenis

dan ukuran rata-rata diameter batang. Nilai dominansi relatif masing-masing

jenis bervariasi dari yang terendah sebesar 2,51 % untuk jenis karengis

(Homalium celebicum) sampai dengan dominansi relatif tertinggi yaitu Knema

celebica / pala hutan dengan nilai 11,47 %. Jenis pala hutan memiliki nilai

dominansi tertinggi karena nilai kerapatannya paling tinggi dan ukuran batangnya

cukup besar. Jenis papako Canarium hirtusum juga memiliki nilai dominansi

yang tertinggi kedua (8,87%) karena nilai kerapatannya lebih rendah dari pala

hutan, walaupun rata-rata diameter batang setinggi dada jenis kayu papako lebih

besar dibanding dengan pala hutan

Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan dari ketiga parameter

(kerapatan, frekwensi, dominansi) yang telah diukur sebelumnya, sehingga

nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi di hutan Matayangan ditemukan pada

jenis pala hutan Knema celebica (INP = 33,07). Selain jenis pala hutan ,

beberapa jenis yang memiliki nilai INP tertinggi lainnya yang memiliki INP yang

tinggi yaitu lebih dari 10 % adalah jenis Canarium hirtusum / papako INP=28,13;

C. balsamiferum/ Ta’re INP=16,95, Celtis phillipinensis dengan NP=15.67,

Palaquium obtusifolium/Nantu dengan INP=12.23 ; Dyospyros hiernii /kayu eboni

hitam (INP = 12,06).

Besarnya indeks nilai penting menunjukkan peranan jenis yang

bersangkutan dalam komunitasnya . Jenis pala hutan dan papako merupakan

dua jenis yang mendominansi lokasi hutan Matayangan karena memiliki nilai INP

tertinggi. Kemampuan kedua jenis tersebut dalam menempati sebagaian besar

hutan Matayangan menunjukkan bahwa keduanya memiliki kemampuan untuk

beradatasi dengan kondisi lingkungan setempat.Jenis cempaka yang memiliki

diameter yang lebih besar diperkirakan lebih dahulu tumbuh pada lokasi ini.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks diversitas jenis di hutan

Matayangan adalah 3,42. Nilai ini menggambarkan kekayaan jenis pohon yang

berada pada daerah hutan setempat. Berdasarkan nilai keanekaragaman jenis

tersebut, selanjutnya dapat ditentukan nilai kemerataan jenis. Nilai kemerataan

jenis di hutan Matayangan adalah 0,93. Nilai kemerataan ini berbeda dengan

Page 34: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

41

lokasi lainnya. Perbedaan nilai kemerataan tersebut disebabkan karena nilai INP

masing-masing jenis disetiap lokasi juga bervariasi.

5. Hutan Gunung Kabila

Komposisi dan struktur tumbuhan bervariasi pada setiap jenis karena

adanya perbedaan karakter masing-masing pohon. Hasil inventarisasi flora untuk

semua tingkatan secara lengkap pada petak penelitian di hutan Gunung Kabila

dapat dilihat pada Tabel 10. Jenis-jenis flora yang ditemukan di kompleks hutan

G.Kabila, kerapatan relatif, frekwensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai

penting flora pada berbagai tingkatan dapat dilihat pada Lampiran 18 – 21.

Tingkat semai dan tumbuhan bawah hutan G. Kabila didominasi oleh

Areca vestiaria (INP=11,18), Palaquium obovatum (INP=7,72), Eugenia sp. (INP

=7,50), Dysoxylum euphlebium (INP=7,22), Cassia fistula (INP=7,06). Tingkat

sapihan didominasi oleh Maranthes corymbosa ( INP=19,76) Areca vestiaria (

INP=16,32), Palaquium obstusifolium (INP=12.69). Heritiera sp. ( INP=12,26),

Pinanga caesia (INP=12,14), Dracontomelon dao(INP=10,54). Tingkat tiang

didominasi oleh Pangium edule (INP=19,48), Sysygium sp.(INP=15,07),

Koorsidendron pinnatum (INP=14,29), Palaquium obovatum(INP =13,31),

Maranthes corymbosa (INP=12,14), Canarium acutifolium (INP=11,93), Pinanga

caesia (INP=11,03). Tingkat Pohon Dracontomelon dao (INP=27,81), Maranthes

corymbosa (INP=20,00), Palaquium obtusifolium (INP=19,37), Elmerrillia ovalis

(INP=15,94), Polialthia rumphii (INP=12,82), Dyospyros hiernii (INP=12,66),

Elmerrillia celebica (INP=12,65), Pterospermum celebicum (INP=12,17), Knema

celebica (INP=11,36).

Tabel 10. Kekayaan Jenis, Marga dan Suku Hutan Gunung Kabila

Jumlah Tingkatan Flora

Jenis Marga Suku

Semai dan Tumbuhan Bawah

Sapihan

Tiang

Pohon

62

54

48

35

51

44

41

31

34

26

25

23

Jenis-jenis flora tingkat pohon yang ditemukan di kompleks hutan G.

Kabila, kerapatan relatif, frekwensi relatif, dominansi relatif dan indeks nilai

Page 35: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

42

penting flora pada Lampiran 18-21. Nilai kerapatan relatif tertinggi 8,81 % pada

jenis rao (Dracontomelon dao) sedangkan kerapatan relatif terendah 0,64 %

pada jenis kayu torout (Vitex glabrata). Rao (Dracontomelon dao) merupakan

jenis tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan relatif dan frekwensi relatif tertinggi

artinya jenis ini dianggap sebagai jenis yang rapat serta tersebar luas pada

hampir seluruh lokasi hutan G. Kabila. Jenis lain yang juga memiliki nilai

kerapatan relatif yang tinggi adalah jenis nantu Palaquium obtusum dengan nilai

KR= 7,64 %.

Nilai frekwensi relatif bervariasi dari yang tertinggi pada jenis kayu batu

(Maranthes corymbosa) dengan nilai FR = 11,02 %, dan terendah pada jenis

kayu torout (Vitex glabrata) dengan nilai FR = 0,85. Berkaitan dengan nilai

frekwensi suatu jenis, Kershaw (1979) dan Crawley (1986) mengemukakan

bahwa frekwensi suatu jenis dalam komunitas tertentu besarnya ditentukan oleh

metode sampling, ukuran kuadrat, ukuran tumbuhan dan distribusinya. Nilai

kerapatan dan frekwensi penting artinya dalam analisis vegetasi karena saling

terkait satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu jenis yang memiliki nilai

kerapatan dan frekwensi tertinggi (jenis rao, kayu batu dan nantu) termasuk

kategori jenis yang memiliki kemampuan adatasi yang baik terhadap kondisi

lingkungan.

Distribusi tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi oleh kondisi

lingkungan. Keberhasilan setiap jenis dipengaruhi oleh kemampuannya

beradaptasi secara optimal terhadap seluruh faktor lingkungan fisik ( temperatur,

cahaya, struktur tanah, kelembaban, dan sebagainya, faktor biotik (interaksi antar

jenis, kompetisi, parasitisme, dan sebagainya, dan faktor kimia yang meliputi

ketersediaan air, oksigen, pH, nutrisi dalam tanah dan sebagainya yang saling

berinteraksi (Balakhrisnan 1994; Krebs, 1994).

Nilai dominansi relatif masing-masing jenis juga bervariasi dari yang

terendah sebesar 0,42 % untuk jenis torout (Vitex glabrata) sampai dengan

dominansi relatif tertinggi Dracontomelon dao/rao dengan nilai 13,07 %. Nilai

dominansi jenis dihitung berdasarkan besarnya nilai diameter batang setinggi

dada sehingga besarnya nilai dominansi ditentukan oleh kerapatan jenis dan

ukuran rata-rata diameter batang. Jenis rao memiliki nilai dominansi tertinggi

karena nilai kerapatannya paling tinggi dan ukuran batangnya cukup besar.

Jenis cempaka Elmerillia ovalis juga memiliki nilai dominansi yang tertinggi

Page 36: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

43

kedua (6,76%) karena nilai kerapatannya lebih rendah dari jenis rao, walaupun

rata-rata diameter batang setinggi dada jenis kayu cempaka lebih besar

dibanding dengan jenis rao.

Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan dari ketiga parameter

(kerapatan, frekwensi, dominansi) yang telah diukur sebelumnya, sehingga

nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi ditemukan pada jenis Dracontomelon

dao/Rao (INP = 33,07). Selain jenis kayu rao , beberapa jenis yang memiliki

nilai INP tertinggi lainnya yang memiliki INP lebih dari 10 % adalah jenis kayu

batu (Maranthes corymbosa) INP=20,00; kayu nantu Palaquium obtusifolium

INP=19,37, jenis cempaka Elmerillia ovalis dengan INP=15.94, Nauclea celebica/

maumar dengan INP=13.27; Pomosion Polyalthia rumphii dengan INP=12,82,

Dyospyros hiernii/kayu eboni hitam (INP=12,66), kayu wasian/Elmerillia celebica

dengan INP=12,65, Nunuk Ficus benjamina dengan INP=12,17, pala/Knema

tomentela dengan INP=11,36, kayu aliwowos/Homalium foetidum dengan

INP=10,61.

Jenis rao dan kayu batu merupakan dua jenis yang mendominansi lokasi

hutan G. Kabila karena memiliki nilai INP tertinggi. Kemampuan kedua jenis

tersebut dalam menempati sebagaian besar hutan G.Kabila menunjukkan bahwa

keduanya memiliki kemampuan untuk beradatasi dengan kondisi lingkungan

setempat. Jenis kayu batu yang memiliki diameter yang lebih besar diperkirakan

lebih dahulu tumbuh pada lokasi ini.

Page 37: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

44

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan inventarisasi pada petak-petak di 5 lokasi TNBNW tercatat

sebanyak 301 jenis flora yang tergolong kedalam 114 marga dan 45 suku.

2. Vegetasi yang berhabitus semai 142 jenis, sapihan 144 jenis, tiang 110 jenis

dan pohon 131 jenis

3. Vegetasi yang berhabitus pohon lokasi Doloduo terdiri dari 39 jenis dengan

jenis dominan eboni (Diospyros celebica) INP = 32,85 dan kayu raja (Cassia

fistula). Indeks diversitas jenis pohon sebesar 3,59 sedangkan indeks

kemerataan sebesar 0,92.

4. Hutan Torout ditemukan 39 jenis pohon dengan jenis dominan Nauclea

celebica (INP = 32,54). Indeks diversitas jenis pohon sebesar 3,49

sedangkan indeks kemerataan sebesar 0,91.

5. Hutan Tumokang ditemukan 50 jenis pohon dengan jenis dominan Pangium

edule (INP =14.69), Nephelium lappaceum (INP =14.30). Indeks diversitas

jenis pohon sebesar 3,99 sedangkan indeks kemerataan sebesar 0,96.

6. Hutan Matayangan ditemukan 39 jenis pohon dengan jenis dominan

Canarium hirtusum (INP=32,06). Indeks diversitas jenis pohon sebesar 3,99

sedangkan indeks kemerataan sebesar 0,96.

7. Lokasi Gunung Kabila terdiri dari 35 jenis pohon dengan jenis dominan

Dracontomelon dao (INP = 27,81). Indeks diversitas jenis pohon sebesar

3,98 sedangkan indeks kemerataan sebesar 0,95.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian unit-unit sampling di lokasi lain (kawasan

konservasi I) meliputi struktur dan penyebaran tumbuhan di TNBNW.

2. Khusus untuk pengelolaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone agar

dilakukan sesuai dengan tujuan pengelolaannya.

Page 38: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

45

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DAN PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT

DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BOGANI NANI WARTABONE

ABSTRAK HERNY EMMA INONTA SIMBALA. Keanekaragaman Tumbuhan Obat dan Pemanfaatannya oleh Masyarakat Di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Dibimbing oleh DEDE SETIADI. LATIFAH K-DARUSMAN, IBNUL QAYIM, MIN RAHMINIWATI.

Seiring dengan berkembangnya trend kembali ke alam atau “Back to nature” penggunaan obat tradisional terutama yang berasal dari tumbuh-tumbuhan juga terus meningkat. Pada dasarnya pemanfaatan obat tradisional mempunyai tujuan untuk menjaga kondisi tubuh (promotif), mencegah penyakit (preventif), maupun untuk menyembuhkan suatu penyakit (usaha kuratif) dan untuk memulihkan kondisi tubuh (usaha rehabilitasi). Tujuan Penelitian ini untuk menggali informasi bagaimana masyarakat sekitar Taman Nasional Bogani Nani Wartabone memanfaatkan keanekaragaman spesies tumbuhan hutan untuk pengobatan penyakit. Manfaat penelitian ini yaitu mengungkapkan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional dalam rangka melestarikan warisan nilai-nilai budaya leluhur, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk ikut berperan serta dalam pembangunan kesehatan., menjadi rekomendasi bagi penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 121 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat oleh masyarakat di TNBNW, terdiri atas 57 suku. Jenis tumbuhan yang paling banyak digunakan tergolong pada suku Euphorbiaceae, Labiatae, Verbenaceae, Araceae, dan Asteraceae.

ABSTRACT HERNY EMMA INONTA SIMBALA. Medicine plant diversity and the use by community in Bogani Nani Wartabone National Park. Under the direction of DEDE SETIADI, LATIFAH K-DARUSMAN, IBNUL QAYIM, MIN RAHMINIWATI.

Following trend to back to the nature, the use of tradistional medicine particularly from plant sources has increasing. Basically, the objectives in using traditional medicine is to maintain the body condition (supportive), to prevent disease(preventive), and to cure a disease (curative) and also to recover body condition (rehabilitation efforts). The research’s objectives are to explore information concerning how the lokal community of Bogani Nani Wartabone National Park uses forest plant species diversity to cure any diseases. The research was expected useful to describe community knoeledge concerning plant use as traditional medicine in terms to conserve traditional culture value heritage, increasing community ability to contribute in health development and as recommendation for further research. The research shows that there are 121 kind of plant that uses as medicine plant by community around TNBNWB, including 57 sub family. The most abundance plant was claafied as sub family of Euphorbiaceae, Labiatae, Verbenaceae, Araceae, and Asteraceae. Key words : Medicine plant diversity, utilization, community, Bogani Nani

Wartabone National Park.

Page 39: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

46

PENDAHULUAN

Bumi Indonesia merupakan salah satu “Mega Center” keanekaragaman

hayati dunia, terdapat 25.000 jenis tumbuhan, dan dari jumlah tersebut baru 20

% atau 5000 jenis yang sudah dimanfaatkan dalam berbagai pemanfaatan

termasuk 1260 jenis yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat (Rosoedarso,et

al. 1990; Zuhud, 1994). Selanjutnya Zuhud et al., pada tahun 2000 mencatat

bahwa tidak kurang dari 1845 jenis tumbuhan obat telah berhasil diidentifikasi

yang tersebar di berbagai formasi hutan dan ekosistem alam lainnya, 180 jenis di

antaranya merupakan tumbuhan obat yang saat ini digunakan dalam jumlah

besar sebagai bahan baku industri obat tradisional Indonesia.

Akarele (1991) menyatakan bahwa 74% dari 121 bahan senyawa aktif

yang telah menjadi obat-obat moderen yang penting di USA seperti digitoxin,

reserpin, tubercurarine dan ephedrine berasal dari pengetahuan obat radisional

di kawasan-kawasan hutan tropika.

Masyarakat Indonesia memiliki hubungan yang sangat erat dengan hutan

dalam kehidupannya sehari-hari dan mereka memiliki pengetahuan tradisional

yang tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan obat. Setiap kawasan hutan alam

sesungguhnya telah menyediakan keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan

yang dapat mendukung kehidupan masyarakat sekitarnya dan menyediakan

materi biologi untuk bermacam ragam manfaat, antara lain berupa

keanekaragaman jenis tumbuhan obat untuk mengobati berbagai penyakit,

keanekaragaman bahan untuk pangan, dan lain-lain. Sebaliknya sudah banyak

diketahui bahwa setiap etnis memiliki pengetahuan tradisional dalam

pemanfaatan keanekaragaman hayati, antara lain dalam penggunaan

keanekaragaman tumbuhan obat untuk mengobati berbagai penyakit yang

mereka derita.

Kearifan tradisional masyarakat adat menyimpan kekuatan upaya

konservasi sumberdaya hayati. Salah satu faktor penghambat usaha

perlindungankeanekaragaman hayati adalah miskinnya data tentang sumberdaya

hayati Indonesia. Bagi Indonesia, sumberdaya dan keanekaragaman hayati

sangat penting dan strategis artinya bagi keberlangsungan hidupnya sebagai

bangsa. Bukan hanya karena posisinya sebagai negara pemilik keanekaragaman

hayati terbesar di dunia tetapi juga karena keterkaitannya yang erat dengan

keanekaragaman budaya lokal yang telah lama berkembang di negeri ini.

Page 40: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

47

Pengetahuan tradisional dari masyarakat Indonesia ini merupakan aset

dalam pengelolaan adatif pelestarian pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan obat

asli Indonesia di masing-masing wilayah, sesuai karakteristik sumberdaya

tumbuhan obat dan masyarakat di masing-masing wilayah Indonesia.

Obat tradisional sejak lama telah dimanfaatkan oleh masyarakat

Indonesia pada umumnya, namun sebagaian besar pemanfaatan tersebut hanya

bersifat empiris berdasarkan tradisi dan kepercayaan. Adanya kepercayaan

masyarakat bahwa obat tradisional yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan relatif

aman, walaupun data ilmiah yang mendukung efektivitas dan keamanannya

belum lengkap, hal ini karena khasiat yang diberikan oleh obat tradisional

merupakan resultan dari berbagai campuran kompleks zat kimia alami di

dalamnya, bahan aktif yang satu dapat bekerja sinergis dengan yang lain, namun

ada pula yang bersifat antagonis yang menyeimbangkannya, sehingga relatif

tidak akan menimbulkan efek samping yang besar dibandingkan obat-obatan

modern.

Pemakaian obat tradisional mempunyai banyak keuntungannya antara

lain (1) efek samping tanaman obat tidak ada jika penggunaanya sesuai anjuran

(2) efektif untuk penyembuhan penyakit tertentu yang sulit disembuhkan dengan

obat-obat kimia seperti kanker, tumor, darah tinggi, diabetes, dan lain-lain (3)

murah, karena umumnya dapat diperoleh di pekarangan atau tumbuh liar di

kebun di sekitar kita (4) pengobatan umumnya dapat dilakukan oleh anggota

keluarga.

Obat tradisional yang merupakan warisan budaya dan telah menjadi

bagian integral dari kehidupan bangsa Indonesia, diinginkan untuk dapat dipakai

dalam sistem pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu harus sesuai dengan kaidah

pelayanan kesehatan yaitu secara medis dapat dipertanggungjawabkan. Guna

mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat, keamanan dan

standard kualitasnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dirasa perlu untuk melakukan

inventarisasi tumbuhan obat, meliputi identifikasi jenis, populasi, penyebaran,

deskripsi; khasiat dan penggunaan secara tradisional, serta melakukan

konservasi agar jenis yang sudah langka dan endemik dapat dilestarikan.

Page 41: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

48

Tujuan Penelitian 1. Mempelajari bagaimana masyarakat sekitar Taman Nasional Bogani Nani

Wartabone memanfaatkan keanekaragaman jenis tumbuhan hutan untuk

pengobatan penyakit.

2. Menguji jenis tumbuhan obat yang paling berpotensi untuk dikembangkan

lebih lanjut.

Hipotesis Penelitian Taman Nasional Bogani Nani Wartabone memiliki beranekaragam tumbuhan

yang berpotensi untuk tumbuhan obat.

Manfaat Penelitian 1. Mengungkapkan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan

sebagai obat tradisional dalam rangka melestarikan warisan nilai-nilai

budaya leluhur.

2. Menjadi rekomendasi bagi penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan

masalah dalam penelitian ini

Page 42: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

49

TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Tumbuhan Obat

Bumi Indonesia kaya akan sumberdaya alam hayati, termasuk bahan

obat-obatan alami yang dapat dipergunakan untuk pengobatan secara

tradisional. Terutama di daerah pedesaan yang memiliki fasilitas pengobatan

modern sangat terbatas, sehingga upaya pemeliharaan kesehatan melalui

pengobatan tradisional memegang peranan penting dan bahkan merupakan

porsi dominan (Simbala,1997).

Menurut Zuhud dan Siswoyo (2001), di hutan tropika Indonesia terdapat

sekitar 30.000 – 40.000 jenis tumbuhan berbunga, jauh melebihi jumlahnya di

daerah-daerah di Amerika Selatan dan Afrika Barat. Selanjutnya dikemukakan

bahwa, jumlah jenis tumbuhan di setiap formasi hutan sangat bervariasi.

Misalnya pada hutan dataran rendah Dipterocarpaceae di Kalimantan dijumpai

239 jenis pohon per 1,5 hektar dengan diameter > 10 cm dan 28 jenis pohon per

hektar pada hutan kerangas yang tumbuh pada tanah pasir putih atau tanah

podsol . Jumlah ini belum termasuk bentuk kehidupan lainnya, seperti herba,

semak, liana, paku-pakuan, epifit, cendawan dan jasad renik lainnya. Keaadaan

tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu gudang keanekaragaman

hayati penting di dunia. Keanekaragaman tumbuhan obat yang terhimpun

dalam berbagai formasi hutan Indonesia merupakan aset nasional yang tak

terhingga nilainya bagi kesejahteraan umat manusia.

Sampai saat ini, tidak ada catatan yang pasti mengenai jumlah tumbuhan

yang telah dimanfaatkan sebagai obat di Indonesia. Berdasarkan catatan WHO,

lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obat yang digunakan oleh seluruh penduduk

dunia. Burkill 1965, diacu dalam Zuhud et al. 2001, mencatat bahwa tidak

kurang dari 1650 jenis tumbuhan di Semenanjung Malaya yang dinyatakan

mempunyai khasiat sebagai obat. Seandainya 11 % total keanekaragaman di

dunia terdapat di Indonesia, maka paling sedikit terdapat 2200 jenis tumbuhan

obat terdapat di Indonesia. Menurut catatan Kooders (1911) diacu dalam Zuhud

(1994), hutan di Indonesia memiliki jumlah jenis tumbuhan obat tidak kurang dari

9606 jenis. Sedangkan menurut PT. Eisai Indonesia telah menghimpun data

berupa indeks tumbuh-tumbuhan obat Indonesia sebanyak 3689 jenis. Namun

Page 43: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

50

demikian dalam studi itu hanya dikemukakan 1260 jenis tumbuhan obat yang

secara pasti diketahui berasal dari hutan tropika Indonesia.

Berdasarkan hasil kajian yang pernah dilakukan sampai tahun 2000

ditemukan tidak kurang dari 1.845 jenis tumbuhan obat yang sudah diidentifikasi

(Zuhud, et al 2001; Anonim 2002). Kekayaan jenis tumbuhan obat yang terdapat

di hutan tropis Indonesia berasal dari berbagai tipe ekosistem hutan yang telah

berhasil diidentifikasi dan diinventarisasi oleh Program Penelitian Tumbuhan

Obat Hutan Indonesia FAHUTAN IPB tidak kurang dari 1800 jenis tumbuhan

obat, di antaranya lebih dari 250 jenis saat ini dieksploitasi dari hutan untuk

bahan baku industri obat tradisional di Indonesia. Diperkirakan pula tidak kurang

dari 400 etnis masyarakat Indonesia memiliki hubungan yang erat dengan hutan

dalam kehidupannya sehari-hari dan mereka memiliki pengetahuan tradisional

yang tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan obat.

Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar Taman Nasional

Bogani Nani Wartabone telah dilakukan sejak tahun 1992. Hasil inventarisasi

Pangemanan-D (1992), di Kabupaten Bolaang Mongondow terdapat 169 jenis

tumbuhan obat, 20 % di antaranya berasal dari kawasan TNBNW . Selanjutnya

Zuhud (1994) mencatatat bahwa terdapat 99 jenis tumbuhan obat yang

dimafaatkan sebagai obat, tapi hanya 11 jenis yang berasal dari hutan TNBNW.

Setahun kemudian Nasution (1995) berhasil menginventarisasi 51 jenis

tumbuhan obat di kawasan Kotamobagu yang terletak di sebelah Timur kawasan

TNBNW. Pada tahun 2004 Simbala dan kawan-kawan mencatat 65 jenis

tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Suku Bogani Kabupaten

Bolaang Mongondow. Dari hasil penelitian terdahulu, terlihat bahwa kajian aspek

ekologi maupun etnobotani di kawasan TNBNW masih sangat terbatas bahkan

belum ada yang mengungkapkan kajian dari dua sudut pandang kajian ekologi

dan etnobotani secara bersamaan.

Setiap kawasan alam sesungguhnya telah menyediakan

keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan yang mendukung kehidupan

masyarakat sekitarnya dalam menyediakan materi biologi untuk bermacam

ragam manfaat, antara lain keanekaragaman tumbuhan obat untuk mengobati

berbagai macam penyakit, keanekaragaman bahan pangan, dan lain-lain

(Simbala, 1998). Menurut Achmad (2003), berbagai bahan obat yang berasal

dari tumbuhan hutan tropis, terutama yang berhasiat untuk pengobatan penyakit

degeneratif seperti rematik. jantung/ hipertensi dan antifertilitas yang bermanfaat

Page 44: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

51

telah ditemukan dan diuji bioaktifitasnya. Bahan kimia yang bersumber dari

tumbuhan yang telah digunakan untuk antihipertensi di antaranya resinamin dan

reserpin dari Rauwolfia serpentina Benth, dan deserpidin dari R. tetraphylla L.

(Apocynaceae); untuk terapi penyakit jantung dipakai bahan kimia seperti

kuabain dari Strophanthus gratus Baill. (Apocynaecae); dan untuk terapi diuretic

dan vasodilator dipakai teobromin dari Theobroma cacao L. termasuk suku

Sterculiaceae. Sedangkan bahan kimia asal tumbuhan yang dapat dipakai

sebagai antifertilitas telah banyak dikaji di antaranya Levo gossypol sebagai agen

antifertilitas pada pria berasal dari Gossypium jenis (Malvaceae). Ekstrak etanol

dari Artemisia absinthium, dan Schubertia multiflora sebagai antifertilitas, dan

Ruta graveolus dapat menyebabkan keguguran (Rao, 1988); dan sebaliknya

Phenylethanoid glycosides dari herba Cistanchis dipakai untuk pergobatan bagi

impotensi dan fungsi vital ginjal (Tu, et al, 1997).

Senyawa kristalin yang diketahui sebagai daucosterol, cumanbrin-A,

acacetin, glyceryl-1- monobehenate dan asam palmitik (chrysanthemol) yang

diisolasi dari bunga-bunga Chrysanthemum indicum, chrysanthemol anti

inflamasi pada tikus (Yu, et al, 1987); dan thalicsiline dari Thalictrum sessile (Wu

et al, 1988).

Pemanfaatan Tumbuhan Obat dan Pelestariannya

Tumbuhan obat menurut Zuhud (1994) adalah seluruh jenis tumbuhan

obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat, yang

dikelompokkan menjadi: (1) tumbuhan obat tradisional, yaitu jenis tumbuhan

yang diketahui mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan

baku obat tradisional. (2) tumbuhan obat modern , yaitu jenis tumbuhan yang

secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang

berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara

medis dan (3) tumbuhan obat potensial, yaitu jenis tumbuhan yang diduga

mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum

dibuktikan secara ilmiah-medis atau penggunaannya sebagai bahan obat

tradisional masih ditelusuri. Tumbuhan Obat adalah tumbuhan yang berkhasiat

obat yaitu menghilangkan rasa sakit, meningkatkan daya tahan tubuh,

membunuh bibit penyakit dan memperbaiki organ yang rusak serta menghambat

pertumbuhan tidak norma seperti tumor dan kanker (Anonim, 2003) .

Page 45: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

52

Tumbuhan obat dapat berupa tumbuhan liar seperti semak, belukar dan

tumbuhan, hutan, tanaman perkebunan, tanaman hias maupun tanaman

hortikultura tetapi sebagaian besar merupakan tumbuhan liar di hutan primer

maupun sekuder (Simbala, 2000),.

Penggunaan tumbuhan obat sudah dilakukan dari generasi ke generasi

selama ribuan tahun sehingga tumbuhan obat dikenal sebagai obat nenek

moyang. Berdasarkan kenyataan ini maka penggunaan tumbuhan obat sudah

merupakan bagian dari tradisi masyarakat tradisional kita (Simbala, 1999).

Catatan sejarah menunjukkan bahwa di wilayah nusantara dari abad ke 5 sampai

dengan abad ke 19, tanaman obat merupakan sarana paling utama bagi

masyarakat tradisional kita untuk pengobatan penyakit dan pemeliharaan

kesehatan (Ahmad ZA, et al. 2002).

Menurut Winarto (2002), Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram

mencapai puncak kejayaannya dan menyisakan banyak peninggalan yang

dikagumi dunia, yaitu produk masyarakat tradisional yang mengandalkan

pemeliharaan kesehatan dari tumbuhan obat. Tetapi dengan masuknya

pengobatan modern di Indonesia, yang ditandai dengan didirikannya Sekolah

Dokter Jawa (Stovia) di Jakarta tahun 1904, maka secara bertahap dan

sistematis penggunaan tumbuhan obat ditinggalkan. Sejalan dengan masuknya

modernisasi maka pola hidup tradisional tererosi.

Selanjutnya dikemukakan bahwa masuknya pengobatan modern

membuat masyarakat beralih dari memanfaatkan tumbuhan obat menjadi

menggantungkan diri pada obat kimia modern. Penggunaan tumbuhan obat

dianggap kuno, terbelakang dan berbahaya. Tumbuhan yang telah digunakan

secara turun temurun itupun ditinggalkan, bahkan tumbuhan obat yang telah

didomestikasi diterlantarkan. Akibatnya masyarakat umumnya tidak mengenal

tumbuhan obat dan penggunaannya karena umumnya pengetahuan tentang

tumbuhan obat hanya diketahui oleh masyarakat yang telah lanjut usia dan

umumnya tidak diturunkan ke generasi muda.

Berbeda dengan negara Indonesia, hal serupa tidak terjadi di Negara-

negara tetangga seperti RRC, Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea dan Negara

timur lainnya. Di negara-negara tersebut pengobatan modern diterima dan

dikembangkan sedangkan pengobatan tradisional dipelihara dan dikembangkan

sangat efektif. Obat tradisional diresepkan oleh dokter dan digunakan di banyak

Page 46: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

53

rumah sakit, sehingga pasien dapat memilih untuk menggunakan obat kimia atau

obat tradisional tumbuhan obat atau gabungan keduanya (Anonim ,2003)

Menurut Pramono (2002), dekade terakhir abad ke 20 terdapat

kecenderungan global kembali ke alam. Hal ini berarti kembali ke obat radisional.

Kecenderungan ini sangat kuat di negara-negara maju dan hal ini berpengaruh

besar di negara-negara berkembang. Saat ini obat herbal telah digunakan di

Klinik Pengobatan Tradisional RS Dr. Sutomo Surabaya dan beberapa

Puskesmas di Jombang dan Jember. Beberapa rumah sakit di Jakarta juga

sudah menyediakan obat herbal.

Kecenderungan di seluruh dunia untuk kembali ke alam, termasuk di

bidang obat-obatan. Menurut Winarto (2002), terdapat beberapa alasan

mengapa kecenderungan kembali ke obat radisional tanaman obat yaitu: adanya

kelebihan pemakaian Obat Tradisional dan kelemahan obat modern/kimia.

Kelebihan obat tradisional (1) penggunaan bahan alam kurang drastis

aktivitasnya bila dibandingkan dengan zat murni yang diisolasi dari bahan alam

yang bersangkutan. Sebagai contoh pemakaian tanin untuk diare, akan lebih

drastis dari pemakaian bahan alam yang mengandung tanin dari jambu biji (Psidii

folium), kulit batang jambolang (Syzygii cartex) dan lain sebagainya. Bahan obat

tersebut akan melepaskan tanin ke dalam saluran pencernaan secara berangsur-

angsur pula. (2) bahan obat alam mempunyai khasiat lebih lengkap apabila

dibandingkan dengan zat aktif tunggal yang dapat diisolasi dari bahan alam obat

tersebut, misalnya kulit batang kina akan lebih lengkap apabila dibandingkan

dengan alkaloid kinina saja. Hal ini disebabkan adanya zat aktif lainnya di dalam

kulit batang kina yaitu kinidia, sinkodina, sinkonidina dan sebagainya, yang

masing-masing mempunyai efek farmakologi sendiri-sendiri. Khasiat bahan alam

tersebut merupakan resultan (gabungan) khasiat dari zat-zat yang dikandungnya.

(3) bahan obat alam memberi efek samping yang sangat kecil atau dapat

dikatakan tanpa efek samping bila dibandingkan dengan zat aktif tunggal yang

didapat dari hasil isolasi dan dimurnikan dari bahan alam yang bersangkutan. Hal

ini disebabkan adanya faktor yang ada dalam bahan itu yang dapat menetralisir

efek samping yang ditimbulkan zat aktif yang dikandung dalam bahan tersebut.

Kelemahan obat tradisional yaitu bentuk sediaannya yang tidak praktis, karena

belum dalam bentuk tabelt atau kapsul yang siap diminum.

Adapun kelemahan obat modern/obat kimia yaitu (1) efek samping

langsung atau terakumulasi, ini terjadi karena obat modern terdiri dari bahan

Page 47: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

54

kimia yang murni, baik tunggal maupun campuran. Bahan kimia bersifat tidak

organis dan murni sehingga bersifat tajam dan reaktif (mudah bereaksi)

sedangkan tubuh bersifat organis dan kompleks sehingga dengan demikian

bahan kimia bukan merupakan bahan yang benar-benar cocok untuk tubuh;

bahan kimia bukan makanan dan minuman. Konsumsi bahan kimia untuk tubuh

terpaksa dilakukan dengan berbagai batasan dan dengan pemahaman masih

dapat diterima atau ditoleransi oleh tubuh. Penggunaan bahan kimia sebagai

obat sekarang ini diakui memberi efek samping langsung atau terakumulasi. (2)

sering kurang efektif untuk penyakit tertentu, banyak penyakit yang belum

ditemukan obatnya, sehingga obat yang digunakan lebih banyak bersifat

simptomatis dan digunakan terus menerus sesuai gejalanya. Beberapa penyakit

bahkan belum diketahui penyebabnya. Sering pasien harus berulangkali berobat

tapi tidak mengalami kemajuan bahkan memburuk keadaannya. (3) harganya

mahal karena adanya faktor impor, hampir seluruh obat kimia dan bahan baku

obat kimia yang kita gunakan merupakan barang impor. Hal ini terjadi karena

untuk meproduksi obat dibutuhkan teknologi canggih, biaya dan waktu pengujian

yang cukup lama. Hal lain yang cukup signifikan yang berpengaruh pada impor

yaitu bahwa produksi obat membutuhkan kepercayaan dan sampai saat ini

kepercayaan itu sudah dikuasai oleh negara-negara tertentu yang dikenal

sebagai produsen obat.

Sejak zaman dahulu rakyat Indonesia telah mengenal berbagai jenis

tumbuhan obat dan memanfaatkannya untuk menjaga kesehatan dan

pengobatan penyakit. Pemanfaatan obat tersebut diperoleh berdasarkan

pengetahuan secara empirik dan kemudian dipraktekkan secara turun temurun

serta menjadi tradisi yang khas di setiap daerah dan suku di Indonesia. Ratusan

etnis atau suku bangsa yang terdapat di Indonesia masih hidup secara

tradisional. Kehidupan mereka sangat erat dengan alam, khususnya

pemanfaatan tumbuhan obat dari ekosistem hutan alam. Kekhasan ini selain

disebabkan oleh kondisi geografis daerah terutama vegetasi dari masing-masing

wilayah, juga disebabkan oleh perbedaan budayanya (Simbala, 1998).

Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam mengungkap sistem

pengetahuan masyarakat adalah pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan

kearifan, kepercayaan, persepsi, dan pengetahuan (Purwanto, 2003). Menurut

Toledo (1992), terdapat dua hal dalam mempelajari sistem pengetahuan yang

ideal, yaitu ilmu pengetahuan (science) dan kearifan (wisdom). Ilmu

Page 48: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

55

pengetahuan lebih mengutamakan justifikasi, sedangkan kearifan berdasarkan

pada pengalaman pribadi. Ilmu pengetahuan memandang sebagai konfirmasi,

sedangkan kearifan memandang pengetahuan pribadi sebagai petunjuk untuk

memperoleh pengalaman pribadi.

Pengertian tentang kepercayaan memegang peranan penting dalam

melakukan pendekatan secara integratif dalam mempelajari pola pikir (corpus).

Kepercayaan suatu masyarakat mencapai bentuk yang paling sistematis terdapat

pada sebuah mitos. Hal yang sama terjadi pada pengertian pengetahuan, seperti

konsep pemikiran teori ekologis mengenai proses produksi berkelanjutan yang

hanya dapat dicapai apabila keseimbangan ekosistem terpelihara dengan baik.

Oleh karena itu untuk menganalisis corpus dari pemikiran para informan, harus

dilakukan pengabungan antara sistem kepercayaan dan persepsi masyarakat

(Purwanto, 2003).

Sistem kognitif atau kesadaran, merupakan komponen terakhir yang

harus diperhatikan dalam mempelajari korpus. Sistem ini mempunyai kontribusi

penting untuk memahami dimensi korpus. Oleh karena itu seorang etnoekolog

harus mampu menggali informasi sistem pengetahuan lokal terhadap

sumberdaya alam dan lingkungannya (Purwanto, 2003).

Menurut Zuhud (1994), pengobatan tradisional adalah salah satu upaya

pelayanan kesehatan yang dapat membantu meringankan beban pemerintah.

Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam upaya mencapai kemampuan hidup

yang sehat bagi setiap penduduk, pemerintah menyelenggarakan berbagai

upaya kesehatan dengan peran aktif masyarakat. Masyarakat diharapkan

mampu menolong diri dan keluarganya dengan pengobatan tradisional melalui

pemanfaatan berbagai tumbuhan obat sebelum mendapatkan pelayanan dari

puskesmas atau rumah sakit. Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak

langsung mempunyai ikatan dengan upaya pelestarian pemanfaatan

sumberdaya alam hayati, khususnya tumbuhan obat. Kaitan tersebut dapat

dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam pengobatan tradisional, serta aturan

adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati, yang dapat dijumpai pada

masyarakat asli seperti di Kepulauan Tanimbar Key, Maluku .

Susi dan Rodani (1995) menyatakan bahwa tradisi pengobatan suatu

masyarakat tidak terlepas dari kaitan budaya setempat. Pemanfaatan

sumberdaya tumbuhan obat yang ditemukan, banyak berasal dari tumbuhan

hutan atau daerah sekitarnya yang masih tumbuh liar. Selanjutnya Nur dan

Page 49: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

56

Iskandar (1995) mengatakan bahwa tumbuhan sebagai obat-obatan tradisional

merupakan tumbuhan yang dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan

telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Potensi ini merupakan

aset nasional yang bernilai sangat strategis dan sangat tinggi untuk

mengembangkan manfaat baru dari berbagai hasil tumbuhan untuk kepentingan

manusia di dunia obat-obatan.

Endang (2002), mengemukakan bahwa 74 % dari 121 bahan senyawa

aktif yang telah mnejadi obat-obat modern yang penting di USA seperti digitoxin,

reserpin, tubocurarine dan ephedrin berasal dari pengetahuan obat tradisional

dari kawasan hutan tropika. Tetapi ironisnya sampai saat ini tidak satupun

masyarakat tradisional di kawasan hutan tropika memperoleh imbalan dari hasil

pengembangan dan komersialisasi pengetahuan obat tradisional mereka.

Selanjutnya menurut Zuhud (1994) masyarakat tradisional dan modern

hingga saat ini masih banyak yang menggunakan obat tradisional yang

bersumber dari alam dan sebagaian dari tumbuhan tersebut merupakan

tumbuhan obat potensial. Namun lebih lanjut dikatakan bahwa meskipun

berdasarkan penggunaannya diketahui bahwa potensi jenis tumbuhan obat

sangat tinggi, namun setiap lokasi penyebaran belum diketahui status

populasinya di alam.

Disisi lain laju kerusakan hutan (deforestasi) yang cenderung meningkat

dari tahun ke tahun dikhawatirkan akan mdengancam kelestarian jenis-jenis

tumbuhan obat di dalamnya. Ancaman punahnya pengetahuan obat tradisional

masyarakat, karena banyak yang tidak diturunkan lagi kepada generasi penerus

dan belum sempat didata (Zuhud et al., 2002).

Pengetahuan, seni, dan keterampilan tentang cara-cara pengelolaan dan

pemanfaatan tumbuhan obat tradisional bervariasi antara suku . Biasanya tidak

semua penduduk dapat memahami cara pengelolaan dan pemanfaatannya tetapi

hanya oleh segelintir masyarakat yang bisa dikenal sebagai dukun kampung.

Dukun tidak sembarangan mengajarkan atau menurunkan pengetahuan, seni

dan ketrampilannya kepada orang lain kecuali kepada keluarga. Sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir ini generasi muda

sekarang mulai meninggalkan seni dan pengetahuan penggunaan pengobatan

tradisional ini karena mereka menganggap sudah kuno. Akibatnya sulit

mendapatkan pewaris dukun (pengobat tradisional) yang professional. Hal ini

akan sangat memprihatinkan sebab kalau tidak segera dicatat dan

Page 50: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

57

didokumentasikan, seni dan pengetahuan pemanfaatan tumbuhan hutan untuk

memelihara kesehatan akan lenyap (Simbala, 1998).

Menurut Zuhud et al., (2002), pelestarian pemanfaatan keanekaragaman

tumbuhan obat hutan tropika Indonesia merupakan suatu kegiatan terpadu,

melibatkan banyak institusi, berbagai disiplin ilmu dan mempunyai 3 tujuan yang

saling terkait yaitu: (1) pemanfaatan secara berkelanjutan (sustainable utilization)

keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika Indonesia; (2) melestarikan

potensi keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika Indonesia; (3)

mempelajari keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika Indonesia.

Konservasi sangat penting untuk bioprospeksi di samping

pemanfaatannya yang berkelanjutan. Apabila peningkatan kemampuan serta

berbagai keuntungan diperoleh digunakan untuk konservasi dan pembangunan

yang berkesinambungan, berarti membuka sumber pendapatan baru untuk

peningkatan nilai keanekaragaman hayati yang akan memberikan keuntungan

bagi masyarakat (Kehati, 2001).

Keanekaragaman tumbuhan selain mempunyai fungsi ekonomi bagi

kehidupan manusia, juga sangat erat hubungannya dengan fungsi ekosistem.

Dalam pengawetan suatu jenis, ekosistem berperan dalam sistem hidrologi.

Pengawetan keanekaragaman tumbuhan lebih ditekankan terhadap jenis asli

dibandingkan introduksi, karena jenis asli merupakan kunci kontribusi terhadap

fungsi ekosistem (Krebs, 2001).

Keanekaragaman kultural masyarakat merupakan bagian dari eksistensi

keanekaragaman hayati yang bersifat saling menopang yang dimanifestasikan

dalam bahasa, kepercayaan , struktur sosial, seleksi tanaman, manajemen lahan

serta sejumlah simbol kemanusiaan lainnya. Oleh karena itu keanekaragaman

kultural tersebut merupakan satu komponen utama dalam kajian strategi

konservasi keanekaragaman hayati (Zuhud et al., 2002).

Menurut Tjakrarini (2002) keberhasilan pembangunan konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, terukur dari keberhasilan

pencapaian tiga sasaran konservasi yaitu : (1) perlindungan sistem penyangga

kehidupan yaitu menjamin terpeliharanya proses ekologis di sekitarnya yang

menjamin kelangsungan kehidupan mahluk yang menunjang sistem penyangga

kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia; (2).

Pengawetan sumber plasma nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya

keanekaragaman sumberdaya genetik dan tipe-tipe ekosistemnya, sehingga

Page 51: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

58

mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang

memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang mengunakan sumberdaya

alam hayati bagi kesejahteraan; (3) pemanfaatan secara lestari, yaitu dengan

mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam hayati sehingga

terjamin kelestariannya.

Page 52: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

59

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian Lokasi penelitian untuk pengumpulan data tumbuhan obat dan

pemanfaatannya dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara purposive

dengan pertimbangan bahwa lokasi desa tersebut berada atau berbatasan

langsung dengan kawasan hutan TNBNW dan masyarakatnya mempunyai akses

langsung dalam memanfaatkan tumbuhan yang ada dikawasan hutan. Lokasi

yang dipilih sebagai sampel terdiri atas 3 kecamatan yaitu Dumoga utara,

Dumoga barat dan Dumoga timur. Sedangkan desa yang dipilih terdiri atas 6

desa yaitu desa Doloduo, Torout, Matayangan, Tumokang, Siniung, Kembang

Mertha. Desa Siniung dan Kembang Mertha berada di lereng G. Kabila.

Masyarakat yang tinggal di lokasi penelitian merupakan masyarakat dari

berbagai etnis/suku seperti Suku Bogani Kabupaten Bolaang Mongondow,

Gorontalo, Minahasa, Bugis, Jawa, dan Bali. Waktu pelaksanaan penelitian

dimulai bulan Agustus 2005 sampai dengan April 2006.

Bahan Penelitian dan alat penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan pembuatan

herbarium jenis flora, seperti : alkohol, kantong plastik, label, sasak bambu dan kertas

karton; daftar kuesioner responden; peralatan dokumentasi, seperti : kamera dan negatif

film; Alat Tulis Kantor (ATK).

Metode Penelitian

Proses pengumpulan data tumbuhan obat mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut:

• Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan instrumen penelitian,

perizinan ke Balai Taman Nasional BNW, dan PEMDA setempat

termasuk Tokoh Adat, tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama.

• Observasi lapangan mencakup ekotipe hutan, ketinggian dari

permukaan laut, kelompok suku/etnik, keamanan, transportasi,

ketersediaan sarana termasuk petunjuk jalan, dukun, dll.

• Inventarisasi jenis tumbuhan dan etnobotani untuk mendapatkan koleksi

tumbuhan, akan dilakukan koleksi pada tiap lokasi yang ditentukan

secara acak (purposive random sampling).

Page 53: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

60

• Pada masing-masing lokasi dikoleksi semua tumbuhan obat yang

ditemukan, dicatat karakteristik sampel, lokasi tempat sampel dikoleksi

(tinggi tempat di atas laut, suhu, kelembaban, keadaan tanah dan

vegetasi lain). Populasi ditentukan dan dicatat penyebarannya.

Spesimen yang dikoleksi, jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan

(baik ranting/daun, kulit batang, akar, bunga dan buah).

• Sebagaian dari spesimen dilapang disiapkan untuk pembuatan

herbarium, dimasukkan kedalam kantung plastik yang sesuai diberi

etanol (70%) untuk pengawetan dan diberi label, kemudian spesimen

dibawa ke laboratorium dikeringkan dengan oven 65o C sampai kering

selanjutnya dimounting

• Identifikasi jenis tumbuhan dilakukan berdasarkan nama lokal yang

diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat

setempat, dari hasil tersebut kemudian diidentifikasi nama ilmiahnya.

Jenis tumbuhan yang belum diketahui nama ilmiahnya, dilakukan

pembuatan Herbarium dan selanjutnya diidentifikasi bekerjasama

dengan Herbarium Bogoriense Bogor.

Data Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ethno-

directed sampling yaitu pengumpulan data material tumbuhan obat didasarkan

pada pengetahuan suatu masyarakat atau etnik. Menurut Friedberg (1993) diacu

dalam Purwanto (2002), salah satu cara pendekatan yang dianggap lebih dapat

mengungkapkan sistem pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan obat, cara

pengobatan, tehnik peramuan dan aspek lain yang berkaitan dengan kesehatan

masyarakat adalah dengan pendekatan etnosain. Selanjutnya dikemukakan oleh

Purwanto (2002), bahwa metode ethno-directed sampling memiliki beberapa

keunggulan dalam penelitian tumbuhan obat. Cara pendekatan ini sangat cocok

diaplikasikan di Indonesia, mengingat bahwa negara kita memiliki kekayaan

keanekaragaman hayati dan budaya yang cukup tinggi.

Guna memahami lebih mendalam tentang pengetahuan masyarakat

sekitar kawasan TNBNW akan pemanfaatan tumbuhan sebagai obat, dilakukan

analisa kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat mengungkapkan aspek-aspek

pengetahuan tradisonal masyarakat di kawasan TNBNW tentang pemanfaatan

Page 54: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

61

tumbuhan sebagai obat. Diharapkan dengan penggabungan kedua metode

pendekatan tersebut akan diperoleh data yang lebih lengkap dan akurat terutama

dalam penelitian etnobotani tumbuhan obat di kawasan TNBNW. Penggunaan

kombinasi kedua metode tersebut akan mempermudah analisa dan diskusi

dalam membahas hubungan timbal balik antara manusia dengan sumber daya

alam yang mencakup berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi, botani, ekologis

dan aspek lainnya.

Menurut Nasution(1988), penelitian kualitatif pada hakekatnya mengamati

orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha

memahami tentang dunia di sekitarnya. Sedangkan pengumpulan data secara

kwantitatif merupakan upaya melengkapi data kwalitatif sehingga analisis

interaksi antara manusia dengan dunia alam tumbuhan dan lingkungannya lebih

mendalam dan dapat memberikan suatu keluaran yang digunakan sebagai dasar

pengambilan keputusan sistem pengelolaan sumberdaya alam tumbuhan serta

lingkungannya. Dari sistem pengelolaan sumberdaya alam yang benar akan

diperoleh suatu hasil yang menguntungkan bagi manusia dan juga bagi

kelestarian sumber daya alam tumbuhan tersebut. Metode kwantitaif juga

berguna untuk lebih menjawab permasalahan yang dihadapi sehubungan

dengan hubungan masyarakat dengan keanekaragaman jenis tumbuhan dan

lingkungannya.

Metode kwantitatif selain dapat melengkapi data kualitatif, juga dapat

mempertajam analisis “emik” yaitu suatu kerangka sistem pengetahuan lokal,

dengan analisis “etik” yaitu suatu analisis yang mengacu pada kerangka teoritis

ilmiah. Sehingga dengan kombinasi analisis emik dan etik akan diperoleh suatu

hasil yang dapat dijadikan kerangka acuan dalam mengembangkan atau

membangun kelompok masyarakat atau suatu etnik di kawasan yang dipelajari.

Selain itu akan terungkap sistim pengetahuan lokal yang mungkin bermanfaat

bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu salah satu cara

yang sering digunakan para peneliti etnoilmiah dalam kuantifikasi data yang

berhubungan dengan budaya atau sistem pengetahuan lokal dengan membuat

skor atau ranking yang didasarkan pada pernyataan atau pendapat masyarakat.

Selain itu dengan kombinasi “emik dan etik”, maka data yang diperoleh dapat

dideskripsikan dan dimengerti secara mendalam.

Page 55: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

62

Moleong (1990) mengemukakan bahwa jika seseorang menggunakan

pendekatan etik, maka ia melakukan generalisasi yaitu (a) mengelompokkan

secara sistematis seluruh data yang dapat perbandingkan ke dalam sistem

tunggal; (b) menyediakan seperangkat kriteria untuk mengklasifikasikan setiap

unsur data; (c) mengorganisasikan data yang telah diklassifikasi ke dalam tipe-

tipe; (d) mempelajari, menemukan, dan menguraikan setiap data baru yang

ditemukan ke dalam kerangka sistem yang telah dibuatnya. Sebaliknya

pendekatan emik merupakan esensi yang sahih untuk satu kebudayaan pada

satu waktu tertentu.

Secara umum sudut pandang emik meliputi persepsi, sistem penamaan

(nomenclature), klasifikasi, pengetahuan, kepercayaan, peraturan dan etika

terhadap dunia tumbuhan oleh masyarakat lokal atau kelompok etnik.

Pengetahuan emik membolehkan masyarakat lokal secara individu berkelakuan

di dalam adatnya secara pantas dalam kondisi Cultural yang berbeda.

Sedangkan perspektif etik , berarti kategori yang konseptual dan organisasi

lingkungan etnobotani menurut peneliti, atau yang sering terjadi adalah jalinan

antara budaya lokal dan kaidah ilmu pengetahuan. Tujuan dari pada penelitian

emik adalah untuk mengetahui budaya yang dimiliki oleh suatu kelompok

masyarakat yang unik. Pendekatan emik di dalam studi etnobiologi, dan

klassifikasi tumbuhan dan hewan hanya dapat dipahami pada kondisi sosial

masyarakat lokal (Purwanto, 2003).

Perbedaan antara emik dan etik dari pengetahuan tentang tumbuhan

secara sistematik telah dilakukan oleh Berlin (1973). Penemuan terpenting dalam

penelitiannya bahwa terdapat tingkatan yang tinggi hubungan antara emik (folk)

generik taxa biologi dengan taxa ilmiah (etik) jenis biologi. Generik lokal (folk

generic) dibedakan berdasarkan persepsi pengklassifikasian karakter morfologi

dan perilaku, sedangkan jenis-jenis tumbuhan hasil klassifikasi ilmiah secara

teoritik, selain didasarkan pada morfologi, anatomi, juga berdasarkan kriteria

biologi reproduksi, evolusi dan bahkan sekarang dengan analisis biokimia dan

biomolekuler. Sistem pengetahuan emik masyarakat lokal merupakan sumber

yang potensial bagi pengetahuan etik sedangkan hal yang paling penting dalam

penelitian etik adalah menterjemahkan pengetahuan emik yang diperoleh peneliti

selama melakukan observasi.

Page 56: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

63

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan melalui 3 (tiga) yaitu (1)

observasi (2) wawacara, dan (3) studi dokumentasi/kepustakaan. Tehnik

observasi boleh dikatakan merupakan keharusan dalam pelaksanaan penelitian

kualitatif. Menurut Bungin (2003) temuan-temuan dalam studi kualitatif lebih

menjawab persoalan daripada sekedar angka-angka. Hal ini disebabkan karena

banyaknya fenomena sosial yang sulit terungkap bilamana hanya digali melalui

wawancara atau metode lain. Observasi dilakukan untuk memperoleh data

mengenai situasi dan kondisi daerah penelitian, situasi dan kondisi responden,

serta situasi dan kondisi masyarakat setempat.

Tehnik wawancara merupakan tehnik yang essensial bagi peneliti

etnobotani karena dapat mengungkap berbagai informasi tentang

keanekaragaman jenis tumbuhan yang berguna, cara pemanfaatannya, aspek

ekologis masyarakat di suatu kawasan, data tersebut sangat diperlukan oleh

para perencana program konservasi. Pelaksanaan wawancara menggunaan dua

tehnik. Tehnik pertama adalah dengan menggunakan pedoman wawancara dan

kedua dilakukan dengan bebas dan terbuka (open interview). Untuk memahami

fenomena sosial yang lebih dalam, memerlukan tehnik wawancara mendalam ( in

depth interview), dalam hal ini peneliti merupakan instrumen penelitian. Oleh

sebab itu dalam penelitian ini kegiatan observasi dan wawancara berlangsung

secara bersamaan, karena merupakan suatu kesatuan kegiatan yang tak bisa

dipisahkan.

Studi dokumen/kepustakaan dimaksudkan untuk mendapatkan data

mengenai gambaran umum maupun yang spesifik dengan topik penelitian. Studi

kepustakaan dimaksudkan juga untuk mendapatkan konsep, teori dan asumsi

ilmiah tentang sistem pengobatan tradisional oleh masyarakat. Kajian pustaka

juga dimaksudkan untuk menelaah dan menelusuri studi-studi atau penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan fenomena atau masalah yang diteliti.

Dalam penelitian empirik, sampling diartikan sebagai proses pemilihan

atau penentuan sampel (contoh). Karena penelitian ini merupakan penelitian

kwalitatif, maka prosedur sampling yang terpenting adalah bagaimana

menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat

informasi sesuai dengan fokus penelitian. Tehnik pemilihan sampel secara acak

dengan sendirinya tidak relevan. Untuk memilih sampel dalam hal ini informan

kunci, lebih tepat dilakukan secara sengaja (purposive sampling) (Nasution,

1988; Moleong 1990).

Page 57: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

64

Menurut Bungin (2003), responden kunci ditentukan dengan cara

memilih orang-orang yang diperkirakan dapat menjawab pertanyaan yang

diperlukan fokus penelitian yaitu ahli pengobat tradisional (dukun), dan warga

masyarakat biasa yang memiliki pengetahuan dan akses terhadap tumbuhan

obat yang ada di sekitarnya.

Pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan obat diperoleh

dari wawancara dengan responden yang berdomisili di sekitar kawasan yang

memiliki pengetahuan ekologi empiris dan budaya lokal. Pengambilan data

diawali dengan data tentang terminologi lokal mengenai segala aspek yang

diamati meliputi penamaan jenis–jenis tumbuhan dan seluruh obyek yang ada

kaitannya dengan tehnik pengobatan, macam penyakit, cara peramuan dan cara

pemanfaatannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di kawasan

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Walaupun penduduk memiliki sistem

pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat, namun yang mengetahui

secara mendalam hal –hal yang berhubungan dengan ruang lingkup penelitian

hanya orang-orang tertentu saja.

Pengambilan sampel untuk melakukan wawancara dilakukan dengan

masyarakat desa yang berdomisisli di sekitar kawasan yang memiliki

pengetahuan ekologi empiris dan budaya mereka sendiri. Sebelum wawancara

dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan survey pendahuluan untuk mengetahui

variasi pola hidup masyarakat di sekitar taman nasional.

Pemilihan responden didasarkan atas pertimbangan peubah-peubah

demografi penduduk setempat dan hasil wawancara penduduk lokal di setiap

lokasi desa yang dipilih. Desa terpilih ditentukan secara purposive sampling pada

desa-desa yang berada di dalam atau yang berbatasan dengan kawasan taman

nasional, dengan asumsi bahwa semakin dekat dengan kawasan maka interaksi

masyarakat dengan kawasan hutan semakin meningkat.

Peubah demografi yang dipilih adalah peubah yang berkaitan langsung

dengan sistem pengetahuannya terhadap dunia tumbuhan di lingkungannya

(seperti jenis pekerjaan, perbedaan kelamin (laki-laki dan perempuan) faktor

usia, kaya atau miskin, urban atau rural) dari proporsi heterogenitas jumlah total

populasi mereka. Peubah demografi yang dipilih dalam penelitian ini adalah

faktor usia. Peubah usia penduduk dalam pemilihan responden dimaksudkan

Page 58: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

65

untuk menghidari terjadinya bias kepada kelompok tertentu saja misalnya berusia

muda saja atau usia tua saja (Nazir 1988), dan juga untuk mengetahui tingkat

degradasi pengetahuan tentang lingkungan antar generasi. Responden dipilih

berdasarkan usia penduduk dengan rentangan usia 15 tahun sampai di atas 60

tahun untuk menjadi responden. Pemilihan usia terendah ≤ 15 tahun dilakukan

berdasarkan pertimbangan bahwa usia 15 tahun adalah usia sekolah dasar(SD)

dan sekolah menengah pertama (SMP). Penduduk yang berusia ≤ 15 tahun

masih dipandang belum banyak mendapat kesempatan menerima nilai sosial

dan budaya dalam hubungan dengan pemanfaatan tumbuhan dalam lingkungan

mereka. Sedangkan usia di atas 60 tahun merupakan usia yang paling tahu

atau sudah banyak menerima nilai-nilai sosial dan budaya di lingkungannya.

Perbedaan jenis kelamin dalam pemilihan responden didasarkan pada

kenyataan bahwa wanita pedesaan di kawasan TNBNW ikut berperan dalam

kehidupan sosial keluarga, mulai dari mengerjakan kebun atau ladang,

memlihara ternak, pemungutan hasil, pengolahan hasil sampai pada pemasaran

hasil. Jadi peubah perbedaan jenis kelamin penduduk di kawasan TNBNW

menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pemilihan nara sumber. Bagi

penduduk yang bukan asli suku Bogani Kabupaten Bolaang Mongondow namun

tinggal, bekerja dan telah menikah di daerah ini, diberi syarat masa mukim

minimal 10 tahun untuk dapat dipilih sebagai nara sumber. Masa mukim 10

tahun bagi penduduk pendatang diharapkan mereka sudah menghayati dan

mengamalkan nilai-nilai dari budaya kelompok penduduk asli (lokal).

Penentuan jumlah responden laki-laki dan perempuan pada setiap kelas

usia berdasakan perhitungan menurut Banilodu (1988), yaitu :

xnP

l ∑= l xl

l l ∑∑= lu

u

xnP

p p ∑= xp

p p ∑∑

=pu

u

Dimana :

l = laki-laki, p = perempuan, lu = laki-laki ke u, pu = perempuan ke u,

P= populasi

N= jumlah sampel keseluruhan

Page 59: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

66

Berdasarkan pada data penduduk di setiap desa sampel, peneliti menarik

masing-masing 30 penduduk untuk menjadi nara sumber. Selanjutnya untuk

mengetahui sistem pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan di sekitar

taman nasional dilakukan analisis tingkat pemanfaatan tumbuhan bagi

masyarakat yaitu dengan cara mengukur Index of Cultural Significance (ICS).

Indeks kepentingan budaya (Index of Cultural Significance) adalah merupakan

hasil analisis etnobotani kuantitatif yang menunjukkan nilai kepentingan tiap-tiap

jenis tumbuhan berguna yang didasarkan pada keperluan masyarakat.

Salah satu cara yang sering digunakan oleh para peneliti etnobotani

dalam kuantifikasi data yang berhubungan dengan budaya atau sistem lokal

masyarakat, adalah dengan membuat skor atau ranking yang didasarkan pada

pernyataan atau pendapat mayarakat. Angka (skor) hasil penghitungan ICS

menunjukkan pemanfaatan setiap jenis tumbuhan berguna oleh masyarakat.

Untuk menghitung Index of Cultural Significance dilakukan dengan rumus seperti

berikut :

ICS = ( )∑=

××n

1nieiq

i

Sehubungan dengan setiap jenis tumbuhan mempunyai beberapa kegunaan,

maka rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :

ICS = ( ) ( ) ( )n21 nnnnn222

n

1in111 eiq.........eiqeiq ××++××+××∑

=

Keterangan :

ICS = Index of Cultural Significance

q = nilai kualitas (quality value)

i = nilai intensitas (intensity value)

e = nilai eksklusivitas (exclusivity value).

Kategori nilai pemanfaatan dari setiap jenis tumbuhan untuk obat tradisional di

sekitar taman nasional didasarkan pada cara perhitungan yang ditemukan oleh

Turner 1988 diacu dalam Purwanto, 2002, dapat dilihat pada Tabel 11-13.

Berdasarkan hasil deskripsi keanekaragaman jenis tumbuhan obat di

sekitar kawasan TNBNW, dilakukan penentuan jenis tumbuhan obat berpotensi

untuk penelitian lebih lanjut. Penentuan jenis tumbuhan berpotensi diperoleh

dengan cara memilih 10 jenis tumbuhan berdasarkan peringkat indeks nilai

Page 60: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

67

budaya (ICS), indeks nilai penting (INP), nilai ekologi, nilai ekonomi, pemasaran,

nilai tambah, syarat tumbuh, budidaya, pengembangan. Selanjutnya dengan

metode perbandingan eksponensial dapat ditentukan satu jenis tumbuhan yang

paling berpotensi.

Metode perbandingan eksponensial (MPE) adalah metode untuk

menentukan urutan prioritas alternatif keputusan kriteria jamak. Menggunaan

MPE mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi

dalam analisis, karena nilai skor akan menjadi besar dengan adanya fungsi

eksponensial sehingga perbedaan skor lebih nyata. Tahapan dalam penggunaan

MPE untuk menentukan jenis tumbuhan yang paling berpotensi adalah

menyusun alternatif, menentukan kriteria, menentukan tingkat kepentingan

kriteria, melakukan penilaian terhadap alternatif untuk setiap kriteria, menghitung

skor atau nilai total alternatif, dan menentukan prioritas alernatif (Marimin 2004).

Kriteria yang digunakan dalam perhitungan MPE adalah nilai penting

jenis, ICS, nilai ekonomi, pemasaran, dampak nilai tambah jenis kepada

masyarakat, syarat tumbuh yang sesuai, ketersediaan teknologi budidaya yang

memadai, dan potensi pengembangan jenis tersebut.

Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif untuk menentukan nilai

dalam Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) menurut Marimin 2004

sebagai berikut :

TNi = ∑ RKij TKKj J=1

Dimana :

TNi = Total nilai alternatif ke-i

RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i

TKKj= Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j;TKKj>0;bulat

n = Jumlah pilihan keputusan

m = Jumlah kriteria keputusan

Page 61: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

68

Tabel 11. Nilai Kualitas Suatu Jenis Tumbuhan Obat menurut kategori

etnobotani

No Khasiat Kegunaan

Nilai Guna

1 Bahan obat untuk mengobati Sakit Kepala,pusing,migrain 5 2 Bahan obat pencernaan Sakit Perut,diare,disentri 5 3 Bahan obat untuk batuk dan influenza 5 4 Penurun Panas/demam, dan Malaria 5 5 Bahan obat untuk penyakit Maag 5 6 Obat-obatan khusus wanita, obstetric/ginekologi 5 7 Obat-obatan untuk asam urat,reumatik,nyeri sendi 5 8 Bahan obat untuk Sariawan dan panas dalam 5 9 Bahan obat untuk penyakit Campak 4

10 Bahan obat untuk penyakit TBC 4 11 Bahan obat khusus untuk anak-anak 4 12 Bahan obat untuk masalah pernapasan / asma 4 13 Bahan obat untuk penyakit kanker dan Tumor 4 14 Bahan obat muntah ular 4 15 Bahan obat untuk penyakit hati 4 16 Bahan obat untuk penyakit Cacingan 4 17 Bahan obat untuk Diabetes 4 18 Bahan obat untuk ginjal,sakit pinggang 4 19 Bahan obat untuk tekanan Darah tinggi 4 20 Bahan untuk penyakit infeksi telinga 4 21 Bahan untuk Kontrasepsi 4 22 Bahan untuk penyakit kulit (Panu,kudis,kurap,bisul) 4 23 Bahan obat untuk Pegal-pegal,kecapean 3 24 Bahan obat untuk penyakit dalam 3 25 Bahan obat untuk Penambah darah 3 26 Bahan untuk penyakit Sakit mata 3 27 Bahan obat untuk sakit gigi 3 29 Bahan obat untuk Penawar racun 3 30 Bahan untuk Penyubur rambut dan kosmetik 3 31 Bahan untuk meningkatkan napsu makan 2 32 Bahan tumbuhan untuk upacara adat 2 33 Bahan untuk penyakit hewan 2 34 Tumbuhan yang berharga atau memiliki nilai 1 35 Tumbuhan untuk keperluan simbol-simbol tertentu 1

Page 62: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

69

Tabel 12. Kategori yang menggambarkan tentang intensitas penggunaan

jenis tumbuhan obat.

Nilai Deskripsi

5 Tumbuhan obat yang sangat tinggi intensitas penggunaanya, yaitu

jenis yang digunakan setiap hari

4 Tumbuhan obat yang tinggi intensitas penggunaanya, yaitu

digunakan secara regular harian, musiman, atau berkala

3 intensitas penggunaanya sedang, yaitu yang digunakan secara

regular tetapi dalam waktu tertentu, biasanya jenis-jenis yang

diekstrak atau bila hasilnya berlebihan bisa dijual.

2 Jenis-jenis tumbuhan obat rendah intensitas penggunaanya, meliputi

yang jarang digunakan .

1 intensitas penggunaanya sangat jarang (minimal).

Tabel 13. Kategori yang menggambarkan tingkat eksklusivitas atau tingkat

kesukaan.

Nilai Deskripsi

2 Jenis tumbuhan obat yang paling disukai yang mempunyai nilai guna

tidak tergantikan oleh jenis lain.

1 Meliputi jenis tumbuhan obat yang disukai tetapi terdapat jenis lain

apabila jenis tersebut tidak ada.

0,5 Jenis tumbuhan obat yang hanya sebagai sumberdaya sekunder.

Page 63: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

70

6

24

34

27

1821

25

105

10152025303540

Akar Batang Daun Bunga Buah Seluruhbagian

Kulitbatang

Umbi Pucuk Airdalambatang

Bagian yang digunakan

Jum

lah

jeni

s

Jumlah jenis

60

1115 17

18

0

10

20

30

40

50

60

70

Pohon Herba Semak Perdu Bambu Liana

Habitus

Jum

lah

jeni

s

Jumlah jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat Berdasarkan hasil inventarisasi keanekaragaman jenis tumbuhan obat di

lima lokasi di kawasan TNBNW, tercatat 121 jenis tumbuhan yang digunakan

oleh masyarakat setempat sebagai ramuan obat. Pemanfaatan keanekaragaman

jenis tumbuhan obat di TNBNW meliputi nama ilmiah, famili, bagian yang

digunakan, dan manfaatnya dapat dilihat pada Tabel 14. Dilihat dari segi

habitusnya, jenis-jenis tumbuhan obat dikelompokkan dalam 6 macam, yaitu

habitus herba, liana, perdu, pohon, semak, dan bambu (Gambar 8).

Gambar 8. Jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya

Berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakannya, jenis-jenis tumbuhan

obat dikelompokkan kedalam 10 macam yaitu daun, akar, batang, kulit batang,

bunga, getah, pucuk daun, umbi, buah, dan semua bagian tanaman (Gambar 9).

Gambar 9. Bagian tumbuhan yang digunakan tumbuhan obat.

Page 64: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

71

Tabel 14. Jenis-jenis Tumbuhan Obat Berdasarkan Nama Lokal, Nama ilmiah, Suku, bagian yang digunakan, dan jenis penyakit

Nomor Nama Lokal Nama ilmiah Suku Bagian Yang Digunakan Kegunaan

1 Alikokop Dischidia nythesiana Asclepiadaceae Kulit Batang, daun Kanker, sakit gigi 2 Amok Cananga odorata Annonaceae Kulit Batang Sakit Mata 3 Atul Mallotus moluccana Hernandiaceae pucuk daun Rematik&Pegal 4 Badag Hemigraphis sp. Achantaceae kulit Batang Ginjal, diabetes, Hypertensi 5 Bambeletan Cassia alata Leguminoceae Daun Kulit, Kosmetik 6 Bayur Pterospermum celebicum Sterculiaceae Kulit Batang Kanker, rematik 7 Benalu Loranthus sp Loranthaceae Batang Rematik&Pegal 8 Bintanag Kleinhovia hospita Sterculiaceae Daun Pencernaan 9 Binuang Octomeles sumatrana Datiscaceae Daun Penyakit khusus wanita

10 Bitaui Calophyllum soulattri Guttiferae Kulit batang Kulit 11 Kapuraca Ochocarpus ovalifolium Guttiferae Kulit batang Rematik&Pegal 12 Bobang Canarium hirtusum Annonaceae Kulit batang Penawar racun, rematik, Malaria 13 Bogu Melia azedarch Meliaceae Kulit batang Pernapasan 14 Aren Arenga pinnata Arecaceae Kapas pada batang Penyakit wanita, TBC, Kulit, Demam,Sakit Kepala 15 Bolangat Nephelium sp. Sapindaceae Kulit batang Malaria 16 Bonata Clerodendron buchananii Verbenaceae Kulit batang TBC 17 Bongale Zingiber sp Zingeberaceae Kulit dan batang Kulit 18 Bongkodu Morinda citrifolia Rubiaceae Kulit dan batang Liver , Tonikum 19 Bonok Eleucine indica Poaceae Kulit dan batang Tonikum 20 Bonok Passiflora foetida Passifloraceae Kulit dan batang Tonikum 21 Bonok macan Andropogon zizanoides Poaceae Getah Penawar racun,Pencernaan 22 Bonok tagapis Scopariadulcis Scorphulariaceae Daun Kanker 23 Bonokpiper Peperomia pellcida Piperaceae Daun Hypertensi, Kosmetik 24 Boyokia Pittosporum ferrugineum Pittosporaceae Kulit batang Pencernaan 25 Bulu tikus Bambusa sp. Poaceae Seluruh tanaman Mitologi 26 Buto butong Dyospiros buxifolia Ebenaceae Seluruh tanaman Demam dan sakit kepala,Tonikum 27 Dalit Harpulia cupanoides Sapindaceae Seluruh bagian Kulit,TBC,Tonikum

Page 65: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

72

28 Damar babi Dacryodes rostrata Magnoliaceae Akar Malaria,Tonikum 29 Diat Andropogon zizanioides Poaceae Serat Penyakit khusus wanita, Ginjal 30 Doit-doit Drymoglossum sp. Polypodiaceae Batang Kanker, Penawar racun 31 Dondolipon Xanthosoma violaceum Araceae Buah demam & sakit kepala 32 Dondoyuta Hyptis suaveolens Lamiaceae Daun Kulit 33 Dumpagon Ficus minahassae Moraceae Batang Mitologi, ginjal 34 Eboni Dyospyros celebica Ebenaceae buah Hypertensi, Liver,Ginjal, Diabetes 35 Ganceng Piper caninum Piperaceae Daun Pencernaan dan kulit 36 Gedi merah Abelmoschus sp. Malvaceae pucuk daun Penyakit khusus wanita, batuk 37 Kapuk hutan Gozampinus heptaphylla Bombacaceae Kulit Batang Rematik&Pegal 38 Kayu batu Koordersiodendron pinnatum Annacardiaceae pucuk daun Penyakit khusus wanita 39 Kayu burung Barleria prionitis Acanthaceae Batang,Daun Kulit 41 Kayu dondo Vitex negundo Verbenaceae Buah Hypertensi, Liver,Ginjal, Diabetes 42 Kayu kambing Garuga floribunda Burseraceae Seluruh tanama TBC 43 Kayu Keng Bischovia javanica Euphorbiaceae Batang Penyakit wanita, TBC, Kulit, Demam ,Sakit Kepala 44 Kayu lawang Cinamomum koodersii Lauraceae Daun demam & sakit kepala,Pencernaan, Kulit, dan KB 45 Kayu maumar Nauclea celebica Rubiaceae Akar Kulit, pegal,tonikum 46 Kayu susu Alstonia scholaris Apocynaceae Daun Kanker 47 Keladi merah Alocasia sp. Araceae Batang dan daun Kulit,KB 48 Kemiri Aleurites moluccana Euphorbiaceae Akar Kanker 49 Kolintama Alocasia cucculata Araceae Daun Kulit,KB 50 Kolot Blumea riparia Asteraceae Seluruh tanaman Jantung 51 Kopuling Alocasia sp. Araceae Seluruh tanaman Pernapasan 52 Koruntungan Solanum sp. Solanaceae Seluruh tanaman Tonikum 53 Koyondom Pogostemon heyneanus Lamiaceae Daun Pernapasan 54 Kuyanga Coechorus acutangulus Tiliaceae Daun Pencernaan 55 Kapunggi Alsphila glauca Cyatheaceae Batang Pencernaan 56 Lantat Lansium domesticum Meliaceae Daun Pencernaan, sakit kepala dan demam 57 Lidoyok Lantana camara Verbenaceae Daun Pencernaan dan Pernapasan, batuk 58 Linggua Pterocymbium sp. Sterculiaceae Daun Ginjal 59 Linggua Pterocarpus indica Fabaceae Daun Diabetes

Page 66: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

73

60 Lingkobung Macaranga gigantea Euphorbiaceae Daun Diabets 61 Liod Bantong Bauhenia purpurea Caesalpiniaceae Seluruh tanaman kehamilan dan persalinan 62 Lompiat Averrhoa carambolla Oxalidaceae Batang dan daun Pencernaan, Pernapasan 63 Lumbugon Acalypha caturus Euphorbiaceae pucuk daun Ginjal 64 Lunkab Palquium sp Sapotaceae Akar Kulit 65 Mangga hutan Mangifera sp Anacaediaceae Daun Malaria 66 Manggis hutan Mangostana indica Guttiferae Batang Pencernaan, demam dan sakit kepala 67 Matoa Pometia pinnata Sapindaseae Kulit batang Kulit dan pencernaan 68 Menggosian Clerodendron inerme Verbenaceae Daun Liver,hypertensi, Diabetes, Ginjal 69 Mongkudu Morinda bracteata Rubiaceae Buah Malaria, hypertensi 70 Nunuk Ficus benyamina Moraceae Seluruh tanaman kehamilan dan persalinan 71 Obuyu mamaan Piper betle Piperaceae Daun Pernapasan 72 Obuyu Piper aduncum Piperaceae Daun kehamilan dan persalinan 73 Ogusip Litsea sp. Lauraceae Bunga dan daun Pernapasan,demam dan sakit kepala 74 Olunan Celtis philippensis Ulmaceae Buah demam dan sakit kepala 75 Ongkolan Eucalyptus deglupta Myrtaceae Batang Pernapasan 76 Onunang Cordia dichotoma Borrangiaceae Pangkal tangkai daun Kulit 77 Opolat Ficus amplas Moraceae Tunas Pencernaan 78 Oyobung adi Selaginella tamariscina Selaginellaceae Seluruh tanaman Hypertensi,Ginjal,penyakit khusus wanita 79 Padang Imperata cylindrica Poaceae pucuk daun Demam dan sakit kepala,asam urat 80 Pala hutan Myristica sp. Myristicaceae Empulur batang sakit kepala,malaria,Kanker,penyakit wanita, tonikum 81 Pandan hutan Pandanus sp. Pandanaceae Buah demam dan sakit kepala,ginjal,Hypertensi 82 Pangi Pangium edule Flacourtiaceae Akar,buah Ginjal, Hypertensi, Liver,sesak napas 83 Patuku Cycas rumphii Cycadaceae Daun dan biji Pencernaan, muntah darah 84 Pidai Poikilospermum suaveolens Moraceae seluruh tanaman Penyakit khusus wanita 85 Pikit Ocinum basilicum Labiatae Buah Hypertensi, Diabetes, Ginjal 86 Pinang hitam Pinanga caesia Arecaceae Biji Mitologi, religi 87 Pinang yaki Areca vestiaria Arecaceae Bunga,daun, dan buah KB,diabetes, Obat cacing,Mitologi, Ritual,kosmetik 88 Pisang goroho Musa sp. Musaceae Daun Pernapasan,Kulit, ginjal 89 Pisang hutan Musa acuminata Musaceae Daun Kulit,obat cacing 90 Pisek Algaia elliptica Meliaceae Kulit batang Kanker, kulit

Page 67: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

74

91 Pondang Pandanus sp. Pandanaceae Daun Penawar racun,obat cacing,Liver,Hypertensi,ginjal,Kanker 92 Polaguyon Syzigium spicatum Myrtaceae Batang Demam dan sakit kepala, Kulit 93 Pombosion dn kecil Polyalthia sp. Annonaceae seluruh tanaman Penawar racun,Kulit 94 Pomia insumbu Gossypium herbaceum Malvaceae Batang Pernapasan 95 Pudutan Palquium obovatum Sapotaceae Batang Kulit dan ginjal 96 Rambutan hutan Nephelium sp. Sapindaceae Daun Malaria,mitologi 97 Rotan Calamus sp. Arecaceae Daun Ginjal, Kulit,mitologi 98 Seho Arenga pinnata Arecaceae Daun Sakit kepala,,Malaria,TBC, mitologi 99 Sesewanua Clerodendron serratum Verbenaceae Daun Kulit,demam,pencernaan

100 Siangga Impatiens semen Balsaminaceae Seluruh tanaman Kulit, mitologi 101 Sirsak hutan Xylopia sp. Annonaceae Kulit batang Malaria 102 Sombar Erythrina variegata Papilionaceae Kulit batang Malaria,sakit kepala 103 Sosoro Laportea deamana Urticaceae Kulit batang Malaria 104 Susuan Phaleria capitata Thymelaeaceae Buah Sakit gigi 105 Tagalolo Ficus septica Moraceae Kulit batang Malaria 106 Talas Remusatia vivipara Araceae Umbi Kanker 107 Talas Schismatoglottis calypatra Araceae daun Kulit

Tanoyan Oncosperma sp Arecaceae Akar Malaria 109 Tobaang Cordyline fructicosa Liliaceae Batang Pencernaan,TBC 110 Togop Artocarpus elasticus Moraceae Batang Pencernaan 111 Tolutu Pterocymbium tinktorium Sterculiaceae Batang Rematik&Pegal 112 Tomilow bobai Aneleima malabaricum Commelinaceae Seluruh tanaman Demam dan sakit kepala, Ritual 113 Tongit Ageratum conyzoides Compositae Batang Kulit 114 Tontuatoi Costus megalobrachtea Zingiberaceae Batang Pernapasan, Pencernaan,KB 115 Torosik Casearia grewiaefolia Flacourtiaceae Batang Pencernaan 116 Tuis Hornstedia sp Zingeberaceae Seluruh tanaman Kulit,Ritual 117 Tukadan Jatropha gossypifolia Euphorbiaceae Seluruh tanaman TBC,Ritual 118 Tuyat Derris elliptica Papilionaceae Seluruh tanaman TBC,RITUAL 119 Udun Ficus variegata Moraceae Daun Penyakit khusus wanita 120 Uing/Kayu arang Cratoxylon celebicum Hypericaceae batang Penyakit khusus wanita 121 Ulibat Spondias pinnata Anacardiaceae Umbi Penyakit khusus wanita, Malaria

Page 68: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

75

No Nama Lokal Nama Latin Famili Bagian Yang Digunakan Kegunaan

1 Alikokop Dischidia nythesiana Asclepiadaceae Kulit Batang, daun Kanker, sakit gigi 2 Amok Cananga Odorata Annonaceae Kulit Batang Sakit Mata 3 Atul Mallotus moluccana Hernandiaceae pucuk daun Rematik&Pegal 4 Badag Hemigraphis Achantaceae kulit Batang Ginjal, diabetes, Hypertensi 5 Bambeletan Cassia alata Leguminoceae Daun Kulit, Kosmetik 6 Bayur Pterospermum celebicum Sterculiaceae Kulit Batang Kanker, rematik 7 Benalu Loranthus sp Loranthaceae Batang Rematik&Pegal 8 Bintanag Kleinhovia hospita Sterculiaceae Daun Pencernaan 9 Binuang Octomeles sumatrana Datiscaceae Daun Penyakit khusus wanita 10 Bitaui Calophyllum soulattri Guttiferaceae Kulit batang Kulit 11 Kapuraca Ochocarpus ovalifolium Guttiferae Kulit batang Rematik&Pegal 12 Bobang Canarium hirtusum Annonaceae Kulit batang Penawar racun, rematik, Malaria 13 Bogu Melia azedarch Meliaceae Kulit batang Pernapasan 14 Aren Arenga pinnata Arecaceae Kapas pada batang Penyakit wanita, TBC, Kulit, Demam,Sakit Kepala 15 Bolangat Nephelium sp. Sapindaceae Kulit batang Malaria 16 Bonata Clerodendron buchananii Verbenaceae Kulit batang TBC 17 Bongale Zingiber sp Zingeberaceae Kulit dan batang Kulit 18 Bongkodu Morinda citrifolia Rubiaceae Kulit dan batang Liver , Tonikum 19 Bonok Eleucine indica Poaceae Kulit dan batang Tonikum 20 Bonok Passiflora foetida Passifloraceae Kulit dan batang Tonikum

21 Bonok macan Andropogon zizanoides Poaceae Getah Penawar racun,Pencernaan

22 Bonok tagapis Scopariadulcis Scorphulariaceae Daun Kanker

23 Bonokpiper Peperomia pellcida Piperaceae Daun Hypertensi, Kosmetik 24 Boyokia Pittosporum ferrugineum Pittosporaceae Kulit batang Pencernaan 25 Bulu tikus Bambusa sp. Bambusaceae Seluruh tanaman Mitologi

Page 69: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

76

26 Buto butong Dyospiros buxifolia Ebenaceae Seluruh tanaman Demam dan sakit kepala,Tonikum 27 Dalit Harpulia cupanoides Sapindaceae Seluruh bagian Kulit,TBC,Tonikum 28 Damar babi Dacryodes rostrata Magnoliaceae Akar Malaria,Tonikum 29 Diat Andropogon zizanioides Poaceae Serat Penyakit khusus wanita, Ginjal 30 Doit-doit Drymoglossum Polypodiaceae Batang Kanker, Penawar racun 31 Dondolipon Xanthosoma violaceum Araceae Buah demam & sakit kepala 32 Dondoyuta Hyptis suaveolens Lamiaceae Daun Kulit 33 Dumpagon Ficus minahassae Moraceae Batang Mitologi, ginjal 34 Eboni Dyospyros celebica Ebenaceae buah Hypertensi, Liver,Ginjal, Diabetes 35 Ganceng Piper caninum Piperaceae Daun Pencernaan dan kulit 36 Gedi merah Abelmoschus sp. Malvaceae pucuk daun Penyakit khusus wanita, batuk 37 Kapuk hutan Gozampinus heptaphylla Bombacaceae Kulit Batang Rematik&Pegal

38 Kayu batu Koorsidersiodendron pinnatum Annacardiaceae pucuk daun Penyakit khusus wanita

39 Kayu burung Barleria prionitis Acanthaceae Batang,Daun Kulit 41 Kayu dondo Vitex negundo Rubiaceae Buah Hypertensi, Liver,Ginjal, Diabetes

42 Kayu kambing Garuga floribunda Burseraceae Seluruh tanama TBC

43 Kayu Keng Bischovia javanica Euphorbiaceae Batang Penyakit wanita, TBC, Kulit, Demam ,Sakit Kepala 44 Kayu lawang Cinamomum koodesii Lauraceae Daun demam & sakit kepala,Pencernaan, Kulit, dan KB

45 Kayu maumar Nauclea celebica Rubiaceae Akar Kulit, pegal,tonikum

46 Kayu susu Alstonia scholaris Apocynaceae Daun Kanker

47 Keladi merah Alocasia sp. Araceae Batang dan daun Kulit,KB

48 Kemiri Eleurites moluccana Euphorbiaceae Akar Kanker 49 Kolintama Alocasia cucculata Araceae Daun Kulit,KB 50 Kolot Blumea riparia Asteraceae Seluruh tanaman Jantung 51 Kopuling Alocasia sp. Araceae Seluruh tanaman Pernapasan 52 Koruntungan Solanum sp. Solanaceae Seluruh tanaman Tonikum 53 Koyondom Pogostemon heyneanus Lamiaceae Daun Pernapasan

Page 70: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

77

54 Kuyanga binangoan Coechorus acutangulus Tiliaceae Daun Pencernaan

55 Kuyanga kapunggi Alsphila glauca Cyatheaceae Batang Pencernaan

56 Lantat Lansium domesticum Meliaceae Daun Pencernaan, sakit kepala dan demam 57 Lidoyok Lantana camara Verbenaceae Daun Pencernaan dan Pernapasan, batuk 58 Linggua Pterocymbium Sp. Caesalpiniaceae Daun Ginjal 59 Linggua Pterocarpus indica Caesalpiniaceae Daun Diabetes 60 Lingkobung Macaranga gigantea Euphorbiaceae Daun Diabets

61 Liod Bantong Bauhenia purpurea Caesalpiniaceae Seluruh tanaman kehamilan dan persalinan

62 Lompiat Everrhoa sp. Oxalidaceae Batang dan daun Pencernaan, Pernapasan 63 Lumbugon Acalypha caturus Euphorbiaceae pucuk daun Ginjal 64 Lunkab Palquium sp Sapotaceae Akar Kulit

65 Mangga hutan Mangifera sp Anacaediaceae Daun Malaria

66 Manggis hutan Mangostana indica Guttiferae Batang Pencernaan, demam dan sakit kepala

67 Matoa Pometia pinnata Sapindaseae Kulit batang Kulit dan pencernaan 68 Menggosian Clerodendron inerme Verbenaceae Daun Liver,hypertensi, Diabetes, Ginjal 69 Mongkudu Morinda bracteata Rubiaceae Buah Malaria, hypertensi 70 Nunuk Ficus benyamina Moraceae Seluruh tanaman kehamilan dan persalinan 71 Obuyu Piper betle Piperaceae Daun Pernapasan 72 Obuyu Piper aduncum Piperaceae Daun kehamilan dan persalinan 73 Ogusip Litsea sp. Lauraceae Bunga dan daun Pernapasan,demam dan sakit kepala 74 Olunan Celtis philippensis Ulmaceae Buah demam dan sakit kepala 75 Ongkolan Eucalyptus deqlupta Myrtaceae Batang Pernapasan 76 Onunang Cordia dichotoma Borrangiaceae Pangkal tangkai daun Kulit 77 Opolat Ficus amplas Moraceae Tunas Pencernaan 78 Oyobung adi Selaginella tamariscina Selaginellaceae Seluruh tanaman Hypertensi,Ginjal,penyakit khusus wanita 79 Padang Imperata cylindrica Poaceae pucuk daun Demam dan sakit kepala,asam urat 80 Pala hutan Myristica sp. Myristicaceae Empulur batang sakit kepala,malaria,Kanker,penyakit wanita, tonikum

Page 71: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

78

81 Pandan hutan Pandanus sp. Pandanaceae Buah demam dan sakit kepala,ginjal,Hypertensi

82 Pangi Pangium edule Flacourtiaceae Akar,buah Ginjal, Hypertensi, Liver,sesak napas 83 Patuku Cycas rumphii Cycadaceae Daun dan biji Pencernaan, muntah darah

84 Pidai Poikilospermum suaveolens Moraceae seluruh tanaman Penyakit khusus wanita

85 Pikit Ocinum basilicum Labiatae Buah Hypertensi, Diabetes, Ginjal

86 Pinang hitam Pinanga caesia Arecaceae Biji Mitologi, religi

87 Pinang yaki Areca vestiaria Arecaceae Bunga,daun, dan buah KB,diabetes, Obat cacing,Mitologi, Ritual,kosmetik

88 Pisang goroho Musa sp. Musaceae Daun Pernapasan,Kulit, ginjal

89 Pisang hutan Musa acuminata Musaceae Daun Kulit,obat cacing

90 Pisek Algaia elliptica Meliaceae Kulit batang Kanker, kulit

91

Seluruh tanaman pondang Pandanus sp. Pandanaceae Daun Penawar racun,obat cacing,Liver,Hypertensi,ginjal,Kanker

92 Polaguyon Syzigium spicatum Myrtaceae Batang Demam dan sakit kepala, Kulit

93 Pombosion dn kecil Polyalthia sp. Annonaceae seluruh tanaman Penawar racun,Kulit

94 Pomia insumbu Gossypium herbaceum Malvaceae Batang Pernapasan

95 Pudutan Palquium obovatum Sapotaceae Batang Kulit dan ginjal

96 Rambutan hutan Nephelium sp. Sapindaceae Daun Malaria,mitologi

97 Rotan Calamus sp. Arecaceae Daun Ginjal, Kulit,mitologi 98 Seho Arenga sp. Arecaceae Daun Sakit kepala,,Malaria,TBC, mitologi 99 Sesewanua Clerodendron serratum Verbenaceae Daun Kulit,demam,pencernaan

100 Siangga Impatiens semen Balsaminaceae Seluruh tanaman Kulit, mitologi 101 Sirsak hutan Xylopia sp. Annonaceae Kulit batang Malaria 102 Sombar Erythrina variegata Papilionaceae Kulit batang Malaria,sakit kepala

Page 72: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

79

103 Sosoro Laportea deamana Urticaceae Kulit batang Malaria 104 Susuan Phaleria capitata Thymelaeaceae Buah Sakit gigi 105 Tagalolo Ficus septica Moraceae Kulit batang Malaria 106 Talas Remusatia vivipara Araceae Umbi Kanker

107 Talas Schismatoglottis calypatra Araceae daun Kulit

Tanoyan Oncosperma sp Arecaceae Akar Malaria 109 Tobaang Cordyline fructicosa Liliaceae Batang Pencernaan,TBC 110 Togop Artocarpus elasticus Moraceae Batang Pencernaan 111 Tolutu Pterocymbium tinktorium Sterculiaceae Batang Rematik&Pegal

112 Tomilow bobai Aneleima malabaricum Commelinaceae Seluruh tanaman Demam dan sakit kepala, Ritual

113 Tongit Ageratum conyzoides Compositae Batang Kulit 114 Tontuatoi Costus megalobrachtea Zingiberaceae Batang Pernapasan, Pencernaan,KB 115 Torosik Casearia grewiaefolia Flacourtiaceae Batang Pencernaan 116 Tuis Hornstedia sp Zingeberaceae Seluruh tanaman Kulit,Ritual 117 Tukadan Jatropha gossypifolia Euphorbiaceae Seluruh tanaman TBC,Ritual 118 Tuyat Derris elliptica Papilionaceae Seluruh tanaman TBC,RITUAL 119 Udun Ficus variegata Moraceae Daun Penyakit khusus wanita

120 Uing/Kayu arang Cratoxylon celebicum Hypericaceae batang Penyakit khusus wanita

121 Ulibat Spondias pinnata Anacardiaceae Umbi Penyakit khusus wanita, Malaria

Page 73: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

75

2018

15

19

14

9

13

911

86

26

8

4

12

3 42

68

0

5

10

15

20

25

30

Perna

pasan

Pence

rnaa

n

Demam

Khusu

s wan

ita

Malaria

Kanke

rGinj

al

Diabetes

Hipertens

iLiv

er KBKuli

t

Asam ur

atmata

Ritual

Obat c

acing

kosm

etik

Terna

k

Anti to

ksik

toniku

m

Jenis penyakit

Jum

lah

Jeni

s

Jumlah jenis

Berdasarkan informasi masyarakat, jenis-jenis tumbuhan obat yang ada

dapat dikelompokkan ke dalam 20 kelompok penyakit/penggunaan. Dilihat dari

jumlah jenis tumbuhan obatnya, kelompok penyakit/penggunaan tertinggi yaitu

penyakit kulit (26 Jenis) dan terendah yaitu kelompok penyakit untuk hewan

ternak (2 jenis). Pemanfaatan jenis tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar

TNBNW untuk mengobati berbagai penyakit secara lengkap dapat dilihat pada

Gambar 10 berikut.

Gambar 10. Jumlah jenis tumbuhan obat berdasarkan jenis penyakit

Berdasarkan identifikasi 121 jenis tumbuhan obat, tercatat 26 jenis

sebagai obat penyakit kulit (gatal-gatal, panu, kudis, eksim, bisul, luka), 20 jenis

untuk obat penyakit yang berhubungan dengan pernapasan (batuk, asma dan

TBC), 19 jenis untuk penyakit khusus wanita (seperti penyakit kelamin,

kehamilan dan pasca persalinan), 18 jenis untuk penyakit yang berhubungan

dengan pencernaan (seperti sakit perut, diare, maag, disentri, dan perut

kembung), 15 jenis untuk demam atau penurun panas, 14 jenis untuk malaria, 9

jenis untuk kanker (seperti kanker rahim, payudara, tumor), 13 jenis untuk ginjal

atau sakit pinggangl 9 jenis untuk diabetes atau kencing manis, 11 jenis untuk

menormalkan tekanan darah tinggi, 8 jenis untuk penyakit liver (masyarakat

menyebutnya sakit kuning yang ditandai dengan mata dan kulit berwarna

kuning), 6 jenis digunakan sebagai obat untuk mencegah kehamilan pada wanita

tetapi ada juga jenis yang dipakai sebagai alat kontrasepsi pria, 8 jenis untuk

Page 74: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

76

asam urat (termasuk rematik dan pegal linu), 4 jenis untuk mengobat sakit mata,

3 jenis sebagai obat cacing, 4 jenis sebagai kosmetik (digunakan sebagai bedak,

pewarna bibir, dan penyubur rambut), 2 jenis untuk penyakit hewan ternak (obat

cacing dan kudis pada ternak), 8 jenis digunakan sebagai tonikum (di masyarakat

dikenal sebagai obat kuat karena kelelahan bekerja maupun obat kuat untuk

menambah kemampuan sex seorang pria), 6 jenis sebagai penawar racun (racun

karena digigit serangga atau hewan berbisa dan juga karena makanan), 12 jenis

digunakan untuk ritual (seperti dipakai pada waktu upacara adat, upacara

penolak bencana, ataupun untuk penyembuhan penyakit, pengusir setan dan

juga beberapa jenis tumbuhan seperti jenis cemara dan palem yang digunakan

untuk upacara keagamaan).

Ditinjau dari cara penggunaan, terdapat 2 cara yaitu sebagai obat luar

(dioleskan atau di temple) tercatat 31 jenis dan obat dalam (dimakan atau

diminum) tercatat 190 jenis. Cara penggunaannya dapat berupa ramuan tunggal

(satu jenis saja) dan ramuan yang terdiri dari lebih dari satu jenis tumbuhan.

Menurut masyarakat , pengobatan yang berasal dari peramuan dua atau lebih

jenis tumbuhan memiliki khasiat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

ramuan dari jenis tunggal. Menurut pemahaman mereka, peramuan obat yang

bahannya terdiri dari berbagai jenis dianggap setiap jenis dapat memberikan

fungsinya masing-masing. Selain itu dengan kombinasi beberapa jenis tersebut

dapat memberikan khasiat berlipat ganda. Anggapan tersebut kemungkinan

berkaitan dengan adanya komponen aktif yang terdapat dalam tumbuhan

tersebut yang saling menunjang atau saling melengkapi khasiat satu dengan

yang lainnya. Untuk membuktikannya diperlukan studi khusus mengenai khasiat

serta kandungan fitokimianya (merupakan bab tersendiri dalam disertasi ini).

Berdasarkan hasil deskripsi keanekaragaman jenis tumbuhan obat di

sekitar kawasan TNBNW, dilakukan penentuan jenis tumbuhan obat berpotensi

untuk penelitian lebih lanjut. Penentuan jenis tumbuhan berpotensi diperoleh

dengan cara memilih 10 jenis tumbuhan berdasarkan peringkat indeks nilai

budaya (ICS), indeks nilai penting (INP), nilai ekologi, nilai ekonomi, pemasaran,

nilai tambah, syarat tumbuh, budidaya, pengembangan. Selanjutnya dengan

metode perbandingan eksponensial dapat ditentukan satu jenis tumbuhan yang

paling berpotensi. Sepuluh jenis tumbuhan obat yang dimaksud adalah

Diospyros celebica/eboni/k.hitam, Knema celebica/pala hutan, Areca

vestiaria/pinang yaki, Calamus sp. /rotan, Arenga pinnata /seho, Mangostana

Page 75: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

77

indica/manggis hutan, Ficus minahassae/dumpagon, Aglaia minahassae/pisek,

Pandanus sp. /pondang, Remusativa vivipara/talas (Gambar 11).

Diospyros celebica Knema celebica Areca vestiaria

Calamus Sp. Arenga pinnata Ficus minahassae Pandanus sp

Mangostana indica Remusativa vivipara Aglaia minahassae

Gambar 11. Sepuluh peringkat teratas jenis tumbuhan obat berdasarkan nilai

budaya (ICS) dan nilai penting (INP)

Page 76: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

78

Berdasarkan hasil perhitungan nilai pemanfaatan (ICS) dan nilai penting

(INP) maka jenis tumbuhan yang termasuk kategori tumbuhan obat pada 10

peringkat tertinggi adalah sebagai berikut :

Tabel 14. Sepuluh peringkat teratas tumbuhan obat berdasarkan INP dan ICS

No. Jenis ICS INP (%)

1 Diospyros celebica /eboni/k.hitam 63 52,45

2 Knema celebica/pala hutan 109 33,07

3 Areca vestiaria/pinang yaki 115 23,86

4 Calamus sativus /rotan 82 13,67

5 Arenga pinnata/seho 41 9,75

6 Mangostana indica/manggis hutan 60 9,10

7 Ficus minahassae/dumpagon 30 8,88

8 Aglaia minahassae/pisek 54 8,74

9 Pandanus sarasinorum /pondang 48 5,47

10 Remusativa vivipara/talas 72 4,47

Besarnya indeks nilai penting menunjukkan peranan jenis yang

bersangkutan dalam komunitasnya. Jenis Diospyros celebica (eboni)

mendominansi lokasi hutan Doloduo dan Torout karena memiliki nilai INP

tertinggi. Knema celebica (pala hutan) mendominansi hutan Matayangan

sedangkan Areca vestiaria mendominasi hutan Tumokang dan kawasan hutan

Gunung Kabila. Kemampuan jenis-jenis tersebut dalam menempati sebagaian

besar hutan di kawasan TNBNW menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut

memiliki kemampuan untuk beradatasi dengan kondisi setempat.

Jenis-jenis tumbuhan di atas merupakan jenis tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan taman nasional untuk kebutuhan

sehari-hari termasuk sebagai obat tradisional. Keberadaan atau ketersediaan

jenis-jenis tumbuhan tersebut di atas untuk sementara masih cukup melimpah

terutama di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka, Diospyros celebica/eboni Pinang

Yaki (Areca vestiaria) Pala hutan (Knema celebica), Ficus minahassae, dan

Aglaia minahassae merupakan jenis tumbuhan endemik Sulawesi ( Lee et al,

Page 77: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

79

2001; Whitmore, 1989; Yuzammi dan Hidayat, 2002 ; Mogea, 2002 ). Diospyros

celebica / eboni merupakan jenis tumbuhan yang banyak dicari orang secara

legal maupun illegal. Jenis kayu yang sudah terkenal di dalam dunia

perdagangan kayu internasional karena berkualitas tinggi untuk indusri rumah,

kerajinan tangan termasuk kerajinan patung Bali menggunakan bahan kayu

hitam ini (Yuzammi, 2002). Diospyros celebica merupakan suku Ebenaceae,

status langka karena sering diburu untuk kayunya. Ficus minahasae merupakan

maskot flora Sulawesi utara, di kawasan TNBNW merupakan habitat kuskus,

buahnya merupakan makanan satwa hutan. Sedangkan Areca vestiaria / pinang

yaki merupakan habitat monyet hitam yang juga merupakan salah satu satwa

endemik Sulawesi. Buah pinang yaki merupakan makanan bagi monyet hitam

dan satwa hutan lainnya.

Nilai Ekologi : Pada umumnya jenis-jenis pohon yang endemik Sulawesi merupakan

salah satu komponen mata rantai ekosistem karena merupakan habitat dan

sumber makanan pokok bagi satwa yang juga khas/endemik Sulawesi seperti

Macaca nigra(yaki/monyet), anoa(Anoa quarlesi), kus-kus, tarsius(tarsius

spectrum) dan aneka jenis burung. Selain itu juga jenis-jenis pohon endemik

Sulawesi (beberapa jenis kayu seperi kayu hitam/eboni(Diospyros celebica),

kayu besi(Intisia bijuga), kayu linggua, meranti ,dan cempaka(Emmerillia ovalis),

Knema celebica, Ficus minahassae (dumpagon), Cinnamomum celebicum; hasil

non kayu seperti rotan, damar(Agathis celebica), berbagai jenis bambu, anggrek

khas seperti Vanda celebica, Cymbidium finlaysonianum, Grammatophyllum

speciosum, Dendrobium indivisum, Phalaenopsis amabilis, Dendrobium

macrophyllum yang merupakan salah satu anggrek langka yang dilindungi

Undang-Undang, serta jenis palem endemik seperti Areca vestiaria, Pigafeta

elata/wanga, Livistonya rotundifoli/woka, Pinanga caesia/palem hitam, Arenga

pinnata/aren )memiliki mutu yang tinggi sehingga bernilai ekonomi yang tinggi

pula baik di pasar lokal maupun internasional. Ficus minahasae digunakan

sebagai maskot flora Sulawesi utara, bersama-sama dengan Areca

vestiaria,kedua jenis ini di kawasan TNBNW merupakan habitat kuskus,

monyet/yaki,dan buahnya merupakan makanan satwa hutan (Yuzami & Hidayat,

2002; Mogea, 2002).

Page 78: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

80

Nilai Ekonomi : Komoditi menjadi salah satu daya tarik bagi petani untuk

memproduksinya. Komoditi dengan nilai ekonomi tinggi, apabila diikuti dengan

kebutuhan teknologi produksi sederhana dan mudah diaplikasikan, akan lebih

disukai masyarakat. Kawasan TNBNW memiliki kekayaan tumbuhan yang

berpotensi sebagai komoditi unggulan karena merupakan flora yang khas yaitu

berbagai jenis kayu dan non kayu yang berkualitas, juga terdapat beberapa jenis

tumbuhan yang berpotensi seperti tumbuhan penghasil getah, buah,

bunga/tanaman hias, untuk bahan makanan dan sebagai bahan obat yang dapat

dikembangkan lebih lanjut untuk berbagai industri. Selain itu juga tumbuhan

sebagai aset sumberdaya lingkungan yang memiliki nilai ekonomi yang besar

nilainya bagi kehidupan manusia.

Prospek pemasaran Prospek pemasaran menentukan tingkat permintaan komoditi dan

keberlanjutan sistem usaha taninya. Komoditi yang mempunyai prospek jual lebih

banyak akan lebih mudah terserap oleh pasar. Komoditi yang unggul dari segi

pasokan, tetapi tidak mempunyai prospek pasar hanya akan menjadi komoditi

potensial semata. Oleh sebab itu komoditi yang potensial seharusnya memiliki

sistem produk dan prospek pasar yang baik.

Nilai tambah Kriteria dampak nilai tambah komoditi terhadap masyarakat menjadi

sangat penting karena upaya pemanfaatan komoditi unggulan haruslah

memberikan manfaat dan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat

setempat. Kondisi biofisik wilayah TNBNW yang merupakan kawasan yang

terbentuk dari gabungan dua lempeng yang berasal dari dua benua yang

berbeda, maka akan memberikan karakteristik wilayah yang berbeda dengan

wilayah lainnya dan membentuk sumberdaya alam/ekonomi dengan karakteristik

yang khas dan tertentu pula.

Syarat tumbuh Pemilihan komoditi unggulan yang memenuhi kriteria agroekosistem dan

biofisik wilayah diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksinya dengan

karakteristik yang unggul.

Page 79: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

81

Budidaya

Budidaya tumbuhan dimaksudkan untuk menilai apakah dalam usaha

pengembangan tumbuhan tersebut tersedia teknologi aplikatif dan sesuai dengan

kemampuan sumberdaya manusia yang ada. Kriteria ini berkaitan dengan

kemudahan dalam usaha pembudidayaan tumbuhan (domestikasi) untuk

meperoleh hasil yang diharapkan.

Potensi sumberdaya tumbuhan menunjukkan kemungkinan

pengembangan produksi komoditi unggulan di masa yang akan datang. Apabila

pengembangan komoditi tinggi, maka diharapkan volume produksi akan semakin

meningkat dan kontinyuitas pasokan komoditi akan lebih baik.

Berdasarkan hasil perhitungan indeks nilai penting (INP) dan Index of

Cultural Significance (ICS) serta hasil perhitungan metode perbandingan

eksponensial (MPE) maka jenis tumbuhan yang termasuk kategori tumbuhan

obat prioritas, pada 10 peringkat tertinggi dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Sepuluh Peringkat Tertinggi Tumbuhan Obat Berdasarkan

INP, ICS, dan MPE.

Jenis tumbuhan terpilih No Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Nilai ekologi 25 14 33 17 18 10 16 17 20 10

2 Nilai ekonomi 11 9 15 9 15 8 8 11 10 8

3 Pemasaran 10 8 9 8 10 8 8 8 8 8

4 Nilai Tambah 50 43 60 41 60 40 46 40 40 30

5 Syarat tumbuh 8 9 10 7 10 8 8 10 10 8

6 Budidaya 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

7 Pengembangan 8 8 15 8 15 8 7 9 10 8

8 ICS 63 109 115 82 41 50 30 54 48 72

9 INP 52,45 33,07 23,86 13,67 9,75 9,10 8,88 8,74 5,47 4,47

Jumlah MPE 277,45 283,07 340,86 235,67 227,75 191,10 181,88 207,74 201,47 198,47

Peringkat 3 2 1 4 9 7 10 8 6 5

Keterangan : 1.Diospyros celebica / eboni ; 2.Knema celebica /pala hutan;

3.Areca vestiaria / pinang yaki; 4.Calamus sp./rotan 5.Arenga

pinnata; 6.Mangostana indica/manggis hutan; 7.Ficus

minahassae/dumpagon; 8.Aglaia minahassae/pisek;

9.Pandanus sarasinorum. /pondang.; 10.Remusativa

vivipara/Talas.

Page 80: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

82

050

100150200250300350400

Diospyro

s cele

bica

Knema c

elebica

Areca v

estia

ria

Calamus

sp.

Arenga

pinn

ata

Mangos

tana in

dica

Ficus m

inahas

sae

Aglaia

minaha

ssae

Panda

nus s

p.

Remusativ

a vivip

ara

Nama jenis

Nila

i MPE

Hasil perhitungan metode perbandingan eksponesial (MPE) terhadap

kesepuluh tumbuhan berdasarkan kriteria tingkat nilai penting jenis (INP), nilai

pemanfaatan jenis tumbuhan (ICS), nilai ekologi, nilai ekonomi, pemasaran,

dampak nilai tambah jenis kepada masyarakat, syarat tumbuh yang sesuai,

ketersediaan teknologi budidaya yang memadai, dan potensi pengembangan

jenis pada tabel 18, jenis tumbuhan yang mencapai jumlah tertinggi adalah .

Areca vestiaria (pinang yaki), diikuti Knema celebica (pala hutan), Diospyros

celebica (eboni), Calamus sp.(rotan), Remusativa vivipara (talas), Pandanus

sarasinorum (pondang), Mangostana indica (manggis hutan), Aglaia minahassae

(pisek), Ficus minahassae (dumpagon). Dengan demikian maka jenis tumbuhan

obat paling berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah Areca vestiaria

(pinang yaki). Histogram jumlah nilai MPE dan jenis tumbuhan obat terpilih dapat

dilihat pada Gambar 12 berikut.

Berdasarkan hasil deskripsi kegunaan jenis-jenis tumbuhan obat tersebut,

terdapat jenis-jenis tanaman obat yang memiliki beberapa khasiat. Areca

vestiaria / pinang yaki digunakan sebagai obat untuk penyakit diabetes dan juga

dipakai sebagai obat kontrasepsi untuk pria. Caranya biji dibelah, diambil

dagingnya kemudian direbus dengan 1 gelas air, setelah mendidih didinginkan

lalu diminum. Kulit buahnya digunakan sebagai alat kosmetik untuk pemerah

bibir. Sebagai masyarakat yang masih percaya dengan alam magis, masyarakat

menggunakan tanaman ini sebagai pengusir setan dengan cara menanam

tanaman ini di depan pintu pagar halaman atau di setiap sudut batas tanah di

Gambar 12. Nilai MPE untuk setiap jenis tumbuhan obat

Page 81: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

83

halaman rumah ataupun di kebun. Selain itu, pinang yaki juga dipakai

masyarakat sebagai obat cacing pada hewan peliharaan seperti sapi dan

kambing.

Areca vestiaria bersama-sama dengan Ficus minahassae, kedua jenis

tumbuhan ini di kawasan TNBNW merupakan habitat kuskus, monyet/yaki, dan

buahnya merupakan makanan satwa hutan (Yuzami & Hidayat, 2002; Mogea,

2002). Pinang yaki ini oleh Suku Bolaang Mongondow yang tinggal di kawasan

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

Diospyros celebica / eboni merupakan jenis tumbuhan endemik Sulawesi

yang banyak dicari orang secara legal maupun illegal. Jenis kayu yang sudah

terkenal di dalam dunia perdagangan kayu internasional karena berkualitas tinggi

untuk indusri rumah, kerajinan tangan termasuk kerajinan patung Bali

menggunakan bahan kayu hitam ini. Selain kayunya digunakan sebagai bahan

bangunan, buahnya digunakan oleh masyarakat sekitar TNBNW untuk

mengobati beberapa penyakit yaitu hypertensi, liver,ginjal, dan diabetes dan

tonikum dengan cara buahya dicuci bersih, disayat lalu dikeringkan,kemudian

3,5,7 sayatan buah kering direbus degan 3 gelas air,didinginkan lalu diminum 3

kali sehari.

Pala hutan (Knema celebica) yang digunakan masyarakat sekitar

kawasan untuk mengobati berbagai penyakit seperti sakit kepala, malaria,

kanker, penyakit khusus wanita yaitu untuk mengobati berbagai penyakit wanita

seperti penyakit kelamin (keputihan, sipilis), dan pendarahan pasca melahirkan,

dan sebagai tonikum.

Selain sebagai tumbuhan obat, ada beberapa jenis tumbuhan obat yang

memiliki multi manfaat. Pandanus sarasinorum (pohon pandan) digunakan

sebagai obat cacing, liver, darah tinggi dan sebagai obat penawar racun. Selain

itu juga daun tanaman ini juga dipakai untuk membuat kerajinan rumah tangga

seperti tikar, keranjang dan sebagainya. Jenis rotan (Calamus sativus), air dalam

batang digunakan untuk mengobati penyakit ginjal, batangnya untuk mengobati

penyakit kulit, dan tanaman ini juga dipercaya oleh masyarakat sekitar kawasan,

dapat digunakan sebagai pengusir roh jahat. Selain sebagai tanaman obat,

tanaman ini lebih banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga (aneka

meubel), dan kerajinan tangan (keranjang, tas, dan sebagainya). Di kawasan

TNBNW terdapat 5 jenis rotan sebagai bahan baku pembuatan kursi rotan

diantaranya rotan batang/gotia nanga (Calamus zollingeri), tohiti (Calamus

Page 82: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

84

inops), gotia merah (Corthalsia celebica), doti (Calamus leiocaulis) dan umbul

(Calamus simphysipus)(Mogea et al.,1998). Rotan-rotan ini kurang lebih 15 tahun

yang lalu masih dapat diambil dari hutan di sekitarnya yang tidak jauh dari

perkampungan, namun sekarang jenis-jenis rotan tersebut sudah jarang

ditemukan di hutan yang dekat.

Seho (Arenga pinnata) tidak saja digunakan sebagai obat tetapi juga

memiliki berbagai manfaat yaitu sebagai bahan bangunan, kerajinan, bahan

pangan (saguer, gula merah dan cap tikus). Arenga pinnata atau biasa dikenal

dengan banyak nama lokal yaitu seho/enau/aren merupakan bahan baku

pembuatan gula merah.

Proses pembuatan gula merah mengikuti tahapan sebagai berikut :

Saguer/nira diambil dari bunga yang paling bawah, diambil niranya 2 kali sehari

pagi dan sore dengan cara air saguer di tampung pada bambu dengan ukuran

panjang 1m dan diameter 10 cm. Satu pohon nira dapat menghasilkan 1 bambu.

Biasanya dalam sekali pemasakan, dibutuhkan saguer dar 5 pohon enau. Saguer

yang diambil segera dipanaskan sampai mendidih, sebab jika tidak segera

dipanaskan, saguer akan menjadi asam dan tidak dapat dibuat gula merah.

Pemasakan saguer hingga menjadi gula mera membutuhkan waktu ± 7 jam.

Pada saat saguer mulai mengental, ditambahkan minyak kelapa 1 – 2

sendok makan, untuk memudahkan mengambil gula dari cetakannya. Setelah

mengental, saguer di cetak pakai tempurung kelapa, bagian yang berlubang

ditutup dengan daun ubi (Manihot utilisima). Satu kali pemasakan dapat

menghasilkan 14 – 18 batok gula merah. Sebagai pembungkus gula merah,

digunakan daun pisang (Musa paradisiacal) atau daun woka kecil (Licuala

grandis) yang sudah dikeringkan. Gula merah di jual di tempat dengan harga

Rp.2000.- per batok, sedangkan harga di pasar Rp.3000.- per batok.

Saguer, selain sebagai bahan baku untuk membuat gula merah, saguer

dapat juga dibuat “cap tikus” dengan cara penyulingan saguer. Proses

pembuatan cap tikus adalah sebagai berikut: (1) pengambilan saguer dimulai dari

bunga paling atas dan berturut-turut sampai bunga paling bawah, (2) saguer di

tampung dalam bamboo sepanjang 1 m dengan diameter 10 cm, setelah selesai

penampungan saguer dari pohon, saguer yang terkumpul dimasukkan dalam

drum kemudian dilakukan pemasakan dengan kayu bakar, (3) proses

penyulingan berlangsung selama ± 5 jam sampai menghasilkan alkohol. Jika

drum terisi penuh dengan saguer, maka akan menghasilakan alkohol 1 galon

Page 83: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

85

plastik (25 liter). Cap tikus yang sudah jadi, dijual dengan harga Rp.40.000,-

/gallon. Cap tikus biasanya di pasarkan ke Kotamobagu, Manado bahkan ke luar

Sulawesi utara (Maluku dan Papua).

Pengetahuan Masyarakat

Seperti halnya masyarakat pedalaman lainnya di Indonesia, masyarakat

di sekitar TNBNW juga memiliki sistem pengetahuan tentang pengelolaan

keanekaragaman sumber daya alam tumbuhan dan lingkungan yang ada di

sekitarnya. Bagi masyarakat yang ada di sekitar TNBNW, tumbuhan obat adalah

semua tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat baik secara

tunggal maupun campuran yang dianggap dan dipercaya dapat menyembuhkan

suatu penyakit atau dapat memberikan pengaruh bagi kesehatan.

Sampai saat ini, walaupun sistem pengobatan modern telah maju, sistem

pengobatan tradisional masih berlaku pada sebagaian besar masyarakat. Ada

kecenderungan masyarakat modern untuk kembali ke alam (back to nature)

dengan cara-cara tradisional semakin populer, baik di dalam negeri maupun di

luar negeri. Masyarakat di kawasan Taman nasional Bogani Nani Wartabone

sebagaian besar masih bergantung pada alam sekitarnya untuk pemeliharaan

kesehatan dan pengobatan terutama dari tumbuhan yang sejak dahulu sudah

dimanfaatkan oleh nenek moyang mereka dan mereka hanya akan pergi ke

dokter kalau keadaan terpaksa karena lokasi tempat dokter berada jauh di ibu

kota kabupaten.

Walaupun penduduk memiliki sistem pengetahuan tradisional tentang

tumbuhan obat, namun yang mengetahui secara mendalam hal –hal yang

berhubungan dengan ruang lingkup penelitian hanya orang-orang tertentu saja.

Pengambilan sampel untuk melakukan wawancara dilakukan dengan masyarakat

desa yang berdomisisli di sekitar kawasan yang memiliki pengetahuan ekologi

empiris dan budaya mereka sendiri.

Pemilihan responden didasarkan atas pertimbangan peubah-peubah

demografi penduduk setempat dan hasil wawancara penduduk lokal di setiap

lokasi desa yang dipilih. Peubah demografi yang dipilih adalah faktor usia.

Menurut Nazir 1988, peubah usia penduduk dalam pemilihan responden

dimaksudkan untuk menghidari terjadinya bias kepada kelompok tertentu saja

misalnya berusia muda saja atau usia tua saja, dan juga untuk mengetahui

tingkat degradasi pengetahuan antar generasi. Responden dipilih berdasarkan

usia penduduk dengan rentangan usia 15 tahun sampai di atas 60 tahun.

Page 84: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

86

Hasil perhitungan jumlah responden laki-laki dan perempuan

berdasarkan kelas usia pada setiap lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel

16 berikut.

Tabel 16. Jumlah responden laki-laki dan perempuan berdasarkan kelas usia

Desa

Doloduo Torout Matayangan Tumokang Siniung K.Mertha

Kelas

Usia

L P L P L P L P L P L P

Jumlah

15-29 7 6 5 5 6 7 7 6 6 5 6 6 75

30-44 4 4 5 5 4 6 5 5 5 6 5 4 58

45-59 4 2 4 2 3 2 2 3 3 2 3 2 33

>60 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 2 2 18

Jumlah 17 13 16 14 14 16 15 15 16 14 16 14

Total 30 30 30 30 30 30 180

Keterangan : l=laki-laki, p=perempuan

Hasil survey tentang pengetahuan masyarakat terhadap jumlah jenis

tumbuhan obat tradisionalnya berdasarkan kelas usia dan jenis kelamin dapat

dilihat pada Tabel 13 berikut .

Tabel 17. Pemanfaatan jenis tumbuhan obat berdasarkan kelas usia dan jenis

kelamin

Pengetahuan

Kelas Usia Jumlah responden

Jumlah jenis

15-29 57 15.250 30-44 56 22.370 45-59 54 29.754 >60 13 43.615

Jenis kelamin Laki-laki 115 24.696 Perempuan 65 22.846

Pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan obat

berdasarkan kelas usia, masing-masing tertinggi dimiliki oleh kelas usia >60

tahun, diikuti kelas usia 45 - 59 tahun, kelas usia 30 - 44 tahun, dan terendah 15

– 29 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, pengetahuan kelompok laki-

laki lebih tinggi dibandingkan kelompok perempuan. Semakin bertambahnya

Page 85: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

87

0

510

1520

25

3035

4045

50

15-29 30-44 45-59 >60

Kelas Usia

Jum

lah

Jeni

s

usia, semakin meningkat pengetahuan masyarakat terhadap jumlah jenis dan

pemanfaatan tumbuhan obat dan sebaliknya semakin rendah usia seseorang

makin sedikit pengetahuaannya terhadap jumlah jenis tumbuhan obat dan

pemanfaatannya.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan terhadap 180 responden

menunjukkan bahwa kelas usia >60 tahun paling banyak mengetahui jenis

maupun pemanfaatan jenis tumbuhan obat dan hal ini semakin berkurang

dengan semakin mudanya usia (Gambar 13).

Gambar 13. Hubungan pemanfaatan jenis tumbuhan terhadap kelas usia

Pengetahuan tentang sumberdaya tumbuhan merupakan pengetahuan

yang sangat penting bagi manusia demi kelangsungan hidupnya (Wardah et al,

2002). Selanjutnya Maikhuri (2002) mengemukakan bahwa perubahan

pengetahuan suatu kelompok masyarakat dapat disebabkan antara lain oleh

dimensi ekonomi, sosial dan politik. Apabila ditinjau dari sejarah perkembangan

perekonomian Indonesia, maka merupakan suatu hal yang wajar bahwa

penduduk yang berusia 60 tahun keatas yang tinggal di kawasan TNBNW

mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi tentang jenis tumbuhan dan

pemanfaatannya dibandingkan dengan generasi yang lebih muda usia.

Pergantian generasi yang diikuti oleh perubahan budaya tradisional

menjadi modern juga merubah sikap masyarakat terhadap penggunaan

tumbuhan obat. Sebagai contoh penggunaan ramuan obat tradisional tumbuhan

menjadi berkurang sebagai akibat tersedianya obat-obatan modern dengan

harga terjangkau (Zuhud et al, 1994). Peningkatan generasi muda dalam

Page 86: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

88

pendidikan formal mengurangi intensitas kontak mereka dengan pengetahuan

tradisionalnya. Menurut Ulluwishewa (1997) terdesaknya pendidikan informal

oleh pendidikan formal berdampak terhadap pengetahuan tradisional generasi

mudanya. Lebih lanjut Caballero (1992) menyatakan bahwa perubahan nilai

guna tumbuhan dapat mencerminkan dinamika pemanfaatannya. Dinamika

pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat modern merupakan kombinasi antara

nilai kultural dan ekonomi sebagai elemen penting dari kehidupan subsisten

masyarakat tradisional.

Pemahaman masyarakat terhadap lingkungan pada umumnya dan usaha

konservasi khususnya mengalami degradasi dari generasi ke generasi. Hal ini

terjadi sebagai akibat dari beberapa hal, diantaranya semakin berkurangnya

ketergantungan kehidupan sehari-hari mereka terhadap sumberdaya alam hayati

yang tersedia di sekitarnya. Disamping itu sasaran penyuluhan tentang

lingkungan yang sering dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga-

lembaga non pemerintah hanya diberikan kepada kelompok tertentu saja, seperti

tokoh agama, tokoh masyarakat, maupun ketua-ketua organisasi sosial.

Informasi dari para penyuluh ini diharapkan dapat disebar luaskan kepada

masyarakat luas yang ada disekitarnya. Namun kenyataannya kegiatan ini hanya

bersifat wacana, tidak ditindak lanjuti dengan aplikasi di lapangan. Oleh karena

itu pemerintah, organisasi non pemerintah, perguruan tinggi, atau pihak-pihak

lain yang berkepentingan perlu memikirkan cara yang lebih efektif dan efisien

agar apa yang menjadi tujuan dalam usaha pelestarian dapat dicapai.

Kelas usia diatas 60 tahun lebih banyak mengetahui tentang kelestarian

lingkungan dibadingkan dengan kelas usia yang lain. Hal ini disebabkan karena

pada setiap kali penyuluhan para peserta ini yang sering diundang sehubungan

dengan status mereka sebagai tokoh masyarakat, tokoh agama maupun tokoh

adat. Hal ini terbukti dari hasil wawancara, bahwa sebagian besar responden

kelas usia diatas 60 tahun telah banyak mengikuti kegiatan penyuluhan

dibandingkan kelas usia dibawahnya. Oleh sebab itu pengetahuan tentang

kelestarian yang meliputi tentang pengertian, langkah-langkah serta tujuan

pelestarian lebih banyak diketahui oleh kelas usia diatas 60 tahun. Sampai saat

ini masih banyak ditemukan sikap dan tindakan masyarakat yang tidak peduli

terhadap kelestarian lengkungan. Hal ini disebabkan karena kurangnya

pengetahuan mereka terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan untuk

kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu diperlukan langkah-langkah konkrit

Page 87: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

89

dengan mengikutsertakan masyarakat dalam menjaga lingkungan. Menurut

Kamil (1995) langkah yang harus diambil oleh pemerintah dalam rangka

mengikut sertakan masyarakat dalam menjaga lingkungan adalah menerapkan

mekanisme yang dapat menjamin kesinambungan arus informasi bagi

masyarakat. Mekanisme yang jelas dalam pengelolaan kelestarian lingkungan

dapat mendorong masyarakat ikut berperan serta dalam menjaga kelestarian

lingkungan.

Pengetahuan masyarakat tentang jenis dan pemanfaatan tumbuhan obat

dapat disebabkan oleh perbedaan jarak dari masing-masing desa dengan

kawasan hutan dan perbedaan tingkat sosial, ekonomi, budaya. Apabila ditinjau

dari letak pemukiman, desa Tumokang dan Matayangan merupakan desa yang

paling dekat dengan kawasan hutan, dengan demikian masyarakat di kedua

desa ini lebih sering mengadakan kontak langsung dengan hutan disekitarnya.

Transportasi dari kedua desa tersebut untuk berhungan dengan daerah

perkotaan lebih sulit dibandingkan dengan desa yang lain. Kondisisi ini

berdampak terhadap ketergantungan masyarakat akan sumberdaya hayati

tumbuhan lebih besar sehingga hal ini juga berdampak pada pengetahuan

mereka terhadap pemanfaatan tumbuhan dan lingkungannya. Pengetahuan

masyarakat tentang konservasi sumberdaya alam lingkungan sangat

berhubungan erat dengan tingkat pendidikan masyarakat dan jarak lokasi desa

dengan hutan lindung. Desa Doloduo, Torout, Kembang Mertha, penduduknya

rata-rata berpendidikan tamat sekolah lanjutan pertama sampai perguruan tinggi

lebih banyak dibandingkan dengan desa yang lain, sehingga pengetahuan

mereka tentang perlunya konservasi tumbuhan yang mereka peroleh melaui

penyuluhan secara langsung dari instansi terkait, membaca brosur, maupun

media elektronik lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di

desa lainnya.

Pengetahuan, seni, dan keterampilan tentang cara-cara pengelolaan dan

pemanfaatan tumbuhan obat tradisional bervariasi antara suku-suku yang ada di

Indonesia seperti suku Bogani di Kabupaten Bolaang Mongondow. Biasanya

tidak semua penduduk dapat memahami cara pengelolaan dan pemanfaatannya

tetapi hanya oleh segelintir masyarakat yang bisa dikenal sebagai dukun

kampung. Pengobat tradisional (dukun) tidak sembarangan mengajarkan atau

menurunkan pengetahuan, seni dan ketrampilannya kepada orang lain kecuali

Page 88: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

90

kepada keluarganya, dan itupun ada persyaratan tertentu, bahkan ada yang

hanya lewat mimpi sang dukun.

Seperti halnya yang ada di Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang

Mongondow ada beberapa dukun yang memperoleh cara pengobatan tradisional

dari mimpi mereka, dan sampai sekarang sudah banyak masyarakat yang

mengandalkan jasa Dukun tersebut dan ternyata sembuh padahal banyak di

antara penderita yang sudah berobat ke Dokter tapi tidak sembuh. Lain halnya

dengan dukun yang ada di Kecamatan Modayag yaitu daerah yang berada di

kawasan antara Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Cagar Alam

Gunung Ambang, pengetahuan obat tradisional diwariskan secara turun temurun

dari orang tua kepada anak atau cucunya akan tetapi juga harus melalui

beberapa persyaratan tertentu yaitu anak yang diwariskan harus mendampingi

sang ayah selama pengobatan penderita dan saat mencari dan mengumpulkan

ramuan obat tersebut dari kebun terdekat atau bahkan dari dalam hutan yang

jaraknya jauh dari tempat pemukiman penduduk

Dalam mengobati penderita/pasien, ada beberapa persyaratan yang

tidak boleh dilanggar oleh sang Dukun seperti tidak boleh menerima pemberian

uang atau barang dari penderita. Hal ini jika dilanggar maka akan mengurangi

khasiat dari ramuan yang dibuat oleh sang Dukun sehingga penyakit tidak

sembuh.

Di antara jenis-jenis tumbuhan yang berasal dari hutan meliputi : Pisang

hutan ( Musa Sp.), Areca avestiaria, Pandanus Sp., Xanthosoma violaceum,

Poikilospermum suaveolens, Bischovia javanica, Ficus minahassae, Erthrina

variegata, Drymoglossum piloselloides, Clerodendrum buchanii, Syzigium

spicatum, ada dua jenis yang tergolong endemik yaitu Areca vestiaria dan Ficus

minahassae. Karena kedua jenis tumbuhan tersebut tergolong endemik dan dari

hasil pengamatan di lokasi keberadaan kedua tumbuhan tersebut sudah sulit

ditemukan (hanya terdapat pada lokasi tertentu misalnya di hutan Tumokang dan

hutan G.Kabila) maka sangat perlu dilakukan upaya konservasi baik insitu

maupun eksitu. Hal yang dilakukan oleh masyarakat setempat adalah menjaga

agar kedua tumbuhan tersebut tidak ditebang oleh orang-orang yang tidak

bertanggung jawab dan khusus untuk Areca vestiaria sudah dibudidayakan di

kebun dekat tempat pemukiman penduduk. Sedangkan Ficus minahassae tetap

dibiarkan tumbuh di hutan dan penduduk hanya akan mengambil jika diperlukan.

Page 89: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

91

Namun demikian banyak juga di antara tumbuhan obat tersebut berasal

dari luar yaitu berupa tumbuhan pendatang. Misalnya Abelmoschus moschatus,

sejenis sayuran dari India dan Afrika Barat. Sayuran ini selain digunakan

sebagai tumbuhan obat untuk penyakit radang paru-paru atau TBC, juga

merupakan makanan khas setempat yang dikenal dengan nama “ yondok “ yang

di masak dengan santan kelapa. Di Kabupaten Minahasa, sayuran ini merupakan

salah satu bahan sayuran untuk membuat masakan bubur Manado atau dikenal

dengan nama “ Tinutuan “.

Di daerah ini juga terdapat banyak jenis tumbuhan obat yang juga

digunakan oleh daerah lain sebagai tumbuhan obat. Misalnya Costus

megalobractea, Imperata cyllindrica, Eleucina indica, Melastoma candidum,

Orthosiphon spicatus, Ageratum conyzoides, Centella asiatica, Jatropha curcas,

Piper betle, Canna edulis, dan Physallis peruviana. Namun demikian ada

perbedaan pemanfaatan tanaman yang sama untuk penyakit yang berbeda.

Misalnya Piper aduncum di suku Sunda digunakan untuk mengobati penyakit

bisul dan obat luka baru(berdasarkan buku inventarisasi tumbuhan obat oleh

Hutanpea dkk. 2001 jilid 2) yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Jakarta,

sedangkan oleh suku Bogani yang mendiami kawasan sekitar Taman Nasional

Bogani Nani Wartabone, digunakan untuk mengobati penyakit diabetes

dan ginjal dengan cara mengambil seluruh bagian tanaman kemudian direbus

dengan 3 gelas air,diminum 3 kali sehari.Demikian pula dengan Physallis

peruviana, di daerah lain digunakan untuk mengobati penyakit bronkhitis

sedangkan oleh suku Bogani digunakan untuk mengobati penyakit diabetes dan

ginjal. Peperomia pelleida, di daerah lain digunakan untuk sakit ginjal dan sakit

perut sedangkan oleh masyarakat setempat digunkan untuk mengobati penyakit

tekanan darah tinggi dengan cara mengambil 3,5,7,9 daun, direbus dengan 1

gelas air yang diberi gula aren secukupnya lalu diminum 3 kali sehari. Demikian

pula dengan tumbuhan Sellaginela tamariscina yang digunakan sebagai obat

penyakit kanker di daerah lain (Djauharia dan Hernani, 2004) ,sedangkan

masyarakat di sekitar kawasan menggunakannya untuk mengobati penyakit

liver,ginjal, dan tekanan darah tinggi, dengan cara mengambil 3 rumpun tanaman

ini lalu dicuci bersih kemudian direbus dengan 3 gelas air, diminum 3 kali sehari.

Masyarakat telah secara turun temurun atau secara tradisional

menggunakan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk untuk

mengobati berbagai penyakit. Kehidupan masyarakat sangat erat dengan

Page 90: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

92

alam,khususnya dengan pemanfaatan tumbuhan obat dari ekosistem hutan

alam.

Pengetahuan tradisional masyarakat ini merupakan aset bangsa dalam

pengelolaan adatif pelestarian pemanfaatan plasma nutfah tumbuhan obat untuk

pengembangan obat asli Indonesia di masing-masing wilayah, sesuai dengan

karakteristik sumberdaya tumbuhan obat dan masyarakat di masing-masing

wilayah Indonesia. Potensi ini merupakan aset nasional yang bernilai sangat

strategis dan sangat tinggi untuk mengembangkan manfaat baru dari berbagai

hasil tumbuhan untuk kepentingan manusia di dunia obat-obatan.

Aspek Konservasi Tumbuhan Obat Masyarakat di kawasan Taman nasional Bogani Nani Wartabone

sebagaian besar masih bergantung pada alam sekitarnya untuk pemeliharaan

kesehatan dan pengobatan terutama dari tumbuhan yang sejak dahulu sudah

dimanfaatkan oleh nenek moyang mereka dan mereka hanya akan pergi ke

dokter kalau keadaan terpaksa karena lokasi tempat dokter berada jauh di ibu

kota kabupaten.

Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, akhir-

akhir ini generasi muda di daerah mulai meninggalkan seni dan pengetahuan

penggunaan pengobatan tradisional ini karena mereka menganggap itu sudah

kuno. Akibatnya sulit mendapatkan pewaris dukun yang professional. Hal ini

akan sangat memprihatinkan sebab kalau tidak segera dicatat dan

didokumentasikan, seni dan pengetahuan pemanfaatan tumbuhan hutan untuk

memelihara kesehatan akan lenyap. Di samping itu dengan menyatunya

keberadaan sumber daya alam dengan budaya masyarakat, habitatnya akan

terancam oleh ulah maysarakat itu sendiri dalam mengeksploitasi sumber daya

alam tersebut dengan tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini masyarakat perlu

membudidayakan tumbuh-tumbuhan obat tersebut yang pada gilirannya akan

mendukung kelestarian lingkungan hidup dan mempertahankan

keanekaragaman jenis tumbuhan obat tersebut. Jika tidak demikian akan akan

terjadi kepunahan keragaman jenis tumbuh-tumbuhan tersebut.

Untuk kepentingan pengobatan tradisional, baik untuk keluarga maupun

untuk umum, masyarakat suku Bogani telah melakukan penanaman dan

pemeliharaan tanaman yang berkhasiat obat, tanaman tersebut sudah

dibudidayakan dipekarangan rumah dan di kebun dekat pemukiman penduduk.

Page 91: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

93

Namun demikian ada beberapa jenis tumbuhan obat yang tergolong endemik

yang harus diprioritaskan untuk segera dibudidayakan karena tumbuhan tersebut

semakin sulit dijumpai keberadaanya seperti Areca vestiaria, Musa sp, Ficus

minahassae. Tumbuhan tersebut hampir punah sehingga diperlukan alternatif

yang tepat untuk pelestariannya.

Kegiatan pelestarian sangat penting artinya dalam melindungi populasi

jenis tumbuhan dan satwa untuk tetap hidup bebas pada habitat aslinya.

Pengelolaan suatu kawasan pelestarian alam yang luas merupakan suatu proses

yang kompleks dan banyak ancaman dari luar, sehingga menjamin kelestarian

habitat, harus dijaga kelangsungan hubungan yang ada di dalam kawasan

seperti dengan masyarakat lokal.

Benteng terakhir ekosistem hutan alam tropika Indonesia sebagai tempat

penyimpanan kekayaan keanekaragaman hayati tumbuhan obat adalah

dikawasan pelestarian alam dimana salah satu kegiatan pelestarian alam adalah

insitu seperti di Taman Nasional, Cagar alam, Taman Hutan raya dan Taman

Suaka alam.

Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah untuk pengelolaan

kawasan pelestarian harus mencakup :

1. Mengidentifikasi kawasan pelestarian untuk pelestarian tumbuhan obat,

masyarakat lokal/tradisional, termasuk pengetahuan tradisionalnya.

2. Tehnik pendataan dan monitoring tumbuhan obat dalam kawasan

pelestarian.

3. Tehnik dan prosedur untuk pengkoleksian dari tumbuhan obat dalam

kawasan pelestarian.

4. Mekanisme legal untuk menjamin masyarakat lokal mendapatkan

keuntungan ekonomi.

5. Mengadakan pelatihan untuk pengelola kawasan mengenai tumbuhan

obat dan penggunaanya.

Kawasan pelestarian merupakan habitat bagi berbagai jenis tumbuhan

obat yang tumbuh secara liar dan juga merupakan laboratorium lapangan untuk

program penelitian tumbuhan obat. Jenis tumbuhan obat yang langka atau

endemik harus diberkan prioritas dalam perencanaan pengelolaan habitatnya.

Oleh sebab itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengetahui penyebaran jenis tumbuhan obat dalam kawasan

Page 92: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

94

2. Mengetahui karakteristik ekologi dan morfologi jenis dan

3. Status dan keberadaan kawasan termasuk ancaman dari luar.

Pengelola kawasan hendaknya dapat mengizinkan masyarakat lokal

untuk memanen tumbuhan obat secara terbatas dalam wilayah perlindungan.

Hal ini dapat merubah citra kawasan pelestarian dan bisa mengurangi kegiatan

illegal dan kegiatan pengrusakan hutan, sebaiknya pendapatan atau keuntungan

dari tumbuhan obat hendaknya dikembalikan untuk pengeloaan kawasan yang

dilindungi.

Idealnya semua tumbuhan obat harus dilestarikan meliputi semua

populasi di alam (pelestarian insitu) dan penangkaran di luar habitatnya

(pelestarian exsitu). Tujuan pelestarian exsitu adalah (a) untuk diintroduksikan

kembali ke habitat aslinya, (b) untuk pemuliaan tumbuhan, (c) untuk penelitian

dan pendidikan.

Kerugian pelestarian exsitu adalah jenis tumbuhan yang dilestarikan

memiliki variasi genetik yang lebih sempit dibandingkan genetik aslinya di alam.

Jenis yang di lestarikan exsitu dapat mengalami erosi genetik dan sangat

tergantung pada perawatan kontinyu dari manusia. Prioritas pelestarian exsitu

diberikan untuk jenis yang habitatnya telah rusak atau digunakan untuk

meningkatkan jenis lokal yang hampir punah sehingga menjadi tersedia kembali

dialam.

Page 93: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

95

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan obat oleh masyarakat

suku Bogani terdiri atas 121 jenis tumbuhan, yang terdiri atas 57 suku.

Jenis tumbuhan yang paling banyak digunakan tergolong pada suku

Eupohorbiaceae, Labiatae,Verbenaceae, Araceae, dan Asteraceae.

2. Berdasarkan hasil perhitungan nilai pemanfaatan (ICS) dan nilai penting

(INP) maka jenis tumbuhan yang termasuk kategori tumbuhan obat pada

10 peringkat tertinggi adalah Diospyros celebica /eboni/k.hitam, Knema

celebica/pala hutan, Areca vestiaria/pinang yaki, Calamus sp. /rotan,

Arenga pinnata /seho, Mangostana indica/manggis hutan, Ficus

minahassae/dumpagon, Aglaia minahassae/pisek, Pandanus sp.

/pondang, Remusativa vivipara/talas.

3. Terdapat indikasi akan punahnya pengetahuan obat tradisional ini jika

tidak segera di inventarisasi karena banyak yang tidak diturunkan lagi

kepada generasi muda (para dukun umumnya sudah lanjut usia).

SARAN

1. Perlu penelitian lanjut untuk mengetahui senyawa bioaktif yang

terkandung dalam tumbuhan obat khususnya yang mengobati beberapa

jenis penyakit.

2. Perlu penelitian lanjutan khusus untuk tanaman obat yang tergolong

langka dan endemik sebagai langkah awal pelestariannya.

3. Penelitian tentang pengetahuan obat tradisional perlu segera di

tindaklanjuti karena umumnya tidak diwariskan lagi.

Page 94: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

96

ABSTRACT

HERNY EMMA INONTA SIMBALA. Ethno-botany, Bioprospecting of Pinang Yaki ( Areca vestiaria Giseke). Under the direction of DEDE SETIADI, LATIFAH K-DARUSMAN, IBNUL QAYIM, MIN RAHMINIWATI. Pinang yaki ( areca vestiaria) is the kind of beautiful bias palm that originated from Sulawesi. The plant is widely distributed in Lore Lindu National Park, Bogani Nani Wartabone National Park, Mount Ambang Natural Conservation, slope of Mount Mahawu. The palm is also growing in Province of Maluku, particalary in Halmahera and Seram island, and widely known as “Pinang Merah” (Mogea, 2002). The research’s objectives are to study how the community around Bogani Nani Wartabone National Park use Pinang yaki to cure a disease and to determine chemical contend that use by local community as medicine plant by phyto-chemical analysis, and to study how far the toxicity level of Pinang yaki fruits extract.

The result shows that Pinang yaki (Areca vestiaria Giseke) is an endemic palm in Sulawesi with unique characteristics and one of important component in tropical rain forest ecosystem. The fruits is also become food sourches for black monkey (Macac nigra) that also as endemic animal in Sulawesi. The result of phyto-chemical analysis shows that the contend of Pinang yaki are tannin, flavonoid, hydroquinone, triterpenoid and saponin. While the proximate Analysis shows that fruits of pinang yaki has 6.10% water content, ash content 0,70%, water residual 5,75% and organic solvent residual 16,46%. Toxicity test on Artemia salina leach larva shows 334.988 ppm value. The LC50 value under 1000 ppm, shows that pinang yaki seed is potential for bio active. Key word : Ethno-botany, phyto-chemical, Toxicity, Areca vestiaria

Page 95: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

97

PENDAHULUAN

Studi yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat

primitif atau penduduk asli yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat

dikenal dengan istilah etnobotani. Harshberger (1896) dalam Wickens (1989),

mengemukakan bahwa etnobotani dapat menjelaskan beberapa hal antara lain : (1) keadaan kebudayaan suatu bangsa yang memanfaatkan tumbuh-tumbuhan (2) membuktikan penyebaran tumbuh-tumbuhan pada masa lalu (3) membuktikan jalur perdagangan (4) berguna dalam menerangkan nilai yang

didapat dari pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar yang diambil dari alam.

Etnobotani sebagai suatu konsep pendekatan permasalahan dari segi

etnologi dan botani. Etnologi menjelaskan hubungan yang erat antara kehidupan

suatu kelompok masyarakat dengan sumberdaya alam tumbuhan yang ada

dilingkungannya, termasuk didalamnya uraian tentang sejarah pemanfaatannya

dan penyebaran jenis-jenis tumbuhan tersebut. Segi botani lebih menekankan

pada konsepsi masyarakat itu terhadap dunia tumbuhan yang dikenal, terutama

perannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagai sumber pangan, perumahan,

bahan obat, bahan rempah, maupun untuk ritual (Wardah et al, 2002).

Berbagai jenis biodiversitas mempunyai potensi kandungan bahan-bahan

kimia dan sumberdaya genetika. Potensi ini merupakan keunggulan komperatif

karena pada saat ini terjadi peningkatan industri terhadap sumber-sumber bahan

kimia untuk memproduksi obat-obatan, agrokimia, kosmetika, zat pewarna,

bahan pengawet makanan dan lain-lain (Sumarja 1998).

Bioprospeksi pada prinsipnya adalah upaya pencarian, penelitian,

pengumpulan, ekstraksi, dan pemilihan sumberdaya hayati dan pengetahuan

tradisional untuk mendapatkan materi genetik dan sumber biokimia yang bernilai

ekonomi tinggi. Kegiatan ini penting untuk mendokumentasi sumberdaya genetik

keanekaragaman hayati sebelum ada pihak lain yang tidak bertanggung jawab

mengeksploitasi habis kekayaan tersebut, sekaligus mencari sumber bagi

keuntungan ekonomi di masa depan. Oleh karena itu keanekaragaman, struktur

dan komposisi vegetasi sebagai komponen utama habitat perlu dikaji dan

dianalisa. Demikian pula pemanfaatan keanekaragaman flora oleh masyarakat

sekitar taman nasional terutama pemanfaatannya sebagai bahan obat-obatan

tradisional.

Page 96: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

98

Perlombaan pencarian obat baru seiring dengan munculnya penyakit-

penyakit baru. Berbagai hasil kajian, tanaman dan tumbuhan di wilayah tropis,

khususnya Indonesia, menjadi incaran. Sumberdaya alam hayati menjadi sangat

berharga, khususnya sebagai sumber gen (plasma nutfah) dan sebagai sumber

bahan kimia. Oleh karena itu ekstrak yang diperoleh dari sumberdaya hayati ini

sangat mahal sekalipun dalam jumlah yang amat sedikit (mikro-liter) nilainya

dapat mencapai puluhan ribu dollar. Ekstrak ini digunakan sebagai bahan baku

industri gen dan industri obat modern (Dennin, 2000 ; Kusuma,2002 ).

Berdasarkan hasil penelitian keanekaragaman tumbuhan obat yang

digunakan oleh masyarakat di Kawasan Taman Nasional Bogani Nani

Wartabone (merupakan pokok bahasan tersendiri dalam disertasi ini dan telah

dibahas pada bab sebelumnya), ditemukan 121 jenis tumbuhan obat. Dari hasil

analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), pinang yaki (Areca vestiaria

Giseke) merupakan tumbuhan yang paling berpotensi untuk dikembangkan.

Untuk itu pengkajian terhadap aspek ekologi, fenologi, dan pemanfaatan

tumbuhan pinang yaki (Areca vestiaria Giseke) perlu dilakukan.

Penelitian ini akan membawa terobosan baru dalam penemuan senyawa-

senyawa bioaktif unggulan khas tropis, khususnya Daerah Sulawesi Utara yang

merupakan kawasan peralihan antara Zona Malaysia dan Australia yang dikenal

dengan "Wallaceae Area" yang memiliki beranekaragam karakteristik dan

keunikan jenis tumbuhan.

Pada prinsipnya penelitian ini melanjutkan eksplorasi potensi

keanekaragaman hayati tumbuhan obat antifertilitas yang sudah dilakukan

(Simbala, 2006). Dari hasil penelitian Bioekologi yang sudah dilakukan, Pinang

yaki (Areca vestiaria) merupakan jenis palem endemik Sulawesi yang memiliki

karakteristik yang unik dan merupakan salah satu komponen penting dalam

ekosistem hutan hujan tropis dimana buahnya sebagai salah satu sumber

makanan bagi monyet hitam (Macaca nigra) yang juga merupakan satwa

endemik Sulawesi.

Tumbuhan dikenal sebagai pabrik industri kimia yang merupakan bahan

baku obat yang telah diketahui sejak lama dengan menggunakan obat

tradisional. Mengingat sekarang ditemukannya penyakit yang beraneka ragam

seperti kanker, AIDS, flu burung dan lai-lain, diperlukan pencarian senyawa kimia

yang aktif dari tumbuhan.

Page 97: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

99

Menurut Achmad (2003), bahan kimia yang bersumber dari tumbuhan yang

telah digunakan untuk antihipertensi di antaranya resinamin dan reserpin dari

Rauwolfia serpentina Benth, dan deserpidin dari R. tetraphylla L. (Apocynaceae);

untuk terapi penyakit jantung dipakai bahan kimia seperti kuabain dari

Strophanthus gratus Baill. (Apocynaecae); dan untuk terapi diuretik dan

vasodilator dipakai teobromin dari Theobroma cacao L. termasuk suku

Sterculiaceae. Senyawa kristalin yang diketahui sebagai daucosterol, cumanbrin-

A, acacetin, glyceryl-1- monobehenate dan asam palmitik (chrysanthemol) yang

diisolasi dari bunga-bunga Chrysanthemum indicum L., chrysanthemol

antiinflamasi pada tikus (Yu, et al, 1987); dan thalicsiline dari Thalictrum sessile

(Wu et al, 1988).

Bahan kimia asal tumbuhan yang dapat dipakai sebagai antifertilitas telah

banyak dikaji di antaranya Levo gossypol sebagai agen antifertilitas pada pria

berasal dari Gossypium (Malvaceae). Ekstrak etanol dari Artemisia absinthium,

dan Schubertia multiflora sebagai antifertilitas, dan Ruta graveolus dapat

menyebabkan keguguran (Rao, 1988); dan sebaliknya Phenylethanoid

glycosides dari herba Cistanchis dipakai untuk pergobatan bagi impotensi dan

fungsi vital ginjal (Tu, et al, 1997).

Tujuan Penelitian

MMeemmppeellaajjaarrii bbaaggaaiimmaannaa mmaassyyaarraakkaatt ddii sseekkiittaarr TTNNBBNNWW mmeemmaannffaaaattkkaann ppiinnaanngg

yyaakkii uunnttuukk ppeennggoobbaattaann ppeennyyaakkiitt,, mmeenngguujjii kkaanndduunnggaann kkiimmiiaa ttuummbbuuhhaann ppiinnaanngg yyaakkii

yyaanngg ddiigguunnaakkaann oolleehh mmaassyyaarraakkaatt sseetteemmppaatt mmeellaalluuii aannaalliissiiss ffiittookkiimmiiaa,, mmengetahui

sejauhmana tingkat toksisitas ekstrak buah pinang yaki.

3. Hipotesis Penelitian

• Pinang yaki ( Areca vestiaria ) menghasilkan senyawa metabolit sekunder

( alkaloid, flavanoid, triterpenoid, steroid dan tanin ) yang memiliki

aktivitas biologis .

Page 98: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

100

TINJAUAN PUSTAKA

Etnobotani Etnobotani merupakan suatu studi yang mempelajari tentang

pemanfaatan tumbuh-tumbuhan oleh masyarakat primitif atau penduduk asli

yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat. Heiser (1985) mendefinisikan

etnobotani sebagai suatu studi tentang tumbuh-tumbuhan yang berkaitan dengan

masyarakat yang memanfaatkannya. Selanjutnya Plotkin (1991) mendefinisikan

bahwa etnobotani adalah hubungan secara total antara masyarakat dengan

tumbuhan, kemudian etnobotani menjadi subjek dari ilmu ekonomi tumbuhan

yang menekankan pada kegunaan tumbuhan dan potensialnya bagi kehidupan

masyarakat. Dengan demikian etnobotani saat ini mencakup pemanfaatan

tumbuh-tumbuhan oleh masyarakat primitif dan masyarakat yang telah maju.

Sedangkan Schultes (1992), etnobotani diartikan sebagai pencatatan secara

menyeluruh tentang pemanfaatan tumbuh-tumbuhan oleh penduduk asli.

Umumnya penduduk yang memanfaatkan tumbuhan tersebut telah mengenal

tumbuhan yang dimanfaatkan. Selain itu telah mengetahui bentuk-bentuk

pengolahan secara tradisional.

Harshberger (1896) diacu dalam Wickens ( 1989), mengemukakan

bahwa etnobotani dapat menjelaskan beberapa hal antara lain :

• Keadaan kebudayaan suatu bangsa yang memanfaatkan tumbuh-

tumbuhan

• Membuktikan penyebaran tumbuh-tumbuhan pada masa lalu

• Membuktikan jalur perdagangan

• Berguna dalam menerangkan nilai yang didapat dari pemanfaatan

tumbuhan dan satwa liar yang diambil dari alam.

Alikodra (1987), mengemukakan bahwa sejak awal peradaban manusia,

antara hutan dan manusia telah terjadi hubungan saling ketergantungan, karena

hutan merupakan sumber bahan kehidupan dasar yang diperlukan oleh manusia

seperti: air, energi, makanan, protein, udara bersih dan perlindungan.

Selanjutnya hubungan ketergantungan secara tradisional ini berlangsung di

berbagai taman nasional, sesuai peningkatan laju pertumbuhan penduduk di

sekitar taman nasional.

Page 99: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

101

Menurut Hidalgo (1992), pemanfaatan tumbuh-tumbuhan oleh kelompok

masyarakat yang berada di sekitar hutan hujan tropika dapat memberikan

keseimbangan hubungan antara manusia dan alam. Bentuk pengelolaan

tersebut dapat berupa pembuatan pekarangan pribadi dan hutan rakyat.

Pekarangan pribadi terletak di sekitar hutan dan berupa perpaduan antara usaha

pertanian, hutan dan pemeliharaan jenis-jenis yang sangat bermanfaat,

khususnya tanaman pertanian. Sedangkan hutan rakyat pada prinsipnya adalah

penanaman jenis-jenis tumbuhan yang ada di hutan dan pemanfaatannya.

Pemanfaatan yang dilakukan adalah pengambilan produk jenis komersil seperti

kayu, karet, minyak dan perburuan satwa liar secara terbatas.

Pengetahuan tradisional (Indigenous knowledge) asli masyarakat lokal

merupakan sesuatu yang unik dalam suatu kultur yang bisanya disebut

pengetahuan asli, pengetahuan lokal, nilai-nilai tradisional atau ilmu tradisional.

Masyarakat lokal telah memiliki berbagai pengetahuan yang luas tentang

ekosistem tempat mereka hidup dan beraktivitas. Pengetahuan bagaimana cara

mereka memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan yang ada di

lingkungan mereka dengan karakteristik kehidupan sosial masyarakatnya

(Anonim 1997).

Menurut Nababan (2001) prinsip-prinsip kearifan tradisional antara lain :

(1) ketergantungan manusia dengan alam mensyaratkan keselarasan hubungan

dan keseimbangan yang harus dijaga; (2) penguasaan atas wilayah adat tertentu

bersifat eksklusif sebagai hak penguasaan kepemilikan komunitas (communal

property resources), selanjutnya dikenal sebagai wilayah adat yang mengikat

semua warga untuk menjaga dan mengelolanya bagi keadilan dan kesejahteraan

bersama sekaligus mengamankan dari eksploitasi pihak luar; (3) sistem

pengetahuan dan struktur pengaturan adat memberikan kemampuan

memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam pemanfaatan sumberdaya

hutan; (d) sistem alokasi dan penegakan hukum adat, mengamankan

sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan baik oleh masyarakat

sendiri maupun pihak luar; (e) mekanisme penerapan distribusi hasil panen

sumberdaya alam milik bersama, dapat meredam kecemburuan sosial ditengah-

tengah masyarakat.

Purwanto (2003) mengemukakan bahwa, pengelolaan lingkungan suatu

kawasan tidak mungkin berhasil tanpa melibatkan keberadaan masyarakat

Page 100: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

102

setempat. Peran masyarakat lokal merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kondisi lingkungan, terutama melalui aktivitasnya.

Pengetahuan tradisional masyarakat atau kearifan lokal berbeda satu

sama lain tergantung budaya dan tipe ekosistem setempat. Pada umumnya

berupa sistem pengetahuan dan pengelolaan sumberdaya lokal yang diwariskan

turun temurun. Misalnya: masyarakat adat ekosistem rawa bagian selatan pulau

Kimaam Kabupaten Merauke, Papua yang berhasil mengembangkan 144

kultivar ubi (Nababan 2001).

BIOPROSPEKSI

Sumberdaya alam hayati menjadi semakin menarik ketika mendapat

pengakuan masyarakat dan dunia sebagai bahan baku obat-obat tradisional.

Melalui lompatan kemajuan dalam bidang ilmu biologi modern (bioteknologi),

telah dibuktikan bahwa tumbuhan sebagai sumberdaya hayati merupakan

sumber pustaka kimia yang sangat potensial dalam upaya pencarian obat baru

(bioprospecting). Sumberdaya alam ini juga identik dengan pustaka gen yang

amat dibutuhkan untuk pengembangan industri dan pembaharuan di bidang

kesehatan (Kusuma, 2002).

Bioprospeksi pada prinsipnya adalah upaya pencarian, penelitian,

pengumpulan, ekstraksi, dan pemilihan sumberdaya hayati dan pengetahuan

tradisional untuk mendapatkan materi genetik dan sumber biokimia yang bernilai

ekonomi tinggi. Kegiatan ini penting untuk mendokumentasi sumberdaya genetik

keanekaragaman hayati sebelum ada pihak lain yang tidak bertanggung jawab

mengeksploitasi habis kekayaan tersebut, sekaligus mencari sumber bagi

keuntungan ekonomi di masa depan. Oleh karena itu keanekaragaman, struktur

dan komposisi vegetasi sebagai komponen utama habitat perlu dikaji dan

dianalisa. Demikian pula pemanfaatan keanekaragaman flora oleh masyarakat

sekitar taman nasional terutama pemanfaatannya sebagai bahan obat-obatan

tradisional (Kehati, 2001).

Menurut Dennin (2000), berbagai spesies keanekaragaman hayati

mempunyai potensi yang sangat berharga, khususnya sebagai sumber gen

(plasma nutfah) dan sebagai sumber bahan kimia. Pengertian dan pemahaman

baru bahwa setiap helai daun tumbuhan, dan setiap bagian tumbuhan lainnya

(ranting,akar, daun, buah, dan lain sebagainya) adalah pustaka kimia dan

sumber gen yang luar bisa kayanya. Oleh karena itu ekstrak yang diperoleh dari

Page 101: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

103

sumberdaya hayati ini sangat mahal sekalipun dalam jumlah yang amat

sedikit(mikro-liter) nilainya dapat mencapai puluhan ribu dollar. Ekstrak ini

digunakan sebagai bahan baku industri gen dan industri obat modern.

Selanjutnya Kusuma (2002 ), mengemukakan bahwa melalui pemberian nilai

tambah keanekaragaman hayati tersebut akan diperoleh keuntungan secara

ekonomis. Hal tersebut merupakan insentif yang dapat memotifasi eksploitasi

sumberdaya hayati secara berkelanjutan.

Kartodihardjo(1999) dan Endang (2002) sependapat bahwa persiapan-

persiapan ke arah pemanfaatan sumberdaya alam hayati bagi negara Indonesia

sangat beralasan karena negara kita adalah pemilik keanekaragaman hayati

terbesar di dunia. Berbagai pengobatan tradisional dengan menggunakan bahan

dasar bahan tumbuhan asli Indonesia diakui ampuh. Pembuktian ini telah

membuka mata dunia untuk mempelajari sumber daya alam hayati Indonesia.

Hal ini harus diantisipasi, karena dengan menggunakan teknologi supra modern

yang saat ini pihak barat telah mampu mengembangkan metoda penapisan

dalam upaya menciptakan obat-obat baru yang amat dibutuhkan dunia.

Pemanfaatan sumberdaya alam oleh pihak barat melalui akses kepada

sumberdaya alam lokal yang harus menjamin adanya kompensasi dan

keuntungan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia serta adanya jaminan

kelestariannya sebagai wujud pertanggungjawaban kepada generasi mendatang.

Sebenarnya, bangsa Indonesia memiliki aset abadi berupa sinar matahari

dan laut. Bangsa Indonesia memiliki hutan tropis dengan keanekaragaman

sumberdaya alam hayati yang luar bisa. Dengan modal tersebut di atas,

sebetulnya Indonesia layak menjadi gudang pangan dan obat-obatan dunia,

tujuan wisata dan paru-paru dunia. Dengan VISI ini, Indonesia sebenarnya

mempunyai peluang untuk segera keluar dari himpitan krisis sekaligus

mengembalikan hakikat martabat dan harga diri bangsa dalam pergaulan dunia

(Ranareksa, 2000).

Menurut Sidik (1994), berkembangnya ilmu kedokteran dan farmasi

maupun ilmu lainnya yang terkait maka bahan-bahan yang dipakai dalam ilmu

kedokteran saat ini pada dasarnya merupakan perkembangan dari bahan-bahan

alam tersebut.

Page 102: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

104

Didalam perkembangan teknologi akhir-akhir ini, banyak obat-obat dibuat

secara sintesis, namun penghasil obat seperti antibiotika misalnya penisilin,

streptomisin, khloromisetin dan lain-lain, semuanya dihasilkan dari tumbuhan

(Dzulkarnain, et al, 1996). Para ahli meyakini bahwa masih banyak jenis

tumbuhan yang sampai sekarang belum dikenal berkhasiat sebagai obat.

Menurut Achmad SA (2002), ditinjau dari banyaknya tumbuhan yang

bahannya dipakai dalam obat tradisional oleh masyarakat, dapat dipakai

sebagai petunjuk untuk mengadakan penyelidikan secara ilmiah tentang zat yang

berkhasiat sebagai tumbuhan obat, dengan demikian menunjang perkembangan

farmakologi dan pengobatan modern. Dilain pihak untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat dan mengantisipasi laju perkembangan penyakit yang

sering melampaui laju perkembangan bidang teknologi pengobatan modern

maka pemanfaatan tumbuhan obat merupakan suatu alternatif yang dapat

ditempuh (Hargono dan Djoko 1997).

Selanjutnya dikemukakan bahwa perkembangan dalam penelitian

tumbuh-tumbuhan obat mengalami kemajuan yang semakin cepat dengan

ditemukannya tehnik-tehnik pemisahan kromatografi dan penentuan struktur

molekul secara spektroskopi pada pertengahan abad ke 20. Dalam hal ini perlu

dicatat beberapa temuan senyawa bioaktif farmakologis yang sangat berarti,

seperti alkaloid bis-indol vinblastin dan vinbastin dari tanaman Catharanthus

roseus G.Don (Apocynaceae), yang kemudian dikembangkan menjadi komersil

untuk mengobati penyakit kanker. Selanjutnya Endang, 2002, penemuan

diterpenoid taksol dari tumbuhan Taxus brevifolia Nutt.(Taxaceae) yang

kemudian diperdagangkan sebagai obat kanker payudara dan kanker kandungan

Segera, perusahaan-perusahaan farmasi yang besar menaruh perhatian yang

sangat antusias terhadap tumbuh-tumbuhan sebagai sumber yang sangat

potensial untuk digunakan sebagai bahan baku obat modern.

Pada hakekatnya tumbuh-tumbuhan obat juga dapat digunakan menurut

dua cara yang berbeda, pertama, sebagai campuran yang kompleks yang

mengandung berbagai senyawa kimia, misalnya seduhan dan minyak atsiri.

Ramuan fitofarmaka ini sangat populer di negara-negara yang mempunyai tradisi

yang kuat dalam obat herbal. Cara kedua, ialah dalam bentuk senyawa kimia

murni bioaktif yang terdefinisi secara kimia dengan jelas (Syamsul dkk., 2002),.

Selanjutnya dikemukakan bahwa proses untuk menghasilkan senyawa kimia

murni diawali dengan pemilihan tumbuhan.Untuk menghasilkan senyawa kimia

Page 103: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

105

murni yang aktif farmakologis memerlukan kerjasama multidisiplin antara ahli-ahli

biologi, kimia, farmakologi, dan toksikologi. Pemilihan jenis tumbuhan tertentu

merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan

penelitian. Kecuali pemilihan yang bersifat acak, terdapat pula pemilihan yang

bersifat lebih terarah, berlandaskan pengetahuan kemotaksonomi yang

dikombinasikan dengan informasi etnobotani. Tumbuh-tumbuhan yang

digunakan dalam pengobatan tradisional merupakan petunjuk bagi ditemukannya

senyawa-senyawa aktif farmakologis.

ANALISIS FITOKIMIA BUAH PINANG YAKI

Analisis fitokimia merupakan uji pendahuluan untuk mengetahui keberadaan

senyawa kimia spesifik seperti alkaloid, flavonoid, steroid, saponin, tannin, dan

triterpenoid. Uji ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi senyawa

kimia yang terdapat pada tumbuhan. Analisa ini merupakan tahapan awal dalam

isolasi senyawa bahan alam selanjutnya (Harbone, 1996).

Fitokimia merupakan cabang kimia organik yang berada di antara kimia

organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan

keduanya. Bidang perhatian dari kimia tumbuhan atau fitokimia adalah

keanekaragaman senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan

yang meliputi struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolismenya,

penyebaran secara ilmiah dan fungsi hayati. Kimia tumbuhan ini banyak

berkaitan dengan bidang pertanian, baik untuk meningkatkan kualitas hasil

pertanian tanaman pangan ataupun tanaman lainnya (Suradikusumah, 1989).

Menurut Latifah (2003), dikenal dua sistem metabolisme dalam tumbuhan

yaitu metabolisme primer dan sekunder. Proses metabolisme primer melibatkan

senyawa-senyawa yang disebut metabolit primer yaitu protein, karbohidrat, lipida,

dan asam nukleat. Sedangkan proses metaboliisme sekunder menghasilkan

produk berupa metabolit sekunder di antaranya alkaloida, terpenoid, flavonoid,

tannin, dan saponin. Pada dasarnya jalur biosintesis primer terdapat pada

seluruh sistem organisme, sedangkan keberadaan jalur metabolisme sekunder

akan tergantung kepada organismenya, kondisi biokimiawi serta tingkat fisiologis

tumbuhannya. Metabolit sekunder dalam suatu tumbuhan dapat bervariasi

karena kondisi lingkungannya, jenisnya (dapat juga varietasnya), kondisi

fisiologisnya (tua, muda) dan juga sifat kimianya. Oleh karena itu dalam

pengolahan tumbuhan obat perlu diketahui darimana asalnya, bagaimana

Page 104: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

106

budidayanya, pascapanennya, dan bagaimana proses untuk mendapatkan

produknya.

Pengaruh fisiologis dan farmakologis dari tumbuhan disebabkan oleh

kandungan senyawa kimia aktif yang umumnya merupakan hasil metabolisme

sekunder dari tumbuhan. Metabolisme sekunder itu antara lain menghasilkan

senyawa golongan fenol dan asam fenolat, fenilprofanoid, tanin, flavonoid dan

flavonol, senyawa golongan triterpenoid, steroid, saponin, dan senyawa golongan

nitrogen seperti alkaloid.

Alkaloid Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu

atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika jika

mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid sering kali

beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol,

jadi digunakan secara luas dalam pengobatan. Dapat bersifat optis aktif dan

dalam proses ekstraksi dapat mengakibatkan isomerisasi sehingga alkaloid yang

diperoleh berupa campuran resemik.

Alkaloid merupakan golongan terbesar senyawa metabolit sekunder pada

tumbuhan. Telah diketahui sekitar 5500 senyawa alkaloid yang terbesar di

berbagai famili Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan

seperti biji, daun, ranting dan kulit kayu (Surahadikusuma,1989). Alkaloid

ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah, juga dapat

ditemukan pada hewan (Harbone, 1996).

Tanin

Tanin merupakan senyawa polifenol yang terdapat secara alami. Sifat

utamanya berkaitan dengan protein dan polimer lainnnya seperti selllulosa,

hemisellulosa, pektin yang dapat membentuk senyawa yang stabil . Tanin adalah

suatu grup yang penting dalam unsur-unsur sekunder tanaman. Tanin

merupakan fenol yang larut dalam air dengan berat molekul 500-3000,

merupakan bagian dari fraksi fenol dan mempunyai kemampuan untuk mengikat

alkaloid gelatin dan protein. Selanjutnya Manitto (1992) mengemukakan bahwa

senyawa tanin merupakan penghambat enzim yang kuat bila terikat pada

protein. Senyawa tanin termasuk golongan senyawa yang berasal dari

tumbuhan, yang sejak dahulu kala digunakan untuk merubah kulit hewan menjadi

Page 105: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

107

kedap air, awet. Dalam buah, tingkat polimerisasi dari tanin bertambah bila buah

makin masak, sehingga kemampuan untuk mengikat protein menjadi berkurang

(Tangendjaya et al., 1992).

Secara umum tanin dibagi ke dalam dua bagian besar yakni tanin

terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi tersusun dari polimer

tidak mengalami hidrolisis dalam asam basa. Tanin terkondensasi dikenal juga

sebagai proantosianidin tidak mudah dihidrolisis dan terdapat dalam bentuk yang

sangat kompleks (Hagerman, 1992).

Terpenoid

Terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, berasal dari

molekul isoprena CH2 = C(Ch3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun

oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5. Terpenoid terdiri dari beberapa

senyawa terdiri dari komponen minyak atsiri yaitu didasarkan pada banyaknya

unit isoprenonoid sebagai senyawa penyusunnya. Monoterpenoid memiliki dua

satuan isoprenoid seperti pada minyak atsiri, seskuiterpenoid memiliki tiga unit

isoprenoid, diterpenoid memiliki empat unit dan triterpenoid memiliki enam unit

isoterpenoid (Harbone, 1996)..

Minyak atsiri merupakan suatu senyawa yang bagian utamanya terpenoid

yang terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling uap. Zat inilah yang menyebabkan

wangi, harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Triterpenoid sendiri

digolongkan menjadi beberapa golongan senyawa di antaranya sterol dan

saponin. Sterol adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin

siklopentana, bisanya berperan sebagai hormon, misalnya skualen dan

ergosterol (Robinson,1995)..

Saponin

Saponin adalah glikosida triterpen dan merupakan senyawa aktif

permukaan yang kuat, bersifat seperti sabun serta dapat dideteki berdasarkan

kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Beberapa

saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson,1995). Selanjutnya dikemukakan

bahwa saponin memiliki gugus glikosil yang bersifat polar dan gugus steroid dan

triterpenoid yang bersifat nonpolar. Senyawa yang bersifat polar dan nonpolar

bersifat aktif permukaan sehingga saat dikocok dengan air saponin dapat

Page 106: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

108

membentuk micell. Keadaan inilah yang tampak seperti busa, karena itu dalam

analisis ini dilihat kemampuan sampel dalam membentuk busa.

Saponin juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri pada produksi

hormon sex. Sumber utama saponin adalah berasal dari tumbuhan tinggi,

terutama dari famili Lithiaceae, Solanaceae dan Scrophulariceae (Manitto P,

1992). Saponin juga mempunyai kemampuan untuk mengikat kolesterol

sehingga turut berperan dalam mengurangi resiko arterosklerosis (Arcuri P.B.

2004). Menurut Lacaille dan Wagner (1996) , saponin memiliki aktivitas spesifik

yang berhubungan dengan kanker seperti sitotoksik, antitumor, antiperadangan,

antialergi, antivirus,antihepatotoksik, antidiabetes dan antifungal.

Flavonoid

Semua flavonoid, menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk

flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan dan senyawanya

mempunyai sejumlah sifat yang sama. Flavonoid berupa senyawa fenol karena

itu, akan berubah warna jika ditambah basa atau amonia. Flavonoid hampir

terdapat pada semua jenis tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan

aglikon flavonoid (Harbone, 1996).

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali

dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Di samping itu,

sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas.

Flavonoid ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi, tetapi tidak dalam

mikroorganisme (Suradikusumah, 1989).

Analisis Kadar sari Buah Pinang yaki :

Analisis kadar sari dimaksudkan untuk mengetahui kualitas ekstrak yang

didasarkan pada zat berkhasiat hasil uji fitokimia. Kualitas ekstrak ditetapkan

berdasarkan parameter kualitas standard yang dikeluarkan oleh Direktprat

Pengawasan Obat tradisional yaitu antara lain persentase rendemen air, kadar

air, kadar abu, dan rendemen pelarut organik.

Uji Toksisitas Buah Pinang yaki

Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas

farmakologi suatu senyawa. Farmakologi pada dasarnya adalah toksikologi pada

Page 107: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

109

dosis rendah sedangkan toksikologi adalah farmakologi pada dosis tinggi

(Hamburger & Hostettmann, 1991).

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang bersifat toksik dalam dosis

tinggi. Penapisan senyawa bioaktif dari jaringan tumbuhan memerlukan metode

yang tepat, sederhana dan cepat. Prinsip dalam uji toksisitas adalah komponen

bioaktif selalu bersifat toksik jika diberikan dalam dosis tinggi dan obat adalah

racun dari suatu bioaktif pada dosis rendah. Senyawa aktif yang dikandung

ekstrak kasar tumbuhan akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi.

Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk sifat sediaan tersebut, apakah

bersifat toksik atau tidak. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan

keracunan ditentukan dengan letal konsentrasi 50(LC50). LC50 adalah konsentrasi

dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. LC50

dapat digunakan untuk menentukan toksisitas dari suatu zat. Data mortalitas

hewan uji yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan nilai LC50 dengan

selang kepercayaan 95% dengan menggunakan probit analysis method yang

dikemukakan oleh Finney (1971). Uji Toksisitas dalam penelitian ini

menggunakan Larva Udang (A.salina Leach) dengan Metode BSLT (Brine

Shrimp Lethality Test).

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan TNBNW Kabupaten Bolaang

Mongondow Sulawesi Utara yaitu di Hutan Doloduo, Torout, Matayangan,

tumokang, dan Gunung Kabila (1.753 m) Penelitian dilaksanakan mulai bulan

Juli 2005 sampai dengan Oktober 2006. Uji fitokimia dan uji toksisitas

dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor

Bahan, Alat dan Cara Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan terdiri atas tumbuhan berupa koleksi pinang

yaki (Areca vestiaria Giseke ) yang diambil dari kawasan G.Kabila TNBNW. Proses pengumpulan data tumbuhan pinang yaki mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut: (1) observasi lapangan (2) inventarisasi jenis tumbuhan dan

etnobotani, karakteristik sampel, lokasi sampel dikoleksi (tinggi tempat di atas

Page 108: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

110

laut, suhu, kelembaban, keadaan tanah dan vegetasi lain); (3) populasi

ditentukan dan dicatat penyebarannya; (4) spesimen yang dikoleksi, jumlahnya

disesuaikan dengan kebutuhan (ranting/daun, kulit batang, akar, bunga dan

buah); (5) sebagaian dari spesimen dilapang disiapkan untuk pembuatan

herbarium, untuk diidentifikasi dilaksanakan di Herbarium Bogoriensis Bogor.

Data ekologi (lngkungan) yang mempengaruhi penyebaran tumbuhan

pinang yaki seperti bahan induk, topografi, tanah, iklim, organisme hidup dan

waktu (Setiadi dan Muhadiono, 2001) diperoleh dengan pengamatan langsung

dilapangan dan dari informasi masyarakat maupun instansi terkait. Pemanfaatan

tumbuhan diketahui dengan cara wawancara dengan masyarakat setempat.

Bahan dan metode analisis fitokimia

1. Analisis Kadar sari Bahan dan alat yang digunakan terdiri atas biji pinang yaki yang diambil

dari kawasan G.Kabila di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone; pinggan

porselin, oven, timbangan, evaporator, dan bahan kimia yang diperlukan

sesuai kebutuhan analisis. Proses analisis kadar sari meliputi penetapan

kadar air, kadar abu, penetapan rendemen air, dan rendemen pelarut

organik.

Penetapan Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang perlu diketahui

pada analisis kadar sari. Dasar penetapan kadar air ada dua cara yaitu

berdasarkan berat basah (wet based) dan berdasarkan berat kering (dry based).

Dalam analisis ini menggunakan dasar berat basah. Besarnya crude extract dan

bioaktivitasnya dari senyawa sangat ditentukan oleh kadar air awal dari simplisia.

Penetapan kadar air dilakukan dengan mengeringkan pinggan porselin

pada suhu 1050C selama 1 jam. Setelah didinginkan di dalam eksivator

kemudian ditimbang bobotnya. Serbuk biji sebanyak 3 gram dimasukkan ke

dalam pinggan porselin kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C

selama 1 jam. Kadar air diukur dengan cara berikut :

100% x serbukBobot

n dikeringkasetelah serbuk bobot -serbuk Bobot (%)air Kadar =

Page 109: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

111

Penetapan Kadar Abu

Cawan porselin kosong dipanaskan di atas api kemudian dimasukkan

dalam tanur bersuhu 6000C, proses pengabuan dilakukan selama 2 jam,

kemudian contoh didinginkan dalam eksivator dan ditimbang.

100% x awal(gr)contoh Bobot

akhir(gr)contoh Bobot (%)abu Kadar =

Penetapan Rendemen Air

Penetapan rendemen crude extract diperlukan untuk mengetahui dan

membandingkan jumlah senyawa yang dapat terambil dengan menggunakan

berbagai macam pelarut. Sampel dengan jumlah 3 gram direndam dengan air

selama 24 jam kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotari

evaporator hingga kering. Hasil ekstrak yang dihasilkan kemudian ditimbang.

100% x awal Sampel

ekstrak Bobot (%)air Rendemen =

Penetapan Rendemen Pelarut Organik Sampel dengan jumlah 3 gram direndam dalam pelarut organik selama

24 jam kemudian disaring. Filtrat yang dihasilkan diuapkan dengan rotari

evaporator hingga kering. Hasil ekstrak yang dihasilkan kemudian ditimbang.

100% x awal Sampel

ekstrak Bobot (%)organik pelarut Rendemen =

2. Uji Fitokimia a. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah biji pinang yaki (Areca vestiaria)

yang diambil dari habitat aslinya yaitu Taman Nasional Bogani Nani

Wartabone di Sulawesi Utara.Bahan kimia yang digunakan yaitu H2 SO4 2M,

HCl, Mg, FeCl3 1%, Na OH 10%, pelarut-pelarut tehnis antara lain alkohol

80%, heksana, kloroform, etil asetat, serta aquades, pereaksi Wagner,

Meyers, Dragendorf.

Page 110: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

112

b. Peralatan Alat yang digunakan antara lain cawan porselein, erlenmeyer, corong

pisah, pipet,gelas ukur, gelas piala, botol-botol,gelas pengaduk, neraca

analitik, alat refluks dan maserator.

c. Prosedur Kerja

• Penyiapan sampel Biji pinang yaki dijemur di bawah sinar matahari, dan setelah kering

bahan digiling halus,ditimbang dan diekstraksi dengan pelarut sesuai

keperluan analisis.

• Pembuatan Pereaksi

Pereaksi Mayer : Sebanyak 1,36 g HgCL2 dilautkan dalam 60 ml aquades.

Pada bagian lain dilarutkan pula 5 g KI dalam 10 ml aquades. Kedua

larutan ini kemudian dicampurkan dan diencerkan dengan aquades sampai

menjadi 100 ml. Pereaksi ini disimpan dalam botol berwarna gelap.

Pereaksi Dragendorf : Sebanyak 8 gr KI dilarutkan dalam 20 ml aquades,

sedangkan pada bagian lain 0,85 g bismut sub nitrat dilarutkan dalam 10 ml

asam asetat glasial dan 40 ml aquades. Kedua larutan tersebut dicampur

dan disimpan dalam botol berwarna gelap. Untuk penggunaannya, satu

bagian larutan ini diencerkan dengan 2/3 bagian larutan 20 ml asam asetat

glasial dalam 100 ml aquades.

Pereaksi Wagner : Sebanyak 1,27 g iod dan 2 g KI dilarutkan dalam 5 ml

aquades. Kemudian larutan ini diencerkan menjadi 100 ml dengan

aquades. Jika terjadi endapan, dilakukan penyaringan dan disimpan dalam

botol berwarna gelap.

Pengujian Golongan Alkaloid :

Sebanyak 4 g sampel tumbuhan yang telah dihaluskan ditambah

kloroform secukupnya, dan penghancuran dilanjutkan lagi. Kemudian

ditambah 10 ml amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan

dengan H2 SO4 2M.Fraksi H2 SO4 diambil, kemudian ditambahkan

pereaksi Mayer, Dragendorf dan Wagner. Jika terbentuk endapan putih

dengan pereaksi Mayer, dengan pereaksi Dragendorf memberikan

endapan jingga dan dengan pereaksi Wagner memberikan endapan

coklat, maka uji dinyatakan positif terhadap alkaloid.

Page 111: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

113

Pengujian Golongan Triterpenoid dan Steroid :

Sebanyak 50 – 100 mg sampel ditambahkan etanol lalu

dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan dan ditambahkan eter.

Lapisan eter dipipet dan diuji dengan pereaksi Lieberman Buchard.

Adanya warna merah ungu menunjukkan positif terhadap triterpenoid dan

warna hijau menunjukkan positif mengandung steroid.

Pengujian Golongan Flavanoid :

Sebanyak 200 mg sampel yang telah dihaluskan, diekstrak

dengan 5 ml etanol dan dipanaskan selama 5 menit dalam tabung reaksi.

Hasil ekstrak dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain.

Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes HCl pekat. Kemudian

ditambahkan 0,2 g serbuk Mg. Adanya flavonoid ditunjukkan oleh

timbulnya warna merah coklat dalam waktu tiga menit.

Pengujian Golongan Tanin Sebanyak 20 mg sampel yang telah dihaluskan dimasukkan

kedalam tabung reaksi, ditambahkan 2 ml air lalu dipanaskan, kemudian

ditambahkan FeCl3 . Terbentuknya warna biru kehitaman atau hijau

kehitaman menunjukkan adanya tanin.

Pengujian Golongan Saponin :

Sebanyak 20 mg sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi,

ditambahkan aquades sampai seluruhnya terendam air, kemudian

dipanaskan selama 5 menit. Didinginkan dan dikocok kuat-kuat sampai

berbusa. Timbulnya busa yang stabil selama 5 – 10 menit menunjukkan

adanya saponin.

Pengujian Golongan Kuinon :

Sampel ditambahkan metanol lalu dipanaskan. Kemudian

ditambahkan Na OH 1%. Adanya kuinon ditandai dengan timbulnya

warna merah.

3. Pengujian Toksisitas

Page 112: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

114

a. Bahan dan alat Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak kering biji pinang yaki,

garam laut, aquades, dan kista A.salina Leach. Alat yang digunakan

yaitu botol uji (vial), pipet tetes, pipet ukur, neraca analitik ,alat

penetasan, kacamata pembesar, aerator, dan lampu TL.

b. Prosedur Kerja 1. Penyiapan sampel

Larutan ekstrak dibuat dengan konsentrasi 1000 ppm, 800 ppm, 600

ppm, dan 400 ppm. Keempat konsentrasi larutan sampel ini

digunakan untuk perlakuan terhadap A. salina yang sudah menetas.

2. Penetasan Kista A.salina Leach Kista Artemia salina ditimbang sebanyak 50 mg kemudian

dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air laut yang sudah disaring.

Setelah diaerasi kista dibiarkan selama 48 jam di bawah

pencahayaan lampu agar menentas sempurna. Larva yang sudah

menetas diambil untuk digunakan dalam uji toksisitas.

3. Pengujian Terhadap Larva Pada penelitian ini konsentrasi ekstrak bahan pinang yaki

yang digunakan dalan uji toksisitas yaitu 400, 600, 800, 1000 ppm

dalam tabung yang berisi 10 ml air laut dan 15 ekor larva dengan tiga

kali ulangan, menggunakan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality

Test), dan pengamatan setelah 24 jam. Hasil analisis uji ini berupa

LC50 (Lethal Conentration 50) yang merupakan konsentrasi fraksi

dalam skala ppm yang dibutuhkan untuk mematikan setengah dari

populasi larva udang. Data mortalitas larva A. salina Leach terhadap

eksrak selanjutnya diproses melalui program komputer Probit Analysis

Method untuk memperoleh nilai (LC50) dengan tingkat kepercayaan

sebesar 95% (Finney, 1971) .

Page 113: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

115

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Daerah penyebaran Pinang yaki (Areca vestiaria Giseke)

Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pinang yaki (Areca vestiaria

Giseke) dapat ditemukan di empat lokasi penelitian yaitu di hutan Doloduo,

Tumokang, Matayangan, dan Gunung Kabila, kecuali di hutan Torout. Habitat

tumbuh pinang yaki terutama dikawasan hutan yang agak terbuka, tersebar pada

ketinggian 300 – 1200 m dpl.

Jenis tumbuhan ini (Areca vestiaria Giseke) merupakan jenis tumbuhan

pada tingkat pertumbuhan sapihan yang mendominansi kawasan hutan

Tumokang dan G.Kabila dengan nilai dominansi relatif tertinggi dengan nilai

sebesar 8.08 % dan 2.19 %. Nilai dominansi dari setiap jenis dipengaruhi oleh

jumlah jenis yang bersangkutan pada lokasi penelitian. Jenis pinang yaki juga

memiliki Nilai INP tertinggi tingkat pertumbuhan sapihan dan tingkat semai di

Lokasi hutan Tumokang yaitu sebesar 23,86 % dan lokasi hutan G.Kabila

sebesar 16,32% untuk tingkat sapihan, dan untuk tingkat semai nilai INP sebesar

11,26% (Tumokang) dan 11,18 % (G.Kabila). Kedua lokasi (hutan Tumokang

dan G.Kabila) tersebut di dominasi oleh jenis yang sama untuk tingkat

pertumbuhan sapihan dan tingkat semai, meskipun dengan nilai INP yang

berbeda. Hal ini memberikan gambaran bahwa pinang yaki memegang peranan

penting dalam komunitasnya. Dengan demikian berarti pinang yaki merupakan

jenis yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan di

lokasi hutan Tumokang dan G.Kabila terutama pada rentang 300 m – 1200 m

dpl.

Hasil tersebut sejalan dengan pandangan Ludwig & Reynold (1988) bahwa

pola penyebaran tumbuhan dalam suatu komunitas bervariasi dan disebabkan

karena beberapa faktor yang saling berinteraksi antara lain (1) faktor lingkungan

internal seperti angin, ketersediaan air, dan intensitas cahaya (2) faktor

kemampuan reproduksi organisme (3) faktor sosial yang menyangkut fenologi

tumbuhan, (4) faktor koaktif yan merupakan dampak interaksi intraspesifik dan

(5) faktor stochastik yang merupakan hasil variasi random beberapa faktor yang

berpengaruh.

Jenis tertentu dengan pola penyebaran mengelompok disebabkan karena

pada umumnya biji atau propagule dari setiap tumbuhan pada umumnya akan

Page 114: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

116

jatuh di sekitar pohon induknya sehingga jika kondisi lain menunjang maka

regenerasi berupa tumbuhnya anakan baru akan terjadi di sekitar pohon

induknya.

Peta lokasi penyebaran pinang yaki berdasarkan lokasi hutan dan

ekosistem pengamatan dapat dilihat pada Gambar 14.

xxxx

xxxx xxxx xxx xxxx

Keterangan : x x x x = lokasi penelitian Gambar 14. Peta lokasi penyebaran pinang yaki di TNBNW

Hasil pengamatan secara langsung di lapangan, habitat tumbuhnya

cukup memberikan gambaran bahwa tumbuhan pinang yaki dapat di

budidayakan (didomestikasi) seperti tanaman komersial lainnya, asalkan

persyaratan tumbuhnya dipenuhi. Secara umum syarat lingkungan tumbuh

pinang yaki tidak berbeda dengan kondisi lingkungan yang ada di sekitar Taman

Nasional Bogani Nani Wartabone.

Menurut Clement dalam Weaver dan Frederik (1978), bahwa keberadaan

jenis dapat dipergunakan sebagai salah satu indikator dan alat analisis kondisi

lingkungan. Lebih lanjut Setiadi et al.,(1989), mengemukakan bahwa data

ekologi (lingkungan) seperti bahan induk, topografi, tanah, iklim, organisme hidup

dan waktu sangat mempengaruhi penyebaran tumbuhan. Sitompul dan Guritno

(1995), lingkungan yang yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dan

kebutuhan tumbuhan akan keadaan lingkungan yang khusus mengakibatkan

Page 115: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

117

keragaman jenis tumbuhan yang berkembang dapat terjadi menurut perbedaan

tempat dan waktu. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan jenis tumbuhan yang

berkembang dengan perbedaan tinggi tempat atau perbedaan musim.

Hasil pengamatan terhadap komponen iklim (curah hujan, suhu dan

kelembaban) bahwa arah angin dan topografi yang bergunung di wilayah ini

sering mempengaruhi curah hujan lokal. Sebagai contoh di wilayah bagian

tengah dan utara (Dumara dan Toraut) curah hujannya tinggi karena pengaruh

angin timur laut sedangkan di wilayah Doloduo dan Kosinggolan relatif lebih

kering karena pengaruh angin barat daya. Secara umum curah hujan rata-rata

antara 1.700 – 2.200 mm per tahun, adapun suhu udara rata-rata 20 o – 28 C o.

Keadaan iklim di wilayah kawasan Taman nasional Bogani Nani

Wartabone menurut Schmidt dan Verguson termasuk dalam tipe B. Curah hujan

umumnya tersebar merata sepanjang tahun dengan periode relatif basah antara

bulan November sampai dengan bulan Januari dan bulan Maret sampai dengan

bulan Mei. Masa kering antara bulan Juni sampai Oktober. Keadaan curah hujan

antara 1.200 mm – 2.200 mm per tahun (Tabel 1).

Keadaan tanah dalam kawasan Taman nasional Bogani Nani Wartabone

terutama berasal dari bahan vulkanis. Tanahnya berasal dari kapur dengan

penyebaran hampir di semua formasi geologi. Tanah berasal dari bahan sedimen

dijumpai di bagian utara dan selatan Dumoga. Formasi kaolin yang merupakan

bahan keramik dapat dijumpai di daerah Molibagu. Jenis tanah yang terdapat di

kawasan ini antara lain latosol, podsolik, renzina, alluvial dan andosol. Menurut Balakrishnan et al., 1994, setiap jenis tumbuhan dalam

lingkungannya mempunyai kemampuan hidup untuk menduduki lingkungan

tersebut dengan kemampuan yang bervariasi. Selanjutnya Krebs, (1994)

mengemukakan bahwa keberhasilan setiap jenis untuk mengokupasi suatu area

dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi secara optimal terhadap seluruh

faktor lingkungan fisik (temperatur, cahaya,struktur tanah, kelembaban dan

sebagainya) dan faktor biotik (interaksi antar jenis, kompetisi, dan sebagainya)

serta faktor kimia meliputi ketersediaan air, oksigen, pH, nutrisi dalam tanah dan

sebagainya yang saling berinteraksi .

Selain tumbuh di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone bahwa

pinang yaki (Areca vestiaria Giseke) juga tumbuh di Cagar alam Gunung

Ambang Kabupaten Bolaang Mongondow, C.A.Gunung Tangkoko dua saudara,

di lereng G. Soputan dan G. Mahawu (Kabupaten Minahasa) (Simbala, 2006) .

Page 116: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

118

Sedangkan menurut Yuzami et al, (2002), pinang yaki juga tersebar di Taman

nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah, palem ini merupakan tumbuhan endemik

Indonesia karena ditemukan di Sulawesi, tumbuhan ini juga bertumbuh di

Provinsi Maluku, tersebar terutama di Pulau Halmahera, Buru dan Seram

(Mogea, 2002 ).

B. Fenologi Pinang yaki

Di daerah asalnya Sulawesi utara, pinang ini juga disebut pinang yaki

(monyet) karena memang monyet khas Sulawesi yakni Macaca nigra senang

berdiam di batang pinang ini untuk makan buahnya. Jenis ini memiliki habitat di

wilayah gunung berapi di Sulawesi Utara, terutama Gunung Ambang, G.Soputan,

G.Mahawu, sekitar Danau Tondano dan di kawasan hutan Taman nasional

Bogani Nani Wartabone. Sedangkan di Provinsi Maluku Utara, terutama di Pulau

Halmahera dan Seram (Mogea, 2002 ).

Untuk mendapatkan warna-warna menarik, sebaiknya pohon ini ditanam

pada ketinggian antara 600-1200 meter. Jika berada di bawah ketinggian itu

maka warna yang muncul hanya kecoklatan pada tangkainya serta hijau

kekuningan pada dahan dan batangnya. Semakin rendah daerah di mana

mereka tumbuh, makin kecil pula variasi warna yang dimilikinya.

Bagi orang Indonesia, “pinang merah” merupakan nama yang umum untuk

semua jenis palem yang menyerupai Areca atau Pinanga dan mahkota daun,

batang atau buahnya kelihatan merah, merah muda, jingga atau kuning

keemasan. Dengan nama apapun Areca vestiaria sudah dikenal, palem liar ini

merupakan palem yang paling cantik dan indah. Pinang merah ini sebelumnya

lebih dikenal dengan berbagai nama seperti Areca langloisiana, A.leptopeltata, A.

heinrici, A. paniculata, Ptychosperma paniculatum, P. vestiarius, Mischophloeus

paniculatus, Pinanga sylvestris,dan Seaforthia vestiaria (Bischoff et al.,2003)

Sebagai tanaman hias, pinang yaki atau pinang merah cukup menarik.

Selain berdahan rindang, batangnya memiliki warna menarik, yaitu merah

menyala. Tak heran di mancanegara pohon berasal dari Sulawesi Utara ini

populer dengan julukan palm red tree. Sebagaian orang juga menamainya

sebagai orange crownshaft karena dahannya menyerupai mahkota yang mekar

dan berwarna oranye (Yuzammi dan Hidayat, 2002) .

Page 117: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

119

Menurut Bischoff et al., (2003) sistematika pinang yaki adalah sebagai

berikut :

Dunia Tumbuhan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Klas : Monokotiledoneae

Bangsa : Arecales

Suku : Arecaceae atau Palmae

Marga : Areca

Jenis : Areca vestiaria Giseke

Nama daerah : Pinang yaki (Sulawesi Utara); Mamaan(Bolaang

Mongondow) Pinang merah (Halmahera).

Deskripsi pinang yaki Areca vestiaria dikenal dengan nama pinang yaki atau pinang merah,

habitat tumbuh di tanah vulkanik yang berdrainase baik, di kawasan hutan yang

agak terbuka, tersebar pada ketinggian 300 – 1200 m dpl. Karakteristik morfologi

pinang yaki, memiliki batang tunggal atau berumpun, tinggi 5 - 10 m dengan tajuk

pelepah berwarna kuning sampai merah jingga (Gambar 17). Warnanya makin

terang dengan bertambahnya ketinggian tempat . Warna pelepah dahannya

bervariasi, mulai dari merah, jingga menyala hingga kecoklatan. Garis tengah

batangnya rata-rata 10 cm, tetapi dapat juga lebih tergantung pada umur serta

kesuburan pertumbuhannya. Pohon yang termasuk besar ini, tingginya bisa

mencapai 10 meter, memang seolah ditakdirkan untuk menjadi tanaman

ornamen liar. Berbagai cara orang berusaha menanamnya di wilayah perkotaan,

tetapi warna yang muncul tidak seindah jika tanaman ini tumbuh di habitat

aslinya.

Daun pinang yaki terdiri atas pelepah, tangkai daun, tulang daun, dan helai

daun yang berwarna kuning. Daunnya menyirip agak melengkung, panjang daun

kurang lebih 80 cm dan pelepahnya berupa seludang.

Pembungaan tumbuh pada batang di bawah pelepah. Bunga pinang merah

saat mekar berbentuk mirip dengan mahkota. Untuk bisa mekar, bunga ini

memerlukan waktu selama 15 hari. Dalam satu pohon pinang merah memiliki

dua jenis bunga sekaligus yakni jantan dan betina. Keduanya mekar bersamaan

untuk melakukan proses penyerbukan. Bunga jantan mempunyai kelopak lebih

besar dibanding yang betina.

Page 118: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

120

Buah berbentuk bulat dan berbentuk lonjong (Gambar 15 a&b) akan tetapi

dari hasil pengamatan dilapangan, bentuk buah ada yang berbentuk bulat dan

lonjong dalam 1 pohon (Gambar 15c), diameter buah 2 cm, berwarna hijau waktu

muda setelah matang berwarna jingga, dan setelah masak berwarna merah

(gambar 16), daging buah berserat dan berbiji satu. (Simbala,2006). Menurut

Witono (1998) palem ini mulai berbuah setelah berumur 5-6 tahun dan menjadi

mandul setelah berumur 60 tahun. Produksi awal relatif sedikit tetapi akan

semakin banyak sesuai pertambahan umur tanaman. Masa produksinya dapat

berlangsung selama 15 tahun dan setelah itu produksinya akan menurun.

Pemanenan buah pinang yaki dapat dilakukan dengan cara dipetik langsung

maupun dengan menggunakan bambu atau kayu yang diberi pisau pada

ujungnya. Buahnya sendiri selalu berubah warna seiring dengan bertambahnya

usia dan sesuai ketinggian tempat tumbuh. Semakin rendah daerah tempat

mereka tumbuh, makin kecil pula variasi warna yang dimilikinya. Warna-warna

menarik dari pinang yaki akan muncul jika ditanam sesuai habitat aslinya .

Sebaiknya pohon ini ditanam pada ketinggian antara 600-1.200 meter agar

warna jingga kemerahan akan muncul. Jika berada di bawah ketinggian itu maka

warna yang muncul hanya kecoklatan pada tangkainya dan hijau kekuningan

pada dahan dan batangnya. Setiap pohon dapat ditumbuhi 28 sampai 300 buah

yang muncul secara bergerombol (Gambar 18). Adapun gambaran morfologi

Pinang yaki dapat dilihat pada Gambar 15 - 19 .

Gambar 15. Akar Pinang yaki

Page 119: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

121

Gambar 16. Biji dan Benih Pinang yaki (3 dan 5 bulan)

Gambar 17. Batang dan daun pinang yaki di habitat aslinya kawasan TNBNW

a. Buah bulat b. Buah lonjong c. Buah bulat dan lonjong

Gambar 18. Bentuk buah bulat dan lonjong pinang yaki

Page 120: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

122

Gambar 19. Perkembangan buah pinang yaki ( Sumber : Simbala, 2006).

Buah pinang yaki cukup menarik karena variasi warnanya yang cerah.

Untuk menjadikannya tanaman ornamen atau hiasan, para ahli mancanegara

”merekayasa” tanah tempat jenis ini ditanam. Tanah tersebut di rekayasa sesuai

syarat tumbuh pinang yaki di habitat aslinya. Biasanya tanah tersebut dicampur

dengan sejenis pupuk atau dengan tanah yang berasal dari daerah gunung

berapi. Tapi tampaknya cara ini tetap saja kurang berhasil sebab pinang merah

yang tumbuh di habitat aslinya jauh lebih menarik.

Syarat tumbuh pinang yaki

Pinang yaki (Areca vestiaria) merupakan sejenis palem asli Sulawesi

tersebar di Taman Nasional Lore Lindu, Taman Nasional Bogani Nani

Wartabone, Cagar Alam G. Ambang, lereng G. Soputan dan G. Mahawu. Palem

ini juga bertumbuh di Propinsi Maluku, tersebar terutama di Pulau Halmahera

dan Seram, dan dikenal dengan nama “Pinang Merah” (Mogea, 2002 ).

Syarat tumbuh pinang yaki secara spesifik berdasarkan hasil pengamatan

terhadap komponen tanah di daerah penyebaran pinang yaki (Lampiran 26)

menunjukkan bahwa pH tanah yang dibutuhkan agak asam, yaitu berkisar

antara 4.70 – 6.20, bahan organik tanah 1.74 – 4.03 %, N total 0,16 – 0,33 % , P

Page 121: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

123

5.90 – 10.50 (ppm), basa yang dapat ditukar masing-masing dalam satuan

me/100g : Ca 5.54 – 19.70 (me/100g), Mg 1.42 – 5.43 (me/100g), K 0,18 – 1,08

(me/100g), Na 0,26 – 1,56 (me/100g),; KTK 21.30 – 25.85 (me/100g), KB32.06 –

100 %, Al (tr), H 0,04 – 0.08 (me/100g), Fe 2,16 – 5.56 (me/100g), Cu 0,68 –

1,60 (me/100g), Zn 2.72 – 4.60 (me/100g), Mn 8.76 – 36.68 (me/100g), pasir

6.73 – 30.34 %, debu 38.27 – 45.72 %, liat 26,76 – 47.55 % (hasil analisis

Laboratorium Kimia Tanah IPB Bogor). Sebagai perbandingan hasil pengamatan

terhadap komponen tanah juga dilakukan di habitat pinang yaki di G.Mahawu

Kabupaten Minahasa (Lampiran 15) yang menunjukkan bahwa pH tanah di

bawah netral, yaitu berkisar antara 4.60 - 5,70 , bahan organik tanah 5.09 %, N

total 0,42 % , P 6.40 (ppm), basa yang dapat ditukar masing-masing dalam

satuan me/100g : Ca 10.28 (me/100g), Mg 2.45 (me/100g), K 0,51 (me/100g),

Na 1,04 (me/100g), KTK 19.43 (me/100g), KB 73.49 %, Al (tr), H 0,04 (me/100g),

Fe 2,32 (me/100g), Cu 0,68 (me/100g), Zn 2.44 (me/100g), Mn 13.96 (me/100g),

pasir 49.74 %, debu 37.71 %, liat 12.55 % (Hasil analisis Laboratorium Kimia

Tanah IPB Bogor).

Budidaya pinang yaki

Menurut Wiono (1998), budidaya pinang yaki diawali dengan pemilihan

bibit yang baik. Selama ini perbanyakan pinang yaki umumnya masih dlakukan

dengan cara tradisional yaitu dengan mencabut bibit-bibit yang tumbuh liar dari

biji-biji yang jatuh di sekitar pohon induk. Upaya perbanyakan bibit pinang yaki

umumnya dilakukan dari penyemaian biji. Biji merupakan material perbanyakan

yang paling umum digunakan. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari

perbanyakan dengan biji. Biji dapat disimpan dalam waktu relatif lama sebelum

disemaikan. Secara normal, biji yang disimpan secara kering atau dingin akan

tetap memiliki daya hidup yang baik sejak dari panen hingga masa tanam

berikutnya. Biji yang baik diambil dari buah yang telah masak. Pada umumnya

biji pinang yaki berkecambah dalam jangka waktu lama. Hal ini disebabkan

karena 2 faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam terjadi karena

embryo belum masak, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk

berkecambah. Faktor luar pada umumnya terjadi karena kulit yang keras

sehingga menghalangi terjadinya penyerapan air dan udara oleh biji. Lamanya

perkecambahan biji yang disebabkan karena factor luar yang dapat diatasi

dengan perlakuan mekanis, seperti mengikir, menggosok kulit biji dengan

Page 122: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

124

ampelas atau kawat kassa, melubangi kulit biji dengan pisau, atau menguncang-

guncangkan biji; perlakuan kimia dengan perendaman dengan air. Biji

dikecambahkan dalam media pasir atau campuran pasir dengan kompos dengan

perbandingan 1:1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perkecambahan biji

adalah menjaga agar media senantiasa lembab dan hangat. Setelah biji pinang

yaki menghasilkan 3 helai daun atau lebih, dipindahkan ke polibag dengan

komposisi media tanah, kompos atau pupuk kandang, dan pasir dengan

perbandingan 1:1:1. Selain dikecambahkan dalam media pasir, dapat pula

dilakukan pada lahan yang agak kecil agar mudah diawasi dan dipelihara. Agar

terhindar dari sengatan matahari, lahan pembibitan perlu diberi naungan (dengan

tinggi ± 2 m). Kegiatan perawatan meliputi penyiraman, penyiangan gulma,

pemupukan, pencegahan hama penyakit dan seleksi bibit.

Perbanyakan dengan tunas atau anakan sebaiknya diambil dari rumpun

yang sudah memiliki tunas yang cukup banyak (minimal 6 anakan). Pemisahan

anakan dilakukan pada saat akar anakan masih berada di dalam tanah dengan

menancapkan pisau tepat pada bagian akar yang akan dipotong. Anakan tidak

dapat langsung dipindahkan, tetapi dibiarkan sampai anakan mempunyai akar

sendiri (kurang lebih 5 bulan). Setelah itu pemindahan dilakukan dengan

menggali anakan secara melingkar. Penggalian harus cukup dalam agar tanah

di sekitar perakaran ikut terangkat dan tidak rusak. Perbanyakan tanaman pinang

yaki tidak jauh berbeda dengan pinang sirih yang umumnya dilakukan dalam 2

tahap . Tahap pertama dilakukan 0 – 5 bulan atau jika tanaman tersebut telah

memiliki 3 helai daun, sedangkan tahap kedua dilakukan sejak 5 bulan sampai

tanaman berumur 1 tahun.

Witono et al., (2000), Tehnik penanaman dan pemeliharan pinang yaki

dibedakan berdasarkan tempat pemeliharaannya. Umumnya pinang yaki ditanam

di luar ruangan sebagai tanaman hias. Penanaman di awali dengan pembuatan

lubang tanaman. Ukuran lubang tanaman untuk pinang yaki berukuran 40 x 40 x

40 cm. Penggalian dilakukan dengan memisahkan lapisan tanah atas (top soil)

dan lapisan bawah (sub soil). Pada bagian dasar lubang tanaman bisanya

tanahnya padat, untuk itu perlu digemburkan terlebih dahulu. Lubang tanam

dibiarkan terbuka sehingga terkena sinar matahari selama 2 minggu, supaya

keasaman tanah berkurang, oksigen banyak diserap oleh tanah, dan bibit

penyakit yang ada di dalam tanah mati. Selanjutnya pinang diangkat, dilepas

pembungkus akarnya jika berasal dari bibit puteran atau jika dari tanaman pot

Page 123: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

125

dilepas dengan hati-hati atau dipecahkan potnya. Tanaman dimasukkan ke

dalam lobang tanam, kemudian ditimbun dengan tanah atas (top soil), kompos

atau pupuk kandang. Usahakan supaya leher akar (bagian di antara akar dan

batang) tertimbun. Timbunan tanah diinjak-injak agar memadat dan memenuhi

lubang tanam. Pinang yang baru ditanam mudah roboh atau goyah oleh sebab

itu tanaman pelu ditopang dengan tiang penyangga dari kayu atau bambu. Jika

timbunan tanah menyusut, perlu ditambah tanah sampai padat agar tanaman

menjadi lebih kuat. Setelah 2 – 3 bulan, tiang penyangga dikeluarkan.

Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan, dan

pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan sesuai keadaan,

bisanya dilakukan hanya pada musim kemarau pagi atau sore hari. Pemupukan

dengan pupuk kandang atau kompos dilakukan setiap 6 bulan sekali dan pupuk

buatan (NPK) setiap 3 bulan sekali dengan dosis yang rendah. Pemupukan

dilakukan dengan menggali lubang di sekeliling tajuk dan ditimbun kembali.

Penyiangan dilakukan berdasarkan kondisi di lapangan tergantung kebutuhan

(bisanya 4 – 6 bulan sekali). Hama yang menyerang bisanya belalang dan

bekicot. Pengendalian yang paling baik adalah dengan cara mekanis (membunuh

secara langsung) jika populasinya kecil, tetapi jika serangannya telah parah

dapat dilakukan dengan pestisida yang ramah lingkungan.

Witono et al., (2000), ada dua tehnik penanaman pinang yaitu

penanaman dengan sistem monokultur dan sistem tumpangsari. Penanaman

sistem monokultur artinya tanaman yang ditanam dalam satu areal hanya satu

jenis saja. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan dan

dilakukan secara serentak pada hari yang sama.

Penanaman sistem tumpangsari yaitu lahan dapat dimanfaatkan secara

optimal dan akan diperoleh total produksi yang tinggi jika dibandingkan dengan

sistem monokultur. Keuntungan lainnya adalah adanya variasi produksi dan

dapat terhindar dari kegagalan total usaha tani bila terjadi serangan hama hama

dan penyakit. Bisanya tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan tanaman

pinang di antaranya pisang, kelapa, duku, nenas, coklat, lada, sirih, ubi jalar dan

jahe. Sehingga selama tanaman pinang belum berproduksi (± 4-5 tahun), petani

dapat penghasilan dari komoditi lain. Selanjutnya dikemukakan bahwa tanaman

pinang juga bisanya ditanam di sepanjang parit karena tanaman pinang mampu

menahan erosi dan mencegah tanah longsor di sekitar kebun.

Page 124: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

126

Khasiat dan cara penggunaan pinang yaki

Tanaman pinang yaki ini oleh Suku Bolaang Mongondow yang tinggal

dikawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone digunakan sebagai obat

untuk penyakit diabetes dan juga dipakai sebagai obat kontrasepsi. Caranya biji

dibelah, diambil dagingnya kemudian direbus dengan 1 gelas air, setelah

mendidih didinginkan lalu diminum. Selain itu, pinang yaki juga dipakai

masyarakat sebagai obat cacing pada hewan peliharaan seperti sapi dan

kambing (Simbala, 2004). Di Pulau Seram dan Pulau Buru, buah pinang yaki

dipakai sebagai tonikum dengan cara buah pinang direbus dengan 2 gelas air

sampai mendidih kemudian didinginkan lalu diminum(Zuhud, 2004). Sedangkan

di Sulawesi tengah, buah pinang yaki dipakai sebagai pengganti buah pinang

sirih (Wiriadinata, 2002).

Uji Fitokimia Pinang yaki

Penapisan fitokimia dengan uji kualitatif untuk mengetahui senyawa kimia

yang terdapat dalam biji pinang yaki dilakukan pada setiap fraksi yaitu, fraksi

heksana, fraksi khloroform, fraksi etil asetat dan fraksi alkohol 50 %. Penapisan

yang dilakukan ini hanya menguji beberapa senyawa yang dapat terekstrak

kedalam fraksi pelarut sesuai dengan sifat kepolarannya. Fraksi heksana

merupakan fraksi pelarut yang bersifat non polar sehingga senyawa yang

diujinya berupa senyawa non polar seperti terpenoid, minyak atsiri,lemak dan

asam lemak. Pengujian pada fraksi khloroform adalah senyawa golongan

alkaloid dan terpenoid. Khloroform biasanya sering mengekstrak senyawa

golongan alkaloid dan terpenoid (Harborne, 1987). Fraksi etil asetat, senyawa

yang diuji berupa senyawa tingkat kepolaran yang lebih tinggi dari fraksi

sebelumnya. Senyawa yang diuji adalah flavonoid dan terpenoid.

Pada uji kualitatif ini, senyawa-senyawa kimia ditentukan golongannya

dengan melihat ada tidaknya perubahan warna sesuai dengan pereaksi yang

digunakan, timbulnya endapan dan terbentuknya busa seperti pada identifikasi

saponin. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 18.

Pada fraksi khloroform, menunjukkan bahwa biji pinang yaki tidak

teridentifikasi adanya senyawa alkaloid. Pemeriksaan alkaloid ini dilakukan

dengan menambahkan pereaksi alkaloid. Pereaksi yang digunakan dalam

pemeriksaan ini adalah pereaksi Mayer dan Dragendorf. Kedua pereaksi ini

bereaksi jika terdapat alkaloid dan memberikan warna yang khas. Pereaksi

Page 125: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

127

Mayer akan bereaksi dengan alkaloid dan membentuk endapan berwarna putih

sedangkan dengan pereaksi Dragendorf membentuk endapan berwarna jingga.

Uji terpenoid mendapatkan hasil positif dengan terbentuknya warna hijau- biru

pada larutan. Dalam Harborne, 1987 uji Lieberman – Buchard yang

menghasilkan terbentuknya warna hijau – biru menunjukkan fraksi tersebut

mengandung triterpenoid dan sterol.

Tabel 18. Hasil Analisis Fitokimia Pinang yaki

Kode Sampel Parameter Uji Hasil Keterangan

Alkaloida - Tidak menghasilkan warna endapan

putih, coklat dan jingga setelah

ditambahkan pereaksi Mayer,Wagner dan

Dragendrof

Flavonoid +++ Menghasilkan warna jingga pada lapisan

amilalkohol

Steroida - Tidak menghasilkan warna biru muda

setelah ditambahkan asam asetat anhidrat

dan asam sulfat pekat

Triterpenoida +++ Menghasilkan warna merah setelah

ditambahkan asam asetat anhidrat dan

asam sulfat pekat

Tanin +++ Menghasilkan warna hitam kehijauan

setelah ditetesi FeCl3 1%

Hidro kuinon ++ Menghasilkan warna merah setelah

ditetesi NaOH 10%

Pinang Yaki

Saponin +++ Menghasilkan busa yang stabil setelah

dikocok

Keterangan :

+ sedikit ++ Banyak +++ Sangat Banyak -Tidak ada

Tabel 18 menunjukkan bahwa pada ekstrak kasar diperoleh hasil positif

untuk uji tanin. Tanin banyak terdapat dalam jaringan tumbuhan dan mempunyai

rasa pahit dan kelat. Hal ini menyebabkan sebagaian besar tumbuhan yang

mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan. Uji tanin ini

Page 126: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

128

diperlukan mengingat biji pinang yaki digunakan sebagai obat cacing pada

hewan ternak. Identifikasi tanin dilakukan dengan menggunakan larutan FeCl3

1% dan akan memberikan warna biru kehitaman atau hijau kehitaman. Reaksi

tanin dengan FeCl3 sebagai berikut :

Tanin + FeCl3 Tanin-Fe (biru- kehitaman atau hijau kehitaman)

Fraksi khloroform mengandung senyawa golongan terpenoid khususnya

triterpenoid dengan terbentuknya warna hijau – biru tua dengan pereaksi

Lieberman-Buchard. Pada fraksi etil asetat, dua senyawa yang diuji memberikan

hasil yang positif. Hasil tersebut adalah triterpenoid dan flavonoid. Adanya

flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah setelah penambahan

setelah penambahan magnesium dan HCl pekat.

Senyawa saponin menghasilkan uji positif pada fraksi alkohol 50%.

Saponin ini diambil dari kata sapo (sabun) yang menggambarkan tumbuhan yang

mengandung saponin seperti pada Saponaria officinalis (Caryophylaceae) untuk

detergen (Harbone 1996). Robinson (1995) mendefinisikan saponin sebagai

senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dalam

air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah

merah. Senyawa ini dapat terdeteksi berdasarkan kemampuannya membentuk

busa yang stabil (minimal selama 15 menit). Menurut Wen dan Nowicke (1999)

diacu dalam American Journal of Botany (1999), senyawa saponin berfungsi

sebagai aprodisiaca (obat kuat). Saponin merupakan senyawa turunan steroid

yang berperan sebagai hormon seks (Robinson 1995; Harbone 1984).

Sedangkan Kayun (2003) membuktikan bahwa saponin merupakan senyawa

aktif untuk pengobatan hepatitis. Selain saponin, pengujian pada fraksi alkohol

50 % ini juga dilakukan untuk senyawa golongan terpenoid khususnya

triterpenoid .

Bila dilihat dari hasil uji fitokimia, biji pinang yaki mengandung senyawa

tanin, triterpenoida, flavonoid, dan saponin yang kemungkinan besar

mengandung senyawa potensi bioaktif.

Menurut Ramanthan et al., 1992 tanin dan flavonoid memiliki aktifitas

dalam menghambat HeLa dan Raji Lymphoma cell. Flavonoid juga merupakan

senyawa aktif sebagai antitumor, antialergi, antihepatotoksik, kardiovascular dan

antioksidan( Markham KR, 1988).

Page 127: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

129

Golongan triterpenoid bisa digunakan sebagai anti bakteri (Waterman,

1990), antikanker, dan untuk mengobati luka dan peradangan (Cai et al., 1992).

Menurut Robinson (1995), triterpenoida merupakan senyawa yang aktif terhadap

patukan ular, diabetes, kerusakan hati, gangguan kulit dan antifungi.

Analisis Karakter ekstrak

Analisis krakter ekstrak diperlukan untuk pengkajian bagian tanaman

berpotensi. Pengukuran kadar air diperlukan karena memiliki relevansi terhadap

mutu simplisia biji pinang yaki secara kualitatif dan kuantitatif. Mutu kualitatif

berkaitan dengan bioaktifitas yang diperoleh pada proses ekstraksi sedangkan

mutu kuantitatif berkaitan erat dengan perolehan senyawa target yang

diharapkan dalam proses ekstraksi.

Penetapan kadar air diperlukan untuk bahan simplisia nabati yang

berhubungan dengan hilangnya H2O dari suatu bahan pada suhu 105OC. Kadar

air yang tinggi berpeluang sebagai tempat hidup dan berkembangnya

mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan simplisia. Pada Tabel tersebut di

atas memperlihatkan kadar air kurang dari 10% yang merupakan prasyarat untuk

simplisia nabati (Anonim , 1985).

Pada penelitian, jumlah rendemen yang diperoleh juga dijadikan

parameter untuk menentukan untuk penelitian selanjutnya. Menurut Houghton

dan Raman (1998) dengan mengetahui sifat senyawa yang akan diekstrak maka

dengan mudah dapat ditentukan pelarut dan metode ekstrak yang sesuai. Hasil

analisis kadar sari biji pinang yaki dapat dilihat pada Tabel 19 berikut :

Tabel 19. Hasil Analisis Kadar sari Buah Pinang yaki

Parameter

Hasil (%)

Rendemen air

Rendemen Pelarut Organik Kadar Air

Kadar Abu

5,78

16,46 6,10 0,70

Page 128: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

130

Uji Toksisitas dengan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

Pada penelitian ini konsentrasi ekstrak bahan pinang yaki yang digunakan

dalan uji toksisitas yaitu 400, 600, 800, 1000 ppm dalam tabung yang berisi 10

ml air laut dan 15 ekor larva dengan tiga kali ulangan, menggunakan Metode

BSLT (Brine Shrimp Lethality Test), dan pengamatan setelah 24 jam. Hasil

analisis uji ini berupa LC50 (Lethal Conentration 50) yang merupakan konsentrasi

fraksi dalam skala ppm yang dibutuhkan untuk mematikan setengah dari populasi

larva udang. Data mortalitas larva A. salina Leach terhadap eksrak selanjutnya

diproses melalui program komputer Probit Analysis Method untuk memperoleh

nilai (LC50) dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% (Finney, 1971) .

Hasil analisis probit menunjukkan ekstrak biji pinang yaki memiliki potensi

bioaktif, dalam hal ini berada pada nilai LC50 sebesar 334.99 ppm, berarti pada

konsenrasi tersebut menyebabkan kematian 50% hewan uji (Artemia salina L).

Nilai tersebut menunjukkan bahwa secara farmakologis bersifat toksik terhadap

hewan uji. Menurut Meyer et al. 1982, Solis et al. 1983 penelitian National Centre

Institut (NCl) Amerika Serikat, suatu ekstrak atau fraksi dari suatu tanaman

dianggap mempunyai potensi bioaktif terhadap kematian larva udang jika dinilai

LC50 < 1000 ppm, hanya spektrum keaktifannya masih sangat luas, semakin kecil

nilai LC50nya, maka ekstrak tadi akan semakin toksik.

Page 129: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

131

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pinang yaki (Areca vestiaria

Giseke) dapat ditemukan di lima lokasi penelitian yaitu di hutan Doloduo,

Tumokang, Matayangan , dan Gunung Kabila, dan Torout.

2. Areca vestiaria Giseke merupakan jenis tumbuhan yang mendominansi

kawasan hutan Tumokang dan G.Kabila pada tingkat sapihan dengan

nilai dominansi relatif tertinggi sebesar 8.08 % dan 2.19 % .

3. Jenis pinang yaki memiliki Indeks nilai penting (INP) tertinggi tingkat

sapihan di lokasi hutan Tumokang sebesar 24,53 % dan tingkat semai

sebesar 11,26%, sedangkan lokasi hutan G.Kabila sebesar 16,32%

untuk tingkat sapihan, dan untuk tingkat semai sebesar 11,18 % .

4. Tanaman pinang yaki ini oleh Suku Bolaang Mongondow yang tinggal

dikawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone digunakan sebagai

obat untuk penyakit diabetes, obat cacing untuk hewan ternak dan juga

dipakai sebagai obat kontrasepsi.

5. Hasil analisis kadar sari (kadar sari) buah pinang yaki menunjukkan

dalam air = 5,78 %, etanol = 16,46 %, kadar air = 6,10 %, kadar abu =

0,70 %.

6. Hasil uji fitokimia menunjukkan biji pinang yaki mengandung tanin,

triterpenoid, flavonoid, saponin dan hidrokuinon.

7. Uji toksisitas terhadap larva udang A.salina Leach diperoleh nilai 334,99

ppm. Nilai LC50 di bawah 1000 ppm, ini menunjukkan bahwa biji pinang

yaki memiliki potensi bioaktif.

Saran

Perlu dilakukan penelitian kandungan senyawa aktif pinang yaki

berdasarkan lokasi pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel, dan

umur buah (pentil, matang, dan buah masak)

Page 130: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

132

ABSTRACT

HERNY EMMA INONTA SIMBALA. Effect of Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke) extract application on Spermatozoa quality of male mouse. Under the direction of DEDE SETIADI, LATIFAH K-DARUSMAN, IBNUL QAYIM, MIN RAHMINIWATI. One ideal alternative for male contraception is using natural substance namely plant according to laws no.23, 1992, concerning about traditional medicine. As an archipelago country, Indonesia has wet tropical seasons that rich with flora species. In other hand in searching ideal contraception for male, should meet with criteria including prevent fertilization, safety, reversible, responsive, simple to use, and heving no side effect. Pinang yaki (Areca vestiaria Giseke) are used to cure diabetes diseses and contraception by community around Bogani Nani Wartabone National Park. The methods is as follows: the seed is broken, pick the meat, than boiled with a glass of water, and after cooling than immediately to drink.

The research’s objectives are to make preclinical testing as anti fertility on pinang yaki (Areca vestiaria Giseke), to study effect of pinang yaki seed extract application on spermatozoa quality of white male mouse vas deferens,Sprague-Dawley wistar, and to study effective dosage that decreasig spermatozoa quality of the mouse. The research was expected useful to make a new invention to support WHO program, that is found a new methods for male contraception that meet with criteria such as safety, effective, reversible having no side effect. From the result, it was concluded that application of pinang yaki seed extract on male mouse is able to decrease motility, normal shape of spermatozoa, and the spermatozoa number, but not significant to body and testis weight. Key word : Pinang yaki extract, Spermatozoa, Male Mouse

Page 131: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

133

PENDAHULUAN

Latar belakang Hampir seluruh negara di dunia merasa kuatir terhadap peningkatan

jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang tidak terkontrol akan menimbulkan

dampak negatif terhadap pola prilaku penduduk sehingga sulit mencapai

kesejahteraan.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat

di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia

tahun 2000 mencapai 203,4 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk

kurang lebih 4 % per tahun maka jumlah penduduk akan menjadi 400 juta jiwa

pada tahun 2050. Untuk itu laju pertumbuhan masih harus terus ditekan,

sehingga sumber daya dapat lebih diprioritaskan pada pembinaan potensi dan

kualitas penduduk.

Bagi Pemerintah Indonesia, masalah penduduk sangatlah penting karena

berhubungan langsung dengan kesejahteraan hidup yang sehat dan layak.

Keadaan ekonomi yang kurang memadai dengan jumlah keluarga yang banyak

akan membuat orang harus bekerja keras membanting tulang untuk dapat hidup

dengan tenang.

Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk, Pemerintah

Indonesia mengambil suatu kebijakan melalui Program Keluarga Berencana

(KB). Menurut survey Kesehatan dan Demokrasi Indonesia yang dikeluarkan

Badan Koordinasi Keluarga Berencana nasional di tahun 2003, dari 27 juta

akseptor KB di Indonesia, 90 % adalah wanita, partisipasi pria sangat kecil,

hanya berkisar 1,3%. Padahal di Malaysia, partisipasi pria dalam menjalani

program KB sudah mencapai angka 15 %. Selanjutnya dilaporkan pula bahwa

keterlibatan pria secara aktif dalam program KB, masih sangat rendah dan

terbatas hanya dengan menggunakan alat KB kondom 1,11% serta vasektomi

1,35%. Meskipun kegagalan kedua alat ini sangat kecil (Raven dan Johnson,

186), namun masih terdapat masalah yang cukup kompleks. Kondom

mempunyai efek psikis karena berkurangnya daya sensivitas (Sutiyarso, 1992).

Vasektomi dapat menimbulkan infeksi, sehingga terjadi pembengkakan, rasa

sakit dan kegagalan rekanalisasi vas deverens sehingga dapat menyebabkan

sterilitas (Anonim,1983; Moeloek, 1985; Vernom et al.1991). Selain itu cara ini

Page 132: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

134

memerlukan tenaga ahli dan fasilitas yang biayanya cukup tinggi sehingga

mengurangi niat sipemakai.

Rendahnya partisipasi pria dalam program KB, disebabkan terbatasnya

pilihan kontrasepsi pria. Agar lebih mendorong kaum pria untuk berperan aktif

dalam mengikuti program KB, maka sangatlah tepat untuk lebih banyak

menyediakan jenis kontrasepsi untuk pria, sehingga kaum pria memiliki berbagai

alternatif yang sesuai pilihannnya.

Usaha pengembangan cara pengendalian kesuburan pria lebih sulit dari

wanita, karena seorang pria setiap hari dapat memproduksi jutaan sperma,

sedangkan seorang wanita hanya melepaskan sebuah sel telur setiap bulan. Pil

atau suntikan KB untuk pria harus dapat mengendalikan produksi jutaan sperma,

tanpa penurunan libido dan efek samping yang membahayakan.

Salah satu alternatif kontrasepsi pria yang paling ideal adalah

penggunaan bahan alam yaitu tanaman, yang sejalan dengan Undang-Undang

no.23 tahun 1992 tentang pengobatan tradisional. Hal ini sesuai dengan kondisi

negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan iklim tropika basah

yang kaya dengan jenis flora. Dalam mencari bahan kontrasepsi yang ideal

bagi pria, selain harus mencegah terjadinya pembuahan, juga harus memenuhi

kriteria aman, reversibel, cepat kerjanya, mudah digunakan, dan tanpa efek

samping yang berarti bagi pemakainya, terutama potensi seks dan libido.

Satari (1994) mengemukakan bahwa Indonesia memiliki hutan tropik

seluas 120 juta hektar yang dikenal sebagai komunitas yang paling kaya akan

keanekaragaman flora serta merupakan gudang plasma nutfah endemik yang

dapat dimanfaatkan untuk masa kini dan masa yang akan datang.

Menurut Rosoedarso,et al (1990), sebagaian besar keanekaragaman

hayati berada di dalam hutan. Sedangkan Zuhud(1994) mengatakan bahwa di

dalam hutan Indonesia terdapat 25.000 jenis tumbuhan, dan dari jumlah tersebut

baru 20 % atau 5000 jenis yang sudah dimanfaatkan dalam berbagai

pemanfaatan termasuk 1260 jenis yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat.

Oleh karena itu hutan tropis Indonesia adalah sumberdaya bahan kimia yang

masih menunggu untuk dievaluasi guna menemukan bahan-bahan kimia baru

yang potensial dalam bio-industri farmasi, pertanian, dan umumnya.

Jumlah jenis tumbuhan obat yang telah diidentifikasi tidak kurang dari

1845 jenis tumbuhan obat liar yang saat ini dieksploitasi dalam jumlah besar dari

hutan maupun dari lahan liar lainnya sebagai bahan baku industri obat tradisional

Page 133: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

135

di Indonesia. Dari 1845 jenis tumbuhan obat tersebut, terdapat 18 jenis

diantaranya merupakan tanaman obat yang berpotensi menurunkan kesuburan

atau sebagai antifertilitas bagi pria (Agoes, 2006). Salah satu di antaranya adalah

pinang yaki (Areca avestiaria) yang digunakan oleh masyarakat di sekitar

kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sebagai alat kontrasepsi pria.

Caranya biji dibelah, diambil dagingnya kemudian direbus dengan 1 gelas air,

setelah mendidih dinginkan lalu diminum.

Areca vestiaria atau pinang yaki merupakan salah satu marga Areca

dengan ciri-ciri umum yaitu tumbuh tunggal atau berumpun, batang ramping dan

bercincin, terdapat tajuk pelepah, pelepah daun panjang atau pendek, helaian

daun memanjang tersusun teratur, pembungaan tumbuh pada ruas batang di

bawah tajuk pelepah. Berumah satu, Buah bulat telur, berwarna jingga sampai

merah dan berbiji satu (Witono, 1998).

Hasil analisis Fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak buah pinang yaki

mengandung tanin, flavonoid,hidro kuinon, triterpenoid dan saponin. Sedangkan

dari hasil analisis karakter ekstrak, buah pinang yaki mengandung kadar air 6.10

%, kadar abu 0,70 %,rendemen air 5,78 % dan rendemen pelarut organik 16,46

%.

Tujuan Umum :

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ekstrak buah pinang yaki (Areca

vestiaria) sebagai antifertilitas untuk menunjang program pemerintah

dalam menekan laju pertumbuhan penduduk Indonesia

Menunjang program Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2006 guna

menemukan metode baru KB Pria yang aman, efektif, reversibel dan

tanpa efek samping yang berarti bagi kesehatan pemakainya. Tujuan Khusus :

Melakukan uji preklinik sebagai antifertilitas (Areca vestiaria), untuk

mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji pinang yaki terhadap kualitas

spermatozoa vas deferens tikus putih jantan strain Sprague-Dawley dan untuk

mengetahui berapa besar dosis efektif yang dapat menurunkan kualitas

spermatozoa vas deferens tikus putih jantan .

Page 134: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

136

Hipotesis Penelitian

Buah pinang yaki (Areca vestiaria) memiliki komponen bioaktif sebagai

antifertilitas, terhadap kualitas spermatozoa vas deferens Tikus putih jantan.

Hasil yang diharapkan

Penelitian ini diharapkan akan memberi terobosan baru dalam penemuan

senyawa-senyawa bioaktif unggulan khas tropis yang mempunyai aktifitas

sebagai antifertilitas. Di samping itu akan diperoleh temuan baru untuk

menunjang program Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) guna menemukan

metode baru KB Pria yang aman, efektif, reversibel dan tanpa efek samping

Page 135: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

137

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman yang digunakan sebagai antifertilitas

Berbagai bahan obat yang berasal dari tumbuhan hutan tropis, terutama

yang berhasiat untuk pengobatan penyakit telah ditemukan dan diuji

bioaktifitasnya. Bahan kimia yang bersumber dari tumbuhan yang telah

digunakan untuk antihipertensi di antaranya resinamin dan reserpin dari

Rauwolfia serpentina Benth. dan deserpidin dari R. tetraphylla L. (Apocynaceae);

untuk terapi penyakit jantung dipakai bahan kimia seperti kuabain dari

Strophanthus gratus Baill. (Apocynaecae); dan untuk terapi diuretic dan

vasodilator dipakai teobromin dari Theobroma cacao L. (Sterculiaceae) (Achmad,

2003).

Sampai saat ini, obat kontrasepsi oral yang efektif dan banyak

digunakan, berasal dari golongan steroids. Hampir semua jenis obat tersebut

merupakan hasil sintetis di laboratorium, dan berpotensi mengundang efek

samping yang merugikan. Pada beberapa orang, efek itu tampak nyata

semacam berat badan tidak terkendali, alergi, mual-mual, gangguan siklus haid,

hilangnya gairah kerja, dan lain-lain. Berdasarkan pada kenyataan ini,

masyarakat mulai menengok kembali ramuan tradisional yang relatif lebih aman

(Anonim 1988).

Populasi masyarakat di Tibet yang tidak mengalami perkembangan

signifikan selama lebih dari 200 jiwa. Para peneliti di sana tak pernah direpotkan

persoalan kependudukan selama kurang lebih dua abad. Beberapa penelitian

membuktikan, dalam menu makanan warga Tibet, hampir selalu hadir kacang

ercis (Pisum sativum), atau motor dalam bahasa Tibet. Orang Indonesia

mengenal kacang ini dengan sebutan garnet, kacang kapri, atau kacang polong.

Penelitian intensif di laboratorium akhimya menghasilkan temuan bahwa

senyawa penghambat lonjakan angka kelahiran di Tibet adalah senyawa kimia

m-xilohidroksiquinon. Ini merupakan senyawa utama minyak kacang ercis. Hasil

pengujian terhadap hewan dan manusia menunjukkan, senyawa ini sangat efektif

dalam menghalangi aktivitas spermatozoa. M-xilohidroksiquinon digolongkan ke

dalam senyawa antifertilitas nonsteroida. Senyawa dalam ercis sama sekali tidak

berpotensi toksik (racun) bagi wanita. Di dalam tubuh, aktivitas senyawa ini

berlawanan dengan vitamin E yang konon merupakan vitamin penyubur (

http://www.kompas.com/kesehatan/news/002/19/053719.htm) .

Page 136: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

138

India merupakan negara yang memiliki kearifan tradisional dan

menemukan sekitar 148 jenis tanaman sebagai obat antifertilitas. Salah satunya

adalah dringo atau jeringau (Acorus calamus). Tanaman tahunan ini selain

sebagai obat tidur, manjur juga sebagai kontrasepsi dengan meminum air

rebusan rimpang secukupnya dicampur susu. Wanita India bisa meminumnya

setelah datang bulan. Cara lain adalah mengkonsumsi biji jarak (Ricinus

communis) sehari setelah melahirkan. Jalan lainnya, mencampur makanan

sehari-hari dengan tepung biji saga manis (Abrus precatorius). Beberapa

tanaman bisa digunakan dengan meminum air rebusannya, seperti daun dan

buah kecubung (Datura metel), akar ki encok (Plumbago zeylanica), buah dan biji

labu air atau waluh bodas (Langinria sicerarid)

(http://www.kompas.com/ver1/Kesehatan/0610/04/114741.htm3).

Amerika Latin (Puerto Riko, Kuba, Republik Dominika, dan Santa Lucia)

juga punya kearifan tradisional seperti India. Secara umum, masyarakat di sana

sudah menyadari potensi obat berjenis-jenis tumbuhan, termasuk juga dalam

menekan jumlah kelahiran. Untuk keperluan ini, warga Amerika Latin kerap

menggunakan daun dan batang defenbahia (Dieffenbachia seguine), sejenis

tumbuhan talas-talasan. Sedangkan di Kepulauan Solomon, warganya

memanfaatkan kulit akar palas (Licuala sp.), tumbuhan sejenis palem untuk

menggagalkan pembuahan di dalam rahim. Pria maupun wanita biasanya

mengunyah bagian tumbuhan ini.

Umumnya, yang menggunakan obat antikehamilan secara oral adalah

wanita. Tapi, di negara berpenduduk padat, Cina, terungkap fakta para lelaki di

sana memakan obat kontrasepsi yang terkandung dalam biji kapas (Gossypium

sp.). Biji kapas yang diolah menjadi minyak dan digunakan untuk memasak di

negeri tirai bambu ini mengandung senyawa gosipol. Senyawa inilah yang

berperan menurunkan kesuburan sperma (Kosela, 1999)..

Di balik anggunnya penampilan kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis),

ternyata tersimpan juga potensi pencegah kehamilan, dan bisa dimanfaatkan

baik pria maupun wanita. Ekstrak kembang bergetah ini memiliki sifat

antiestrogenik, yakni mengganggu aktivitas hormon reproduksi pada kaum ibu

maupun kelompok bapak. Akibat lanjutannya, kehadiran adik baru pun bisa

dicegah. Pada pria, air rebusan bunga kembang sepatu selain mengganggu

keseimbangan hormon reproduksi (progesteron), juga memberikan efek

menghambat produksi sperma, mengganggu fungsi endokrin, dan memperkecil

Page 137: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

139

ukuran testis. Tapi, pengaruh itu hanya timbul selama pemberian ekstrak

berlangsung. Kalau dihentikan, organ reproduksi akan normal kembali.

Areuy kacembang (Embelia ribes) atau akar kelimpar pun bisa jadi pilihan

sebagai antifertilitas . Tumbuhan merambat yang mengandung senyawa embelin

cukup baik untuk mencegah kehamilan selain jua dikenal sebagai obat cacing.

Dosis yang sudah diujicobakan adalah dengan mencampur sebanyak 7 gram

areuy kacembang, 7 gram lada panjang (Piper longum), diminum selama 22 hari.

Selama itu pula, peserta 'KB areuy kacembang' tidak melakukan hubungan

suami-istri. Setelah masa 'puasa' berlalu, hubungan intim bisa dilakukan seperti

biasa. Dengan teknik kontrasepsi semacam ini, kesuburan kaum ibu bisa hilang

selama setahun.

Senyawa rottlerin yang terdapat pada ki meyong (Mallotus phillippensis)

juga bersifat antifertilitas. Penggunaan senyawa ini dengan dosis 10 mg/kg berat

badan, 100% efektif dalam menggagalkan pembuahan selama sepuluh hari, dan

sekira 84% dalam 20 hari. Tapi, jika dosisnya mencapai 20 mg/kg berat badan,

pembuahan akan terhenti total selama sebulan. Sedangkan dalam pengobatan

formal, senyawa alami sparteina yang berasal dari tumbuhan telah digunakan

sebagai obat kontrasepsi oleh banyak dokter. Senyawa ini banyak dijumpai pada

tumbuhan dari famili Fabaceae atau polong-polongan, terutama marga

Ammodendron, Baptisia, Cytisus, Gjenista, Gobelia, Lupinus, Retama,

Sarothammus, Templetonia, dan Thermopsis. Sayangnya, tumbuhan tersebut

bukanlah tanaman asli Indonesia.

Luffa aegyptiaca (blustru) merupakan tanaman antifertilitas dari famili

Cucurbitaceae. Berdt (1982) menyebutkan bahwa Luffa aegyptiaca

mengandung Stigmasterol yang dapat disintesis menjadi progesteron,

selanjutnya Partodiharjo (1980) mengemukakan bahwa hormon progesteron

mampu mencegah perkembangan folikel ovarium yang baru dan dapat

mencegah terjadinya ovulasi. Anisimov et al (1978) menyatakan, bahwa aktivitas

saponin triterpenoid dapat menggagu kebuntingan. Franswort et al (1975)

menyebutkan, bahwa ekstrak seluruh bagian tanaman Luffa aegyptiaca yang

diberikan pada tikus ternyata mampu mengurangi jumlah anak yang dilahirkan.

Dian Bhagawati et al (1998) mengemukakan bahwa pemberian ekstrak biji

blustru dapat menghambat laju kebuntingan tikus (antifertilitas).

Meski berasal dari alam, penggunaan obat-obatan dari tumbuhan tetaplah

harus hati-hati dan bijak. Pasalnya, ada literatur kuno yang menyatakan,

Page 138: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

140

tanaman ki urat (Plantago major) bisa berfungsi sebagai afrosidiak atau

pembangkit gairah seksual. Namun, literatur yang sama juga menyebutkan,

tumbuhan itu bisa mengakibatkan sterilitas atau ketidakmampuan membuahi

pada sperma pria. Beberapa jenis tanaman bersifat mendua, baik antifertilitas

tapi juga dapat menyebabkan terjadinya keguguran (abortifacient). Parsley

(Petroselinum sativum) yang bisa terdapat pada menu ala Eropa mengandung

suatu senyawa yang disebut apiol. Dalam dosis tinggi, senyawa ini dapat

menyebabkan keguguran. Begitu juga dengan minyak inggu (Ruta graveolens),

tansy (Tanacetum vulgare), pennyroyal (Hedeoma pulegioides), dan minyak

savin (Junioerus sabind).

Dalam konsentrasi tinggi, keempat jenis minyak ini dapat menyebabkan

kontraksi yang berlebihan pada rahim. Sedangkan minyak castor dapat

menyebabkan iritasi pada rahim. Buah pala (Myristica fragrans) yang

mengandung senyawa miristisin, elemisin, dan safrol, bisa pula mengakibatkan

keguguran jika dikonsumsi berlebihan (lebih dari tujuh buah sehari). Bahkan, jika

dikonsumsi lebih dari sembilan buah bisa membahayakan kelangsungan hidup

sang ibu.

Pengujian efek antifertilitas ekstrak kering kulit batang Kayu Kasai

(Tristania Sumatrana Miq, Myrtaceae) terhadap tikus albino betina strain wistar

menyebabkan pengurangan jumlah implantasi yang bermakna pada P<0,01.

Sedangkan sebagai aktivitas anti-implantasi hanya dosis 1200 mg per kg bobot

badan yang menghasilkan sebesar 60% serta dosis 300 mg dan 1200 mg per kg

bobot badan menghasilkan anti-implantasi masing-masing 0% dan 20%.

Pemberian ekstrak tidak menyebabkan pengurangan nafsu makan dan tidak

mengganggu kesehatan dari induk tikus tidak menyebabkan adanya cacat fisik

pada anak-anak tikus yang diamati sampai berumur satu bulan.

(http://digilip.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbb-gdl-S2-1987-1734 ) tanggal 3 Maret

2006.

Tikus Putih sebagai hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih.

Tikus putih merupakan hewan percobaan yang banyak dipakai dalam penelitian.

Kelebihan hewan percobaan ini antara lain penanganan dan pemeliharaan yang

mudah karena tubuhnya yang kecil, relatif sehat dan cukup bersih, tidak

memerlukan biaya yang mahal untuk pemeliharaan dan kemampuan reproduksi

Page 139: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

141

yang tinggi dengan masa kehamilan yang cukup singkat (Malole dan Pramono,

1989).

Taksonomi Tikus Putih

Taksonomi tikus putih (Rattus sp.) menurut Robinson 1979 adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animal

Filum : Chordata

Sub.filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Jenis : Rattus sp

Galur : Spraque - Dawley

Beberapa galur atau varietas tikus yang banyak digunakan dalam

penelitian antara lain : Sprague Dawley, Wistar, Long Evans, dan Holtzman

(Kohn dan Barthold, 1984). Galur yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Sprague Dawley dengan ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala kecil, dan

ekornya lebih panjang dari badannya (Malole dan Pramono, 1989),

pertumbuhannnya cepat, dan temperamennya baik, serta kemampuan laktasinya

tinggi sehingga sering digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan

reproduksi (Baker et al.,1979). Sedangkan Wistar mempunyai kepala yang lebih

lebar dan ekor yang lebih pendek. Galur Long-Evans mempunyai bulu yang

lebih gelap pada bagian atas kepala dan anterior tubuhnya (Smith dan

Mangkoewidjoyo,1987).

Biologi Reproduksi Tikus Putih

Tikus merupakan hewan yang bersifat politokus dengan jumlah anak

antara 6 – 12 ekor setiap kali melahirkan (Harkness and Wakner, 1989). Tikus

laboratorium bisa hidup 2 – 3 tahun, mencapai usia dewasa antara 40 – 60 hari

dan biasanya akan melakukan perkawinan pertama saat mencapai usia 10

minggu (Smith dan Mangkoewidjoyo, 1987). Masa pubertas (dewasa kelamin)

dicapai pada umur 50 – 60 hari. Tikus siap dikawinkan pada saat umur 65 – 110

Page 140: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

142

hari dimana tikus betina dan jantan masing-masing sudah mencapai bobot 250 –

300 gram. Lama tikus estrus (birahi) sekitar 4-5 hari. Siklus estrusnya

dikelompokkan pada dalam 4 kelompok yaitu 1) proestrus (sekitar 12 jam); 2)

estrus (sekitar 12jam); 3) metestrus I(15jam); metestrus II (6 jam) dan 4) diestrus

(57jam) (Baker, 1979). Tikus dapat menjalani perkawinan lagi (remating) 24 jam

setelah melahirkan (Smith dan Mangkoewidjoyo,1987). Berdasarkan

pertimbangan bahwa siklus reproduksi tikus cukup pendek dan mudah

pemeliharaannnya maka tikus putih sangat tepat untuk digunakan sebagai

hewan model dalam penelitian reproduksi.

Testis

a. Anatomi Testis

Pada seekor hewan terdapat sepasang testis yang berbentuk seperti telur

atau peluru (Sigit, 1980). Testis terdapat dalam scrotum, yaitu suatu kantong

yang terdiri dari kulit dan tunika dartos yang membungkus testis dan sebagaian

funiculus spermaticus. Dengan adanya scrotum menyebabkan suhu testis rata-

rata 2,20C lebih rendah dari suhu badan (abdomen). Scrotum bereaksi terhadap

rangsangan seksual dengan cara vasokongesti dan kontraksi serabut-serabut

otot polos dari tunika dartos, sehingga menyebabkan scrotum menjadi tebal dan

mengencang (Effendi, 1981). Testis terletak di daerah prepubis dan digantung

oleh funiculus spermaticus yang mengandung unsur-unsur yang terbawa oleh

testes dalam perpindahannya dari cavum abdominalis melalui canalis inguinalis

ke dalam scrotum (Toelihere, 1985).

Bidang luar berbentuk convex dan licin. Bagian testis yang terletak di

ujung proksimal disebut ekstremitas capitata yang berhadapan dengan caput

epididymis. Ekstremitas caudata berhadapan dengan cauda epiddymis. Bagian

pinggir yang berhadapan dengan corpus epiddymis disebut margo epiddymis,

dan bagian yang bebas dari testis disebut margo liber (Sigit, 1980).

Testis terbungkus oleh tunica vaginalis propria yang akan membugkus

ductus epiddymis dan ductus deferens. Di bagian profundal tunika ini terdapat

tunica alBunginea yaitu suatu jaringan ikat padat berwarna putih yang

mengandung serabut fibreus dan serabut-serabut otot licin. Tunica albugenia

berhubungan dengan suatu jaringan ikat yang menbagi testis menjadi lobuli testis

yang disebut septula testis. Septula testis akan menuju ke mediastinum testis

yang terletak disentral. Lobuli testis mengandung tubuli seminiferi contorti yaitu

Page 141: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

143

suatu saluran yang dibentuk oleh sel-sel spermatogonia dan sel-sel sertoli. Sel-

sel spermatogonia merupakan sel-sel yang akan menjadi spermatozoa dan sel-

sel sertoli adalah sel-sel yang berfungsi memberi nutrisi pada spermatogonia. Di

antara tubulli ini terdapat sel-sel Leydig yang menghasilkan hormon kelamin

jantan yaitu testosteron. Tubuli seminiferi contorti dari satu lobulus akan berjalan

menuju ke tubulus seminiferus rectus yang akan membentuk rete testis. Rete

testis terletak di dalam mediastinum testis, berfungsi menyalurkan spermatozoa

ke ductus epididymis (Sigit, 1980).

Testis terikat oleh ligamentum scroti di bagian distal. Ligamentum ini

merupakan sisa dari gubemaculum testis yang terdapat pada festus dan dibentuk

oleh dua ligamenta yaitu sebagai berikut :

1. Ligamentum testis proprium, bertaut dari cauda epididymis ke

ekstremitas caudata testis.

2. Ligamentum caudata epididymis/ Ligamentum inguinale testis, bertaut

dari ekstremitas caudata testis ke fascia scrotalis (Sigit, 1980).

c. Fungsi Testis

Fungsi alamiah esensial seekor hewan jantan adalah sebagai penghasil

spermatozoa yang hidup, aktif dan potensial fertil dan meletakkannya ke dalam

saluran kelamin betina (Toelihere, 1985).

Testis mempunyai dua fungsi utama yaitu menghasilkan sel mani oleh

tubuli seminiferi dan sekresi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig (Effendi,

1981). Secara fungsional testis merupakan kelenjar ganda karena bersifat

eksokrin dan endokrin. Bersifat eksokrin karena menghasilkan sel kelamin (sel

benih) dan bersifat endokrin karena menghasilkan sekrel internal yang

dilepaskan oleh sel-sel khusus (Tambayong dan Wonodirekso, 1996).

Menurut Toelihere (1985), testes sebagai organ kelamin primer

mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan spermatozoa atau sel-sel kelamin

jantan dan mensekresikan hormon kelamin jantan, testosteron. Spermatozoa

dihasilkan di dalam tubuli seminiferi atas pengaruh FSH (Follide Stimulating

Hormon), sedangkan testosteron diproduksi oleh sel-sel interstial dari Leydig atas

pengaruh ICSH (Interstisial Cell Stimulating Hormon).

Fungsi eksokrin testis tergantung pada banyak faktor. Hormon penggiat

folikel, FSH (Follide Stimulating Hormon) dari lobulus anteror hiposis

merangsang spermatogenesis. FSH mempengaruhi sel sertoli untuk merangsang

Page 142: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

144

sintesis suatu reseptor yaitu protein pengikat androgen, yang akan berikatan

dengan testosteron dan disekresikan ke dalam lumen tubulus seminiferus.

Keberadaan testosteron di dalam ruang abdominal dibutuhkan untuk memelihara

spermatogenesis. Sel sertoli juga dianggap mensintesis hormon testis yang lain

yaitu inhibin yang masuk ke dalam aliran darah serta akan menghambat sekresi

FSH oleh hipofisis lobus anterior (Tambayong dan Wonodirekso, 1996).

Sekresi endokrin yang utama adalah testosteron. Hormon ini dihasilkan

oleh sel interstisial yang merupakan kelenjar endokrin yang khas karena

berkembang bukan dari permukaan epitel seperti kebanyakan kelenjar lainnya,

tapi berasal dari stroma mesenkim testis. Di dalam stroma yang banyak

mengandung kapiler, hasil sekresi sel-sel interstisial dengan mudah masuk ke

dalam sistem vaskular. Produksi testosteron tergantung pada rangsangan

Luteinizing Hormon (LH) dari lobus anterior hipofisis. Organ sasarannya adalah

sel-sel interstisial maka Luteinizing Hormon (LH) sering disebut sebagai

Interstisial Cell Stimulating Hormon (ICSH). Testosteron selain berpengaruh

terhadap spermatogenesis juga mengatur sifat-sifat seks sekunder, merangsang

seks dan perkembangan serta pemeliharaan saluran kelamin dan kelenjar

kelamin tambahan (Tambayong dan Wirodeksonon, 1996).

Saluran tubuli seminiferi dalam testis merupakan komponen terbesar,

yaitu 90% pada tikus, sedangkan pada kuda dan kangguru 60%. Ukuran

diameter tubuli seminiferi beragam untuk setiap jenis, umumnya berkisar antara

200-400 µ. Dalam tubuli seminiferi terdapat 2 sel somatik yaitu sel myoid dan

sertoli, serta terdapat 5 macam tipe sel kelamin yaitu sel spermatogonia,

spermatosit primer dan sekunder, spermatid dan spermatozoa (Austin dan Short,

1982). Letak sel kelamin tersebut dalam tubuli seminiferi sangat berhubungan

dengan tingkat perkembangannya. Makin dewasa tingkat perkembangannya

semakin dekat letaknya ke lumen, sebaliknya semakin muda sel kelamin

semakin dekat pada membran basal. Perkembangan sel kelamin tikus

disepanjang tubuli seminiferi mulai dari tingkat awal sampai terbentuknya

spermatozoa dalam proses spermatogenesis dapat dilihat pada Gambar 20.

Sel spermatogenia mempunyai inti yang oval dan mengandung granula

kromatin. Berdasarkan sebaran bentuk kromatin dalam inti, spermatogonia

dapat dibedakan menjadi spermatogonia A, spermatogonia In (intermediat), dan

spermatogonia B. Sebaran kromatin spermatogonia A umumnya halus dan

homogen sedangkan spermatogonia B kromatinnya agak kasar, lebih gelap dan

Page 143: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

145

sebagaian kromatinnya melekat pada inti. Perkembangan sel spermatogonia B

akan mengalami beberapa fase pembelahan mitosis dan miosis, sehingga

mengalami transformasi bentuk dan akhirnya menjadi spermatozoa yang utuh.

Gambar 20. Perkembangan sel kelamin tikus jantan selama spermatogenesis

(Clermont, 1962).

Sel myoid merupakan bagian yang penting sebagai sel jaringan ikat di

sepanjang dinding tubuli seminiferi, yang berdampingan dengan material bukan

sel. Sel myoid kemungkinan besar bertanggungjawab atas respon gerakan

peristaltik tubulus dan juga berkaitan dalam menstimulasi sel-sel sertoli (Austin

dan Short, 1982).

Page 144: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

146

Sel Sertoli terletak di sepanjang membran basal yang dapat dibedakan

dengan sel kelamin, karena berbentuk torak, inti oval, nukleoplasmanya

homogen dan anak intinya jelas. Sel ini sangat resisiten terhadap zat-zat yang

merusak sel kelamin (Oakberg, 1959). Populasi sel sertoli pada setiap kuda

yang berumur 4 – 20 tahun memiliki sekitar 6,8 – 9,4 milyar (Johnson et al,

1991).

Sel sertoli mempunyai fungsi yang sangat erat kaitannya dengan kelangsungan

hidup sel kelamin, antara lain :

1. Menghasilkan substansi untuk menjamin berlangsungnya fungsi

spermatogenik (Garner dan Hafez, 1987).

2. Menghasilkan protein pengikat Androgen Binding Protein = ABP) yang

berperan sebagai alat transit androgen ke sel-sel kelamin (French dan

Retzen, 1973) dan ke caput epididimis (Hanson et al., 1976), dan juga

sebagai sumber sekresi cairan untuk transfer spermatozoa meninggalkan

testis (Garner dan Hafez, 1987).

3. Bersifat sebagai fagositosis terhadap sel-sel kelamin yang mengalami

degenerasi atau rusak dan sisa protoplasma sperma dewasa (residual

bodies) yang banyak terdapat dalam tubuli seminiferi (Car et al. 1968).

4. Berfungsi sebagai penghalang darah testis (blood-testis barier), karena

cabang sitoplasma sel sertoli yang berdekatan akan saling bertaut erat

sekali sehingga akan menghambat keluar masukknya zat asing pada

tubuli seminiferi, terutama ditujukan bagi darah di luar tubuli agar tidak

masuk. Pertautan cabang sel-sel Sertoli yang berdekatan disebut “

Sertoli cell Junction” (Dym dan Fawcett, 1970 ; Garder dan Hafez, 1987).

d. Spermatogenesis

Pengertian spermatogenesis adalah suatu rangkaian proses

perkembangan sel induk spermatogonia dari epitel tubuli seminiferus yang

mengadakan proliferasi dan diferensiasi, sehingga terbentuk spermatozoa yang

normal dan bebas. Proses spermatogenesis secara garis besar dapat dibedakan

menjadi tiga tahap seperti :

• Tahap pertama, terjadi proses pembelahan mitosis dari sel

spermatogonia sehingga menghasilkan spermatosit dan sel

spermatogonia yang baru. Pembaharuan sel induk spermatogonia yang

Page 145: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

147

baru dimaksudkan untuk mempertahankan kehadirannya dalam tubuli

seminiferi.

• Tahap kedua, terjadi pembelahan miosis sel spermatosit primer dan

sekunder yang menghasilkan spermatid berkromosom haploid. Kedua

tahap di atas disebut dengan Spermatogenesis.

• Tahap ketiga, terjadi proses perkembangan spermatid menjadi

spematozoa melalui proses metamorfosa, yang panjang dan komplek, hal

ini disebut proses spermiogenesis (Clermont, 1972; Garner dan Hafez,

1987).

Menurut Austin dan Short (1982), ada dua model teori proses proliferasi dan

pembaharuan sel induk spermatogonia mamalia. Pertama, menurut teori yang

diajukan oleh Clermont dan Bustos- Obregon, (1968), bahwa proses proliferasi

sel induk spermatogonia A0 secara mitosis yang pada awalnya menjadi satu

spermatogonia A0 cadangan dan satu lagi menjadi spermatogonia A1,yang

kemudian membelah lagi menjadi spermatogonia A2, A3 , dan A4 . Berarti dari satu

spermatogonia A1 menjadi 4 spermatogonia A4 dan satu di antara spermatogonia

A4 akan menjadi bakal spermatogoniaA1 untuk spermatogenesis berikutnya.

Sedangkan spermatogonia A0 sebagai cadangan dan akan memacu

pembelahan bila terjadi situasi yang tidak menguntungkan bagi spermatogonia

A1, A2, A3 , dan A4 untuk bertahan hidup lagi misalnya terkena radiasi sinar X dan

bahan kimia lainnya. Kedua, menurut teori Huckins dan Oacberg (1978) yaitu

sel induk spermatogonia AS (sama dengan A0) selalu melakukan pembelahan

secara bertahap dan tidak terkoordinasi sehingga membelah menjadi

spematogonia A1, A2, A3 , dan A4 . Dalam teorinya spermatogonia A4 tidak ada

yang menjadi bakal sel induk spermatogonia A1dalam spermatogenesis

berikutnya. Dengan demikian terjadi perbedaan jumlah spematozoa yang

terbentuk. Menurut Clermont dan Bustos-Obregon, (1968) jumlah spermatozoa

yang terbentuk dari satu spermatogonia A1 adalah 12 spermatogonia, karena

satu di antara spermatogonia A4 akan menjadi spermatogonia A1 kembali.

Sedangkan menurut Huckins dan Oakberg (1978) jumlah spermatogonia A4 yang

akan terbentuk dari satu spermatogonia A1 akan menjadi 16 spermatogonia.

Hasil pembelahan spermatogonia A1 menjadi empat spermatogonia A4,

selanjutnya masing-masing spermatogonia akan membelah menjadi spermatosit

In dan akan membelah lagi menjadi spermatosit B Setiap spermatosit B akan

Page 146: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

148

membelah lagi membentuk spermatosit primer. Sebelum terbentuknya

spermatosit primer terlebih dahulu diawali dengan pembentukan stadium

preleptoten, zigoten, pakiten diploten dan diakenesis. Stadium itu berlangsung

agak lama sehingga disebut sebagai stadium profase miosis I. Di antara stadium

di atas, Burgos et al. (1970) menyatakan stadium pakiten memerlukan waktu

yang paling panjang dibandingkan dengan stadium lainnnya, karena itu disebut

stadium stabil.

Terbentuknya spermatosit sekunder terjadi pada saat setelah stadium

profase Miosis I berakhir. Pada umumnya spermatosit sekunder jarang dijumpai,

karena akan segera mengalami miosis II menjadi spermatid yang haploid.

Kemudian spermatid akan mengalami metamorfosis yang cukup lama menjadi

spermatozoa yang utuh (Clermont, 1962), proses tersebut dikenal sebagai

spermiogenesis.

e. Spermiogenesis

Spermatid yang terbentuk dari pembelahan reduksi akan mengalami

serangkaian perubahan morfologi yang kompleks sehingga menjadi

spermatozoa, proses ini disebut spermiogenesis. Prose spermiogenesis pada

mamalia dapat dibagi menjadi empat fase dan tiap fase terdiri atas beberapa

tahap perkembangan spermatid. Pada tikus terdapat 19 tahap perkembangan

spermatid sebelum menjadi spermatozoa dewasa. Keempat fase spermiosis

tersebut yaitu : fase golgi (tahap 1-3), fase tudung(tahap 4 -7), fase akrosom

(Tahap 8 -14) dan fase maturasi (tahap 15 – 19).

Dalam fase spermiogenesis ada beberapa ciri khas yang perlu diperhatikan

yaitu:

a. Fase golgi; pada fase ini terdapat tiga tahap perkembangan yaitu tahap 1 – 3.

Fase ini ditandai adanya iodosom yang mengandung 1 sampai 4 granula

proakrosom. Selanjutnya granula proakrosom bergabung menjadi sebuah

granula inti spermatid, tetapi tetap masih berada dalam iodosom.

b. Fase tudung; fase ini disebut juga cap phase yang terdiri dari tahap 4 – 7.

Dalam fase ini granula akrosom melebar di atas inti sehingga menutupi

sepertiga bagian inti spermatid. Perluasan granula akrosom ini bentuknya

seperti tudung kepala (head cap). Pada fase ini iodosom mulai memisah dari

granula akrosom, bersamaam dengan itu kutub inti berlawanan letak dengan

sentriol dan dibentuk flagel.

Page 147: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

149

c. Fase akrosom; dalam fase ini terdapat 7 tahap perkembangan spermatid

yaitu tahap 8 - 14. Di sini terjadi orientasi tudung granula akrosom ke arah

membran basalis. Saat itu sitoplasma spermatid menggeser ke salah satu

kutub inti yang semula bulat berubah memanjang. Bagian kaudal ujung inti

yang menghadap membran basalis mulai membengkok, selanjutnya diikuti

pula oleh tudung inti yang disebut akrosom. Akhirnya inti makin memanjang

sehingga inti makin membelok menyerupai sperma dewasa.

d. Fase maturasi/pematanggan; dalam fase ini terdapat 5 tahap perkembangan

spermatid (tahap 15-19). Pada fase ini hanya terjadi perubahan karena

struktur dasar dari spermatozoa telah terbentuk pada akhir fase akrosom.

Sebagaian sitoplasma yang masih melekat pada flagel terlepas dan disebut

sebagai badan residu (residual bodies). Akhirnya spermatozoa yang telah

matang segera dilepas kan ke dalam lumen tubili.

e. Patologi Testis

Beberapa kejadian patologis yang dapat ditemukan pada organ testis menurut

Ressang (1984) adalah sebagai berikut :

• Hipoplasi testis

Hipoplasi ditandai dengan keadaan di mana kedua testis lebih kecil dari pada

ukuran normal dan terasa lebih empuk. Secara mikroskopis terlihat adanya

gangguan pertumbuhan tubuli seminiferi yang disertai aspermatogenesis. Tubuli

seminiferi dilapisi oleh beberapa lapisan epitel lembaga, spermatozoa tidak

terbentuk dan berubah menjadi sel-sel datia. Libido hewan masih ada atau hilang

sama sekali tergantung dari derajat hipoplasi. Keadaan ini bersifat menurun dan

dapat menyebabkan terjadinya kemajiran.

• Orkhitis

Peradangan testis yang ditandai dengan terlipatnya kedua testis walaupun

radang hanya terjadi pada satu testis. Testis membengkak dengan konsistensi

sedikit padat karena sel-sel dan cairan radang. Umumnya di sekitar testis

terdapat edema, fibrin dan pendarahan karena perorkhitis. Radang pada testis

dikelompokkan menjadi dua yaitu yang bersifat akut dan yang menahun. Secara

mikroskopis terlihat terjadinya nekrosa dan hemoragi. Nekrosa terlihat sebagai

Page 148: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

150

sarang-sarang soliter dan sarang berkonfluasi dan berwarna suram, kelabu dan

merah. Bila orkhitis sudah menahun maka pendarahan akan hilang dan jelas

terlihat adanya nekrosa koagulasi atau perkejuan. Keadaan ini kausanya tidak

selamanya jelas dan dapat terjadi pada semua jenis hewan.

• Tumor

Tumor testis hampir seluruhnya ganas dan termasuk yang derajatnya

tinggi. Tumor testis berasal dari epitel germinativum dan dibagi atas 5 golongan

yaitu seminoma, embryonal carcinoma, teratoma, teratoma carcinoma,

Choriocarcinoma.

Seminoma adalah tumor testis yang berdiferensiasi baik, berasal dari

epitel germinativum atau epitel tubuli seminiferi. Secara mkroskopis terdiri atas 2

unsur yaitu sel-sel yang uniform dan stroma jaringan ikat dengan ploriferasi

limfosit.

Embryonal carcinoma merupakan tumor yang lebih ganas dari seminoma

dan dapat berubah menjadi teratoma dan choriocarcinoma. Teratoma adalah

tumor yang telah berdiferensiasi ke arah alat-alat tubuh tertentu dan menyerupai

alat-alat tubuh tersebut, misalnya otot, tulang rawan, epitel gepeng berlapis,

jaringan tyroid dan sebagainya tanpa tanda ganas. Bila ada tanda ganas, tumor

ini disebut teratocarcinoma.Tanda ganas ini kadang menyerupai seminoma,

embryonal carcinoma atau menyerupai suatu sarcoma. Pada penampang

tampak kista-kista yang kadang-kadang menyerupai sarang lebah dengan

bagian-bagian yang agak keras seperti tulang rawan dan jarang terdapat

nekrosis dan pendarahan.

Croriocarcinoma ialah tumor yang derajat keganasannya tertinggi dan

cepat menimbulkan anak sebar. Secara mikroskopis selain terdapat

perdarahan, nekrosis dan sel-sel radang juga terdapat syncytiotrophoblast,

cytotropoblast ataupun kedua jenis sel tersebut jelas tersusun sebagai papil atau

villus. Syncytiotrophoblast adalah sel dengan inti pleomorfik, banyak yang

membentuk sel datia dengan khromatin inti jelas serta sitoplasma bervakuol-

vakuol. Sedangkan cytotropoblast merupakan sel berbentuk kuboid dengan inti

bulat di tengah-tengah dan khromatin inti padat.

• Radang

Page 149: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

151

Radang yang terjadi pada testis berupa gonorrhoea, parotis epidemica

(mumps), tuberculosis dan sifilis. Selain itu testis juga dapat terinfeksi lepra,

thypus abdominalis, brucellosis, actinomycosis dan blastomycosis. Pada

umumnya radang ini merupakan komplikasi radang pada alat urogenital lain yang

menyebar melalui vas defferens atau melalui saluran getah bening.

• Intoksikasi Testis

Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan apabila terjadi keracunan

(intoksikasi) ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada tahun

1964 menyatakan bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah

racun (dosis sola facit venenum). Hal ini digunakan sebagai dasar penilaian

toksikologis suatu zat kimia.

Menurut Ganiswara (1995), gejala keracunan (intoksisitas) dan tindakan

untuk mengatasinya berbeda-beda tergantung pada jenis obat yang

menyebabkan keracunan (intoksikasi), target organ yang mengalami keracunan,

dosis obat yang diberikan, cara pemberian obat, waktu/lamanya pemberian obat.

Keracunan pada suatu organ tubuh cenderung dipengaruhi oleh banyak macam

obat dan sebaliknya jarang terdapat obat yang hanya mengenai satu organ.

Testis mempunyai sistem dua enzim yang dapat mengakibatkan dan

mendetoksikasi. Sistem enzim ini akan meningkatkan dan menurunkan toksisitas

bahan kimia. Selain itu mutasi dapat diinduksi oleh zat-zat elektrofilik dengan

adanya suatu sistem perbaikan DNA yang efesien dalam spermatogenik

prameiosis, tetapi tidak ada dalam spermatid maupun spermatozoa (Lu, 1995).

Menurut Lu (1995), beberapa zat kimia dapat mengganggu sistem reproduksi

hewan jantan melalui mekanisme yang berbeda-beda di antaranya sebagai

berikut :

- Gangguan pada proses spermatogenesis

Beberapa toksikan dapat menyebabkan gangguan pada proses

spermatogenesis di antaranya dapat menyebabkan spermatozoa cacat, tidak

aktif atau bahkan mati. Contoh toksikan yang dapat menyebabkan mutasi

letal pada sperma adalah metilmetan sulfonat (MMS) dan Busulfan. Selain itu

MMS juga mempengaruhi spermatid dan spermatozoa sedangkan busulfan

mempengaruhi sel prespermiogenik. Toksikan juga dapat menyebabkan

gangguan pada spermatozoa sewaktu spermatozoa disimpan dalam

Page 150: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

152

epididymis. Zat antifertilitas jantan seperti α- klorohidrin dapat menghambat

kapasitasi dan fertilisasi spermatozoa.

- Atropi testis

Gangguan hormonal pada testis yang disebabkan oleh toksikan yang masuk

melalui kelenjar-kelenjar endokrin di testis. Sebagai contoh

dibromocloropropan dan fumigan yang dapat menyebabkan terjadinya atropi

testis sehingga terjadi azoospermia dan oligospermia.

- Kemandulan reversible

Perubahan perilaku seksual dan ganguan ejakulasi pada tikus jantan

yang menyebabkan terjadinya kemandulan reversibel disebabkan oleh

adanya intoksikasi dari obat hipotensif losulazin yang bekerja mengosongkan

norepineprin. Selain itu guanitidin yang merupakan obat hipotensif dapat

menyebabkan kemandulan dengan mengganggu pemancaran mani.

Page 151: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

153

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

1. Lokasi Pengambilan Sampel

Sampel tanaman diambil di Gunung Kabila Taman Nasional Bogani Nani

Wartabone, Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara. Pengambilan

sampel diambil pada waktu pagi hari antara pukul 07.00 – 09.00. Waktu panen

sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif (metabolit

sekunder) dalam tanaman yang dipanen. Oleh sebab itu sebaiknya panen

dilakukan pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam

jumlah terbesar.

2. Ekstraksi : Sebelum melakukan uji preklinik untuk mendapatkan bahan baku ekstrak

yang akan diberikan pada hewan coba, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi yang

disesuaikan dengan jenis pelarut dan jenis senyawa target yang diduga efektif

sebagai antifertilitas.

Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi adalah etanol dan air.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, rendemen tertinggi berada pada penggunaan

pelarut dengan air. Hal ini sesuai kebutuhan untuk penelitian dengan hewan uji

karena pada pemanfaatan oleh masyarakat menggunakan air untuk rebusan

pinang yaki. Proses ekstraksi biji pinang yaki dapat dilihat pada Gambar 21.

b. Alat Penelitian Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu

dengan ukuran 32 x 22 x 12 cm yang terbuat dari plastik dan ditutup dengan

kawat (gambar 21). Kandang dilengkapi dengan serbuk gergaji yang diteburkan

pada alas kandang, jika sudah basah diganti yang baru. Setiap kandang diberi

label sesuai perlakuan.

Untuk menentukan berat badan tikus digunakan timbangan “Triple Beam

Balance” (Max.Cap.2610 gr), buatan Ohous, USA. Sedangkan untuk

menentukan berat testis akibat perlakuan digunakan timbangan “Prection

Balance” (Cap.500 mg), Roller Smith Betlehem PA, USA No. 702677.

Page 152: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

154

Gambar 21. Proses ekstraksi biji pinang yaki

Page 153: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

155

Gambar 22. Proses Uji Khasiat Ekstrak Pinang yaki

• Mikrotom, mikroskop cahaya, micrometer okuler dan objek,serta counter :

Mikrotom digunakan untuk memotong preparat testis setebal 5 mikron.

Sedangkan untuk mengukur diameter sel-sel spermatogenia, spermatosit, dan

spematid digunakan micrometer okuler dan objek, di bawah mikroskop cahaya

Page 154: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

156

dengan pembesaran 400 kali, sedangkan untuk mengukur diameter tubulus

semeniferus diukur dengan pembesaran 100 kali. Counter digunakan untuk

menghitung sel-sel kelamin tersebut.

Perlakuan : Dalam penelitian ini digunakan 72 ekor tikus jantan strain Spraqque

Dawley sebagai hewan coba dan dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan

perbedaan lama pencekokkan (H) dan dosis (D). Setiap kelompok terdiri dari 3

perlakuan dan 1 kontrol sebagai berikut :

Kelompok pertama terdiri dari 4 kelompok yang dicekok selama 10 hari dengan

rancangan sebagai berikut :

- H1 merupakan kelompok yang dicekok selama 10 hari

- H2 merupakan kelompok yang dicekok selama 20 hari

- H3 merupakan kelompok yang dicekok selama 30 hari

- H4 sebagai control

- D1 merupakan kelompok yang diberikan dosis A

- D2 merupakan kelompok yang diberikan dosis B

- D3 merupakan kelompok yang diberikan dosis C

- D4 merupakan kelompok kontrol (D)

Demikian pula untuk kelompok kedua yang dicekok selama 20 hari dan

kelompok ketiga yang dicekok selama 30 hari, dan kelompok keempat sebagai

kontrol. Denah perlakuan tikus dapat dilihat pada Gambar 32 . Setiap perlakuan

menggunakan tikus jantan sebanyak 3 ekor sehingga tikus yang digunakan

berjumlah 72 ekor. Setelah perlakuan, tikus jantan ditimbang berat badannya dan

kemudian dimatikan untuk diambil vas deferensnya.Kemudian dibedah lalu

diambil testisnya dan ditimbang. Dari vas deferensnya diambil semennya,

diencerkan dengan larutan garam fisiologis, lalu dihitung jumlahnya, motilitasnya,

dan bentuk normal spermatozoanya. Proses pembuatan preparat dapat dilihat

pada Gambar 31. Data kuantitatif tersebut diuji secara statistik menggunakan

anova dua.

Page 155: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

157

Percobaan 1. Pengaruh Pemberian Ekstrak Selama10 Hari

JUMLAH TIKUS

ANALISA

DOSIS A mg/kgBB

C mg/kgBB

3 ekor 3 ekor 3 ekor3 ekor

Berat Badan

Berat Testis

Jumlah Spermatozoa

Motilitas Spermatozoa

Bentuk Normal Spermatozoa

B mg/kgBB

D

KONTROL

Gambar 23. Denah perlakuan

Pembuatan preparat

Gambar 24. Proses Pembuatan Preparat

TESTIS

Fiksasi dengan Bouin

Dehidrasi dengan alkohol bertingkat

Clearing dengan xylol

Inflitrasi dengan parafin

Embedding

Penyayatan

Pewarnaan (PAS)

Pengamatan

Page 156: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

158

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 4

Perlakuan

Bera

t (gr

)

Hari ke 10 Hari ke 20 Hari ke 30

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Berat badan Penimbangan berat badan tikus untuk mengetahui pengaruh pemberian

ekstrak pinang yaki dilakukan pada akhir perlakuan 10, 20, dan 30 hari. Hasil

pengamatan terhadap berat badan tikus yang diberi ekstrak pinang yaki sebagai

obat antifertilitas dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Pengaruh ekstrak pinang yaki terhadap berat badan tikus

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perkembangan berat badan

akibat perlakuan pemberian ekstrak biji pinang yaki selama 10, 20, 30 hari tetap

bertambah secara normal (P<0.01). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa

perlakuan pemberian ekstrak biji pinang yaki tidak berpengaruh terhadap

pertumbuhan berat badan tikus (P>0.05). McDonald (1990) mengemukakan

bahwa, bila kadar plasma testosteron normal dalam tubuh maka daya retensi

nitrogen sebagai protein tetap berjalan, sehinga proses pembentukan jaringan

tetap berjalan dalam tubuh.

2. Berat Testis

Testis merupakan tempat memproduksi sel-sel spermatozoa secara terus

menerus dalam jumlah yang banyak. Testis merupakan bagian yang paling

menentukan saat pembuatan sperma. Sperma diproduksi oleh organ testis yang

aman tersimpan dalam kantung zakar. Posisi ini menyebabkan testis terasa lebih

Page 157: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

159

dingin dibandingkan dengan organ tubuh lainnya. Pembentukan sperma berjalan

lambat pada suhu normal, tapi terus terjadi pada suhu yang lebih rendah dalam

kantung zakar.

Rataan berat testis setelah perlakuan pemberian ekstrak buah pinang

yaki selama perlakuan 10, 20, 30 hari dapat dilihat pada Gambar 26, sedangkan

ratio berat testis terhadap berat badan dapat dilihat pada Gambar 27.

2,742,45 2,35

2,492,562,76

2,54 2,64

1,90

2,702,52 2,57

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 4

Perlakuan

Bera

t (gr

)

Hari ke 10 Hari ke 20 Hari ke 30

Gambar 26. Histogram rataan berat testis setelah diberi perlakuan pemberian

ekstrak buah pinang yaki

Hasil analisis menunjukkan perkembangan berat testis setelah perlakuan

10, 20, 30 hari tetap bertambah secara normal (P<0.01). Peningkatan berat

testis terjadi karena tikus yang digunakan berumur 3 – 4 bulan masih dalam

tahap pertumbuhan. Menurut Kerr (1988), tikus setelah berumur 3 bulan masih

terjadi peningkatan berat testis.

Hasil analisis menunjukkan bahwa meningkatnya dosis pemberian

ekstrak biji pinang yaki, tidak berpengaruh terhadap perkembangan berat testis

(P>0.05). Hal ini mungkin disebabkan karena waktu pemberian ekstrak sangat

pendek (30 hari) dan dosis yang diberikan masih sangat kecil sehingga tidak

memberikan pengaruh terhadap berat testis. Terjadinya kecenderungan

penurunan dan peningkatan berat testis setelah perlakuan selama 10, 20, dan 30

hari mungkin disebabkan sifat sitotoksik belum berpengaruh terhadap sel-sel

atau jaringan testis, sehingga fungsi sel Leydig dalam menghasilkan androgen

tetap berjalan normal. Selain itu ada pula kemungkinan fungsi enzim yang

berperanan dalam biosintesa sel jaringan tetap berjalan stabil. Menurut Turner

dan Bagnara (1976) bahwa hormon testosteron dapat menginduksi peningkatan

Page 158: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

160

anabolisme protein pada jaringan sel tubuh. Dijelaskan pula oleh Donald (1980)

bila plasma testosteron cukup dalam tubuh maka daya retensi nitrogen sebagai

protein tetap berlangsung dengan demikian memungkinkan terjadi peningkatan

berat organ tubuh.

1,301,15 1,17 1,151,15 1,20 1,20 1,18

0,75

0,94

1,241,12

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 4

Perlakuan

Rat

io B

B-B

erat

Tes

tis (%

)

Hari ke 10 Hari ke 20 Hari ke 30

Gambar 27. Histogram rasio berat badan - berat testis setelah diberi perlakuan pemberian ekstrak buah pinang yaki

3. Jumlah spermatozoa Organ reproduksi pria dirancang untuk dapat menghasilkan, menyimpan

dan mengirimkan sperma. Sperma tersimpan salam cairan yang terlindung dan

bergizi, yaitu air mani. Bagian yang paling menentukan saat pembuatan sperma

adalah testis. Sperma yang matang memiliki kepala dengan bentuk lonjong dan

datar, dan memiliki ekor keriting yang berguna mendorong sperma memasuki air

mani. Tiap sperma mempunyai ekor panjang untuk mempermudah gerakan maju

kedepan.

Jumlah rata-rata spermatozoa vas deferen (juta/ml) setelah pemberian

berbagai dosis ekstrak biji pinang yaki (D) dan perlakuan waktu pemberian

ekstrak (H) dapat dilihat pada Gambar 28. Hasil analisis statistik menunjukkan

bahwa perlakuan pemberian ekstrak buah pinang yaki selama 10, 20 dan 30 hari,

berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa (P<0.01) (Tabel 28). Sehubungan

dengan adanya penurunan jumlah spermatozoa, hal ini terkait dengan proses

pembentukan spermatozoa. Proses pembetukan spermatozoa dipengaruhi oleh

Page 159: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

161

hormone androgen (testosterone yang dihasilkan oleh sel Leydig). Kecepatan

pembentukan testosterone oleh sel Leydig ditentukan oleh kadar LH dalam

darah. Sebaliknya sekresi oleh hipofisis dikendalikan oleh pengaruh kadar

testosterone terhadap hipofisis dan hipotalamus serta pengaruh dan sifat bifasik

testosterone. Penurunan testosteron mengakibatkan proses spermatogenesis

terganggu, sehingga terjadi penurunan jumlah spermatozoa

980880

780

990920

820740

940

260

120 100

940

0

200

400

600

800

1.000

1.200

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 4

Perlakuan

Kons

entra

si (j

uta/

ml)

Hari ke 10 Hari ke 20 Hari ke 30

Gambar 28. Jumlah Spermatozoa setelah diberi ekstrak biji pinang yaki

Tabel 28. Uji signifikan jumlah Sperma tikus

Dari uji statistik jumlah spermatozoa ternyata perlakuan dosis dan lama

pemberian ekstrak biji pinang yaki berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa

(P<0.01). Demikian pula interaksi (H – D) memberikan pengaruh yang nyata

terhadap spermatozoa (P<0.01). Penurunan jumlah spermatozoa dapat

disebabkan oleh zat aktif yang terkandung dalam buah pinang yaki yang bersifat

toksik. Buah pinang yaki mengandung senyawa aktif triterpen, flavonoid, saponin,

dan tanin yang dapat menurunkan daya hidup sperma, akibatnya sperma tidak

dapat mencapai sel telur dan pembuahan dapat tercegah. Menurut WHO (1988) ,

pada manusia yang dianggap fertil apabila, ejakulasinya memiliki ± 20 juta

sperma/ml.

SS Degr. of MS F p Intercept 5250208 1 5250208 113,5426 0,000000

hr 2177798 2 1088899 23,5489 0,000001 ds 46348 3 15449 0,3341 0,800738

Error 1387200 30 46240

Page 160: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

162

4. Motilitas sperma Rata-rata motilitas spermatozoa (juta/ml) setelah pemberian berbagai

dosis ekstrak biji pinang yaki (D) dan perlakuan waktu pemberian ekstrak (H)

dapat dilihat pada Gambar 29. Hasil uji statistik, motilitas spermatozoa (Tabel

29), ternyata perlakuan dosis dan lama pemberian ekstrak biji pinang yaki

berpengaruh nyata terhadap jumlah spermatozoa (P<0.01). Demikian pula

perlakuan interaksi (H – D) memberikan pengaruh yang nyata terhadap motilitas

spermatozoa (P<0.01). Penurunan motilitas (kemampuan gerak) dapat

disebabkan oleh zat aktif yang terkandung dalam buah pinang yaki yang bersifat

toksik. Buah pinang yaki mengandung senyawa aktif triterpen, flavonoid, saponin,

dan tannin. Golongan terpen , bekerjanya tidak pada proses spermatogenesis,

tetapi pada proses transportasi sperma, yaitu dapat menggumpalkan sperma

sehingga menurunkan motilitas dan daya hidup sperma, akibatnya sperma tidak

dapat mencapai sel telur dan pembuahan dapat dicegah. Sedangkan Tanin

kerjanya hampir sama yaitu menggumpalkan semen. Kedua zat aktif tersebut

untuk kontrasepsi sangat menguntungkan karena mencegah kehamilan bukan

menggugurkan sehingga sangat sesuai dengan program keluarga berencana.

Terjadinya pembuahan membutuhkan sperma yang sehat. Definisi

sperma yang sehat adalah bentuk sempurna, lincah dan mempunyai gerakan

cepat. Jika gerakan sperma (motilitas) pelan atau berenang menuju arah yang

salah, maka akan terjadi kesulitan dan kegagalan dalam pembuahan (WHO,

1988). Penurunan motilitas dapat disebabkan oleh terganggunya permeabilitas

membran sperma pada bagian tengah ekor, sehingga akan mengganggu

transport zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh sperma untuk pergerakan maupun

daya tahan hidupnya.

Tabel 29. Uji signifikan Motilitas Sperma tikus

SS Degr. of MS F p

Intercept 117534.7 1 117534.7 877.3519 0.000000 Hari 2649.4 2 1324.7 9.8883 0.000737

dosis 3644.4 3 1214.8 9.0679 0.000341 hari*dosis 2787.9 6 464.6 3.4684 0.013035

Error 3215.2 24 134.0

Page 161: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

163

91,7584,45 81,24 83,84

92,5494,5590,2783,63

89,16

59,89

85,7287,66

0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,0090,00

100,00

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 4

Perlakuan

Sper

ma

tdk

norm

al (%

)

Hari ke 10 Hari ke 20 Hari ke 30

8376

6052

75

54

7065

5665

60 63

0102030405060708090

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Dosis 4

Perlakuan

Kons

entr

asi (

juta

/ml)

Hari ke 10 Hari ke 20 Hari ke 30

Gambar 29. Jumlah rata-rata motilitas spermatozoa (juta/ml) setelah

pemberian ekstrak biji pinang yaki

5. Bentuk tidak normal spermatozoa Jumlah rata-rata bentuk tidak normal spermatozoa (%) setelah pemberian

berbagai dosis ekstrak total biji pinang yaki (D) dan waktu pemberian (H) dapat

dilihat pada Gambar 39.

Gambar 30. Jumlah rata-rata abnormal spermatozoa (juta/ml) setelah

pemberian ekstrak biji pinang yaki

Hasil penelitian pemberian ekstrak biji pinang yaki, ternyata ekstrak biji

pinang yaki mempengaruhi abnormalitas spermatozoa. Hal ini mungkin

disebabkan adanya golongan senyawa saponin yang terdapat dalam ekstrak biji

Pinang yaki. Sedangkan bentuk normal dan abnormal sperma dapat dilhat pada

Page 162: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

164

Gambar 31 – 43. Secara umum standarisasi klasifikasi normal semen/airmani

menurut WHO (2001), sperma yang normal memiliki jumlah lebih besar dari 20

juta sperma/ml dimana 50% dari jumlah tersebut harus mampu bergerak bebas.

Bentuk kepala sperma oval dengan ekor yang langsing seperti cemeti (Gambar

40) Sedangkan bentuk sperma yang tidak normal (infertil) jika < 13,5 juta

sperma/ml, < 32% bergerak bebas, < 9% bentuknya normal, bentuk kepala

sperma bulat, melebar dengan ekor pendek atau terlipat, gerakan sperma lambat

(Gambar 31 - 34.)

a b

c d

Gambar 31. Bentuk normal Spermatozoa

a b

Gambar 32. Bentuk Sperma dengan Ekor Terputus (a) dan Tanpa Kepala (b)

Page 163: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

165

Gambar 33. Bentuk Tidak Normal Sperma dengan Kepala Kembar 3

a b

Gambar 34. Bentuk Tidak Normal Sperma (Cacat) a & b

Hasil pengamatan secara mikroskopis sel-sel kelamin jantan pada tikus

kelompok yang diberi perlakuan terlihat adanya dominansi sel-sel spermatozoa

tikus yang tidak normal yaitu tidak adanya ekor atau kepala dari sel spermatozoa.

Hal ini berkaitan dengan pemberian ekstrak biji pinang yaki. Menurut Resang

(1994), hal tersebut menunjukkan bahwa sel-sel tersebut mengalami degenerasi.

Degenerasi merupakan perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang

nonfatal di mana perubahan tersebut bersifat reversibel atau dapat pulih kembali

( Dalimarta, 1998; Himawan, 1998).

Perubahan patologis yang terjadi pada sel-sel kelamin jantan tikus-tikus

tersebut secara mikroskopis terlihat menyebabkan bentuk-bentuk yang tidak

normal bentuk-bentuk abnormalitas sperma menurut Hafez (2000), terdiri atas

beberapa kategori yaitu kelainan kepala sperma, kerusakan pada ekor sperma

dan gangguan pada struktur dan ukuran sel, antara lain kerusakan pada kepala

sperma yaitu terlalu besar,pendek, atau mempunyai dua kepala, droplet pada

leher atau putusnya kepala sel (Gambar 32). Sedangkan kerusakan pada ekor

Page 164: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

166

yaitu berupa hilangnya ekor, putusnya ekor pada bagian leher atau bagian

tengah sehingga ekor menggulung, serta bentuk kembar dan kombinasi

kerusakan pada kepala atau ekor sel (Gambar 32 - 34).

Penurunan tingkat fertilitas tikus karena menurunnya kualitas sperma.

Tingkat fertilitas tikus jantan menurun karena adanya penurunan motilitas dan

peningkatan jumlah sperma yang abnormal . Pada tikus, motilitas sperma sangat

mempengaruhi keberhasilan fertilisasi. Itulah sebabnya menurunnya motilitas

sperma ditambah dengan adanya peningkatan jumlah sperma abnormal. Selain

itu juga penurunan kualitas sperma disebabkan oleh gangguan hormonal.

Menurut Sri Nita (2003), perilaku kawin pada hewan mamalia jantan non-primata

sangat tergantung pada hormone testosterone, sehingga menurunnya fertilitas

dapat terjadi karena penurunan sintetis hormone testosterone. Menurunnya

konsentrasi testosterone ini karena terjadi penghambatan terhadap fungsi

hipofisis. Penurunan sintesis testosterone dapat juga disebabkan oleh aktivitas

biologis senyawa aktif yang terkandung pada tanaman seperti alkaloid, flavonoid,

steroid, terpen, tannin, dan saponin. Seperti diketahui, pinang yaki mengandung

senyawa aktif antara lain saponin..

Risnawati (2002), mengemukakan bahwa saponin yang tergolong dalam

kelompok steroid bersifat menghambat spermatogenesis, menurunkan kualitas

spermatozoa yaitu morfologi, jumlah dan motilitas tetapi tidak menurunkan berat

badan. Selanjutnya hasil penelitian Sutyarso (1992), ternyata bahwa buah pare

yang juga mengandung saponin dari golongan glikosida triterpen, dapat

menghambat pertumbuhan sel germinal pada tingkat awal in vivo. Saponin

merupakan senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan, bersifat

seperti sabun yang mampu merenggangkan membran sel dengan

menghemolisis sel darah merah

Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan keracunan ditentukan

oleh dosis dan cara pemberian. Dosis menentukan apakah suatu zat kimia

adalah racun. Hal ini digunakan sebagai dasar penilaian toksikologis suatu zat

kimia (Indriyati, 2004).

Menurut Lu (1995), beberapa zat kimia dapat menggangu sistim

reproduksi hewan jantan melalui mekanisme yang berbeda-beda di antaranya

menyebabkan gangguan pada proses spermatogenesis yaitu spermatozoa cacat,

tidak aktif bahkan mati (Gambar 43). Selanjutnya Nita (2002) menyatakan bahwa

bahan aktif yang mempengaruhi fertilitas umumnya mempunyai sifat

Page 165: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

167

menghambat spermatogenesis dengan cara merusak sel spermatogenik ataupun

prekursornya sehingga akan menyebabkan spermatozoa yang diproduksi testis

menjadi berkurang. Sifat lainnya adalah mengganggu aktivitas hormon dan

mengganggu maturasi spema yang terjadi di epididimis. Tingginya konsentrasi

testosterone akan berefek umpan balik negative ke hipofisis yaitu tidak

melepaskan FSH atau LH, sehingga akan menghambat spermatogenesis.

Penurunan tingkat fertilitas tikus karena menurunnya kualitas sperma.

Tingkat fertilitas tikus jantan menurun karena adanya penurunan motilitas dan

peningkatan jumlah sperma yang abnormal . Pada tikus, motilitas sperma sangat

mempengaruhi keberhasilan sterilisasi. Itulah sebabnya menurunnya motilitas

sperma ditambah dengan adanya peningkatan jumlah sperma abnormal. Selain

itu juga penurunan kualitas sperma kemungkinan disebabkan oleh gangguan

hormonal. Menurut Sri Nita (2003), fertilitas pada hewan mamalia jantan non-

primata sangat tergantung pada hormone testosterone, sehingga menurunnya

fertilitas dapat terjadi karena penurunan sintetis hormon testosteron. Menurunnya

konsentrasi testosterone ini karena terjadi penghambatan terhadap fungsi

hipofisa. Penurunan sintesis testosterone dapat juga disebabkan oleh aktivitas

biologis senyawa aktif yang terkandung pada tanaman.

Secara umum, usaha untuk mendapatkan bahan kontrasepsi adalah

usaha untuk mencegah kehamilan, sedangkan secara biologis adalah usaha

pencegahan terjadinya fertilisasi sel telur oleh spermatozoa. Obat kontrasepsi

mempengaruhi pada tiga bagian proses reproduksi pria yaitu proses maturasi

sperma dan transportasi sperma. Sedangkan kontrasepsi yang mempengaruhi

proses reproduksi wanita antara lain menghambat ovulasi, dan penghambat

penetrasi sperma. Fertilisasi dapat dicegah jika spermatozoa tidak ada, menurun

kualitasnya, atau dihambat potensinya.

Belum diketahui secara pasti tentang pengaruh ekstrak biji pinang yaki

terhadap fertilitas tikus jantan, tetapi tampaknya penurunan kualitas spermatozoa

sebagai akibat dari senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak biji

pinang yaki. Hal ini erat kaitannya dengan menurunnya jumlah, motilitas, serta

bentuk normal spermatozoa. Ditinjau dari zat aktif yang dikandungnya (alkaloid,

flavonoid,saponin, tannin, steroid) pinang yaki dapat digunakan untuk

mendukung penggunaan tanaman sebagai kontrasepsi. Namun senyawa-

senyawa aktif tersebut di atas perlu diteliti lebih lanjut karena khasiatnya sering

tidak sesuai dengan senyawa yang dikandungnya, terutama pada tanaman lain

Page 166: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

168

dengan kandungan yang sama. Penggunaan kontrasepsi asal tanaman perlu

diperhatikan sifat merusak atau pengaruhnya terhadap sistem reproduksi pria

maupun wanita. Sebaiknya digunakan tanaman-tanaman yang pengaruhnya

terhadap sistem reproduksi yang sifatnya sementara (reversible) yaitu bila obat

tidak digunakan lagi, sistem reproduksinya normal kembali, sehingga tidak terjadi

kemandulan.

Page 167: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Gambar 2) sedangkan peta zonasi

169

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Pemberian

ekstrak biji pinang yaki pada tikus jantan menurunkan jumlah spermatozoa,

motilitas, serta mempengaruhi bentuk normal spermatozoa tetapi tidak

berpengaruh terhadap berat badan dan berat testis tikus jantan strain Spraque –

Dawley (SD)

SARAN

Perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari dosis efektif yang menyebabkan

infertilitas pada tikus jantan strain Spraque – Dawley (SD).