GAMBARAN DEMOGRAFI PENDERITA PENYAKIT PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK DENGAN STATUS GIZI LEBIH DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2013-2014 Laporan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Disusun oleh: Noor Shabrina 1112103000086 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015
83
Embed
GAMBARAN DEMOGRAFI PENDERITA PENYAKIT … · sirosis.1 Spektrum dari perlemakan hati terbagi menjadi perlemakan hati non alkoholik (PHNA) dan steatohepatitis non alkoholik (SHNA)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GAMBARAN DEMOGRAFI PENDERITA PENYAKIT PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK
DENGAN STATUS GIZI LEBIH DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2013-2014
Laporan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh:
Noor Shabrina
1112103000086
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015
! v!
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan pemilik
semesta alam, karena hanya dengan rahmat, hidayah dan ridho-NYA penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “GAMBARAN DEMOGRAFI
PENDERITA PENYAKIT PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK
DENGAN STATUS GIZI LEBIH DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2013-2014”
ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penelitian ini turut dibantu oleh
berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ini menyampaikan rasa terima kasih yang tidak
terhingga kepada:
1. Dr. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH selaku dosen pembimbing 1 yang telah
banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing peneliti dari awal hingga akhir terselesaikannya penelitian ini.
4. dr. D. A. Woro Setyaningrum, M. Biomed selaku dosen pembimbing 2 yang
telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing peneliti dari awal hingga akhir terselesaikannya penelitian ini.
5. dr. Edi Mulyana, SpPD-KGEH selaku dosen penguji yang telah menyediakan
waktu dan tenaga untuk menguji, mengarahkan serta memberikan masukan
untuk penelitian ini.
6. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku dosen penguji yang telah menyediakan
waktu dan tenaga untuk menguji, mengarahkan serta memberikan masukan
8. Mahfudz Ali dan Yuni Prihatini selaku orang tua penulis yang telah tanpa lelah
memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta kakak dan adik tercinta
Tetta Migota dan Omar Muhammad serta Noor Fadhillah yang selalu menjadi
motivasi demi terselesaikannya laporan penelitian ini.
9. Kawan-kawan seperjuangan riset Hylman Mahendra dan Nadya Magfira yang
sejak awal hingga akhir terselesaikannya penelitian ini selalu membantu ketika
sedang mengalami kebuntuan hingga mendapatkan pencerahan serta selalu
menemani dalam suka maupun duka.
10. Seluruh sahabat dan teman–teman Program Studi Pendidikan Dokter 2012
termasuk didalamnya teman-teman CSSMORA seperjuangan serta seluruh staf
pengajar Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat, 29 September 2015
Noor Shabrina
! vii!
ABSTRAK
Noor Shabrina. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran Demografi Penderita Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Status Gizi Lebih di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014. Latar Belakang: Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik (PPHNA) merupakan penyakit hati kronik pada penderita yang tidak mengkonsumsi alkohol dan menjadi masalah kesehatan diberbagai negera. PPHNA melibatkan sindroma metabolik sebagai faktor resiko utamanya termasuk obesitas. Jumlah kasus PPHNA meningkat pada pasien dengan obesitas sebesar 60-80%. Tujuan penelitian ini mengetahui gambaran kejadian penyakit perlemakan hati non alkoholik dengan Status Gizi Lebih. Metode: Penelitian menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross sectional deskriptif, data diperoleh dari rekam medis pasien yang terdiagnosa PPHNA dengan status gizi lebih di RSUP Fatmawati secara total sampling dengan jumlah sampel sebesar 50 sampel. Hasil: Frekuensi pasien PPHNA yang memiliki status gizi lebih di RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 adalah 71,42%. Berdasarkan IMT didapatkan overweight 26%, obesitas I 52% dan obesitas II 22%. Berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada perempuan 54%, kelompok usia terbanyak >45-55 tahun 44%, riwayat pendidikan terbanyak pada perguruan tinggi 48% dan pekerjaan tertinggi ibu rumah tangga 32%. Kata kunci : Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik, Status Gizi Lebih.
ABSTRACT
Noor Shabrina. Medical Education Program. Dermograpic Characteristic of Patient Non Alcoholic Fatty Liver Disease with Overnutrition in General Hospital Center Fatmawati from 2013 to 2014. Background: Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) is a chronic liver disease in patients who do not consume alcohol and become an important health issue in many countries. NAFLD involving the metabolic syndrome as the main risk factors, including obesity. NAFLD number of cases increased in obese patients by 60-80%. The aim of the study to find the incidence description of non alcoholic fatty liver disease with risk factors of obesity. Methods: The study used observational method with cross sectional descriptive, the data obtained from the medical records of patients diagnosed with NAFLD with overnutrition in general hospital centers Fatmawati through total sampling with a sample size of 50 samples. Result: The frequency of NAFLD patients who overnutrition in Fatmawati Hospital in 2013-2014 was 71.42%. Based on the BMI obtained overweight 26%, obesity I 52% and obesity II 22%. Based on the sex highest in women 54%, age group the largest >45-55 years 44%, education history most in college education 48% and the highest job in housewives 32%. Keywords : Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD), Overnutrition.
! viii!
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .............................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ............................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................ xiv
BAB 1: PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Masalah Penelitian ........................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................... 3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... 69
! xi!
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Daftar Tabel Tabel 2.1 Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik dan Definisi Terkait ... 5
Tabel 2.2 Penyebab Utama pada Steatosis Hepatik Sekunder …………….. 6
Tabel 2.3 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik pada Populasi
Resiko Tinggi Di Regional Asia Pasifik ………………………… 8
Tabel 2.4 Kondisi dan Faktor Resiko Terkait dengan Perlemakan Hati …... 8
Tabel 2.5 Kriteria Eksklusi Perlemakan Hati Non Alkoholik …………….. 18
Tabel 2.6 SHNA Sistem Skoring Berdasarkan Histologis ………………… 20
Tabel 2.7 Tes Diagnostik Untuk Penyakit Perlemakan Hati ……………… 21
Tabel 2.8 Prevalensi Perjalanan Perkembangan PPHNA Menjadi SHNA dan
Sirosis pada Berbagai Populasi yang Diteliti …………………. 24
Tabel 2.9 Hormon dan Adipokin yang Disekresikan oleh Jaringan Adiposa 28
Tabel 2.10 Contoh Neuropeptida yang Berpengaruh dalam Kebiasaan Makan 29
Tabel 2.11 Klasifikasi Berat Badan Berlebih dan Obesitas Berdasarkan IMT
Menurut Kriteria Asik Pasifik ………………………………... 32
Tabel 2.12 Klasifikasi Berat Badan Berlebih dan Obesitas Berdasarkan IMT
serta Lingkar Perut Menurut Kriteria Asik Pasifik ……………. 32
Tabel 2.13 Komplikasi yang Mungkin Terjadi Akibat Obesitas Diberbagai
Sistem …………………………………………………………. 33
Tabel 4.1 Gambaran Pasien PPHNA dengan Status Gizi Lebih Tahun 2013-2014
di RSUP Fatmawati Berdasarkan Karakterisitik Indeks Massa Tubuh
(IMT) ………………………………………………………... 50
Tabel 4.2 Gambaran Pasien PPHNA dengan Status Gizi Lebih Tahun
2013-2014 di RSUP Fatmawati Berdasarkan Jenis Kelamin dan
Umur …………………………………………………………. 51
Tabel 4.3 Gambaran Pasien PPHNA dengan Status Gizi Lebih
Tahun 2013-2014 di RSUP Fatmawati Berdasarkan Tingkat
Pendidikan dan Pekerjaan …………………………………. .. 53
! xii!
Daftar Gambar
Gambar 2.1 (a) Tradisional 2-hit hipotesis (b) Modifikasi 2-hit hipotesis…. 10
Gambar 2.1 (c) Third Hipotesis…………………………………………….. 11
Gambar 2.2 Mekanisme Akumulasi Lemak di Hepar………………………. 12
Gambar 2.3 Patogenesis SHNA serta Perkembangannya Menjadi Sirosis dari
Berbagai Mekanisme………………………………..………… 15
Gambar 2.4 Pendekatan Diagnosis Perlemakan Hati……………………… 22
Gambar 2.5 Perjalanan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik……….. 23
Gambar 2.6 Kontrol Neuroendokrin dalam Asupan Makan; Leptin dan Insulin
Menurunkan Nafsu Makan dan Meningkatkan Rasa Kenyang… 27
Gambar 2.7 Metabolisme Lemak dihati……………………………………... 37
! xiii!
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian dan Anggaran Penelitian
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dan Kajian Etika Penelitian
Lampiran 3. Hasil Analisis Data
Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup
! xiv!
DAFTAR ISTILAH
ALT : Alanine aminotransferase
Apo-b : Apolipoprotein B
AST : Aspartate aminotransferase
CT scan : Computerized tomography scan
DM : Diabetes mellitus
DNL : De novo lipogenesis
FFA : Free Fatty Acid
GD2PP : Gula darah 2 jam post prandial
GDP : Gula darah puasa
GGT : Gamma glutamyl transpeptidase
HDL : High density lipoprotein
HIV : Human immunodeficiency virus
IL : Interleukin
IMT : Indeks massa tubuh
LDL : Low density lipoprotein
MRI : Magnetic resonance imaging
MTP : Mikosomal transfer protein
NAFLD : Non alcoholic fatty liver disease
NASH : Non-alcoholic steatohepatitis
NFkβ : Nuklear factor kappa B
PHNA : Perlemakan hati non alkoholik
PPHNA : Penyakit perlemakan hati non alkoholik
ROS : Reactif oxygen species
SHNA : Steatohepatitis non alkoholik
TAG : Trigliserida
TNF-α : Tumor necrosis factor alpha
USG : Ultrasonografi
VLDL : Very low density lipoprotein
! 1!
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit perlemakan hati non alkoholik (PPHNA) atau non alcoholic fatty
liver disease (NAFLD) merupakan penyakit hati kronik yang terjadi pada
penderita yang tidak mengkonsumsi alkohol, yang melibatkan peran resistensi
insulin dan stres oksidatif dalam patogenesisnya serta dapat berakhir menjadi
sirosis.1 Spektrum dari perlemakan hati terbagi menjadi perlemakan hati non
alkoholik (PHNA) dan steatohepatitis non alkoholik (SHNA) yang hanya dapat
dibedakan secara histologis.2,3 Penyakit perlemakan hati non alkoholik merupakan
steatosis (perlemakan) tanpa inflamasi dari hepatosit, sedangkan SHNA adalah
steatosis disertai peradangan hepatosit dengan atau tanpa fibrosis.2
Prevalensi kejadian PPHNA di populasi umum dari berbagai negara
adalah 10-24%.4 Di Eropa, prevalensi PPHNA berdasarkan ultrasonografi adalah
20-30%, dan 16% diantara kejadian tersebut terjadi pada orang tanpa risiko
sindroma metabolik.3 Di Inggris kasus penyakit hati kronik 39% nya adalah
PPHNA, menjadikan perlemakan hati sebagai penyebab utama kejadian penyakit
hati kronik di negara barat.3 Untuk Asia berdasarkan yang diteliti, 18-28% angka
prevalensi di Asia timur serta 10% untuk Asia selatan.4,5 Penyakit perlemakan hati
non alkoholik di Indonesia didapatkan dari sebuah penelitian di pinggiran kota
Jakarta yaitu 30,6% dan insidensi terbanyak pada usia pertengahan yaitu 37,2%.6
Prevalensi perlemakan hati meningkat sejalan dengan peningkatan umur,
dengan insidensi tertinggi laki-laki usia 40 sampai dengan 65 tahun.3 Namun
penyebab utama peningkatan prevalensi perlemakan hati adalah faktor metabolik
seperti obesitas, diabetes melitus tipe II (DM II), dislipidemia dan hipertensi
arterial.2,3 Dari faktor metabolik tersebut obesitas dan DM II memiliki angka
kejadian paling tinggi pada penderita PPHNA, yaitu obesitas sebanyak 60-80%
dan sebanyak 60% DM II.4,5 Namun obesitas dalam berbagai derajat, sering kali
dikatakan sebagai satu-satunya kondisi yang paling sering ditemukan pada pasien
PPHNA.4,7 Oleh karena itu penurunan berat badan pada pasien PPHNA saat ini
menjadi fokus penelitian.7
! 2!
Di Amerika Serikat dan negara berkembang pada 10-15 tahun terakhir
kejadian PPHNA semakin meningkat karena terdapat pula peningkatan faktor
metabolik terutama obesitas yang terjadi pada semua golongan umur.4 Prevalensi
peningkatan angka kejadian obesitas di dunia yaitu dari tahun 1980 hingga 2013
adalah 28,8% menjadi 36,9 untuk laki-laki, serta 29,8% menjadi 38% untuk
perempuan.8 Sedangkan di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013,
prevalensi nasional status gizi lebih pada dewasa lebih dari 18 tahun yaitu 13,5%
untuk overweight dan 15,4% untuk obesitas, serta menurut jenis kelamin 19,7%
untuk laki-laki terdapat peningkatan jika dibandingkan 2010 sebesar 7,8% dan
32,9% untuk perempuan yang asalnya pada tahun 2010 sebesar 15,5%. Presentase
obesitas berdasarkan provinsi terendah yaitu Nusa tenggara timur (6,2%) dan
tertinggi Sulawesi utara (24%), sedangkan DKI Jakarta menduduki posisi ketiga
sebagai provinsi dengan angka kejadian tertinggi obesitas di Indonesia.9 Di
Indonesia kecenderungan peningkatan angka kejadian obesitas dari tahun 2007,
2010 hingga 2013 berdasarkan data Riskesdas tahun 2014 namun belum terdapat
data yang pasti mengenai prevalensi peningkatan obesitas tersebut.9 Menurut
WHO di tahun 2015 akan terdapat peningkatan yang lebih signifikan untuk angka
kejadian obesitas, hal tersebut menyebabkan obesitas menjadi salah satu dari
sepuluh masalah kesehatan di dunia. Faktor metabolik berhubungan erat dengan kejadian perlemakan hati
disebabkan oleh peningkatan kadar dari trigliserida dan LDL yang mampu berdiri
sendiri atau berkombinasi.4,10 Mekanisme secara pasti belum diketahui, namun
patogenesis yang dipahami saat ini adalah resisten insulin dan obesitas viseral
mempengaruhi masuknya asam lemak bebas ke hepar, yang mengakibatkan
peningkatan sintesis trigliserida dan penurunan ekspor trigliserida. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya steatosis (akumulasi lemak) hati tanpa inflamasi. Pada
tahap ini, dikatakan bahwa pasien memiliki kondisi perlemakan hati yang relatif
ringan.7,11 Hingga saat ini perlemakan hati penting untuk menjadi pembahasan
karena prevalensi kejadian PPHNA ini terus meningkat dan berpotensi untuk
berkembang menjadi sirosis hati dan hepatoma.12
Di Indonesia sendiri belum ada data yang menunjukan secara pasti angka
! 3!
kejadian perlemakan hati pada populasi umum khususnya di Jakarta, terutama
pada pasien dengan status gizi lebih. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
gambaran demografi penderita penyakit perlemakan hati non alkoholik dengan
status gizi lebih di RSUP Fatmawat sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan
untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap pasien dengan status gizi lebih yang
dapat menjadi faktor risiko kejadian PPHNA.
1.2 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, permasalahan yang dibahas adalah
bagaimanakah gambaran demografi penderita penyakit perlemakan hati non
alkoholik dengan status gizi lebih?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran demografi kejadian penyakit perlemakan
hati non alkoholik dengan status gizi lebih.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran penyakit perlemakan hati non alkoholik di
poliklinik rawat bangsal ataupun rawat jalan bagian penyakit dalam
di RSUP Fatmawati tahun 2013-2014, berdasarkan:
a. Kategori status gizi lebih
b. Karakteristik dermografis
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti
1.4.1.1 Menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana kedokteran di FKIK UIN Syarief
Hidayatullah Jakarta.
! 4!
1.4.1.2 Menjadi salah satu bentuk perwujudan penelitian
dalam melaksanakan kewajiban mahasiswa Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
1.4.2 Manfaat penelitian bagi Perguruan Tinggi
1.4.2.1 Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syraief
Hidayatullah Jakarta di bidang kedokteran.
1.4.2.2 Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai penyakit perlemakan hati non
alkoholik di masa depan.
1.4.3 Manfaat bagi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta
1.4.3.1 Menjadi dasar untuk peningkatan kewaspadaan
terhadap kejadian penyakit perlemakan hati non
alkoholik pada pasien yang memiliki status gizi
lebih.
1.4.3.2 Menjadi dasar untuk data gambaran secara
dermografis dari penyakit perlemakan hati non
alkoholik
! 5!
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit perlemakan hati non alkoholik (PPHNA) atau Non alkoholik fatty
liver disease (NAFLD)
2.1.1 Definisi
Penyakit perlemakan hati non alkoholik (PPHNA) adalah akumulasi lipid
di dalam hepatosit yang melebihi 5% dari berat hati tanpa adanya asupan etanol
yang berlebihan (secara konvensional didefinisikan 20g/hari) dan tanpa penyebab
penyakit hati lain.1 Perlemakan hati non alkoholik menjadi istilah yang sering
digunakan mengacu kepada spektrum luas dari kerusakan hati, dimulai dari
gangguan hati yang ditandai oleh mikrovascular lemak hati saja disebut dengan
steatosis sederhana atau bisa disertai dengan tanda-tanda cedera hepatosit,
infiltrasi sel radang campuran, dan variabel fibrosis hati yang di sebut dengan
steatohepatitis non alkoholik (SHNA).14,15 Steatohepatitis non alkoholik dapat
menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler.14 Dalam tabel 2.1 dijelaskan
mengenai definisi terkait dengan PPHNA.
Tabel 2.1 Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik dan Definisi Terkait2
Penyakit Definisi Nonalcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)
Mencakup seluruh spektrum penyakit perlemakan hati pada individu tanpa konsumsi alkohol, mulai dari perlemakan hati sederhana hingga steatohepatitis dan sirosis.
Nonalcoholic Fatty Liver (NAFL)
Keadaan steatosis hati tanpa adanya bukti cedera hepatoseluler dalam bentuk pembengkakan hepatosit atau fibrosis, dan memiliki resiko sirosis dan kegagalan hati yang minimal.
Nonalcoholic steatohepatitis (NASH)
Keadaan steatosis hati dan peradangan dengan cedera hepatosit (pembengkakan) dengan atau tanpa fibrosis, hal ini dapat berkembang menjadi sirosis, gagal hati, dan kanker hati namun masih jarang.
! 6!
Sirosis NASH
Keadaan sirosis yang dibuktikan dari hasil histologis dengan keadaan sebelumnya steatosis atau steatohepatitis.
Sirosis kriptogenik
Keadaan sirosis tanpa etiologi yang jelas, pasien dengan sirosis kriptogenik sangat berhubungan erat dengan faktor resiko metabolik.
NAFLD Activity Score (NAS)
Skor yang digunakan untuk mengukur perubahan hsitologi hati pada pasien dengan perlemakan hati dalam uji klinis, komposisi yang mampu ditimbang yaitu skor steatosis, peradangan dan pembengkakan.
Berdasarkan penyebab PPHNA dapat disebabkan oleh makro atau
mikrovascular dijelaskan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Penyebab Utama pada Steatosis Hepatik Sekunder16
Macrovascular steatosis Microvascular steatosis Konsumsi alkohol yang
berlebihan Hepatitis C Penyakit Wilson Kelaparan Nutrisi parenteral Lipodistrofi Abetaliprproteinemia Obat-obatan (seperti : amiodarone, methotrexate, tamoxifen, kortikosteroid)
Sindrom reye Penyakit perlemakan hepar karena kehamilan Obat-obatan (valproate, obat anti retroviral) Sindrom HELLP Inborn errors of metabolism (contoh; defisiensi LCAT, kolesterol ester storage disease, penyakit wolman)
2.1.2 Epidemiologi
Penyakit perlemakan hati non alkoholik (PPHNA) terjadi di seluruh dunia,
prevalensi global yaitu 10-24% dari seluruh populasi. Angka prevalensi yang
berbeda-beda dari tiap negara sesuai dengan letak geografis dan gaya hidup.22
Penyakit ini mengenai semua grup ras dan etnik; Afrika Amerika memiliki
prevalensi lebih rendah dibandingkan Hispanic Eropa.19,22 Prevalensi PPHNA di
! 7!
berbagai negara, yaitu negara barat 15-30% khususnya 25% di Amerika dan 30%
di Italia, lalu regio Asia Pasifik untuk Jepang 9-10%, China 5-24%, India 5-28%,
Malaysia 15-17% dan Indonesia 30%.17,18,19
Penyakit perlemakan hati non alkoholik telah terbukti menjadi penyebab
peningkatan aminotransferase dalam 42-90% kasus tanpa gejala klinis lainnya
serta mengeksklusi penyebab penyakit hati lainnya.20 Hubungan antara PPHNA
dengan obesitas, dislipidemia dan diabetes melitus pun telah dibuktikan di
berbagai penelitian.17 Walaupun obesitas bukan merupakan faktor resiko yang
didiagnosis melalui USG, namun pasien dengan PPHNA dilaporkan memiliki
tingkat lemak tubuh, BMI, lingkar pinggang dan panggul yang lebih tinggi dari
kontrol.17
Prevalensi PPHNA meningkat signifikan dari 57,5% menjadi 74% pada
individu dengan obesitas.20 Di Amerika Serikat diperkirakan PPHNA
mempengaruhi lebih dari dua pertiga dari populasi individu dengan obesitas,
sedangkan untuk SHNA ditemukan 19%.20 Selanjutnya sepertiga dari penduduk di
AS menderita diabetes melitus juga terdiagnosis terkena PPHNA.20 Untuk
prevalensi populasi risiko tinggi ini di regio asia pasifik juga memiliki angka yang
cukup tinggi terdapat dalam tabel 2.3.21 Sangat dimungkinkan bahwa terjadi
peningkatan prevalensi PPHNA di negara maju dan berkembang sejalan dengan
lonjakan angka kejadian obesitas dan diabetes yang telah terjadi bahkan pada
semua kelompok umur.20
Tabel 2.3 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik pada Populasi
Resiko Tinggi Di Regional Asia Pasifik21
Negara Diabetes (%) Obesitas (%) Dislipidemia (%) Japan 40-50% 50-80% 42-58% China 35% 70-80% 57% Korea 35% 10-50% 26-35% India 30-90% 15-20% belum terdapat
laporan Indonesia ~52% ~47% ~56%
! 8!
2.1.3 Faktor Risiko
Dalam tabel 2.4 disebutkan berbagai kondisi dan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian PPHNA. Tabel 2.4 Kondisi dan Faktor Resiko Terkait dengan Perlemakan Hati18,20,22,23
Abetalipoproteinemia Penyakit Weber–Christian Galaktosemia Limb lipodystrophy Penyakit penyimpan glikogen tipe 1 Penyakit Wilson Tyrosinemia Defisiensi carnitine sistemik Sindrom Refsum
Nutrisi/intestinal Operasi
Jejunoileal bypass Gastroplasty untuk obesitas morbid Biliopancreatic diversion Extensive small bowel resection
Nutrisi total parenteral Penurunan berat badan cepat Kelaparan dan cachexia Malnutrisi kalori protein: marasmus dan kwashiorkor Inflammatory bowel disease Jejunal diverticulosis with bacterial overgrowth
! 9!
Obat dan Toksin
Amiodarone Methotrexate Tamoxifen/estrogens sintetik Glukokortikoid Analog nukleosida Calcium channel blockers Perhexiline maleate Phosphorus Organic solvents Petrochemicals Dimethylformamide Rapeseed oil
Umur
Pucak insidensi pada 20-65 tahun, namun juga terjadi pada anak <10 tahun
Gaya hidup Kurang berolahraga
Etnik
Resiko tertinggi pada Hispanik dan Asia serta rendah pada Afrika dan Amerika
Faktor lain
Hepatitis B/C Wanita dengan sindrom polikista ovarium
2.1.4 Patogenesis
Teori kejadian PPHNA didasari oleh '2 hit hipotesis' pada gambar 2.1.a.
'First hit' berupa akumulasi trigliserida di hepatik disebut dengan steatosis,
sedangkan peningkatan kerentanan hati untuk mengalami cedera dimediasi oleh
'second hit' seperti sitokin inflamasi atau adipokin, disfungsi dari mitokondria dan
stres oksidatif yang dapat menyebabkan steatohepatitis atau fibrosis. Namun,
peningkatan asam lemak bebas juga berperan secara langsung terhadap kejadian
cedera hati, menyebabkan modifikasi teori ini pada gambar 2.1.b. 18
! 10!
Pada kejadian obesitas dan resistensi insulin terjadi peningkatan masukan
asam lemak bebas ke hati. Asam lemak bebas ini mengalami β-oksidasi atau
esterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida yang mengakibatkan
penumpukan lemak di hati. Namun sekarang telah dibuktikan bahwa substansi
dari asam lemak bebas secara langsung dapat menyebabkan efek toksik dengan
cara meningkatkan stres oksidatif dan aktivasi jalur inflamasi. Oleh karena itu
akumulasi trigliserida di hati dianggap sebagai mekanisme perlindungan terhadap
efek toksik dari asam lemak bebas yang tidak teresterifikasi.18
Gambar 2.1. (a) Tradisional 2-hit Hipotesis (b) Modifikasi 2-hit Hipotesis18
! 11!
Selanjutnya terdapat komponen tambahan mengenai 'third hit' yaitu
mencerminkan regenerasi hepatosit yang tidak adekuat dalam gambar 2.1.c. Pada
hati yang normal, kematian sel menstimulasi replikasi hepatosit yang matur
menggantikan sel-sel yang mati dan menyusun kembali fungsi jaringan normal.
Namun stres oksidatif merupakan patogenesis utama dalam kejadian perlemakan
hati, dengan menghambat replikasi dari hepatosit yang matur yang menghasilkan
perluasan sel progenitor hati (sel oval). 18
Pada kejadian cedera hati kronik, perkembangan fibrosis atau sirosis
bergantung dengan kemampuan regenerasi hepatosit, dan oleh karena itu kematian
sel dengan gangguan proliferasi hepatosit progenitor diusulkan sebagai 'third hit'
di dalam patogenesis PPHNA.18
I. Akumulasi Lemak (steatosis)
Perlemakan hati non alkoholik (PPHNA) dideskripsikan sebagai
akumulasi trigliserida, yang terbentuk dari esterifikasi asam lemak bebas dan
gliserol dalam hepatosit. Asam lemak bebas muncul dalam hati dari tiga sumber
yang berbeda, lipolisis yaitu hidrolisis asam lemak bebas dan gliserol dari
trigliserida dalam jaringan adiposa, sumber makanan, dan de novo lipogenesis
Gambar 2.1. (c) Third Hipotesis18
! 12!
(DNL). Sebaliknya asam lemak bebas dapat digunakan melalui b-oksidasi,
reesterifikasi untuk trigliserida dan penyimpanan sebagai droplet lipid, dan di
ekspor sebagai VLDL (very low density lipoprotein). Oleh karena akumulasi
lemak dapat terjadi akibat peningkatan sintesis lemak, dan atau penurunan
oksidasi lemak, seperti tampak pada gambar 2.2.18
Trigliserida bisa diekspor dari hati dalam bentuk VLDL, yang dibentuk
dari penggabungan trigliserida dalam apolipoprotein B (apoB) oleh mikrosomal
transfer protein (MTP). Perubahan yang meyimpang dari sintesis dan sekresi MTP
atau apoB dianggap sebagai patogenesis yang berperan dalam PPHNA karena
mengarah kepada penurunan kapasitas dalam ekspor lemak.18
II. Resistensi Insulin
Pada individu yang normal, pengikatan insulin dengan reseptor
menyebabkan fosforilasi beberapa substrat termasuk insulin reseptor substrat
(IRS) -1,-2,-3 dan -4 yang menyebarkan sinyal insulin. Stimulasi insulin dari IRS
-1 dan -2 menyebabkan aktivasi dari fosfoinostida-3 kinase (PI3) intrasel dan jalur
AKT/PKB (protein kinase B), yang sangat erat terlibat dalam mediasi efek
metabolik insulin. Aktivasi dari AKT/PKB menyebabkan translokasi transporter
glukosa (GLUT4), yang mengandung vesikel dengan membran plasma sehingga
memudahkan penyerapan glukosa. Selain itu ekspresi gen lipogenik meningkat,
Gambar 2.2 Mekanisme Akumulasi Lemak di Hepar18
! 13!
terjadi bersamaan dengan penurunan dalam ekspresi gen glukoneogenik melalui
Insulin memiliki kemampuan untuk menekan lipolisis dalam jaringan
adiposa, namun dalam situasi resistensi insulin, seperti perlemakan hati
penekanan ini terganggu sehingga mengakibatkan peningkatan pemasukan asam
lemak bebas dari jaringan adiposa. Kondisi hiperinsulinemia berkaitan dengan
resistensi insulin menyebabkan peningkatan regulasi faktor transkripsi strerol
regulator element binding protein 1-c (SREBP-1c) yang merupakan kunci dari
transkripsi pengatur gen yang terlibat dalam DNL dan penghambatan β-oksidasi
dari asam lemak bebas yang menyebabkan semakin meningkatnya akumulasi
lemak dihati.18
Banyak kelainan yang terjadi pada perlemakan hati yang mengganggu
kaskade sinyal insulin, sehingga berkontribusi dalam restensi insulin, termasuk
asam lemak bebas, tumor nekrosis faktor-alfa (TNF-a), nuklear factor kappa B
(NF-kB), ceramide, jun N-terminal kinase 1 (JNK1), SOCS (suppressors of
cytokine signalling) dan sitokrom CYP2E1. Peningkatan metabolit lemak seperti
diasilgliserol (DAG) terlibat dalam protein kinase Ce (PKCe) yang mengganggu
sinyal insulin melalui penghambatan aktivitas dan modullasi IRS-2 fosforilasi. 18
III. Inflamasi/stetatohepatitis
1) Sitokin Inflamasi dan Asam lemak bebas
Kejadian steatosis erat kaitannya dengan peradangan hati kronis, yang
dimediasi oleh aktivasi jalur sinyal Ikk-b/NF-kB. Pada steatosis diet tinggi lemak,
terjadi melalui aktivitas NF-kB yang berkaitan degan peningkatan ekspresi sitokin
inflmasi di hati seperti TNF-a, interleukin- 6 (IL-6), interleukin 1-beta (IL-1b),
dan aktivasi sel kuppfer. Penghambatan NF-kB di hati mencegah diet tinggi lemak
menginduksi ekspresi gen inflamasi, sedangkan diet tinggi lemak yang diinduksi
oleh hiperglikemia dan resistensi insulin dapat dihasilkan dari ekpresi berlebihan
Ikk-b di hepatosit. 18
Jalur Ikk-b/NF-kB di hepatosit dapat diaktivasi secara langsung oleh asam
lemak bebas, mejelaskan mekanisme lebih lanjut bagaimana obesitas sentral
dengan peningkatan masukan asam lemak bebas dapat berkontribusi untuk
peradangan. Selain itu, perubahan asam lemak bebas menjadi triglserida di hati
! 14!
berfungsi sebagai pelindung untuk mencegah toksisitas lipoprotein secara
langsung di hati. Penghambatan DGAT2 yaitu enzim yang mengkatalis langkah
terakhir dalam sintesis trigliserida, mengakibatkan peningkatan steatosis hati dan
resistensi insulin namun sudah mengarah ke cedera dan fibrosis.18
2) Adipokin
Jaringan adiposa bukan hanya sebagai tempat penyimpanan energi tapi
juga merupakan organ endokrin yang aktif mengeluarkan sekret. Leptin adalah
hormon berukuran 16kDa yang diproduksi oleh adiposit matur yang bertindak
dalam pengaturan pemasukan dan pengeluaran energi, regulasi kekebalan tubuh,
dan peradangan serta fibrinogenesis. Kadar leptin yang tinggi dapat diamati pada
pasien obesitas dengan PPHNA, yang umumnya dianggap sebagai bagian dari
resistensi leptin. Hal ini membuktikan bahwa leptin kemungkinan memiliki peran
dalam patogenesis PPHNA.18
Berbeda dengan leptin, sekresi dan kadar adiponektin dalam sirkulasi
berbanding terbalik dengan kadar lemak tubuh dan berkurang pada pasien dengan
PPHNA. Adiponektin memiliki efek berlawanan terhadap TNF-a, yang dengan
sendirinya menekan produksi adiponektin. Pentingnya adiponektin pada PPHNA
diperkuat oleh penelitian yang menunjukan bahwa kadar serum adiponektin dapat
membantu membedakan SHNA dan dengan steatosis sederhana. Komponen
jaringan adiposa lainnya dapat ditemukan lebih dalam perlemakan hati termasuk
TNF-a, IL-6, angiotensinogen dan resistin, yang semuanya itu menentang efek
lipogenik dari insulin, namun perannya dalam patogenesis PPHNA masih harus
ditentukan gambar 2.3.18
! 15!
3) Stres oksidatif dan disfungsi mitokondria
Peran stres oksidatif dan disfungsi mitokondria pada SHNA cukup jelas,
derajat lebih besar dari stres oksidatif mengakibatkan pula keparahan lebih lanjut
dari penyakit. β-oksidasi dalam hati yang normal terjadi di dalam mitokondria,
tetapi dalam konteks perlemakan hati proses ini dapat menjadi akibat peningkatan
beban asam lemak bebas, sehingga menimbulkan reactive oxygen species (ROS).
ROS menginduksi stres oksidatif dengan mengaktivasi jalur inflamasi dan
kerusakan mitokondria. Struktur mitokondria yang tidak normal dan penurunan
aktivitas mitokondria rantai pernapasan telah diamati pada individu dengan
SHNA. Sumber potensial dari ROS diamati pula pada individu dengan SHNA
merupakan akibat dari peningkatan ekspresi dan aktivasi dari asam lemak
mikrosomal hati oksidari enzim sitokrom P450 2E1. Yang penting, transgenik
over ekspresi aktivitas CYP2E1 dikaitkan dengan stress oksidatif, resistensi
insulin dan akumulasi lemak dihati.18
4) Stres retikulum endoplasmik dan pertumbuhan bakteri berlebih
Mekanisme lain yang terlibat dalam patogenesis SHNA adalah stres
retikulum endoplasmik dan usus yang diturunkan endotoxinaemia. Tekanan
terhadap retikulum endoplasmik disebabkan oleh berbagai tekanan biologis,
termasuk di dalamnya hiperinsulinemia dan hiperlipidemia yang dapat
Gambar 2.3 Patogenesis SHNA serta Perkembangannya Menjadi Sirosis dari Berbagai Mekanisme18
! 16!
mengaktivasi berbagai jalur yang mengarah ke dalam resistensi insulin,
peradangan, apoptosis dan disfungsi mitokondria. Bukti lain juga menunjukan
bahwa pertumbuhan bakeri berperan dalam patogenesis SHNA. Pertumbuhan
bakteri yang berlebihan menyebabkan produksi etanol dan pelepasan
lipopolisakarida, yang keduanya dapat mengaktifkan produksi TNF-a pada sel
kuppfer dan dengan demikian menyebabkan peradangan hati. Pada usus halus
pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan peningkatan permeabilitas usus lebih
sering ditemukan pada pasien NASH. Hal ini membuktikan terjadinya NASH dan
fibrosis hati sebagai komplikasi operasi bypass jejunoileal.18
5) Glukokortikoid
Glukokortikoid baik yang berasal dari dalam atau luar tubuh diketahui
sebagai penyebab PPHNA. Pasien dengan cushing syndrom, dengan tingkat
glukokortikoid yang tinggi mengembangkan karakteristik fenotip metabolik
seperti obesitas sental, resistensi insulin dan diabetes. Proporsi yang signifikan
dari pasien tersebut juga mengembangkan steatosis hati. Mekanisme glukortikoid
dalam kejadian akumulasi lemak di hati meliputi penghambaan asam lemak b-
oksidasi dan promosi hepatosit DNL. Namun kebanyakan pasien perlemakan hati
memiliki kadar kortisol dalam jumlah normal disirkulasi, menunjukan bahwa
mekanisme jaringan secara spesifik mendorong disfungsi metabolik.18
6) Predisposisi genetik
Meskipun PPHNA umumnya terjadi pada pasien dengan obesitas dan
resistensi insulin, namun hanya sebagian kecil dari pasien PPHNA yang
berkembang menjadi SHNA dan sirosis menunjukan terjadinya interaksi antara
predisposisi genetik dan faktor lingkungan. Polimorfisme gen yang berhubungan
dengan metabolisme lipid, resistensi insulin, stres oksidatif, sitokin atau adipokin
dan fibrogenesis mungkin semua berperan peningkatan kerentanan terhadap
kejadian SHNA. Beberapa penelitian pada SHNA telah mengidentifikasi
polimorfisme di angiotensinogen dan gen TGF-b1 berhubungan dengan fibrosis
hati pada pasien obesitas. Selain itu, single nukleotida polimorfisme dalam
angiotensin II reseptor tipe 1 berhubungan dengan peningkatan risiko perlemakan
hati dan perlemakan hati terkait fibrosis. Untuk gen-gen lain masih diperlukan
! 17!
penelitian lebih lanjut yang kelak berguna bukan hanya dalam patogenesis
melainkan target terapi.18
2.1.5 Diagnosis
i. Gejala
Seperti penyakit hati kronis lainnya, kebanyakan dari pasien PPHNA pada
48-100%nya adalah asimtomatik.24 Perlemakan hati sering kali ditemukan secara
kebetulan pada saat pemeriksaan kesehatan berkala, ditemukan hasil pemeriksaan
laboratorium atau pencitraan hati yang abnormal. Gejala-gejala yang muncul
biasanya tidak spesifik, namun gejala yang paling sering ditemukan seperti nyeri
pada kuadran atas kanan perut, kelelahan dan malaise. Sedangkan untuk gejala
yang jarang ditemukan seperti pruritus, anoreksia dan mual dapat pula terjadi.
Selanjutnya gejala yang muncul pada keadaan perlemakan hati yang telah
berlanjut ke sirosis yang masih terkompensasi dapat ditemukan ikterus,
perdarahan gastrointestinal, dan kebingungan (ensefalopati).20
ii. Tanda
Tidak terdapat tanda patognomonik dari penyakit perlemakan hati non
alkoholik. Obesitas merupakan kelainan yang umum terjadi pada pemeriksaan
fisik terjadi pada 30-100% pasien dan hepatomegali dilaporkan pula pada 75%
pasien dalam berbagai penelitian. Prevalensi hepatomegali meningkat jika dinilai
berdasarkan USG. Kemudian splenomegali tercatat pada 25% pasien, sedangakan
stigmata hipertensi portal lebih jarang terjadi. Dari berbagai stigmata, spider nevi
dan palmar eritema yang paling umum terjadi. 20
iii. Temuan Laboratorium
Peningkatan ringan sampai sedang serum aminotransferase (ALT dan
AST) adalah satu-satunya temuan laboratorium yang paling umum ditemukan
pada pasien perlemakan hati. Tidak terdapat hubungan antara tingginya
peningkatan serum aminotransferase dengan keparahan histologis dari peradangan
atau fibrosis hati. Tidak seperti pada pasien PPHNA yang diindusi alkohol,
peningkatan serum aminotransferase tidak proporsional digambarkan dengan
tingkat AST relatif terhadap tingkat ALT, sedangkan pasien dengan PPHNA
! 18!
biasanya memiliki rasio kurang dari 1 AST / ALT. Rasio AST / ALT cenderung
meningkat dengan terjadinya perkembangan ke arah sirosis, sehingga kehilangan
akurasi diagnostik. Serum alkali fosfatase juga mengalami sedikit peningkatan
pada sepertiga dari pasien. Hiperbilirubinemia, hipoalbuminemia, dan waktu
protrombin yang memanjang juga tercacat jarang serta umumnya terjadi pasien
yang sampai ke tahap gagal hati. Tingginya angka profil lipid dan konsentrasi
glukosa umumnya ditemukan pada 25-75% kasus. Sebagian kecil dari pasien
memiliki antibodi antinuclear (ANA) positif dengan titer rendah (≤1: 320).20
Peran besi dalam patogenesis PPHNA masih kontroversial begitu pula
dengan peningkatan zat besi dihubungkan dengan tingkat keparahan fibrosis.
Namun hasil penelitan menunjukan pada pasien SHNA memiliki temuan
kelebihan zat besi, kemudian dijelaskan peningkatan kejenuhan transferin (dalam
6-11%) dan kadar serum feritin (kira-kira 50%), dan indeks besi hati secara
konsisten <1,9.20
Kejadian PPHNA sangat mungkin terjadi bila penyebab lain dari penyakit
hati sudah di singkirkan. Seperti pada pasien dengan peningkatan ALT tanpa
sebab yang jelas, memiliki kemungkinan terkena perlemakan hati jika gambaran
hasil pencitraan sesuai.20 Oleh karena itu sangat penting untuk menyingkirkan
penyebab sekunder perlemakan hati sehingga diagnosis primer dapat
ditegakkan.20
Tabel 2.5 Kriteria Eksklusi Perlemakan Hati Non Alkoholik25
Kriteria Eksklusi Perlemakan Hati Penjelasan 1. Konsumsi Alkohol Wanita > dari 60 gr/hari atau 420
gr/minggu Laki-laki > 40 gr/hari atau 280 gr/minggu
2.Peningkatan ALT oleh penyebab lain
Pasien dengan riwayat penyakit sistemik yang diketahui menyebabkan perlemakan hati Pasien yang sedang diterapi dengan obat yang dapat meningkatkan ALT dan GGT, termasuk juga obat herbal
3. Penyakit Hati Lain Hepatitis B dan C Penyakit yang jarang terjadi seperti,
! 19!
autoimun, penyakit celiac, gangguan genetik seperti penyakit wilson dan defisiensi alfa-1-antitrypsin Kanker hati Infeksi hepatobilier Penyakit saluran empedu
iv. Pencitraan
Penyakit perlemakan hati non alkoholik harus dicurigai pada mereka yang
memiliki faktor risiko sindroma metabolik seperti obesitas, diabetes tipe 2, dan
dislipidemia.20 Selanjutnya diagnosis dari perlemakan hati bisa dilakukan dengan
beberapa teknik pencitraan non invasif seperti CT scan dan MRI namun sejauh ini
USG yang paling sering digunakan.20,26 Ultrasonografi (USG) memiliki tingkat
sensitivitas 80% dan spesifisitas 99%.17 USG dapat pula digunakan untuk
menentukan derajat keparahan dari steatosis.17 Namun inflamasi dan fibrosis
hanya dapat didiagnosis dengan biopsi hati, suatu tindakan yang invasif.17
Penyakit perlemakan hati non alkoholik dapat didiagnosis oleh terdapatnya
setidaknya dua dari tiga gambaran abnormal pada USG abdomen, termasuk
diantaranya secara difus echotextur hyperechoic (bright liver), peningkatan
echotextur hati dibandingkan dengan ginjal atau limpa, pembuluh darah yang
kabur, dan sinyal yang tertimbun dalam USG.22,25
Pada CT scan gambaran yang terlihat adalah kepadatan parenkim yang
rendah akibat infiltrasi lemak hati. Pada perbandingan langsung antara CT scan
dan USG, USG terbukti lebih sensitif dalam mendeteksi perubahan lemak. Namun
bila perubahan lemak patchy atau fokal, CT scan dan MRI mendeteksi lebih baik
dibandingkan dengan USG. Pencitraan ini tidak cukup sensitif untuk mendeteksi
peradangan hati, fibrosis, atau sirosis. Keadaan ini hanya dapat didiagnosis
dengan biopsi hati yang termasuk kedalam suatu tindakan invasif untuk
SHNA.17,20
v. Histologi Hati
Biopsi hati adalah satu-satunya metode yang paling akurat dalam
mendiagnosis PPHNA dan NASH serta menentukan tingkat keparahan kerusakan
! 20!
hati dan prognosis jangka panjang. Pegambilan keputusan untuk melalukan biopsi
hati dalam praktek klinis harus ditentukan pada gambar 2.4.20 Tidak terdapat
perbedaan hasil baik dari laboratorium, pencitraan, atau gambaran histologi yang
secara pasti membedakan perlemakan hati non alkoholik dan perlemakan hati
yang diinduksi alkohol atau steatohepatitis kecuali berdasarkan tidak adanya
riwayat konsumsi alkohol.18
Terdapat dua lesi yang terkait dengan perlemakan hati : (i) steatosis yang
didominasi macrovesicular tunggal atau (ii) steatosis didominasi macrovesicular
dan jumlah yang bervariasi dari sitologi bengkak (ballooning) dan nekrosis spotty,
tersebar mixed neutrofil-limfositik peradangan, inti glikogen, hialin mallory, dan
fibrosis perisinusoidal (SHNA). Semua fitur dari steatohepatitis tidak seluruhnya
terdapat dalam gambaran histologis steatohepatitis pada kenyataannya. Untuk
tingkat keparahan steatosis dinilai berdasarkan keterlibatan parenkim.20 Perbedaan
setiap tes diagnostik tercantum dalam Tabel 2.7.22
Tabel 2.6 SHNA Sistem Skoring Berdasarkan Histologis22
Derajat aktivitas SHNA, grade = total skor : S+L+B (range 0-8) Steatosis S skor Inflamasi
Lobular L skor Pembengkakan
(balloning) hepatosit
B skor
<5% 0 None 0 None 0 5-33% 1 <2 1 Sedikit sel yang
bengkak 1
34-66% 2 2-4 2 Banyak sel yang bengkak
2
>66% 2 >4 3 SHNA fibrosis stage Stage None 0 Ringan, zona 3 fibrosis perisinusoidal 1a Sedang, zona 3 fibrosis perisinusoidal 1b Fibrosis portal/periportal saja 1c Zona 3 fibrosis perisinusoidal dan portal/periportal
2
Bridging fibrosis 3 Sirosis 4
Sumber : Kleiner et al. Hepatology 2005;41:1313-21 [35].
! 21!
Tabel 2.7 Tes Diagnostik Untuk Penyakit Perlemakan Hati22
Tes Sensitivitas Spesifisitas Penanda
Histologis,
biopsi hati
Gold standar Tidak dapat
membedakan
SHNA
dengan SHA
Dapat dijumpai perbedaan
yang signifikan antar klinisi
dalam membaca sampel
yang sama; dibutuhkan
hepatophatologist yang
berpengalaman dalam
menentukan diagnosis
Enzim hati Rendah Rendah AST/ALT biasanya <1,0;
nilainya dapat normal
Pencitraan
USG Terbatas Terbatas Tidak sensitive terkecuali
bila steatosis telah mencapai
>33%; bergantung operator
MRI, MRS,
CT scan ±
contrast
enhancement
Hasilnya dapat beragam dan
tidak dapat dipastikan (not
well verified)
Tes nya mahal, tidak mudah
dijumpai, tidak dapat
membedakan steatosis dan
fibrosis atau SHNA dengan
SHA atau keparahan
penyakit, dan 0tidak
sensitive bila steatosis
<33%
! 22!
Gambar 2.4 Pendekatan Diagnosis Perlemakan Hati20
! 23!
2.1.6 Perjalanan penyakit
Gambar 2.5 Perjalanan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik22,27,28,29
2.1.7 Prognosis dan Komplikasi
Perlemakan hati non alkoholik bisa berkembang mendekati stadium akhir
dimulai dengan SHNA, sirosis, gagal hati dan hepatoma. Biopsi hati dapat
menunjukan keparahan penyakit namun hanya peradangan atau nekrosis, bukan
fibrosis yang digunakan untuk memprediksi prognosis penyakit. Faktor yang
mempercepat perkembangan ke fibrosis diantaranya adalah umur > 45-50 tahun,
IMT > 28-30kg/m2, derajat dari resistensi insulin, diabetes dan hipertensi. Pada
kejadian perlemakan hati disertai dengan hepatitis C atau HIV dapat
memperburuk prognosis dan menurunkan respon terhadap pemberian terapi.
Gagal hati, perdarahan varises esofagus, sepsis, hepatoma, penyakit jantung
merupakan penyebab kematian pada pasien sirosis SHNA. 22
! 24!
Tabel 2.8 Prevalensi Perjalanan Perkembangan PPHNA Menjadi SHNA dan
Sirosis pada Berbagai Populasi yang Diteliti22
Populasi yang Diteliti Prevalensi Perkembangan Penyakit
PPHNA !SHNA
Populasi Umum 10-20%
Tanpa peradangan atau fibrosis 5%
Resiko Tinggi, Obesitas berat 37%
PPHNA !Sirosis
Steatosis sederhana 0-4% selama 10-20 tahun
2.1.8 Tata Laksana
Pasien perlemakan hati (steatosis) tanpa peradangan memiliki prognosis
yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan yang mengalami peradangan dan
target utama dalam tata laksana pasien ini adalah memperlambat perkembangan
penyakit hati serta mencegah kejadian penyakit hati terkait.2,23 Pengobatan yang
direkomendasikan terhadap pasien ini terutama modifikasi gaya hidup dan
penurunan berat badan. Oleh karena sebagain besar pasien PPHNA menderita
obesitas, resistensi insulin dan penyakit kardiovascular secara bersamaan
penurunan berat badan sekitar 10% telah disarankan oleh Asosiasi
Gastroenterologi Amerika. Namun belum terdapat data hubungan antara efek
penurunan berat badan jangka pada penyakit hati seperti sirosis atau komplikasi
lainnya.26
Secara farmakologi obat yang digunakan diantara : Obat penurun berat
badan (orlistat dan sibutramin), Antioksidan karena perannya dalam stress
oksidatif (vitamin C dan E), Ursodeoxycholic acid (UDCA) yang berperan dalam
penurunan porsi asam empedu hodrofobik yang juga berperan dalam stress
oksidatif, Metformin untuk pengobatan dm tipe 2 namun belum didapatkan bukti
efek dari penggunaannya, Tiazolidinedion generasi kedua (pioglitazone dan
rosiglitazone) dinyatakan lebih efektif jika dikombinasi dengan vit.E, Obat
penurun lemak (statin atau fibrat) namun belum pula didapatkan kesimpulan
! 25!
efektivitas penggunaanya, Adiponektin sintesis.26 Pada tahap akhir transplantasi
hati kemungkinan menjadi alternatif bagi pasien dengan gagal hati stadium akhir,
namun perlemakan hati dapat kembali muncul atau berkembang setelah proses
transplantasi hati.23
2.2 Obesitas
2.2.1 Definisi
Obesitas adalah ketidakseimbangan energi dengan pengeluaran energi dan
asupan energi yang melebihi, serta didefinisikan sebagai indeks massa tubuh
(IMT) > 25 menurut kriteria asia pasifik. Peningkatan massa lemak tubuh juga
dinyatakan dalam kelainan metabolik yang meningkat selama dua dekade terakhir
secara signifikan. Obesitas menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia, serta menjadi faktor resiko untuk berbagai penyakit diantaranya
hipertensi, stroke, penyakit hepatobilier, perlemakan hati dan lainnya.1
Penyebab dari obesitas adalah multifaktorial, seperti herediter (gen), pola
makan (asupan energi), aktivitas fisik termasuk diantaranya adalah kurang