Presentasi Kasus & Portopolio
Presentasi Kasus & PortofolioGagal Jantung Kongestif
Oleh:
dr. Hendra KurniawanPendamping:
dr. Ari Mulyonodr. Adi YurmansyahWahana:
RS. Siti Aisyah Lubuk Linggau
KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAAN SDM KESEHATAN
BADAN PPSDM KESEHATANKEMENTRIAN KESEHATAN RI
2012 HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi Kasus & Portofolio dengan judul:
Gagal Jantung KongestifOleh:
dr. Hendra KurniawanPendamping:
dr. Ari Mulyonodr. Adi YurmansyahWahana:
RS. Siti Aisyah Lubuk Linggau
Telah dipresentasikan dan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Program Internsip Dokter IndonesiaLubuk Linggau, Februari 2012
Pendamping
dr. Ari Mulyono
dr. Adi Yurmansyah
Nama Peserta : dr. Hendra Kurniawan
Nama Wahana : RS. Siti Aisyah
Topik : Gagal Jantung Kongestif
Tanggal (kasus): 9 Maret 2012No. RM : 040684
Nama Pasien : Ari AryaUmur Pasien : 15 tahun
Tanggal Presentasi : 29 Maret 2012Pendamping: dr. Ari & dr. Adi
Tempat Presentasi: Ruang Pertemuan RS. Siti Aisyah Lubuk Linggau
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Ari Arya, 15 tahun, sembab seluruh tubuh sejak sejak 2 hari SMRS, sesak nafas ada, BAK sedikit, kencing berbusa (+), warna keruh.
Tujuan: Mengobati Gagal Jantung Kongestif dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data utama untuk bahan diskusi
1.Diagnosis/ Gambaran Klinis : Gagal Jantung Kongestif
2.Riwayat Pengobatan : berobat ke Puskesmas dan diberi obat namun keluhan tidak berkurang.
3. Riwayat penyakit serupa sebelumnya : disangkal
4. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
5. Riwayat penyakit serupa di sekitar rumah : disangkal
Daftar Pustaka
1. Sudoyo Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah Dengue. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Juni 2006.
2. Mansjoer Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran: Demam Dengue. Jilid 1. Edisi II. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001.
Hasil Pembelajaran
1. Etiologi dan Patogenesis Gagal Jantung Kongestif
2. Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif
3. Diagnosis dan Derajat Gagal Jantung Kongestif
4. Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif
5. Prognosis dan Komplikasi Gagal Jantung Kongestif
6. Pencegahan Gagal Jantung Kongestif
Borang PortofolioBAB I
LAPORAN KASUS
Autoanamnesis (tanggal 10 Maret 2012)
A.Identifikasi
Nama
: Ari AryaUmur
: 15 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-lakiAlamat
: Jl. Mesat seni Rt. 03 No.21 Lubuk LinggauAgama
: Islam
MRS
: 9 Maret 2012
B. Keluhan UtamaSembab seluruh tubuh sejak 2 hari SMRSC. Riwayat Perjalanan Penyakit 3 hari SMRS, os mengeluh sembab di seluruh tubuh, sampai os sulit berjalan. Sembab mulai dari kaki, kemudian ke wajah, baru kemudian perut. Sembab di wajah dirasakan pada pagi hari, lalu berkurang di siang hari dan sembab turun ke kaki. Demam (-), sesak nafas (-), batuk (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-), minum 3 gelas/hari. BAK sedikit gelas per hari sebanyak 2 kali. BAB normal. Os lalu dibawa berobat ke puskesmas dan diberi obat, sembab agak berkurang. 1 hari SMRS, os mengeluh sembab semakin bertambah. Os juga mengeluh sesak nafas, sesak dipengaruhi posisi, os merasa lebih enak bila duduk. Os tidur dengan 2 bantal. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, emosi, dan aktivitas. Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-), batuk (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun. Nyeri perut ada. BAK sedikit ( 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.
Reaksi Ag-ab
Peradangan glomerulus
Permeabilitas membran basalis meningkat
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Tekanan osmotik
Lipid serum
Kapiler menurun
meningkat
Transudasi ke
Dalam interstisium
hipovolemia
ADH meningkat
GFR menurun
aldesteron
meningkat
Retensi
Na+ & H2O
edema
II.6. Penegakkan diagnosis 1,2,3,4,5,6,7Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.I. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.II. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensiIII. Pemeriksaan penunjangPada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis. Sclerosis glomerulus fokal).
II.7. Komplikasi(1,2,3)
Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptokokus, Stafilokokus Hambatan pertumbuhan
Gagal ginjal akut atau kronik
Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan emosi dan perilaku
II.8. Penatalaksanaan1,2,3,4,5,6,7,8Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hariUntuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
RemisiProteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut
KambuhProteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi
Kambuh tidak seringKambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan
Kambuh seringKambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan
Responsif-steroidRemisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja
Dependen-steroidTerjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan
Resisten-steroidGagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu
Responder lambatRemisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain
Nonresponder awalResisten-steroid sejak terapi awal
Nonresponder lambatResisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid
PROTOKOL PENGOBATANInternational Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.A. Sindrom nefrotik serangan pertama1. Perbaiki keadaan umum penderita
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Batasi asupan natrium sampai 1 gram/hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentratc. Berantas infeksid. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasie. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolic, atau kehilangan cairan intravascular berat Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hariB. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan2. Perbaiki keadaan umum penderitaa. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.b. Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
II.9. Prognosis 1,2,3,4Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Jenis kelamin laki-laki.
3. Disertai oleh hipertensi.
4. Disertai hematuria
5. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
6. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
7. Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran klinis
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
BAB IIIANALISIS KASUS
Sri Lestari, 30 tahun dibawa ke RS. Siti Aisyah Lubuk Linggau dengan keluhan demam tinggi mendadak sejak 4 hari SMRS. Demam disertai nyeri kepada, nyeri sendi, badan lemas dan tidak nafsu makan. Mimisan, gusi berdarah, muntah berwarna hitam, BAB seperti aspal, ruam ruam pada kulit disangkal. Nyeri ulu hati disangkal. Batuk dan pilek disangkal, nyeri saat menelan makanan disangkal. BAK seperti biasa. Pasien lalu minum obat warung untuk menurunkan panas dan menghilangkan sakit kepala (lupa nama obatnya), panas badan dan sakit kepalanya hanya hilang untuk sementara waktu. 2 jam SMRS, pasien tetap mengalami demam tinggi terus menerus. Badan bertambah lemas, nyeri kepada dan nyeri sendi bertambah hebat, tidak nafsu makan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, mual dan muntah isi apa yang dimakan. Mimisan, gusi berdarah, muntah berwarna hitam, BAB seperti aspal, ruam ruam pada kulit tidak ada. Batuk dan pilek disangkal, nyeri saat menelan makanan disangkal.Hasil pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, kompos mentis, tekanan darah120/80 mmHg, nadi 84 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, pernapasan 20 kali/menit, suhu 37,6C, BB 70 kg, TB 160 cm, kulit tidak ada hematom, konjungtiva tidak anemis, faring dan tonsil tidak hiperemis, tidak ada pembesaran KGB, cor dan pulmo tidak ada kelainan. Dari pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan regio epigastrik, shifting dullness tidak ada. Uji tourniquet positif dan akral hangat.Dari anamnesis di atas, pasien memberikan gambaran klinis demam dengue yaitu fase demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, disertai sakit kepala, nyeri sendi, badan lemas, tidak nafsu makan. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan manifestasi pendarahan yaitu uji tourniquet positif, walaupun tanda tanda pendarahan spontan seperti epistaksis, gusi berdarah, hematemesis, melena, ekimosis dan purpura tidak ditemukan. Juga tidak ditemukan tanda tanda syok (tekanan darah120/80 mmHg, nadi isi dan tegangan cukup, akral hangat). Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia (trombosit 45.000/ mm3) tetapi belum ada tanda kebocoran plasma yaitu hematokrit masih normal (32 vol%), tidak ada ascites maupun efusi pleura sehingga pasien didiagnosis sebagai tersangka GAGAL JANTUNG KONGESTIF derajat I tanpa syok.Pada dasarnya penatalaksanaan pasien GAGAL JANTUNG KONGESTIF bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Karena pada pasien ini hemoglobin dan hematokrit normal tetapi trombosit < 100.000 pasien dianjurkan untuk dirawat.
Perhitungan pemberian cairan pada pasien ini (Tersangka GAGAL JANTUNG KONGESTIF dewasa tanpa pendarahan spontan dan masif dan tanpa syok): Rumus : 1500 + < 20 x (BB dalam kg 20) >
: 1500 + < 20 x (70 20) >
: 2500 cc ( 5 kholf RL dalam 24 jam)
: IVFD RL 35 gtt makro/ menit
Asupan cairan pasien diberikan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna karena diperkirakan asupan cairan oral pasien tidak tercapat karena pasien mengeluh mual dan muntah berisi apa yang dimakan dan diminum.
Setelah pemberian cairan di atas, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, trombosit 24 jam berikutnya. Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit tiap 12 jam. Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai protokol penatalaksanaan GAGAL JANTUNG KONGESTIF dengan peningkatan Ht>20%
Pasien juga diberikan paracetamol 3 x 500 mg tablet per oral untuk menurunkan demam, ranitidin 2 x 20 mg iv untuk mengurangi mual dan muntah, PSDII 3 x 1 tab untuk meningkatkan jumlah trombosit. Tetap dilakukan monitoring tanda tanda pendarahan dan syok dan dilakukan pemeriksaaan clotting time dan bleeding time.
EV
IV
EV
IV
Demam Berdarah Dengue