BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan pada manusia berakhir rata-rata pada hari ke 280. Kehamilan disebut aterm jika kehamilan tersebut berlangsung antara 37-42 minggu, sedangkan kehamilan postterm adalah kehamilan yang berakhir lebih dari 42 minggu atau 294 hari dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Frekuensi terjadinya kehamilan postterm berkisar antara 4-14% dengan 2-7% mencapai usia kehamilan 43 minggu penuh. Kemungkinan persalinan akan terjadi tepat pada 280 hari setelah HPHT hanya 5%. 1 Bagi calon ibu, tidak melahirkan sesuai waktu yang ditentukan dapat menimbulkan kecemasan, karena mereka berpikir setelah tanggal perkiraan tersebut adalah sama dengan kehamilan lewat waktu/postterm dan mereka juga sering mendengar bahwa kehamilan postterm tersebut membawa resiko pada janin mereka. Namun, kecemasan tersebut dapat diatasi jika pada perawatan antenatal/antenatal care (ANC) sebelumnya atau saat pertama kali datang mereka telah dijelaskan bahwa mereka akan melahirkan antara umur kehamilan 38-42 minggu, tidak harus selalu pada waktu yang telah diperkirakan dan bahwa kehamilan postterm lebih ditujukan pada usia kehamilan yang lebih dari 42 minggu. 1 Di beberapa klinik, kehamilan postterm disebut sebagai komplikasi antepartum yang paling sering, sehingga 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan pada manusia berakhir rata-rata pada hari ke 280. Kehamilan disebut
aterm jika kehamilan tersebut berlangsung antara 37-42 minggu, sedangkan kehamilan
postterm adalah kehamilan yang berakhir lebih dari 42 minggu atau 294 hari dari hari
pertama haid terakhir (HPHT). Frekuensi terjadinya kehamilan postterm berkisar antara
4-14% dengan 2-7% mencapai usia kehamilan 43 minggu penuh. Kemungkinan
persalinan akan terjadi tepat pada 280 hari setelah HPHT hanya 5%.1
Bagi calon ibu, tidak melahirkan sesuai waktu yang ditentukan dapat menimbulkan
kecemasan, karena mereka berpikir setelah tanggal perkiraan tersebut adalah sama
dengan kehamilan lewat waktu/postterm dan mereka juga sering mendengar bahwa
kehamilan postterm tersebut membawa resiko pada janin mereka. Namun, kecemasan
tersebut dapat diatasi jika pada perawatan antenatal/antenatal care (ANC) sebelumnya
atau saat pertama kali datang mereka telah dijelaskan bahwa mereka akan melahirkan
antara umur kehamilan 38-42 minggu, tidak harus selalu pada waktu yang telah
diperkirakan dan bahwa kehamilan postterm lebih ditujukan pada usia kehamilan yang
lebih dari 42 minggu.1
Di beberapa klinik, kehamilan postterm disebut sebagai komplikasi antepartum
yang paling sering, sehingga pemeriksaan janin antepartum merupakan indikasi paling
umum sebelum dilakukannya induksi persalinan.Oleh karena tingginya resiko bagi
janin dan diikuti semakin meningkatnya fasilitas medis yang tersedia, penting untuk
mengembangkan rencana manajemen yang akan mengoptimalkan hasil akhir bagi ibu
dan janinnya.2
Manajemen kehamilan postterm penting karena berhubungan dengan tinginya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada 1902, Ballantyne untuk pertama kalinya dalam
ilmu kebidanan modern mengemukakan mengenai masalah pada kehamilan postterm.
Meskipun bahasa yang digunakan pada awal abad 20 di Skotlandia untuk
menggambarkan secara keseluruhan berbeda dengan bahasa yang digunakan sekarang,
kata-kata Ballantyne secara jelas menggambarkan pemikiran yang berlaku saat ini,
yaitu: “Bayi post matur, telah berada sangat lama dilingkungan uterus, dia telah berada
1
lama sekali di uterus dan bahwa kesulitannya adalah untuk dilahirkan dengan selamat
baik bagi dirinya maupun ibunya. Masalah dari bayi post matur adalah selama
persalinan/intranatal”.2
Selama beberapa tahun ini, isu-isu mengenai kehamilan postterm, resiko dan
manajemennya telah menjadi kontroversi yang besar. Banyak data lama maupun
terbaru secara tegas menyatakan bahwa meskipun resiko janin yang berhubungan
dengan kehamilan postterm adalah kecil, tapi hal tersebut tetap merupakan kenyataan.
Akibatnya, kehamilan yang berlanjut lebih dari 42 minggu membutuhkan pengawasan
yang cermat.2
Dari semua kehamilan, 80% persalinan adalah pada umur kehamilan 38-42 minggu,
sedangkan 10% merupakan persalinan preterm serta 10% merupakan persalinan
postterm. Hal yang paling sering menyebabkan usia gestasi menjadi lewat waktu adalah
kesalahan dalam menentukan saat terjadinya ovulasi dan konsepsi dengan
menggunakan HPHT. Misalnya, saat membandingkan waktu konsepsi menggunakan
HPHT dengan suhu basal tubuh, kesalahan diagnosa hamil lewat waktu mencapai
70%.Metode yang paling akurat untuk menentukan usia kehamilan pada trimester
pertama atau kedua adalah USG. Diagnostik rutin menggunakan USG merupakan salah
satu metode skrining rutin pada populasi dengan resiko rendah. Jika sonografi
dilakukan pada usia kehamilan pertengahan trimester kedua, insiden kehamilan
postterm adalah 3,1%, yaitu lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan
HPHT dengan rentang estimasi 3-12%.3
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Postterm
Istilah prolonged, postdate, postdatism, postmatur dan postterm sering salah
digunakan dalam mengartikan kehamilan yang melebihi waktu dari batas normal.
Menurut Federation of Gynecologist and Obstetricians (FIGO), postterm adalah
kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu terhitung dari HPHT dan siklus
menstruasi 28 hari.5 Sementara itu, menurut American College of Obstetricians and
Gynecologist (1997), postterm adalah kehamilan 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih
dihitung dari HPHT, dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah haid terakhir.3,4
Umur kehamilan dan perkiraan hari kelahiran/taksiran partus (TP) ditentukan
dengan rumus Naegele. Meskipun kemungkinannya adalah 10% dari seluruh
kehamilan, sebagian diantaranya mungkin bukan benar-benar postterm karena
kekeliruan menentukan umur kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan karena
kekeliruan menentukan tanggal haid terakhir, siklus haid yang tidak teratur maupun
siklus haid yang terlalu panjang. Jadi variasi siklus menstruasi menjelaskan mengapa
kehamilan manusia yang mencapai umur 42 minggu penuh hanya sekitar 4-14%.4
Istilah postmatur diartikan sebagai kehamilan lewat waktu yang disertai
penampakan klinis postmatur (postmaturity syndrome) pada bayi yang dilahirkan, yaitu
pewarnaan mekonium pada kulit, kulit yang sangat kering dan keriput, kuku yang
panjang, rambut lebat, sedikit atau tidak ada lanugo maupun verniks, lemak subkutan
yang sedikit, tubuh kurus dan wajah tampak tua.4
Meskipun beberapa gambaran berhubungan dengan kelahiran bayi setelah usia 42
minggu, hanya dalam proporsi yang kecil bayi dari kehamilan postterm meliputi
penampakan demikian. Bayi dengan gambaran tersebut mungkin bisa lahir meski pada
umur kehamilan 39 dan 40 minggu, jadi tidak selalu merupakan karakteristik
kehamilan lewat waktu. Karena itulah istilah postterm lebih dipilih daripada postmatur
untuk kehamilan yang lewat dari 42 minggu.3,4
2.2 Insidensi Postterm
3
Insiden terjadinya kehamilan postterm bervariasi antara 4-14% atau lebih,
tergantung kapan penghitungan berdasar anamnesa atau pemeriksaan fisik secara
tunggal atau berdasarkan pemeriksaan ultrasound dini (pada pertengahan pertama
kehamilan). Insiden yang tinggi ditemukan pada populasi yang terdiri dari wanita yang
tidak yakin mengenai HPHT-nya atau waktu berhentinya penggunaan kontrasepsi
hormonal atau menyusui. Literatur menyebutkan ± 20-40% di populasi, wanita
kebanyakan tidak bisa mengingat HPHT-nya dan tidak yakin tanggal konsepsinya.5
Harus diwaspadai bahwa mortalitas perinatal meningkat pada wanita yang tidak
tahu tanggal HPHT-nya dan beberapa kematian dihubungkan dengan kasus kehamilan
postterm yang tidak dapat dikenali. Banyak wanita dengan periode menstruasi normal
diikuti beberapa minggu kemudian dengan episode pendek perdarahan dan kemudian
tidak lagi menstruasi. Itu kadang-kadang diyakini bahwa wanita tersebut mengandung
setelah siklus normal terakhirnya dan bahwa episode perdarahan yang singkat menjadi
ancaman terjadinya keguguran pada awal kehamilan.5
Frekuensi terjadinya kehamilan postterm berkisar antara 4-14% dengan mereka
yang berakhir dalam 43 minggu mencapai 2-7%. Kemungkinan persalinan terjadi pada
hari ke 280 setelah HPHT hanya sekitar 5%. Salah satu masalah utama terjadinya
kehamilan postterm berkaitan erat dengan keakuratan penentuan HPHT sebagai dasar
yang paling akurat atau terpercaya dalam menentukan umur kehamilan. Sampai satu
dekade yang lalu, kebanyakan penelitian epidemiologi berhubungan dengan resiko
janin dan neonatus dari kehamilan postterm adalah didasarkan pada HPHT.5
Data terakhir, teknologi biometri ultrasound yang lebih tepat tengah diangkat
sebagai salah satu cara untuk menentukan umur kehamilan pada kehamilan postterm
dan bahwa HPHT adalah sebagai prediktor yang relatif buruk dalam menentukan umur
kehamilan yang benar. Sebagai contoh: insiden kehamilan postterm menurun dari 7,5%
ketika berdasarkan tanggal menstruasi dan menjadi 2,6% ketika diperiksa dengan
ultrasound secara dini dan mencapai 1,1% saat diperiksa menggunakan tanggal
menstruasi dan ultrasound.5
2.3 Etilogi Postterm
4
Pengetahuan tentang mekanisme persalinan meningkat pesat, berbagai penemuan
dibidang biokimia dan fisiologik juga terus dikembangkan. Meskipun tidak diketahui
secara spesifik mengapa beberapa kehamilan adalah lebih lama, adalah beralasan untuk
menebak bahwa penjelasannya berkisar antara mekanisme inisiasi persalinan pada
manusia.5
Penulis lain menyebutkan bahwa petunjuk mengenai kehamilan postterm dapat
dilihat saat observasi kejadian-kejadian alami yang tidak diketahui pada persalinan
normal, sama seperti observasi persalinan pada waktu yang tidak tepat pada manusia
maupun spesies lain. Tanda tersebut menunjukkan bahwa produksi prostaglandin E2
(PGE2) dan PGF2α di amnion dan desidua, masing-masing menunjukkan jalur akhir
yang umum yang dapat memicu kontraksi miometrium. Inisiasi simetris PG dihasilkan
dari rantai kompleks kejadian yang terjadi pada janin, dimana membutuhkan keadaan
normal dan pelepasan hormon yang sesuai di otak janin, pituitari dan kelenjar adrenalin
serta plasenta. Sebagai contoh: telah lama diketahui bahwa defek pada pituitari janin
pada lembu Holstein dapat menimbulkan gagal waktu persalinan yang normal
(Holm,1967).2 Pada manusia, hipoplasia primer adrenal janin dan defisiensi sulfatase
pada plasenta juga dapat menyebabkan penurunan produksi estrogen yang nantinya
akan memperlambat persalinan dan kegagalan pematangan serviks yang normal.5,6
Defisiensi sulfatase plasenta adalah suatu kelainan yang terkait kromosom X, yang
terjadi rata-rata 1 dalam 2000 atau 1 dalam 6000 bayi baru lahir. Bayi baru lahir
tersebut dipengaruhi ichthyosis, suatu kelainan kulit yang ditandai dengan
hiperkeratosis dan berhubungan dengan opasitas kornea, stenosis pilorik dan
kriptoridism. Plasenta tidak mampu untuk menghidrolisa prekursor estrogen, DHEA-S
(dihidroepiandrosteron sulfat) atau 16α-hidroxy-DHEA-S, oleh karena itu konsentrasi
estrogen serum ibu rendah. Kebanyakan kehamilan dengan defisiensi sulfatase plasenta
biasanya terdeteksi dengan penemuan estrogen yang rendah baik pada serum maupun
urin. Pasien ini biasanya gagal dalam persalinan dan beberapa memerlukan persalinan
sectio caesaria.5,6
Denominator umum keadaan diatas adalah rendahnya kadar estrogen ibu. Meskipun
hormon steroid tidak punya efek langsung pada kontraksi uterus, tapi hormon tersebut
diyakini punya pengaruh terhadap sintesis protein dan sintesis reseptor sel di
permukaan. Oleh karena itu, dapat dihipotesiskan alasan terjadinya kehamilan postterm
5
dihubungkan dengan perubahan mekanisme fisdiologik yang mengontrol onset
persalinan.6
Persalinan terdiri dari: kontraksi miometrium yang menyebabkan pendataran
(efficement) dan dilatasi serviks sehingga memungkinkan terjadinya ekspulsi janin.
Pada kehamilan dan persalinan normal, miometrium dan serviks harus bekerja secara
selaras. Lebih dulu dalam persalinan, terjadi transisi pada struktur serviks, dimana
serviks mengalami perubahan yang signifikan dalam bentuk dan konsistensi.6
Sebelum pernyataan oleh Danforth (1947) bahwa serviks tersusun oleh struktur
jaringan ikat, klinisi dan peneliti sudah beranggapan bahwa serviks tersusun atas otot
polos dan bekerja sebagai otot sfingter. Sekarang dikenali bahwa serviks terdiri dari
jaringan ikat fibrus yang lebih dominan, matriks ekstraseluler yang menghasilkan
kolagen, elastin dan proteoglikan, serta bagian sel yang terdiri dari: sel otot polos dan
fibroblast.6
Ludmir dan Sehdev (2000) menggambarkan prosesi pematangan serviks yang
meliputi peningkatan jumlah air pada serviks dan penurunan konsentrasi kolagen dan
remodeling kolagen. Proses ini berlangsung pada persalinan yang maju. Kolagenesis
meliputi remodeling serat kolagen dan saat ini terjadi, asam hialuronat
glikosaminoglikan disekresi oleh fibroblast, menyebabkan peningkatan konsentrasi air
di serviks. Peningkatan air ini akan menyebabkan seriks menjadi lebih lembut seperti
yang tampak secara klinis. Saat kolagenesis dan enzim degradasi memungkinkan
remodelling dan penghancuran matriks ekstraseluler, komponen sel pada serviks
mengalami kematian sel secara fisiologis. Ini menyebabkan invasi neutrofil dan
makrofag ke serviks dan menyebabkan peningkatan konsentrasi mediator-mediator
inflamasi yang meningkatkan konsentrasi enzim degradasi dan menyebabkan juga
peningkatan jumlah asam hialuronat.5,6
Jadi kehamilan bisa lebih lama/memanjang, karena kehamilan itu sendiri, faktor
serviks, atau karena gangguan pada keduanya yang akan mengarah tidak hanya pada
persalinan dan pematangan serviks yang lama tapi juga efisiensi persalinan yang
terganggu.6
2.4 Diagnosis Postterm
6
Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah.
Banyak metode pemeriksaan umur kehamilan dan kesejahteraan janin yang diajukan
tapi belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan yang
berkali-kali tidak praktis, mahal, terkadang subjektif, mempunyai nilai positif dan
negatif palsu, serta memerlukan kehandalan pemeriksa. Namun nilai diagnosisnya akan
lebih baik jika pemeriksaan itu dilakukan bersama-sama.7,8
Seperti telah dijelaskan, insiden kehamilan postterm bervariasi dari 4-14%,
tergantung dari penetapan tanggal persalinan menggunakan HPHT atau USG. Cara
tradisional seperti HPHT, ukuran uterus dan DJJ dapat pula terjadi salah perhitungan 2
minggu atau lebih dalam akurasi umur kehamilan. Walaupun dengan bagian sonografik
yang sensitif, seperti panjang kepala-kaki (CRL) pada trimester I, menunjukkan variasi
beberapa hari umur kehamilan. Kenyataan yang paling sering pada setiap kehamilan,
umur janin sesungghunya hanya dapat ditentukan dengan waktu ovulasi dan konsepsi,
seperti pada pasangan infertil yang diinduksi ovulasinya dengan atau tanpa fertilisasi in
vitro.7
Karena diagnosa kehamilan postterm sering meragukan atau sangat bervariasi
tergantung dari kriteria tanggal yang digunakan, sangat sulit untuk menentukan apakah
suatu kehamilan adalah benar-benar postterm, sehingga dapat meningkatkan resiko
morbiditas perinatal. Dalam kaitan tersebut, sangat bermanfaat untuk menampilkan
pemeriksaan cairan amnion, dimana volume cairan amnion menurun pada kehamilan
postterm. Selanjutnya, resiko terhadap janin pada kehamilan postterm dihubungkan
dengan derajat oligohidramnion. Penurunan atau tidak adanya volume cairan amnion
dikaitkan dengan gawat janin intrapartum dan seksio caesaria. Bochner, dkk mengamati
hampir 24 kali terjadi peningkatan terjadinya seksio caesaria untuk indikasi gawat janin
ketika kantong vertikal cairan amnion <3 cm. Cairan amnion disertai dengan
mekonium pada kehamilan postterm ditemukan 37% pada wanita dengan jumlah cairan
amnion yang cukup, tapi meningkat menjadi 71% ketika volume cairan amnion
menurun. Akibatnya, jika ada pertanyaan tentang akurasi tanggal, penemuan volume
cairan amnion normal harus dipastikan kembali. Penemuan oligohidramnion dapat
memberi semangat bagi praktisi-praktisi untuk melakukan manajemen kehamilan
secara lebih aktif.7,8
7
AFI (amnion fluid index) adalah alat klinis yang berguna dalam menentukan
keadekuatan volume cairan amnion. Kehamilan postterm sering dihubungkan dengan
penurunan cairan amnion. Meskipun bervariasi, pada kehamilan normal, cairan amnion
mencapai rata-rata 750 ml pada ± 22 minggu kehamilan, dan volume menjadi selektif
konstan sampai ± 38 minggu kehamilan, kemudian menurun tajam. Peneliti lain
menyebutkan volume maksimal 1000-1200 ml pada kehamilan 38 minggu dengan
penurunan yang cepat sampai rata-rata 300 ml pada kehamilan 42 minggu.7,8
Penurunan cairan amnion meningkatkan resiko penekanan tali pusat dan
menyebabkan refleks passage mekonium. Insiden gawat janin pada kehamilan postterm
dengan volume cairan amnion normal adalah rendah dan ini mengindikasikan bahwa
determinasi jumlah cairan amnion bermanfaat dalam mengevaluasi janin postterm.4
Ketika volume cairan amnion menurun tajam atau turun < 5 cm, oligohidramnion perlu
dipertimbangkan. Perdebatan tentang apakah oligohidramnion lebih baik didefinisikan
sebagai AFI yang < 5 cm atau dengan tidak adanya kantong vertikal tunggal yang ≥ 3
cm. Secara umum oligohidramnion dikenal sebagai tanda insufisien plasenta yang
sering dihubungkan dengan kehamilan postterm.7
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Evaluasi Janin dan Manajemen
Secara umum telah diterima bahwa pengawasan janin ante dan intrapartum dapat
mengeliminasi secara nyata terjadinya mortalitas janin postterm dan menurunkan
mobiditas janin.8
A. Pra kehamilan
Terjadinya kehamilan postterm tidak dapat diprediksi. Ada beberapa bukti yang
mendukung bahwa hal ini lebih sering terjadi pada kehamilan pertama. Beberapa
wanita yang sudah mengalami satu kali kehamilan postterm dengan yang
mengalami dua kali kehamilan postterm mempunyai berturut-turut 30% dan 40%
kesempatan untuk kehamilan postterm berikutnya. Diagnosis kehamilan postterm
yang akurat terletak diantara data menstruasi yang tepat atau pemeriksaan skaning
rutin pada trimester kedua. Pada populasi dimana pemeriksaan rutin tidak tersedia
8
karena alasan ekonomi dan logistik, pengetahuan yang teruji ditujukan terhadap
peningkatan proporsi dari wanita yang merekam secara tepat HPHT-nya.8
B. Pre natal
Penilaian TP (taksiran partus)
Jika pemeriksaan skaning rutin pada trimester kedua tidak tersedia, pemeriksaan
klinis dari umur kehamilan yang paling dapat dipercaya yaitu pada trimester I.
Sekali pasien lupa siklus/periodenya, tes kehamilan dini membantu untuk
mendefinisikan batas kemungkinan umur kehamilan. Jika tes kehamilan positif 5
minggu setelah HPHT, maka tidak mungkin jika umur kehamilannya lebih dari 5
minggu (kecuali jika menstruasi terakhirnya adalah termasuk threatened abortus)
dan tidak mungkin juga lebih rendah atau kadar β-HCG tidak mencukupi untuk
mendapatkan tes yang positif (meskipun ini berasumsi bahwa tes tidak positif
palsu). Pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan tes kehamilan yang dilakukan
pada saat 7 minggu amenorhe, ketika dia mungkin hamil 5,6 atau 7 minggu.
Pemeriksaan vagina pada trimester I kehamilan dapat juga berguna dalam
memperkirakan umur kehamilan, sementara penilaian ukuran uterus pada trimester
II tidak begitu bermakna.8
Pemeriksaan ultrasonik pada trimester I/II saat ini merupakan metode yang
lebih disukai untuk menentukan umur kehamilan. CRL (crown to rump length) pada
minggu 7-10 atau diameter biparietal pada minggu 18-22 dapat memperkirakan
umur kehamilan yang sebenarnya ± 5 hari.8
Evaluasi 41 minggu
1. Ada atau tidaknya faktor resiko
Sekali kehamilan terjadi lebih dari 41 minggu pemeriksaan kembali harus
dilakukan secara cermat dalam kasus adanya faktor resiko potensial yang
mungkin terabaikan. Ada bukti epidemiologi bahwa wanita yang telah
mengalami komplikasi kehamilan seperti perdarahan antepartum dengan asal
tidak diketahui atau yang punya riwayat stillbirth dan kematian neonatal, adalah
beresiko tinggi untuk mortalitas perinatal. Wanita ini mungkin terbaik
melahirkan pada minggu ke 40. Pada kebanyakan kasus, hipertensi ringan tidak
9
punya konsekuensi mayor bagi ibu dan janin. Tetapi bagaimanapun, mereka
harus diperiksa adanya tanda-tanda defisiensi pertumbuhan intrauterin dan
induksi dibutuhkan jika ada bukti pertumbuhan janin buruk.7,8
2. Konseling untuk induksi persalinan atau manajemen konservatif
Pemeriksaan kesejahteraan tepat untuk menginformasikan keadaan janin jika
manajemen konservatif kehamilan postterm dipilih oleh ibu hamil. Ibu perlu
diberi tahu tentang tersedianya tes kesejahteraan janin dan tingkat kepercayaan
terhadap tes tersebut. Di sisi lain, alternatif induksi persalinan juga perlu
dijelaskan, meliputi kemungkinan persalinan pervaginam berdasarkan
paritasnya, skor serviks dan metode induksi. Pilihan tersebut mungkin
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman ibu (misalnya: pengalaman seseorang
dengan postmatur stillbirth, nyeri saat induksi persalinan), kehidupan sosialnya
dan pertimbangan pribadi lainnya (mereka berpikir tentang ukuran janin jika
hamil lebih dari 42 minggu, tidak ada manfaatnya jika menunggu, dll).7,8
Manajemen konservatif
1. Peningkatan berat badan ibu
Penggunaan pemeriksaan berat badan secara teratur saat hamil masih menjadi
kontroversi. Peningkatan berat badan yang berlebih mungkin menunjukkan
dimulainya pre eklamsia atau diabetes, dimana berat badan konstan atau
menurun dalam lebih dari beberapa minggu dipertimbangkan untuk indikasi
gagalnya fungsi plasenta dan menghasilkan defisiensi pertumbuhan intrauterin.
Berat badan menetap atau menurun saat itu, telah digunakan sebagai indikasi
untuk induksi pada beberapa rumah sakit, tapi pandangan ini telah berubah
secara signifikan karena perkembangan metode pengawasan janin modern.
Penurunan volume cairan amnion secara signifikan memungkinkan terjadinya
fetal compromise, tapi sulit untuk menghitung secara klinis terutama pada
wanita gemuk, sehingga penggunaan ultrasound akan sangat membantu.8
2. Tinggi fundus-simfisis
10
Penilaian ukuran janin melalui pengukuran tinggi fundus-simfisis dapat
dipengaruhi oleh kegemukan, volume cairan amnion, bagian presentasi, letak
janin dan tegangan dinding abdomen.Pemeriksaan tersebut dapat membantu
mengidentifikasi kasus retardasi pertumbuhan atau bayi makrosomia yang
terlewatkan pada pemeriksaan sebelumnya.8
3. Tes kesejahteraan janin
Kejadian kehamilan postterm tidak dapat diprediksi. Sekali terdiagnosa,
kehamilan dapat diterminasi dengan induksi persalinan atau manajemen
konservatif sampai dimulainya persalinan normal. Jika dipilih untuk
menunggu sampai terjadinya persalinan, kesejahteraan janin harus dimonitor
dengan pemeriksaan yang tersedia.
a. Metode biokimia
Untuk mendapatkan interpretasi hasil yang tepat, periode kehamilan harus
diketahui. Lebih jauh, pemeriksaan serial dibutuhkan untuk
menggambarkan kesimpulan bermakna, karena rentang nilai normal yang
luas. Hasil meliputi status janin terkini dari beberapa hari sebelumnya dan
tidak prognostik untuk kesehatan janin, kecuali secara sangat tidak
langsung. Hasil biasanya belum tersedia sampai beberapa jam setelah
pengiriman sampel tes. Nilai estriol rendah dalam hal kesehatan janin
harus dipikirkan keadaan defisiensi sulfatase plasenta. Wanita ini mungkin
membawa janin dengan gangguan autosomal resesif pada ichtiosis
kongenital.6,7
b. Kurva pergerakan janin
Aktivitas janin dinilai sebagai pergerakan janin, telah ditemukan
berhubungan dengan kesejahteraan janin. Tehnik monitoring yang telah
diperkenalkan secara luas bahwa hitung 10 gerakan janin dimana 10
episode aktivitas janin diperkirakan dalam periode 12 jam. Ibu-ibu hamil
yang sibuk atau kurang pengetahuan, kadang-kadang tidak menaruh
perhatian atau datang terlambat saat tidak ada gerakan janin,demikian
mencegah tindakan apapun yang mungkin diambil untuk menurunkan
resiko hasil akhir janin yang jelek. Sementara ibu hamil lainnya tidak dapat
11
merasakan gerakan janin sama sekali dan untuk mereka metode ini sangat
tidak cocok.6,7
c. Persepsi ibu terhadap gerakan janin yang diprovokasi suara (mp- SPFM)
Janin normal menunjukkan fleksi-ekstensi gerakan extremitas atau refleks
positif terhadap respon stimulus vibroakustik. Hal tersebut
mengindikasikan SSP dan jalur sensori somatomotorik yang intak. Persepsi
ibu tersebut berhubungan dengan NST (non stress test) reaktif dan
mungkin lebih berarti dirumah sakit-rumah sakit dimana fasilitas untuk
menampilkan NST terbatas.6,7
d. NST
NST adalah rekaman DJJ (denyut jantung janin) antepartum secara
kontinyu pada KTG (kardiotokografi) selama 20-40 menit untuk
mengevaluasi kesejahteraan janin. Definisi DJJ yang normal, suspisius dan
abnormal telah dideskripsikan oleh FIGO (Federation International of
Obstetricians).
Normal reaktif DJJ yaitu dalam 10 menit, BSL antara 110 dan 180 bpm,
variabilitas 10-25 bpm, tidak ada deselerasi dan 2 akselerasi ≥15 bpm
diatas BSL selama 15 detik. Jika akselerasi tidak terjadi dalam 10 menit
pertama, kurva harus dilanjutkan minimal ≤ 40 menit sejak konfirmasi
kurva tersebut adalah non-reaktif.
Pada kurva reaktif dengan variabilitas BSL yang bagus, deselerasi
terisolasi yang <15 bpm dari BSL dan berakhir <15 detik atau <30 detik
mengikuti akselerasi, tidak signifikan terhadap fetal compromise. Kalau
janin tidak reaktif, walaupun dengan stimulasi janin atau jika menunjukkan
deselerasi >15 bpm, merupakan indikasi kemungkinan compromise dan ini
merupakan indikasi untuk mengakhiri kehamilan.7
e. Contraction Stress Test (CST) atau FAST
FAST (Fetal Acoustic Stimulation Test) adalah stimulasi vibroakuistik
yang digunakan untuk merangsang akselerasi DJJ, suatu jalan yang
berguna untuk menurunkan jumlah kurva non-reaktif dan untuk
memperpendek waktu test. Pemeriksaan ini bersifat invasif, mengharuskan
pemeriksaan terbatas di tempat tidur dan membutuhkan waktu sebentar
12
untuk opname. FAST tidak menampilkan tekanan kontraksi uterus dan
begitu juga tidak memperlihatkan situasi yang potensial compromise dalam
persalinan tetapi menghasilkan kurva reaktif yang dapat dibandingkan
dengan NST dan hasil akhir perinatal yang mirip antara kurva yang reaktif
secara spontan atau hasil akhir FAST.7
f. Pemeriksaan volume cairan amnion
Urin janin memberi pengaruh signifikan terhadap cairan amnion.
Oligohidramnion berat sering ditemukan pada agenesis renal bilateral.
Dengan menurunnya fungsi plasenta, perfusi ke otak dan jantung
dihubungkan dengan penurunan perfusi ke sistem organ lain meliputi
ginjal. Ini mengarah pada reduksi pembentukan urin janin dan demikianlah