Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000- 2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma–trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga. Fraktur tibia mempunyai pengaruh sosial ekonomi yang penting. Dengan bertambahnya usia, angka kejadian fraktur tibia meningkat secara eksponensial. Meskipun dapat dipulihkan dengan operasi, fraktur tibia menyebabkan peningkatan biaya kesehatan. Sampai saat ini, fraktur tibia makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi tantangan bagi ahli orthopaedi. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset. Akan tetapi, pada orang-orang muda, patah tulang pinggul intrakapsular biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali 1
43

Fraktur Tulang

Jan 03, 2016

Download

Documents

gede_padma

makalah fraktur tulang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fraktur Tulang

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di

pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade

ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian.

Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan,

jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan

kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat

kecelakaan lalu lintas.

Sementara trauma–trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari

ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.

Fraktur tibia mempunyai pengaruh sosial ekonomi yang penting. Dengan

bertambahnya usia, angka kejadian fraktur tibia meningkat secara eksponensial. Meskipun

dapat dipulihkan dengan operasi, fraktur tibia menyebabkan peningkatan biaya kesehatan.

Sampai saat ini, fraktur tibia makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi

tantangan bagi ahli orthopaedi. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular

sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset.

Akan tetapi, pada orang-orang muda, patah tulang pinggul intrakapsular biasanya

disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali disertai oleh cedera pada

daerah yang lainnya serta meningkatkan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis dan

nonunion. Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi dan geriatri telah berkembang,

akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10

sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini

masih tetap tinggi. Reduksi anatomis dini, kompresi fraktur dan fiksasi internal yang kaku

digunakan untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan fraktur, akan tetapi jika

suplai darah ke kaput femur tidak dikontrol dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan

kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan,

yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan

posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang bergantung pada

jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi

1

Page 2: Fraktur Tulang

terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang

dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur

mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ

penting lainnya

Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana

mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara

simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis penyebabnya,

apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus diperhatikan lokasi

kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang

optimal (2)

BAB II

2

Page 3: Fraktur Tulang

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1. DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan

tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang

menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,

misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius

distal patah.

Akibat trauma pada tulang tergantung jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma

tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah

dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di

dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi

yang disebut fraktur dislokasi (8)

II.2 ANATOMI CRURIS

a. tulang

1) Tulang Tibia

Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis, diaphysis dan

epiphysis. Epiphysis proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu condilus medialis dan

condilus lateralis. Pada permukaan proksimal terdapat permukaan sendi untuk bersendi

dengan tulang femur disebut facies articularis superior yang ditengahnya terdapat

peninggian disebut eminentia intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat dataran sendi

yagng menghadap ke lateral disebut facies articularis untuk bersendi dengan tulang fibula.

Diaphysis mempunyai tiga tepi yaitu margo anterior, margo medialis, dan crista

interosea disebelah lateral. Sehingga terdapat tiga dataran yaitu facies medialis, facies

posterior dan facies lateralis. Margo anterior di bagian proksimal menonjol disebut

tuberositas tibia. Pada epiphysis distalis bagian distal terdapat tonjolan yang disebut

malleolus medialis, yang mempunyai dataran sendi menghadap lateral untuk bersendi

dengan talus disebut facies malleolus lateralis. Epiphysis distalis mempunyai dataran sendi

lain yaitu facies articularis inferior untuk dengan tulang talus dan incisura fibularis untuk

bersendi dengan tulang fibula.(9)

2) Tulang fibula

3

Page 4: Fraktur Tulang

Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian yaitu epiphysis

proksimalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proksimalis membulat disebut

capitulum fibula yang kearah proksimal meruncing menjadi apex kapituli fibula.

Kapitulum fibula mempunyai dataran sendi yaitu facies artycularis capituli fibula untuk

bersendi dengan tulang fibula. Diaphysis mempunyai empat crista yaitu Krista lateralis,

Krista medialis, Krista anterior, Krista interosea. Mempunyai tiga dataran yaitu facies

medialis, facies lateralis, facies posterior. Epiphysis distalis kebelakang agak membulat

dan sedikit keluar disebut malleolus lateralis. Disebelah dalam mempunyai dataran sendi

yang disebut facies artycularis malleolus lateralis. Disebelah luar terdapat suatu suleus

disebut sulcus tendo musculi tendo perineum dan dilalui tendo otot peroneus longus dan

peroneus brevis.(9)

Gambar: Anatomi Tulang Tibia

Sumber: Atlas Anatomi manusia sobotta Edisi 21. Extremitas bawah p.27

4

Page 5: Fraktur Tulang

Gambar: Anatomi Tulang Fibula

Sumber: Atlas Anatomi manusia sobotta Edisi 21. Extremitas bawah p.27

Vaskularisasi dan Persarafan

a. system otot

Fascia lata berlanjut menjadi fascia cruris, di sekitar lutut melekat pada jaringan

subcutaneus tibia dan capitilum fibulae. Fascia cruris melekat erat pada periosteum dan

jaringan subcutaneus pada permukaan medialis tibia dan pada malleolus medialis dan

malleolus lateralis.

Di bagian proximal fascia ini membungkus otot-otot.Ke bagian posterior melanjutkan diri

menjadi fascia poplitea.

Pada sisi lateral membentuk septum intermusculaare anterius yang menuju ke tepi anterior

fibula dan septum intermusculare posterior yang menuju ke margo posterior fibula ( di

antara kedua septa tersebut terdapat mm.peronei ), di sebelah posterior dari septum

5

Page 6: Fraktur Tulang

intermusculare posterior terdapat otot-otot cruralis posterior, di sebelah anterior dan medial

dari septum intermusculare anterius terdapat otot-otot cruralis anterior.

Pada bagian posterior crus terdapat septum tranversum profundus yang memisahkan otot-

otot superficialis daripada otot-otot profunda.(9)

    Otot-otot cruris dibagi menjadi tiga kelompok, sebagi berikut :

(a)    Posterior

(b)    Anteror

(c)    Lateral

(a)    Otot-otot kelompok Posterior terdiri dari Gugusan Superficialis dan Gugusan

Profundus.

GUGUSAN SUPERFICIALIS

1.   M.gastrocnemius

Mempunyai dua buah caput yang datar, yaitu caput lateralis dan caput mediale.

Caput laterale berorigo pada epicondylus lateralis femoris di sebelah cranialis dari origo m.

popliteus , di dalam tendo ini sering ditemukan os sesamoideum. Caput mediale berorigo

pada planum popliteum di cranialis condylus medialis femoris, ditutupi oleh m.

semimembranosus . Kedua venter dari otot ini pada pertengahan crus berakhir pada suatu

aponeurosis, yang selanjutnya bergabung dengan aponeurosis dari m.soleus dan tendo

m.plantaris membentuk tendo calcaneus (= Tendo Achillis ), mengadakan insertio pada

facies posterior calcaneus. Di antara tendo calcaneus dengan os calcaneus terdapat suatu

bursa mucosa.(9)

2.    M.plantaris

Berorigo planum popliteum di cranialis origo caput laterale m.gastrocnemius,

mempunyai tendo yang panjang, berjalan turun di antara m.gastrocnemius dan m.soleus,

berada di sebelah medial tendo Achillis dan bergabung dengan tendo ini. Otot ini

seringkali absen dan kalau ada banyak variasinya.(9)

6

Page 7: Fraktur Tulang

3.    M.soleus

Melekat  pada capitulum fibulae, 1/3 bagian proximal fibulae, linea soleus (= linea

oblique tibiae = linea poplitea tibiae ) dan tepi medial tibia di caudalis linea oblique. Otot

ini tidak menyilang articulus genus. Origonya berbentuk huruf  “U” ( tapal kuda ) dan

dilalui di sebelah ventralnya oleh vasa tibialis posterior dan nervus tibialis. M. soleus

berada di sebelah ventral m. gastrocnemius , tepi medial dan tepi lateralnya terletak

superficial. Tendo m. soleus bergabung dengan aponeurosis m.gastrocnemius membentuk

tendo calcaneus , mengadakan insertio pada facies posterior os calcaneus.(9)

GUGUSAN PROFUNDUS

1.    M.flexor digitorum longus

Melekat pada facies posterior tibia di sebelah caudal dari origo m.soleus dan di

sebelah medial dari perlekatan m.tibialis posterior. Tendo otot ini berjalan di sebelah

posterior tendo m>tibialis posterior, lalu membelok di sebelah dorsal malleolus medialis

dan melanjutkan diri ke ventral di sebelah profunda retinaculum flexorum, berada di

caudalis dari tendo m.tibialis posterior, berada pada sisi medial sustentaculum tali.

Memasuki daerah planta pedis tendo m.flexor digitorum longus berjalan di sebelah

profunda m.abductor hallucis, selanjutnya terbagi menjadi empat buah tendo dan

mengadakan insertio pada phalanx distalis jari II – III – IV – V. (9)

2.    M.flexor hallucis longus

Mengadakan perlekatan pada facies posterior fibula di sebelah distal dari perlekatan

m.soleus. tendonya berjalan pada facies posterior talus, di sebelah ventral tendo calcaneus,

masuk ke daerah pedis dan berada pada facies profundus retinaculum flexorum, lalu

berjalan ke ventral di sebelah caudalis sustentaculum tali. Tendo otot ini berada di sebelah

profundus tendo m.flexor digitorum longus dan di sebelah superficialis dari m.flexor

hallucis brevis, megadakan insertio pada basis phalanx dastalis jari I.(9)

7

Page 8: Fraktur Tulang

3.    M.tibialis posterior

Berasal dari bagian lateral facies posterior tibia di sebelah caudalis dari linea

soleus, membrana interossea cruris dan facies medialis fibulae. Membentu tendo yang

panjang, berada di sebelah dorsal malleolus medialis, lalu membelok di caudalis malleolus

medialis menuju ke ventral, menyilang facies medialis ligamentum deltoideus dan

ligamentum calcaneonaviculare, mengadakan insertio pada tuberositas ossis navicularis

dan pada facies plantaris os coboideum, os cuneiforme I – II – III dan os metatarsale II –

III–IV.(9)

(b)     Otot-otot kelompok Anterior

1.    M.tibialis anterior

Mempunyai origo pada facies lateralis condylus lateralis tibiae, facies lateralis 2/3

bagian proximal tibia, pada membrana interossea cruris dan fascia profunda cruris. Pada

1/3 bagian distal crus serabut-serabut otot berganti dengan tendo, yang berjalan pada

bagian ventral ujung distal tibia, mengadakan insertio pada sisi medial os cuneiforme I dan

pada basis ossis metatarsalis I. Di bagian distal crus tendo m.tibialis anterior terletak paling

medial.(9)

2.    M.extensor digitorum longus

Berbentuk unipennetus, terletak pada facies anterior cruris bersam-sama dengan

m.tibialis anterior. Pada sepertiga bagian cranial crus kedua otot tersebut berada

berdampingan satu sama lain, m.extensor digitorum longus terletak di sebelah lateral dari

m.tibialis anterior. Origo berada pada capitulum fibulae dan crista anterior fibulae ( 3/4

bagian proximal fibulae ), condylus lateralis tibiae, septum intermusculare anterius,

membrana interossea cruris dan pada fascia cruris. Berjalan turun, di ujung distal crus

tendo otot ini terletak di sebelah lateral dari tendo m.extensor hallucis longus, selanjutnya

membentuk empat buah ujung tendo terbagi menjadi tiga bagian, bagian yang medial

berinsertio pada basis phalanx medialis jari II – III – IV – V dan dua bagian lainnya

melekat pada phalanx distalis jari II – III – IV – V.(9)

8

Page 9: Fraktur Tulang

3.    M.peronaesus tertius

Suatu otot yang kecil, sangat berveriasi dalam ukuran dan sering absen. Merupakan

bagian dari m.extensor digitorum longus, mengadakan origo pada crista anterior fibulae di

sebelah distal dari origo m.extensor digitorum longus dan terletak di sebelah lateral dari

otot tersebut. Tendo otot ini menyilang sisi lateral bagian anterior pergelangan kaki dan

berjalan ke arah ventrolateral, mengadakan insertio pada facies dorsalis basis metatarsalis (9)

4.    M.extensor hallucis longus

Pada seperdua bagian proximal crus otot ini ditutupi oleh m.tibialis anterior dan

m.extensor digitorum longus. Membentuk origo pada bagian tengah fibula, yaitu pada

crista anterior fibulae di sebelah medial dari origo m.extensor digitorum longus, dan pada

membrana interossea cruris . Di bagian distal crus serabut-serabut otot dan tendo

m.extensor hallucis longus berjalan di antara m.tibialis anterior dan tendo m.extensor

digitorum longus. Selanjutnya berjalan ke ventral pada dorsum pedis dan membentuk

insertio pada basis phalanx distalis jari I. (9)

(c)     Otot-otot kelompok Lateral

1.    M.peronaesus longus

Berbentuk bipennatus, terletak paling superficial pada bagian lateral crus,

mengadakan origo pada aspectus lateralis dari 2/3 bagian cranial fibula, capitulum fibulae

dan pada condylus lateralis tibiae. Mempunyai tendo yang panjang, terletak di sebelah

superficial tendo m.peronaesus brevis  ketika  berada di sebelah dorsal  malleolus lateralis,

lalu menyilang sisi lateral os calcaneus ( di caudalis processus trochleris calcanei ) dan os

cuboideum, masuk ke daerah planta pedis. Berada di sebelah anterior tuberositas ossis

cuboidei ( pada sulcus tendinis m.peronaei longi )  dan mengadakan insertio pada sisi

lateral os cuneiforme I dan basis ossis metatarsalis I berdekatan dengan insersi  tendo 

m.tibialis  anterior. Pada  planta  pedis tendo  m.peronaeus  longus   ditutupi ( berada di

sebelah profundus) oleh ligamentum plantare longum, m.adductor hallucis, tendo m.flexor

hallucis longus dan tendo m.flexor hallucis brevis. Pada tempat di mana tendo otot ini

menyilang os cuboideum terdapat os sesamoideum.(9)

9

Page 10: Fraktur Tulang

2.    M.peronaesus brevis

Terletak di sebelah profunda m.peronaeus longus dan agak ke anterior. Berasal dari

facies lateralis 2/3 bagian distal fibula, serabut-serabut otot dilanjutkan oleh tendo yang

panjang, yang berjalan turun dan berada di sebelah dorsal malleolus lateralis, lalu menuju

ke anterior berada di sepanjang sisi lateral os calcaneus, yaitu di sebelah cranialis

processus trochlearis calcanei, dan setelah menyilang os cuboideum tendo otot ini

mengadakan insertio pada sisi lateral basis ossis metatarsalis V.(9)

RETINACULUM dan SYNOVIAL SHEATH

Fascia profunda cruris di daerah pergelangan kaki menebal membentuk

retinaculum yantg mempertahankan posisi tendo-tendo pada tempatnya ketika berjalan

menyilang ankle joint.(9)

RETINACULUM FLEXOREM (= LIGAMENTUM LACINIATUM)

Berbentuk pita yang lebar, meluas dari malleolus medialis menuju ke sisi medial os

calcaneus. Retinaculum tersebut menututpi tendo m.tibialis posterior, m.flexor digitorum

longus dan m.flexor hallucis longus, dan juga vasa tibialis posterior serta nervus tibialis.

Celah-celah tulang bersama-sama dengan retinaculum tersebut membentuk canalis yang

dilalui oleh tendo-tendo tersebut tadi. Setiap tendo dibungkus oleh synovial sheath yang

terpisah satu sama lain , yaitu vagina tendinis m.tibialis posterior, vagina tendinis m.flexor

digitorum longi dan vagina tendinis m.flexor hallucis longi.(9)

RETINACULUM EXTENSORUM

Terdiri atas retinaculum extensorum superior (= ligamentum transversum cruris)

dan retinaculum extensor inferior (=ligamentum cruriatum cruris).

Ligamentum transversum cruris menyilang tendo-tendo extensor dan melekat pada pars

distalis tibia dan fibula.(9)

Ligamentum cruciatum terletak pada dorsum pedis, berbentuk huruf “Y” dan tampaknya

lebih tegas daripada retiniculum extensorum superior. Pangkal dari ligamentum cruriatum

10

Page 11: Fraktur Tulang

cruris melekat pada sisi lateral facies superior calcaneus, ujungnya membuka ke arah

medial, bagian superior melekat pada malleolus medialis dan ujung caudalnya berjalan

mengelilingi sisi medial pedis, mengadakan perlekatan pada fascia yang membungkus

m.abductor hallucis pada planta pedis. Pars superior ligamentum cruriatum cruris (upper

limb) menutupi tendo-tendo m.extensor digitorum longus dan m.peronaes tertius, vasa

tibialis anterior dan nervus peronaeus profundus. Ke arah medialis membungkus tendo

m.extensor hallucis longus dan tendo m.tibialis anterior. Pars caudalis ligamentum

cruciatum cruris menyilang semua tendo dan pembuluh-pembuluh darah pada dorsum

pedis.(9)

Synovial sheath yang membungkus tendo m.tibialis anaterior (= vagina tendinis m.tibialis

anterior) meluas mulai dari sebelah cranialis ligamentum tranvsersum cruris sampai di

antara kedua bagian ligamentum cruciatum cruris. Synovial sheath yang membungkus

tendo m.extensor hallucis longus disebut vagina tendinis m.extensoris hallucis longi; yang

membungkus tendo m.extensor digitorum longus disebut vagina tendinum m.extensor

digitorum longi, mulai pada daerah di antara logamentum cruris dan ligamentum cruciatum

cruris sampai di bagian distal ligamentum cruciatum cruris, dan synovial sheath yang

membungkus m.extensor hallucis longus meluas sampai sejauh phalanx distalis jari I.

Retinaculum mm.peronaeorum terdiri atas dua bagian, yaitu retinaculun mm.peronaeorum

superius yang mengadakn perlekatan pada tepi posterior malleolus lateralis dan pada facies

lateralis calcaneus; retinaculum ini memfiksir tendo m.peronaeus brevis et longus pada

posisinya di bagian dorsal malleolus lateralis. Yang kedua adalah retinaculum mm.

peronaeorum inferius yang memfiksir tendo-tendo m.peroneus brevis et longus tetap pada

tempatnya facies lateralis calcaneus; retinaculum ini melekat di bagian caudal pada os

calcaneus, berjalan ke arah cranio-ventral dan melanjutkan diri pada ligamentum cruciatum

cruris.(9)

Synovial sheath yang membungkus tendo m.peronaeus brevis et longus membentuk vagina

tendinum mm.peronaeorum communis, yang terletak mulai kira-kira 2 cm di sebelah

cranial retinaculun mm.peronaeorum superius sampai setinggi os cuboideum.(9)

11

Page 12: Fraktur Tulang

Gbr. Vaskularisasi pada region cruris

Sumber: Atlas Anatomi manusia sobotta Edisi 21. Extremitas bawah p.27

II.3. PATOFISIOLOGI FRAKTUR

.Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma

tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi

terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang

mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi

energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang tulang. yang dapat

menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung

dan tidak langsung), akibat keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung

menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.

Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari

daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang

12

Page 13: Fraktur Tulang

dapat berupa teknan berputar, membengkok, kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi

patologis disebabkan karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kondisi patologis yang

terj adi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada j enis trauma, kekuatan

dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus

menerus misalnya pada orang yang bertugas kemiliteran.

Ketika terjadi patah tulang yang diakibatkan oleh truma, peristiwa tekanan ataupun

patah tulang patologik karena kelemahan tulang, akan terjadi kerusakan di korteks,

pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi

perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya.. Keadaan ini menimbulkan hematom

pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang

mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah

ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang,

tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini

menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa

menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang

pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang

mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga

meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik

dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan

terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila

berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma compartement.(7)

II.4. KLASIFIKASI FRAKTUR

Fraktur yang dikarenakan oleh trauma terbagi atas :

1. Trauma langsung : Trauma langsung pada tulang bersangkutan, teruma tumpul

(crush), trauma penetrasi ( akibat luka tembak )

2. Trauma tidak langsung : Fraktur yang terjadi akibat gaya traksi atau tension, gaya

angulasi, gaya rotasi, gaya kompresi atau suatu kombinasi.

13

Page 14: Fraktur Tulang

Menurut Extensi (4)

a. Fraktur Komplit, jika patah melalui seluruh penampang tulang atau kedua

kortex tulang seperti terlihat pada foto

b. Fraktur tidak komplit, jika garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang,

antara lain :

Hairline fracture ( Patah retak rambut )

Buckle fracture atau torus fracture , jika terjadi li[patan dari satu kortex

dengan kompressi tulang spongiosa di bawahnya ( biasanya pada distal

radius anak )

Greenstick fracture, jika terkena satu kortex dengan angulasi kortex lainnya

yang terjadi pada tulang panjang anak

Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma : (4)

- Garis patah melintang : tarauma angulasi atau langsung

- Garis patah oblik : trauma angulasi

- Garis patah spiral : trauma rotasi

- Fraktur kompresi : trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa

- Fraktur avulse : trauma tarikan/traksi otot pada insersinya di tulang, misal

fraktur patela

Jumlah garis patah

- Fraktur Komunitif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan

- Fraktur Segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan ( bila

dua garis patah disebut pula fraktur bifocal)

- Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan

tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris dan faktur tulang belakang

Bergeser atau tidak bergeser (4)

14

Page 15: Fraktur Tulang

a. Fraktur undisplaced ( tidak bergeser ), garis patah komplit tetapi kedua fragmen

tidak bergeser, peritoneum masih utuh

b. Fraktur displaced ( bergeser ), terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang

juga disebut lokasi fragmen, terbagi :

- dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping).

- dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

- dislokasi ad latus (pergeseran di mana kedua fragmen saling menjauh).

Gambar: macam-macam tipe fraktur

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yaitu:

Derajat I:

Luka < 1cm.

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana,

Transversal,obliq atau komunitif ringan kontaminasi minimal

Derajat II:

15

Page 16: Fraktur Tulang

Luka>1cm.

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulasi Fraktur komunitif sedang

Kontaminasi sedang

Derajat III:

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan

neuromuskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

Fraktur derajat III terdiri atas:

A. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun

terdapat ;aserasi luas/flap/avulasi atau fraktur segmental/sangat komunitif yang

disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.

B. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau

kontaminasi masif

C. Luka pada pembuluh arteri/syaraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat

kerusakan jaringan lunak.(9,1)

II.5. PEMERIKSAAN FRAKTUR

Gambaran klinis

Pada pemeriksaan fisk mula-mula dilakukan inspeksi. Terdapat pembengkakan,

perubahan bentuk berupa bengkok,dan terdapat gerakan tidak normal. Nyeri yang secara

subjektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat juga secara objektif pada palpasi. Nyeri

berupa nyeri tekan.

Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan Radiologis

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen ( x-ray ). Pada pemeriksaan radiologis ( rontgen ) ,

pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two , yang

terdiri dari:

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.

Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.

Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun

yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal).

16

Page 17: Fraktur Tulang

Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.(6)

Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin.

Faktor pembekuan darah.

Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi).

Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).

Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang.

Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat

Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.(7)

Pemeriksaan Lain-Lain

Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas, didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

Biopsi tulang dan otot, pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan

diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

Elektromyografi, terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

Arthroscopy, didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma

yang berlebihan.

Indium imaging, pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.(6)

II. 6. PRINSIP-PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR

Penatalaksanaan Secara Umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi

(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi,

baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya

kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat

golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan

17

Page 18: Fraktur Tulang

anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan

foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah

terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses

pembuatan foto.(1)

Terapi antibiotik dan anti tetanus serum (ATS)

Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya

trauma. Bila dalam perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan

pemeriksaan kultur dan sensifitas ulang untuk penyesuaian ulang untuk penyesuaian ulang

pemberian antibiotik yang digunakan. Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur

terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka dalam, luka yang terkontaminasi, luka

dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. Pada penderita

yang belum pernah mendapat imunisasi antitetanus dapat diberikan gama globulin anti

tetanus manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125

unit pada usia 5-10 tahun dan 75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan

serum anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 dengan tes subkutan 0,1 selama 30

menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis

boster 0,5 ml secara intramuskuler (3)

Prinsip penanganan fraktur

Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena

terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut,

dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri (analgesik) dan juga dengan teknik imobilisasi

(tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Teknik imobilisasi dapat dicapai dengan cara

pemasangan bidai atau gips.

Pembidaian : benda keras yang ditempatkan didaerah sekeliling tulang.

Prinsip Pembidaian

A. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalami cedera.

B. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak

perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang

18

Page 19: Fraktur Tulang

C. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan

Pemasangan gips: merupakan bahan kuat yang dibungkuskan disekitar

tulang yang patah

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk

itu diperlukan lagi teknik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi

eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.

Penarikan (traksi):

Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya.

Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk

patah tulang paha dan panggul.

Fiksasi internal :

Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada

pecahan-pecahan tulang

Fiksasi eksternal :

Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada

pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat

dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid

juga cocok untuk tindakan ini.

3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali

Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan

menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan

dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.

4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula

Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya

sendi.Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.(5)

PENATALAKSANAAN PENANGANAN FRAKTUR

1. Reposisi dengan tujuan mengembalikan fragmen ke posisi anatomi

Tertutup : fiksasi eksterna,Traksi (kulit,sekeletal)

19

Page 20: Fraktur Tulang

Terbuka :

Reposisi tertutup gagal

Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan

Mobilisasi dini

Fraktur multiple

Fraktur patologis

2. Imobilisasi/fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi

sampai union

Jenis fiksasi :

Eksternal

Gips (plester cast)

Traksi

Indikasi :

Pemendekan (shortening)

Fraktur unstabel : oblique, spiral

Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar

Internal/ORIF : K-wire,plating,screw,k-nail

3. Union

Prinsip terjadinya Union:

Dewasa : Kortikal 3 bulan, Kanselus 6 minggu

Anak-anak : separuh dari orang dewasa

4. Rehabilitasi

Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian

yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan

reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau

status neurovaskular, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan

otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali

secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.(1)

20

Page 21: Fraktur Tulang

II.7. KOMPLIKASI FRAKTUR

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri  atau akibat

penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .

1. Komplikasi umum

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan

gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut dapat terjadi

dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu

akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme.

Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam

(DVT), tetanus atau gas gangren.

2. Komplikasi lokal

a. Komplikasi dini

b. Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca

trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca

trauma disebut komplikasi lanjut.

Pada Tulang

Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.

Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan

operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed

union atau bahkan non union

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering

terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi

sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.

Pada Jaringan Lunak

Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial

karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering

dan melakukan pemasangan elastic

Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips.

Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-

daerah yang menonjol.

21

Page 22: Fraktur Tulang

Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut

terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada

serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma

dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush

atau thrombus. (4)

Pada Pembuluh Darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.

Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami

retraksi dan perdarahan berhenti spontan. Pada jaringan distal dari lesi

akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu

melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh

darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh

darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang

lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh

vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian

distal lesi.

Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot

pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan

neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini

dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat

menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot. Apabila iskhemi

dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan

kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus

yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur

volkmann.  Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia,

Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis.(4)

Pada Saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis

(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan

identifikasi nervus.(4)

22

Page 23: Fraktur Tulang

Komplikasi Lanjut

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada

pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.

1.Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada

pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung

fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Lebih

20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu).

2.Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe I

(hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan

diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi

untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.

Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat

jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan,

proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang

luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang

tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi

dan penyakit tulang (fraktur patologis)

3.Mal union

Keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang

terbentuk angulasi/valgus, rotasi, kependekan atau union secara menyilang

misalnya pada fraktur radius dan ulna.

4.Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada

fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union

(infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis

mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.

5.Kekakuan sendi

23

Page 24: Fraktur Tulang

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,

sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,

perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu

imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi(7,1)

PENATALAKSANAAN KHUSUS PADA FRAKTUR TERBUKA

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan

yang terstandar untuk mengurangi risiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan

terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka adalah:

1) Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan.

2) Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat

menyebabkan kematian.

3) Berikan antibiotik cephalosporine golongan I atau II dalam ruang gawat

darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.

4) Segera dilakukan debridemen dan dan irigasi yang baik.

5) Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya.

6) Stabilisasi fraktur.

7) Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari.

8) Rehabilitasi anggota gerak yang terkena.

Sedangkan tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka adalah sebagai berikut:

1) Pembersihan luka.

2) Dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis

untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.

3) Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen).

4) Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat

pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,

jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot, dan fragmen-fragmen yang lepas.

5) Penutupan kulit.

24

Page 25: Fraktur Tulang

6) Pemberian antibakteri.

7) Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan

dalam dosis yang besar sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan operasi.

8) Pencegahan tetanus.

9) Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.

Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian

toksoid. Tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin.

10) Pengobatan fraktur itu sendiri

II.8. Penyembuhan Tulang pada Fraktur

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menajubkan. Tidak

seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.

Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur

merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur

mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk

penyembuhan memadai sampai tejadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti

imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor

biologis yang juga merupakan suatu factor yang sangat essential dalam penyembuhan

fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang yaitu :

1. Fase hematoma

Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang

melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur

dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar

diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat

tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam

jaringan lunak. Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari

daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah

cincin avaskular tulang yang mati pada sisi – sisi fraktur segera setelah trauma.

Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.(1)

25

Page 26: Fraktur Tulang

Gambar: fase hematoma

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu

reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel – sel osteogenik

yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah

endosteum membentuk kalus interna sebagi aktivitas seluler dalam kanalis medularis.

Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal

dari diferansiasi sel – sel mesenkimal yang berdiferensiasi kedalam jaringan lunak.

Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel – sel

osteogenik yang memberi penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang

sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi

pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari

fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada

pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu

daerah radioluscen.

Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir

pada minggu ke 4 – 8.(1)

Gambar: fase proliferasi seluler sub-periostal

26

Page 27: Fraktur Tulang

3. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang

berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk tulang rawan.

Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan

polisakarida oleh garam – garam kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk

tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven bone

sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan

fraktur.(1)

Gambar:Fase kalus

4. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan diubah menjadi

tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan

kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap.

Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu ke 8 – 12

setelah terjadinya fraktur.(1)

Gambar: fase konsolidasi

5. Fase remodeling

27

Page 28: Fraktur Tulang

Pada fase remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetapi

terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan – lahan menghilang.

Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian 

dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk sumsum.(1)

Gambar: fase remodeling

Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai beberapa

tahun dari terjadinya fraktur.Waktu penyembuhan dari fraktur bervariasi secara individu

dan berhubungan dengan factor lain pada penderita, antara lain:

1. Umur penderita

2. Lokalisasi antar Fraktur

3. Pergeseran awal fraktur

4. Vaskularisasi pda kedua fragmen

5. Reduksi serta imobilisasi

6. Waktu imobilisasi

7. Ruang diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak

8. Adanya infeksi

9. Cairan synovial

10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak

Pada patah tulang diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar

sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun bukan saja

karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah

terotasi keluar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat

perdarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh penanganan secara

tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih (9)

28