FRAKTUR SINISTRAI. PENGERTIANFraktur adalah putusnya hubungan
normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan
dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati
otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi
(Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Fraktur femur adalah terputusnya
kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung
(kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih
banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia
jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543) Fraktur olecranon adalah fraktur
yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung,
biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi
anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553). Open Fraktur Humerus
Sinistra KominutifPost ORIF Istilah FRAKTUR. Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa/trauma (Mansjoer, 2000:75). HUMERUS
merupakan lengan atas. Fraktur Tulang Humerus adalah diskontinuitas
atau hilangnya struktur dari tulang humerus. Gambaran yang sering
muncul pada pasien dengan fraktur adalah patah tulang traumatik dan
cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri, mungkin tampak jelas
posisi tulang atau ekstremitas yang dialami, pembengkakan disertai
fraktur akan menyertai proses.Lalu ada SINISTRA. Sinistra merupakan
nama lain dari bagian kiri. Misal Humerus Sinistra berarti lengan
kiri. Lawannya adalah dextra, alias bagian kanan.ORIF (Open
Reduction with Internal Fixation) adalah satu tindakan untuk
melihat fraktur langsung dengan teknik pembedahan yang mencakup di
dalamnya pemasangan pen, skrup, logam atau protesa untuk
memobilisasi fraktur selama penyembuhan (Depkes, 1995:95). Tindakan
ini dilakukan untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada faktur
terbuka yang tidak dapat di reposisi tapi sulit dipertahankan. Nah,
untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan
tindakan operasi ORIF. Indikasi dilakukannya operasi ORIF yaitu
fraktur yang tidak bisa sembuh, fraktur yang tidak bisa direposisi
tertutup, fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan,
fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi (Reksoperasirodjo, 1995:513).Kominutif, fraktur
dengan tulang pecah menjadi beberapa bagian.Wound dehiscence
merupakan robek atau pecahnya luka parsial atau total. Faktor
resiko kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, batuk
berlebihan, muntah, dehidrasi mempertinggi resiko mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka yang saya alami terjadi pada
jahitan paling luar akibat keluarnya cairan bengkak di lengan
kiri.
II. ETIOLOGI Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat
dibagi menjadi tiga yaitu :a. Cedera traumatik Cedera traumatik
pada tulang dapat disebabkan oleh :1) Cedera langsung berarti
pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya. 2) Cedera tidak langsung berarti
pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh
dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. 3)
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat. b. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang
akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan
baru yang tidak terkendali dan progresif. 2) Infeksi seperti
osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri. 3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan
oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet
lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah. c. Secara
spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
III. PATOFISIOLOGI
1. Fase hematum Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema,
hematume disekitar fraktur Setelah 24 jam suplai darah di sekitar
fraktur meningkat2. Fase granulasi jaringan Terjadi 1 5 hari
setelah injury Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh
darah baru fogoblast dan osteoblast.3. Fase formasi callus Terjadi
6 10 harisetelah injuri Granulasi terjadi perubahan berbentuk
callus4. Fase ossificasi Mulai pada 2 3 minggu setelah fraktur
sampai dengan sembuh Callus permanent akhirnya terbentuk tulang
kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang
patah
5. Fase consolidasi dan remadelling Dalam waktu lebih 10 minggu
yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast
dan osteuctas
IV. TANDA DAN GEJALA1. DeformitasDaya terik kekuatan otot
menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan contur terjadi seperti :a. Rotasi pemendekan
tulangb. Penekanan tulang2. BengkakEdema muncul secara cepat dari
lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan
dengan fraktur3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous4. Spasme
otot spasme involunters dekat fraktur5. Tenderness/keempukan6.
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.7.
Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)8. Pergerakan abnormal9. Shock hipovolemik hasil
dari hilangnya darah10. Krepitasi.( Joyce. M. Black, 1993 : 199
)
VII. Kemungkinan diagnosa yang terjadi Post Op Fraktur Cruris1.
Nyeri berhubungan dengan spasma otot dan kerusakan sekunder
terhadap fraktur 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
pemasangan gips3. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
barhubungan dengan perubahan sirkulasi sekunder terhadap fraktur
dengan post op sindrom emboli atau infeksi 4. Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan tidak ada kuatnya pertahanan
primer kerusakan kulit, trauma jaringan
2.3 Intervensi Keperawatan2.3.1. Dx. ITujuan : Bebas nyeri,
ekspresi wajah rileks, tidak merintih.Intervensi a. Pertahankan
tirah baring sampai fraktur berkurang R/ Nyeri dan spasma otot
dikontrol oleh imobilisasi b. Pertahankan fraksi yang diprogramkan
R/ Mengobilisasikan fraktur dan mengurangi nyeri c. Pantau TD,
nadi, respirasi, intensitas nyeri, tingkat kesadaran tiap 4 jam R/
Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan d. Berikan obat analgesik dan evaluasi keefektifannya R/
Anal gesik mengurangi imbang nyeri e. Bantu klien untuk mengambil
posisi yang nyaman R/ Posisi yang nyaman berfungsi untuk relaksasi
2.3.2. Dx IITujuan : mendemontrasikan tidak adanya komplikasi otot
dengan kakauan sendi, BAB konsistensi lunakIntervensi e. Pantau
keadaan umum tiap 8 jam R/ mengidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkanf. Kaji derajat imobilisasi
yang dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan perhatian persepsi
klien terhadap imobilisasi instruksikanR/ klien dibatasi oleh
persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual memerlukan
informasi atau intervensi untuk meningkatkan kesehatang. Klien
dalam rentan gerak, klien aktif dalam ekstermitas yang tidak
sakitR/ meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatan tonus otot, mempertahankan gerak sendi mencegah
kontraktur dan resorobsi kalsium yang tidak digunakanh. Ubah posisi
secara periodik dan dorong untuk latihan batuk atau nafas dalamR/
mencegah onsiden komplikasi kulit atau pernafasani. Bantu perawatan
diriR/ meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan diri
langsungj. Awasi TD saat melakukan aktivitas perhatikan keluhan
pusing.R/ hipotensi postural merupakan masalah yang umum mengenai
tirah baring yang lama.2.3.3 DX IIIIntervensi :3) Kaji kulit untuk
luka terbuka benda asing, perdarahan, perubahan warnaR/ memberikan
informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang disebabkan oleh
fraksi4) Masase kulit penonjolan tulangR/ menurunkan tekanan pada
area yang sama dan menurunkan resiko kerusakan kulit5) Ubah posisi
tipa 2 jamR/ meminimalkan kerusakan kulit6) Observasi area yang
terkena R/ tekanan dapat mengakibatkan ulserasi nekrosis dan
kelumpuhan syarafDX IVTujuan : mencapai penyembuhan sesuai dengan
waktu bebas drainase, porulen, uritema dan demamIntervensi :a.
Infeksi kulit adanya iritasi robekan kontinuitasR/ deteksi tanda
mulianya peradanganb. Berikan perawatan kulitR/ mencegah
kontaminasi silang dan kemungkinan infeksic. Kaji tonus otot reflek
tendon dan kemampuan untuk bicaraR/ kekuatan otot sepasme tonik
otot rahang, difagia menunjukkan osteomelitis d. Selidiki nyeri
tiba tiba keterbatasan gerak odema lokal dan eritema extrimitas
yang cedera.III. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR a. Fraktur tertutup
(closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar. b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat
hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat,
yaitu :1) Derajat I- luka kurang dari 1 cm- kerusakan jaringan
lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.- fraktur sederhana,
tranversal, obliq atau kumulatif ringan.- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II- Laserasi lebih dari 1 cm- Kerusakan jaringan
lunak, tidak luas, avulse- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat IIITerjadi kerusakan jaringan lunak yang luas
meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi
derajat tinggi.c. Fraktur complete Patah pada seluruh garis tengah
tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi
normal).d. Fraktur incomplete Patah hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.e. Jenis khusus fraktura) Bentuk garis
patah1) Garis patah melintang2) Garis pata obliq3) Garis patah
spiral4) Fraktur kompresi5) Fraktur avulsib) Jumlah garis patah1)
Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi
saling berhubungan3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu
tetapi pada tulang yang berlainan.c) Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen
tidak bergeser. Fraktur bergeser, terjadi pergeseran
fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen
(Smeltzer, 2001:2357).
VIII . PATOFISIOLOGIProses penyembuhan luka terdiri dari
beberapa fase yaitu :1. Fase hematum Dalam waktu 24 jam timbul
perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur Setelah 24 jam suplai
darah di sekitar fraktur meningkat2. Fase granulasi jaringan
Terjadi 1 5 hari setelah injury Pada tahap phagositosis aktif
produk neorosis Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang
berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.3. Fase formasi
callus Terjadi 6 10 harisetelah injuri Granulasi terjadi perubahan
berbentuk callus4. Fase ossificasi Mulai pada 2 3 minggu setelah
fraktur sampai dengan sembuh Callus permanent akhirnya terbentuk
tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang
yang patah5. Fase consolidasi dan remadelling Dalam waktu lebih 10
minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas
osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
V. TANDA DAN GEJALA1. DeformitasDaya terik kekuatan otot
menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan contur terjadi seperti :a. Rotasi pemendekan
tulangb. Penekanan tulang2. Bengkak : edema muncul secara cepat
dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan
dengan fraktur3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous4. Spasme
otot spasme involunters dekat fraktur5. Tenderness/keempukan6.
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.7.
Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)8. Pergerakan abnormal9. Shock hipovolemik hasil
dari hilangnya darah10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Foto Rontgen Untuk mengetahui lokasi
fraktur dan garis fraktur secara langsungMengetahui tempat dan type
frakturBiasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodik2. Skor tulang tomography,
skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler4. Hitung
darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple)Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah
trauma5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76
).VII. PENATALAKSANAAN 1. Fraktur Reduction Manipulasi atau
penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara
manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi
sebelumnya. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan
penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal
viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang
intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi : o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka
pendek o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka
panjang. 2. Fraktur Immobilisasi Pembalutan (gips) Eksternal
Fiksasi Internal Fiksasi Pemilihan Fraksi3. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi Imunisasi tetanus Terapi
antibiotic prophylactic Immobilisasi (Smeltzer, 2001).MANAJEMEN
KEPERAWATANI. PENGKAJIAN Pengkajian adalah langkah awal dan dasar
dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 :
10). Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999)
meliputi : a. Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, GJK,
edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular
(peningkatan risiko pembentukan trombus). b. Integritas ego Gejala
: perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak
dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi
simpatis. c. Makanan / cairan Gejala : insufisiensi pancreas/DM,
(predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi
(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukkan / periode puasa pra operasi). d. Pernapasan Gejala :
infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok. e. Keamanan Gejala :
alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat
mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam. f.
Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : pengguanaan antikoagulasi,
steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic,
antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang
dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol
(risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan
pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca
operasi).
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan adalah suatu
penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur
(Wilkinson, 2006) meliputi : 1. Nyeri berhubungan dengan
terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas 2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea,
kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan
gangguan pola tidur. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik. 4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. 5. Risiko infeksi
berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan. 6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI Intervensi adalah penyusunan
rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono, 1994:20) Implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Effendi, 1995:40). Intervensi dan implementasi
keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture
Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi : 1. Nyeri adalah pengalaman
sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat
adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam
istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan
dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam
bulan.Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang - Klien tampak tenang. Intervensi dan
Implementasi : a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga R/
hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif b. Kaji
tingkat intensitas dan frekwensi nyeri R/ tingkat intensitas nyeri
dan frekwensi menunjukkan skala nyeri c. Jelaskan pada klien
penyebab dari nyeri R/ memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri. d. Observasi tanda-tanda vital. R/
untuk mengetahui perkembangan kliene. Melakukan kolaborasi dengan
tim medis dalam pemberian analgesik R/ merupakan tindakan dependent
perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu
yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk
bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang
diinginkan. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk
beraktivitas. Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan diri. - pasien mengungkapkan mampu untuk
melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu. - Koordinasi otot,
tulang dan anggota gerak lainya baik. Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup. R/ mengurangi aktivitas
yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secar optimal. b. Berikan latihan aktivitas
secara bertahap. R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses
aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang
tepat, mobilisasi dini. c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
sesuai kebutuhan. R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan
pasien pulih kembali. d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons
pasien. R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang
yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan. Tujuan : Mencapai
penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. Kriteria Hasil : - tidak
ada tanda-tanda infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan
tidak kotor. - Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi. Intervensi dan Implementasi : a. Kaji kulit dan
identifikasi pada tahap perkembangan luka. R/ mengetahui sejauh
mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang
tepat. b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe
cairan luka. R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi. c. Pantau peningkatan suhu tubuh. R/ suhu
tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan. d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut
luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. R/
tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi. e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi
tindakan lanjutan, misalnya debridement. R/ agar benda asing atau
jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya. f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan. R/
balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi
parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. g. Kolaborasi
pemberian antibiotik sesuai indikasi. R / antibiotik berguna untuk
mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi
infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam
kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu
ekstremitas atau lebih. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat
mobilitas optimal. Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang. -
melakukan pergerakkan dan perpindahan. - mempertahankan mobilitas
optimal yang dapat ditoleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri
penuh 1 = memerlukan alat Bantu. 2 = memerlukan bantuan dari orang
lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan
bantuan dari orang lain dan alat Bantu. 4 = ketergantungan; tidak
berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi : g. Kaji kebutuhan akan pelayanan
kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R/ mengidentifikasi
masalah, memudahkan intervensi. h. Tentukan tingkat motivasi pasien
dalam melakukan aktivitas. R/ mempengaruhi penilaian terhadap
kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah
ketidakmauan. i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan
alat bantu. R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. j.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R/
mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.k.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi. R/ sebagai suaatu
sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi,
prosedur invasif dan kerusakan kulit. Tujuan : infeksi tidak
terjadi / terkontrol. Kriteria hasil :- tidak ada tanda-tanda
infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. -
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi : a. Pantau tanda-tanda vital. R/
mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh
meningkat. b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R/
mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen. c. Lakukan
perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,
drainase luka, dll. R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit. R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah
leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R/ antibiotik mencegah
perkembangan mikroorganisme patogen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.Tujuan : pasien
mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan
dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan. - memulai perubahan
gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi: a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya. R/ mengetahui seberapa jauh
pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang,
klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan
nya. R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang
telah diberikan. R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang
dilakukan.
IX. EVALUASI Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan
dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan
dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan
pada pasien dengan post operasi fraktur adalah : 1. Nyeri dapat
berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan. 2.
Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. 3. Mencapai
penyembuhan luka pada waktu yang sesuai 4. Pasien akan menunjukkan
tingkat mobilitas optimal. 5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol 6.
Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing.
W.B Sainders Company : PhiladelpiaBoedihartono, 1994, Proses
Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta. Brooker, Christine.
2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta. Brunner dan Suddarth,
2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, JakartaDoenges,
Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :
Jakarta. E.Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia.
JakartaNasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC.
Jakarta. Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu
Bedah, Edisi revisi. EGC : JakartaWilkinson, Judith M. 2006. Buku
Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta. Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner
& Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta2