Page 1
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 27 Oktober 2015-2 Januari 2016
Nama : Jemie Rudyan Tanda tangan
Nim : 11.2014.177
Dr. Pembimbing : dr. Heka Priyamurti, Sp. OT ……………..
IDENTITAS
Nama : Tn.AM
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Tanggal Pemeriksaan : 10 November 2015
Tanggal Masuk RS : 10 November 2015
Pekerjaan : Pensiunan
I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 10 November 2015, jam
07:00
Keluhan Utama: Nyeri dan tidak bisa menggerakkan kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengatakan terjatuh dari tangga, saat sedang mencoba mengambil buah
di pohon yang agak tinggi. Pasien terjatuh dalam posisi duduk, namun setelah
itu pasien tidak dapat berdiri dikarenakan nyeri yang terasa pada panggul
sebelah kiri. Setelah jatuh, pasien tidak mengalami gangguan miksi dan
defekasi, pasien juga tidak mengalami gangguan sensoris pada tungkai bawah.
Riwayat penyakit dahulu:
Ini merupakan pertama kali pasien mengalami kecelakaan.
Riwayat penyakit keluarga :
Page 2
Tidak ada yang menderita kelainan tulang pada keluarga.
Riwayat sosial :
Riwayat konsumsi alkohol, merokok, penggunaan jarum suntik bergantian
disangkal oleh pasien.
II. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : T: 140/90 mmHg
N: 80 x/menit
RR: 20x/menit
Suhu : 36,8oC (Axilla)
Kepala : Tidak ada memar, tidak ada jejas trauma
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-), RCL (+/+), RCTL
(+/+), subconjugtiva bleeding (-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), mukosa hiperemis
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-) tonsil T1-T1
Telinga : Normotia, deformitas (-), serumen (-/-), sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-), deviasi trakhea (-)
Thorax
Pulmo Dextra Sinistra
Depan
Ins
Pal
Per
Aus
Simetris statis dinamis
Stem fremitus ka = ki
Sonor seluruh lapang paru
SD Vesikuler, Ronki (-), Wheezing
(-)
Simetris statis dinamis
Stem fremitus ka = ki
Sonor seluruh lapang paru
SD Vesikuler, Ronki (-), Wheezing
(-)
Belakang
Ins
Pal
Per
Simetris statis dinamis
Stem fremitus ka = ki
Sonor seluruh lapang paru
Simetris statis dinamis
Stem fremitus ka = ki
Sonor seluruh lapang paru
Page 3
Aus SD Vesikuler, Ronki (-), Wheezing
(-)
SD Vesikuler, Ronki (-), Wheezing
(-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1 cm lateral linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis kanan
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS V 3 jari media linea midaxillaris sinistra
Konfigurasi jantung : diperkirakan ada pembesaran jantung
Auskultasi : BJ I-II normal, gallop (-) murmur (-)
Kesan : Dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi : Datar, defans muscular (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, metalic sound (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-), tympani (+)
Kesan : Dalam batas normal
Status Lokalis Regio femur sinistra
Look : Terpasang verban dan bidai, tampak posisi kaki pasien terus dalam
rotasi eksternal.
Feel : VAS score 3, pulsasi a.tibialis posterior (++), pulsasi a.poplitea (++),
sensibilitas (+), Anatomical length kaki kanan : femur :40cm tibia : 33cm, true
length : 77cm, apperent length : 85cm, Anatomical length kaki kiri : femur 38,7cm
tibia 33cm, true length : 75,7cm, apperent length 84cm.
Movement : Gerak aktif dan pasif terhambat bidai, jari kaki dapat digerakkan
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Page 4
Rontgen hip AP/Lat an Tn.AM (tanggal: 9 November 2015) dari IGD
Tidak ada Rontgen Hip AP post operasi an Tn.AM
IV. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur tertutup Intertrokanter femur sinistra
VI. PENATALAKSANAAN
Non-operatif : Nacl 0,9% 20 tpm
Gentamycin 2 x 80 mg IV
Ketorolac 3 x 30 mg IV
Ranitidin 2 x 300 mg IV
Vit K 1 x 1 tab
Asam traneksenamat 3 x 500 mg IV
Bidai dilanjutkan
Operatif : Pro ORIF DHS
Page 5
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Follow up tanggal 11 November 2015
S: Os mengeluh masih nyeri dengan pada kaki kiri, namun lebih baik karena sudah dibidai.
O: Compos mentis, Tampak sakit ringan, Tekanan darah 140/100 mmHg, frekuensi nadi
88x/m, frekuensi nafas 14x/m
Status lokalis regio panggul sinistra:
Look : Terpasang perban dan bidai, posisi tungkai rotasi eksterna, shortening (+),
Feel : Pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Move : ROM berkurang terbatas bidai
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra terfiksasi bidai
P: Terapi dilanjutkan, persiapan operasi tanggal 13 November 2015
Follow up tanggal 12 November 2015
S: Os mengeluh masih nyeri
O: CM, TSR, 140/90, 90x/m, 15x/m
Status lokalis regio hip sinistra:
Look : Posisi rotasi eksterna, shortening (+) tertutup verban
Feel : Pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Move : ROM berkurang terbatas bidai
Page 6
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra terfiksasi bidai
P: Terapi lanjut, cek PT, aPTT, H2TL, Ureum Creatinin, SGOT, SGPT, Hepatitis B.
Follow up tanggal 13 November 2015
S: Os menjalani operasi
O: CM, TSR, 140/80, 90x/m, 15x/m
Status lokalis : -
A: fraktur tertutup intertrokanter post ORIF
P: GV setiap hari,Ranitidin stop ganti Omeprazole 2x40 mg, terapi lanjut
Follow up tanggal 14 November 2015
S: Os mengeluh nyeri di tempat lokasi insisi
O: CM, TSR, 150/90, 82x/m, 14x/m
Status lokalis regio hip sinistra:
Look : Posisi stabil, tertutup verban rembes (-)
Feel : Pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Move : ROM berkurang terbatas nyeri, nyeri gerak aktif dan pasif (+)
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra post ORIF DHS H+1
P: GV setiap hari, terapi lanjut
Follow up tanggal 15 November 2015
S: Os mengeluh masih nyeri di lokasi operasi
O: CM, TSR, 130/90, 80x/m, 12x/m
Page 7
Status lokalis regio hip sinistra:
Look : Posisi stabil, tertutup verban rembes (-)
Feel : Pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Move : ROM berkurang terbatas nyeri, nyeri gerak aktif dan pasif (+)
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra post DHS H+2
P: GV dua hari sekali, dianjurkan untuk bergerak, terapi lanjut
Follow up tanggal 16 November 2015
S: Os mengeluh nyeri kaki kiri, namun sudah lebih bisa bergerak
O: CM, TSR, 140/90, 90x/m, 15x/m
Status lokalis regio hip sinistra:
Look : Posisi stabil, tertutup verban rembes (-)
Feel : Pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Move : ROM membaik tapi masih terbatas nyeri, nyeri gerak aktif dan pasif (+)
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra post ORIF H+3
P: GV setiap hari, terapi lanjut,
Follow up tanggal 17 November 2015
S: Os mengeluh nyeri dan kaki kiri menjadi sulit digerakkan karena nyeri
O: CM, TSR, 150/80, 88x/m, 15x/m
Status lokalis regio hip sinistra:
Look : Posisi eksternal rotasi, tertutup verban rembes (-)
Feel : NT pada bekas luka operasi, pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Page 8
Move : ROM berkurang terbatas nyeri, nyeri gerak aktif dan pasif (+)
Rontgen Hip didapatkan DHS tidak sesuai rencana pemasangan karena terlepas dari
collum femur.
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra post ORIF H+4
P: Foto rontgen panggul AP, terapi lanjut, cek PT, aPTT, H2TL, Ureum Creatinin, SGOT,
SGPT, Hepatitis B.
Follow up tanggal 18 November 2015
S: Os mengeluh masih nyeri dengan skala 2-3 dan pegal pada kaki kiri
O: CM, TSR, 140/90, 90x/m, 15x/m
Status lokalis regio hip sinistra:
Look : Posisi rotasi eksternal, tertutup verban rembes (-)
Feel : NT pada bekas luka operasi, pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Move : ROM berkurang terbatas nyeri, nyeri gerak aktif dan pasif (+)
Rontgen Hip didapatkan DHS tidak sesuai rencana pemasangan karena terlepas dari collum
femur.
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra post ORIF
P: Persiapan operasi kedua, terapi lanjut
Follow up tanggal 19 November 2015
S: Os mengeluh masih nyeri dengan skala 2-3 dan pegal pada kaki kiri
O: CM, TSR, 140/90, 90x/m, 15x/m
Status lokalis regio hip sinistra:
Look : Posisi rotasi eksternal, tertutup verban rembes (-)
Page 9
Feel : Pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Move : ROM berkurang terbatas nyeri, nyeri gerak aktif dan pasif (+)
Rontgen Hip didapatkan DHS tidak sesuai rencana pemasangan karena terlepas dari collum
femur.
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra post ORIF
P: Persiapan operasi kedua, terapi lanjut
Follow up tanggal 20 November 2015
S: Operasi kedua
O: CM, TSR, 140/100, 88x/m, 14x/m
Status lokalis regio hip sinistra: -
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra post ORIF
P: Operasi kedua pemasangan ulang DHS, Tramifen 4 x 1 tab.
Follow up tanggal 21 November 2015
S: Os mengeluh masih nyeri namun sudah membaik
O: CM, TSR, 140/100, 88x/m, 14x/m
Status lokalis regio hip sinistra:
Look : Posisi stabil, tertutup verban rembes (-)
Feel : Pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Move : ROM berkurang terbatas nyeri, nyeri gerak aktif dan pasif (+)
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra post ORIF H+1
P: GV setiap hari, terapi lanjut
Page 10
Follow up tanggal 22 November 2015
S: Os mengeluh masih sedikit nyeri, namun sudah bisa bergerak dan berdiri
O: CM, TSR, 140/100, 88x/m, 14x/m
Status lokalis regio hip sinistra:
Look : Posisi stabil, tertutup verban rembes (-)
Feel : Pulsasi a.tibialis posterior (+), a poplitea (+)
Move : ROM berkurang terbatas nyeri, nyeri gerak aktif dan pasif (+)
A: Fraktur tertutup intertrokanter femur sinistra post ORIF H+2
P: GV setiap hari, terapi lanjut,
Hasil rontgen akhir pasien, DHS terpasang baik.
Page 12
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Menurut Apley, fraktur adalah putusnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan, dan
lempeng epifisis. Definisi ini tidak hanya remuk atau fragmentasi dari korteks. Lebih sering
patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Menurut Smeltzer, fraktur adalah patah tulang
atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya.
Definisi secara khusus dari fraktur intertrochanter adalah fraktur yang terjadi diantara
trochanter mayor dan minor, sepanjang linea intertrochanterica. Fraktur intertrokanter femur
merupakan salah satu tipe fraktur dari 3 fraktur yang mengenai daerah panggul. Fraktur tipe
ini lebih sering terjadi pada pasien usia 60 keatas, dan terjadi lebih sering pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki.1,2,3
Anatomi os femur
Tulang femur merupakan tulang terpanjang, terberat, dan terkuat yang dimiliki oleh
tubuh manusia. Tulang femur dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, bagian ujung proximal,
corpus, dan bagian distal. Ujung proximal dari tulang femur berupa caput yang berbentuk
bulat berartikulasi dengan acetabulum os.coxae. Fovea capitis femoris merupakan bagian dari
caput femoris yang lebih cekung dan berada di bagian bawah caput femoris, dan berfungsi
untuk tempat perlengketan dari ligamentum capitis femoris. Fovea capitis femoris juga
berfungsi sebagai tempat masuk arteri ke caput femur. Bagian setelah caput femur yang
mengecil dan menunjang caput femur disebut sebagai collum femur dan merupakan tempat
yang sering untuk fraktur pada lansia. Corpus femur mempunyai sedikit kelengkungan
dibagian medial untuk menyambungkan sendi lutut dengan bidang gravitasi. Tingkat
kelengkungan dari os femur lebih besar pada perempuan karena os.pelvis yang lebih luas.
Corpus femur juga memiliki tempat penempelan-penempelan otot yang beragam, contoh
pada sisi proximolateral dari corpus femur adalah trochanter mayor, pada sisi medial terdapat
trochanter minor. Pada bagian anterior terdapat garis yang menghubungkan kompleks
trochanter mayor dengan trochanter minor. Pada bagian posterior terdapat trochanteric krista.
Pada bagian distal os.femur terdapat condylus medial dan lateral. Depresi diantara dua
condylus disebut fossa intercondylaris, dan patella harus berada didepannya.4,5
Otot pada paha dapat dibagi menjadi 3 kompartemen, yaitu medial, anterior, dan
posterior. Otot pada kompartemen anterior mempunyai pambagian yaitu m. Sartorius, m.
Page 13
Pectineus, dan m. Quadricep femoris, kemudian ditambahkan m. Iliopsoas yang terdiri dari
m. Psoas mayor dan m. Illiacus. M. Psoas mayor berasal dari vertebrae lumbalis sedangkan
m. Pectineus berasal dari fossa illiacam, keduanya berinsersi di trokanter minor os. Femur.
M. Quadricep femoris terdiri dari m. Rectus femoris, m. Vastus medialis, intermedia, dan
lateral. Kompartemen medial dari otot paha terdiri dari. M. Gracilis, m. Adduktor brevis,
longus, magnus, m. . onturator eksternus. Pada bagian posterior terdapat m. Bicep femoris,
m. Tendinosa, m. Semimembranosa.
Gambar 1. Anatomi tulang femur5
Macam-macam Fraktur
Terdapat beberapa macam pembagian fraktur menurut Salter.3
1. Berdasarkan lokasi fraktur, dibagi menjadi fraktur pada metafisis, diafisis,
epifisis, atau intaraatrikular, jika berkaitan dengan dislokasi sendi maka
dikatakan fraktur dislokasi.
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur dibagi menjadi: komplit dan inkomplit
Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas
sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian atau lebih dan garis patahnya
menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
Gambaran fraktur pada x-ray dapat untuk memprediksi gambaran tulang
Page 14
setelah reduksi: Pada fraktur transversa, fragmen fraktur biasanya tetap di
tempat setelah reduksi; pada fraktur oblik atau spiral, maka cenderung terjadi
shortening/pemendekan dan re-displace . Pada impacted fraktur, fragmen
terikat erat dan garis fraktur tidak jelas. Sebuah fraktur kominuta lebih dari
dua fragmen; karena sedikitnya interlocking pada permukaan fraktur, maka
fraktur ini sering tidak stabil. Fraktur inkomplit adalah patah atau
diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga
tidak mengenai seluruh korteks (masih ada korteks yang utuh). Pada fraktur
greenstick, tulang melengkung (seperti gertakan ranting hijau).
3. Berdasarkan konfigurasi: transversa, oblique, spiral, kominutif.
4. Berdasarkan hubungan fragmen fraktur dengan yang lain: undisplaced,
displaced. Displaced dapat terjadi pada satu dari beberapa hal, yakni:
translated (berpindah ke seberangnya), angulated, rotated, distracted,
overriding, dan impacted. Saat tulang patah, kekuatan penyebab akan
mengikuti. Derajat displacement dari fragmen adalah maksimal pada batas
waktu tertentu. Elastic recoil dari jaringan lunak sekitar yang segera, termasuk
periosteum, akan mengurangi luasnya displacement. Dan usaha dari penolong
di tempat kejadian yang berusaha untuk meluruskan anggota gerak yang
bengkok mungkin dapat mengurangi luasnya displacement sebelum dilihat
oleh dokter ortopedi pada saat operasi. Hubungan antara fragmen fraktur
bergantung pada gravitasi, sama dengan dari tarikan otot pada fragmen
5. Berdasarkan hubungan dengan lingkungan luar: terbuka dan tertutup. Fraktur
tertutup adalah fraktur yang tertutup oleh kulit. Atau dengan kata lain, kulit
yang masih utuh. Sebaliknya, fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan lingkungan luar, baik karena fragmen fraktur yang
menembus ke kulit dari dalam atau karena benda tajam yang menembus kulit
ke dalam tulang. Fraktur terbuka tentu membawa resiko serius terkena infeksi.
Fraktur tertutup biasa disebut simple, sedangkan open fraktur sering disebut
compound.
6. Berdasarkan ada tidaknya komplikasi. Fraktur dapat menjadi complicated atau
menjadi uncomplicated. Komplikasi bisa saja lokal ataupun sistemik. Dan hal
ini dapat disebabkan baik karena injury itu sendiri atau karena treatmentnya.
Komplikasi yang disebabkan oleh treatment yang dilakukan tenaga kesehatan
disebut iatrogenic
Page 15
Gambar 2. Fraktur. Komplet: (a) transverse, (b) segmental, (c) spiral, Inkomplet: (d)
torus, (e) greenstick.1
Patofisiologi
Stabilitas dari fraktur intertrokanterik bergantung pada banyaknya kontak antara
fragmen utama proximal dan distal. Berdasarkan klasifikasi, fraktur 2 bagian sangat stabil hal
ini dikarenakan setelah kedua fragmen direduksi, maka kedua fragmen tersebut akan
bersentuhan satu sama lain dan memberikan kestabilan untuk implan.
Gambar 3. Fraktur 2 bagian5
Page 16
Sedangkan pada fraktur 3 bagian, stabilitas fraktur berbanding terbalik dengan
ukuran fragmen trokanter minor. Ketidakstabilan terjadi saat lebih dari 50% calcar terkena,
hal ini mengakibatkan fragmen proximal jatuh ke bentuk varus dan memendek. Maka dari itu
fraktur dianggap tidak stabil apabila fraktur melibatkan fragmen trokanter minor yang besar
atau fraktur yang menyebabkan trokanter minor dan trokanter minor terpisah. (fraktur 4
bagian).5
Gambar 4. Fraktur tidak stabil dari trokanter femur5
Klasifikasi Fraktur Intertrokantetik Femur 6
Menurut lokasi fraktur maka dapat dibagi menjadi 4 kelas : intertrokanterik,
subtrokanterik, avulsi trokanter mayor, avulsi trokanter minor. Berdasarkan jumlah fragmen
tulang, maka dapat dibagi lagi menjadi :
- 2 bagian, fraktur intertrokanterik linier
- 3 bagian, fraktur kominutif yang menyangkut trokanter mayor atau minor
- 4 bagian, fraktur kominutif yang menyangkut kedua trokanter
- Multipart, fraktur kominutif yang menyangkut kedua trokanter dan intertrokanter
Klasifikasi Boyd dan Griffin untuk faktur intertrokanter berkaitan dengan terkaitnya
daerah subtrokanter.
Page 17
Tipe I : Linier intertrokanterik
Tipe II : kominutif daerah trokanter
Tipe III : kominutif yang berkaitan dengan daerah subtrokanterik
Tipe IV : kominutif daerah kedua trokanter dan intertrokanter
Gambar 5. Klasifikasi Fraktur intertrokanter menurut Boyd dan Griffin.6
Mekanisme kerusakan dan etiologi
Sebagian besar fraktur tulang terjadi secara mendadak dan karena adanya tenaga kuat
yang berlebihan, yang dapat terjadi secara direk maupun indirek. Tenaga direk,
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, jaringan
lunak juga ikut mengalami kerusakan. Jatuh yang terjadi pada pasien osteoporosis senilis atau
pascamenopause merupakan kejadian yang terbanyak pada fraktur tipe ini. trauma berenergi
tinggi dapat menyebabkan fraktur tipe ini pada pasien muda. Pada kondisi trauma karena
energi yang tinggi, biasanya akan disertai dengan faktur corpus femoris.2,5
Trauma langsung biasanya membagi tulang secara melintang/transversa atau
membagi tulang menjadi beberapa fragmen dan membentuk pola "butterfly fragment".
Kerusakan pada kulit diatas tempat fraktur sering terjadi. Jika terjadi kerusakan, maka pola
fraktur tulang akan menjadi kominutif dengan kerusakan jaringan lunak yang luas. Trauma
tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
Page 18
misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.1
Gambar 6. Mekanisme Kerusakan.1
Meskipun sebagian besar fraktur adalah karena kombinasi dari kekuatan (putaran,
pembengkokan, penekanan atau ketegangan), gambaran pada rontgen menunjukkan beberapa
mekanisme yang sering terjadi, yakni:1
Putaran menyebabkan fraktur spiral;
Kompresi menyebabkan fraktur oblik pendek.
Tension cenderung mematahkan tulang melintang/transversa; di beberapa
situasi mungkin hanya menimbulkan avulsi fragmen tulang kecil pada insersi
ligamen atau tendon
Bending menyebabkan fraktur butterfly
Penjelasan di atas berlaku terutama untuk tulang panjang. Tulang-tulang cancellous,
seperti vertebra atau calcaneum, ketika terkena kekuatan yang cukup kuat, maka tulang akan
terpisah atau hancur menjadi bentuk yang abnormal.1
Pada fraktur intertrokanter femur dapat diakibatkan oleh karena trauma akibat tenaga
yang besar pada pasien muda, ataupun trauma dengan tenaga kecil pada pasien yang sudah
sudah tua. Mekanime yang menjelaskan mengapa trauma dengan tenaga kecil dapat
mengakibatkan fraktur adalah : meningkatnya kelemahan tulang pada daerah intertrokanter,
dengan menurunnya kekuatan otot karena proses degenerasi. Faktor yang membuat tulang
menjadi lemah adalah adanya osteoporosis karena umur maupun menopause, atau adanya
penyakit yang menyebabkan penipisan atau kerusakan korteks tulang seperti multiple
myeloma, hiperparatiroid, cushing syndrome.5
Page 19
Fisiologi
Secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung kembali setelah
terjadi patah pada tulang. Pada fraktur, proses penyambungan tulang dibagi dalam 5 tahap,
yaitu:1
1. Destruksi jaringan dan hematoma. Pembuluh darah robek pada permukaan fraktur
dan terbentuk hematom di sekitar dan di celah fraktur. Hal ini mengakibatkan
gangguan aliran darah pada tulang yang berdekatan dengan fraktur.
2. Inflamasi dan proliferasi seluler. Dalam 8 jam setelah fraktur terjadi reaksi radang
akut yang disertai proliferasi sel di bawah periosteum, di dalam kanalis medularis,
jaringan seluler yang tertembus. Hematoma yang membeku perlahan diabsorpsi dan
kapiler baru yang halus berkembang ke daerah itu, akan terjadi neovaskularisasi pada
celah fraktur
3. Pembentukkan callus. Selama beberapa minggu berikutnya, periosteum dan
endosteum menghasilkan callus yang penuh dengan sel kumparan aktif. Dengan
pergerakan yang lembut dapat merangsang pembentukan callus pada fraktur tersebut.
Dengan kata lain, merupakan fase pembentukkan tulang dan juga kartilago. Dikenal
beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada terbentuk kalus primer
sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu Bridging (soft) callus
terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak bersambung. Medullary (hard) callus
akan melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan. Callus eksternal berada paling
luar daerah fraktur di bawah periosteum periosteal callus terbentuk di antara
periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang
terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus
terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah fraktur.
4. Konsolidasi. Selama stadium ini, tulang mengalami penyembuhan terus-menerus.
Fragmen yang patah tetap dipertahankan oleh callus sedangkan tulang mati pada
ujung dari masing-masing fragmen dihilangkan secara perlahan, dan ujungnya
mendapat lebih banyak callus yang ahirnya menjadi tulang padat. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk
membawa beban yang normal. Dengan kata lain, callus akan berkembang menjadi
tulang lamellar yang cukup kaku untuk memungkinkan osteoclast mengisi celah-celah
yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru. Pada tahap ini tulang sudah
kuat tapi masih berongga.
Page 20
5. Remodelling. Tulang yang baru terbentuk, dibentuk kembali sehingga mirip dengan
struktur normal. Semakin sering pasien menggunakan anggota geraknya, semakin
kuat tulang baru tersebut.
Gambar 7. Proses Penyembuhan Fraktur. (a) Hematoma, (b) Inflamasi, (c) Callus, (d)
Konsolidasi, (e) Remodelling.1
Gambar 8. Proses Pemulihan Fraktur. (a) fraktur, (b) union, (c) konsolidasi, (d)
remodelling tulang.1
Etiologi
Tulang manusia relatif rapuh, namun tulang manusia memiliki kekuatan, gaya pegas
untuk menahan tekanan dan ketahanan untuk menahan stres yang cukup. Menurut sebab
terjadinya, fraktur dibedakan menjadi 3, yakni:1
Fraktur traumatik. Fraktur yang terjadi karena peristiwa trauma. Sebagian fraktur
disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba / mendadak dan berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila terkena tekanan kekuatan
Page 21
secara langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga
akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif
disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Fraktur akibat tekanan berulang. Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada
logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
ditemukan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon
tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi karena terdapat kelainan tulang, yang
menyebabkan tulang menjadi lunak. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal
kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat
rapuh (osteoporosis).
Gejala Klinis
Pasien yang terjatuh atau terdorong sehingga jatuh, dan mendarat dengan panggul
bagian luar, yang mengakibatkan pasien tidak mampu berdiri karena nyeri yang hebat serta
lokasi fraktur yang menjadi tidak stabil untuk menopang berat badan. Pada pemeriksaan
didapatkan bahwa tungkai bawah yang terkena berada pada posisi eksternal rotasi, kaki
didapatkan lebih pendek jika dibandingkan dengan sebelahnya, dan bengkak ada bagian paha
atas.3
Prinsip Penatalaksanaan Fraktur
Rekognisi, yaitu memperkirakan atau memastikan daerah yang dicurigai adanya
fraktur. Dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik baik umum maupun lokalis, serta
pemeriksaan penunjang.1
Reduksi, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis Meskipun ada terapi umum dan resusitasi selalu didahulukan, tidak boleh ada
keterlambatan dalam menangani fraktur. Pembengkakan jaringan lunak selama 12 jam
pertama akan mempersulit reduksi. Terdapat beberapa situasi yang tidak memerlukan reduksi
yakni jika pergeseran sedikit atau tidak ada, bila pergeseran tidak berarti misalnya pada
Fraktur yang melibatkan permukaan sendi harus direduksi sesempurna mungkin
karena jika tidak akan memudahkan timbulnya artritis degeneratif. Terdapat reduksi tertutup
dan terbuka, terdiri dari:1,3
Page 22
Reduksi tertutup, secara umum reduksi tertutup dilakukan pada: (1) untuk
fraktur dengan pergeseran minimal, (2) untuk kebanyakan fraktur pada anak,
(3) untuk fraktur yang stabil setelah reduksi dan diretensi dengan splint dan
cast, (4) fraktur tertutup, (5) fraktur yang tidak mengenai sendi. Reduksi
tertutup biasa dilakukan pada anak-anak.
Reduksi terbuka/operatif, indikasi reduksi terbuka: (1) ketika reposisi
tertutup gagal, bisa disebabkan karena kesulitan dalam mengontrol fragmen
tulang atau karena terdapat jaringan lunak yang terselip diantaranya, (2)
ketika terdapat fragmen tulang artikular yang memerlukan reposisi yang
akurat, (3) untuk memasang eksternal fiksasi pada tulang pada fraktur. (4)
Dilakukan pada fraktur terbuka (5) fraktur tidak stabil lebih dari satu tulang,
(6) terdapat kerusakan neurovaskular, pada fraktur sendi, dilakukan jika gagal
dengan terapi konservatif atau gagal dengan reduksi tertutup.
Retensi. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai
terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah
dengan alat-alat “eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator
eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat,
batang, dll)
Rehabilitasi, tujuan dari rehabilitasi menurunkan edema, memelihara gerak
sendi, melatih kekuatan otot, agar pasien dapat beraktivitas seperti semula.
Pada fraktur intertrochanter femur suplai darah dari tulang cancellous sangat tersedia,
sehingga union dari fraktur tipe ini dapat terjadi dengan reduksi tertutup disertai dengan
traksi yang kontinuus, namun untuk mencapai hal ini diperlukan waktu 12-16 minggu.
Banyak lansia mengeluh dengan waktu tirah baring yang sangat lama, karena itu lebih dipilih
teknik reduksi terbuka dengan fiksasi internal menggunakan plate and screw (Dyamic Hip
Screw). Keuntungan menggunakan teknik ini adalah, pasien bebas bergerak diranjang setelah
operasi.
Page 23
Reduksi tertutup
Reduksi tertutup merupakan prosedur yang dilakukan untuk mereuksi
(mengembalikan posisi) tulang yang patah tanpa tindakan operasi. Tindakan ini memiliki
beberapa modalitas yaitu penggunaan splint dan cast. Beberapa keuntungan dari reduksi
tertutup adalah mengurangi nyeri akibat operasi dan resiko infeksi akibat operasi. Komplikasi
yang dapat terjadi dari prosedur ini adalah trauma pada neurovaskular, sindrom
kompartemen, kondisi non-union.1
Operatif reduksi terbuka
Menstabilkan 2 segmen atau fragmen tulang menggunakan modalitas fiksasi internal
atau eksternal. Pada fiksasi internal, melibatkan screw, wires, plate, dan intramedullary rods.
Sedangkan pada fiksasi eksternal memiliki beberapa variasi. Pada kali ini, akan dibahas
mengenai fiksasi internal. Fiksasi internal dengan screw, plate and screw, intramedullary
rod.1
Fiksasi interna dengan menggunakan screw (sekrup). Sekrup dapat digunakan dengan
memegang dua fragmen yang berdekatan atau untuk memperkuat plate pada tulang.
Sekrup juga dapat digunakan untuk mengkompres dua fragmen bersama-sama, yakni
yang disebut 'prinsip lag'. Dengan mengebor berlebih pada fragmen terdekat, benang
sekrup hanya mengikutsertakan fragmen yang jauh dan, ketika sekrup dikencangkan,
maka akan menarik dua bagian bersama-sama dalam kompresi. Lag screw bekerja
optimal jika melewati sudut yang tepat diantara fragmen tulang. Kekuatan tarik-keluar
sekrup pada tulang tergantung pada baik sekrup maupun tulang, adapun yang
meningkatkan adaah: (1) dengan ukuran sekrup dan panjang sekrup tertanam; (2)
dengan ketebalan dan kepadatan tulang di mana ia tertanam; (3) jika kedua korteks
terikat dengan sekrup. Screw kadang dipakai sendiri atau kombinasi dengan alat lain
seperti wire dan plate.1
Page 24
Gambar 9. Fiksasi dengan lag screw.1
Fiksasi interna dengan plate & screw
Plate terdiri dari berbagai desain, antara lain: (1) simple straight compression plates,
yang dapat mengkompresi sepanjang aksis dari plate; (2) contoured plates untuk
memperbaiki tulang specifik; (3) low-profile plates yang mengurangi jejas pada
tulang sehingga dapat memperbaiki vaskularisasi; (4) locked plates dimana screw
langsung menempel pada plate dengan mekanisme yang aman sehingga tercipta
sebuah konstruksi yang stabil, mencegah pergeseran.1
Fiksasi interna dengan peralatan intramedullary
Dua tipe mayor yang biasa digunakan adalah dengan atau tanpa kemampuan
interlocking. Interlocking nails telah menjadi standar fiksasi untuk sebagian besar
fraktur batang tibia dan femur pada dewasa. Intramedullary nail tipe locked
menawarkan kontrol yang lebih baik pada panjang dan torsi dibanding dengan yang
unlocked. Intramedullary melebarkan diameter lebih besar dibanding paku yang
lainnya. Unlocked nail lebih banyak digunakan pada fraktur tulang panjang, fraktur
batang pada anak-anak..1
Page 25
Gambar 10. Intramedullary nails. Pemasangan pada tulang panjang (a) femur,
(b) tibia). Locked nail menambah efektif dengan mengontrol panjang tulang.
(c,d) nail fleksibel dan elastik biasa digunakan pada fraktur anak.1
Indikasi dilakukan fiksasi interna menurut Apley:1
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi.
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran
kembali setelah reduksi, selain itu juga fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh
kerja otot.
3. Fraktur yang penyatuannya kurang sempurna dan perlahan-lahan terutama fraktur
pada leher femur.
4. Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini mengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan
organ pada bagian system.
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya. Metode yang digunakan dalam
melakukan fiksasi interna harus sesuai keadaan sekrup kompresi antar fragmen, plat
dan sekrup: paling sesuai untuk lengan bawah, paku intra medulla: untuk tulang
panjang yang lebih besar, paku pengikat sambungan dan sekrup: ideal untuk femur
dan tibia, sekrup kompresi dinamis dan plat: ideal untuk ujung proximal dan distal
femur.
Tujuan rehabilitasi
Kisaran gerak, menjadi salah satu tujuan yang harus dicapai setelah rehabilitasi.
Mengembalikan dan memperbaiki kisaran gerak panggul agar pasien dapat duduk dengan
Page 26
baik dan menaiki tangga. Ekstensi penuh ada panggul diperlukan untuk menghindari deviasi
gaya berjalan, lordosis lumbal yang berlebihan, dan nyeri punggung saat berdiri.
Gerakan Normal Fungsional
Fleksi 0-120 0-110
Ekstensi 0-20
Abduksi 0-45 0-20
Adduksi 0-45
Rotasi interna 0-45 0-20
Rotasi eksterna 0-45
Kekuatan otot, mengembalikan dan mempertahankan kekuatan otot yang menyilangi
sendi dan mempengaruhi fungsi sendi panggul :
- Ekstensor panggul : m.gluteus maximus
- Abduktor panggul : m.gluteus medius
- Flexor panggul : m.iliopsoas
- Adduktor panggul : m.adduktor magnus, longus, dan brevis.
- Ekstensor lutut dan flexor panggul : m.quadriceps (m.rectus femoris, m.vastus
lateralis, media,medial)
- Fleksor lutut dan ekstensor panggul : m.hamstring (m.biceps femoris) 2
Dynamic hip screw
Dynamic hip screw / sliding screw fixation adalah salah satu tipe implan ortopedik
yang dirancang untuk fiksasi beberapa fraktur panggul yang memungkinkan gerak dinamik
dari caput femur. Salah satu penggunaan dari implan ini adalah pada fiksasi internal dari
fraktur intertrokanterika dari femur, yang terjadi pada pasien osteoporosis usia tua. Terdapat
3 komponen dari Dynamic Hip Screw yaitu Lag screw yang dimasukkan ke collum femur,
plat dan cortical screw yang difiksasikan ke corpus femur proximal.
Page 27
Komplikasi operasi
Kebanyakan dari kasus fraktur adalah uncomplicated. Akan tetapi, beberapa fraktur
dapat diikuti oleh komplikasi, dan beberapa diantaranya memiliki konsekuensi lokal yang
serius, yang bukan hanya membahayakan anggota gerak, tetapi dapat membahayakan nyawa.
Komplikasi fraktur dapat digolongkan menjadi awal dan lanjutan. Komplikasi dapat terjadi
lokal pada lokasi fraktur, atau remote pada organ lain. Ini dapat disebabkan karena iatrogenik
akibat tindakan dokter selama penanganan trauma.3
Komplikasi dalam jangka waktu cepat
A. Komplikasi lokal (associated injuries)
1. Injuri pada kulit
a) Dari luar: abrasi, laserasi, luka tusuk, luka tembus, avulsi,kehilangan
kulit
b) Dari dalam: peneterasi kulit karena fragmen fraktur
2. Injuri vaskular
a) Trauma pada arteri mayor: division, contusion, spasme arterial
b) Trauma pada vena mayor: division, contusion
c) Hemorrhage lokal
3. Trauma neurologikal
4 Trauma muskular
5. Trauma visceral
B. Komplikasi sistemik
Page 28
1. Trauma multipel
2. Syok hemoragik
Komplikasi awal
A. Komplikasi lokal
1. Sequelae dari komplikasi cpat: skin necrosis, gangrene, Volkmann's
ischemia (compartment syndromes), gas gangrene, venous
thrombosis, visceral complications
2 . Joint complications : infection (septic arthritis)
3. Bony complications : infection (osteomyelitis)
B. Komplikasi sistemik : emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus
Komplikasi lama
A. Komplikasi lokal
1. Joint complications
2. Bony complications
3. Muscular complications
4. Neurological complications
B. Komplikasi sistemik
1. Renal calculi
2. Accident neurosis
Pada fraktur intertrokanter kemungkinan terjadi komplikasi adalah 20-30% dalam
tahun pertama setelah operasi, termasuk 5% non-union, 5% infeksi dan 11% gagal alat. 5
Clinical Union
Callus interna dan eksterna mengandung campuran antara primary woven bone dan
kartilago, yang mengelilingi lokasi fraktur, dan membentuk "lem biologis" yang secara
bertahap makin mengeras setara dengan komponen kartilago. Lalu callus akan digantikan
dengan tulang melalui proses osifikasi endokondral . Ketika callus pada tempat fraktur
menjadi cukup kuat, sehingga tidak ada pergerakan yang terjadi pada lokasi fraktur, maka
fraktur secara klinis telah menyatu dan disebut sebagai clinical union, tapi itu bukan berarti
telah kembali menjadi kekuatan asli. Pemeriksaan radiografi yang akan menunjukkan adanya
gambaran callus, tapi garis fraktur masih terlihat. Pemeriksaan histologi akan menunjukkan
variasi jumlah dari primary woven bone setara dengan kartilago melalui proses osifikasi
endokondral.3
Page 29
Radiografic Union
Seiring berjalannya waktu, callus sementara akan secara bertahap digantikan dengan
tulang matur yakni tulang lamelar, dan sisa callus akan di resorpsi. Beberapa bulan setelah
fraktur, ketika semua tulang imatur dan kartilago dari callus telah digantikan dengan tulang
lamelar, dengan kata lain, fraktur telah mengalami konsolidasi. Jika gambaran bony union
tampak, maka gambaran callus akan secara bertahap diresopsi, dan secara tiba-tiba tulang
kembali hampir ke diameter normal. Sudut tajam pada sisa angulasi, displacement, atau
overriding akan menjadi halus dan mengalami remodelling oleh proses deposit tulang dan
resorpsi tulang secara simultan (Wolff's law).3
.
Gambar 9. Stadium Penyembuhan Fraktur pada Tulang Kortikal. (A) pada saat
kecelakaan, terdapat fraktur transversa, (B) 2 minggu setelah kecelakaan, terbentuk
adanya callus pada aspek lateral yang menempelkan fragmen tulang, (C) 8 minggu
setelah kecelakaan, terbentuk banyak callus dan garis fraktur sudah mulai sedikit
terlihat, pada stadium ini pada PF tidak didapatkan pergerakan pada lokasi fraktur,
dan tidak nyeri ketika menggerakkannya, (D) 6 bulan setelah kecelakaan, sisa callus
telah diresorpsi, pada stadium ini sudah mencapi radiographic consolidation, (E) 18
bulan setelah kecelakaan, lokasi fraktur nyaris kembali menjadi bentuk normal melalui
proses remodelling (Wolff`'s law).3
Rehabilitasi
Tujuan dari rehabilitasi adalah (1) mengurangi nyeri, (2) untuk mengembalikan posisi
dari fragmen fraktur, (3)untuk memotivasi terjadinya penyatuan tulang, (4) untuk
Page 30
mengembalikan ke fungsi optimum. Rehabilitasi pada pasien bermula dari penanganan segera
pada kerusakan yang dialami, dilanjutkan dengan terapi definitif sampai keadaan pasien dapat
pulih. Edema luas dan persisten pada jaringan luas akan membentuk perlekatan seperti lem
yang dapat menyebabkan kekakuan pada sendi. Hal ini dapat dicegah dengan cara elevasi
yang tepat pada anggota gerak yang mengalami fraktur selama fase awal dari penyembuhan
fraktur, sama halnya dengan memperbaik aliran balik vena melalui aktivitas fisik dari otot-
otot sekitar.
Otot yang tidak digunakan lama dapat menyebabkan atrofi, yang dapat dicegah
dengan latihan aktif statis (isometri) dari otot yang mengontrol pergerakan sendi, dan latihan
aktif dinamik (isotonik) dari semua otot pada anggota gerak tubuh yang lain.7
Prognosis
Fraktur intertrokanter yang stabil dan telah tereduksi dan terfiksasi dengan benar
diharapkan akan sembuh dengan baik. Pada pasien usia tua, aktivitas akan menurun setelah
fraktur ini sembuh. 5
Diskusi
Tn.AM didiagnosa fraktur intertrokanter femur sinistra berdasarkan ada anamnesis
terdapat riwayat trauma, nyeri pada bagian panggil kiri, serta pemeriksaan radiologis yang
jelas. Fraktur intertrokanter femur sering terjadi pada lansia, hal ini dikarenakan proses
osteoporosis yang menyebabkan tulang tipis dan mudah terjadi fraktur. Hal ini sesuai dengan
pasien yang sudah telah hidup sampai dekade 6, walau dengan trauma kekuatan ringan
dikarenakan tulang yang sudah melemah dapat menyebabkan fraktur. Fraktur tipe ini diterapi
terutama dengan pembedahan, dan menurut literatur metode pilihan untuk kasus ini adalah
ORIF dengan DHS. Pasien mengalami kegagalan operasi pertama, karena DHS yang
terpasang terlepas dari caput femoris. Hal-hal yang mampu menyebabkan terlepasnya DHS
berkurang dilihat dari aspek pasien, dokter, alat. Setelah operasi kedua. Alat DHS di pastikan
terpasang dengan baik. Hal ini didukung dengan foto rontgen panggul AP. Pada Tn.AM tidak
perlu dilakukan remove implan jika tidak ada reaksi alergi terhadap implan, dan segera etelah
operasi maka pasien dapat sedikit menggerakkan kakinya agar tidak kaku.
Kesimpulan
Pada pasien Tn. AM, 63 tahun dengan diagnosa fraktur tertutup intertrochanterika
femur sinistra, berdasar anamensis didapatkan adanya umur yang sudah tua, dan riwayat
terjatuh dari tangga, pasien mengeluh nyeri dan tidak dapat menggerakkan kaki kirinya.
Page 31
Mekanisme injuri dengan kekuatan mekanik tinggi yang mengenai panggul mengakibatkan
fraktur intertrokanter femur pada pasien usia muda, sedangkan pada pasien usia tua kekuatan
mekanik rendah saja sudah dapat menyebabkan fraktur, dikarenakan kondisi tulang yang
sudah melemah akibat usia. Selain itu untuk mendukung diagnosis, pada pemeriksaan
penunjang foto rontgen regio femur didapatkan kesan fraktur tertutup intertrokanterika femur
sinistra. Metode Dynamic Hip Screw merupakan pilihan untuk reduksi fraktur intertrokanter
femur dan fraktur collum femur, karena dengan metode ini pergerakan pasien dapat
dipreservasi.
DAFTAR PUSTAKA
Page 32
1. Apley A. G., Solomon L. Apley's system of orthopaedic and fracture. 9th ed.
London :Hodder Arnold; 2010. p. 314-6,430-80.
2. Hoppenfeld S, Murthy V L, Kuncara H Y (alih bahasa). Terapi & rehabilitasi fraktur.
Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC; 2000. Hal. 262-5.
3. Salter BR. Textbook of disorder and injuries of the muskuloskeletal systems. 3rd ed. Jakarta: FKUI; 2008. p.420-40, 632-3.
4. deGraaf V. Human anatomy 6th ed. NewYork: the Mc-GrawHill; 2001.p. 198-200.
5. Intertrochanter hip fractures diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1247210-clinical#b3 pada 24 November 2015.
6. Trocanteric fracture diunduh dari http://radiopaedia.org/articles/trochanteric-fracture
pada 24 November 2015.
7. Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi ke-8.
Jakarta: EGC; 2012.h. 475-80.