FRAKTUR
LAPORAN KASUSFRAKTUR
Pembimbing:dr. Yuswardi, Sp.B,FInaCS, MH.Kes
Disusun oleh:Nikki SanjayaHanna AnggityaAzka Faridah
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAHRSUD R. SYAMSUDIN SH,
SUKABUMIFakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma
JayaFakultas Kedokteran Universitas Islam BandungFakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta2015
8
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien Nama: Tn.J Jenis kelamin: Pria Usia: 65
tahun Alamat: Kp. Lebak Picung Pekerjaan: Tukang Kayu Agama:
IslamSuku: Sunda Tanggal pemeriksaan: 1 April 2015
II. AnamnesisKeluhan utama : luka di betis kaki kanan 14 jam
SMRS Keluhan tambahan: Kaki robek dan NyeriRiwayat Penyakit
Sekarang Pasien dirujuk dari RS Pelabuhan disana pasien dibersihkan
lukanya lalu ditutup dengan kassa dan dipasang infus. Sebelum
datang ke RS Pelabuhan pasien sempat dijahit oleh mantri. Pasien
datang ke RS Syamsudin dengan keluhan betis kanan tersayat kayu 14
jam SMRS. Os terkena kayu besar saat sedang bekerja. Nyeri
dirasakan menusuk pada betis kanan, makin lama makin terasa nyeri.
Nyeri bertambah jika kaki digerakkan. Keluhan disertai bengkak pada
kaki Os. Riwayat Penyakit Dahulu DM, Hipertensi dan Asma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga Anggota keluarga tidak ada yang menderita
DM, Hipertensi dan asma Riwayat AlergiTidak ada alergi obat,
makanan dan debu Riwayat Pengobatan
III. Pemeriksaan FisikPrimary SurveyA: ClearB: VBS ki=ka, bentuk
dan gerak simetris, RR= 20 x/menit C: TD = 100/70 mmHg, nadi =
80x/menit +Bleeding ControlD: GCS = 15, pupil bulat isokor, RC
(+/+), parese (-/-)
Kesadaran : CMKeadaan umum: tampak kesakitanTanda-tanda
vital:Tekanan darah100/90 mmHgLaju napas 28x/menitLaju nadi80
x/menitSuhu36,4 derajat. Kepala dan wajah Mata: KA +/+, KI -/-Intra
oral: massa (-) , hiperemis (-), infiltrasi massa (-)Leher:
pembesaran kelenjar getah bening (-)Paru Inspeksi: pernapasan
simetris +/+, bantuan otot napas tambahan - Palpasi: pernapasan
teraba simetris dan fremitus taktil simetris Perkusi:
sonorAuskultasi: vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/- Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat Palpasi: ictus cordis teraba
pada ICS IV linea mid klavicularis Perkusi: cardiomegali
(-)Auskultasi: BJ 1 dan 2 reguler, murmur -, gallop
AbdomenInspeksi: supel Auskultasi: BU + Perkusi: timpani pada
seluruh regio abdomenPalpasi: nyeri tekan -, massa -, Ekstremitas
Atas: hematoma/edema (-), deformitas (-), NT (-), pergerakan aktif
normal
Bawah Kanan: luka (+), edema (+), Nyeri Tekan (+) Bawah Kiri :
luka (-), hematoma pada betis (-), edema (-), capillary refill <
2 detik, deformitas (-), pergerakan aktif normal Pelvis: Tidak ada
kelainanGenitalia: Tidak ada kelainan
Status lokalisa/r fibula dekstra : Look: Skin : vulnus (+),
hematom (-) Shape: swelling (+) Deformity: (+) Feel: Skin: warm ,NT
(+) point of maximal a/r 1/3 proximal fibula Pulsasi arteri
radialis (+) Sensibilitas (+) baik Capillary refill < 2
Movement: - Abduksi : aktif 45 ; pasif 90 : terbatas karena nyeri.
- Fleksi : terbatas karena nyeri - Ekstensi : terbatas karena
nyeri
IV. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium27/3/2015 28/3/2015
Hb 9,7 GDS 128
Leukosit 7000 SGOT 48
Hematokrit 28 SGPT28
Eritrosit 3,2 Ureum 57
MCV 87 Kreatinin 1,19
MCH 30 Asam Urat 3,3
MCHC 35 Na 140
Trombosit 238000 K 4,8
GDS 142 Ca 8,1
Cl 107
30/3/2015
Hb 10,1
Leukosit 5800
Hematokrit 29
Eritrosit 3,4
MCV 87
MCH 30
MCHC 34
Trombosit 204000
Rontgen
V. DiagnosisFraktur 1/3 proximal tibialis dekstra + ruptur
tendon otot gastrocnemius + skin loss.
VI. Penatalaksanaan IVFD RL 20 tpm Anti Tetanus Serum Ketorolac
2 Amp Ranitidin 1 Amp Dilusi luka Wound closure Konsul
Ortophedi
VII. Prognosis :Quo ad vitam: ad bonamQuo ad functionam: dubia
ad bonam
BAB IPENDAHULUAN
Trauma sistem muskuloskeletal sering tampak dramatis dan
ditemukan pada 85% penderita trauma tumpul, tetapi jarang menjadi
penyebab ancaman nyawa atau ancaman ekstremitas. Salah satu akibat
dari trauma muskoloskeletal adalah fraktur. Fraktur merupakan salah
satu masalah ortopedi yang paling banyak ditemui di dunia. Hampir
setiap hari selalu ada insiden terjadinya fraktur, di mana fraktur
ini bila tidak ditangani dapat menyebabkan kecacatan. Selain itu,
adanya gangguan pada struktur pembuluh darah besar seperti arteri
femoralis yang dapat menyebabkan perdarahan hingga syok.Di negara
berkembang seperti Indonesia, insiden fraktur terbanyak disebabkan
oleh karena trauma, di mana trauma terbanyak berasal dari
kecelakaan lalu lintas, di mana pasien biasa datang dengan multipel
trauma. Meskipun pemeriksaan awal dan pengelolaan telah dilakukan
secara teliti pada penderita trauma multipel, mungkin adanya
fraktur dapat luput dari perhatian. Tanpa tahu penanganan fraktur
yang tepat maka tingkat kecacatan dan kematian dapat meningkat.
Apalagi dengan pengetahuan masyarakat yang minim, di mana tingkat
penanganan patah tulang masih banyak dilakukan oleh tenaga
non-medis yang berakibat pada banyaknya angka komplikasi dan
kecacatan yang timbul.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1DefinisiFraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebutkekuatannya melebihi kekuatan tulang.Dua faktor
mempengaruhi terjadinya fraktur: Ekstrinsik: meliputi kecepatan dan
durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.
Intrinsik: meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.
2.2Klasifikasi 2.2.1Deskripsi frakturTidak ada satu klasifikasi
yang dapat mencakup seluruh jenis fraktur yang terjadi, namun ada
beberapa acuan yang dapat digunakan. Acuan ini yang nantinya dapat
menerangkan mengenai deskripsi sebuah fraktur yang dapat dilihat di
bawah ini.21.Garis fraktur2 TransversalMerupakan fraktur yang garis
frakturnya tegak lurus dengan tulang. Jika permukaan fraktur saling
bertemu secara akurat, fraktur tersebut stabil terhadap gaya
kompresi. Oleh karena itu, dengan adanya reduksi yang akurat,
weight-bearing pada fraktur transversal masih aman. OblikMirip
dengan fraktur transversal di mana tidak tampak adanya gambaran
torsi pada fraktur. Umumnya garis fraktur berjalan di sepanjang
tulang dalam sudut 45-600.
SpiralFraktur yang garis frakturnya memiliki komponen torsi.
Dengan adanya weight-bearing pada fraktur spiral dapat menyebabkan
overlap dan shortening. KominutifFraktur yang yang memiliki lebih
dari 2 fragmen, contoh dari fraktur kominutif ini adalah fraktur
segmental dan fraktur butterfly. ImpaksiMerupakan fraktur yang
ujungnya saling tertekan satu sama lain. Umumnya fraktur ini
merupakan fraktur yang stabil. Suatu fraktur dikatakan stabil jika
setelah reduksi tidak memiliki kecenderungan untuk mengalami
displacement. Gambar 2.1. Beberapa garis fraktur
Gambar 2.2 Beberapa garis fraktur
2.Lokasi anatomisPada tulang panjang seperti humerus contohnya
maka fraktur dapat dikategorikan sebagai sepertiga (1/3) proksimal,
tengah dan distal. Jika fraktur tadi berjalan sampai ke ruang sendi
maka dikatakan sebagai fraktur intraartikular. Fraktur yang tidak
mengenai sendi maka dikatakan fraktur ekstraartikular. Pada
anak-anak fraktur dapat dideskripsikan berkaitan dengan growth
plate-nya. Fraktur yang terjadi di antara sendi dan growth
plate-nya disebut sebagai fraktur epifiseal, selain itu juga masih
ada fraktur metafisis yang merupakan fraktur yang terjadi di antara
daerah epifisis dan diafisis. 2
3.AlignmentAlignment menunjukkan hubungan antara aksis di
fragmen fraktur tulang panjang. Alignment sendiri dideskripsikan
sebagai besarnya angulasi dari fragmen distal dibandingkan dengan
fragmen proksimal. 2 Gambar 2.3. Angulasi4.
DisplacementDisplacement menunjukkan pergerakan dari fragmen
fraktur dari posisi biasanya pada arah yang tegak lurus terhadap
aksis panjang dari sebuah tulang. Displacement ini dideskripsikan
sebagai jumlah persentase dari lebar tulang yang mengalami
pergeseran dan arah dari pergeseran fragmen distal dibandingkan
dengan proksimalnya. Sebagai contoh pada gambar A di bawah maka
dikatakan terdapat displacement sebesar 50% dengan arah ke lateral.
Ketika terjadi displacement sesuai dengan axis longitudinal tulang
maka dikatakan terjadi distraksi. 2Dapat juga disebutkan mengenai
aposisi dari sebuah fraktur yang menunjukkan kontak dari permukaan
fraktur. Jika fragmen fraktur tidak hanya 100% mengalami
displacement tapi juga mengalami overlapping maka disebut sebagai
aposisi bayonet. Hal ini sering terjadi pada fraktur femur di
bagian diafisis dan fraktur humerus. 2
Gambar 2.4 . Displacement
Gambar 4. Displacement dan Angulasi
5.Kerusakan soft tissueYang dimaksudkan dengan kerusakan soft
tissue ini adalah fraktur terbuka atau tertutup; fraktur dengan
atau tanpa komplikasi. Maksud komplikasi di sini adalah fraktur
yang disertai dengan adanya kerusakan neurovaskular, organ viseral,
ligamen, otot ataupun sendi. 2A. Fraktur terbukaFraktur terbuka
merupakan fraktur di mana terdapat hubungan antara tulang dengan
dunia luar akibat robekan pada kulit dan jaringan di bawahnya
sehingga dapat menyebabkan luka terkontaminasi. Luka pada fraktur
terbuka beresiko terhadap terjadinya infeksi dan komplikasi lainnya
seperti nonunion, delayed union dan malunion.3,4 Untuk menentukan
derajat keparahan fraktur terbuka digunakan klasifikasi menurut
Gustilo dan Anderson, yaitu : 3,4 Grade IFraktur terbuka dengan
luka bersih berukuran kurang dari 1 cm. Grade IIFraktur terbuka
dengan luka berukuran lebih dari 1 cm Grade IIIDibagi menjadi 3
bagian, yaitu : III ALuka > 10 cm disertai dengan adanya soft
tissue yang cukup untuk melapisi tulang. Atau fraktur yang berasal
dari trauma dengan energi tinggi, berapapun ukuran lukanya,
contohnya pada fraktur kominutif yang berat meskipun dengan luka
laserasi 1 cm. III BFraktur terbuka dengan dasar tulang di mana
terjadi robekan dari periosteum dan umumnya merupakan luka
terkontaminasi. III CFraktur terbuka yang disertai dengan gangguan
pembuluh arteri yang membutuhkan repair, tanpa memperhatikan ukuran
luka.
Gambar 2.5. Klasifikasi Fraktur Terbuka Gustilo-Anderson
B Fraktur tertutupPada fraktur tertutup tidak didapatkan adanya
kontak antara fraktur dengan dunia luar. Kerusakan soft tissue
bervariasi mulai dari minimal sampai ke masif. Klasifikasi dari
kerusakan terhadap soft tissue menurut Tscherne adalah : 3,4 Grade
0Tidak didapatkan adanya kerusakan atau sedikit jaringan lunak.
Grade 1Abrasi superfisial disertai dengan adanya kontusio pada
jaringan kulit atau subkutis. Grade 2Adanya abrasi yang
terkontaminasi dengan kontusio sampai pada otot. Umumnya pada
tingkat ini kerusakan yang terjadi pada tulang cukup berat. Grade
3Kerusakan yang terjadi sangat berat sehingga menyebabkan
terjadinya kontusio dan kerusakan jaringan yang hebat, dapat
ditemukan adanya gangguan vaskularisasi, compartment syndrome.
Gambar 2.6. Klasifikasi Fraktur Tertutup Tscherne
2.2.2Gangguan pada sendiGangguan pada sendi ini dapat dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu :2 DislokasiMerupakan kerusakan pada
permukaan sendi yang disertai dengan adanya kehilangan kontak
normal di antara kedua ujung tulang. SubluksasiMerupakan kerusakan
sebagian pada sendi yang di mana masih disertai dengan kontak
sebagian antara kedua tulang yang membentuk suatu sendi.
DiastasisTerdapat beberapa tulang yang dihubungkan melalui sendi
sindesmotik yang memungkin terjadinya sedikit pergerakan. Terdapat
membran interosseus yang berfungsi untuk melekatkan kedua tulang di
antara sendi sindesmotik ini. Pada manusia terdapat 2 daerah yang
memiliki sendi ini, yaitu antara radius-ulna dan fibula-tibia.
Kerusakan pada membran interosseus yang menghubungkan kedua sendi
ini akan menyebabkan diastasis.
Gambar 2.7. Gangguan pada sendi
2.3Proses Penyembuhan TulangMerupakan proses yang kompleks yang
memiliki hasil akhir berupa regenerasi dari tulang dan bukan
pembentukan jaringan parut seperti pada organ lainnya. Penyembuhan
tulang ini membutuhkan adanya jaringan dengan vaskularisasi yang
baik. Prosesnya sendiri dibagi menjadi 4 bagian, yaitu5
InflamasiMerupakan proses yang terjadi setelah kecelakaan dan
dikarakteristikkan dengan nyeri, rasa panas, nyeri tekan, demam.
Perdarahan yang terjadi akan membentuk hematoma, berikutnya akan
terjadi migrasi dari sel inflamasi ke daerah luka. Kemudian diikuti
dengan sel fibroblas, kondroblas dan sel osteoprogenitor. Kadar pO2
yang rendah pada daerah fraktur akan merangsang terjadinya
angiogenesis. 5Pada fase inflamasi akan terjadi hematoma yang
terbentuk dari darah akibat rupturnya pembuluh darah. Sel inflamasi
akan menginvasi hematoma dan memulai dibentuknya jaringan nekrotik.
Menurut Bolander, hematoma merupakan sumber dari sinyal molekul
seperti TGF-B dan PDGF yang menginisiasi proses penyembuhan
fraktur. 4 Setelah itu akan terjadi fase reparasi yang umumnya
dimulai 4-5 hari setelah luka yang dikarakteristikkan dengan invasi
sel mesenkimal yang pluripoten yang kemudian akan berdiferensiasi
menjadi fibroblas, kondroblas dan osteoblas untuk kemudian
membentuk kalus halus. 4 Pembentukan soft callusMerupakan periode
pembentukan jaringan fibrokartilago kalus yang ada disekeliling
daerah fraktur. Kalus halus ini nantinya akan melebar dan mengeras.
Kalus halus ini sendiri awalnya akan terdiri dari kolagen dan
berikutnya akan terdiri dari kartilago dan pembentukan osteoid. 5
Dibutuhkan waktu 4-6 minggu untuk pembentukan kalus halus ini. 4
Pembentukan hard callusOsteoid, kartilago, periosteal dan kalus
halus di medula akan mengalami mineralisasi sehingga akan terjadi
pengerasan kalus. Pada tahap ini akan terjadi osifikasi enkondral
di mana terjadi perubahan dari kartilago menjadi tulang dan
pembentukan intramembranosa tulang. 5Menurut Einhorn, lokasi
terpenting dari daerah penyembuhan fraktur adalah periosteum
(sumsum tulang, korteks, periosteum dan jaringan lunak eksterna) di
mana terjadi pembentukan osifikasi intramembranosa dan pembentukan
tulang endokondral. Respons periosteal sangatlah cepat dan mampu
untuk menutup setengah dari jarak tulang, di mana prosesnya
dipercepat oleh gerakan dan di hambat oleh fiksasi yang rigid. 4
RemodelingMerupakan tahap terakhir yang meliputi perubahan dari
tulang yang lemah menjadi tulang yang kuat dan disertai struktur
tulang yang normal (kanal havers). Baik kontur maupun angulasi yang
sebelumnya ada dapat berkurang bahkan hilang. Proses ini dapat
terjadi selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. 4, 5
Gambar 2.7. Stadium Penyembuhan Tulang
2.4EtiologiTulang sendiri bersifat relatif rapuh, namun cukup
mempunyai kekuatan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi
akibat 3 hal, yaitu :6 Peristiwa trauma tunggalSebagian besar
fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau
penarikan. Mekanisme trauma ini dapat terjadi akibat terkena
kekuatan langsung ataupun tidak langsung. Pada kekuatan langsung
akibat pemukulan dapat terjadi fraktur transversal dan kerusakan
pada kulit di atasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan
fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan yang luas. 6
Sedangkan pada kekuatan tidak langsung dapat terjadi fraktur akibat
adanya transmisi energi ke daerah fraktur, kerusakan jaringan lunak
di tempat fraktur itu mungkin tidak ada. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran yang menyebabkan fraktur spiral, penekukan yang
menyebabkan fraktur transversal, penekukan dan penekanan yang
mengakibatkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai
fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah, kombinasi dari
pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur oblik
pendek atau penarikan di mana tendon atau ligamen benar-benar
menarik tulang sampai terpisah. Adanya traksi dari ligamen yang
melekat ke tulang dapat menyebabkan fraktur avulsi. 6 Tekanan yang
berulang-ulangRetak dapat terjadi pada tulang seperti halnya benda
lain akibat tekanan berulang. Keadaan ini paling sering ditemukan
pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari
dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh. 6 Kelemahan
abnormal pada tulangJuga dikenal dengan fraktur patologis.
Merupakan fraktur yang terjadi ketika struktur dan kekuatan tulang
sebelumnya telah mengalami gangguan akibat adanya penyakit yang
invasif dan disertai proses destruktif, contohnya adalah akibat
neoplasma, kelainan metabolik, infeksi, iatrogenik. 6,7Fraktur
patologis ini dapat terjadi akibat trauma minimal atau bahkan saat
melakukan aktivitas normal. 7Penyebab fraktur patologis ini dapat
dibagi menjadi : SistemikOsteoporosis merupakan penyebab paling
sering pada fraktur patologis di kelompok lansia. Berikutnya pada
5-15% lansia dapat terjadi paget disease. Selain itu dapat
disebabkan juga akibat adanya kelainan metabolik tulang seperti
osteomalasia dan hiperparatiroid. 7
LokalMerupakan penyebab utama dari fraktur patologis, yaitu
keganasan tulang primer, gangguan hematopoiesis seperti myeloma,
limfoma dan leukimia, metastasis. Metastasis 80% berasal dari lesi
pada payudara, paru, tiroid, ginjal dan prostat. Di mana lokasi
tersering yang terkena adalah vertebra, pelvis, femur dan humerus.
7Pada fraktur patologis ini penyembuhan tulang akan berjalan lebih
lambat dibandingkan dengan tulang normal. 7
2.5. Diagnosis FrakturA. RiwayatUsia pasien dan mekanisme
kejadian trauma penting untuk ditanyakan pada anamnesis. Biasanya
pasien datang dengan riwayat trauma baik yang hebat maupun ringan
dan diikuti dengan ketidakmampuan utnuk menggerakkan anggota gerak.
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri,
pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, dan deformitas.
B.Pemeriksaan Fisik Status generalisPada pasien trauma,
prioritas utama adalah penanganan airway, breathing, dan
circulation (primary survey), kemudian dilanjutkan dengan secondary
survey. Penting untuk diperhatikan tanda-tanda syok, perdarahan
atau anemia, kerusakan organ, dan faktor predisposisi fraktur
patologis. Status lokalisa. Inspeksi / Look : Keadaan umum
penderita secara keseluruhan Lakukan survey pada seluruh tubuh
apakah ada trauma pada organ lain bandingkan dengan bagian tubuh
yang sehat. Perhatikan posisi anggota gerak Perhatikan adanya luka
pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur terbuka dan
tertutup Perhatikan keadaan vaskularisasib. Palpasi / Feel nyeri
tekan (tenderness) Krepitasi Pemeriksaan neurovaskularisasi pada
daerah distal trauma, bisa berupa: palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, dan vaskularisasi yang
sesuai dengan anggota tubuh yang terkena trauma, warna kulit,
capillary refill time, sensasi dan temperatur. Status neurologis
dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi
pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi
persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri,
efusi, dan krepitasi c. MoveBiasanya dilakukan dengan meminta
pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan
distal pada daerah yang mengalami trauma. Kemudian meminta pasien
menggerakan bagian yang diduga mengalami fraktur untuk memastikan
lokasi serta memeriksa range of movement (ROM) dari sendi.
C.Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium :darah rutin, faktor
pembekuan darah, golongan darah,cross-test, dan urinalisa.2. Foto
rontgen untuk lokasi fraktur harus menurutrule of two, terdiri dari
: Dua gambaran,anteroposterior (AP) dan lateral Memuat dua sendi di
proksimal dan distal fraktur Memuat gambaran foto dua ekstremitas,
yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada
anak) ; dan. Dua trauma : pada trauma yang hebat sering menyebabkan
fraktur pada lebih dari satu tulang, misalnya pada fraktur femur
penting untuk dilakukan x-ray pada daerah pelvis dan spine. Dua
kali, yaitu segera sesudah terjadi trauma, contoh fraktur pada
carpal scaphoid sulit untuk dinilai. Jika masih ada keraguan untuk
menentukan diagnosis, foto dapat dilakukan 10 hari kemudian, di
mana sudah terjadi absorbsi tulang pada lokasi fraktur sehingga
mampu menegakkan diagnosis dengan lebih mudah. Gambar 2.8. Contoh
hasil X-ray 3. Pemeriksaan khusus : CT-scan, MRI, radioisotop
scanning, tomography.
2.6Tatalaksana FrakturPrinsip penatalaksanaan fraktur terdiri
dari 4 R yaitu: Recognition: yaitu diagnosis dan penilaian fraktur
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan radiologis. Perlu
dipehatikan lokalisasi, bentuk, menentukan teknik untuk pengobatan
fraktur dan komplikasi yang mungkin terjadi. Reduction: restorasi
fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis
dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan
osteoarthritis. Dalam hal ini reposisi fraktur diusahakan
sesempurna mungkin. Dengan alignment yang mendekati sempurna.
Retention: yaitu imobilisasi dari fraktur tersebut ketika sudah
direposisi Rehabilitation:Mengembalikan aktifitas fungsional
semaksimal mungkinMetode tatalaksana fraktur terdiri dari:1.
Konservatif2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna 3. Reduksi
terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulangA.
KonservatifTerdiri atas: Proteksi tanpa reduksi ataupun
mobilisasiProteksi fraktur bertujuan untuk mencegah trauma lebih
lanjut misalnya dengan menggunakan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawahIndikasi:Terutama
untuk fraktur yang tidak bergeser seperti fraktur iga yang stabil,
falangs dan metakarpal atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi
lain yaitu fraktur kompresi tulang belakang, fraktur impaksi pada
humerus proksimal serta fraktur yang sudah mengalami union secara
klinis tetapi belum mencapai konsolidasi radiologik. Gambar 2.10.
Sling
Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)Imobilisasi
dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi.
Indikasi: untuk fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam
proses penyembuhan. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan
imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips Gambar 2.11.
GipsReduksi tertutup dilakukan baik menggunakan pembiusan umum
maupun lokal. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya
fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama
pada teknik ini.Indikasi: Sebagai bidai pada fraktur untuk
pertolongan pertama, imobilisasi pada pengobatan definitif
frakturDiperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan
diharapkan dapat direduksi dengan cara tertutup dan dapat
dipertahankan. Fraktur yang tidak stabil atau bersifat kominutif
akan bergerak didalam gips sehingga diperlukan pemeriksaan
radiologis berulang.Dapat juga digunakan sebagai alat bantu
tambahan pada fiksasi eksterna yang kurang kuat.
Reduksi tertutup dengan traksi kontinu diikuti dengan
imobilisasiTraksi merupakan salah satu pengobatan konservatif yang
mudah dilakukan oleh setiap dokter dan bermanfaat dalam reduksi
suatu fraktur. Traksi yang dipasang menggunakan pemberat dengan
berat badan penderita sebagai counter-traction.Berdasarkan
mekanisme traksi dikenal 2 macam traksi yaitu: Fixation traction:
untuk melakukan fiksasi sekaligus traksi dengan menggunakan thomas
splint Sliding traction: Merupakan suatu traksi bertahap untuk
memperoleh reduksi tertutup dan sekaligus imobilisasi pada daerah
fraktur
Gambar 2.12. Thomas splint
Ada 2 jenis traksi yaitu: Traksi kulitTraksi kulit menggunakan
plester lebar yang direkatkan pada kulit dan diperkuat dengan
perban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan adalah 5 kg
yang merupakan batas toleransi kulit Gambar 2.13 traksi
kulitIndikasi: Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur
femur dan beberapa fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak
Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat
dilakukan Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil
menunggu terapi definitif Fraktur yang sangat bengkak dan tidak
stabil Komplikasi: Penyakit tromboemboli Abrasi, infeksi serta
alergi pada kulit
Traksi TulangTraksi pada tulang biasanya menggunakan kawat
kirschner (K-wire) atau batang dari steinmann pada lokasi tertentu
yaitu: Proksimal tibia Kondilus femur Olekranon Kalkaneus Traksi
pada tengkorak Trokanter mayor Distal metacarpal Gambar 2.14.
traksi tulang
Indikasi: Apabila diperlukan traksi dengan beban > 5 kg Pada
fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau kominutif Fraktur
pada daerah sendi Fraktur terbuka dengan luka sangat jelek dimana
fiksasi eksterna tidak dapat dilakukan Traksi langsung pada traksi
yang sangat berat misalnya dislokasi panggul yang lama.Komplikasi:
Infeksi melalui kawat yang digunakan Nonunion akibat traksi
berlebihan Parese saraf akibat overtraksi atau bila kawat mengenai
saraf Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi
perkutaneus dengan k wireSetelah dilakukan reduksi tertutup pada
fraktur yang bersifat tidak stabil maka reduksi dapat dipertahankan
dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada fraktur
suprakondiler humeri pada anak anak atau fraktur colles. Juga dapat
dilakukan pada fraktur leher femur dengan memasukkan batang metal,
serta pada fraktur batang femur dengan teknik tertutup dan hanya
membuat lubang kecil pada daerah proksimal femur.Gambar 2.15.
K-wire percutaneus
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna
tulang (ORIF/OREF)Alat-alat yang dipergunakan dalam reduksi terbuka
adalah K-wire, screw and plate, pin Kuntscher intrameduler, pin
rush, pin steinmann, pin Trephine, plate and screw Smith peterson,
Pin plate teleskopik, pin jewet dan protesis.Selain alat-alat
metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula digunakan berupa
bone graft baik autograft/allograft, untuk mengisi defek tulang
atau pada fraktur nonunion. Operasi dilakukan dengan cara membuka
daerah fraktur dan fragmen direduksi secara akurat dengan
visualisasi langsung.Reduksi terbuka dengan fiksasi interna
(ORIF)Indikasi: Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus,
kondilus, olekranon, patella Reduksi tertutup yang gagal Terdapat
interposisi jaringan diantara kedua fragmen Diperlukan fiksasi
rigid misalnya pada fraktur leher femur Fraktur terbuka
Kontraindikasi pada imobilisasi eksterna, misalnya pada manula
Eksisi fragmen yang kecil Eksisi fragmen tulang yang nekrosis
Fraktur multipel Gambar. 2.16. Reduksi terbuka dengan fiksasi
interna (ORIF)
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF)Reduksi terbuka
dengan alat fiksasi reksterna dengan mempergunakan kanselosa screw
dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) Indikasi: Fraktur terbuka
grade II dan III Fraktur terbuka disertai kehilangan tulang atau
jaringan yang hebat Fraktur dengan infeksi Fraktur yang miskin
jaringan ikat Fraktur tungkai bawah penderita DMKomplikasi Reduksi
terbuka: Infeksi (osteomyelitis) Kerusakan pembuluh darah dan saraf
Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal Kerusakan periosteum
yang hebat sehingga terjadi delayed union atau nonunion Emboli
lemak Gambar. 2.17. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna
(OREF)
Biasanya komplikasi fraktur dibagi berdasarkan waktu, sesuai
dengan lokalisasinya, di mana dibagi menjadi :A. Komplikasi
Segeraa. Komplikasi Lokali. Komplikasi pada KulitBiasanya
komplikasi ini terjadi bersama dengan traumanya, di mana biasanya
ada abrasi, disertai dapat ada luka terbuka, apalagi bila ada
fraktur terbuka. Edema yang terbentuk juga dapat menyebabkan
kerusakan kulit sekitar, termasuk saat pemasangan gips dan plaster
of Paris dapat terbentuk penekanan hingga terjadi ulkus
dekubitus.ii. Komplikasi VaskularDapat terjadi kerusakan pada
arteri kecil maupun arteri besar. Di mana, pada kerusakan arteri
besar maka akan tampak tanda tanda perdarahan hingga syok, apalagi
jika fraktur terjadi pada femur yang merusak arteri femoralis. Pada
kerusakan arteri kecil maka kerusakan tidak terlalu besar jika
hanya obliterasi biasa, namun pada oklusi arteri akibat penekanan
pada struktur organ karena posisi tulang. Di sini terjadi Volkmann
Ischemic Contracture. Biasanya tandanya ialah adanya nyeri,
kesemutan, dan turunnya CRT, serta hilangnya pulsasi arteri
distal.
Gambar 2.17. Komplikasi Vaskular
iii. Komplikasi NeurologisKomplikasi neurologis yang segera
terjadi biasanya berkaitan langsung dengan traumanya, misalnya
trauma pada kepala, SSP, dan lain-lain.
iv. Komplikasi Pada OtotDapat terjadi kerusakan otot dan robekan
yang berat.b. Komplikasi pada Organ Laini. Trauma Multipleii.
Hemorrhagic Shock
B. Komplikasi Awala. Komplikasi Lokali. Komplikasi pada
SendiDapat terjadi septic arthritis akibat masuknya bakteri ke
dalam tulangii. Komplikasi pada Tulang1. Infeksi pada Tulang
(Osteomyelitis)
Gambar 2.19. Komplikasi Osteomielitis dan Tatalaksana
Osteomielitis
Infeksi dapat terjadi akibat kontak tulang dengan luar, di mana
sangat sering terjadi pada fraktur terbuka yang tidak segera
ditangani.2. Nekrosis AvaskularTerjadi karena kerusakan sistem
pembuluh darah yang menperdarahi tulang pada kanalikuli havers,
akibatnya perfusi ke tulang menurun, tulang mengalami iskemia dan
akibatnya kematian sel.
b. Komplikasi pada Organ Laini. Emboli Lemak & Emboli
ParuRelease dari struktur intra tulang dan sekitarnya disertai
kerusakan pembuluh darah dapat menyebabkan masuknya lemak ke dalam
sirkulasi dan menyebabkan emboli, di mana yang paling sering adalah
emboli paru yang dapat berakibat fatal. Dapat disertai dengan
kerusakan kapiler pada paru-paru dan ditandai dengan distress
pernapasan, biasanya keadaan ini muncul pada hari kedua.ii.
Tetanus
C. Komplikasi Lanjuta. Komplikasi pada SendiDapat terjadi
kontraktur dan kekakuan sendi, biasanya hal ini disebabkan karena
adanya adhesi / perlekatan pada sekitar sendi maupun dengan
struktur sekitarnya seperti otot dan tulang.b. Komplikasi pada
Tulangi. Penyembuhan fraktur yang abnormal1. MalunionPenyembuhan
tulang yang disertai dengan deformitas oleh karena penyambungan
tulang tidak persis seperti semula. Gambar 2.20. Malunion2. Delayed
Union3. Non-UnionDi mana secara klinis dan radiologis tidak terjadi
penyambungan kedua fragmen tulang. Tipe I(hypertrophic non union)
:Tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen
fraktur tumbuh jaringan fibrous yang masih mempunyai potensi untuk
union dengan melakukan koreksi fiksasi danbone grafting. Tipe
II(atrophic non union):Disebut juga sendi palsu(pseudoartrosis)
terdapat jaringansinovialsebagai kapsul sendi beserta
ronggasinovialyang berisi cairan, proses uniontidak akan dicapai
walaupun dilakukan imobilisasi lama.Beberapa faktor yang
menimbulkannon unionseperti disrupsi periosteum yang luas,
hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi
yang tidak memadai,implant atau gips yang tidak memadai, distraksi
interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)
Gambar 2.21. Non-union ii. Gangguan pertumbuhan karena kerusakan
pada ephyphiseal plate iii. Osteoporosis pasca traumaiv. Sudeck
AtrophyBiasanya terjadi dalam kondisi di mana pasien gagal
mengembalikan fungsi normal kaki dan tangannya, dapat terjadi
kekakuan sendi dengan nyeri saat digerakkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brinker, M. Review of Orthopaedic Trauma. Saunders, USA. 2.
Canale, T., Beaty, J. Campbells Operative Orthopaedics. Edisi ke
11. Mosby Elsevier, USA. 2007.3. Greene, W. Netters Orthopaedics.
Edisi pertama. Saunders, USA. 20064. Koval, K., Zuckerman, J.
Handbook of Fracture. Edisi ke 3. Lippincott Williams &
Wilkins, USA. 2006.5. Simon, R., Sherman, S., Kenigsknecht, S.
Emergency Orthopedics : The Extremities. Edisi ke 5. McGraw Hill,
USA. 2007.6. Solomon, L., Warwick, D., Nayagam, S. Apleys System of
Orhopaedics and Fractures. Edisi ke 8. Arnold, London. 20017.
Rasjad,Chairuddin. Pengantar Ilmu bedah Ortopedi. Yarsif watampone,
Jakarta.2007.
10