BAB 1ANATOMI
A. HARD TISSUE (TULANG)Vertebra cervicalis adalah tulang bagian
bawah kepala dengan tujuh ruas tulang yang saling berhubungan dan
membentuk satu kesatuan. Vertebra cervicalis merupakan bagian
terkecil dari tulang belakang. Secara anatomi vertebra cervicalis
dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah cervical atas (C1 dan C2)
dan daerah cervical bawah (C3 sampai C7). Di antara ruas-ruas
tersebut, ada tiga ruas tulang cervical yang memiliki struktur
anatomi yang unik. Ketiga ruas telah diberi nama khusus, antara
lain C1 disebut atlas, C2 disebut axis, dan C7 disebut prominens
vertebra.Ruas tulang leher umumnya mempunyai ciri yaitu badannya
kecil dan persegi panjang. Vertebra cervicalis mempunyai corpus
yang pendek dan corpus ini berbentuk segiempat dengan sudut agak
bulat jika dilihat dari atas. Tebal corpus bagian depan dan bagian
belakang sama. Lengkungnya besar mengakibatkan processus spinosus
di ujungnya memecah dua atau bifida. Processus tranversus-nya
berlubang-lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri
vertebralis.1. Klasifikasi Vertebra CervicalisSecara anatomi
vertebra cervicalis dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah cervical
atas (C1 dan C2) dan daerah cervical bawah (C3 sampai C7). Di
antara ruas-ruas tersebut, ada tiga ruas cervical yang memiliki
struktur anatomi yang unik. Ketiga ruas tersebut telah diberi nama
khusus, antara lain C1 disebut atlas, C2 disebut axis, dan C7
disebut prominens vertebra. Sedangkan vertebra C3-C6 disebut
vertebra cervicalis tipikal karena vertebra cervicalis ini memiliki
ciri-ciri yang umum untuk vertebra cervicalis.
a. Vertebra Cervicalis 1 (Atlas)Vertebra cervicalis pertama
dikenal sebagai atlas dimana berperan sebagai pendukung seluruh
tengkorak. Atlas berbeda dengan vertebra cervicalis lainnya karena
tidak mempunyai corpus sehingga bentuknya hampir seperti cincin.
Atlas tidak mempunyai processus spinosus namun memiliki tuberculum
posterior yang kecil yang berguna agar pergerakan kepala atau
cranium lebih bebas. Atlas berbentuk cincin atau lingkaran yang
dibagi dua yaitu lengkung depan disebut arkus anterior dan lengkung
belakang disebut arkus posterior. Terlihat massa yang agak lebar
pada pertemuan arkus anterior dan arkus posterior dan disebut massa
lateralis. Tiap massa lateralis di bagian atas terdapat permukaan
berbentuk oval dan konkaf disebut fovea artikularis superior dan
permukaan ini bersendi dengan tulang cranium. Di bagian bawah tiap
massa terdapat fasies artikularis yang bersendi dengan C2
(epistropheus). Di bagian samping massa lateralis terdapat
processus transversus dan foramen transversum.Gambar 1.1 Struktur
Anantomi Atlas
Sumber: Atlas Manusia, edisi kedua
b. Vertebra Cervicalis 2 (Axis/Epistropheus)Vertebra cervicalis
ini sering disebut juga dengan axis yang ditandai dengan adanya
epistropheus. Ciri lain yang terdapat pada C2 ini adanya dens atau
processus odontoid yang merupakan penonjolan tulang ke atas dari
permukaan atas corpus. Permukaan depan dan belakang dari dens ini
didapati permukaan persendian disebut fasies artikularis anterior
dan posterior. Pada tulang ini processus transversus tidak
jelas.Gambar 1.2 Struktur Anantomi Axis
Sumber: Atlas Manusia, edisi kedua
c. Vertebra Cervicalis 3-6 (Vertebra Cervicalis Tipikal)Vertebra
cervicalis 3-6 disebut vertebra cervicalis tipikal karena vertebra
cervicalis ini memiliki ciri-ciri yang umum pada vertebra
cervicalis. Ciri-ciri umum vertebra cervicalis antara lain memiliki
tubuh yang kecil dan corpus yang pendek, berbentuk persegi empat
dengan sudut agak bulat jika dilihat dari atas, tebal corpus bagian
depan dan bagian belakang sama, di ujung processus spinosus memecah
dua atau bifida. Processus tranversusnya berlubang-lubang karena
memiliki foramen tempat lewatnya arteri vertebralis.Gambar 1.3
Struktur Anatomi C4
Sumber: Atlas Manusia, edisi kedua
d. Vertebra Cervicalis 7 (Vertebra Prominens)Dari semua vertebra
cervicalis, C7 memiliki ciri khas yang membedakan yaitu memiliki
processus spinosus yang lebih panjang dan dikenal dengan
prominens.Gambar 1.4 Struktur Anatomi C7
Sumber: Sobbotta, edisi ke 14
B. SOFT TISSUE1. LigamenVertebra cervical terdiri dari 7 tulang
cervical yang diselingi oleh diskus intervertebralis. Vertebra
cervical memiliki jaringan ligamen yang kompleks juga berfungsi
untuk menjaga kestabilan tulang-tulang cervical. Adapun
ligamen-ligamen yang terdapat pada tulang-tulang cervical adalah:a.
Ligamen Longitudinal AnteriorLigamen longitudinal anterior
merupakan salah satu stabilitator utama sendi intervertebralis.
Ligamen ini merupakan struktur fibrosa yang bermula dari bagian
anterior basal tulang occipital dan berakhir di bagian anterior
atas sacrum. Serabutnya berjalan dengan arah longitudinal dan
melekat pada permukaan anterior seluruh corpus vertebrae. Ligamen
ini lebar dan kuat. Serabut terdalamnya bercampur dengan diskus
intervertebralis dan berikatan kuat pada setiap corpus vertebrae.
Ligamen ini akan bertambah ketebalannya untuk mengisi bentuk konkaf
sesuai dengan konfigurasi corpus vertebrae. (Vitriana, 2001)Gambar
1.5 Ligamen Longitudinal Anterior
Sumber: Atlas of Anatomy, edisi kedua
b. Ligamen Longitudinal PosteriorSelain ligament longitudinal
anterior, ligament longitudinal posterior juga merupakan
stabilitator utama sendi vertebralis dan juga berfungsi untuk
mencegah fleksi yang berlebihan. Ligament ini terletak pada
permukaan posterior corpus vertebrae dan merupakan kelanjutan dari
membran tectorial, yang berjalan dari bagian basal tulang
occipital, pada foramen magnum. Ligamen ini membentuk batas
anterior canalis spinalis. Pada canalis lumbal, ligamen ini mulai
menyempit saat melalui corpus pada vertebrae L1 dan menjadi
setengah lebar dari asalnya pada ruang antara L5 dan S1. (Vitriana,
2001)Gambar 1.6 Ligamen Longitudinal Posterior
Sumber: Atlas of Anatomy, edisi kedua
c. Ligamen FlavumLigamen flavum berfungsi untuk mengontrol
gerakan fleksi yang berlebihan dan memperkuat facet capsul joint
pada aspek ventral. Dikatakan flavum oleh karena warna kuning yang
disebabkan oleh karena kandungan elastin di dalamnya sebesar 80%.
Ligament ini pada bagian atas melekat pada permukaan anterior
lamina di atasnya, dan bagian bawah melekat pada tepi posterior
atas lamina di bawahnya. Pada setiap level vertebrae, perluasan ke
arah lateralnya akan membentuk kapsul anterior sendi zygapophyseal
(sendi faset) dan melekat ke arah proksimal dan distal tepi
inferior pedikel di atasnya dan tepi superior pedikel di bawahnya
membentuk bagian atap foramenal. Susunan khas ini dikombinasikan
dengan adanya kemiringan ke arah anterior dari lamina dan kandungan
elastik ligamen yang menahan penekukan, sehingga akan menyebabkan
dinding posteroinferior tetap halus dan melindungi elemen saraf
dalam semua posisi pergerakan yang menyebabkan tulang belakang
melekuk atau terputar. (Vitriana, 2001)
d. Ligamen InterspinosusLigamentum interspinosus merupakan
sebuah gabungan serabut-serabut yang berjalan dari dasar processus
spinosus yang satu ke ujung processus spinosus selanjutnya.
Bersifat rudimenter pada tulang belakang cervical, dimana pada
tempat tersebut ligamen interspinosus akan bergabung dengan
ligamentum nuchae. Ligamen ini bersifat membranous di bagian
thoraks dan berukuran lebar serta tebal di bagian lumbal. Ligament
ini berfungsi untuk mempertahankan kestabilan antara lengkungan
vertebra. (Vitriana, 2001)
e. Ligamen SupraspinosusLigamentum supraspinosus merupakan
struktur yang berkembang baik, dari ujung vertebrae C7 hingga
crista sacralis median, melekat ke setiap processus spinosus.
Ligament ini berfungsi untuk menjaga stabilitas antara lengkungan
vertebral. (Vitriana, 2001)
f. Ligament IntertransversalLigamen ini berjalan dari processus
transversus ke processus transversus yang lainnya. Pada bagian
cervical tidak begitu jelas, pada bagian thoraks berbentuk bundar
dan tebal sementara pada bagian lumbal lebih tipis. Ligamen ini
secara erat berhubungan dengan otot-otot punggung bagian dalam.
(Vitriana, 2001)
g. Ligamen NuchalLigament ini terletak antara tonjolan occipital
eksternal dan processus spinosus C7. Bagian posterior yang terdiri
pedicle, processus transversus, facet joint, lamina, dan processus
spinosus distabilisasi oleh ligamen nuchal dan ligamen flavum.
(Robert, 2013)
2. OtotOtot diberi nama sesuai dengan bentuk, lokasi, atau
kombinasi keduanya. Namun otot lebih dikategorikan menurut
fungsinya seperti fleksi, ekstensi, atau rotasi. Otot dan ligamen
bekerja sama untuk menstabilisasi tulang belakang, tahan tegak, dan
gerakan kontrol selama istirahat dan aktivitas. Adapun otot-otot
yang terdapat dan diinervasi oleh saraf vertebra cervical
adalah:
Tabel 1.1 Cervical Muscle
No.Cervical MusclesFunctionNerve
1.M. SternocleidomastoidEkstensi dan rotasi kepala, fleksi pada
columna vertebraC2, C3
2.M. ScalenusFleksi dan rotasi leherLower cervical
3.M. Spinalis CervicisEkstensi dan rotasi kepalaMiddle/lower
cervical
4.M. Spinalis CapitusEkstensi dan rotasi kepalaMiddle/lower
cervical
5.M. Semispinalis CervicisEkstensi dan rotasi columna
vertebraMiddle/lower cervical
6.M. Semispinalis CapitusRotasi kepalaC1-C5
7.M. Splenius CervicisEkstensi pada columna
vertebralMiddle/lower cervical
8.M. Longus Colli CervicisFleksi vertebra cervicalC2-C7
9.M. Longus CapitusFleksi kepalaC1-C3
10.M. Rectus Capitus AnteriorFleksi kepalaC2, C3
11.M. Rectus Capitus LateralisFleksi dan lateral fleksi
kepalaC2, C3
12.M. Illiocostalis CervicisEkstensi pada vertebra
cervicalMiddle/lower cervical
13.M. Longissimus CervicisEkstensi pada vertebra
cervicalMiddle/lower cervical
14.M. Longissimus CapitusRotasi kepalaMiddle/lower cervical
15.M. Rectus Capitus Posterior MajorEkstensi dan rotasi
kepalaSuboccipital
16.M. Rectus Capitus Posterior MinorEkstensi
kepalaSuboccipital
17.M. Obliquus Capitus InferiorRotasi pada atlantoxial
jointSuboccipital
18M. Obliquus Capitus SuperiorEkstensi dan lateral fleksi kepala
pada atlanto-occipital jointSuboccipital
Sumber: http://www.spineuniverse.com/anatomy/spinal-muscles-1
(diakses tanggal 18 Februari 2014)
BAB IIFISIOLOGI CERVICAL
A. Sistem Peredaran Darah1. Pembuluh ArteriSirkulasi kepala dan
leher dapat dibagi menjadi sirkulasi anterior (carotid) dan
posterior (vertebrobasiler).a. Sirkulasi AnteriorArteri carotis
dextra berasal dari arteri inominata, sedangkan arteri carotis
sinistra berasal langsung dari arcus aorta. Pada ketinggian sekitar
vertebrae cervical keempat, arteri carotis communis terbagi menjadi
arteri carotis eksterna, yang mensuplai wajah dan scalp, dan arteri
carotis interna, yang mensuplai sirkulasi intracranial. Arteri
carotis interna (ICA) terbagi menjadi segmen cervical (C1),
petrosus (C2), intracavernosus (C3) dan supraklinoid (C4). Trunkus
meningeohipofiseal berasal dari carotis intrakavernosa dan
memberikan percabangan yang mensuplai kelenjar pituitari dan basal
meningeal. Setelah keluar dari sinus kavernosus, ICA menembus
lapisan dura untuk membentuk segmen supraklinoid, yang akan
memanjang hingga bifurcartio carotis. Cabang intradura yang pertama
adalah arteri ophtalmica, yang mensuplai aliran darah ke orbita dan
merupakan sumber potensial dari sirkulasi kolateral. Cabang carotis
berikutnya, arteri comunicans posterior (PCoA), menghubungkan
sirkulasi anterior dan posterior. Biasanya terdapat tujuh cabang
dari bagian medial arteri ini, yang akan mensuplai batang otak
sebelah lateral dan bagian inferior basal ganglia. Arteri choroidal
anterior (AChoA) bermula pada 2-4 mm distal dari PCoA dan merupakan
cabang besar yang terakhir sebelum bifurcatio. Arteri ini mensuplai
jalur penglihatan (traktus opticus, lateral geniculate body,
radiatio opticus), sebagian basal ganglia, dan jalur kortikospinal.
Setelah AChoA, ICA akan bercabang untuk membentuk arteri cerebral
anterior (ACA) dan arteri cerebral media (MCA). Bagian dari ACA
diantara percabangan ICA dan arteri comunicans anterior (ACoA)
merupakan segmen A1 dari ACA. Segmen ini akan bercabang menuju
kapsula interna, thalamus, dan hipothalamus. ACoA menghubungkan dua
ACA dan menentukan lokasi dimana A1 menjadi arteri cerebral
anterior distal (A2). Cabang dari ACoA mensuplai hipothalamus
anterior. Cabang terbesar dari area ACA/ACoA adalah arteri recuren
Heubner, yang mensuplai anterior dari basal ganglia dan kapsula
interna. Arteri cerebral anterior distal (A2) berjalan superior dan
posterior dari ACoA, didalam fissura interhemisfer, dan membagi
diri menjadi arteri pericallosal dan arteri callosomarginal didekat
genu dari corpus callosum. A2 dan cabangnya mensuplai bagian medial
dari lobus frontalis dan parietalis. Segmen pertama dari MCA (M1)
berjalan dari percabangan ICA menuju percabangan MCA dalam fissura
Sylvii. Arteri lenticulostriata lateralis dan media berasal dari
segmen M1 ini, yang keluar dari sudut kanan bagian dorsal M1 dan
mensuplai basal ganglia serta terutama bagian superior kapsula
interna. Pada fissura Sylvii, MCA berbagi menjadi 2-4 cabang, yaitu
segmen M2. Pada titik inilah sebagian besar aneurysma MCA terjadi.
Segmen M2 keluar dari fissura Sylvii dan menyebar pada lengkungan
hemisfer untuk mensuplai bagian lateral dari lobus frontal,
parietal, occipital, dan temporal.
b. Sirkulasi PosteriorArteri vertebralis (VA) merupakan cabang
pertama dari arteri subclavia. Setelah keluar dari sudut kanan
arteri subclavia, VA berjalan beberapa cm sebelum masuk kedalam
foramen intervertebralis dari C6. Setelah itu ia akan berjalan
sepanjang foramen dari C6 hingga C1 dan melewati bagian superior
dari arcus C1 dan menembus membran atlantooccipital dan masuk
kedalam rongga kepala. Saat berjalan kearah ventral dan superior,
ia memberikan cabang arteri cerebellar inferior posterior (PICA)
sebelum akhirnya bersatu dengan VA dari arah yang berlawanan pada
pertengahan bagian ventral dari pontomedulary junction untuk
membentuk arteri basillaris (BA). BA akan bercabang membentuk dua
arteri cerebral posterior pada pontomesencephalic junction.
Hubungan menuju sirkulasi anterior melalui PCoA akan melengkapi
sirkulus Willisi. PICA merupakan cabang terbesar dari sirkulasi
posterior (vertebrobasiller) dan mensuplai medulla vermis inferior,
tonsil, dan bagian inferior hemisfer cerebellum. PICA juga sangat
erat kaitannya dengan saraf cranial ke 9, 10, dan 11. Arteri
cerebellar inferior anterior (AICA) biasanya bermula dari distal
dari vertebrobasilary junction setinggi pontomedullary junction,
mensuplai pons, pedunculus cerebellar media, dan bagian tambahan
cerebellum. Selain itu AICA juga terkait erat dengan saraf cranial
ke 7 dan 8. Arteri cerebellar superior (SCA) berasal dari proksimal
percabangan basilaris, dan mensuplai otak tengah, pons sebelah
atas, dan bagian atas cerebellum. Cabang dari SCA akan membentuk
anastomose dengan cabang dari PICA dan IACA pada hemisfer
cerebellum dan merupakan sumber potensial dari aliran kolateral.
Arteri cerebralis posterior (PCA) dibentuk oleh percabangan BA dan
mensuplai otak tengah bagian atas, thalamus posterior, bagian
posteromedial lobus temporalis, dan lobus occipitalis. Sirkulus
Willisi merupakan sirkulasi kolateral antara pembuluh darah
intracranial. Terpisah dari kolateral ophtalmicus, terdapat
beberapa tempat anastomose lain antara pembuluh darah ekstra dan
intrakranial, mencakup anastomose melalui arteri sphenopalatina,
arteri dari foramen rotundum dan cabang kecil yang biasanya ada
pada tulang petrosus. Arteri utama yang mensuplai dura adalah
arteri meningea media dan cabang ascending arteri pharyngeal,
cabang dari sirkulasi eksternal. Terkadang dapat terbentuk
anastomose antara dura dan permukaan korteks. Sebagai tambahan,
hubungan antara carotis dan vertebrobasillar dapat terjadi.
2. Pembuluh VenaPembuluh darah vena utama cervical yang
mengembalikan darah dari kepala dan wajah adalah vena jugularis
eksternal dan internal.a. Vena Jugularis EksternalVena jugularis
eksternal menerima darah dari bagian luar cranium dan bagian-bagian
dalam dari wajah. Vena jugularis eksternal dibentuk oleh bagian
posterior dari vena retromandibular yang bergabung dengan vena
auricularis posterior. Vena ini dimulai pada substansi kelenjar
parotis dan sejajar dengan mandibula, lalu turun ke bagian leher ke
arah garis yang ditarik dari sudut mandibula ke tengah clavicula
pada bagian belakang otot sternocleidomastoid. Kemudian vena
jugularis eksternal dipisahkan dari otot sternocleidomastoideus
oleh lapisan permukaan dari bagian dalam fascia cervical dan
diselubungi oleh platysma, fascia superfisial, dan integumen
(kulit). (Vinod, 2013)b. Vena Jugularis InternalVena jugularis
internal mengumpulkan darah dari otak, leher, bagian superfisial
wajah. Vena ini berlanjut secara langsung dengan sinus sigmoid dan
dimulai pada kompartemen posterior dari foramen jugularis, pada
dasar tengkorak. Vena ini berjalan menuruni di sisi leher dalam
arah vertikal, mulanya melekat pada lateral arteri karotis internal
dan kemudian ke lateral dari arteri carotid utama. Pada akar saraf
leher, vena ini menyatu dengan vena subklavia untuk membentuk vena
brakiosefalika. (Vinod, 2013)
B. Sistem PersarafanTiga puluh satu pasang saraf spinal berawal
dari korda melalui radik dorsalis (posterior) dan ventral
(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks
bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah
saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda
melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui saraf eferen.
Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regio columna
vertebralis tempat munculnya saraf tersebut.1. Saraf cervical, 8
pasang (C1 sampai C8)2. Saraf toraks, 12 pasang (T1 sampai T2)3.
Saraf lumbal, 5 pasang (L1 sampai L5)4. Saraf sakral, 5 pasang (S1
sampai S5)5. Saraf koksigeus, 1 pasangPada semua saraf spinal
kecuali bagian thorakal, saraf-saraf spinal bagian ventral ini
saling terjalin sehingga membentuk jalinan saraf yang disebut
pleksus. Adapun pleksus yang dibentuk oleh saraf-saraf spinal
cervical adalah:1. Pleksus cervicalis adalah pleksus pada leher
yang terbentuk dari empat saraf cervical C1 sampai C4, yang
menyarafi leher, kulit kepala, otot leher serta dada. Saraf
terpenting adalah saraf frenik yang menginervasi diafragma. 2.
Pleksus brakhialis adalah pleksus di dalam leher bagian bawah dan
aksila yang terbentuk dari cabang C5 sampai T1 atau T2, saraf ini
menginervasi ekstrimitas atas. Dari pleksus ini keluar, yaitu :a.
Nervus pectoralis yang berfungsi untuk menginervasi m. pectoralis
di bagian depan dada.b. Nervus circumflexa yang berfungsi untuk
menginervasi m. deltoideus, sendi bahu, dan kulit di atas bahu.c.
Nervus musculocutaneus yang berfungsi untuk menginervasi m. biceps
dan otot lain serta kulit sisi luar lengan bawah.d. Nervus radialis
yang berfungsi untuk menginervasi m. triceps, brachioradialis, dan
ekstensor lengan bawah, serta kulit pada sisi luar lengan dan
bagian belakang lengan bawah.e. Nervus medianus yang berfungsi
untuk menginervasi otot fleksor lengan bawah dan untuk banyak otot
kecil tangan, dan kulit pada sisi lateral tangan.f. Nervus ulnaris
yang berfungsi untuk menginervasi otot lengan bawah dan tangan,
sserta kulit pada sisi medial lengan bawah dan tangan.
Gambar 2.1 Pleksus Brachialis
Sumber : Buku Fisiologi dan Anantomi untuk Perawat
BAB IIIBIOMEKANIK
Columna vertebralis terdiri dari 33 tulang vertebra yang
membentuk kurva dan secara struktural terbagi atas 5 regio. Dari
superior ke inferior, mulai dari 7 segmen vertebra cervical, 12
segmen vertebra thoracal, 5 segmen vertebra lumbal, 5 vertebra
sacral yang menyatu dan 4 vertebra coccygeus yang menyatu. Karena
terdapat perbedaan struktural dan adanya sejumlah costa, maka
besarnya gerakan yang dihasilkan juga beragam antara vertebra yang
berdekatan pada regio cervical, thoracal dan lumbal.Pada setiap
regio, 2 vertebra yang berdekatan dan jaringan lunak antara kedua
vertebra tersebut dikenal dengan segmen gerak (Segmen Junghans).
Segmen gerak tersebut merupakan unit fungsional dari spine
(vertebra). Setiap segmen gerak terdiri atas 3 sendi. Corpus
vertebra terpisah oleh adanya diskus intervertebralis yang
membentuk tipe symphisis dari amphiarthrosis. Facet joint kiri dan
kanan antara proccessus artikular superior dan inferior adalah tipe
plane/glide joint dari diarthroses yang dilapisi oleh cartilago
sendi.Lebih jelasnya, unit fungsional dari columna vertebralis
terdiri dari anterior pillar dan posterior pillar. Anterior pillar
dibentuk oleh corpus vertebra dan discus intervertebralis yang
merupakan bagian hidraulik, weight bearing, dan shock absorbing.
Posterior pillar dibentuk oleh proccessus artikular dan facet
joint, yang merupakan mekanisme slide untuk gerakan. Selain itu,
juga dibentuk oleh 2 arkus vertebra, 2 proccessus transversus dan
proccessus spinosus.Dari 5 regio pada vertebra ini cervical
merupakan bagian spina/tulang belakang yang paling bergerak
(mobile), mempunyai tiga fungsi utama, yaitu :1. Menopang dan
memberi stabilitas pada kepala;2. Memungkinkan kepala bergerak di
semua bidang gerak;3. Melindungi struktur yang melewati spina,
terutama medula spinalis akar saraf dan arteri vertebra.Spina
Cervical menopang kepala, memungkinkan gerakan dan posisi yang
tepat. Semua pusat saraf vital berada di kepala memungkinkan
pengendalian penglihatan (vision), keseimbangan vestibular, arahan
pengendaraan (auditory) dan saraf penciuman; secara esensial
mengendalikan semua fungsi neuromuskular yang sadar. Untuk itu maka
kepala harus ditopang oleh spina cervical pada posisi yang tepat
agar memungkinkan gerakan spesifik untuk menyelesaikan semua fungsi
tersebut.Sebelumnya telah dijelaskan bahwa cervical dibentuk oleh
tujuh vertebra. Spina cervical, C1-C7, terlihat dari lateral
membentuk lengkung lordosis dan kepada pada tingkat
oksipitocervical membentuk sudut yang tajam agar kepala berada di
bidang horizontal. Apabila dilihat dari anteroposterior maka spina
cervical sedikit mengangkat (tilt) kepala ke satu sisi. Hal
tersebut dapat dijelaskan oleh facet pada occiput, atlas (C1) dan
aksis (C2) yang sedikit asimetrik.Spina cervical merupakan
persatuan unit fungsional yang saling tumpang-tindih
(superimposed), masing-masing terdiri atas 2 badan, yang dipisahkan
oleh discus intervertebra mulai di bawah aksis (C2). Unit
fungsional spina cervical dibagi atas dua columna, yaitu columna
anterior yang terdiri atas vertebra, ligamen longitudinal dan
discus di antaranya, serta columna posterior yang meliputi canal
oseus neural, ligamen posterior, sendi zygapophyseal, dan otot
erektor spina. Secara anatomis, foramen intervertebralis terletak
di antara kedua columna tersebut. Sebenarnya, otot cervical bagian
anterior yaitu flexor merupakan bagian dari columna anterior. Untuk
mengevaluasi cervical dibagi menjadi segmen cervical atas (di atas
C3) dan segmen cervical bawah (C3-C7). Setiap segmen itu berfungsi
berbeda.Atlas dan axis dalam kombinasi dengan cranial-occiput (CO)
membantu fleksi, ekstensi dan rotasi. Artikulasi atlanto occipital
(CO-C1) memungkinkan fleksi 100 dan ekstensi 250. Rotasi terbanyak
di spina cervical terjadi di persendian C1-C2, dengan rotasi 450 ke
arah kiri atau kanan. Sedikit derajat fleksi-ekstensi terlihat juga
di persendian C1-C2. Sendi sinovial asli (true synovial joint)
terleak di antara lengkung anterior atlas dan processus
odontoid.Vertebra regio cervical bawah masing-masing serupa dalam
bentuk fungsi dan dapat dikatakan merupakan unit fungsional yang
khas (typical). Vertebra C3-C7 mempunyai badan kecil dan dimensi
terpanjang pada bidang coronal. Processus spinosus terpanjang yang
mudah teraba pada saat melakukan palpasi. Sendi zygapophyseal di
cervical lebih konkaf dibandingkan di thorakal dan lumbal.
Orientasi facet di cervical adalah 450 (dibandingkan 600 di
thorakal 900 di lumbal). Processus spinosus, processus transversa
dan lamina menjadi daerah perlekatan otot.Di perbatasan C2 dan C3
terdapat perubahan bentuk persendian yang menyebabkan perbedaan
bermakna dalam fungsi serta merupakan daerah transisi yang mengubah
gerakan dari rotasi ke fleksi dan ekstensi. Terjadi sekitar 100
pada C4-C5 dan C5-C6. Fleksi lateral terjadi terutama di C3-C4 dan
C4-C5. Pemindahan horizontal (horizontal displacement) vertebra
>3,5 mm saat fleksi dan ekstensi atau deformitas angular >110
menandakan instabilitas spina. Semua gerakan cervical berpasagan
sehingga rotasi dikaitkan dengan fleksi lateral dan sebaliknya.
Pembatasan lingkup gerak (ROM) dalam satu bidang memungkinkan
klinisi mendeteksi segmen yang terlibat terutama letaknya apakah di
regio cervical atas atau bawah.Mobilitas unit fungsional vertebra
cervical dibatasi oleh elastisitas terbatas serabut annular setiap
annulus intervertebral serta ligamen longitudinal anterior dan
posterior (yang terikat pada setiap vertebra dari cranium sampai
sacrum).Fleksi dibatasi oleh ligamen longitudinal posterior/ligamen
intervertebra posterior, elastisitas terbatas fascia otot ekstensor
(erektor spina).Fleksi berlebihan melewati batas fisiologis juga
dibatasi oleh ligamen spinosum posterior dan interspinosum serta
elastisitas fascia otot erektor spina.Ekstensi berlebihan dibatasi
oleh kontak langsung lamina, faset dan processus spinosus
posterosuperior. Gerakan unit fungsional ke arah manapun
menyebabkan sedikit distorsi pada diskus intervertebralis. Pada
fleksi ke depan, ruang anterior diskus mengalami penekanan dengan
pemisahan simultan elemen posterior. Juga terjadi gerakan meluncur
(gliding) vertebra superior di atas vertebra berikut yang di
bawahnya. Diskus intervertebralis tertekan di anterior serta
melebar di posterior, dan fleksi ini disertai sedikit gesekan
(shear) anterior. Pemanjangan berlebihan serabut annular posterior
diskus dalam fleksi juga dibatasi oleh ligamen longitudinal
posterior.Adapun gerakan-gerakan pada regio cervical dan nilai ROM
cervical normal (McRae, 1999) adalah sebagai berikut:Tabel 3.1
Nilai ROM Cervical
No.GerakanDeskripsiNilai ROM
1.FleksiGerakan menempelkan dagu ke arah dada0o-40o
2.EkstensiGerakan menekuk kepala kearah posterior.0o-40o
3.Lateral FleksiGerakan menekuk kepala kearah lateral
(samping).0o-45o
4.RotasiGerakan memutar kepala dalam gerakan sirkuler.0o-50o
Sumber : Data Primer
BAB IVPATOLOGI
A. DefinisiMenurut Suddarth (2002:2353) fraktur adalah
diskontinuitas jaringan tulang yang banyak disebabkan karena
kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan. Sedangkan
menurut Doenges (2000:625) fraktur adalah patahnya kontinuitas
tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan
yang diberikan kepadanya.Cedera tulang belakang adalah cedera
mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalisakibat trauma ; jatuh
dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga
dsb(Sjamsuhidayat, 1997).Cedera tulang belakang adalah cedera
mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalisakibat trauma ; jatuh
dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga
dsb(Sjamsuhidayat, 1997).Cedera tulang belakang adalah cedera
mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma, jatuh
dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb
(Sjamsuhidayat, 1997). Sedangkan fraktur cervicalis adalah
hilangnya kontinuitas tulang atau segmen cervical akibat trauma
maupun patologik pada segmen cervical.
B. EpidemiologiKecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat,
setelah penyakit jantung, kanker dan stroke. Presentase 3 %
penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2%
karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali
lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal
cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka
tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur
dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6
terutama pada usia dekade tiga.
C. EtiologiLewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat
relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh yaitu:1.
TraumaSebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan yang berlebihan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang
dapat patah pada tempatyang terkena dan jaringan lunak juga pasti
akan ikut rusak.2. PatologiFraktur dapat terjadi oleh tekanan yang
normal jika tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau
tulang-tulang tersebut sangat rapuh yang disebabkan oleh faktor
degeneratif.
D. Patomekanisme1. KlasifikasiFraktur cervical dapat
diklasifikan berdasarkan mekanisme traumanya, yaitu sebagai
berikut:a. Hiperfleksi1) Flexion Tear Drop FractureGerakan fleksi
murni yang ditambah dengan komponen kompresi yang kuat menyebabkan
robekan pada kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulsi
pada bagian antero-inferior corpus vertebra sehingga lesinya tidak
stabil. Fraktur ini menyebabkan fragmen tulang berbentuk segitiga
pada bagian antero-inferior corpus vertebra dan terjadi
pembengkakan jaringan lunak paravertebral.
Gambar 4.1 Flexion Tear Drop Fracture
Sumber : http://rad.desk.nl/en/49021535146c5 (Diakses tanggal 19
Februari 2014)
2) Wedge FracturePada wedge fracture, tulang vertebra terjepit,
sehingga berbentuk baji (wedge). Lesi pada fraktur ini bersifat
stabil karena ligamen longitudinal anterior dan posterior masih
utuh. Gambar 4.2 Wedge Fracture
Sumber :
http://www.eorthopod.com/content/adult-cervical-spine-fractures-types
(Diakses tanggal 19 Februari 2014)
3) Clay Shovelers FractureFraktur Clay Shoveler dapat terjadi
karena gerakan fleksi cervical tiba-tiba atau karena adanya pukulan
keras yang langsung mengenai prosessus spinosus dan menyebabkan
fleksi paksa pada leher, sehingga mengakibatkan terjadinya fraktur
oblik pada prossesus spinosus. Fraktur ini merupakan fraktur stabil
karena tidak menyebabkan rupturnya ligamen longitudinal posterior
hanya terjadi uluran maksimal. Fraktur ini biasanya terjadi pada
tulang cervical bagian bawah, yaitu C6-Th1. Karena jenis fraktur
ini adalah stabil, maka biasanya akan pulih hanya dengan
imobilisasi cervical.Gambar 4.3 Clay Shovelers Fracture
Sumber :
http://www.eorthopod.com/content/adult-cervical-spine-fractures-types
(Diakses tanggal 19 Februari 2014)
4) Odontoid FractureUmumnya 60% dari fraktur C2 terjadi pada
prossesus odontoid, yaitu tonjolan tulang yang menonjol ke atas dan
berhubungan dengan arkus anterior C1. Prossesus odontoid
distabilisasi pada tempatnya oleh ligamen transversum. Fraktur
odontoid dapat dilihat dengan foto cervical lateral atau dengan
proyeksi open mouth (mulut terbuka).
Berdasarkan letak frakturnya, fraktur odontoid terbagi menjadi 3
tipe, yaitu sebagai berikut:a) Tipe IPada tipe ini, faktur terjadi
pada ujung prossesus odontoid dan fraktur ini umumnya jarang
terjadi.Gambar 4.3 Odontoid Fracture Tipe I
Sumber : http://medpgmcqs.blogspot.com/2010_07_01_archive.html
(Diakses tanggal 19 Februari 2014)
b) Tipe IIPada tipe ini, fraktur terjadi pada dasar dens dan
fraktur ini sangat sering terjadi.Gambar 4.3 Odontoid Fracture Tipe
II
Sumber : http://medpgmcqs.blogspot.com/2010_07_01_archive.html
(Diakses tanggal 19 Februari 2014)
c) Tipe IIIPada tipe ini, terjadi fraktur pada dasar dens dan
berlanjut secara oblik ke arah corpus axis. Pada fraktur ini
biasanya akan pulih hanya dengan stabilisasi melalui pemasangan
traksi cervical.Gambar 4.3 Odontoid Fracture Tipe III
Sumber : http://medpgmcqs.blogspot.com/2010_07_01_archive.html
(Diakses tanggal 19 Februari 2014)
b. Hiperekstensi1) Fraktur HangmanFraktur hangman terjadi pada
bagian posterior cervical 2 yang merupakan bagian pars
interartikularis. Fraktur jenis ini terjadi kira-kira 20% dari
semua fraktur axis (C2) dan biasanya diakibatkan oleh trauma
hiperekstensi. Fraktur ini dinamakan fraktur hangman karena sesuai
dengan kelainan yang terjadi pada orang yang dihukum gantung dengan
simpul pada depan dagu.Fraktur hangman jarang menimbulkan deficit
neurologi mengingat fraktur ini hanya menyebabkan pemisahan antara
corpus C2 dengan bagian posteriornya. Fraktur hangman ini dibagi
menjadi tiga tipe, yaitu:
a) Tipe IPada tipe ini merupakan jenis fraktur yang stabil,
dimana pergeseran atau angulasi dari bagian posterior hanya
sedikit/minimal saja dan cukup diterapi dengan pemasangan
imobilisasi neck.b) Tipe IIPada tipe ini, pergeseran atau angulasi
corpus lebih dari 10o dan pergeseran dari bagian posterior lebih
dari 3 mm.c) Tipe IIIPada tipe ini, fraktur menimbulkan dislokasi
faset C2 bilateral dan sangat tidak stabil, sehingga untuk kasus
ini diperlukan operasi untuk stabilisasinya dan setelah operasi
pasien harus diimobilisasi eksternal.Gambar 4.4 Tipe-Tipe Fracture
Hangman
Sumber :
http://kdwillinghmri-ct.blogspot.com/2010/04/hangmans-fracture.html
(Diakses tanggal 19 Februari 2014)
2) Extension Tear Drop FracturPada extension tear drop fracture
terjadi ketika ligament longitudinal anterior menarik fragmen
tulang vertebra karena hiperekstensi mendadak, sehingga merupakan
fraktur avulsi. Hal ini berbeda dengan flexion tear drop fracture
dimana fragmen dihasilkan karena kompresi dari bagian anterior
tulang vertebra karena adanya hiperfleksi. Gambar 4.5 Extension
Tear Drop Fracture
Sumber : http://rad.desk.nl/en/49021535146c5 (Diakses tanggal 19
Februari 2014)
c. Axial Injury1) Burst Fracture of the Ring of C1 (Jefferson
Fracture)Tulang atlas yang tipis, berbentuk cincin dengan permukaan
sendi yang luas. Fraktur atlas ini terjadi 5% dari fraktur tulang
cervical akut. Kira-kira 40% fraktur atlas berhubungan dengan
fraktur aksis (C2). Fraktur jenis ini merupakan fraktur tersering
untuk tulang C1.Mekanisme trauma yang biasa terjadi adalah axial
loading, yang terjadi bila ada beban berat jatuh secara vertical ke
kepala pasien atau pasien jatuh ke permukaan dengan kepala berada
pada posisi netral. Fraktur jefferseon meliputi terputusnya kedua
ring anterior dan posterior C1 dengan bergesernya massa lateral ke
arah lateral.Fraktur ini paling baik dilihat dengan pandangan open
mouth dari C1 dan C2 dan dengan CT-scan axial. Bila patahan tulang
tampak bergeser lebih dari 7 mm pada foto proyeksi frontal,
kemungkinan ligamentum transversumnya robek. Konfirmasi tentang
cedera ligamentum ini dipastikan bersasarkan adanya gerakan
abnormal antara odontoid dan atlas pada pemeriksaan radiologis.
Pada pasien yang selamat, fraktur ini biasanya tidak berhubungan
dengan fraktur medulla spinalis. Namun fraktur ini tidak stabil dan
pertama kali harus ditangani dengan collar neck. Tindakan operasi
(fusi) ditujukan untuk kasus yang ligamennya ikut cedera. Tindakan
operasi adalah fiksasi antara oksiput dengan lamina dan pada saat
pascabedah dipasang jaket halo.Gambar 4.6 Jefferson Fracture
Sumber : http://rad.desk.nl/en/49021535146c5 (Diakses tanggal 19
Februari 2014)
2) Burst Fracture of the Vertebral BodyBurst fracture of the
vertebral body terjadi ketika adanya tekanan kuat dari arah
vertical dan mengenai kepala pada posisi netral. Ketika gaya
kompresi ke bawah diteruskan ke bagian bawah tulang cervical, maka
tekanan tersebut akan menyebabkan columna vertebra cervical
mengalami burst fracture. Gambar 4.7 Burst Fracture
Sumber :
http://www.eorthopod.com/content/adult-cervical-spine-fractures-types
(Diakses tanggal 19 Februari 2014)
2. PatofisiologiBerbagai macam mekanisme trauma yang dapat
menimbulkan cedera pada tulang cervical ialah trauma pembebanan
gaya aksial, trauma hiperfleksi, dan trauma hiperekstensi.
Mekanisme trauma tersebut dapat menyebabkan berbagai patologi yaitu
tipe vertikel, tipe kompresi, dislokasi facet sendi intervertebral
unilateral dan bilateral.Menurut Black dan Matassarin (1993) seta
Patrick dan Woods (1989) ketika patah tulang (fraktur), akan
terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan
hematom pada canal medulla antara tepi tulang di bawah periosteum
dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon
inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotic adalah ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan
tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki
cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk ke dalam pembuluh darah yang
mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi
kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler kemudian
menstimulasi histamine pada otot yang ischemic dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan
ujung saraf yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndrome
komportemen.3. PrognosisFraktur atlas dapat sembuh dan memberikan
prognosis yang baik jika tidak disertai cedera medulla spinalis.
Prognosis untuk fraktur odontoid tidak sebaik fraktur atlas, karena
segmen fraktur dapat menyebabkan pergeseran, yang menyebabkan
cedera medulla spinalis lebih dari 10%. Kurang dari 5% pasien
dengan cedera medulla spinalis yang komplit, dapat sembuh. Jika
paralisis komplit bertahan sampai 72 jam setelah cedera,
kemungkinan pulih adalah 0%. Prognosis lebih baik pada cedera
medulla spinalis yang tidak komplit. Jika masih terdapat beberapa
fungsi sensorik, peluang untuk bias berjalan kembali adalah
>50%. 90 persen pasien cedera medulla spinalis dapat kembali ke
rumah dan mandiri.Perbaikan fungsi motoric, sensorik, dan otonom
dapat kembali dalam 1 minggu sampai 6 bulan pasca cedera.
Kemungkinan pemulihan spontan menurun setelah 6 bulan bila terjadi
pergerakan penderita pada cedera yang tidak stabil maka akan
mempengaruhi medulla spinalis sehingga memperberat
kerusakan.Fraktur atlas juga memberikan prognosis yang baik. Tapi
adanya dislokasi fraktur ke posterior yang sudah menyebabkan
foramen magnum menyempit memberikan prognosis yang buruk. Hal ini
disebabkan di dekat foramen magnum area trauma berpengaruh terhadap
keadaan pasien selanjutnya.E. Gambaran KlinisLewis (2006)
menyampaikan bahwa gambaran klinik fraktur adalah sebagai
berikut:1. NyeriNyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma.
Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang
atau kerusakanjaringan sekitarnya.2. Bengkak/edamaEdema muncul
lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.3.
Memar/ekimosis Memar merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat
dari extravasi daerah dijaringan sekitarnya.4. Spame ototSpasme
merupakan kontraksi otot involunter yang terjadidi sekitar
fraktur.5. Penurunan sensasiPenurunan sensasi terjadi karena
kerusakan saraf, hal ini terjadi karena saraf terkena oedem.6.
Gangguan fungsiGangguan fungsi terjadi karena ketidakstabilan
tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.Paralysis dapat terjadi
karena kerusakan saraf.7. Mobilitas abnormalMobilitas abnormal
dalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang
panjang.8. KrepitasiKrepitasi merupakan rasa gemeretak yang terjadi
jika bagian-bagaian tulang digerakkan.9. Deformitas Abnormalnya
posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
danpergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi
abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.10.
Shock hipofolemikShock ini terjadi sebagai kompensasi jika terjadi
perdarahan hebat.F. Komplikasi1. Spinal cord injury2. Infeksi3.
Kerusakan saraf4. Mal union5. Tetraplegia6. Depresi
BAB VASSESMENT
Assesment atau pemeriksaan fisioterapi dilakukan untuk
menentukan diagnosis dan problematik fisioterapi sebagai dasar
untuk menyusun dan menentukan jenis intervensi yang akan dilakukan.
Jenis pemeriksaan fisioterapi yang dapat dilakukan berkaitan dengan
kondisi Fraktur Odontoid Tipe III menggunakan metode CHARTS,
mencakup: A. Chief of ComplainFisioterapi menanyakan keluhan utama
pasien. Misalnya pada pasien fraktur odontoid tipe III maka keluhan
utama yang dirasakan pasien yaitu terasa nyeri dan terjadi gangguan
fungsi gerak karena fraktur cervical.
B. History TakingPengambilan data pasien berkaitan dengan
kondisi yang dialami melalui anamnesis. Anamnesis dapat dilakukan
langsung kepada pasiennya (autoanamnesis) dan anamnesis yang
dilakukan kepada keluarganya (alloanamnesis). Anamnesis terdiri
dari 2 yaitu :1. Anamnesis UmumAnamnesis umum ini bertujuan untuk
mengumpulkan informasi terkait dengan identitas pasien yang
meliputi :Nama:Angel Permata SariUmur:23Jenis
Kelamin:PerempuanAgama: IslamAlamat:Jln. Cinta No.
5Pekerjaan:Pembantu Rumah TanggaHobby:ShoppingStatus:Kawin
Adapun data vital sign yang diperoleh adalah sebagai berikut
:Tekanan Darah: 120/80 mmHgDenyut Nadi: 72 kali/menitPernafasan: 23
kali/menitTemperatur/Suhu: 36 C
2. Anamnesis KhususAnamnesis khusus bertujuan untuk mengumpulkan
informasi terkait keluhan pasien dan riwayat perjalanan penyakit
yang pernah atau sedang dialami oleh pasien. Informasi tersebut
dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, seperti
:Tabel 5.1 Daftar Informasi Anamnesis Khusus
No.PertanyaanInformasi
1.Kapan kejadiaannya?1 minggu lalu
2.Bagaimana kronologi kejadiannya?1 minggu yang lalu, leher saya
dipukul oleh majikan saya dengan menggunakan setrika. Kemudian saya
pingsan dan begitu sadar saya telah ada di rumah sakit.
3.Dimana letak keluhan?Di bagian leher
4. Jenis nyerinya menjalar atau hanya di bagian itu saja?Hanya
di bagian leher saja
5.Apakah ibu merasa mual dan pusing?Iya, pada fase-fase awal
ketika leher saya patah.
6.Apakah ibu mengalami gangguan pernafasan?Tidak.
7.Apakah ibu sudah ke dokter?Iya.
8.Apa yang dokter katakan tentang penyakit anda?Dokter bilang
leher saya patah.
9.Kapan ibu ke dokter (apakah sesaat setelah kecelakaan atau
setelah beberapa hari)?Sesaat setelah kejadian saya dibawa ke rumah
sakit.
10.Apakah ibu sudah di foto roentgen dan diperiksa
laboratorium?Iya sudah.
11.Apakah ibu diberi obat oleh dokter?Iya. Saya diberi obat
penghilang nyeri, vitamin, dan anti infeksi. Dan saya dipasangi
alat ini (collar)
12.Bagaimana perasaan ibu setelah dipasangi alat ini (collar
neck)?Sejak dipasangi alat ini (collar), saya tidak leluasa
menggerakkan leher saya, kaku dan terasi nyeri dan saya seperti
robot.
13.Bagaimana keadaan tidur, makan, BAB, dan kegiatan hari-hari
ibu?Semuanya terganggu. Saya kesulitan, sehingga saya butuh bantuan
anak saya.
14.Bagaimana perasaan ibu setelah terkena penyakit ini?Saya
sangat terganggu, karena saya tidak bisa beraktivitas seperti
biasa.
15.Apakah ibu punya riwayat penyakit lain, seperti diabetes,
tumor, dll?Tidak ada.
16.Masih ada keluhan lain ibu?Sudah tidak ada.
Sumber : Data Primer
3. Anamnesis TambahanDari anamnesis tambahan kita dapat
mengetahui apakah pasien pernah mendapat penanganan medis
sebelumnya atau belum.Pada umumnya, pasien fraktur yang datang ke
fisioterapi telah menyertakan foto roentgen dan telah menerima
perawatan medis dari dokter seperti imobilisasi atau fiksasi.
C. AsimetrikAsimetrik adalah pengkajian fisik ini bertujuan
untuk mengklarifikasi hasil temuan dari anamnesis, untuk
mengevaluasi keadaan fisik pasien secara umum, serta melihat adanya
indikasi penyakit atau kelainan muskuloskeletal lainnya. Pengkajian
fisik ini meliputi :1. Inspeksia. Inspeksi StatisInspeksi statis
atau inspeksi saat pasien dalam posisi diam. Sebelum melakukan
inspeksi lokal, inspeksi dilakukan secara menyeluruh terlebih
dahulu, dengan memperhatikan setiap regio tubuh.Tabel 5.3 Data
Informasi Ispeksi Statis
No.Inspeksi StatisHasil Inspeksi
1.Perhatikan apakah pasien memakai collar/ dsb.Pasien memakai
collar
2.Perhatikan pola pernafasan.Pola pernafasan normal.
3.Perhatikan apakah terdapat memar, inflamasi, oedem dan
deformitas.Terdapat memar
4.Perhatikan mimik wajah pasien, apakah menahan nyeri.Pasien
menahan sakit
Sumber : Data Primer
b. Inspeksi DinamisInspeksi dinamis yaitu inspeksi saat pasien
bergerak. Inspeksi ini sebenarnya telah dimulai sejak awal pertama
bertatap muka dengan pasien. Saat pertama kali melihat pada
inspeksi yang diperhatikan adalah raut muka pasien (apakah terlihat
kesakitan), pola berjalan, kemampuan melakukan gerakan-gerakan pada
regio terkait, dll.Tabel 5.3 Data Inspeksi Dinamis
No.Inspeksi DinamisHasil inspeksi
1.Pasien diintruksikan untuk mengambil buku yang posisinya jauh
dari posisi pasien. Pasien melakukannya sebanyak dua kali, yang
pertama dengan tangan kanan dan yang kedua dengan tangan kiri. Pada
saat berjalan kepala pasien kaku tanpa gerakan dengan menatap satu
arah.Pasien mampu berjalan dan mengambil buku dengan kedua
tangannya, maka tidak terjadi paraplegia dan quadriplegia.
2.Pasien diintruksikan untuk menoleh ke kiri dan kanan.Pasien
menoleh tetapi diikuti gerakan badan. Ada nyeri dan kaku.
3.Pasien diinstruksikan untuk melihat ke atas dan bawah.Pasien
tidak dapat menoleh ke atas dan ke bawah karena terdapat kaku dan
nyeri.
Sumber : Data Primer
2. Tes OrientasiTes orientasi ini bertujuan untuk mengungkap
letak kelainan yang dikeluhkan oleh pasien.Tes orientasi ini
dilakukan dengan meminta pasien melakukan gerakan-gerakan aktivitas
sehari hari seperti menyisir, makan, mengambil dompet, berpakaian,
gerakan jongkok-duduk-berdiri, dan beberapa gerakan yang dapat
memancing rasa nyeri yang dikenali pasien. Pasien diinstruksikan
untuk melakukan gerakan 3 dimensi. Karena adanya nyeri dan
kekakuan, sehingga pasien tidak dapat melakukan gerakan
tersebut.
3. Pemeriksaan Fungsi Gerak DasarPemeriksaan fungsi gerak ini
bertujuan untuk melokalisasi area keluhan dan mengetahu jaringan
yang mengalami cedera. Pemeriksaan fungsi gerak dasar ini dilakukan
dalam 3 tahap yaitu :a) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
AktifPemeriksaan ini dilakukan dengan meminta pasien untuk
melakukan gerakan dengan keinginan dan kekuatannya sendiri tanpa
bantuan pemeriksa atau mekanis.Pemeriksaan ini memberikan informasi
mengenai kondisi jaringan lunak di sekitar area yang mengalami
cedera (otot dan tendon) dan jika terjadi kelemahan dalam pola
gerakannya kemungkinan karena adanya gangguan pada kualitas
saraf.
Tabel 5.4 Daftar Informasi PFGD Aktif
No.Gerakan AktifHasil
1.FleksiTerbatas
2.EkstensiTerbatas
3.Rotasi destra dan sinistraTerbatas
4.Lateral fleksi destra dan sinistraTerbatas
Sumber : Data Primer
b) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar PasifPemeriksaan ini dilakukan
dengan meminta pasien untuk melakukan gerakan dengan keinginan dan
kekuatannya sendiri tanpa bantuan pemeriksa atau mekanis.Gerakan
pasif ini memberikan informasi mengenai kemampuan gerak suatu sendi
(ROM), stabilitas sendi, dan mengenai struktur yang di ulur
(stretch). Pada kondisi dengan gangguan sendi maka akan muncul rasa
sakit pada gerakan pasif karena pemeriksaan ini melibatkan
sendi.Tabel 5.5 Daftar Informasi PFGD Pasif
No.Gerakan PasifHasil
1.FleksiTerbatas
2.EkstensiTerbatas
3.Rotasi destra dan sinistraTerbatas
4.Lateral fleksi destra dan sinistraTerbatas
Sumber : Data Primer
c) Pemeriksaan Isometrik Melawan Tahanan Tes isometrik ini
bertujuan untuk menilai kekuatan musculotendinous dan menilai
kualitas saraf motorik dari suatu regio. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan memberikan tahanan pada regio yang akan digerakkan oleh
pasien sehingga pasien akan tampak melakukan kontraksi otot tanpa
ada gerakan pada sendi yang terkait.
Tabel 5.6 Daftar Informasi Gerakan Isometrik Melawan Tahanan
No.Gerakan Isometrik Melawan TahananHasil
1.FleksiTidak melawan dan nyeri
2.EkstensiTidak melawan dan nyeri
3.Rotasi destra dan sinistraTidak melawan dan nyeri
4.Lateral fleksi destra dan sinistraTidak melawan dan nyeri
Sumber : Data Primer
4. PalpasiPalpasi adalah tindakan meraba dengan satu atau dua
tangan. Palapasi menegaskan apa yang kita lihat dan mengungkapkan
hal-hal yang tidak terlihat. Palpasi membedakan tekstur, dimensi,
konsistensi, suhu dan kejadian-kejadian lain (Burnside, 1995).Tabel
5.7 Data Informasi Tindakan Palpasi
No.PalpasiHasil
1.SuhuSuhu pada bagian yang mengalami cedera lebih hangat
dibandingkan jaringan sekitar
2.Otot (m. upper trapezius, group otot flexor)Otot mengalami
spasme.
3.TendernessTerdapat tenderness.
Sumber : Data Primer
D. RestrictiveRestrictive dalam pemeriksaan fisioterapi
digunakan untuk mengetahui keterbatasan yang dialami oleh pasien
yang meliputi :1. Keterbatasan ROM : Ketika terjadi gangguan pasti
akan terjadi keterbatasan dalam gerakan. Dalam hal ini pada kondisi
fraktur cervical terjadi keterbatasan pada gerakan-gerakan dasar
seperti fleksi, ekstensi, rotasi, dan lateral fleksi. Hal tersebut
dikeranakan adanya nyeri dan kekakuan otot.2. Keterbatasan ADL :
Karena kondisi fraktur yang di alami pasien, keterbatasan ROM
memberikan pengaruh dalam aktivitas keseharian pasien. Seperti
keterbatasan untuk melakukan aktivitas toiletting, dressing,
berjalan, dan pasien menjadi tidak mandiri. Dalam hal ini pada
kondisi fraktur cervical terjadi keterbatasan ADL, terutama
dressing, sehingga pasien membutuhkan bantuan dari orang lain.3.
Keterbatasan Pekerjaan : Kondisi fraktur memberikan pengaruh
terhadap aktivitas pekerjaan pasien yang menjadi terganggu semenjak
mengalami kondisi fraktur.4. Keterbatasan Rekreasi : Pasien
mengalami keterbatasan dalam melakukan hobby nya dikarenakan
kondisinya yang tidak mendukung.
E. Tissue ImpairmentSetelah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan
sebelumnya kita dapat mendeteksi apakah ada gangguan pada
mosculotendinogen, osteoartrogen, neurogen, dan/atau
psikogenik.Tabel 5.8 Data Informasi Tissue Impairment
No.Tissue ImpairmentHasil
1.MusculotendinogenSpasme dan weekness pada otot upper
trapezius.
2.OsteoarthrogenStiffness pada C1-C2 (Antlantoaksial Joint).
3.Neurogen-
4.PsikogenikGangguan kepercayaan diri dan kecemasan
Sumber : Data Primer
F. Spesific TestTes spesifik ini betujuan untuk menegakkan
diagnostik yang lebih akuran dan memastikan jaringan mana yang
mengalami masalah. Adapun tes-tes spesifik yang umum dilakukan pada
kondisi gangguan muskuloskletal adalah :1. Pain Grading
ScalePengukuran nyeri ini perlu dilakukan untuk meninjau tingkat
nyeri yang dirasakan pasien dan sebagai bahan evaluasi setelah
treatment diberikan nantinya. Nyeri yang di ukur yaitu nyeri diam,
nyeri gerak, dan nyeri tekan. Pengukuran nyeri dapat dilakukan
dengan menggunakan VAS (Visual Analog Scale).Tabel 5.9 Data
Informasi Nilai VAS
No.Jenis NyeriHasil
1.Nyeri Diam5
2.Nyeri Tekan7,5
3.Nyeri Gerak6,5
Sumber : Data Primer
2. MMT (Manual Muscle Testing)Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menilai kekuatan otot dan kualitas saraf motorik suatu regio.
Pasien diposisikan pada postur yang optimun untuk melakukan gerakan
kemudian pemeriksa memberikan instruksi kepada pasien untuk melawan
tahanan dan mempertahankan posisi pasien. Interpretasi dalam
pengukuran MMT ini dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 5.10
Grade of MMT
GradeDefinition
5 = Normal100%Pasien mampu mempertahankan posisi melawan
gravitasi dan melawan maximal tahan yang diberikan oleh pemeriksa
dengan
4 = Good75%Pasien mampu mempertahankan posisi melawan gravitasy
dan melawan minimal tahan yang diberikan oleh pemeriksa.
3 = Fair50%Pasien mampu melakukan gerakan melawan gravitasi tapi
tidak mampu melawan tahanan.
2 = Poor25%Mampu melakukan gerakan, tapi tidak melawan
gravitasi
1 = Trace5%Ada sedikit kontraksi, ada sedikit atau tidak ada
pergerakan sendi.
0 = Zero0%Tidak ada kontraksi
Sumber : Data Primer
Berdasarkan MMT yang telah dilakukan, diperoleh bahwa group otot
fleksor dan ekstensor bernilai 2.
3. ROM (Range of Motion)Pemeriksaan ini untuk menilai seberapa
besar keterbatasan gerak yang dialami pasien dan membandingkan sisi
yang normal atau membandingkannya dengan nilai ROM yang normal.
Tabel 5.11 Data Informasi Nilai ROM Cervical
No.ROMFleksiEkstensiLateral FleksiRotasi
1.Normal0o-40o0o-40o0o-45o0o-50o
2.Hasil Pengukuran10o15o20o10o
Sumber : Data Primer
Hasil pengukuran nilai ROM menurut ISOM :S. 10. 0. 15
(Fleksi-Ekstensi)F. 20. 0. 20 (Lateral Fleksi Sinistra Lateral
Fleksi Destra)R. 10. 0. 10 (Rotasi Sinistra Rotasi Destra)
4. Tes SensasiTes sensasi ini diperlukan untuk mengetahui
kualitas dan sensibilitas saraf. Tes sensasi ini terdiri dari tes
rasa sikap, rasa gerak, tajam tumpul, kasar halus, dan tes
diskriminasi dua titik.Berdasarkan tes sensasi yag telah dilakukan,
diperoleh bahwa kualitas dan sensibilitas saraf normal.
5. HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety)Alat ukur ini
terdiri 14 kelompok gejala yang masing- masing kelompok dirinci
lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Keempatbelas
kelompok tersebut adalah sebagai berikut:Tabel 5.12 Hamilton Rating
Scale for Anxiety
No.KelompokGejala
1.Perasaan cemasa. Cemasb. Takutc. Mudah tersinggungd. Firasat
buruk
2.Ketegangana. Lesub. Tidur tidak tenangc. Gemetard. Gelisahe.
Mudah terkejutf. Mudah menangis
3.Ketakutan padaa. Gelapb. Ditinggal sendiric. Orang asingd.
Binatang besare. Keramaian lalulintasf. Kerumunan orang banyak
4.Gangguan tidura. Sukar tidurb. Terbangun malam haric. Tidak
puas, bangun lesud. Sering mimpi buruke. Mimpi menakutkan
5.Gangguan kecerdasana. Daya ingat
6.Perasaan depresia. Kehilangan minatb. Sedihc. Bangun dini
harid. Berkurangnya kesenangan pada hobie. Perasaan berubah-ubah
sepanjang hari
7.Gejala somatica. Nyeri otot kakib. Kedutan ototc. Gigi
gemertakd. Suara tidak stabil
8.Gejala sensorika. Tinitusb. Penglihatan kaburc. Muka merah dan
pucatd. Merasa lemase. Perasaan di tusuk-tusuk
9.Gejala kardiovaskulera. Tachicardib. Berdebar-debarc. Nyeri
dadad. Denyut nadi mengerase. Rasa lemas seperti mau pingsanf.
Detak jantung hilang sekejap
10.Gejala pernapasana. Rasa tertekan di dadab. Perasaan
tercekikc. Merasa napas pendek atau sesakd. Sering menarik napas
panjang
11.Gejala saluran pencernaan makanana. Sulit menelanb. Mual,
muntahc. Enekd. Konstipasie. Perut melilitf. Defekasi lembekg.
Gangguan pencernaanh. Nyeri lambung sebelum dan sesudahi. Rasa
panas di perutj. Berat badan menurunk. Perut terasa panas atau
kembung
12.Gejala urogenitala. Sering kencingb. Tidak dapat menahan
kencing
13.Gejala vegetative/Otonoma. Mulut keringb. Muka keringc. Mudah
berkeringatd. Sering pusing atau sakit kepalae. Bulu roma
berdiri
14.Perilaku sewaktu wawancaraa. Gelisahb. Tidak tenangc. Jari
gemetard. Mengerutkan dahi atau keninge. Muka tegangf. Tonus otot
meningkatg. Napas pendek dan cepath. Muka merah
Sumber :
http://komprehensif-nursing.blogspot.com/2013/05/scoring-kecemasan-menurut-hars-hamilton.html
(Diakses tanggal 22 Februari 2014)
Masing- masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skore)
antara 0-4, yang artinya adalah:a. Nilai 0 =tidak ada gejala /
keluhanb. Nilai 1 =gejala ringan / satu dari gejala yang adac.
Nilai 2 =gejala sedang / separuh dari gejala yang adad. Nilai 3
=gejala berat / lebih dari separuh dari gejala yang adae. Nilai 4
=gejala berat sekali / semua dari gejala yang adaMasing- masing
nilai angka (skore) dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan
dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat
kecemasan seseorang, yaitu:Total nilai (skore):a. < 14=tidak ada
kecemasanb. 14 20=kecemasan ringanc. 21 27=kecemasan sedangd. 28
41=kecemasan berate. 42 56= kecemasan berat sekali /
panikBerdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan pada pasien,
nilai yang diperoleh adalah 18 yang menginterpretasikan bahwa
pasien mengalami kecemasan tingkat ringan.
6. Tes ADL (Indeks Barthel)ADL adalah keterampilan dasar dan
tugas okupasional yang harus dimiliki seseorang untuk merawat
dirinya secara mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-harinya
dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai
pribadi dalam keluarga dan masyarakat (Sugiarto, 2005).Pada pasien
yang mengalami gangguan ADL dapat diukur menggunakan Indeks
Barthel. Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang
berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri
dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam
menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami
gangguan keseimbangan. Indeks Barthel menggunakan 10 indikator
dalam mengkaji kemampuan ADL, yaitu sebagai berikut:
Tabel 5.12 Indikator Indeks Barthel
No.IndikatorGrade
1.Makan (Feeding)a. 0 = Tidak mampub. 1 = Butuh bantuan
memotong, mengoles mentega dllc. 2 = Mandiri
2.Mandi (Bathing)a. 0 = Tergantung orang lainb. 1 = Mandiri
3.Perawatan diri (Grooming)a. 0 = Membutuhkan bantuan orang
lainb. 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi dan
bercukur
4.Berpakaian (Dressing)a. 0 = Tergantung orang lainb. 1 =
Sebagian dibantu (misal mengancing baju)c. 2 = Mandiri
5.Buang air kecil (Bowel)a. 0 = Inkontinensia atau pakai kateter
dan tidak terkontrolb. 1 = Kadang inkontinensia (maksimal, 1x24
jam)c. 2 = Mandiri
6.Buang air besar (Bladder)a. 0 = Inkontinensia (tidak teratur
atau perlu pencahar)b. 1 = Kadang inkontensia (sekali seminggu)c. 2
= Terkendali teratur
7.Penggunaan toileta. 0 = Tergantung bantuan orang lainb. 1 =
Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sndiric. 2 =
Mandiri
8.Transfera. 0 = Tidak mampub. 1 = Butuh bantuan untuk bias
duduk (2 orang)c. 2 = Bantuan kecil (1 orang)d. 3 = Mandiri
9.Mobilitasa. 0 = Immobile (tidak mampu)b. 1 = Menggunakan kursi
rodac. 2 = Berjalan dengan bantuan satu orangd. 3 = Mandiri
(meskipun menggunakan alat bantu seperti tongkat)
10.Naik turun tanggaa. 0 = Tidak mampub. 1 = Membutuhkan
bantuanc. 2 = Mandiri
Sumber :
http://hilal-setyawan.blogspot.com/2012/11/instruments-pengkajian-adl-dengan_5109.html
(Diakses tanggal 22 Februari 2014)
Interpretasi hasil:20:Mandiri12-19:Ketergantungan
ringan9-11:Ketergantungan sedang5-8:Ketergantungan
berat0-4:Ketergantungan totalBerdasarkan hasil pengukuran yang
telah dilakukan pada pasien, nilai yang diperoleh adalah 13 yang
menginterpretasikan bahwa pasien mengalami ketergantungan
ringan.
7. Pemeriksaan Radiologi dan LaboratoriumPemeriksaan radiologi
dan laboratorium ini termasuk dalam pemeriksaan tambahan untuk
membantu fisioterapis dalam menegakkan diagnostiknya.
BAB VIINTERVENSI FISIOTERAPI
A. Diagnosis FisioterapiBerdasarkan assessment yang telah
dilakukan, dapat ditentukan diagnosisnya, yaitu Nyeri dan Gangguan
Fungsi Gerak akibat Fraktur Odontoid Tipe III.
B. Problem Fisioterapi1. Problem PrimerProblem primer yang
muncul berdasarkan diagnosis yang diperoleh adalah:a. Gangguan
kepercayaan diri dan kecemasanb. Nyeri2. Problem SekunderProblem
sekunder yang muncul berdasarkan diagnosis yang diperoleh adalah:
a. Stiffness atlantoaksial jointb. Spasme ototc. Muscle weakness3.
Problem KompleksProblem kompleks yang muncul berdasarkan diagnosis
yang diperoleh adalah gangguan fungsi ADL (Activity Daily
Living).
C. Tujuan Penatalaksanaan FisioterapiSetelah dilakukan
assessment dapat ditarik kesimpulan mengenai permasalahan yang
dipandang dari segi fisioterapi, maka tujuan dari intervensi ini
adalah:1. Tujuan Jangka PendekAdapun tujuan jangka pendek yang akan
dicapai adalah:a. Mengurangi nyerib. Meningkatkan ROMc.
Meningkatkan kekuatan ototd. Menjaga kondisi/kemampuan agar tidak
menurun2. Tujuan Jangka PanjangAdapun tujuan jangka pendek yang
akan dicapai adalah untuk mengembalikan dan memaksimalkan
fungsional gerak cervical berkaitan dengan ADL.
D. Intervensi Fisioterapi1. Program Fase Akut (0-1 Minggu)
Periode ImmobilisasiNo.Problem/Tujuan FisioterapiModalitas
TerpilihDosis
1.Gangguan kepercayaan diri dan kecemasanKomunikasi TerapeutikF
: 1 x sehariI : pasien fokusT : wawancara, motivasiT : 5 menit
2.NyeriInterferensiF : 1 x sehariI : 20-30 mAT : regionalT : 10
menit
3.Mencegah gangguan pernapasanBreathing ExerciseF : setiap hariI
: menyesuaikan dengan kemampuan pasien T : deep breathingT : 5
menit
4.Reaksi Inflamasi (Jika masih ada)RestF : setiap hariI : 3 jam
perubahan posisiT : dibantu berbalikT : 3 jam per posisi
IceF : setiap hariI : 3 menit, jeda 2 menit, 4x repetisiT :
kompresT : 10-15 menit
Compress (immobilisasi)F : setiap hariI : -T : soft collarT : 1
minggu
ElevasiF : setiap hari I : -T : bantal yang tinggiT : 1
minggu
5.Spasme ototStatik KontraksiF : setiap hariI : 8x hitungan,
15-20x repetisi (tergantung kekuatan pasien)T : gerakan dasar
regioT : 3 menit
6.Mencegah mucle weakness pada ekstremitas sekitar
(Shouldher)Infra Red (Pre Eliminary Exercise)F : setiap hariI : -T
: lominousT : 10 menit
PROMEX dan AROMEXF : 1x sehariI : 5x hitungan, 3x repetisiT :
gerakan dasar regioT : 3 menit
2. Program Fase Sub-Akut (2-4 minggu) Periode
ImmobilisasiNo.Problem/Tujuan FisioterapiModalitas
TerpilihDosis
1.Mencegah stiffness joint ekstremitas sekitarAROMEXF : setiap
hariI : 8x hitungan, 3x repetisiT : gerakan dasar regioT : 3
menit
2.Mencegah penurunan kekuatan otot (upper trapezius)Isometric
ExerciseF : setiap hariI : 8x hitungan, 3x repetisiT : elevasi
depresi shoulderT : 3 menit
3.Mencegah spasme ototStatic kontraksiF : setiap hariI : 8x
hitungan, 15-30x repetisiT : gerakan dasar regioT : 3 menit
3. Program Fase Kronik (4-8 minggu) Periode
ImmobilisasiNo.Problem/Tujuan FisioterapiModalitas
TerpilihDosis
1.Mencegah limitasi ROM shoulderAROMEXF : 1x per hariI : 8x
hitungan, 5x repetisiT : gerakan dasar regioT : 1 menit
4. Program Fase Kronik (8-12 minggu)No.Problem/Tujuan
FisioterapiModalitas TerpilihDosis
1.Meningkatkan proses penyembuhan fraktur dan sebagai pre
eliminary exerciseUltrasoundF : 2-3 kali per mingguI : 0,2 watt/cmT
: IUS 1 MhzT : 3 menit
2.Mencegah limitasi ROM cervicalAROMEX (lembut dan berirama)F :
1x per hariI : 5x hitungan, 8x repetisiT : gerakan dasar regioT :
60 detik
3.Mencegah mucle weakness cervicalIsometrik exerciseF : 1x per
hariI : 8x hitungan, 3x repetisiT : gerakan dasar regioT : 30
detik
4.Meningkatkan kekuatan otot cervicalStrenthening exercise F :
1x per hariI : 8x hitungan, 3x repetisiT : gerakan dasar regioT :
30 detik
5. Program Fase Kronik (12-16 Minggu)No.Problem/Tujuan
FisioterapiModalitas TerpilihDosis
1.Mencegah kontraktur otot cervicalStretching exerciseF : 1x per
hariI : 15x hitungan, 3x repetisiT : gerakan dasar regioT : 1
menit
Strethening exerciseF : 1x per hariI : 8x hitungan, 3x repetisiT
: gerakan dasar regioT : 30 detik
6. Program Fisioterapi untuk Problem KompleksNo.Problem/Tujuan
FisioterapiModalitas TerpilihDosis
1.Mengembalikan fungsi ADLPNFF : 3x per mingguI : 8x hitungan,
3x repetisi per gerakanT : gerakan ADL terkaitT : 30 detik
2.Meningkatkan kemampuan ADL cervical dan shoulderAFPR
(Aktivitas Fungsional Pemeliharaan Diri dan Rekreasi)F : 2-3x per
mingguI : -T : lempar tangkap bola di pantaiT : 1 jam
E. EvaluasiEvaluasi adalah proses untuk membandingkan kondisi
awal pasien sebelum diintervensi dan kondisi setelah pasien
diintervensi. Evaluasi yang dilakukan mengacu pada interval
tertentu.Tabel 6.1 Daftar Evaluasi
No.Problem/Tujuan FisioterapiParameterInterval
SebelumSesudah
1.Nyeri diamVAS50
2.Nyeri tekanVAS7,51
3.Nyeri gerakVAS6,51
4.Gangguan kepercayaan diri dan kecemasanHRS-A187
5.Mucle WeaknessMMT24
6.Limitasi ROMGoniometerS. 10. 0. 15 F. 20. 0. 20 R. 10. 0.
10
S. 37. 0. 35 F. 40. 0. 40 R. 40. 0. 40
7.Gangguan Fungsi ADLIndeks Barthel1320
Sumber : Data Primer
F. DokumentasiData-data tentang riwayat medis klien, hasil-hasil
pemeriksaan klinis, program intervensi fisioterapi yang telah
dilaksanakan pada klien dan catatan penting tentang hasil
perkembangan terapi, dapat dilihat dan tercantum pada kartu kontrol
pemeriksaan kesehatan klien.
G. ModifikasiDalam modifikasi, fisioterapis melakukan modifikasi
pada program intervensinya apabila tidak terdapat peningkatan
kondisi yang baik pada pasien dengan melihat hasil evaluasi.
H. KemitraanPengembangan kemitraan dapat dilakukan dengan
profesi kesehatan lainnya dalam rangka memberikan pelayanan
kesehatan sepenuhnya terhadap kondisi klien. Hal ini dilakukan
sesuai dengan kebutuhan klien dan perkembangan patofisiologinya.
Dalam memberikan intervensi klien tersebut, fisioterapis dapat
bermitra dengan dokter spesialis saraf, dokter dokter spesialis
patologi klinik, ahli okupasional, perawat, psikolog, ahli gizi,
dan pekerja sosial medis lainnya.