FRAKSINASI SENYAWA FLAVOR ANALOG DAGING PADA KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL FERMENTASI MELALUI MEMBRAN MIKROFILTRASI WARDATUL BAIDHOI PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/ 1431 H
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FRAKSINASI SENYAWA FLAVOR ANALOG DAGING
PADA KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL
FERMENTASI MELALUI MEMBRAN MIKROFILTRASI
WARDATUL BAIDHOI
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010 M/ 1431 H
FRAKSINASI SENYAWA FLAVOR ANALOG DAGING
PADA KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL
FERMENTASI MELALUI MEMBRAN MIKROFILTRASI
WARDATUL BAIDHOI
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010 M / 1431 H
FRAKSINASI SENYAWA FLAVOR ANALOG DAGING
PADA KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL FERMENTASI
MELALUI MEMBRAN MIKROFILTRASI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
WARDATUL BAIDHOI 105096003181
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/ 1431 H
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul ” Fraksinasi Senyawa Flavor Analog Daging pada Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi Melalui Membran Mikrofiltrasi” yang ditulis oleh WARDATUL BAIDHOI, NIM 105096003181 telah diuji dan dinyatakan.”Lulus” dalam sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal “14 JUNI 2010” Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I, Penguji II, Anna Muawanah, M.Si Drs. Dede Sukandar, M.Si NIP. 19740508 199903 2002 NIP.19650104 199103 1001 Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Agustine Susilowati, M.M Sri Yadial Chalid, M.Si NIP. 19580814 198402 2001 NIP. 19680313 200312 2001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Sri Yadial Chalid, M.Si NIP. 19680117 200112 1001 NIP. 19680313 200312 2001
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, Juni 2010
WARDATUL BAIDHOI 105096003181
LEMBAR PENGESAHAN
FRAKSINASI SENYAWA FLAVOR ANALOG DAGING
PADA KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL FERMENTASI
MELALUI MEMBRAN MIKROFILTRASI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Wardatul Baidhoi 105096003181
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir. Agustine Susilowati, M.M. Sri Yadial Chalid, M.Si. NIP.195808141984022001 NIP.196803132003122001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Sri Yadial Chalid, M.Si. NIP. 196803132003122001
ABSTRAK
WARDATUL BAIDHOI, Fraksinasi Senyawa flavor Analog Daging Pada Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi Melalui Membran Mikrofiltrasi. Di bawah bimbingan Ir. Agustine Susilowati, M.M. dan Sri Yadial Chalid M.Si.
Telah dilakukan penelitian tentang proses pemurnian fraksi analog daging yang diperoleh dari hasil proses flavoring melalui membran mikrofiltrasi pada kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) terfermentasi (kaldu nabati). Jenis membran yang digunakan adalah membran mikrofiltrasi 0,2µm dengan selang waktu proses 0,5, 30, 60 dan 90 menit pada variasi tekanan 4 dan 6 bar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mandapatkan fraksi analog daging serta senyawa pembentuk nya dan mengetahui pengaruh kondisi proses terhadap kandungan kimia hasil pemurnian. Pemurnian terbaik diperoleh pada waktu proses 90 menit dan tekanan 6 bar. Hasil analisa GCMS menunjukan bahwa fraksi analog (flavor analog daging) daging terdiri dari 8 jenis senyawa, yakni Senyawa yang mengandung sulfur/nitrogen-sulfur, nitrogen, furan, pyran, aldehid, alkohol, ester-asam organik dan hidrokarbon. Diperkirakan, senyawa penyusun utama serta yang berperan sebagai flavor analog daging pada hasil pemurnian adalah 4-metil-5-hidroksietiltiazol dengan presentase hasil identifikasi mencapai 70,99%. Kata kunci : kaldu nabati, flavoring, mikrofiltrasi, flavor analog daging,
ABSTRACT
WARDATUL BAIDHOI, Fractination of Meat Analogue Flavor Component of Fermented Mung Bean ( Phaseolus radiatus L.) through Membrane Microfiltration. Under tuition of Ir. Agustine Susilowati, M.M. and Sri Yadial Chalid M.Si Have been conducted the research towards meat analogue fraction purification of flavoring process result of fermented mung bean ( Phaseolus radiatus L.) through Membrane. The membrane type used is microfiltration membrane 0,2µm with an interval time process 0,5, 30, 60 and 90 minute at pressure variation 4 and 6 bar. The intention of this research is to get meat analogue flavor and the component which personating it, and to know the influence of process condition. The result of best purification obtained when purification process at 90 minute and the pressure is 6 bar. The result of GCMS analysis showed that meat analogue fraction (meat analogue flavor) consist of 8 compound type namely the compound containing sulfur/nitrogen-sulfur, nitrogen, furan, pyran, aldehyde, alcohol, organic ester-asam and the hydrocarbon. Estimated, the dominant compound and also which personating meat analogue flavor of purification result is 4-metil-5-hidroksietiltiazol by presentase result of purification reach 70,99 %. Keyword : vegetable broth, flavoring, microfiltration, meat analogue flavor
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kacang hijau terfermentasi atau kaldu nabati merupakan istilah untuk kaldu
yang dibuat dari proses fermentasi kacang–kacangan (Susilowati, 2006).
Pemanfaatan kacang hijau sebagai kaldu nabati merupakan salah satu usaha
diversifikasi produk olahan kacang hijau, pemanfaatan tanaman lokal untuk
dijadikan komoditas yang lebih bermanfaat, menaikkan nilai ekonomisnya, upaya
penerapan program pemerintah dalam usaha ketahanan pangan nasional bagi
produk–produk tanaman lokal serta sebagai upaya untuk mendapatkan bahan
penyedap rasa dan pengaroma bersumber protein nabati (Hanny, 2006).
Meningkatkan citarasa suatu makanan diperlukan bahan tambahan
makanan, salah satunya adalah penyedap rasa. Pada umumnya, masyarakat
menggunakan penyedap rasa dengan flavor yang menyerupai daging sapi atau
ayam untuk memperoleh makanan bercita rasa daging. Proses flavoring atau
pembentukan flavor analog daging dapat dilakukan melalui reaksi Maillard.
Reaksi ini terjadi antara asam amino dengan gula pentosa yang menghasilkan
senyawa- senyawa volatil pembentuk flavor analog daging (Heinze, 1978).
Pembuatan penyedap rasa berflavor daging biasa menggunakan bahan dasar
HVP (Hidrolized Vagetable Protein) sebagai sumber fraksi gurih dan pengganti
ekstrak daging. Kaldu nabati merupakan salah satu alternatif pengganti HVP yang
dapat digunakan sebagai media untuk mendapatkan penyedap rasa berflavor
analog daging (Nagodawithana,1994).
Pemurnian dengan menggunakan teknologi berbasis membran dilakukan
untuk mendapatkan senyawa dominan pembentuk flavor analog daging dengan
1
tidak merusak senyawa penyusun tersebut. Ukuran partikel senyawa penyusun
citarasa yang kurang dari 0,2µm memungkinkan dilakukan pemurnian dengan
menggunakan teknologi membran. Keunggulan dari teknologi proses pemurnian
flavor ini adalah dapat beroperasi pada suhu kamar dan rendah, sehingga
mencegah kerusakan senyawa yang sensitif terhadap panas dan memperbaiki
kualitas produk seperti mencegah kerusakan flavor. Teknologi ini telah banyak
dikembangkan dan diaplikasikan ke dalam bidang pangan, seperti pemurnian
fraksi gurih, pemurnian gula, pengolahan minuman dan pengolahan susu
(Aspiyanto, 2002).
Pada penelitian ini, fraksinasi dengan membran mikrofiltrasi dilakukan
dalam beberapa kondisi, yakni tekanan dan waktu proses yang berbeda. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan hasil pemurnian yang optimal. Dari fraksi murni
analog daging ini bisa diketahui senyawa yang berperan penting pada
pembentukan flavor analog daging.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh tekanan dan waktu proses mikrofiltrasi dengan
membran mikrofiltrasi terhadap komposisi kimia hasil pemurnian?
2. Senyawa apa sajakah yang terdapat pada hasil pemurnian fraksi analog
daging?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan fraksi analog daging melalui proses mikrofiltrasi.
2. Mengetahui pengaruh kondisi proses mikrofiltrasi terhadap komposisi
kimia hasil pemurnian
2
3
3. Mengetahui pengaruh kondisi proses mikrofiltrasi terhadap jenis senyawa
pembentuk flavor analog daging
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan teknik pemurnian flavor analog daging yang lebih efektif
dan efesien.
2. Hasil perolehan proses pemurnian flavor analog daging bisa dijadikan
alternatif penggunaan kaldu komersil atau seasoning agent.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kaldu Nabati
Menurut Standar Nasional Indonesia (1996) kaldu merupakan produk yang
diperoleh dari daging atau daging unggas. Kaldu ini diperoleh dengan cara
memasak bahan kaya protein dengan air. Pembuatan kaldu ini disertai dengan
penambahan bumbu dan atau bahan penyedap, lemak yang dapat dimakan,
garam, rempah-rempah, dan bahan tambahan lain yang diizinkan penggunaannya
untuk meningkatkan citarasa. Sedangkan kaldu nabati adalah istilah yang
digunakan untuk produk kaldu hasil proses fermentasi garam pada kacang-
kacangan oleh Rhizopus sp. Kaldu nabati berfungsi sebagai penyedap rasa dan
pengaroma. Peranan kaldu nabati tidak jauh berbeda dengan rempah, bumbu atau
bahan sejenisnya (Susilowati dkk, 2006).
Produk serupa dengan kaldu nabati yang telah banyak dikenal orang adalah
miso dan tauco. Miso merupakan makanan hasil fermentasi yang berbentuk semi
padat berasal dari Jepang, yang terbuat hanya dari kacang kedelai ataupun dari
campuran kedelai-beras atau kedelai-gandum. Seperti miso, tauco adalah produk
fermentasi kedelai berbentuk pasta yang berwarna kekuning-kuningan dengan
rasa sedikit asin. Di China produk yang serupa kaldu nabati disebut Chiang, di
Korea disebut Doenjang dan di Thailand disebut Taochieo (Wood, 1982).
Perbedaan antara miso atau tauco dengan kaldu nabati adalah kapang yang
digunakan dalam fermentasi, miso atau tauco menggunakan kapang Aspergillus sp
sedangkan kaldu nabati menggunakan Rhizopus sp (Susilowati dkk, 2006).
4
Pemilihan kacang hijau (Phaseolus radiatus L) sebagai substrat untuk
memperoleh kaldu nabati kacang hijau ini didasarkan atas pemanfaatan kacang
hijau yang belum optimal. Selain itu juga sebagai salah satu usaha diversifikasi
olahan kacang-kacangan lokal, peningkatan nilai ekonomi serta potensinya untuk
dikembangkan sebagai bahan dasar seasoning agent (Susilowati dkk, 2006).
Tabel 1. Syarat Mutu Kaldu menurut SNI 01-4218-1996 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan :
Warna Bau Rasa
- - -
Normal Normal Normal
2. Nitrogen Total Mg/L
Mg/L Mg/L
Min. 100 (kaldu daging, kaldu daging unggas) Min. 160 (kaldu daging sapi) Min. 350 (kaldu daging lainnya)
3. Nitrogen Amino Mg/L Min. 210 (kadu daging lainnya) 4. Natrium Klorida g/L Maks. 12,5 5. Lemak g/L Min 3 (kaldu daging berlemak) 6. Bahan Tambahan Makanan SNI. 01-0222-1995 7. Cemaran logam
Timbal dalam produk kering Timbal dalam kemasan kaleng Timah Arsen Tembaga
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks. 1,00 Maks. 0,50 Maks. 150 Maks. 1 Maks. 20
8. Cemaran mikroba Mikroba patogen/spora (clostridium botulinum untuk produk kaleng)
-
Negatif Negatif
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1996)
Adapun syarat mutu kaldu menurut SNI 01-4218-1996, seperti disajikan
pada Tabel 1. Kaldu nabati juga digunakan sebagai alternatif pengganti ekstrak
khamir dan HVP (Hidrolized Vagetable Protein) sebagai sumber fraksi gurih.
Ekstrak khamir merupakan konsentrat fraksi terlarut dari khamir, mengandung
asam-asam amino, peptida, nukleotida serta gula reduksi. HVP adalah hidrolisat
protein yang diperoleh dari hasil hidrolisis asam pada substrat yang berasal dari
kacang kedelai, gandum dan tanaman lainya. Pada umumnya, Ekstrak khamir dan
5
HVP banyak digunakan untuk mendapatkan produk berflavor daging karena
kemiripan kandungan asam amino dengan daging (Nagodawithana, 1994).
2.1.1. Fermentasi Kaldu Nabati
Proses pembuatan kaldu nabati secara fermentasi dilakukan melalui dua
tahap proses fermentasi. Tahap pertama meliputi pembuatan koji atau fermentasi
kapang. Fermentasi ini menggunakan media beras pada kondisi aerobik dengan
strain Rhizopus-C1. Tahap kedua dikenal dengan fermentasi garam pada kondisi
anaerob fakultatif. Hasil fermentasi tahap pertama sebagai sumber nutrisi dan
kapang sebagai sumber enzim. Dari dua tahap fermentasi ini, dihasilkan enzim
yang dapat memecah substrat menjadi senyawa pembentuk cita rasa dan aroma.
Semakin lama proses fermentasi berlangsung dalam larutan garam, semakin baik
pula rasa, aroma serta tekstur yang dihasilkan (Sabariman, 1987).
Pada proses fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim dari kapang
menjadi senyawa yang lebih sederhana, seperti asam amino, asam lemak, alkohol.
Reaksi antara asam amino dan gula menyebabkan pencoklatan yang
mempengaruhi warna produk. Reaksi kimia yang berlangsung selama fermentasi
ini diantaranya adalah pembentukan komponen flavor, baik yang volatil maupun
yang non volatil. Pada umumnya, senyawa yang terbentuk adalah ester, asam,
aldehid, hidrokarbon, furan. Terbentuk pula senyawa nitrogen, senyawa sulfur dan
senyawa hasil reaksi Mailard yang akan saling berikatan untuk membentuk flavor
spesifik hasil fermentasi (Nagodawithana, 1994).
Proses fermentasi kaldu nabati kacang hijau adalah sebagai berikut:
Kacang hijau yang bersih direndam selama semalam, dikupas kulitnya lalu
disterilisasi dengan cara direbus selama 30 menit pada suhu 100°C. Kacang hijau
yang telah steril dicampur dengan garam dapur dan inokulum Rhizopus-C1.
6
Komposisi masing-masing kacang hijau:garam dapur:Rhizopus-C1 adalah 51%,
23% dan 26% (b/b). Kemudian diaduk dan difermentasi pada suhu 30°C selama
24 minggu dalam inkubator. Selama fermentasi, enzim mengubah karbohidrat
menjadi dekstrin, maltosa, dan glukosa sebagai nutrisi untuk jamur. Sedangkan
protein menjadi peptida dan asam amino (Allan dan Sidney, 1980).
Gambar 1. Inokulum Rhizopus-C1 (Koji) (a) dan Crude kaldu nabati kacang hijau (b) (a) (b)
2.1.2. Autolisis Kaldu Nabati
Autolisis adalah proses perusakan sel sendiri sesudah terjadi kematian sel,
disebabkan oleh kerja enzim yang terdapat di dalam sel itu sendiri (Joko dkk,
1992). Autolisis pada umumnya diartikan sebagai proses mencerna sendiri
(autodigesti). Autolisis pada kaldu nabati ini bertujuan untuk memperoleh
autolisat (hasil proses autolisis) yang mengandung peptida terlarut sebagai flavor
savory non volatil penghasil rasa gurih (Nagodawhitana, 1994).
Panas dan pH yang terkondisi pada proses autolisis menyebabkan
kematian sel. Pada saat sel mangalami lisis terjadi ketidakberaturan sistem sel
sehingga enzim protease dan glukanase terlepas ke matriks sel. Enzim ini
memecah substrat makromolekul yang akhirnya menyebabkan kandungan sel
menjadi terlarut. Komponen sel terlarut masuk dalam sistem substrat yang
7
ditandai dengan kenaikan kandungan fraksi gurih sebagai asam-asam amino,
peptida terlarut dan perubahan komposisi autolisat kaldu kacang hijau
(Nagodawithana, 1994).
Proses autolisis akan menyebabkan terjadinya hidrolisis protein kapang.
Kapang Rhizopus sp, diketahui memiliki aktivitas enzim protease, karbohidrase
dan lipase. Kapang ini juga memiliki enzim glutaminase dan gama glutamil
transferase yang berperan dalam meningkatkan kadar asam glutamat (Frazier W
dan D. Westhoff, 1988). Peningkatan kadar asam glutamat sebanding dengan
fraksi gurih yang semakin meningkat pula, hal ini dibuktikan dengan
meningkatnya kandungan asam amino dan peptida terlarut serta intensitas rasa
gurih pada autolisat setelah proses autolisis berlangsung (Susilowati dkk, 2007).
2.2. Flavor Analog Daging
Flavor atau citarasa merupakan sensasi yang dihasilkan oleh bahan
makanan ketika diletakkan dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan
aroma. Penguat rasa (Flavor enhancer) adalah substansi yang ditambahkan pada
makanan sebagai suplemen untuk mempertinggi rasa aslinya. Substansi yang
biasa digunakan misalnya monosodium L-glutamat (MSG), disodium 5’-inosinate
(IMP), dan disodium 5’guanylate (GMP). Beberapa senyawa ini mampu
memperkuat atau memperbaiki citarasa makanan. Citarasa ini kadang dinyatakan
dengan kata gurih atau umami, kata umami berasal dari bahasa Jepang yang
berarti kesedapan. Citarasa glutamat kadang-kadang dikatakan menyerupai rasa
daging atau rasa ayam. Secara umum disepakati bahwa citarasa glutamat unik
dan tidak mempunyai kesamaan dengan daging (M deMan, 1989).
8
Savory flavor adalah istilah yang sering digunakan untuk rasa gurih. Savory
flavor dalam satu formulasinya terdapat berbagai macam komposisi, diantaranya
ekstrak daging, rempah-rempah dan asam amino. Savory flavor tersedia dalam
bentuk bubuk, pasta dan cair yang penggunaanya tergantung dari jenis produk.
Dalam bentuk bubuk biasanya terdiri dari filler berupa garam, gula, pati dan MSG
(Monosodium Glutamat). Bentuk cair, banyak terdapat pada minyak dalam mi
instan. Bentuk pasta terdiri dari campuran fraksi padatan dan cair, dapat terdiri
dari minyak dan pati.
Flavor analog daging merupakan flavor yang menyerupai flavor daging
sapi tetapi bahan dasarnya bukan dari daging sapi. Menurut Heinz (1978), analog
daging atau meat analog didefinisikan sebagai produk bernutrisi yang mirip
dengan daging tetapi tidak mengandung protein daging (protein hewani) atau
produk hasil samping daging. Analog daging dibuat menyerupai daging baik
dalam penampilan, textur dan rasa.
Flavor daging terdiri dari campuran senyawa yang diperoleh dengan cara
memanaskan non odorous prekusor (prekusor tidak berbau) yang bisa membentuk
senyawa volatil. Bila dibandingkan dengan tipe flavor buah- buahan dan flavor
lainnya, flavor daging tidak tersusun dari satu karakter senyawa volatil yang
dominan. Sejak ditemukannya teknik pembentukan flavor daging melalui proses
pemanasan, karakter senyawa volatilnya tergantung dari kondisi dan lama
pemanasan (Heinz 1978).
Beberapa senyawa volatil yang teridentifikasi pada daging terdiri dari 6
6 Asam Asam laktat, asam α-karboksilat, asam asetat dan lain-lain.
Sumber : Nagodawithana (1994)
Pembentukan flavor dipengaruhi oleh jenis gula, asam amino, pH, suhu dan
lama proses. Pada umumnya, industri penghasil flavor analog daging
menggunakan rentang pH antara 4 sampai 5,5 dan rentang suhu antara 100-140°C
(Kerler, 2000).
2.3. Membran Mikrofiltrasi
Kata membran berasal dari bahasa latin membrane yang berarti kulit.
Sekarang membran bisa diartikan selaput tipis yang berfungsi sebagai lapisan
selektif untuk memisahkan dua fase karena sifatnya yang semipermeabel
14
(Wenten,1999). Membran merupakan lapisan permeabel atau semipermeabel,
berupa lapisan polimer yang tipis yang memiliki ukuran tertentu. Membran
digunakan sebagai pembatas antara bahan yang dimasukkan dengan produk yang
diinginkan (Scott dan Hugges, 1996).
Membran merupakan aplikasi dari proses filtrasi untuk memisahkan
padatan yang tidak terlarut pada suatu produk cair. Lapisan media menolak
padatan tersuspensi dan menghasilkan cairan yang jernih (Cheryan, 1992).
Pemisahan dengan membran merupakan pemisahan material dengan mengalirkan
umpan melalui suatu membran, dan merupakan pemisahan molekul ukuran besar
yang tertahan pada permukaan membran. Umpan (feed) adalah larutan yang berisi
satu atau lebih campuran molekul atau partikel yang akan dipisahkan.
Proses filtrasi dengan membran dihasilkan permeat dan retentat. Permeat
adalah bagian yang melewati membran, sedangkan retentat merupakan bagian
yang tertahan oleh membran (Paulson, 1995). Unit terkecil dimana membran
ditempatkan disebut modul.
Menurut Mulder (1996), kemampuan membran untuk memisahkan
komponen disebabkan karena perbedaan sifat fisik atau kimia antara membran
dengan komponen tersebut. Prinsip operasi pemisahannya adalah memisahkan
satu atau lebih komponen pada suatu aliran fluida. Secara umum, proses ini
digunakan untuk memisahkan makromolekul, substansi biologi serta komponen
yang tidak terlarut (suspensi dan koloid). Prinsip operasi membran secara
skematis ditunjukkan pada Gambar 2.
15
MembranRetentat
Permeat
Umpan (feed)
Modul
Gambar 2. Skema proses pemisahan dengan membran (Mulder,1996)
Berdasarkan ukuran partikel yang dipisahkan, membran dapat dibedakan
atas mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis (Mulder, 1996). Membran
mikrofiltrasi berfungsi menyaring makromolekul (>500.000 g/mol) atau partikel
dengan ukuran 0,1-10 µm, membran ultrafiltrasi berfungsi untuk menyaring
makromolekul (>5000 g/mol) atau partikel dengan ukuran partikel 0,001-0,1 µm,
sedangkan reverse osmosis dapat menghalangi partikel yang berukuran lebih kecil
dari 0,001 µm.
Membran mikrofiltrasi dapat memisahkan partikel kecil seperti sel, bakteri,
dan virus. Membran mikrofiltrasi umumnya berupa cartridge yang berukuran
pori-pori 0,1 – 10 µm. Bahan cartridge bisa berasal dari katun, wool, rayon,
selulosa, fiberglass, polipropilen, akrilik, nilon, ester selulosa, dan polimer
hidrokarbon. Lemak serta partikel-partikel kecil seperti mikroorganisme tertahan
di membran, sementara senyawa makromolekul (protein, karbohidrat), gula,
garam mineral dan air lolos lewat membran. (Mulder, 1996). Peptida-peptida
terlarut yang berfungsi sebagai penyusun fraksi gurih serta beberapa senyawa
dengan berat molekul yang relatif kecil akan lolos lewat membran. Bagian yang
terpenting dari mikrofiltrasi adalah media penyaring yaitu membran. Membran
16
tersebut tipis dan mikroporus. Pori-porinya sangat kecil dan monodispersi, pori-
pori tersebut menahan partikel-partikel yang akan tersaring, tetapi dapat dilalui
dengan cepat oleh cairan dan zat terlarut yang kecil. Hal ini menunjukan bahwa
membran mikrofiltrasi berbeda dengan kebanyakan media penyaring
konvensional. Membran mikrofltrasi dan pemasangan membran mikrofiltrasi pada
modul ditunjukkan pada Gambar 3.
(a) (b) Gambar 3. Membran mikrofiltrasi (a), pemasangan membran mikrofltrasi pada modul (b)
Menurut Wenten (1999), parameter utama yang digunakan dalam penilaian
kinerja membran adalah fluks dan selektifitas (rejeksi). Secara umum, fluks
didefinisikan sebagai volume aliran yang melalui membran per unit luas
permukaan membran dan satuan waktu. Fluks volume dapat dinyatakan sebagai
berikut:
V J = A x t dimana: J = Fluks volume (L/m2.Jam) A = Luas permukaan membran (m2) t = Waktu (Jam) V = Volume permeat (L)
17
Fluks dipengaruhi beberapa faktor antara lain konsentrasi umpan, tekanan
membran, temperatur umpan dan waktu. Faktor tersebut memberikan pengaruh
yang berbeda-beda bagi fluks. Konsentarsi umpan yang tinggi menyebabkan
penurunan fluks sehingga suatu saat fluks akan bernilai nol. Pada tekanan rendah,
fluks akan meningkat, sedangkan pada tekanan tinggi fluks relatif konstan
(Mulder, 1996).
Rejeksi (selektivitas) menurut Wenten (1999) adalah kemampuan membran
untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran. Nilai rejeksi
dinyatakan sebagai berikut :
R = %1001 xC
C
feed
permeat
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
dimana:
R = Rejeksi (%) Cpermeat = Konsentrasi partikel dalam permeat Cretentat = Konsentrasi partikel dalam umpan (feed) Nilai R tidak tergantung dari satuan konsentrasi. Nilai R bervariasi antara 0-
100%. Nilai R 100% artinya pemisahan partikel sempurna, dalam hal ini
membran ideal dan nilai R sama dengan 0% artinya partikel larutan bebas
melewati membran.
Penurunan kinerja membran ditunjukkan dengan fluks yang semakin
menurun seiring dengan semakin lama waktu filtrasi. Penurunan fluks dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain polarosasi konsentrasi, adsorbsi,
pembentukan lapisan gel dan penyumbatan pada membran. Faktor–faktor tersebut
menyebabkan terjadinya fouling pada membran (Mulder, 1996).
18
Polarisasi konsentrasi merupakan tahap awal dari fouling berupa
peningkatan konsentrasi bahan terlarut pada permukaan membran yang dapat
menurunkan fluks. Efek dari polarisasi konsentrasi dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan menurunkan tekanan operasi atau konsentrasi umpan
(Wenten,1999).
Menurut Wenten (1999), mekanisme penyumbatan atau penyempitan pori
membran pada perstiwa fouling dapat dibedakan menjadi empat macam:
1. Complete pore blocking
Jenis fouling seperti ini dapat terjadi jika ukuran partikel tepat menyumbat
lingkaran pori membran sehingga pori menutup total.
Gambar 4. Complete pore blocking
2. Intermediate pore blocking
Terakumulasinya partikel-partikel bahan terlarut di permukaan membran,
karena ukuran partikelnya yang lebih kecil dari pada pori membran sehingga
membran terlapisi oleh hamparan partkel-partikel tersebut.
Gambar 5. Intermediate pore blocking
3. Internal pore blocking
Penyempitan ukuran pori membran akibat teradsorpsinya partikel-partikel di
sekeliling bagian dalam pori membran. Penyempitan diameter pori ini akan
menyebabkan banyak partikel terlarut tertahan di membran.
19
Gambar 6. Internal pore blocking
4. Cake filtration
Terjadi jika ukuran partikel sangat kecil dan memiliki sifat-sifat gel jika
berada dalam keadaan terakumulasi.
Gambar 7. Cake filtration
Keunggulan penggunaan membran untuk operasi-operasi pengolahan
pangan adalah tidak membutuhkan energi yang terlalu besar karena tidak
menggunakan energi dalam bentuk panas sehingga komponen di dalamnya dapat
dipertahankan (Aspiyanto, 2002).
Menurut Cheryan (1992), teknologi membran telah digunakan pada
teknologi proses pengolahan susu dan pengolahan sari buah, namun sekarang
penggunaan membran di bidang pangan semakin meluas, misalnya pemekatan
makanan cair, penghilangan warna dan gula berantai panjang.
2.5. Gas Cromatograph-Mass Spectroscopy (GC-MS)
Menurut Sudjadi Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa adalah teknik
analisis yang menggabungkan dua metode analisis yaitu (1) Kromatografi Gas;
dimana sampel yang diinjeksikan akan terpisahkan menjadi molekul-molekul
yang lebih kecil berdasarkan sifat fisiknya, dan (2) Spektroskopi Massa; dimana
20
molekul-molekul yang terpisah tersebut diubah menjadi ion-ion gas dan massanya
diukur melalui suatu detektor sehingga menghasilkan spektrum massa (m/Z)
(Sudjadi, 1985).
Instrumen GCMS didasarkan pada pemisahan sifat-sifat fisik zat organik
yang mudah menguap pada pemanasan termostabil dengan fase gerak berupa gas
inert, yang dikombinasikan menggunakan detektor berupa spektrum massa untuk
mengetahui berat molekul relatif dan jenis senyawa dari setiap puncak grafik yang
dihasilkan. Sampel yang dapat dianalisis dengan menggunakan GC-MS, harus
memenuhi beberapa syarat, diantaranya :
1. Dapat diuapkan sampai suhu ~ 4000C
2. Secara termal stabil (tidak terdekomposisi pada suhu ~ 4000C
3. Sampel lainnya dapat dianalisis setelah melalui tahap preparasi khusus.
2.5.1. Prinsip Dasar GC-MS
Transfer massa antara fase bergerak dan diam (cairan dengan titik didih
tinggi) terjadi bila molekul campuran terserap di dalam pori-pori partikel, laju
perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom berhubungan
dengan bagian molekul tersebut diantara fase bergerak dan fase diam. Jika ada
perbedaan penahanan secara selektif, maka masing-masing komponen keluar dari
kolom pada interval yang berbeda (Khopkar, 1990).
Sampel dalam keadaan gas akan dibombardir dengan elektron yang
berenergi tinggi pada detektor. Tumbukan antara sebuah molekul organik dengan
salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari
molekul itu dan terbentuk suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh
pemborbardir elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi fragmen
21
kecil, baik berbentuk radikal maupun ion-ion lain. Spektrometer massa akan
mendeteksi fragmen bermuatan positif (Fessenden dan Fessenden, 1986).
2.5.2. Instrumentasi GCMS
Komponen pada instrumentasi GCMS meliputi (Khopkar, 1990; Sudjadi, 1985):
1. Pengaturan aliran gas (Gas Flow Controller)
Fase bergerak adalah gas pembawa, yang sering digunakan adalah He, N2,
H2, Ar. He lebih sering digunakan karena konduktivitasnya yang tinggi.
2. Tempat injeksi sampel (injector)
Berfungsi untuk mencampurkan sampel dengan gas pembawa sebelum
bisa disalurkan ke dalam kolom.
3. Kolom (Capillary column)
Berfungsi untuk memisahkan komponen-komponen molekul sampel.
Panjang kolom berkisar antara 30-60 meter dengan ketebalan 0,1-3
mikron. Salah satu kolom yang biasa digunakan adalah Wall coated open
tubular (WCOT) yaitu kolom yang dilapisi oleh polimer tipis berupa
Polysolixane atau Polyethileneglycol pada dinding kolom bagian dalam.
4. Interfase (Penghubung antara GC dengan MS)
5. Sumber ionisasi (Ion Source)
Berfungsi untuk mengionkan sampel ke bentuk gas sebelum masuk ke
dalam Mass-Analyzer.
6. Pompa vakum (Vacuum Pump)
Ada dua tipe vakum yaitu, pompa vakum tinggi, yang berfungsi untuk
mengurangi dan mempertahankan tekanan pada MS saat analisis. Tekanan
tinggi yang dipertahankan juga dapat menambah sensitivitas pada proses
22
analisis spektrum massa. Pompa vakum tipe kedua adalah pompa vakum
rendah, yang berfungsi untuk mengurangi tekanan udara luar. Sistem ini
diperlukan agar ion-ion tidak mengalami reaksi dengan partikel lain dan
mengurangi reaksi ion molekuler.
7. Penganalisis Massa (Mass Analyzer)
Mass Analyzer terdiri dari empat batang logam yang diberi muatan, baik
positif (+) maupun negatif (-) yang memiliki fungsi selektivitas untuk
molekul berion pada voltase yang diinginkan.
8. Detektor
9. Sistem pengolah data
Adapun skema instrumentasinya, dapat dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 8 . Skema Instrumentasi GC-MS
2.6. Spektrofotometri UV-VIS
Spektrofotometri digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang
diabsorbsi atu ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam larutan. Ketika
Vacuum system
Interface Ion Source Analyzer Detector
Data system
Instrument Kontrol
1. Data acquistion
2. Data Processing
3. Data Storage Analys
23
panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian nergi cahaya
tersebut akan diserap (diabsorbsi). Besarnya kemampuan moleul-molekul zat
terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelomang tertentu dikenal
dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan
tersebut dan panjang berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam
spektrofotometer) ke suatu poin dimana persentase jumlah cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi diukur dengan phototube (Hermanto, 2008).
Bagian-bagian spektrofotometer (Hermanto, 2008) :
1. Sumber cahaya
Sebagai sumber cahaya dapat dipakai lampu Wolfram yang menghasilkan sinar
di atas 375 nm atau lampu Deuterium (D2) yang memiliki sinar di bawah 375
nm. Sumber cahaya dalam spektrofotometer tersebut memancarakan berkas
cahaya yang melewati suatu monokromator berupa prisma yang mengubah
cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis.
2. Pemilih panjang gelombang (monokromator)
Monokromator berfungsi untuk mendispersikan atau menguraikan cahaya
polikromatis menjadi monokromatis. Ada dua macam monokromator yang
dapat dipergunakan untuk memilih sinar yang dipakai yaitu prisma dan grating.
3. Kuvet (tempat sampel)
Kuvet untuk analisis secara spektrofotometri harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
• Tidak berwarna sehingga dapat mentrasmisikan semua cahaya.
• Permukaan secara optis harus benar-benar sejajar.
• Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan-bahan kimia.s
24
25
• Tidak boleh rapuh.
• Mempunyai design yang sederhana.
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah cahaya menjadi arus listrik (potosensitive
detector). Ketika cahaya dengan panjang gelombang tertentu melalui larutan
kimia yang diujikan, sebagian cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh larutan.
Hukum Beer’s yang dikembangkan pada tahun 1852 oleh J.Beer’s menyatakan
secara kuantatif adsorbsi ini sebagai: s
Log I0/IT = ε.L.C………………………………….*)
Keterangan :
I0 = intensitas cahaya sebelum melewati sampel
IT = intensitas cahaya setelah melewati sampel
ε = koefisien ekstingsi, yaitu konstanta yang tergantung pada sifat alami dari
senyawa substansi dan panjang gelombang yang digunakan untuk analisis.
L = panjang atau jarak cahaya yang melewati sampel
C = konsentrasi larutan yang dianalisa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pangan Pusat Penelitian Kimia,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Puspitek, Serpong. Dimulai sejak
Mei sampai November 2009.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; peralatan proses
flavoring yaitu beaker glass 5 L, fraksinator (close system) Bomex 10 L (TC-15),
homogenaizer (Ultra Turrax, Germany). Peralatan proses pemurnian meliputi
Senyawa keton yang teridentifikasi pada retentat, tidak terdeteksi
sebelumnya di feed maupun permeat. Hali ini diperkirakan karena adanya oksidasi
pada senyawa alkohol. Asam dan ester yang teridentifikasi ini merupakan hasil
degradasi dari lemak yang terkandung pada kacang-kacangan karena pemanasan
tinggi. Dari hasil analisa kadar lemak sudah terlihat bahwa kadar lemak pada
retentat lebih besar dari pada permeat, sehingga lebih banyak asam lemak yang
teridentifikasi pada retentat. Selain itu, asam dan hidrokarbon yang terdapat pada
retentat rata-rata memiliki berat molekul yang lebih tinggi dari pada di permeat,
sehingga proses mikrofiltrasi 0,2µm lebih banyak menahan asam dan hidrokarbon
pada retentat.
Dari hasil identifikasi ketiga sampel, dapat dilihat bahwa senyawa yang
berperan penting pada flavor analog daging yakni senyawa nitrogen sulfur/sulfur
dan senyawa nitrogen, pada feed (sebelum pemurnian) teridentifikasi masing-
masing sebanyak 42,1% dan 13,99% dan pada hasil pemurnian yakni permeat
teridentifikasi masing-masing sebanyak 71,48% dan 4,47% dan tidak
59
60
teridentifkasi pada retentat yang merupakan hasil samping dari proses pemurnian.
Seperti terlihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perbandingan Jumlah % Senyawa Hasil identifikasi GCMS pada feed, Permeat
dan Retentat
Jenis senyawa Jumlah % Senyawa
Umpan (Feed)
Jumlah % Senyawa
Permeat
Jumlah % Senyawa
Retentat
Nitrogen-sulfur/sulfur 42,1 71,48 -
Nitrogen 13,99 4,47 -
Piran 2,88 7,93 - Furan 4,08 1,28 -
Alkohol 1,93 13,87 - Aldehid 1,42 0,24 -
Hidrokarbon 1,52 0,18 26,55 Ester dan asam
organik 32,09 1,21 72,39
Keton - - 1,38
Berat molekul senyawa pada permeat rata-rata adalah di bawah 200 g/mol,
yakni diantara 92-193 g/mol. Dari 43 senyawa hanya 7 senyawa dengan berat
molekul antara 210-287 (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
senyawa flavor analog daging dapat dimurnikan dengan membran 0,2µm, dapat
dikatakan demikian karena ukuran partikel senyawa yang kurang dari 0,2µm
sebanding dengan berat molekul senyawa yang lebih kecil pula.
Pada retentat yang merupakan hasil samping dari proses pemurnian
mengandung partikel tertahan dengan ukuran yang lebih besar dari 0,2µm yang
sebanding dengan berat molekul yang lebih besar, hal ini ditunjukkan dengan
hasil GCMS pada retentat dimana senyawa teridentifikasi mempunyai berat
molekul antara 112-387 g/mol (Tabel 15), dan rata-rata berat molekulnya adalah
diatas 200 g/mol.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Membran mikrofiltrasi 0,2 µm dapat digunakan dalam mendapatkan fraksi
analog daging. Kondisi proses pemurnian berpengaruh terhadap kandungan
total padatan, kadar garam, kadar lemak, n-amino dan total protein pada hasil
pemurnian.
2. Kondisi optimal mikrofiltrasi tercapai pada tekanan 6 bar dan 90 menit waktu
pemurnian. Diindikasikan dengan meningkatnnya komposisi kimia pada
permeat, yaitu N-amino (6,34 mg/mL) dan total protein (32,72%) serta masih
tajamnya intensitas flavor analog daging. Hal ini sebanding dengan
meningkatnya kandungan senyawa pembentuk flavor analog daging.
3. Hasil identifikasi senyawa pembentuk flavor analog daging dengan GCMS
terdiri dari senyawa nitrogen, nitrogen sulfur, sulfur, hidrokarbon, ester dan
asam lemak, aldehid, keton. Diperkirakan, senyawa Nitrogen-sulfur/sulfur dari
golongan thiazol yakni 4-metil-5-hidroksietiltiazol merupakan senyawa yang
berperan sebagai senyawa flavor analog daging sebesar 70.99%.
61
62
5.2. Saran
Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang pengembangan hasil
pemurnian ini sebagai end-product. Kandungan senyawa analog daging yang
cukup tinggi presentasenya berdasarkan hasil penelitian, memungkinkan
digunakanya permeat untuk flavor daging sebagai alternatif ekstrak daging. Hasil
penelitian ini juga sangat berpotensi untuk diaplikasikan penggunaanya sebagai
seasoning agent. Seperti pada retentat (produk samping dari proses pemurnian)
dengan kandungan kimia dan intensitas flavor daging yang masih tinggi, masih
bisa dimanfaatkan untuk produk seperti pasta.
DAFTAR PUSTAKA
Acre, Terry and Roy Teranishi. 1993. Flavor Science, Sensible Prinsiple and Tehniques. USA: ACS Profesional Refference Book
Allan, K.S., dan J.C. Sidney. 1980. Soybeans: Chemistry and Technology Volume
1 AVI Publishing Company Inc Westport, Connecticut Anonim. 2005. Membrane Technology for Process Industry.
http:www.pcims.com/images/TP 105.5us.pdf; PCI Membrane system Inc., Milford USA
Aspiyanto, 2002, Penerapan Teknologi Membran Di Bidang Pangan, Prosiding
Seminar Tantangan Penelitian Kimia, Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Bailey, M.E. 1998. Maillard Reactions and Meat Flavour Development, di dalam
F. Shahidi., Flavor of Meat, Meat Products and Seafoods, Second edition. Blacklie Academic & Profesional Departemen of Biochemistry Memorial University of New Foundland St John’s, New Foundland: Canada.
Beuchat, L.R. 1983. Fermented food of Orient, Rehm H.J. dan Reed, G.
Boitechnology, Vol. 5. Weinheim Cheryan, M. 1992. Membran Technology in Food and Bioprocessing, didalam
R.P. Singh, dan M.A. Wirakartakusumah, (eds), Advances in Food Engineering, CRC Press Inc., Boca Ratan, Florida.
David J, Rowe. 1998. Aroma Chemicals for Savory Flavors. Oxford Chemicals,
North Gare, Seaton Carew, Hartlepool, UK Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Edisi Pertama. Bhratara; Jakarta Erickson, Robert E. 1991. Thermal and Enzymatic Conversions of Precusors to
Flavor Compounds. Washington, DC : American Chemical Society Frazier, W. dan D. Westhoff. 1988. Food Microbiology. New Delhi: Tata
McGraw-hill publishing Company, Limited Fessenden RJ. dan Fessenden JS. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2.
Jakarta; Erlangga
63
Guntert, Matthias, J. Bruning, R. Emberger, R. Hopp, M. Kopsel, H.Surburg and P. Werkhoff. 1992. Thermally Degraded Thiamin, di dalam R. Teranishi, Gary R. Takeoka, dan Matthias Güntert., Flavor Precursor: Thermal and Enzymatic Conversions. American Chemical Society: Whasington, DC.
Hanny, Nova. 2006. Pilih flavor alami atau sintetis?. Food Review edisi ii-iii Heinze, R.F., M.B. Ingle and J.F. Reynolds. 1978. Flavoring Vagatable Protein
Meat Analogs. Di dalam George C. Flavor of Foods and Bavarages Chemistry and Technology. New York: Academic Press.
Hartianty, Fatia. 2005. Potensi Membran Mikrofiltrasi dalam Pemurnian Ekstrak
Kaldu Nabati Kacang Hijau (phaseolus radiatus linn) Sebagai Bahan Flavor Makanan. Bandung: UNPAS
Hartomo, A.J., M.C. Widiatmoko. 1994. Teknologi Membran Pemurnian Air,
Penerbit Andi Offset, Yogyakarta Hendayana, Sumar. 2002. Materi Pokok Kimia Analitik Instrumen. Jakarta:
Universitas Terbuka Hermanto, S. 2008. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi dan
Spektrofotometri. Jakarta : Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hidayat, N. Masdiana C dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri.
Yogyakarta: Penerbit Andi Joko, S. 1992.Cermin Dunia Kedokteran. www.portalkalbe/files/cdk/40 Kay, D.E. 1979. Food Legume. London : Tropical Product Institute K.B. de Roos. 1992. Meat Flavoor Generation from Sistein and Sugars, di dalam
R. Teranishi, Gary R. Takeoka, dan Matthias Güntert., Flavor Precursor: Thermal and Enzymatic Conversions. American Chemical Society: Whasington, DC.
Kerler, Josef and Chris W. 2000. The Basic Chemistry and Process Conditions
Underpinning Reactin Flavor Production. Khopkar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta; UI-Press Lawrie, R.A. Diterjemahkan Aminuddin Parakkasi. 1995. Ilmu Daging. Jakarta:
UI-Press M deMan, John. 1989. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB Bandung
Moerniati, Sri. 2009. Proses Pemurnian Autolisat dari Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Terfermentasi oleh Rhizopus sp-PL-19 sebagai Flavor Savory melalui membrane mikrofiltrasi. P2K LIPI Serpong
Muchtadi, Dedy. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor : Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Mulder, M.H.V. 1996. Basic Principles of Membrane Technology, Kluwer
Academic Publishers, Dordecht, The Netherlands. Nagodawithana, Tilak W. 1994. Savory flavors dalam Bioprocess Production of
flavor, fragarance, and colour Ingridients. John Wiley & Sons, inc. Ouwelend, Godefridus A.M. van den and Leonard Schutte. 1978. Flavor
Problems in The Application of Soy Protein Materials as Meat Subtituens. Di dalam George C. Flavor of Foods and Bavarages Chemistry and Technology. New York: Academic Press.
Paulson, D.J. 1995. Membranes the Finest Filtration. By: Introduction to
Crowssflow Membrane Technology. Published in filtration news. http//www.enviromental-expert.com/articlelll.htm
Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar – Dasar Mikrobiologi 2 penerjemah
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB Sabariman, M. 1987. Perubahan Mikrobiologi Selama Fermentasi Garam pada
Pembuatan Tauco Secara Tradisional. Fateta, Institut Pertanian Bogor Scott, K dan R Hugges. 1996. industrial Membrane Separation Technology.
Blackie Academic and Professional; Glassow Setyaningsih, D. 1998. Karakteristik Sensori dan Profil Peptida Filtrat Moromi
Setelah Fraksinasi Dengan Ultrafiltrasi, Tesis Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Pangan, IPB, Bogor
SNI 01-4218-1996 di dalam Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996.
Daftar Komposisi Bahan Makanan. Edisi Pertama. Bhratara; Jakarta Soeprapto, H.S. 1998. Bertanam Kacang Hijau, Penebar Swadaya; Jakarta Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta; Ghalia Indonesia
Susilowati, Agustine. Hakiki Melani dan Aspiyanto. 2006. Pembentukan Ester Dan Asam – Asam Organik Sebagai Komponen Flavor Savory Melalui Fermentasi Garam Pada Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L.) Oleh Inokulum Rhizopus Sp-Pl7. P2K LIPI Serpong
65
66
Susilowati, Agustine. Aspiyanto dan Yati Maryati. 2007. Peningkatan Fraksi Gurih Melalui Proses Autolisis Kaldu Nabati Dari Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus L.) Menggunakan Inokulum Rhizopus-C1 Dan Aspergilus Sp-K3. P2K LIPI Serpong
Susilowati, Agustine. Aspiyanto dan Yati Maryati. 2009. Flavouring Reaction on Autolisate of Fermented Mung Bean (Phaseolus radiatus L.) by Rhizopus-C1 as Vegetable Broth with Meat Analogue Flavour. P2K LIPI Serpong.
Wenten, I.G. 1999. Ultrafiltrasi Sebagai Alternatif Peningkatan Efisiensi Proses
Klarifikasi Nira, Prosiding Seminar Teknik Kimia, Perkembangan Proses dan Perancangan Sistem Teknik Kimia, ITB, Bandung.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama. Wood, B.J.B. 1982. Soy Sauce and Miso, di dalam Fermented Food, Vol 1, Rose
A.H(ed), Academic Press, Inc, New York.
LAMPIRAN 1 RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak kelompok (RAK) dengan dua kali ulangan proses dan menggunakan tiga
faktor perlakuan yaitu:
A = Jenis hasil pemurnian
B = Tekanan membran
C = Waktu proses
Dengan faktor dari masing – masing perlakuan tersebut adalah sebagai
berikut :
A1 = Permeat
A2 = Retentat
B1 = Tekanan 4 bar
B2 = Tekanan 6 bar
C1 = Waktu proses 0,5 menit
C2 = Waktu proses 30 menit
C3 = Waktu proses 60 menit
C4 = Waktu proses 90 menit
Maka jumlah perlakuan pada penelitian ini adalah 2x2x4 = 16 dengan dua
kali ulangan. Tabel matriks ditunjukkan pada Tabel 17.
67
Tabel 17. Tabel matriks dalam RAK Tekanan (B)
4 bar (B1) 6 bar (B2) Waktu Proses (C) Jenis Hasil
Analisis yang dilakukan apabila terdapat perbedaan nyata antara rata-rata
dari masing-masing perlakuan (F hitung > F tabel) adalah dengan menggunakan
uji jarak berganda Duncan untuk mengetahui mana yang berbeda nyata. Contoh
tabel uji duncan ditunjukkan pada Tabel 19.
Tabel 19. Contoh tabel uji berganda Duncan SSR 5% LSR 5% Nilai Rata-Rata
perlakuan Taraf nyata 5%
KTG /2 x SSR 5%
69
LAMPIRAN 2 1. ANALISA KOMPOSISI KIMIA 1. Total Padatan (Metode Gravimetri, AOAC 1990)
Analisis Total Padatan dilakukan dengan menggunakan cara Jacob (1958).
Cawan dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit kemudian didinginkan
dalam desikator sampai suhu kamar. Beratnya ditimbang sampai konstan. Sampel
ditimbang (1 gram) pada cawan yang telah diketahui bobot konstannya.
Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam. Sampel yang
telah dikeringkan tersebut didinginkan menggunakan desikator lalu ditimbang.
Kemudian sampel dikeringkan kembali selama 30 menit lalu didinginkan dan
ditimbang sampai diperoleh bobot konstan.
Perhitungan % Total Padatan:
Total Padatan (%) = %]100)[(%100 xa
ba −−
Ket : a = Berat sampel awal(gram) b = Berat sampel akhir (gram)
2. Kadar Garam (Salinometer/pembacaan skala)
Analisis kadar garam menggunakan salinometer. Prisma salinometer
dibersihkan dengan aquadest lalu dikeringkan dengan menggunakan tisu. Sampel
diteteskan pada prisma salinometer, lalu dibaca skala kadar garam pada alat.
Persen kadar garam dalam larutan ditentukan dengan mengkonversi nilai skala
pada alat ( salinometer reading) terhadap % kadar garam.
70
3. Kadar Lemak (Metode Soxlet, AOAC 1990)
Crucible dipanaskan dalam oven selama 15 menit kemudian ditimbang,
hal ini dilakukan berulang-ulang sampai tercapai berat konstan yang nantinya diisi
dengan larutan n-heksan. Sampel ditimbang dalam kertas saring sebanyak 1 gram
lalu dimasukkan ke dalam timbel. Dinyalakan alat (Soxtec System HT 2 1045)
tekan tombol power, atur suhu sampai 120°C tunggu hingga ready. Timbel yang
telah diisi sampel dipasang adapter dan masukkan ke dalam kondensor dan
dicelupkan ke dalam crucible yang telah berisi n-heksan sebanyak 50 ml di dalam
alat ekstaksi tadi. Kemudian Extraction dalam posisi boiling (posisi pendidihan)
dengan mengatur waktu selama 40 menit dimana posisi kran terbuka, setelah itu
pindahkan ke posisi rinsing dan waktu di atur selama 20 menit. Setelah selesai
rinsing, kran ditutup dan nyalakan blower selama 15 menit dan tombol udara
dibuka. Setelah selesai crucible diangkat dan masukkan ke dalam oven untuk
menguapkan sisa n-heksan dan air yang masih terdapat pada crucible selama 1
10°C. Kem bang hingga konstan. jam pada suhu 100-1 udian tim
Kadar lemak (%) = 1W
23 WW −x 100%
W3 = berat crucible setelah ekstraksi lemak dan
pendinginan dalam eksikator
Keterangan: W1 = berat sampel
W2 = berat crucible kosong dan kering
71
4. rogen Amino (Metode Cu, C.B. Pope and M.F. Stevens, 1986)
Prinsip dari penentuan nitrogen amino dengan menggunakan Cu (C.G.
pope dan M.F. Stevens, 1939) adalah NH dari asam amino dalam bahan makanan
direaksikan dengan Cu2+ menjadi kompleks dalam
Nit
2
suasana basa. Cu kompleks
2
m fosfat (2 volume), diaduk kemudian
bahkan buffer borat (2 volum
2 2 3
amino (jika yang digunakan 5 ml contoh
dan dipipet 10 ml filtrat.
adar N-amino (mg/gr) =
yang terbentuk dianalisa dengan iodometri.
Pereaksi suspensi cooper dibuat dengan cara menambahkan larutan CuCl
(1 volume) ke dalam larutan trisidiu
ditam e).
Dipipet 2,5 ml sampel ke dalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan 4 tetes
thimolpthalein. Ditambahkan beberapa tetes NaOH 1 N sampai berwarna biru
muda. Kemudian ditambahkan suspensi copper sebanyak 15 ml kedalamnya, dan
encerkan dengan aquadest sampai 25 ml, lalu saring. Dipipet 10 ml filtrat dan
ditambahkan 0,5 ml asam asetat dan 1 gram KI, kemudian dititrasi dengan
Na S O 0,01 N (standarisasi). Saat mendekati titik akhir titrasi ditambahkan 4
tetes larutan pati 1 % dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru kehitaman tepat
hilang. Catat ml titran (Na-tiosulfat) yang dibutuhkan. Tiap 1 ml larutan Na-
tiosulfat 0,01 N setara dengan 0,28 mg N-
sampelgr
xfpxN
Nxtitranml darisasistiosulfatNa
sampel
)(
28,001,0
)( tan−
K
72
5 la Pereduksi (Metode Somogy-Nelson)
Standard/sampel 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan
1 mL reagen Nelson ke dalam tabung reaksi tersebut, kemudian dipanaskan dalam
penangas selama 20 menit dan tabung ditutup dengan sumbat kapas, kemudian
didinginkan. Ditambahkan reagen arsenomolibdat sebanyak 1 ml, sampel dikocok
lalu diencerkan dengan aquadest hingga volumenya mencapai 10 mL kemudian
dihomogenkan. Diukur m
. Gu
enggunakan alat spektrofotometer pada panjang
bang 520 nm.
Pro
olibdat dan asam fosfotungstat akan
mengh na b
ereak :
= Follin coicelteu + aquadest 1:1 = Standard protein BSA 0.25 mg/mL
gelom
6. tein Terlarut (Metode Lowry, AOAC 1990)
Analisia protein terlarut dilakukan dengan menggunakan metode Lowry
(AOAC 1990). Prinsip kerja dari metode ini yaitu reduksi Cu2+ dengan ikatan
peptide dan reduksi asam fosfom
as w iru. ilkan ar
P si Larutan I = Na2CO3 2 % dalam NaOH 0.1 N Larutan II = CuSO4 0.5 % dalam NaK Tartrat 1 % Larutan III = 50 mL larutan I+1 mL larutan II Larutan IV Larutan V
Pembuatan kurva standard:
Larutan BSA (bovine serum albumin) dimasukkan ke dalam tabung reaksi:
0 mL (blanko); 0.1; 0.2; 0.4; 0.6; 0.8 dan 1 mL protein standard kemudian
ditambah aquadest sampai volume 4 mL. Pereaksi larutan III ditambahkan ke
dalam tabung sebanyak 5.5 mL lalu dikocok dan dibiarkan selama 15 menit.
Ditambahkan larutan IV ke dalam tabung sebanyak 0.5 mL, kemudian dikocok
73
dan dib enit sampai terbentuk warna biru. Kemudian diukur
Dipipet sampel sebanyak 0.1 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi
ndard.
emudian dilakukan destilasi sampai diperoleh destilat sebanyak
3BO3 dititrasi dengan HCl 0.1 N yang sebelumnya telah
distandardisasi.
iarkan selama 30 m
absorbansinya pada 650 nm.
Penetapan sampel:
kemudian diperlakukan sama seperti pada penetapan kurva sta
7. Total Protein (Metode Mikro Kjehdahl, AOAC 1990)
Sampel ditimbang sebanyak 1 gram ke dalam tabung kjehdahl.
Ditambahkan 1 gram katalisator (campuran antara CuSO4 dan K2SO4 1:1).
Ditambahkan H2SO4 dalam campuran tersebut. Kemudian campuran didestruksi
selama 1 jam atau sampai larutan berwarna kehijauan. Larutan tersebut
didinginkan lalu ditambahkan 50 mL aquadest untuk didestilasi. Destilat
ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi 15 mL asam borat 3 % yang telah
ditambahkan indikator (campuran 3 bagian metil merah dan 1 bagian metil biru
dengan pelarut alkohol). Ditambahkan NaOH 30 % sebanyak 25-40 mLke dalam
labu destruksi, k
100 mL. kelebihan H
)(
007.14)(tan
mgKadar N total (%) =
Wsamp
x
el
HCLHCLHCL darsblankosampelxNVV −
x 100 %
Kadar protei N x faktorn (%) = % konversi
Kadar protein total (% berat kering) = A%%100 −
%100 x % kadar protein
% A = Kadar air yang telah diukur
Ket : blankoHClV = 0,05 ml
= 0,1367 darsHClN
tan
74
75
2. UJI
Pada analisis ini dihadirkan 6 orang panelis terlatih yang sebelumnya telah
familiar dengan aroma analog daging. Panelis diberi sampel untuk dicium aroma
analog dagingnya. Kemudian diminta muntuk menilai aroma tersebut sesaat
setelah proses. Lembar scoresheet uji penilaian (scoring) aroma kaldu nabati
berflavor analog daging terdapat pada Lampiran 3.
INTENSITAS AROMA ANALOG DAGING
LAMPIRAN 3
LEMBAR SCORESHEET UJI PENILAIAN (SCORING) FLAVOR
ANALOG DAGING
UJI PERINGKAT (SKORING)
Nama Panelis : ……………………………………………….
Tanggal Pengujian : .........................................................................
Jenis Sampel : ..........................................................................
Instruksi :
Dihadapan anda terdapat tujuh sampel berkode. Nilailah ntensitas aroma
daging pada sampel tersebut dengan nilai sebagai berikut:
Kode Sampel Intensitas Aroma Analog Daging 712 768 875 980 785 458 334 1 = Lemah 2 = Cukup Kuat 3 = Kuat 4 = Sangat Kuat/
Keterangan : *) berbeda nyata pada taraf 5% tn) tidak berbeda nyata pada taraf 5%
88
Uji Jarak Berganda Duncan Faktor F
Standar Error (Sy) = r
KTG=
150.0054
= 0.0190
SSR dari setiap perlakuan diperoleh dari tabel Uji Duncan LSR = SSR x Sy Tabel 27. Uji Lanjut Duncan Hasil Proses Pemurnian (A) terhadap Kadar Garam
Beda Rata-Rata SSR 5% LSR 5% Rata-Rata
Perlakuan 1 2 Taraf 5%
- - (A1) 9,8065 - - a
3,01 0,057183 (A2) 11,236 1,4295* - b
Keterangan : Setiap huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf 5% *) berbeda nyata pada taraf 5% tn) tidak berbeda nyata pada taraf 5%
89
3. Kadar Lemak Tabel 28. Pengaruh Waktu dan Tekanan Proses Pemurnian terhadap Kadar Lemak