FORMULASI ADOPSI UNITED NATIONS GUIDING PRINCIPLE ON BUSINESS AND HUMAN RIGHTS DALAM GOOD CORPORATE GOVERNANCE OLEH PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : Muhamad Raziv Barokah NIM : 1112048000031 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
104
Embed
FORMULASI ADOPSI UNITED NATIONS GUIDING PRINCIPLE …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FORMULASI ADOPSI UNITED NATIONS GUIDING PRINCIPLE ON
BUSINESS AND HUMAN RIGHTS DALAM GOOD CORPORATE
GOVERNANCE OLEH PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Muhamad Raziv Barokah
NIM : 1112048000031
KONSENTRASI HUKUM BISNIS
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata I pada Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber data yang saya cantumkan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa hasil karya saya ini merupakan hasil dari
tindakan plagiat atau jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ii
ABSTRAK
Nama : Muhamad Raziv Barokah
Program Studi : Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis
Judul : “Formulasi Adopsi United Nations Guiding Principle on
Business and Human Rights dalam Good Corporate
Governance oleh Perseroan Terbatas di Indonesia”
Skripsi ini bertujuan untuk meneliti dan menganalisis status hukum United Nations
Guiding Principle on Business and Human Rights (UNGP) dalam tatanan hukum
Indonesia dan merumuskan formulasi yang tepat untuk mengadopsi dokumen
tersebut agar menjadi hukum nasional. Mengingat PT sebagai entitas bisnis sering
kali melanggar hak asasi manusia dalam setiap kegiatan operasional mereka, namun
pelanggaran tersebut belum terjangkau oleh perangkat hukum nasional. Baik sanksi
maupun mekanisme pemulihan bagi korban. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa
UNGP merupakan resolusi PBB yang tidak perlu diratifikasi sehingga statusnya
bersifat morally binding dan formulasi yang tepat untuk mengadopsinya adalah
membuat peraturan presiden yang mengambil prinsip-prinsip dari UNGP tersebut
serta mendorong OJK untuk membuat aturan pelaksana peraturan presiden dengan
mewajibkan seluruh perusahaan yang terdaftar menerapkan UNGP dan
mengumumkan ke publik dalam laporan tahunannya.
Kata Kunci :
UNGP, Bisnis dan HAM, Formulasi, Adopsi, PT, Perseoran Terbatas, Ruggie’s
Principle, human rights due diligence, Good Corporate Governance.
iii
ABSTRACT
Name : Muhamad Raziv Barokah
Study Program : Law Science Concentration Business Law
Title : “Formulation of Adoption United Nations Guiding
Principle on Business and Human Rights in Good Corporate
Governance by Limited Company in Indonesia”
The purpose of this thesis is to investigate and analyse a legal status of United
Nations Guiding Principle on Business and Human Rights (UNGP) in order
Indonesian law and formulating to adopt it document to be national law. Remember
Limited Company as a business entity who often make human rights violation
relating it business operational. However, the violation has not spanded by
Indonesian law. Both sanction and remedy mechanism to the victims. The result of
this thesis show that UNGP is United Nations resolution which not must ratificate.
So that the legal status is morally binding and the appropriete formulation to adopt it
is make a president regulation which absorb UNGP’s principles and push OJK
(Otoritas Jasa Keuangan) to make implementating regulation with contains liability
to the Go Public Limited Company to conduct the UNGP’s principles and announce
it into annual report.
Key Word:
UNGP, Business and Human Rights, Formulation, Adoption, Ltd., Limited
Company, Ruggie’s Principle, human rights due diligence, Good Corporate
Governance.
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan
nikmat-Nya lah penulis mampu menyelesaikan sebuah karya berupa skripsi dalam
rangka syarat mendapatkan gelar sarjana ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis
curahkan untuk junjungan besar Nabi Muhammad saw sebagai manusia suci
sehingga penulis bisa merasakan nikmat Islam sekarang.
Skripsi yang berjudul “Formulasi Adopsi United Nations Guiding Principle
on Business and Human Rights dalam Good Corporate Governance oleh
Perseroan Terbatas di Indonesia” penulis susun sebagai syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Hukum pada Konsentrasi Hukum Bisnis Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keberhasilan penulis menyusun skripsi ini, serta melewati berbagai proses di
Fakultas tercinta tentu tidak terlepas dari kontribusi setiap orang di sekitar penulis
yang sangat memotivasi. Penulis ingin mempersembahkan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat., S.H., M.H dan Drs. Abu Tamrin., S.H.,
M.Hum. Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
3. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Rokib dan Ibu Siti Nur Laela, Ayah dan
Mama yang tidak pernah lepas pengawasan, nasehat, doa, dan motivasi yang
diberikan kepada penulis. Tanpa ayah dan mama, penulis tidak akan pernah
berada di tempat sekarang ini. Semoga Allah swt membalas segala apa yang telah
ayah dan mama berikan kepada penulis. Penulis tak akan sanggup membalas
semua jasa-jasa ayah dan mama selama ini.
4. Abang-abang dan adik-adik ku, Muhamad Reza Maizar., S.Kom. Muhamad
BAPEPAM-LK : Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
CSO : Civil Society Organization
CSR : Corporate Social Reponsibility
DUHAM : Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
EU : European Union
GCG : Good Corporate Governance
HAM : Hak Asasi Manusia
HRDD : Human Rights Due Diligence
HRRCA : Human Rights Resources Center ASEAN
HP : Hawlett-Packard
ICCPR : International Convention of Civil and Political Rights
ICESCR : International Convention of Economic, Social, and Cultural
Rights
IGCN : Indonesia Global Compact Network
IMF : International Monetery Fund
IWGIA : International Work Group for Indigenous Affairs
KNKCG : Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance
KUHD : Kitab Undag-Undang Hukum Dagang
KUHper : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
MNC : Multi National Corporations
NAP : National Actio Plan
NCP : National Contact Point
NV : Namelooze Venotschaap
NGO : Non Government Organization
x
OECD : Organization Economics Co-operation Development
OJK : Otoritas Jasa Keuangan
PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa
PT : Perseoran Terbatas
SOP : Standart Operating Procedure
TNC : Transnational Corpoations
UNGP : United Nations Guiding Principle on Business and Human
Rights
USA : United Stated of America
UUPM : Undang-Undang Pasar Modal
UNGC : United Nations Global Compact
UNHRC : United Nations Human Rights Committee
UUPT : Undang-Undang Perseroan Terbatas
VOC : Verenigde Oost Indische Compagnie
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hak asasi manusia merupakan standar pencapaian bersama bagi setiap orang
dan bangsa (a common standart achievment for all people and nations)1 dalam
menciptakan kesejahteraan yang merupakan tujuan utama dibentuknya sebuah
negara. Konsepsi ini memberikan tanggung jawab kepada negara untuk menghormati
(to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) setiap hak yang
melekat dalam diri setiap orang dalam segala aktivitas apapun. Pada awalnya,
aktivitas yang sarat pelanggaran HAM di dalamnya adalah aktivitas negara dalam
menertibkan rakyat, namun seiring perkembangan zaman muncul pihak lain yang
menjadi aktor utama pelanggar HAM di dunia, yakni perusahaan. Hal ini kurang
disadari oleh khalayak luas dan perlu di sosialisasikan lebih dalam.
Perusahaan sebagai entitas yang memiliki pengaruh signifikan dalam
pertumbuhan sebuah negara sering kali melakukan pelanggaran HAM dalam
operasionalisasi kegiatan bisnis, baik di bidang lingkungan hidup, kesehatan,
ketenagakerjaan, kemanusiaan, serta bidang lain. Peran dan pengaruh kekuasaan
korporasi transnasional dalam perekonomian dunia tidak dapat dipungkiri. Sebanyak
300 korporasi terbesar dunia diperkirakan menguasai sekitar seperempat aset
produksi di Bumi.
1 Mohammed Bedjaoui, The Difficult Advance of Human Rights Towards Universality, in
Universality of Human Rights in a Pluralistic World, dilaporkan oleh Dewan Eropa, 1990. h. 45.
2
Sebagai contoh, nilai penjualan mobil salah satu perusahaan transnasional
pertahunnya di atas Gross National Product (GNP) dari 178 negara termasuk Afrika
Selatan, Malaysia, Norwegia, dan Saudi Arabia. Mereka menguasai 90% semua
teknologi dan produk paten di seluruh dunia, terlibat dalam 60% perdagangan dunia,
secara langsung mempekerjakan 90 juta orang (dua puluh persen di negara
berkembang).2 Kemampuan ekonomi yang dimiliki perusahaan transnasional yang
melebihi kemampuan sebuah negara, dapat mengintervensi kekuatan politik. Hal ini
menjadi kombinasi yang sangat sempurna dalam terciptanya pelanggaran-
pelanggaran HAM, karena apa yang dilakukan oleh entitas bisnis tentunya mendasari
diri dengan pendekatan cost accounting yang menempatkan keuntungan sebagai
tujuan utama dengan mengenyampingkan kepentingan sosial.3 Bahkan tidak hanya
korporasi skala internasional. Perusahaan di Indonesia sendiri menempati posisi
kedua teratas dalam pelaporan yang diterima oleh Komnas HAM atas pelanggaran
hak asasi manusia.4
The International Bill of Rights tidak memasukkan perusahaan sebagai subjek
penghormatan HAM,5 sedangkan semakin banyak bukti yang menunjukan bahwa
2 Rudi M. Rizki. Tanggung Jawab Korporasi Transnasional dalam Pelanggaran Berat HAM.
(PT Fikahati Aneska, Jakarta: 2012). h. 2.
3 Nash June and Max Kirsch, Corporate Culture and Social Responsibility: The Case Toxic
Wastes in a New England Community. (University Press of America, Maryland: 1994) h. 367.
4 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, “Laporan Data Pengaduan Tahun 2015 Sub bagian
Penerimaan dan Pemilahan Pengaduan”, (Jakarta: Komnas HAM, 2016), h. 7.
5 Louis Henkin, “The International Bill Of Rights: The Universal Declaration and the
Covenants,” dalam R. Bernhardt dan JA. Jolowicz (eds), International Enforcement of Human Rights,
1987.
3
aktivitas perusahaan sering bergesekan bahkan mengaborsi hak asasi individu dan
masyarakat. Hingga akhirnya dibentuklah sebuah dokumen internasional yang
berupaya memasukkan korporasi sebagai subjek hukum hak asasi manusia bernama
the Draft Norms.6 Dokumen tersebut mendapat penolakan keras, sehingga batal
disahkan.
Pasca terbuang nya the Draft of Norms, Koffi Anan selaku Sekjen PBB saat itu
menunjuk John Ruggie untuk mempertemukan para stakeholder kembali membahas
tentang perkembangan bisnis dan hak asasi manusia dari pendekatan yang berbeda.
Pada akhirnya John Ruggie mampu membuat laporan kepada Dewan HAM PBB
berupa pedoman prinsip hak asasi yang bernama United Nations Guiding Principles
on Business and Human Rights, Implementing the United Nations “Protect, Respect,
and Remedy” Framework (UNGP) atau dikenal juga dengan nama Ruggie’s
Principles,7 yang diadopsi menjadi Resolusi Dewan HAM PBB No. 17/4 16 Juni
2011. UNGP tersebut menjadi panduan minimum mengenai hal-hal yang harus
dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan tidak melakukan pelanggaran HAM.
Perangkat hukum perseroan di Indonesia saat ini hanya meberikan kewajiban
etika melakukan Good Corporate Governance yang dibuat sebagai syarat bantuan
asing ketika krisis moneter pada tahun 1998. Peraturan yang mengatur mengenai
6 IWGIA European Network On Indigenous Peoples, Business And Human Rights;
Interpreting The Un Guiding Principles for Indigenous Peoples; Report 16, 2014. h. 11.
7 Business & Human Rights Initiative (2010), “How to Do Business with Respect for Human
Rights: A Guidance Tool for Companies,” The Hague: Global Compact Network Netherlands. H. 21-
22.
4
GCG mengadopsi dari nilai-nilai yang terdapat dalam Organization Economics Co-
operation Development yang memiliki 5 prinsip yakni8 transparency, accountability,
responsibility, independence, and fairness. Pasca dikeluarkanya UNGP, OECD
menambahkan 1 prinsip yakni human rights, sedangkan pengaturan GCG di
Indonesia saat ini masih mengacu kepada OECD yang lama, sehingga perlu adanya
penyesuaian agar perangkat hukum selalu hadir mengikuti perkembangan zaman.
Pelanggaran HAM oleh sektor bisnis telah nyata hadir dirasakan oleh
masyarakat, namun korban dan pemerintah cenderung tidak sadar bahwa perusahaan
menjadi aktor pelanggar HAM. Bahkan, pelanggaran HAM oleh perusahaan kepada
orang lain dapat berimbas kepada konsumen lain yang tidak terdampak secara
langsung. Sebagai contoh, perusahaan sawit yang melanggar hak atas lingkungan
melakukan pembakaran di Sumatera untuk menghasilkan produk minyak sawit yang
murah akibat cost yang sedikit karena membuka lahan dengan cara membakar.9 Hak-
hak masyarakat Sumatera tentu terlanggar karena tidak mendapat lingkungan yang
sehat, bahkan cenderung terampasnya hak atas kehidupan, namun dampak tersebut
tidak hanya sampai pada orang Sumatera, melainkan juga orang-orang di ibu kota,
karena akibat pelepasan emisi tersebut maka lapisan ozon semakin menipis, sehingga
dampaknya cuaca semakin menyengat. Sedangkan masyarakat dengan tanpa sadar
terus membeli produk minyak sawit tersebut karena harga yang murah. Padahal
8 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi (I), (Bandung : Books Terrace & Library,
2007), h. 152.
9 http://setara-institute.org/kabut-asap-dan-urgensi-adopsi-united-nations-guiding-principles-ungpdalam-hukum-indonesia-2/, diakses pada Minggu, 22 Mei 2016. Pukul. 22.00.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
1 UU No. 22/ 2012
tentang Pengadaan
Tanah
a. Hak Ganti Kerugian
Dalam melaksanakan pengadaan tanah
demi kepentingan umum, pemerintah
wajib memberikan ganti kerugian dengan
nilai yang adil dan layak bagi para
pemegang hak yang dialihkan hak
milikinya untuk pembangunan.1
b. Hak atas Informasi
Pengadaan tanah juga mangharuskan
pihak pengadaan untuk memberikan akses
informasi dan sosialisasi yang seluas-
luasnya mengenai perencanaan
penyelenggaraan tanah. Serta informasi
tentang pengadaan tanah secara
keseluruhan. Hal ini penting untuk
memberikan masyarakat kondisi yang
sebenarnya terkait pengadaan tanah yang
akan mengambil hak mereka.2
a. Mekanisme penggantian ganti rugi
yang sepihak.3
b. Penetapan jumlah ganti rugi yang
sepihak.4
a. Tidak tersedia mekanisme pemuihan
(remedy) hak yang dirampas oleh
negara
2 UU No. 32/ 2009
tentang Perlindungan
dan Pengelolaan
a. Pengakuan hak atas lingkungan hidup
yang sehat dan baik.5
b. Pengakuan hak untuk mengakses
informasi, mendapat pendidikan
a. Pengecualian terhadap pembakaran
lahan, di mana demi kearifan lokal
boleh melakukan pembakaran
dengan batas maksimum 2 hektar
a. Masyarakat memiliki hak untuk
mengajukan pengaduan atas dugaan
terjadinya pencemaran lingkungan
hidup.12
1 Pasal 9 ayat (2) Undang-undang nomor 22 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah.
2 Pasal 55 Undang-undang nomor 22 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah.
3 Pasal 42 ayat (2) Undang-undang nomor 22 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah.
4 Pasal 43 Undang-undang nomor 22 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah.
5 Pasal 65 ayat (1) Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
Lingkungan Hidup
lingkungan hidup, akses partisipasi, dan
akses keadilan atas lingkungan hidup yang
sehat.6
c. Pengakuan hak untuk mengajukan usulan
atau keberatan terhadap rencana usaha
atau kegiatan yang diperkirakan dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.7
d. Pengakuan hak masyarakat adat.8
e. Larangan pembukaan lahan dengan cara
pembakaran.9
f. Memberikan imunitas terhadap orang
yang yang memprjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat
tidak dapat dituntut secara pidana atau
digugat secara perdata.10
perkepala keluarga dengan
pemberian batas sekat agar api tidak
menjalar.11
b. Hanya saja, dalam undang-undang ini
masih meletakkan instansi
pemerintah sebagai pihak yang harus
menerima pengaduan. Bukan
terhadap korporasinya. Namun,
pengaduan yang disampaikan oleh
masyarkat terhadap petugas tetap
akan diverifikasi kepada perusahaan
yang diduga sebagai sumber
pencemar lingkungan.13
3 UU No. 4/ 2009
tentang
Pertambangan
Mineral dan Batu
Bara
a. Hak atas tanah masyarakat :
Dalam undang-undang ini, hak atas tanah
masyarakat mendapat perlindungan
dengan mewajibkan perusahaan pemegang
izin IUP dan IUPK hanya dapat
melaksanakan kegiatan eksplorasi ketika
a. Mekanisme penanganan pelanggaran
HAM akibat industri pertambangan:
1) Mekanisme Hukum:
Masyarakat yang terkena
dampak negatif langsung dari
kegiatan usaha pertambangan
12 Pasal 65 ayat (5) dan (6) ) Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 6 Pasal 65 ayat (2) Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
7 Pasal 65 ayat (3) Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
8 Pasal 63 ayat (1) huruf t Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
9 Pasal 69 ayat (1) huruf h Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
10 Pasal 66 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
11 Penjelasan pasal 69 ayat (2) Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
13 Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan
Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
telah mendapat persetujuan dari pemegang
hak atas tanah yang bersangkutan.
Sehingga dalam hal kegiatan usaha,
perusahaan tidak bisa serta merta
memohon hak atas tanah tanpa mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari
masyarakat.14
b. Hak atas Lingkungan Hidup :
1) Pemegang Izin Usaha Pertambangan
dan Izin Usaha Pertambangan Khusus
wajib mematuhi batas toleransi daya
dukung lingkungan.15
2) Pemegang IUP dan IUPK wajib
menjamin penerapan standar dan
baku mutu lingkungan sesuai dengan
karakteristik suatu daerah.16
3) Pemegang IUP dan IUPK wajib
menjaga kelestarian fungsi dan daya
dukung sumber daya air yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.17
4) Setiap pemegang IUP dan IUPK
wajib menyerahkan rencana reklamasi
dan rencana pascatambang pada saat
mengajukan permohonan IUP
Operasi Produksi atau IUPK Operasi
Produksi.18
berhak :22
- Memperoleh ganti rugi yang
layak akibat kesalahan
dalam pengusahaan kegiatan
pertambangan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- Mengajukan gugatan kepada
pengadilan terhadap
kerugian akibat pengusahaan
pertambangan yang
menyalahi ketentuan.
2) Mekanisme non Hukum:
Pemerintah pusat dan Provinsi
memiliki kewenangan untuk
penyelesaian konflik masyarakat
di daerah yang menjadi
kewenangan pemerintah
mengeluarkan IUP. Namun,
tidak ditentukan secara pasti
bagaimana mekanisme
penyelesaian konflik tersebut.23
14
Pasal 135 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 15
Pasal 95 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 16
Pasal 97 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 17
Pasal 98 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 18
Pasal 99 ayat (1) Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
5) Pemegang IUP dan IUPK wajib
menyediakan dana jaminan reklamasi
dan dana jaminan pascatambang.19
c. Hak Keselamatan Kerja :
1) Pemegang IUP dan IUPK wajib
melaksanakan ketentuan keselamatan
dan kesehatan kerja pertambangan.20
d. Hak atas Pemberdayaan Masyarakat :
1) Pemegang IUP dan IUPK wajib
menyusun program pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat.21
4 UU No. 25/2007
tentang Penanaman
Modal
a. Penghormatan Tradisi Masyarakat
Setempat
Undang-undang penanaman modal
mewajibkan setiap penanam modal wajib
menghormati tradisi budaya masyarakat
sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman
modal. Meskipun secara eksplisit dalam
pasal 15 dinyatakan demikian, tetapi tidak
ada langkah konkrit yang dijelaskan
dalam undang-undang ini bagaimana
penghormatan tersebut dilakukan. Dan
dalam kondisi seperti apa penghormatan
terhadap tradisi budaya tersebut
dilanggar.24
a. Hak Atas Tanah
Undang-undang memberikan
kemudahan dalam akses terhadap
hak atas tanah bagi para investor.
Namun, pemberian kemudahan
tersebut tampaknya memiliki potensi
memunculkan pelanggaran HAM
akibat jangka waktu yang terlampau
panjang yang diberikan oleh undang-
undang. Bahkan melewati 1
generasi. Dalam pasal 22,
kemudahan perizinan tersebut
diberikan untuk HGU, HGB, dan
Hak Pakai. Di mana bentuk dari
kemudahan tersebut memberikan
hak kepada investor untuk
a. Tidak ada
22
Pasal 145 ayat (1) Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 23
Pasal 6 – 8 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 19
Pasal 100 ayat (1) Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 20
Pasal 96 huruf a Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 21
Pasal 108 ayat (1) Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 24
Pasal 15 huruf d Undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
b. Hak atas lingkungan hidup
Dalam undang-undang ini, investor wajib
menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Bahkan
untuk investor yang melakukan kegiatan
usaha di bidang sumber daya alam, wajib
mengalokasikan dana secara bertahap untuk
pemulihan lokasi yang memenuhi standar
kelayakan lingkungan hidup.25
mendapatkan izin waktu yang cukup
panjang, dapat diperpanjang di
muka, serta dapat diperbaharui.
Untuk HGB, perizinan diberikan
untuk jangka waktu 95 tahun, dapat
diperpanjang di muka 60 tahun, dan
diperbaharui selama 35 tahun.
Sehingga total nya adalah 200 tahun.
Bayangkan bahkan ini melampaui 3
generasi rata-rata usia hidup orang
Indonesia. Untuk HGU, perizinan
diberikan selama 80 tahun,
perpanjangan di muka 50 tahun, dan
diperbaharui 30 tahun. Total 160
tahun. Sedangkan untuk hak pakai,
perizinan diberikan selama 70 tahun,
perpanjangan di muka 45 tahun, dan
dapat diperbaharui selama 25 tahun.
Total 140 tahun. Dalam kontrak
yang sangat amat panjang ini tentu
potensi pelanggaran HAM akan
sangat besar karena perusahaan akan
sangat kuat menancapkan kuku nya
di Bumi Indonesia. Dan pengetahuan
masyarakat dari generasi ke generasi
tentang penanaman modal tersebut
semakin kabur.26
Meskipun pasal tersebut telah diuji
materil ke Mahkamah Konstitusi,
25 Pasal 16 huruf d Undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 26 Pasal 22 ayat (1) huruf a, b, dan c Undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
melalui putusannya nomor 21-
22/PUU-V/2007 hanya membatalkan
perpanjangan di muka. MK
menghendaki agar perpanjangan
harus diajukan melalui permohonan
kembali. Namun tidak mengurangi
lamanya hak-hak tersebut dimiliki
oleh perusahaan.
5 UU 22/ 2001 tentang
Minyak dan Gas
Bumi
a. Hak atas Lingkungan Hidup
Secara normatif, UU Migas
mengharuskan setiap badan usaha
untuk menjamin lingkungan hidup
yang lestari. Jaminan tersebut adalah
membebankan kewajiban bagi badan
usaha untuk melakukan pencegahan
dan penaggulangan pencemaran serta
pemulihan atas terjadinya kerusakan
lingkungan hidup.27
b. Hak Keselamatan Kerja
UU Migas juga mewajibkan badan
usaha untuk menjamin keselamatan
dan kesehatan kerja dan wajib
memanfaatkan tenaga kerja setempat
terlebih dahulu. Bahkan, kontraktor
diwajibkan memberikan peningkatan
kualitas hunian bagi pekerja dan
masyarakat setempat demi terciptanya
hubungan harmonis antara kontraktor
dan masyarakat.28
a. Hak atas Tanah
Negara mewajibkan setiap
pemilik hak atas tanah harus
memberikan izin kepada
perusahaan untuk melakukan
eksplorasi dan eksploitasi di atas
tanah pemegang hak milik
dengan menunjukan Kontrak
Kerja Sama atau salinannya.
Dengan terlebih dahulu
mendapat kesepakan dalam
penyelesaian hak atas tanah atau
jaminan penyelesaian.30
Hal ini
berpotensi menimbulkan
pelanggaran HAM di mana
seharusnya kesepakatan sudah
secara penuh dieksekusi barulah
ekplorasi dan eksploitasi bisa
dilakukan. Mengingat upaya
yang dapat ditempuh hanyalah
upaya hukum.
a. Tidak ada
27 Pasal 39 ayat (1) huruf b Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 28
Pasal 74 ayat (2) Pereturan Pemerintah nomor 35 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
c. Hak Ulayat
Badan usaha pada dasar nya harus
melakukan penyelesaian terhadap hak
atas tanah di atas tanah negara.
Penyelesaian tersebut dapat dilakukan
dengan cara jual beli, tukar-menukar,
ganti rugi yang layak, pengakuan atau
bentuk lain yang disepakati.
Pengakuan termasuk ke dalam
pengakuan atas hak ulayat, sehingga
musyawarah pelepasan hak ulayat
daat dilakukan secara hukum adat
pihak yang berkepentingan.29
6 UU No. 30/ 2009
tentang
Ketenagalistrikan
a. Hak atas Lingkungan Hidup.
Setiap kegiatan usaha di bidang
ketenagalistrikan wajib memenuhi
segala pengaturan yang ada di
peraturan perundag-undangan di
bidang lingkungan hidup.31
Dengan
kata lain, hak-hak yang di atur dalam
UUPPLH juga terakomodir dalam
UU Ketenagalistrikan.
a. Perizinan atas kegiatan usaha
ketenagalistrikan di atas tanah
ulayat, penyelesaiannya sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan dengan
memperhatikan hukum adat
setempat.32
Yang mana dalam
peraturan perundang-undangan
di bidang pertanahan, pasal hak
ulayat selalu manjadi semantik.
Karena tertutup oleh pasal
kepentingan umum dan
kepentingan nasional. Tentu hal
a. Tidak ada mekanisme khusus.
Hanya ada beberapa pasal yang
mengatur mengenai tindak
pidana disertai dengan ganti
kerugian bagi korban.
30
Pasal 35 Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 29
Penjelasan pasal 34 UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 31
Pasal 42 Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. 32
Pasal 30 ayat (6) Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
ini berpotensi melanggar hak
ulayat bagi masyarakat hukum
adat demi mendapat tanah untuk
melakukan kegiatan usaha
ketenagalistrikan.
Untuk kepentingan umum pula,
perusahaan dapat menggunakan
tempat milik pribadi untuk
kegiatan usaha ketenagalistrikan
dengan perizinan oleh instansi.33
Namun, mekanisme perizinan
tersebut tidak sama sekali
menyinggung soal kesepakatan
orang yang memiliki hak pribadi
tersebut.
b. Dalam pemanfaatan tenaga
listrik untuk segala jenis
instalasi baik pembangkit hingga
rumah tangga, wajib disertai
dengan Sertifikat Laik Operasi
(SLO),34
jika tidak dengan SLO,
maka akan dipidana maksimal 5
tahun dan denda 500juta
rupiah.35
Namun, tidak ada
jaminan apapun atas SLO
tersebut jika pada suatu waktu
instalasi mengalami kerusakan
hingga menimbulkan kerugian.
Sehingga SLO tersebut seakan
33
Pasal 27 ayat (1) huruf d Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. 34 Pasal 44 ayat (4) Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. 35 Pasal 54 ayat (1) Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
hanya sebagai hambatan bagi
setiap orang untuk dapat
menikmati listrik. Ketentuan
tersebut diajukan Judicial
Review, akan tetapi putusan
Mahkamah hanya
menghilangkan sanksi pidana
maksimal 5 tahun dengan hanya
memberikan sanksi denda
karena dengan pertimbangan
bahwa SLO adalah syarat
administratif sehingga tidak
tepat dikenakan ultimum
remedium berupa pidana.
Namun, putusan ini tidak
berdampak besar pada potensi
pelanggaran HAM yang ada
dalam norma tersebut.36
7 UU No. 1/ 2011
tentang Perumahan
a. Hak atas Lingkungan Hidup
Undang-undang ini mengamanahkan
pembangunan perumahan harus
memperhatikan keserasian manusia
dengan lingkungan hidup. Meskipun
pasal ini tidak secara kuat menjamin
lingkungan hidup.37
b. Hak atas Keterbukaan Informasi:
Setiap orang berhak untuk mendapat
informasi yang berkaitan dengan
a. Dalam pembangunan perumahan
demi kepentingan umum,
mengacu kepada undang-undang
pengadaan tanah yang mana kita
tahu banya permasalahan yang
ada di sana seperti penitipan
ganti kerugian ke pengadilan
negeri dan tidak ada upaya
hukum atau keberatan atas itu.40
Dalam hal tanah yang dikuasai
negara terdapat tanah garapan
a. Tidak ada mekanisme khusus
atas hal ini. Hanya saja undang-
undangn ini memberikan hak
untuk mengajukan gugatan
secara class action.42
36 Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 58/PUU-XII/2014. 37 Pasal 58 ayat (2) huruf e Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.38
c. Hak Hunian yang layak:
Terdapat pengaturan mengenai
alokasi dana untuk pembangunan
rumah bagi masyrakat berpenghasilan
rendah sehingga memenuhi
kebutuhan atas hunian bagi seluruh
masyarakat.39
masyarakat, maka hak terhadap
perusahaan diberikan setelah
melalui proses penyelesaian
dengan ganti rugi kepada
masyarakat. Namun, undang-
undang memberikan angin
potensi pelanggaran HAM
dengan menyatakan “apabila
tidak terjadi kesepakatan,
penyelesaian sesuai dengan
peraturan perundang-
undangan’.41
Ini membuktikan
pengaburan terhadap ganti
kerugian sangat berpotensi
terlanggarnya hak masyarakat.
8 UU No. 1/ 2014
tentang Perubahan
atas UU No. 27/ 2007
tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
a. Hak masyarakat adat dan lokal.
Dalam Pemanfaatan ruang dan
sumber daya Perairan Pesisir dan
perairan pulau-pulau kecil pada
wilayah Masyarakat Hukum Adat
oleh Masyarakat Hukum Adat
menjadi kewenangan Masyarakat
Hukum Adat setempat.43
Dan jika
pihak lain ingin mengusahakan
wilayah pesisir, harus berdasarkan
izin menteri dengan pertimbangan
wilayah tersebut belum ada
40
Pasal 106 huruf f Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan. 42
Pasal 129 huruf f Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan. 38
Pasal 129 huruf c Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan. 39
Pasal 13 huruf g Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan. 41
Pasal 107 ayat (3) dan (4) Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan. 43
Pasal 21 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
masyarakat lokal yang melakukan
pemanfaatan.44
9 UU No. 31/ 2004 dan
UU No. 45/ 2009
tentang Perikanan
a. Hak atas lingkungan hidup yang
lestari
Pengelolaan perikanan di wilayah
Republik Indonesia harus dilakukan
untuk tercapainya manfaat yang
optimal dan berkelanjutan, serta
terjaminnya kelestarian sumber daya
ikan.45
Hal ini dilakukan dengan
pemerintah membuat kebijakan yang
mengatur mengenai besaran jumlah
ikan yang bisa ditangkap, ketentuan
standar operasional penangkapan
ikan, batasan pemakaian alat
penangkap ikan, dan lain sebagainya.
b. Hak masyarakat adat.
Pengelolaan untuk kepentingan
penangkapan ikan dan
pembudidayaan ikan harus
mempertimbangkan hukum adat dan
kearifan lokal. Di mana hukum adat
dan kearifan lokal yang dimasksud
adalah yang tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional.46
a. Penggunaan alat peledak, bahan
biologis, bahan kimia, serta alat
lain dalam penangkapan ikan
dan pembudidayaan ikan dapat
diperbolehkan untuk melakukan
penelitian.47
a. Pada dasar nya tidak ada
mekanisme khusus yang
disediakan dalam undang-
undang ini. Hanya mekanisme
pengadilan khusus yakni
pengadilan perikanan untuk
tindak pidana di bidang
perikanan.48
44
Pasal 26A ayat (1) juncto ayat (4) Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 45
Pasal 6 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. 46
Pasal 6 ayat (2) dan Penjelasan pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan 47
Pasal 8 ayat (5) Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
10 UU No. 39/ 2014
tentang Perkebunan
a. Hak Ulayat
Usaha perkebunan yang diatur dalam
UU ini harus memperhatikan
keberlangsungan hak ulayat. Secara
normatif, telah di amanahkan dalam
UU bahwa setiap pelaku usaha yang
membutuhkan tanah untuk usaha
namun tanah yang dibutuhkan milik
hak ulayat, maka pengalihan tersebut
harus didasarkan kesepakatan dan
musyawarah dengan masyarakat
hukum adat disertai dengan
imbalan.49
Izin usaha perkebunan di
atas tanah ulayat tidak dapat
diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang sampai dicapainya
kesepakkatan antara masyarakat
hukum adat dengan pengusaha.50
Bahkan jika izin tersebut tetap terbit,
sanksinya adalah pidana bagi pejabat
dengan maksimal penjara 5 tahun
atau dengan paling banyak 5 Milyar
Rupiah.51
Pelaku usaha juga dilarang
melakukan pembukaan lahan dengan
cara pembakaran.52
b. Hak atas Lingkungan Bersih
a. Kriminalisasi kawasan
perkebunan, serta memanen
dan/atau memungut hasil
perkebunan.56
Di mana sanksi
atas hal tersebut adalah pidana
maksimal 4 tahun dan denda
maksimal 4Milyar Rupiah.57
Norma ini tampak sangat luas
sehingga bisa dikatakan pasal
karet yang berpotensi
mengkriminasliasi masyarakat
sekitar wilayah perkebunan.
b. Kekerasan
Pelaku usaha perkebunan dapat
melaukan kemitraan dengan
dengan pihak lain dalam hal
menjaga keamanan,
kesinambungan, dan keutuhan
usaha perkebunan.58
a. Undang-undang ini hanya
memberikan mekanisme upaya
untuk melakukan tindakan jiak
terjadi kebakaran hutan, yakni
dengan wajib memiliki sistem,
sarana, dan prasarana
pengendalian kebakaran lahan
dan kebun.59
48 Pasal 71 undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. 49
Pasal 12 ayat (1) Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 50
Pasal 17 ayat (1) Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 51
Pasal 103 Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 52
Pasal 56 ayat (2) Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
Pelaku usaha perkebunan diberikan
kewajiban untuk memelihara
kelestarian lingkungan hidup.53
Memelihara kelestarian lingkungan
ini meliputi mencegah dan
menaggulangi pencemaran dan
pengrusakan lingkungan hidup yang
ditimbulkan oleh kegiatan usaha dari
pelaku usaha perkebunan. Pemerintah
baik pusat maupun daerah pun
diwajibkan memberikan pembinaan
dan memfasilitasi pemeliharaan
kelestarian tersebut.54
Usaha
perkebunan juga mewajibkan amdal
sebagai prasyarat untuk
diterbitkannya izin usaha yang
memiliki dampak besar terhadap
lingkungan.55
11 UU No. 41/ 1999
tentang Kehutanan
a. Hak masyarakat hukum adat.
Hutan yang masih terdapat
keberadaan masyarakat hukum adat,
maka masyarakat hukum adat berhak
untuk melakukan pemungutan hasil
hutan untuk pemenuhan kebutuhan
a. Pemerintah berhak untuk
melakukan penetapan kawasan
hutan dengan memberi
kompensasi terhadap pemegang
hak atas tanah yang tanahnya
dijadikan wilayah peruntukan
a. masih sama dengan beberapa
peraturan lain, UU kehutanan
menyediakan mekasinme
pengadilan untuk penyelesaian
sengketa. Namun, UU ini juga
mengharapkan penyelesaian di
56
Pasal 55 Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 57
Pasal 107 Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 58 Penjelasan pasal 57 ayat (1) Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 59
Pasal 56 ayat (2) Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 53
Pasal 67 ayat (1) Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 54
Penjelasan pasal 67 ayat (1) Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. 55
Pasal 67 ayat (3) huruf a Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
No. Undang-undang RI Compliance with UNGD Not Compliance with UNGD Mekanisme Penanganan Pelanggaran
hidup, dan juga melakukan kegiatan
pengelolaan berdasarkan hukum adat.
Namun pemberian hak ini tidak
sepenuh hati karena pengelolaan
tersebut harus sesuai dengan
peraturan peundang-undangan.60
b. Hak atas informasi.
UU kehutanan mengatur bahwa
masyarakat berhak mendapatkan
informasi rencana peruntukan lahan,
pemanfaatan hasil hutan, dan
informasi kehutanan lainnya.61
penetapan wilayah hutan.
Namun, mekanisme kompensasi
tersebut secara sepihak
ditentukan oleh pemerintah
tanpa adanya musyawarah dan
lain sebagainya.62
Selain itu juga terdapat norma
yang terlalu luas sehingga dapat
berujung kriminalisasi, hal itu
tergambar
bahwa msasyarakat dilarang
untuk menduduki hutan tanpa
izin, merambah kawasan hutan,
menabang pohon atau memanen
hasil di dalam hutan tanpa izin
pejabat yang berwenang,
membawa alat yang lazim
digunakan untuk menebang,
memotong, dan membelah
pohon di dalam kawasan hutan
tanpa izin. Bahkan sampai
menggembalakan hewan ternak
di hutan tanpa izin.63
luar pengadilan khusus untuk
sengketa yang tidak termasuk
tindak pidana dalam UU
tersebut. Dengan tujuan
pengembalian hak, ganti rugi,
dan pemulihan lain lebih di
kedepankan.64
60
Pasal 67 ayat (1) dan (2) Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 61
Pasal 68 ayat (2) huruf b Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 62
Pasal 68 Undang- undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 63
Pasal 50 Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. 64
Pasal 74 Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
1
PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK
ASASI MANUSIA UNILEVER
Kami meyakini bahwa bisnis hanya dapat berkembang dalam masyarakat yang melindungi
dan menghormati hak asasi manusia. Kami sadar bahwa bisnis memiliki tanggung jawab
dalam menghormati hak asasi manusia dan memiliki kapasitas untuk memberikan
pengaruh yang positif terhadap hak asasi manusia.
Ini merupakan wilayah pertumbuhan yang penting bagi karyawan, pekerja, pemegang
saham, investor, pelanggan, konsumen, dan masyarakat tempat kami beroperasi serta
kelompok masyarakat sipil. Oleh karena itu terdapat hal yang berkaitan dengan bisnis dan
moral untuk memastikan hak asasi manusia ditegakkan di dalam operasi dan rantai nilai
kami. Pernyataan Hak Asasi ini berisi prinsip-prinsip menyeluruh yang kami tanamkan ke
dalam kebijakan dan sistem kami.
Kebijakan Kami
Sejalan dengan Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Hak Asasi Manusia dan Bisnis, kami
mendasarkan komitmen kebijakan hak asasi manusia pada Undang-Undang Internasional
Hak Asasi Manusia(terdiri dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya) dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan hak-hak dasar yang
diatur dalam Deklarasi Organisasi Buruh Internasional tentang Prinsip dan Hak Dasar di
Tempat Kerja. Kami mengikuti Pedoman OECD untuk Perusahaan Internasional dan
merupakan salah satu yang menandatangani pendirian Global Compact Perserikatan
Bangsa-Bangsa.Kami memiliki komitmen untuk menghormati semua hak asasi manusia
yang diakui secara internasional yang relevan dengan operasi kami.
Prinsip kami yaitu ketika terdapat hukum nasional dan hak asasi manusia internasional yang
berbeda, maka kami akan mengikuti standar hukum yang lebih tinggi; ketika mereka berada
dalam pertentangan, kami akan mematuhi hukum nasional sambil mencari cara untuk
menghormati hak asasi manusia internasional semaksimal mungkin.
Visi Kami
Visi unilever yaitu untuk melipatgandakan ukuran bisnis, sembari mengurangi jejak
lingkungan kami dan meningkatkan pengaruh sosial yang positif.
Kami menyadari bahwa kami harus mengambil langkah-langkah untuk mengidentifikasi
dan mengatasi dampak aktual atau merugikan yang mungkin saja kami terlibat di
dalamnya secara langsung maupun tidak langsung dari aktivitas atau hubungan bisnis
kami.Kami mengelola risiko ini dengan mengintegrasikan tanggapan atas pemeriksaan
tuntas ke dalam kebijakan dan sistem internal, bertindak atas temuan, melacak tindakan
kami, serta berkomunikasi dengan para pemegang saham kami tentang cara kami
mengatasi dampak yang muncul.
Kami memahami bahwa pemeriksaan tuntas hak asasi manusia merupakan proses
berkelanjutan yang memerlukan perhatian khusus pada tahap tertentu dalam aktivitas
bisnis kami, karena perubahan tersebut dapat menciptakan dampak hak asasi manusia yang
aktual dan potensial, seperti ketika kami membentuk kemitraan baru atau perubahan
kondisi operasi.
Di negara tertentu tempat kami beroperasi, terdapat risiko yang tinggi dan sistemik
terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Kami memahami hal ini berarti bahwa kami
harus mengadakan pemeriksaan tuntastambahan untuk menilai risiko tersebut dan
mengatasinya secara efektif, jika sesuai, dengan menggunakan dana pinjaman kami untuk
bekerja dalam hubungan satu lawan satu atau kemitraan berbasis global.
Kami menyadari pentingnya dialog dengan karyawan, pekerja kami dan pemegang saham
dari luar yang dapat terpengaruh oleh tindakan kami. Kami memberikan perhatian khusus kepada individu atau kelompok yang mungkin berada pada risiko yang lebih besar dari dampak negatif hak asasi manusia disebabkan oleh kerentanan atau marginalisasi serta menyadari bahwa perempuan dan laki-laki menghadapi risiko yang berbeda.
Pemulihan
Kami menempatkan pentingnya penyediaan pemulihan yang efektif di mana saja terjadi
dampak hak asasi manusia melalui mekanisme pengaduan berbasis perusahaan.Kami
terus membangun kesadaran serta pengetahuan karyawan dan pekerja kami tentang hak
asasi manusia termasuk hak tenaga kerja, serta mendorong mereka untuk menyampaikan
suaranya mengenai keprihatinan yang mereka miliki melalui saluran pengaduan kami, tanpa
retribusi. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kapasitas pengelolaan kami untuk
4
mengidentifikasi dan menanggapi masalah secara efektif. Kami juga mendorong
penyediaan mekanisme pengaduan yang efektif oleh pemasok kami.
Pemberdayaan Perempuan melalui Hak Asasi, Keterampilan, dan Peluang
Banyak perempuan di duniaberhadapan dengan diskriminasi dan kerugian, kurangnya
akses untuk keterampilan dan pelatihan, serta menghadapi beragam hambatan untuk
berpartisipasi aktif dalam bidang ekonomi. Mereka sering kekurangan perlindungan hak
dan hukum yang mendasar. Kemiskinan, diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan
merupakan rintangan utama menuju peluang.
Perempuan adalah bagian yang tak dapat dipisahkan dalam model dan ambisi
pertumbuhan bisnis kami. Kami berusaha untuk mengelola dan mengembangkan bisnis
yang bertanggung jawab secara sosial di mana perempuan dapat berpartisipasi atas dasar
kesetaraan.Kami meyakini bahwa hak-hak perempuan dan inklusi ekonomi merupakan
prioritas dalam keberhasilan jangka panjang. Pendekatan
kami diawali dengan menghormati hak-hak perempuan kemudian meluas ke promosi
mereka dan juga membantu mengembangkan keterampilan serta membuka peluang,
semua hal tersebut berada dalam operasi dan rantai nilai kami.
Pemerintahan Kami
Pekerjaan kami di bidang ini diawasi oleh Direktur Eksekutif Unilever, didukung oleh
Eksekutif Kepemimpinan Unilever termasuk Direktur Rantai Pasokan, Direktur Sumber Daya
Manusia, Direktur Pemasaran dan Komunikasi serta Direktur Urusan Hukum dan juga
Direktur Ketahanan dan Wakil Presiden Global untuk Dampak Sosial. Hal ini menjamin
bahwa setiap bagian bisnis kami memiliki tanggung jawab yang jelas untuk menghormati
hak asasi manusia. Pengawasan pada tingkat dewan diberikan oleh Komite
Pertanggungjawaban Perusahaan Unilever PLC.
Masa yang Akan Datang
Kami meyakini bahwa produk kami memberikan banyak manfaat positif, terutama di bidang
kesehatan dan sanitasi. Sebagai bagian dari ambisi kami untuk Meningkatkan Penghidupan,
kami menyatakan komitmen kami untuk terwujudnya Keadilan di Tempat Kerja, Peluang
untuk Perempuan dan Bisnis Inklusif.
5
Kami mengevaluasi dan meninjau secara berkelanjutan tentang cara terbaik untuk
memperkuat pendekatan kami dalam mengatasi hak asasi manusia, termasuk hak tenaga
kerja. Kami percaya bahwa bekerja melalui program eksternal dan kemitraan, lebih
sering merupakan cara terbaik untuk mengatasi tantangan, misalnya dengan industri lain,
LSM, serikat buruh, pemasok dan mitra bisnis lainnya.
Kami akan melacak dan melaporkan perkembangan secara terbuka setiap tahun.
Pernyataan Kebijakan Hak Asasi Manusia ini menggabungkan komitmen yang ada dan
memberikan peningkatan akan kejelasan proses dan prosedur kami. Prinsip-prinsipnya