BAB I PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS 1.1. Definisi Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit yang dikarakteristikan dengan adanya Obstruksi aliran udara yang dikenal sebagai Chronic Bronchitis atau Emphysema. Obstruksi aliran udara biasanya progresif dan mungkin disertai dengan Hyperreactivity akiran udara dan digambarkan sebagai Partially Reversible. ( American Thoracic Society ). PPOK adalah penyakit yang dikarakteristikan sebagai keterbatasan Airflow yang tidak sepenuhnya reversible. Keterebatasan aliran udara ini biasanya progressive dan dihubungkan dengan respon inflamasi yang abnormal paru – paru terhadap partikel berbahaya atau gas. ( Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease ). 1.2. Epidemiologi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS
1.1. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit yang
dikarakteristikan dengan adanya Obstruksi aliran udara yang dikenal sebagai
Chronic Bronchitis atau Emphysema. Obstruksi aliran udara biasanya progresif
dan mungkin disertai dengan Hyperreactivity akiran udara dan digambarkan
sebagai Partially Reversible. ( American Thoracic Society ).
PPOK adalah penyakit yang dikarakteristikan sebagai keterbatasan
Airflow yang tidak sepenuhnya reversible. Keterebatasan aliran udara ini biasanya
progressive dan dihubungkan dengan respon inflamasi yang abnormal paru – paru
terhadap partikel berbahaya atau gas. ( Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease ).
1.2. Epidemiologi
- Paling sering/ paling utama terjadi pada perokok.
- Non-perokok:
o Wanita yang terlalu lama terpapar oleh polusi indoor sewaktu
memasak.
o Para pekerja yang dihubungkan dengan kadar tinggi partikel yang
dihirup.
- ± 14 juta orang di US:
o 12,5 juta memiliki bronchitis kronis.
o 1,65 juta partikel yang dihirup.
- Penyebab kematian ke-4 di US sebagian besar wanita.
- Persentase perokok pada populasi dewasa di US lebih dari 50% dropped,
kira-kira 25%nya meninggal pada usia 30 tahun.
- Survei th 2001: Di US, kira-kira 12.1 jt pasien menderita PPOK, 9juta
menderita bronkitis kronis, dan sisanya menderita emphysema, atau
kombinasi keduanya.
- The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan, jumlah
penderita PPOK sedang hingga berat di negara-negara Asia Pasifik
mencapai 56, 6 juta penderita dengan angka prevalensi 6,3 persen.
- Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita
dengan prevalensi 5,6 persen. Kejadian meningkat dengan makin
banyaknya jumlah perokok (90% penderita PPOK adalah smoker atau ex-
smoker)
1.3. Etiologi
1. Rokok : yang paling utama
2. Environmental Pollution
3. Genetic faktor.
4. Infection
Definisi MikroorganismeGroup A Mid exacerbation:
No risk factors for poor outcome
H. influenzaS. pneumoniaeM. catarrhalis
Chlamydia pneumoniaeViruses
Group B Moderate exacerbationwith risk factor(s) forpoor outcome
Group A plus, presence ofresistant organisms (β-lactamase producing, penicillin-resistant S.pneumoniae), Enterobacteriaceaae(K.pneumoniae, E.coli, Proteus, Enterobacter, etc)
Group C Severe exacerbation with risk factors forP.aeruginosa infection
Group B plus:P.aeruginosa
1.4. Faktor Resiko
1) Genetik
PPOK adalah polygenic disease dan contoh klasik interaksi antara gene-
environment. Terjadi deficiency alpha-1 antitrypsin. Gen yang mudah
terpengaruh PPOK meliputi chromosome 2q. Genetik yang berhubungan
dengan pathogenesis PPOK meliputi transforming growth factor beta 1 (TGF-
β1), microsomal epoxide hydrolase 1 (mEPHX1), dan tumor necrosis factor
alpha (TNFα).
2) Paparan partikel
o Tobacco smoke
Perokok aktif mempunyai prevalence abnormalitas symptom
respiratory dan fungsi paru, meningkatkan mortality rate PPOK
dibandingkan perokok pasif. Resiko untuk PPOK berhubungan
dengan usia saat mulai merokok, banyaknya merokok, dan seringnya
merokok. Perokok pasif juga dapat berhubungan dengan gejala
respiratory dan PPOK karena peningkatan total partikel dan gas yang
dihirup. Merokok selama kehamilan juga dapat beresiko terhadap
fetus, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru in utero
dan juga system imun.
o Occupational dusts, organic, and inorganic
Exposure meliputi organic dan inorganic dust dan agen kimia dan
asap.
o Indoor air pollution from heating and cooking
kayu, kotoran hewan, sisa tanaman, dan batubara, biasanya dibakar
dalam api terbuka atau kurang berfungsinya kompor, berperan
terhadap tingginya level indoor air pollution. Tanda indoor air
pollution dari biomass cooking dan heating pada tempat tinggal yang
berventilasi buruk adalah factor resiko penting untuk PPOK.
o Outdoor air polution
Polusi udara yang tinggi dapat membahayakan individu untuk terkena
penyakit jantung atau paru-paru.
3) Pertumbuhan dan perkembangan paru-paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses yang terjadi selama
kehamilan, kelahiran dan exposure selama childhood.
4) Oxidative stress
Paru-paru secara terus menerus terexpose terhadap oxidant baik secara
endogen dari phagocyte dan type cell lain atau secara exogen dari polusi
udara atau cigarette smoke. Ketika terjadi ketidakseimbangan antara
oxidant dan antioxidant terjadi oxidative stress.
5) Gender
Gender dalam perkembangan PPOK unclear. Dahulu, dalam penelitian
memperlihatkan prevalence dan mortality PPOK lebih tinggi pada pria
dibanding wanita, namun seiring perkembangan prevalence antara pria dan
wanita sama. Pada beberapa penelitian menyatakan prevalence pada
wanita lebih tinggi dibanding pria.
6) Usia
7) Respiratory infections
Infeksi virus dan bakteri mungkin berkontribusi terhadap pathogenesis dan
progresi PPOK, dan koloni bakteri berhubungan dengan airflow limitation,
dan juga berperan terhadap exacerbation.
8) Socioeconomic status
Bukti resiko berkembangnya PPOK yang berhubungan dengan status
sosioekonomi masih unclear, walaupun berhubungan terhadap paparan
terhadap indoor dan outdoor air pollutants , keramaian, nutrisi yang buruk
atau factor lain yang berhubungan dengan status ekonomi yang rendah.
9) Nutrisi
Malnutrisi dapat mengurangi kemampuan otot respirasi ketika ekspirasi
dan inspirasi.
1.5. Klasifikasi
Spiometric Classification of COPD Severity Based of Post-Bronchodilator FEV1
dari<5cm hingga>2 cm, terkadang berbentuk seperti cyst
4. Airspaces enlargement with fibrosis (irregular)
Acinus irregular
Biasanya terdapat scarring
Asimptomatik dan tanda-tanda yang significant
1.7.2.6 Patogenesis
Perbedaan emphysema dan chronic bronchitis
PredominantBronchitis
PredominantEmphysema
Age (yr) 40-45 50-75Dyspnea Mild ; late Severe; earlyCough Early ; copious sputum Late; scanty sputumInfection Common OccasionalRespiratory insufficiency Repeated TerminalCor pulmonale Common Rare; terminalAirway resistance Increased Normal or slightly
increasedElastic recoil Normal LowChest radiograph Prominent vessels ; large
heartHyperinflation; small heart
Appearance Blue bloater Pink puffer
Pink puffer : Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathin. Pasien yang over ventilasi dan
oksigenasi yang tetap baik.
Blue bloater : Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
Pasien dengan chronic bronchitis lebih sering mempunyai riwayat recurrent
infection, jumlah purulen sputum banyak, hypercapnia, dan severe hypoxemia.
1.8. Diagnosis Banding
(Sumber: Pauwels, R et al. Global Strategy For The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD). Updated 2007)
1.9. Diagnosis
Sesak nafas/dyspnea,
Batuk kronis atau produksi sputum, dan/atau
Riwayat paparan terhadap faktor resiko terutama rokok.
Diagnosis dikonfirmasi dengan spirometri
(Sumber: Pauwels, R et al. Global Strategy For The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD). Updated 2007)
1) Inspeksi
Sianosis sentral
Keabnormalitasan dinding dada, seperti barrel chest shaped, relatively
horizontal ribs, dan protruding abdomen.
Hemi-diafragma mendatar
Peningkatan kecepatan respirasi dan menjadi lebih dangkal.
Pursed-lip breathing
Retraksi otot-otot pernafasan.
Edema pada tungkai bawah
2) Palpasi dan Perkusi
Seringkali kurang membantu dalam COPD
Deteksi apeks jantung akan sulit karena adanya hiperinflasi.
Penurunan letak liver.
3) Auskultasi
Penurunan suara pernafasan
Mengi
Crackles
Suara jantung paling terdengar pada xiphoid area.
4) Spirometri:
Forced Vital Capacity (FVC)
Forced Expiratory Volume dalam 1 detik (FEV1)
Hitung rasio FEV1 /FVC
5) Investigasi Tambahan
Chest X-ray
Tanda-tanda hyperinflation (diapragm yang mendatar pada lateral
chest film, dan peningkatan volume retrosternal air space),
hyperlucency of the lung.
Alpha-1 antitrypsin deficiency screening
Pada pasien Caucasian muda yang berkembang COPD (<45 tahun)
atau yang mempunyai riwayat keluarga COPD, dapat diperiksa
coexisting Alpha-1 antitrypsin deficiency.
1.10. Derajat Keparahan COPD
Tingkat Nilai FEV1 dan gejala0
berisikoMemiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea.Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi), spirometri normal
Iringan
FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%, umumnya ada gejala batuk kronis dan produksi sputum, tapi tidak selalu. Pada tahap ini, pasien biasanya bahkan belum merasa bahwa paru-parunya bermasalah
IIsedang
FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%, gejala biasanya mulai
progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.III
beratFEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau serangan penyakit.
IVsangat berat
FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 > 30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafasan atau gagal jantung kanan/cor pulmonale. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu dan serangan mungkin mengancam jiwa.
1.11. Komplikasi
Bronkitis akut
Pneumonia
Pulmonary thromboembolism
Heart failure
Hipertensi pulmonal
Cor pulmonale
Gagal nafas kronis
Pneumotoraks spontan
1.12. Penatalaksanaan
1.12.1 Non Farmakologis
Menghentikan kebiasaan merokok
Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan OR dan latihan
pernafasan
Perbaikan nutrisi
1.12.2 Farmakologis
Terapi oksigen à pemberian > 15 jam/hari untuk pasien gagal nafas
kronis
Antikolinergik inhalasi à first line therapy, dosis harus cukup tinggi : 2
puff 4 – 6x/day; jika sulit, gunakan nebulizer 0.5 mg setiap 4-6 jam prn,
exp: ipratropium atau oxytropium bromide,
Simpatomimetik à second line therapy : terbutalin (400-500 μg, 4-6 jam),
salbutamol (100-200μg, 4-6 jam)
Kombinasi antikolinergik dan simpatomimetik à untuk meningkatkan
efektifitas (aminofilin IV 240 mg atau teofilin)
Corticosteroid:
Oral à Prednisone 0,5 mg/kg/hari selama 14 – 21 hari)
Inhalasi à 6 – 12 minggu
Antibiotik, indikasi:
Eksaserbasi akut
Bronkitis akut
Mencegah eksaserbasi akut dari bronkitis kronis (profilaktik)
trimetroprim-sulfametoksazol (160/800 mg setiap 12 jam),
amoxicillin/amoxicillin-clavulanate (500 mg setiap 8 jam), atau
doxycycline (100 mg setiap 12 jam) diberikan selama 7 – 10 hari.
α1 antitrypsin IV (60 mg/kgBB 1 x seminggu)
Operasi
Lung transplantation
Lung volume reduction surgery
Bullectomy
1.13. Pencegahan
Smoking cessation
Untuk high-risk patient à Vaksin influenza (tiap tahun) dan infeksi
pneumokokal (5-10 tahun)
1.14. Prognosis
Indikator: umur dan keparahan
Jika ada hipoksia dan cor pulmonale prognosis jelek
Dyspnea, obstruksi berat saluran nafas, FEV1 < 0.75 L (20%) angka
kematian meningkat, 50% Pasien berisiko meninggal dalam waktu 5 tahun
BAB II
EKSASERBASI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS
2.1. Definisi
Suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan perubahan dyspnea, batuk,
dan atau sputum, kondisi memburuk dari keadaan normal dari hari ke hari
bervariasi, onset akut dan memerlukan pengobatan tambahan.