Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Terbukanya antara traktus urinarius dan dunia luar disebut fistula. Yang paling sering adalah fistula vesikovaginal dimana lokasinya antara kandung kemih dan uretra, namun fistula dapat juga terjadi antara vagina uterus ataupun kandung kemih. Diseluruh dunia penyebab umum dari fistula vesikovaginal adalah persalinan macet. Hal ini juga terjadi di dunia barat pada 150 tahun yang lalu, tetapi dengan semakin majunya ketersedian layanan obstetri dasar dan majunya obstetri intervensi hampir menghapuskan masalah ini pada negara – negara maju sedangkan negara tertinggal masih belum beruntung dan berkutat pada masalah ini. (Nygaard, 2007) Persalinan macet sering terjadi di daerah pedesaan di mana gadis-gadis yang menikah muda (kadang-kadang pernikahan yang amat dini 9-10 tahun ) dan di mana transportasi buruk dan akses ke pelayanan kesehatan yang terbatas . Dalam keadaan seperti itu , kehamilan sering terjadi pasien beberapa saat setelah menstruasi baru pertama kali dimulai dan sebelum pertumbuhan tulang dari ibu selesai . Ketika persalinan dimulai , disproporsi sefalopelvik adalah hal yang umum terjadi, dan sedikit sekali yang bisa dilakukan untuk memperbaiki malpresentasi janin . Pasien mungkin dalam proses persalinan selama 5 sampai 6 hari tanpa intervensi, dan jika ibu bertahan hidup, mereka biasanya melahirkan bayi yang lahir mati . Dalam kasus tersebut , jaringan lunak panggul telah hancur oleh tekanan konstan dari kepala janin , menyebabkan terjadinya cedera vaskular iskemik dan nekrosis jaringan. Ketika jaringan ini melunak, fistula urogenital atau rektovaginal akan mudah terjadi. Banyak dari pasien ini memiliki fistula kompleks atau multipel, yang melibatkan 1
32

Fistel Klir

Oct 22, 2015

Download

Documents

Ade Aulia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fistel Klir

BAB I

PENDAHULUAN

Terbukanya antara traktus urinarius dan dunia luar disebut fistula. Yang paling sering adalah

fistula vesikovaginal dimana lokasinya antara kandung kemih dan uretra, namun fistula dapat juga

terjadi antara vagina uterus ataupun kandung kemih. Diseluruh dunia penyebab umum dari fistula

vesikovaginal adalah persalinan macet. Hal ini juga terjadi di dunia barat pada 150 tahun yang lalu,

tetapi dengan semakin majunya ketersedian layanan obstetri dasar dan majunya obstetri intervensi

hampir menghapuskan masalah ini pada negara – negara maju sedangkan negara tertinggal masih

belum beruntung dan berkutat pada masalah ini. (Nygaard, 2007)

Persalinan macet sering terjadi di daerah pedesaan di mana gadis-gadis yang menikah muda

(kadang-kadang pernikahan yang amat dini 9-10 tahun ) dan di mana transportasi buruk dan akses

ke pelayanan kesehatan yang terbatas . Dalam keadaan seperti itu , kehamilan sering terjadi pasien

beberapa saat setelah menstruasi baru pertama kali dimulai dan sebelum pertumbuhan tulang dari

ibu selesai . Ketika persalinan dimulai , disproporsi sefalopelvik adalah hal yang umum terjadi, dan

sedikit sekali yang bisa dilakukan untuk memperbaiki malpresentasi janin . Pasien mungkin dalam

proses persalinan selama 5 sampai 6 hari tanpa intervensi, dan jika ibu bertahan hidup, mereka

biasanya melahirkan bayi yang lahir mati . Dalam kasus tersebut , jaringan lunak panggul telah

hancur oleh tekanan konstan dari kepala janin , menyebabkan terjadinya cedera vaskular iskemik

dan nekrosis jaringan. Ketika jaringan ini melunak, fistula urogenital atau rektovaginal akan mudah

terjadi. Banyak dari pasien ini memiliki fistula kompleks atau multipel, yang melibatkan kerusakan

total dari uretra dan robeknya seluruh bagian dasar dari kandung kemih. Setelah fistula tersebut

berkembang, kehidupan wanita-wanita muda ( yang sebagian besar lebih muda dari 20 tahun )

biasanya mengalami masalah sosial kecuali mereka dapat memperoleh akses ke layanan bedah

kuratif. (Nygaard, 2007)

Kebayakan penyebab dari fistula urogenital adalah pembedahan,keganasan dan terapi

radiasi atau kombinasi dari ketiganya. Kebanyakan fistula vesikovaginal berkembang setelah

histerektomi vaginal dan abdominal dimana bagian kecil dari kandung kemih dan tak hati – hati

terjepit oleh klem atau tertusuk jarum. Fistula ini kebanyakan terjadi pada puncak vagina dan tidak

lebih dari 1 – 2 mm. Jumlah urin yang bocor pada fistula, berapapun ukurannya fistula tersebut,

pastilah banyak.

Ketidakmampuan mengontrol keluarnya urin terus menerus akan menyebabkan mereka

menarik diri terhadap suami dan keluarga. Mereka tidak nyaman dalam berinteraksi sehari – hari

1

Page 2: Fistel Klir

dengan keluarga. Kebanyakan dari mereka akan dikucilkan dari masyarakat dimana disisi lain

sebenarnya mereka adalah individu yang sehat. Biaya sosial dan ekonomi terhadap masalah ini

sangatlah besar dan sebelumnya diabaikan secara luas oleh komunitas medis. Angka morbiditas

dihubungkan dengan fistula akibat obstetri hampir mendekati angka kematian ibu dan merupakan

topik yang paling terabaikan pada pelayanan kesehatan terhadap ibu. (Nygaard, 2007)

2

Page 3: Fistel Klir

BAB II

FISTULA VESIKOVAGINAL

I. Sejarah

Pada 1672, pertama kali perbaikan fistula vesikovaginal dilaporkan, di mana

digunakan bulu ayam untuk mendekati tepi luka dengan benang sutra. James Marion Sims

tahun 1852 melaukan perbaikan fistula dengan menggunakan kawat perak. Prinsip yang ia

kembangkan sampai sekarang masih diterapkan. Selanjutnya berkembng tekhnik satu lapis

oleh Mackenrodt dan menempatkan implantasi labia oleh Martius tahun 1920. Sejak itu,

teknik menggunakan perbaikan dengan pendekatan abdominal, vaginal atau dikombinasikan

pendekatan abdominal dan vagina dengan dan tanpa interposisi jaringan telah dapat

dilakukan. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)

II. Definisi

Terbukanya atau abnormalitas saluran yang terletak antara traktus urinarius dan

dunia luar disebut fistula. Yang paling sering adalah fistula vesikovaginal dimana lokasinya

antara kandung kemih dan vagina. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)

III. Epidemiologi dan Etiologi

Kejadian sebenarnya dari fistula vesikovaginal tidak diketahui, tetapi telah

diperkirakan 0,3-2 %. Berbagai etiologi dari fistula vesiko vaginal tercantum dalam Tabel 1. Di

negara maju , histerektomi merupakan penyebab utama dari fistula vesiko vaginal,

sedangkan di beberapa daerah di Afrika dan Asia trauma obstetrik adalah penyebab

mendominasi. Fistula vesikovaginal akibat obstetri adalah hasil dari nekrosis dinding vagina

dan sekundernya adalah kerusakan terhadap kandung kemih akibat tekanan dari kepala

janin selama persalinan lama, dan biasanya melibatkan area kerusakan jaringan yang luas.

(Eilber, 2005)

3

Page 4: Fistel Klir

Cedera yang berhubungan mungkin termasuk keruskan total uretra , fistula

urethrovaginal , kerusakan serviks , dan fistula rektovaginal. Fistula vesikovaginal setelah

histerektomi yang paling umum adalah setelah pendekatan laparoskopi ( 2.2/1000 ) diikuti

dengan histerektomi abdominal total ( 1.0/1000 ) dan vaginal histerektomi ( 0.2/1000 ). The

Mayo Clinic juga meneliti penyebab fistul vesikovaginal dan menemukan bahwa 82 % adalah

karena operasi ginekologi , 8 % untuk prosedur obstetri , 6 % untuk radioterapi panggul , dan

4 % trauma atau fulgurasi. Karena di negara-negara maju sebagian besar penyebab dari

fistula vesikovaginal adalah komplikasi histerektomi, maka faktor risiko , dan tindakan

pencegahan perlu diantisipasi. Sebelum operasi panggul termasuk operasi caesar, konisasi

serviks , terapi radiasi , dan endometriosis mungkin dapat mempengaruhi pasien untuk

menjadi fistula vesikovaginal. (Meeks, 2008)

IV. Diagnosis

Meskipun beberapa fistula mungkin dapat dengan mudah untuk didiagnosa dengan

anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik , tetapi terkadang membutuhkan tes lebih

lanjut, seperti tes pewarna dan pencitraan radiografi . Evaluasi yang dicurigai fistula

vesikovaginal dimulai dengan riwayat kesehatan menyeluruh dan pemeriksaan fisik . Riwayat

medis masa lalu adalah penting untuk mengetahui operasi panggul sebelumnya dan adanya

keganasan dengan atau tanpa terapi radasi . Mengetahui penyebab terjadinya pembentukan

fistula dapat menjadi penting dalam perencanaan teknik operasi untuk perbaikan . Juga

penting untuk mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat inkontinensia, untuk

mengetahi jika terjadi komplikasi inkontinesia hal ini dimulai segera setelah operasi panggul

atau apakah sudah ada sebelumnya . Seorang wanita dengan fistula vesikovaginal mungkin

awalnya saat datang ke poliklinik didiagnosis dengan stres atau urge inkontinensia, dan

mungkin telah mengalami kebocoran urin sesekali selama berbulan-bulan . (Nygaard, 2007)

A. Anamnesis

Seorang pasien dengan fistula vesikovaginal biasanya menderita gejala

kebocoran urin terus menerus tak lama setelah melakukan prosedur operasi atau

prosedur didaerah panggul . Adanya hubungan antara gejala dan trauma panggul

(pembedahan atau persalinan pervaginam) harus dipastikan. Riwayat radiasi, upaya

perawatan atau upaya perbaikan sebelumnya, infeksi pada vagina, keadaan umum dan

kesehatan pasien juga harus ditentukan. (Eilber, 2005)

4

Page 5: Fistel Klir

Kebocoran tergantung pada ukuran dan lokasi fistula , bisa hanya dari bercak

sesekali sampai seperti berkemih yang normal namun terus menerus sehingga pasien

tidak mempunyai kehendak untuk berkemih karena kandung kemih pasien tidak mampu

menyimpan volume urin yang memadai untuk kehendak berkemih. Terapi radiasi dapat

menyebabkan fistula vesikovaginal dalam beberapa bulan sampai tahun setelah

pengobatan . Terdapat sebuah kasus dilaporkan di mana fistula vesikovaginal yang

berukuran besar timbul setelah 38 tahun setelah histerektomi radikal dan radiasi. Ketika

seorang pasien datang dengan kebocoran urin terus menerus divagina, diagnosis

diferensial meliputi fistula vesikovaginal, fistula ureterovaginal , fistula urethrovaginal ,

dan fistula uterovesical . Anamnesis , pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik yang dipilih

memungkinkan diagnosis harus dibuat dengan pasti . (Eilber, 2005)

Tabel.1 Etiologi Fistula Vesikovaginal (Kelly J, 1992)

B. Pemeriksaan Fisik

Selama pemeriksaan fisik, vagina perlu dievaluasi untuk kedalaman, diameter,

mobilitas, prolaps organ lain, dan adanya atrofi vagina Ketika fistula terdeteksi, yang

perlu diperhatikan adalah ukuran , jumlah ( multiple / tunggal ) , dan lokasinya.

Akhirnya , pasien perlu dievaluasi untuk adanya hipermobilitas uretra dan inkontinensia .

Pemeriksaan teliti vagina menggunakan spekulum memfasilitasi visualisasi dari saluran

fistula. Kualitas dan kuantitas dari jaringan vagina sekitarnya harus dinilai. (Eilber, 2005)

(Rutman, 2007)

5

Page 6: Fistel Klir

Kebanyakan fistula yang berkembang setelah histerektomi terletak di puncak

vagina . Untuk saluran fistula yang tidak mudah dilihat , kandung kemih bisa diisi dengan

methylene Biru yang diencerkan dan vagina diperiksa untuk kebocoran cairan biru . Jika

fistula masih belum ditemukan, vagina dapat diletakkan kain kasa atau tampon . Setelah

pasien beberapa saat istirahat, kasa atau tampon dapat diperiksa untuk pewarnaan

biru . Metode lain untuk menunjukkan adanya fistula vesikovagina melibatkan

phenazopyridine oral, yang menyebabkan perubahan warna urin menjadi oranye.

Phenazopyridine diberikan beberapa jam sebelum kasa vagina menunjukkan warna

oranye. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)

C. Tes Diagnostik

Sistoskopi harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigaan atau didiagnosis

fistula vesikovaginal. Sistoskopi dapat mengidentifikasi lokasi fistula, ukuran dan jumlah

saluran fistulous, untuk mengevaluasi kapasitas kandung kemih, dan untuk

menyingkirkan keberadaan setiap benda asing yang berada dalam kandung kemih atau

saluran fistula . Biopsi dari saluran fistula harus dilakukan dalam setiap pasien dengan

riwayat atau kecurigaan keganasan. (Eilber, 2005)

Sistourethrogram berkemih juga harus dilakukan pada semua pasien fistula

unutk mengevaluasi adanya kemungkinan prolaps atau stres inkontnensia berkemih

(Gambar 1). Sistouretrogram berkemih juga berguna untuk memberikan gambaran

adanya fistula ke uterus atau rektum. Cedera ureter iatrogenik akibat prosedur bedah

ginekologi berkisar antara 0,05% sampai 1 %. Fistula vesikovaginal dan fistula

ureterovaginal sering terdapat bersamaan pada 25 % kasus kasus. Dengan demikian ,

pemeriksaan rutin pada saluran kemih bagian atas dengan cara pyelography intravena,

pyelography retrograde, atau computed tomography ( CT ) sangat penting ketika

mengevaluasi pasien dengan fistula vesikovaginal serta untuk menyingkirkan adanya

cedera ureter dan atau obstruksi. Pyelography retrograde harus dilakukan jika ada

kecurigaan kuat bahwa adanya fistula ureterovaginal yang tidak terdeteksi oleh

intravena pyelography. (Eilber, 2005)

6

Page 7: Fistel Klir

Gambar 1. VCUG (voiding cystourethrogram) mendemonstrasikan komunikasi antara

kandung kemih dan vagina.

V. Manajemen Konservatif

Tindakan konservatif termasuk drainase kateter berkelanjutan dari kandung kemih

atau fulgurasi dari saluran fistula dapat dipertimbangkan untuk fistula yang kecil,

vaskularisasinya baik, fistula nonradiasi atau untuk pasien yang memiliki saluran fistula yang

kecil setelah perbaikan sebelumnya. Meskipun resolusi spontan fistula vesikovaginal setelah

kateter yang lama ( 19-54 hari ) telah dilaporkan, namun ini adalah peristiwa yang relatif

jarang. Bedah rekonstruksi harus dipertimbangan jika resolusi tidak terlihat setelah 4 minggu

kateterisasi. Tingkat atrofi jaringan akibat proses sekunder terhadap defisiensi hormon atau

infeksi kronis dapat mempengaruhi terjadinya penutupan spontan fistula. Oleh karena itu,

selain drainase kateter, penggunaan terapi antibiotik dan terapi estrogen juga memfasilitasi

penutupan spontan dari fistula. Stovsky dkk. melaporkan tingkat keberhasilan 73 % setelah

elektrokoagulasi dari fistula vesikovaginal , 3,5 mm telah dilaporkan juga kesuksesan ablasi

saluran fistula kecil dengan menggunakan laser Nd - YAG. Meskipun fistula vesikovaginal

kecil mungkin merespon tindakan konservatif ini, ada sedikit gunanya untuk menunda

perbaikan rekonstruksi dan mencobaan terapi konservatif pada fistula yang lebih besar,

kompleks, atau fistula akibat radiasi. (Eilber, 2005)

VI. Manajemen operasi

Pertimbangan secara umum untuk pengelolaan fistula vesikovaginal tercantum

dalam Tabel 2 . Adalah penting untuk mendapatkan eksposur yang memadai dari saluran

fistula dan bagian jaringan sehat yang tersedia untuk perbaikan. Penutupan harus berlapis ,

kedap air dan bebas tegangan. Jahitan yang tumpang tindih harus dihindari . Selain itu,

adalah penting untuk memiliki drainase urin maksimal selama proses penyembuhan. Dalam

7

Page 8: Fistel Klir

banyak kasus, interposisi jaringan adalah tambahan yang berguna untuk teknik di atas.

(Rutman, 2007)

A. Waktu Pembedahan

Ada banyak perdebatan tentang kapan waktu operasi perbaikan fistula

vesikovaginal (Tabel 3). Intervensi awal biasanya perbaikan dilakukan hanya beberapa

minggu setelah cedera dimana acuan terdahulu yang digunakan adalah menunda

perbaikan menunggu hingga 3-6 bulan setelah cedera. (Hilton P, 2001)

Dasar pemikiran untuk menunda perbaikan adalah untuk memungkinkan

terjadinya resolusi dari respon inflamasi akut dan edema jaringan. Meskipun tidak ada

penelitian secara acak membandingkan hasil, beberapa penulis telah melaporkan tingkat

keberhasilan yang serupa untuk perbaikan baik diawal maupun diakhir. (Blaivas JG,

1995) (Hilton P, 2001)

Keberhasilan perbaikan fistula 10 hari setelah cedera telah dilaporkan. Karena

pertimbangan tersebut maka beberapa ahli menganjurkan perbaikan (2-3 minggu) awal

setelah diketahui adanya fistula. Kontraindikasi untuk memperbaiki pada fase dini adalah

fistula vesikovaginal akibat dari cedera radiasi atau trauma obstetri atau perbaikan yang

gagal sebelumnya, bila terdapat nekrosis jaringan maka dibutuhkan beberapa bulan

untuk dapat gambaran sepenuhnya sejauh mana cedera. Kami juga menganjurkan

menunggu beberapa bulan setelah perbaikan fistula yang gagal untuk memungkinkan

proses inflamasi pasca operasi mereda. Setiap kasus harus dipertimbangkan secara

individual dan keberhasilan bedah bertujuan demi kenyamanan sosial. (Blaivas JG, 1995)

(Eilber, 2005)

Di negara-negara maju, sebagian besar fistula vesikovaginal akibat komplikasi

prosedur ginekologi yang tidak terinfeksi. Untuk sebagian besar dari kasus-kasus ini

perbaikan segera harus dicoba kecuali terdapat infeksi puncak vagina atau infeksi

panggul. Ketika perbaikan dengan pendekatan perabdominam direncanakan dan fistula

adalah akibat dari histerektomi abdominal, maka direkomendasikan untuk menunda

perbaikan. Selain dari kondisi ini, tidak ada resiko yang terdokumentasi ketika perbaikan

dilakukan dalam waktu yang singkat. (Blaivas JG, 1995)

Tabel 3. Waktu Operasi dan Tingkat Keberhasilan

8

Page 9: Fistel Klir

B. Pendekatan Abdominal Atau Vaginal

Pertimbangan utama ketika memilih antara pendekatan vagina dan abdominal

untuk perbaikan fistula vesikovaginal tergantung kenyamanan dokter bedah dalam

menggunakan masing-masing teknik. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)

Banyak ahli berpendapat bahwa operasi terbaik adalah operasi pertama, dengan

demikian pendekatan yang dipilih harus tekhnik yang sering dilakukan oleh ahli bedah

tersebut. Kami lebih memilih pendekatan vaginal untuk perbaikan fistula vesikovaginal

karena menghindari morbiditas akibat sayatan perut dan tindakan sistotomi. Vagina

yang panjang atau sempit bukanlah merupakan kontraindikasi untuk perbaikan dengan

pendekatan vaginal. Episiotomi dapat dilakukan untuk memperluas paparan pada pasien

dengan introitus sempit. Pendekatan abdominal harus dipertimbangkan ketika prosedur

abdominal lainnya perlu dilakukan (augmentasi cystoplasty atau perbaikan akibat cedera

ureter atau patologi perabdominam lainnya). (Blaivas JG, 1995) (Eilber, 2005)

C. Eksisi Saluran Fistula

Dari dahulu perbaikan fistula vesikovaginal sudah termasuk eksisi luas dari

saluran fistula untuk memastikan jumlah dari jaringan sehat. Namun dari pendekatan

terbaru sejumlah ahli bedah telah menganjurkan perbaikan fistula vesikovaginal tanpa

eksisi saluran fistula ini. Kelemahan dari eksisi saluran ini adalah bahwa selama

perbaikan fistula yang kecil, eksisi saluran fistula dapat meningkatkan ukuran fistula dan

9

Page 10: Fistel Klir

membuat perbaikan menjadi lebih kompleks. Selain itu, perdarahan yang diakibatkannya

saat mencoba untuk membuka saluran fistula mungkin memerlukan penggunaan

koagulasi sehingga menghasilkan lebih banyak jaringan yang nonviable, yang dapat

mengurangi kesempatan pasien untuk sembuh. Saluran fistula tidak perlu dipotong,

karena menyediakan jaringan sebagai tempat untuk jahitan dari lapisan pertama saat

perbaikan. Keuntungan tambahan tidak dilakukan eksisi saluran fistula adalah saat fistula

berada dalam jarak dekat dengan orificium uretra. Dengan tidak dieksisinya fistula maka

stent ureter dapat digunakan untuk mengidentifikasi lubang saluran kemih dan fistula

dapat ditutup dengan mudah, sehingga menghindari cedera pada trigonum dan ureter

dan kebutuhan untuk reimplantasi uretra. (Blaivas JG, 1995) (Stovsky MD, 1994) (Hilton

P, 2001)

D. Pascaoperasi Drainase

Drainase urin yang tak terputus pasca operasi sangat penting untuk mencegah

distensi, yang dapat meningkatkan tegangan pada sepanjang jahitan dan dapat terjadi

ekstravasasi urin. Digunakan kateter suprapubik dan uretra baik pada pendekatan

vaginal atau abdominal. Drainase tambahan dengan Penrose atau Jackson-Pratt

dianjurkan bila menggunakan pendekatan transvesical. Terapi antikolinergik juga penting

untuk membantu mencegah kontraksi detrusor involunter. (Eilber, 2005)

E. Tissue Interposisi

Semua fistula vesikovaginal diperbaiki dengan pendekatan multilayer. Fistula

sekunder yang terjadi akibat radiasi atau dengan kualitas jaringan yang rendah akibat

perbaikan sebelumnya memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi ketika interposisi

jaringan yang digunakan. Baru-baru ini, Evans et al. melaporkan penggunaan flaps dalam

perbaikan transabdominal dari fistula vesikovaginal. Tingkat keberhasilan operasi adalah

100% ketika flap interposisi digunakan, dibandingkan dengan tingkat keberhasilan 64%

tanpa interposisi. Omentum umumnya digunakan dengan pendekatan abdominal.

Beberapa pilihan yang tersedia dengan pendekatan transvaginal termasuk flap Martius,

peritoneum, rotational labial flap, gluteal flap, dan gracilis flap. (Hilton P, 2001)

F. Stres Inkontinensia

10

Page 11: Fistel Klir

Selama evaluasi preoperatif, adanya stress inkontinensia urin (SIU) sebelum

terjadinya fistula harus dievaluasi. Insiden yang dilaporkan terjadi stres inkontinesia urin

setelah tindakan perbaikan fistula vesikovaginal berkisar antara 7% sampai 27%. Koreksi

simultan dari inkontinensia urin tipe stres selama perbaikan fistula untuk menghindari

kebutuhan untuk prosedur bedah berikutnya dan tekanan psikologis akibat terjadinya

inkontinensia setelah perbaikan fistula dinyatakan sukses. (Eilber, 2005)

G. Fungsi Seksual

Penentuan preoperatif untuk harapan saat ini dan masa depan dari fungsi

seksual pasien adalah sangat penting. Pada pasien yang aktif secara seksual , upaya

menjaga fungsi dari vagina harus dilakukan . Pengganti estrogen lokal atau sistemik

harus dipertimbangkan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda atrofi vagina. Untuk

pasien yang tidak aktif secara seksual dan mempunyai fistula yang besar, kolpokleisis

parsial dapat dipertimbangkan untuk memaksimalkan cakupan jaringan yang diperbaiki.

(Eilber, 2005)

VII. Pendekatan Operatif

Sebelum dilakukan perbaikan, harus diberikan waktu yang memadai untuk

membuktikan bahwa semua infeksi telah mereda . Semua perbaikan fistula harus mencakup

penggunaan antibiotik spektrum luas sebelum operasi . Kultur urine preoperative dapat

membantu dalam pilihan antibiotik. Selain itu, terapi hormon pre dan pasca operasi dapat

memudahkan penyembuhan. (Eilber, 2005)

A. Pendekatan Vaginal

Teknik vagina untuk fistula vesikovaginal yang tidak ada komplikasi mempunyai

lima tahapan proses yang menghasilkan perbaikan tiga lapisan fistula. Terdapat banyak

modifikasi yang ada, yang penting adalah eksisi dari fistula. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)

Langkah 1 : Persiapan Pasien

Pasien ditempatkan dalam posisi posisi litotomi. Daerah suprapubik dan

genitalia eksternal dicukur dan kemudian dicuci dengan menggunakan yodium. Dipasang

tegel jahitan untuk menarik labia. Stent ureter ditempatkan jika preoperasi sistoskopi

menunjukkan saluran fistula berada di dekat dengan orifisium uretra. Kateter uretra

digunakan untuk mengisi kandung kemih dengan normal salin, dan Lowsley retractor

yang melengkung digunakan untuk menempatkan kateter suprapubik melalui tusukan

11

Page 12: Fistel Klir

kecil di daerah suprapubik . Packing vagina mungkin diperlukan untuk menutup jalan

saluran fistula selama pengisian kandung kemih. Sebuah retractor cincin semi elastis dan

spekulum digunakan untuk mendapatkan visualisasi. Episiotomi posterolateral mungkin

diperlukan pada vagina yang sempit untuk mendapatkan eksposur maksimum puncak

vagina.

Langkah 2: Isolasi Fistula

Fistula dikateter dengan foley kateter no 8 atau 10F (Gambar 2A). Sebelum

dipasang kateter, saluran mungkin perlu dilebarkan. Traksi pada kateter mungkin

diperlukan agar visualisasi fistula lebih dekat ke operator. Jika fistula tidak dapat

dikateter, pendekatan abdominal harus dipertimbangkan. Untuk membantu dalam

kateterisasi, Methylene Blue dimasukkan ke dalam kandung kemih, dan saluran harus

dapat divisualisasikan dan dapat dikateter. Dalam kasus yang jarang terjadi bahwa

kateterisasi tidak mungkin dilakukan, perbaikan dapat dilakukan dengan panduan

pemberian visualisasi dengan Methylene Biru. Setelah kateterisasi, sayatan melingkar di

mukosa vagina sekitar saluran fistula dibuat (Gambar 2B ) . Sayatan ini kemudian

diperluas dalam asimetris " J " atau " J " terbalik tergantung pada lokasi fistula . Hal ini

memungkinkan untuk pengembangan anterior atau posterior flaps vagina, yang nantinya

akan digunakan untuk menutup bekas perbaikan (Gambar 2C ).

Langkah 3: Penciptaan Flaps

Penciptaan flap anterior dan posterior dimulai di jaringan sehat jauh dari saluran

fistula. Jaringan disekeliling fistula dibiarkan utuh. Teknik ini menghindari pembesaran

saluran fistulous. Setiap lipatan dibuka beberapa sentimeter dari fistula untuk

mengekspos fascia perivesical.

Langkah 4: Penutupan Fistula

Perbaikan pada lapisan pertama adalah perbaikan yang dibuat dengan

mendekatkan tepi saluran fistula dan beberapa milimeter dari jaringan sekitarnya

dengan jahitan terputus benang 3-0 yang diserap ( Vicryl atau Dexon ) dengan cara

melintang (Gambar 2D). Jahitan ini menggabungkan dinding kandung kemih dan saluran

fistula itu sendiri. Lapisan kedua dari fasia perivesical menutupi lapisan sebelumnya juga

menggunakan jahitan satu – satu dengan benang diserap (Gambar 2E ). Sebelum

melanjutkan ke lapisan berikutnya, keberhasilan perbaikan diuji dengan mengisi

kandung kemih dengan salin Methylene Biru. Lapisan ketiga adalah perbaikan dengan

12

Page 13: Fistel Klir

flap vagina minimal 3 cm di luar dari penutupan fistula (Gambar 2F). Kelebihan jaringan

dari flap dipotong . Dinding vagina ini kemudian ditutup dengan jahitan terkunci dan

benang yang dapat diserap.

Langkah 5: Pascaoperasi

Perawatan Vagina ditampon kasa iodium. Packing akan dilepas setelah 2 jam

operasi dan pasien dipulangkan ke rumah. Kateter uretra dan kateter suprapubik

mengalir ke satu urine bag melalui " Y " konektor dan dilepaskan 2-3 minggu pasca

operasi. Antibiotik oral dilanjutkan sampai kateter dilepas, antikolinergik yang digunakan

sesuai kebutuhan. Hal ini penting untuk menghindari ketegangan yang berlebihan dari

kandung kemih selama fase penyembuhan sehingga dapat menghindari ketegangan

pada garis jahitan dan terjadinya ekstravasasi kemih. Pasien diinstruksikan untuk

menghindari hubungan seksual selama 3 bulan setelah operasi.

13

Page 14: Fistel Klir

Gambar 2. (A) Catheterization of fistulous tract with Foley catheter. (B) A circumferential

incision around the fistulous tract with a margin of several millimeters is indicated. (C)

Development of a vaginal wall flap. (D) First layer of repair: transverse approximation of

the edges of the fistulous tract. (E) Second layer of repair: imbrication of first layer with

perivesical fascia. (F) Third layer of repair: advancement of vaginal flap.

B. Pendekatan Abdominal

Indikasi untuk pendekatan abdominal telah dibahas sebelumnya dan termasuk

kemampuan, kenyamanan operator dan kebutuhan untuk prosedur abdominal lainnya

seperti perbaikan cedera uretera atau implantasi ulang dari ureter. Pendekatan vagina

yang gagal sebelumnya tidak menghalangi upaya transvaginal kembali. Pertimbangan

preoperatif yang hampir sama dengan pendekatan vagina, termasuk penggunaan

antibiotik, penggunaan hormon, dan drainase kateter serta persiapan usus ketika jika

augmentasi cystoplasty direncanakan. Pasien diposisikan terlentang dengan ekstremitas

bawah sedikit abduksi agar dapat memberikan akses ke vagina. Vagina dan abdomen

bagian bawah disiapkan dan kateter suprapubik dipasang menggunakan retractor

Lowsley. Sebuah kateter uretra juga dipasang . Dibuat insisi pfannenstiel atau insisi

midline rendah. Secara umum, tekhnik ini harus menyisakan ekstraperitoneal kecuali

omentum diperlukan untuk interposisi jaringan. Pada kasus ini jendela peritoneum kecil

dibuat saat akhir perbaikan. Kandung kemih ditarik keatas dengan klem allis, dan

kelateral sehingga terbentuk bidang antarakandung kemih dan vagina. Identifikasi fistula

dapat dilakukan dengan mengisi kandung kemih dengan diencerkan Methylene Biru.

Setelah kandung kemih benar-benar dibebaskan dan saluran fistula diidentifikasi, fistula

dipasangkan kateter ke arah vagina untuk memudahkan diseksi dari dasar kandung

kemih. Defek kandung kemih dan vagina tersebut diperbaiki dengan tekhnik dua lapisan

menggunakan jahitan terputus dan benang yang diserap. Flap omentum atau peritoneal

ditempatkan antara kandung kemih dan vagina (Gambar 3). Kateter uretra dan

suprapubik digunakan untuk mendrainase kandung kemih. Drainase panggul tidak

diperlukan kecuali digunakan pendekatan transvesical. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)

14

Page 15: Fistel Klir

Gambar 3.Tissue interposition between bladder and vagina.

C. Pendekatan Transvesical

O'Conor dan Sokol pertama kali yang menggambarkan pendekatan transvesical

untuk perbaikan fistula vesikovaginal. Teknik ini melibatkan menciptakan cystotomy

pada bidang sagittal, baik anterior dan posterior, sampai fistula tercapai. Setelah fistula

diidentifikasi, bidang antara vagina dan kandung kemih dibuka dan masing-masing

ditutup dengan dua lapis jahitan yang dapat diserap. Omentum biasanya diletakkan

antara antara kandung kemih dan vagina. Tingkat keberhasilan dengan teknik ini berkisar

dari 87 % sampai 100 %. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)

D. Tingkat Keberhasilan

Terdiri dari banyak faktor , termasuk angka kesembuhan , morbiditas pasien ,

dan kepuasan pasien , harus dipertimbangkan ketika mengukur keberhasilan prosedur

ini. Sebuah studi prospektif acak membandingkan hasil dari pendekatan tekhnik

pervaginam dibandingkan dengan pendekatan perabdominam untuk memperbaiki

fistula vesikovaginal belum pernah dilaporkan, namun ada beberapa seri penelitian

termutakhir yang melaporkan tingkat keberhasilan dari 90% menjadi 100 % dengan

kedua pendekatan tersebut. Seperti disebutkan sebelumnya , pendekatan yang paling

bagus adalah tergantung dari pengalaman operator. (Eilber, 2005)

E. Komplikasi

15

Page 16: Fistel Klir

Baik pendekatan vaginal dan abdominal, potensi komplikasi intraoperatif paling

mengkhawatirkan adalah perdarahan dan cedera ureter. Hemostasis yang cermat harus

diperhatikan karena pembentukan hematoma dan fistula berulang dapat terjadi akibat

ketidakteraturan dari jahitan. Penggunaan elektrokauter harus diminimalkan.

Perdarahan berlebihan yang terjadi selama diseksi dari flaps vagina harus dikontrol

dengan jahitan yang dapat diserap. Ketika terdapat kemungkinan cedera ureter

dipertanyakan, Indigo Carmine harus diberikan secara intravena dan sistoskopi dilakukan

untuk mengidentifikasi merembesnya urin dari orifisium uretra. Komplikasi awal pasca

operasi seperti pendarahan , infeksi, atau spasme kandung kemih harus ditangani secara

agresif , karena semua ini dapat mengurangi kualitas perbaikan . Ileus sering dijumpai

pada metode dengan pendekatan abdominal. (Rutman, 2007)

Komplikasi akhir dari pendekatan apapun termasuk cedera ureter yang belum

diakui atau fistula berulang. Pada periode awal pasca operasi, obstruksi uretera atau

ekstravasasi harus ditangani dengan perkutan nefrostomi drainase . Prosedur retrograde

seperti pyelography atau ureteroscopy harus dihindari , karena ini dapat mengakibatkan

terganggunya perbaikan. Fistula berulang dapat diperbaiki transvaginal dengan

penggunaan jaringan interposisi. Komplikasi pendekatan abdominal adalah obstruksi

usus, yang biasanya berhasil diobati dengan tindakan konservatif. Komplikasi potensial

akhir dari pendekatan vagina adalah pemendekan vagina atau stenosis , yang mungkin

memerlukan vaginoplasty . (Eilber, 2005)

VIII. Interposisi Jaringan

1. Martius Flap

Flap Martius penutup adalah tekhnik yang pertama kali dijelaskan oleh Heinrich

Martius pada tahun. Flap ini telah digunakan untuk perbaikan berbagai fistula yang

melibatkan panggul : urethrovaginal, peritoneovaginal, perianal, dan vesikovaginal. Studi

anatomi telah menunjukkan bahwa flap terdiri dari jaringan fibroadipose labia majora

dan menerima suplai darah anterior dari arteri pudenda eksternal dan posterior dari

arteri pudenda interna. Cabang-cabang arteri dan vena obturator memasuki aspek

lateral flap berdekatan dengan ramus ischiopubic. Klinis yang penting dari suplai darah

adalah bahwa flap dapat dibagi di menjadi superior atau inferior dan dapat dimobilisasi

tergantung pada kebutuhan individu (Eilber, 2005) (Rutman, 2007).

16

Page 17: Fistel Klir

Persiapan flap dimulai dengan insisi membujur di atas labia mayora . Batas

medial, lateral, dan posterior diseksi adalah lipatan labiocrural, labia minora, otot

bulbocavernosus, dan diafragma urogenital. Drain Penrose digunakan untuk mengelilingi

seluruh ketebalan flap, dan traksi lembut traksi kearah bawah untuk membebaskan dari

jaringan sekitarnya (Gambar 4A ). Bagian superior atau inferior kemudian dijepit dan

dipotong, dan jaringan sekarang ditransfer dari daerah labial ke area fistula (Gambar

4B ). Fiksasi flap dilakukan dengan jahitan terputus dan benang yang diserap tanpa

tegangan (Gambar 4C ). Akhirnya flap vagina diatas dari flap Martius , lalu luka ditutup.

Hemostasis yang baik penting, dan dan Penrose atau Jackson - Pratt ukuran kecil

diletakkan pada bekas insisi labial degan tekanan ringan. Diletakkan packing pada labia

segera setelah periode pasca operasi berguna untuk mencegah edema dan

pembentukan hematoma. Morbiditas yang terkait dengan penggunaan flap Martius

minimal, tapi diseksi jauh ke dalam jaringan kearah bulbus vestibular dapat

menyebabkan perdarahan yang serius. Secara keseluruhan , tingkat keberhasilan

dilaporkan 90 %. (Rutman, 2007)

Gambar 4. (A) Mobilization of Martius flap from superior attachments. (B) Transfer of

Martius flap krom donor site to fistula repair. (C) Fixation of Martius flap.

2. Peritoneal Flap

Kemudahan Alma persiapan dan lokasi nya membuat flap peritoneal cocok

untuk fistula yang tinggi pada kubah vagina. Peritoneum posterior, termasuk lemak

preperitoneal, dipisahkan dengan diseksi tajam (Gambar 5) . Flap ini kemudian

diletakkan diatas antara lapisan pertama dan kedua saat perbaikan fistula. Jahitan

terputus tanpa tegangan dengan benang yang diserap untuk melekatkan peritoneum.

Flap vaginal sebagai lapisan terakhir . Raz dkk dan rekan melaporkan keberhasilan ini

dalam sembilan dari 11 pasien ( 82 % ). Sejak itu tingkat keberhasilan untuk 83 pasien

17

Page 18: Fistel Klir

telah meningkat menjadi 96 % , dengan 77 % dari mereka yang memiliki perbaikan yang

gagal sebelumnya. (Rutman, 2007)

Ketidakhati – hatian peritoneotomy adalah komplikasi yang paling umum dari

flap peritoneal . Sebuah peritoneotomy dapat dengan mudah diperbaiki tanpa

menggunakan bagian dari flap peritoneal . Penggunaan flap peritoneal adalah untuk

fistula letak tinggi dalam saluran vagina , dan kami tidak menyarankan penggunaannya

dalam rekonstruksi defek pada bagian distal. (Eilber, 2005) (Eilber, 2005)

Gambar 5.Development of peritoneal flap.

3. Interposisi Omentum

Interposisi omentum ini merupakan jaringan yang ideal untuk Interposisi karena

kemampuannya untuk membangun neovaskular. Hal ini membuatnya sangat berguna

untuk perbaikan fistula kompleks. Hal ini dapat digunakan dalam pendekatan abdominal

untuk perbaikan fistula atau pendekatan vaginal jika memungkinkan akses ke dalam

panggul selama prosedur sebelumnya. Tingkat kesembuhannya 93 % untuk perbaikan

fistula kompleks. Pasokan darah ke omentum muncul dari kanan dan arteri

gastroepiploika kiri. Ini kemudian meluas kanan dan kiri arteri omentum yang

memanjang ke inferior untuk membentuk " U". Pada sekitar sepertiga dari pasien,

immobilisasi diperlukan untuk membawa flap ke panggul. Sepertiga lainnya

memerlukan pemisahan arteri gastroepiploika kiri dan ligamen splenorenal lateral.

Sisanya pasien memerlukan mobilisasi lengkap omentum dengan memisahkan

perlekatan ke kolon tranversus, mesokolon dan ligating pembuluh lambung pendek.

Penempatan omentum digunakan hampir secara eksklusif dengan pendekatan

transabdominal untuk fistula vesikovaginal . Operasi sebelumnya dan / atau terapi

radiasi dapat mempengaruhi jumlah omentum tersedia dan mobilitasnya.

18

Page 19: Fistel Klir

4. Full- Thickness Labial ( Martius ) Flap

Untuk situasi di mana ada epitel vagina tidak cukup untuk mencapai penutupan

primer, flap labial dengan ketebalan penuh (Martius) dapat diputar untuk menutupi

cacat. Flap ini menyediakan lapisan fibrofatty baik yang tervaskularisasi seperti kulit

dengan ketebalan yang penuh. Setelah penutupan fistula, dibuat insisi "U " 1 cm lateral

labia majora dengan dasarnya di tingkat fourchette posterior (Gambar 6). Flap diambil

dari dari fasia yang menutupi tulang pubis dan termasuk kulit dan jaringan lemak dari

labial . Flap diputar untuk menutupi perbaikan, dan ujung-ujungnya dijahit di tempat

dengan jahitan diserap. Margolis et al . melaporkan flap 100 % keberhasilan dari empat

pasien yang telah menjalani perbaikan dari fistula vesikovaginal. Satu akhirnya terjadi

fistula kembali dengan waktu yang lama. Carr dan Webster juga melaporkan hasil yang

sangat baik dalam empat pasien. Potensi komplikasi termasuk hasil kosmetik yang tidak

diinginkan dan mengurangi sensasi kulit sepanjang situs implantasi. (Eilber, 2005)

(Rutman, 2007)

Gambar 6. Incision for a full-thickness labial flap.

5. Glutealis Flap

Glutealis flaps digunakan terutama untuk pasien dengan postradiasi fistula

ketika ada kekurangan jaringan vagina dan tidak ada sumber lain dari bagian vagina yang

layak tersedia untuk menyediakan cakupan kulit. Setelah penutupan dua lapisan

pertama seperti yang dijelaskan untuk perbaikan fistula vesikovaginal tidak

terkomplikasi, sebuah insisi dibuat pada dinding vagina dan terus menuju midportio dari

labia majora . Sayatan ini kemudian diperluas ke daerah gluteal (Gambar 7A ) . Kulit

dirusak dan flap diputar dan maju ke saluran vagina untuk menutupi dua lapisan

pertama dari fistula perbaikan (Gambar 7B ) . (Eilber, 2005)

19

Page 20: Fistel Klir

Flap diimplantasikan dengan jahitan terputus, diserap dan akhirnya vaginal flap

dijahit ke tepi flap. Potensi komplikasi flap gluteal adalah seperti umumnya untuk semua

flaps , termasuk infeksi luka dan terlepasnya flap karena pasokan darah yang buruk.

Cedera pada sfingter anal merupakan komplikasi unik untuk flap gluteal. Teknik bedah

yang cermat harus digunakan untuk mencegah komplikasi ini . (Rutman, 2007)

Gambar 7. (A) Incision for a gluteal skin flap. (B) Transfer of gluteal flap to cover defect.

6. Gracilis Myocutaneous Flap

Baik labial dan glutealis flaps menyediakan cakupan jaringan yang cukup tetapi

tidak dapat menyediakan untuk kedalaman vagina atau pemulihan kembali fungsi

seksual. Di sisi lain, flap myocutaneous berguna untuk fistula kompleks, postradiasi

fistula atau untuk kubah vagina di mana rekonstruksi vagina diperlukan . Otot gracilis ini

panjang, otot seperti jalinan tali yang membentang dari perbatasan inferior simfisis

pubis ke kondilus medial femur. Ini adalah otot aksesori untuk paha dan adduksi fleksi

lutut dan dapat dikorbankan tanpa kehilangan fungsi. Otot sendiri ini sendiri dapat

digunakan sebagai interposisi, atau flap myocutaneous dapat digunakan untuk mengisi

cacat vaginal yang besar. Untuk implantasi gracilis flap , sayatan elips berpusat di otot

gracilis dibuat pada aspek medial paha (Gambar 8 ) . Maksimumnya adalah lebar 8 cm

panjang 22 cm dan tidak harus mencakup sepertiga distal otot. Otot tersebut terlepas

pada titik penyisipan distal tendonnya , dan flap dibedah sampai vaskular diidentifikasi .

Dibuat sebuah terowongan situs donor ke introitus vagina untuk mentransfer flap ke

daerah vagina. Meskipun tidak ada seri pelaporan besar pada keberhasilan flap ini ,

beberapa penulis melaporkan hasil yang baik saat menggunakan flap gracilis untuk

perbaikan fistula vesikovaginal. Komplikasi utama adalah pembentukan jaringan parut

yang cukup besa , tetapi biasanya tidak ada cacat fungsional. (Eilber, 2005) (Rutman,

2007)

20

Page 21: Fistel Klir

Gambar 8. Gracilis myocutaneous flap.

BAB III

KESIMPULAN

1. Fistula vesikovaginal merupakan komplikasi baik dari obstetri maupun ginekologi yang

tidak membahayakan jiwa namun mengganggu aktivitas dan hubungan sosial pasien.

2. Dengan evaluasi praoperasi dan perencanaan yang tepat, sebagian besar fistula

vesikovaginal dapat diperbaiki dengan pendekatan transvaginal.

3. Fistula yang kompleks memiliki kesempatan lebih besar untuk perbaikan dengan

penggunaan penempatan interposisi.

4. Drainase yang memadai , terapi antikolinergik , dan antibiotik profilaksis cakupan

antibiotik pasca operasi juga meningkatkan tingkat keberhasilan pembedahan.

21

Page 22: Fistel Klir

DAFTAR PUSTAKA

Blaivas JG. (1995). Early versus late repair of vesicovaginal fistulas: vaginal and abdominal

approaches. J Urol , 1110– 1112.

Eilber, K. S. (2005). Vesicovaginal Fistula: Complex Fistulae. In S. P. Vasavada, Female Urology,

Urogynecology and Voiding Dysfunction (pp. 761 - 782). New York: Marcel Dekker. All Rights

Reserved.

Hilton P. (2001). Vesico-vaginal fistula: new perspectives. Curr Opin. Obstet Gynecol, 513 –520.

Kelly J. (1992). Vesicovaginal and Rectovaginal Fistulae. J R Soc Med, 85, 257 -258.

Meeks, R. (2008). Vesicovaginal Fistulas. In J. A. Rock, Te Linde’s Operative Gynecology (pp. 974 -

993). Philadelphia: J.B. Lippincott.

Nygaard, I. (2007). Lower Urinary Tract Disorders. In J. S. Berek, Berek & Novak's Gynecology 14th

Edition. California: Lippincott Williams & Wilkins.

Rutman, M. P. (2007). Evaluation and Management of Vesicovaginal Fistula. In H. B. GOLDMAN,

Female Urology A Practical Clinical Guide (pp. 309 - 326). New Jersey: Humana Press Inc.

22

Page 23: Fistel Klir

Stovsky MD. (1994). Use of electrocoagulation in the treatment of vesicovaginal fistulas. J Urol,

1443– 1444.

23