Top Banner
31

FIQIH CAKEP

Apr 01, 2023

Download

Documents

Siti Rohimah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: FIQIH CAKEP
Page 2: FIQIH CAKEP

Kelompok 6 : Septi Indriasari 111301830003Desy Iswara 1113018300045Siti Rahmawati 1113018300078

Mata Kuliah : Fiqih Dosen Pengampu : Abdul Shomad,H.Drs,MA.

Page 3: FIQIH CAKEP

JUAL BELI & PINJAM MEMINJAM

Page 4: FIQIH CAKEP

JUAL BELI

Page 5: FIQIH CAKEP

Pengertian Jual Beli• Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.

• Menurut istilah syara’ Jual beli adalah

Page 6: FIQIH CAKEP

Dasar Hukum Jual Beli

• Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan sunnah Rasullullah Saw.,Sebagaimana yang terdapat dalam Quran Surah Al-Maidah : 2 yang Artinya “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.

Page 7: FIQIH CAKEP

Hukum Jual Beli• Para ulama fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli itu adalah mubah (boleh), Artinya setiap orang Islam dalam mencari nafkahnya boleh dengan cara jual beli. Akan tetapi, pada situasi-situasi tertentu, menurut Imam asy-Syatibi, pakar fiqh Maliki, hukumnya boleh berubah menjadi wajib.

Page 8: FIQIH CAKEP

Rukun dan Syarat Jual Beli

Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:a) Ada orang yang berakad atau

almuta’aqidain (penjual dan pembeli)

b) Ada shighat (lafal ijab dan qabul)c) Ada barang yang dibelid) Ada nilai tukar pengganti barang

Page 9: FIQIH CAKEP

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama adalah:

1.Syarat orang yang berakad :a. Berakal. b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli.

Page 10: FIQIH CAKEP

2. Syarat yang terkait dengan ijab dan qobul :a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal menurut jumhur ulama.b. Qabul sesuai dengan ijabc. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis.

Page 11: FIQIH CAKEP

3. Syarat barang yang dijualbelikanSyarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan adalah:a. Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupan untuk mengadakan barang itu. b. Dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.

c. Milik seseorang. d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung

Page 12: FIQIH CAKEP

4. Syarat nilai tukar (Harga Barang) :a. Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya.b. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum, seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. c. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara’ seperti babi dan khamar; karena dua jenis benda ini tidak bernilai syara’.

Page 13: FIQIH CAKEP

Khiyar & Macamnya• Khiyar artinya “boleh memilih antara dua, meneruskan akad jual beli atau mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli)”.

Page 14: FIQIH CAKEP

Khiyar ada tiga macam, yakni :1. Khiyar majelisArtinya si pembeli dan si penjual boleh memilih antara dua perkara tadi selama keduanya masih tetap berada di tempat jual beli.

2. Khiyar syaratArtinya khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh keduanya atau oleh salah seorang, seperti kata si penjual “Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau kurang dari tiga hari”

Page 15: FIQIH CAKEP

3. Khiyar ‘aibi (cacat)Artinya si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya apabila pada barang itu terdapat suatu cacat yang mengurangi kualitas, barang itu, atau mengurangi harganya, sedangkan biasanya barang yang seperti itu baik; dan sewaktu akad cacatnya itu sudah ada, tetapi si pembeli tidak tahu; atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum di terimanya.

Page 16: FIQIH CAKEP

Berselisih Dalam Jual Beli

• Jika dua orang pelaku muamalah berselisih tentang suatu hal berkaitan dengan muamalah maka keberpihakan diberikan kepada yang lebih kuat alasannya. Jika terjadi perselisihan di antara mereka berkaitan dengan persyaratan, harga, atau hal-hal lainnya maka pihak yang lebih kuat alasannya yang lebih dikuatkan perkataannya. Dalam akad jual beli, misalnya yang lebih dikuatkan adalah perkataan si penjual dan adakalanya yang lebih dikuatkan adalah perkataan si pembeli.

Page 17: FIQIH CAKEP

• Telah disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu :

ل و�� ق� ا�ل ف���������������� ة� ن� ي��� ب����������������� ا�� م�� ه� ن� ي��� ب����������������� س �ي�� ول لان! ام�� ع����� مت� ال� ف� ل ت���� اخ� ا ذ� ا0ان! اذ ر� ت���� �ي����� و ا5 ة��� ع��� ل الس رب: ل و�� ق� �ي���� ا�� م��������

“Jika terjadi perselisihan antara dua orang yang melakukan muamalah dan tidak ada bukti pendukung antara keduanya maka perkataan berpihak kepada pemilik barang atau keduanya saling membatalkan jual beli itu”

Page 18: FIQIH CAKEP

Bentuk-bentuk jual beli yang dilarang

1. Jual beli sesuatu yang tidak ada. 2.Menjual barang yang tidak boleh diserahkan

pada pembeli.3. Jual beli yang mengandung unsur penipuan,

yang pada lahirnya baik, tetapi ternyata di balik itu terdapat unsur-unsur tipuan, sebagaimana terdapat dalam sabda Rasulullah saw tentang memperjualbelikan ikan dalam air.

4.Jual beli benda-benda najis5.Memperjualbelikan air sungai, air danau, air

laut dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang.

Page 19: FIQIH CAKEP

Manfaat dan Hikmah Jual Beli

1.Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain

2.Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya masing-masing atas dasar kerelaan

3.Masing-masing merasa puas. Penjual melepas barang dagangannya dengan ikhlas dan menerima uang, sedangkan pembeli memberikan uang dengan ikhlas dan menerima barang

4.Menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram

5.Penjual dan pemberi mendapat rahmat dari Allah swt

6.Menumbuhkan ketenteraman dan kebahagiaan

Page 20: FIQIH CAKEP

PINJAM MEMINJAM(‘ARIYAH)

Page 21: FIQIH CAKEP

Pengertian Pinjam Meminjam

• ‘Ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu dapat dikembalikan.

Page 22: FIQIH CAKEP

Dasar Hukum Pinjam Meminjam (‘Ariyah)

• Asal hukum meminjamkan sesuatu itu sunah, seperti tolong-menolong dengan yang lain. Kadang-kadang menjadi wajib, seperti meminjamkan kain kepada orang yang terpaksa dan meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. Juga kadang-kadang haram, kalau yang dipinjam itu akan dipergunakan untuk sesuatu yang haram.

Page 23: FIQIH CAKEP

Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam (‘Ariyah)

• Rukun Pinjam Meminjam :1. Ada yang meminjamkan. 2. Ada yang meminjam, hendaklah

seorang yang ahli (berhak) menerima kebaikan. Anak kecil atau orang gila tidak sah meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak berhak) menerima kebaikan.

3. Ada barang yang dipinjam

Page 24: FIQIH CAKEP

• Syarat Pinjam Meminjam :1. Ahli (berhak) berbuat kebaikan

sekehendaknya. Anak kecil dan orang yang dipaksa, tidak sah meminjamkan.

2. Manfaat barang yang dipinjam dimiliki oleh yang meminjamkan, sekalipun dengan jalan wakaf atau menyewa.

3. Barang yang benar-benar ada manfaatnya

4. Sewaktu diambil manfaatnya, zatnya tetap (tidak rusak).

Page 25: FIQIH CAKEP

Pembayaran Pinjaman dan Tanggung Jawab Peminjam

• Setiap orang yang meminjam sesuatu kepada orang lain, berarti peminjam memiliki utang kepada yang berpiutang (mu’ir). Setiap utang wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau membayar utang, bahkan melalaikan pembayaran utang juga termasuk aniaya.

• Perbuatan aniaya termasuk perbuatan dosa. Rosulullah bersabda, Artinya “Orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang, adalah aniaya” (H.R Bukhari dan Muslim)

• Bila peminjam telah memegang barang barang peminjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminnya., baik karna pemakaian yang berlebihan maupun karna yang lainnya.

Page 26: FIQIH CAKEP

Tatakrama Berhutang1.Sesuai dengan QS. Al-Baqarah 282 utang piutang

supaya dikuatkan dengan tulisan dari pihak berutang dengan disaksikan dua orang saksi laki-laki atau dengan serorang laki-laki dengan dua perempuan

2.Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar adanya kebutuhan yang mendesak disertai niat dalam hati untuk membayarnya atau mengembalikannya

3.Pihak berpiutang hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada pihak berutang. Bila yang berutang tidak mampu membayar atau mengembalikan maka hendaknya pihak yang berpiutang membebaskannya.

4.Pihak yang berutang bila sudah membayar pinjaman, hendaknya dipercepat pembayarannya karena lalai dalam pembayaran pinjaman berarti berbuat dzalim.

Page 27: FIQIH CAKEP

Pengertian Hiwalah• Secara etimologi, al-hiwalah berarti pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit, memikul sesuatu di atas pundak. Sedangkan secara terminology, al-hiwalah didefinisikan dengan:“Pemindahan kewajiban membayar utang dari orang yang berutang (al-muhil) kepada orang yang berutang lainnya (al-muhtal ‘alaih) atau Pengalihan kewajiban membayar utang dari beban pihak pertama kepada pihak lain yang berutang kepadanya, atas dasar saling mempercayai”

• Sedangkan jumhur ulama fiqh mendefinisikannya dengan:“Akad yang menghendaki pengalihan utang dari tanggungjawab seseorang kepada tanggungjawab (orang lain)”

Page 28: FIQIH CAKEP

Rukun & Syarat HiwalahRukun Hiwalah :1. Pihak pertama

2. Pihak kedua 3. Pihak ketiga4. Hutang pihak pertama kepada pihak kedua 5. Hutang pihak ketiga kepada pihak pertama6. Shigat (pernyataan hiwalah)

Page 29: FIQIH CAKEP

Syarat Hiwalah :1.Cakap melakukan tindakan hukum

dalam bentuk akad, yaitu baligh dan berakal.

2.Ada pernyataan persetujuan (ridha). Jika pihak pertama dipaksa untuk melakukan hiwalah maka akad itu tidak sah.

3.qabul (pernyataan menerima akad) harus dilakukan dengan sempurna oleh pihak ketiga di dalam suatu majelis akad.

Page 30: FIQIH CAKEP

Beban Muhil Setelah Hiwalah

• Apabila Hiwalah berjalan dengan sah, dengan sendirinya tanggung jawab muhil gugur. Andaikata Muhal’alaih mengalami kebangkrutan, membantah Hiwalah atau meninggal dunia maka Muhal tidak boleh kembali lagi pada Muhil, hal ini menurut pendapat ulama jumhur.

Page 31: FIQIH CAKEP

Syukron