BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan masyarakat. Dalam dunia pendidikan, teori dan praktik pendidikan dipengaruhi oleh aliran filsafat pendidikan. Beberapa aliran filsafat pendidikan yang dapat diaplikasikan dalam sistem pembelajaran adalah teori behavioristik dan teori libelarisme. Aliran behavioristik menekankan terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran libelarisme meletakkan kebebasan individu sebagai nilai politik tertinggi Perbedaan dari kedua filsafat tersebut terkait dengan bagaimana pandangan manusia terkait dengan apa yang menimpanya. Hal ini akan berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan dengan dasar filsafat tertentu. Selanjutnya penulis akan membahas tentang filsafat pendidikan behaviorisme dan libelarisme B. Rumusan Masalah Rumusan masalah makalah ini adalah : 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan
seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan
pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan masyarakat.
Dalam dunia pendidikan, teori dan praktik pendidikan dipengaruhi oleh
aliran filsafat pendidikan. Beberapa aliran filsafat pendidikan yang dapat
diaplikasikan dalam sistem pembelajaran adalah teori behavioristik dan teori
libelarisme. Aliran behavioristik menekankan terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran libelarisme meletakkan
kebebasan individu sebagai nilai politik tertinggi
Perbedaan dari kedua filsafat tersebut terkait dengan bagaimana
pandangan manusia terkait dengan apa yang menimpanya. Hal ini akan
berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan
dengan dasar filsafat tertentu. Selanjutnya penulis akan membahas tentang
filsafat pendidikan behaviorisme dan libelarisme
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan behaviorisme dan
liberalisme?
2. apa saja ciri-ciri filsafat pendidikan behaviorisme dan liberalisme ?
3. Siapa saja tokoh-tokoh filsafat pendidikan behaviorisme dan liberalism?
4. Bagaimana aplikasi dan implikasi filsafat pendidikan behaviorisme dan
liberalism dalam pembelajaran?
1
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat pendidikan behaviorisme dan
liberalisme
2. Untuk mengetahui ciri-ciri filsafat pendidikan behaviorisme dan liberalisme ?
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh filsafat pendidikan behaviorisme dan
liberalism?
4. Untuk menelaah bagaimana aplikasi dan implikasi filsafat pendidikan
behaviorisme dan liberalism dalam pembelajaran.
2
BAB IIPEMBAHASAN
I. Filsafat Pendidikan Behaviorisme
A. Pengertian
Aliran behaviorisme sering disebut dengan aliran perilaku yang merupakan
filosofi dalam psikologi yang menganggap bahwa semua yang dilakukan
organisme (tindakan, pikiran dan perasaan) dapat dan harus dianggap sebagai
perilaku. Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada
tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Teori behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah segala hal yang
diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu sesuatu
yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan tingkah
laku tersebut terjadi atau tidak.
3
Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pembelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Aliran
ini juga memandang pengetahuan sebagai hal yang objektif, pasti, tetap dan
tidak berubah.
Behavioristik juga memandang bahwa belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang
yang belajar. Fungsi mind (pikiran) adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yang sudah ada melalui proses berpikir. Apa yang dipahami guru itulah yang
harus dipahami oleh murid. Behavioristik memandang bahwa pembelajar atau
murid merupakan objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan
dari pendidik. Kurikulum dikembangkan secara terstruktur dengan
menggunakan standar tertentu
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini
bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap
aktivitas individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang
terjadi dalam diri individu. Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme
menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau mentalitas dalam individu.
Pandangan ini sebetulnya sudah berlangsung lama sejak jaman Yunani Kuno,
ketika psikologi masih dianggap bagian dari kajian filsafat. Namun kelahiran
behaviorisme sebagai aliran psikologi formal diawali oleh J.B. Watson pada
tahun 1913 yang menganggap psikologi sebagai bagian dari ilmu kealaman yang
eksperimental dan obyektif, oleh sebab itu psikologi harus menggunakan metode
empiris, seperti : observasi, conditioning, testing, dan verbal reports.
Behaviorisme merupakan kekuatan pendidikan sejak abad pertengahan.
Sebagai suatu pendekatan terhadap pendidikan, behaviorisme terbuka bagi
manusia modern yang mengutamakan metodologi ilmiah dan “obyektivitas”
seperti sektor yang dapat diukur dari komunitas bisnis yang menilai hasil,
efisiensi, dan ekonomi yang terlihat mendesak (Haryo, 2007).
4
Pengertian belajar menurut teori Behavioristik adalah perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari adanya reaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dikatakan telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukan perubahan pada
tingkah lakunya, apabila dia belum menunjukkan perubahan tingkah laku maka
belum dikatakan bahwa ia telah melakukan proses belajar. Teori ini sangat
mementingkan adanya input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respons. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambar-
gambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar (Budiningsih,
2003). Jadi, Teori belajar Behavioristik adalah teori belajar yang lebih
menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk
reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah
laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau
reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.
Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa
merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
B. Ciri-Ciri Teori Belajar Behaviorisme
Untuk mempermudah mengenal teori belajar behaviorisme digunakan ciri –
ciri sebagai berikut:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2. Mementingkan bagian – bagian (elentaristis)
3. Mementingkan peranan reaksi (respon)
4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan
7. Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal” atau
“ trial and error”.
5
C. Prinsip-Prinsip Teori Behaviorisme
Obyek psikologi adalah tingkah laku
Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek
Mementingkan pembentukan kebiasaan
D. Sejarah Perkembangan Filsafat Behaviorisme
Behaviorisme adalah aliran psikologi yang kemudian sangat berpengaruh
terhadap bidang pendidikan yang menekankan pada tingkah laku/perilaku
manusia (individu) sebagai makhluk yang reaktif yang memberikan respon
terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengalaman dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku orang tersebut.
Latar belajar teori behavioristis bersumber pada pandangan John Locke
mengenai jiwa anak yang baru lahir, ialah jiwanya dalam keadaan kosong.
Seperti meja lilin bersih, disebut tabularasa. Dengan demikian pengaruh dari luar
sangat menentukan perkembangan jiwa anak, dan pengaruh luar itu dapat
dimanipulasi (direatmen secara leluasa). Dari pandangan manusia menurut John
locke tersebut, pendekatan belajar menjadi behavioristic elementaristic, atau
pendekatan belajar behavioristic emperistic. Di samping itu ada pandangan
manusia lain, ialah fenomena, jadi fenomologis, sehingga pendekatan belajar
bercorak kognitif-totalistis, dasar psikologisnya adalah psikologi Gestalt.
Behaviorisme muncul awalnya melalui penelitian Psikolog Rusia bernama
Ivan Pavlov (1849-1936). Penelitian yang dilakukan Ivan Pavlov adalah
penelitian yang dilakukan terhadap beberapa anjing. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Pavlov, anjing-anjing yang ada di laboratoriumnya mulai
mengeluarkan air liur pada saat mereka diberi makan, bahkan sebelum mereka
bisa melihat atau mencium aroma makanannya. Anehnya, mereka mengeluarkan
air liur ketika mereka melihat penjaganya atau pada saat mereka mendengar
langkah kaki penjaganya. Selanjutnya penelitian sederhana ini membimbing
Pavlov untuk melakukan serangkaian percobaan yang cukup terkenal; dia akan
membunyikan bel atau suara berdengung – yang dua-duanya tidak menyebabkan
anjing berliur – dan kemudian dengan Pavlov memberi makan anjing-anjingnya,
sebuah stimulus yang mengarah pada keluarnya liur. Dengan segera Pavlov
6
menemukan bahwa apabila prosedur yang sama diulang sesering mungkin,
bunyi bel dan dengung saja sudah mengakibatkan keluarnya air liur. Penelitian
Pavlov ini kemudian menghasilkan teori stimulus-respon yang bernama classical
Condisioning.
John B. Watson (1878-1958), mengikuti petunjuk Pavlov, menegaskan
bahwa tingkah laku manusia adalah persoalan dari refleks-refleks yang
dikondisikan. Watson mendalilkan bahwa psikologi sebaiknya menghentikan
studi tentang apa yang manusia pikir dan rasakan, dan mulai mempelajari apa
yang dilakukan orang-orang. Bagi Watson, lingkungan adalah pembentuk
tingkah laku utama. Ia berpendapat bahwa lingkungan anak dapat dikendalikan,
kemudian ia dapat mengatur anak ke dalam banyak tipe manusia yang
diinginkan.
Tokoh Behavioris yang paling berpengaruh adalah BF. Skinner. Teori
tingkah laku Skinner yang terkenal bernama Operant Conditioning. Teori ini
berdasar dari Eksperimen yang dilakukan oleh Skinner. Dalam Eksperimen
tersebut, seekor tikus diletakkan dalam kotak (Skinner Box). Lefrancois
(2000.132) mengatakan untuk eksperimennya, kotak tersebut berisi sebuah
pengungkit, sebuah tali, sebuah jaring bermuatan listrik yang terletak di lantai,
dan sebuah baki makanan, semuanya diatur sedemikian rupa sehingga apabila
tikus menekan pengungkit, lampu akan menyala dan sebutir makanan akan
masuk ke dalam baki makanan. Pada kondisi seperti itu, kebanyakan tikus akan
dengan segera belajar menginjak pengungkit, lampu akan menyala dan sebutir
makanan akan masuk ke dalam baki makanan. Pada kondisi seperti itu,
kebanyakan tikus akan dengan segera belajar menginjak pengungkit, dan mereka
akan melakukan hal serupa selama beberapa waktu meskipun mereka tidak
selalu memperoleh makanan setiap kali mereka menekan pengungkit. Demikian
pula tikus tersebut dapat dengan tiba-tiba diarahkan untuk menolak pengungkit
jika pada saat menekannya akan mengaktifkan arus listrik pada lantai jaring.
Tetapi, tikus-tikus tadi juga akan belajar menekan pengungkit untuk
memadamkan arus listrik. Eksperimen ini menghasilkan teori tingkah laku yang
menekankan bahwa tindakan-tindakan seseorang dapat diarahkan melalui
reinforcement/penguatan dan punishment/hukuman.
7
E. Prinsip-Prinsip Pendidikan Behaviorisme
Terhadap bidang pendidikan, behavorisme memberi pengaruh sangat
besar, terutama pada abad pertengahan. Berikut ini prinsip-prinsip pendidikan
behaviorisme, yaitu :
1. Manusia adalah binatang yang berkembang lebih dari lainnya dan ia belajar
dalam cara yang sama yang dipelajari oleh binatang-binatang lain. Manusia
tidak memiliki banyak martabat atau kebebasan yang khusus. Benar bahwa
manusia adalah organism alam yang kompleks, tetapi terutama ia masih
merupakan bagian dari kerajaan binatang. Tugas dari behavioris adalah
mempelajari hukum-hukum tingkah laku. Hukum-hukum ini sama bagi
semua binatang. termasuk manusia.
2. Pendidikan adalah proses pengaturan tingkah laku.
Dari perspektif behavioris orang diprogram untuk bertindak dengan cara-cara
tertentu melalui lingkungan mereka. Mereka diberi penghargaan karena
tindakan dari beberapa cara dan dihukum karena tindakan dengan cara lain.
Aktivitas-aktivitas yang menerima penghargaan positif tersebut cenderung
diulang, sementara penghargaan negatif cenderung dimatikan. Tugas
pendidikan adalah menciptakan lingkungan belajar yang mengarahkan pada
tingkah laku yang diinginkan. Pendidikan di sekolah dan institusi pendidikan
lainnya kemudian dipandang sebagai lembaga pendesainan budaya.
3. Peran guru menciptakan lingkungan belajar yang efektif
Skinner menyatakan bahwa murid-murid itu belajar dalam kehidupan sehari-
hari melalui konsekuensi dari tindakan mereka. Tugas guru itu mengatur
lingkungan belajar yang akan menyediakan penguatan untuk tindakan murid
yang diinginkan . Berikut ini contoh lingkungan belajar yang harus
dikondisikan guru:
4. Efisiensi, ekonomi, ketelitian, dan obyektifitas adalah pusat perhatian nilai
dalam pendidikan
Teknik-teknik tingkah laku dalam behaviorisme telah diaplikasikan untuk
praktek-praktek bisnis, seperti managemen sistem, periklanan, dan promosi
penjualan dengan banyak sukses. Hal ini mengarahkan sektor besar dari
komunitas untuk bekerjasama dengan kaum behavioris psikologis untuk
8
menjadikan sekolah-sekolah dan pendidik-pendidik itu “bertanggungjawab”
(bisa melakukan pengkondisian). Gerakan bertanggungjawab ini telah
berusaha memperbaiki tanggungjawab hasil pendidikan – apa yang dipelajari
anak – pada mereka yang melaksanakan pengajaran. Hal ini telah
menstimulasikan perhatian dalam pengaplikasian teknik, obyektif, dan
pelaksanaan managemen usaha yang berdasarkan pengukuran dalam konteks
sekolah.
F. Tokoh-tokoh Behaviorisme
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya adalah Thorndike,
Watson,Clark hull, Edwin Guthrie, dan BF. Skinner. Berikut akan dibahas karya-
karya para tokoh aliran behaviorisme.
1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan.
Teori yang dikembangkan oleh Thorndike di kenal dengan istilah
koneksionisme (connectionism). Teori ini memandang bahwa yang menjadi
dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau menghubungkan antara
kesan indera (stimulus) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak
(respon), yang di sebut dengan connecting. Dalam teori ini juga di kenal istilah
selecting, yaitu stimulus yang beraneka ragam di lingkungan melalui proses
mencoba-coba dan gagal (trial &error).
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada
kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal
ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan
prestasi memuaskan.
9
Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan
sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan
sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk
belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya
adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.
Menurut Thorndike terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :
a. The Law of Effect (Hukum Akibat)
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya
tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin
lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai
akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi.
Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat
menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang
pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan
muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum.
Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
b. The Law of Exercise (Hukum Latihan)
Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini,
hukum latihan mengandung dua hal yaitu The Law of Use ( hubungan-
hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada
latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu) dan The Law of
Disue (hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah
lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang
melemahkan hubungan tersebut).
c. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan)
Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
10
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu
kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera
dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau
tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar
menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat
respon. Komponen-komponen pengajaran yang penting menurut pandangan
behaviorisme adalah kebutuhan akan:
Perumusan tugas atau tujuan belajar secara behaviorial
Membagi “task” menjadi “subtasks”
Menentukan hubungan dan aturan logis antara “subtasks”
Menetapkan bahan dan prosedur pengajaran tiap-tiap “subtasks”
Memberi “feedback” pada setiap penyelesaian “subtasks” atau tujuan-tujuan
tiap kompetensi dasar.
Salah satu fungsi guru yang terpenting setelah menganalisa ialah menentukan
tugas. Analisa tugas akan membantu guru dalam membimbing belajar murid.
Bagi penyusun program,analisa tugas membantu menentukan susunan bahan
pelajaran dalam mesin mengajar. Perencanaan kurikulum dapat mengatur
urutan unit-unit belajar.
2. John Watson (1878-1958)
Watson adalah seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati
dan diukur. Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan
Yunani), matematika, dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di
University of Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke
psikologi karena pengaruh Angell. Pemikiran Watson menjadi dasar bagi para
penganut behaviorisme berikutnya. Behaviorisme secara keras menolak unsur-
unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan
11
membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian,
Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti
yang dipercayai oleh strukturalism.Berarti juga behaviorisme sudah
melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa
dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.
Meskipun pandangan Behaviorisme sekilas tampak radikal dan
mengubah pemahaman tentang psikologi secara drastis, Brennan (1991)
memandang munculnya Behaviorisme lebih sebagai perubahan evolusioner
daripada revolusioner. Dasar-dasar pemikiran Behaviorisme sudah ditemui
berabad-abad sebelumnya.
Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati dan
diukur. Jadi perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Sebagai seorang
pembelajar, Watson mempunyai beberapa pandangan yaitu:
a. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang
dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk
juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang
dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana
hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang
overt dan covert, learned dan unlearned
b. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku.
Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat
penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini
pada Lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat
deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan
berdasarkan free will.
c. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya,
mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan
dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson
menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi
ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama
12
behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun
dalam derajat yang berbeda-beda. Pada titik ini sejarah psikologi mencatat
pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap
konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat
banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru
menjadi populer.
d. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah
observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
e. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya
sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan
oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti
bersin, merangkak, dan lain-lain.
f. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan
Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan
dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama,
recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan
menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses
conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia
(subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya
banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
g. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan
William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan
oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh mana
sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
h. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking.
Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat
disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat
diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
i. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku
dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adalah
ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus
13
oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya
pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat
obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris
pada eksperimen terkontrol.
Watson juga mengadakan perubahan besar dalam teori dan praktek
psikologi menurut pandangannya. Dengan pengalaman eksperimen….dalam
maze (kotak eksperimen) dia menolak metode instrospeksi sebab tidak dapat
dibuktikan. Watson mengadakan percobaan-percobaan belajar dengan hewan
dan manusia. Sarjana ini percaya, bahwa tingkah laku dapat dapat diterangkan
dengan terminology hubungan S-R dalam syaraf otak dalam karyanya:
Psiokology as the Behavioristist Views lt. (1913).
Belajar menurut Watson adalah jika S dan R ada bersamaan dan kontigu,
maka hubungannya akan diperkuat. Kekuatan hubungan S-R tergantung
kepada frekuensi ulangan adanya S-R. Watson mementingkan hukum ulangan
atau hukum latihan dalam belajar. Watson tidak menganggap penting Hukum
efek Thorndike. Watson menolak hukum efek dari Thornike, sebab dianggap
dasarnya mentalistik dan berdasar prinsip kenikmatan.
Hukum kedua yang dipententangkan oleh Watson adalah The Law of
Recency (hukum kebaruan). Artinya respon yang baru akan diperkuat dengan
ulangan hadirnya dari pada respon yang lebih awal. Dasar kegiatan belajar
adalah dengan conditioning. Belajar adalah memindahkan respon lama
terhadap stimuli baru.
Sumbangan Watson dalam perkembangan psikologi pendidikan antara
lain, ialah:
a. Mempunyai pengaruh besar dalam psikologi di USA.
b. Mempopulerkan ajaran behaviorisme.
c. Adanya tingkah laku, mesti ada hubungan syaraf di otak.
d. Untuk menjelaskan belajar perlu mengerti fungsi otak.
e. Menggerakkan studi dan tingkahlaku secara obyektif.
f.Mempertimbangkan faktor lingkungan .
g. Belajar adalah proses membentuk hubungan S-R.
14
h. Banyak mendorong penelitian-penelitian eksperimen dengan conditoning di
USA.
3. Clark L. Hull (1884-1952)
Hull menamatkan Ph.D dalam bidang psikologi dari University of
Wisconsin dan mengajar di sana selama 10 tahun, kemudian mendapat gelar
professor dari Yale dan menetap di uni ini hingga masa pensiunnya. Sepanjang
karirnya, Hull mengembangkan ide di berbagai bidang psikologi, terutama
psikologi belajar, hipnotis, teknik sugesti.Metode yang paling sering digunakan
adalah eksperimental lab.
Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua
fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap
bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive)
dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan
menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
(stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat
berwujud macam-macam.
Prinsip-prinsip utama teorinya adalah :
a. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun
fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive
reduction daripada satisfied factor.
b. Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan
dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O
(organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang
disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa
output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme
sejati.
c. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini
tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis
organisma.
15
d. Hypothetico-deductive theory
Adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan menggunakan
metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus
didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena
individual (induktif).Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang
menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit,
reaksi potensial, dan lain sebagainya (Lundin, 1991, pp.193-195).
Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang detil, ditunjang
dengan hasil-hasil eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide Hull
banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik lainnya dan dikembangkan.
Namun demikian banyak pula kritik yang ditujukan kepada Hull, diantaranya
adalah :
Teorinya dianggap terlalu kompleks dan sulit dimengerti
Idenya tentang proses internal dianggap abstrak dan sulit dibuktikan
melalui eksperimen empiris
Partikularistic, usaha untuk menggeneralisasi hasil eksperimen secara
4. Memandang pendidikan sebagai perkembangan dari keefektifan personal.
5. Memusatkan perhatian kepada tata cara pemecahan masalah secara individual
maupun berkelompok.
6. Menekankan perubahan sosial secara tak langsung, melalui perkembangan
kemampuan tiap orang berperilaku praktis dan efektif.
7. Berdasarkan kepada sebuah sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka.
8. Didirikan di atas tata cara pembuktian secara ilmiah rasional.
45
9. Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi terletak pada
pengetahuan yang diperoleh dari pembuktian eksperimental.
K. Landasan Pendidikan Liberal
Berikut ini landasan pendidikan liberal, diantaranya sebagai berikut:
1. Seluruh kegiatan belajar bersifat relatif terhadap sifat-sifat dan isi
pengalamanpersonal. Muncul dari proses-proses perkembangan personal, dan
seluruh tindakan belajar yang punya arti penting cenderung untuk bersifat
subjektif.
2. Seluruh kegiatan belajar pada puncaknya mengakar pada keterlibatan dalam
pengertian inderawi yang aktif.
3. Seluruh kegiatan belajar pada dasarnya merupakan proses pengujian gagasan-
gagasan, dalam situasi-situasi pemecahan masalah secara praktis.
4. cara terbaik untuk mempelajari sesuatu dan sebagai implikasinya, juga cara
terbaik untuk hidup.
5. Pengalaman kejiwaan yang paling dini merupakan pengalaman yang dialami
oleh orang yang belajar pada waktu ia masih kanak-kanak, termasuk latihan-
latihan emosional dan kognitif.
6. tindakan belajar dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi emosional dan
perilaku personal.
Berkaitan dengan pendidikan, kaum liberal beranggapan bahwa persoalan
pendidikan terlepas dari persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dan
pendidikan tidak memiliki kemudian lebih diarahkan pada penyesuaian atas
sistem dan struktur sosial yang berjalan. Yang lebih diperhatikan adalah
bagaimana meningkatkan kualitas dari proses belajar mengajar sendiri, fasilitas
dan kelas yang baru, modernisasi peralatan sekolah, penyeimbangan rasio guru-
murid.
Selain itu juga berbagai investasi untuk meningkatkan rnetodologi
pengajaran dan pelatihan yang lebih effisien dan partisipatif, seperti kelompok
dinamik (group dynamics) 'learning by doing', 'experimental learning', ataupun
bahkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) sebagainya.usaha peningkatan tersebut
46
terisolasi dengan svstem dan struktur ketidak adilan kelas dan gender, dominasi
budaya dan represi politik yang ada dalam masyarakat.
Kaum Liberal sama-sama berpendirian bahwa pendidiakan adalah politik,
dan “excellence" haruslah merupakan target utama pendidikan. Kaum Liberal
beranggapan bahwa masalah mayarakat dan pendidikan adalah dua masalah
yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dalam struktur kelas dan
dominasi politik dan budaya serta diskriminasi gender dimasyarakat luas.
Bahkan pendidikan bagi salah satu aliran liberal yakni `structural funrtionalisme'
justu dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat.
Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan
mereproduksi nilai nilai tata susila keyakinan dan nilai - nilai dasar agar
masyarakat luas berfungsi secara baik.
Pendekatan liberal inilah yang mendominasi segenap pemikiran tentang
pendidikan rti berbagai macam pelatihan. Akar dan pendidikan ini adalah
Liberalisme, yakni suatu pandangan yang menekankan pengembangan
kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan (freedoms), serta mengidentifikasi
problem dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi menjaga stabilitas
jangka panjang.
Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar pada cita cita Barat tentang
individualisme. Ide palitik liberalisme sejarahnya berkait erat dengan bangkitnya
kelas liberalisme dalam pendidikan dapat dianalisa dengan melihat komponen
komponennya.
Komponen pertama, adalah komponen pengaruh filsafat Barat tentang
model manusia universal yaitu manusia yang "rational liberal". Ada beberapa
asumsi yang mendukung konsep manusia "rasional liberal" seperti: pertama
bahwa semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektual, kedua baik
tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal. Ketiga adalah
"individualis" yakni adanya angapan bahwa manusia adalah atomistik dan
atanom (Bay,1988). Menernpatkan individu socara atomistic, membawa pada
keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan, dan masyarakat dianggap
tidak stabil karena interest anggotanya yang tidak stabil.
47
Pengaruh liberal ini kelihatan dalam pendidikan yang mengutamakan
prestasi melalui proses persaingan antar murid. Perankingan untuk menentukan
murid terbaik, adalah implikasi dari paham pendidikan ini. Pengaruh pendidikan
liberal juga dapat dilihat dalam berbagai training management, kewiraswastaan,
dan training-training yang lain. Contoh kongkrit pendekatan liberal bisa kita
lihat pada Achievement Motivation Training (AMT) McClelland. McClelland
berpendapat bahwa akar masalah keterbelakangan dunia ketiga karena mereka
tidak memiliki apa yang dinamakannya N Ach. Oleh karena sarat pembangunan
bagi rakyat dunia ketiga adalah perlu virus "N ach" yang membuat individu
agresif dan rasional.
Komponen kedua adalah Positivisme. Positivisme sebagai suatu paradigma
ihnu sosial yang dominan dewasa ini juga menjadi dasar bagi model pendidikan
Liberal. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari
pandangan, metode dan teknik ilmu alarn memahami realitas. Positivisme
sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu ilrnu sosial yang
dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni
dengan kepercayaan adanya universalisme and generalisasi, melalui metode
determinasi, 'fixed law' atau kumpulan hukum teori (Schoyer, 1973). Positivisme
berasumsi bahwa penjelasan tungal dianggap "appropriate" untuk semua
fenomena.
Oleh karena itu riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati
dengan positivisme yang melibatkan unsur-unsur seperti obyektivitas, empiris,
tidak memihak, detachment, rasional dan bebas nilai. Pengetahuan selalu
menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan
diveritikasi dengan metode "scientific". Dengan kata lain, positivism
mensaratkan pemisahan fakta dan nilai dalam rangka menuju pada pemahaman
obyektif atas realitas sosial.
Pendidikan dan pelatihan dalam positivistik bersifat fabrikasi dan
mekanisasi untuk memproduksi keluaran pendidikan yang harus sesuai dengan
`pasar kerja'. Dalam pola pemikiran positivistic Murid dididik untuk tunduk
pada struktur yang ada. Dari sana, bisa kita lihat bahwa pada paradigma liberal
48
pendidikan biasanya lebih melanggengkan system yang ada dengan melahirkan
anak-anak didik yang berperan dalam mempertahankan system tersebut.
Tradisi liberal telah mendominasi konsep pendidikan hingga saat ini.
Pendidikan liberal adalah menjadi bagian dari globalisasi ekonomi 'liberal'
kapitalisme. Dalam kontek lokal, paradigma pendidikan liberal telah menjadi
bagian dari sistim developmentalisme, dimana sistim tersebut ditegakan pada
suatu asumsi bahwa akar 'underdevelopment' karena rakyat udak mampu terlibat
dalam sistim kapitalisme. Pendidikan harus membantu peserta didik untuk
masuk dalam sistim developmentalisme tersebut, sehingga masyarakat memiliki
kemampuan dalam kompetisi di system kapitalis.
L. Liberalisme dalam Pendidikan
Jika sementara kita kesampingkan perbedaan antara sudut pandang religius dan
sekular di dalam tradisi liberasionisme pendidikan, maka ideologi ini dasarnya
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Pendidikan secara Menyeluruh
Tujuan utama pendidikan adalah untuk mendorong pembaharuan-
pembaharuan sosial yang perlu, dengan cara memaksimalkan kemerdekaan
personal di dalam sekolah, serta dengan cara membela kondisi-kondisi yang
lebih manusiawi dan memanusiakan di dalam masyarakat secara urnum.
2. Sasaran-Sasaran Sekolah
Sekolah ada lantaran tiga alasan utama yaitu :
a) untuk membantu para siswa mengenali dan menanggapi kebutuhan akan
pernbaharuan/perombakan sosial;
b) untuk menyediakan informasi dan keterampilan-keterampilan yang
diperlukan siswa supaya bisa belajar secara efektif bagi dirinya sendiri;
c) untuk mengajar para siswa tentang bagaimana caranya memecahkan
masalah-masalah praktis melalui penerapan teknik-teknik penyelesaian
masalah secara individual maupun kelompok yang didasari oleh metode-
metoda ilmiah-rasional.
Pada ranah ini, oleh James A. Bank (1977) menegaskan bahwa dalam sosial
studies diperlukan metode-metode ilmiah rasional dalam mengembangkan
pembelajaran IPS, khususnya pada sekolah menengah. Metode ilmiah itu
49
disebutnya dengan metode inquiry, dengan langkah-langkah: identifikasi
masalah-masalah sosial, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dan
mengevaluasi data. Tujuan metode ini adalah agar pendidikan IPS dapat
menghasilkan peserta didik yang rasional, memiliki keterampilan sosial dan
tepat mengambil keputusan (decision making) dalam kehidupan pribadi dan
sosialnya.
3. Ciri-ciri Umum Liberasionisme Pendidikan
Ada sembilan ciri-ciri umum liberasionisme pendidikan, yaitu:
a) Menganggap bahwa pengetahuan adalah alat yang diperlukan untuk
melakukan pembaharuan/perombakan sosial.
b) Menekankan manusia sebagai sebentuk keluaran budaya;, budaya
merupakan penentu-sosial kedirian;
c) Menekankan analisis obyektif (ilmiah-rasional) serta evaluasi/penilaian
terhadap kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik sosial yang ada;
d) Menganggap pendidikan sebagai perujudan yang paling utuh dari potensi-
potensi khas tiap orang sebagai mahluk manusia;
e) Memusatkan perhatian kepada kondisi-kondisi sosial yangmenghalang-
halangi perujudan paling penuh dari potensi-potensi individu, menekankan
masa depan (yakni, perubahan-perubahan dalam sistem yang ada sekarang,
yang perlu untuk mendirikan masyarakat yang lebih memanusiakan
manusia);
f) Menekankan perubahan-perubahan ruang lingkup besar yang segera harus
dilakukan di dalam masyarakat yang ada sekarang, menekankan
perubahan-perubahan penting yang akan mempengaruhi sifat-sifat hakiki
dan pelaksanaan sistem sosial yang mapan;
g) Didasarkan pada sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka
(pembuktian pengetahuan secara ilmiah-rasional) dan/atau prakiraan-
¬prakiraan yang sesuai dengan sistem penyelidikan semacam itu; (8)
Didirikan di atas landasan prakiraan-prakiraan Manos atau Marxis baru
(neo-Marxis) tentang seluruh kesadaran personal yang ditentukan oleh
faktor sosio-ekonomis;
50
h) Menganggap bahwa wewenang intelektual tertinggi ada di tangan mereka
yang memahami konsekuensi-konsekuensi patologis (bersifat
merusak/berpenyakit) dari kapitalisme kontemporer dan segenap sikap
sosial yang dihubungkan dengannya.
4. Anak-anak sebagai Pelajar
Anak-anak condong untuk menjadi baik (yakni, ke arah tindakan yang
efektif dan tercerahkan) jika diasuh dalam sebuah masyarakat yang baik
(yakni bersifat rasional dan berkemanusiaan). Perbedaan-perbedaan
individual lebih penting ketimbang kesamaan-kesamaan individual, dan
perbedaan-perbedaan itu bersifat menentukan dalam penetapan program-
program pendidikan.
Anak-anak secara moral setara dan mereka musti mendapatkan
kesempatan yang setara untuk berjuang demi ganjaran¬-ganjaran sosial dan
intelektual yang lebih luas, lebih mudah diakses, dan dibagikan secara lebih
adil/merata. Kedirian (kepribadian) tumbuh dari pengkondisian sosial, dan
dari yang bersifat sosial ini menjadi landasan bagi penentuan ‘diri’ lanjutan;
anak hanya bebas di dalam konteks determinisme sosial dan psikologis.
5. Administrasi dan Pengendalian
Wewenang pendidikan musti ditanamkan di tangan minoritas yang
tercerahkan, yang terdiri atas para intelektual yang bertanggung-jawab, yang
sepenuhnya sadar akan kebutuhan objektif bagi perubahan¬-perubahan sosial
yang konstruktif, dan yang mampu menanamkan perubahan-perubahan
semacam itu melalui sekolah-sekolah.
Upaya meningkatkan kompetensi pendidik oleh berbagai bangsa telah
dilakukan dengan berbagai macam metode dan strategi. Di Indonesia
misalnya, melalui amandemen Undang-Undang, khususnya UU Sisdiknas,
telah dihasilkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar
Nasional Pendidikan. Dalam Permendiknas tersebut dikatakan bahwa setiap
guru minimal memiliki empat kompetensi dasar, yakni: (a) kompetensi
pedagogik; (b) kompetensi profesional; (c) kompetensi kepribadian, dan (d)
kompetensi sosial (UU Sisdiknas, Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2005
Pasal 28 Ayat 3).
51
Sebagaimana yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya bahwa
diperlukan pendidik yang mampu membawa perubahan (sosial) bagi peserta
didik, adalah sejalan dengan upaya Indonesia melalui UU Sisdiknas,
khususnya mengenai kompetensi guru yang saat ini telah (mulai) dijalankan.
6. Sifat-sifat Hakiki Kurikulum
Sifat hakiki kurikulum tergambar sebagai berikut,
a) Sekolah harus menekankan pembaharuan/perombakan sosio-ekonomis;
b) Sekolah musti memusatkan perhatian pada pemahaman diri serta tindakan
sosial sekaligus;
c) Penekanan harus diletakkan pada tindakan yang cerdas dalam mengejar
keadilan sosial;
d) Mata pelajaran harus bersifat pilihan dalam batas-batas penentuan yang
umum;
e) Penekanan harus diletakkan pada penerapan praktis dari yang sifatnya
intelektual (praksis) melebihi apa yang secara sempit bersifat praktis
ataupun akademis;
f) Sekolah musti menekankan problema-problema sosial yang kontroversial,
menekankan pengenalan dan analisis terhadap nilai-nilai dan prakiraan-
prakiraan dasar yang menggarisbawahi isu-isu sosial, dan memperagakan
kepedulian khusus terhadap penerapan apa yang dipelajari di dalam ruang
kelas kepada kegiatan-kegiatan yang punya arti penting secara sosial di
luar sekolah; sekolah musti secara tipikal menampilkan
pendekatan¬pendekatan antar-disiplin keilmuan yang berpusat pada
problema, yang meliputi wilayah kajian seperti filosofi, psikologi,
kesusasteraan konternporer, sejarah, dan ilmu-ilmu behavioral dan sosial.
7. Metode-metode Pengajaran serta Penilaian Hasil Belajar
Harus ada penekanan yang kurang-Iebih seimbang atau setara pada
pemahaman problema (pengenalan dan analisis terhadap Problema-problema
secara tepat) serta pemecahan masalah. Disiplin dan hapalan mungkin
52
kadang-kadang perlu supaya bisa menguasai sebuah keterampilan yartg akan
diperlukan demi menangani problema-problema personal atau sosial yang
penting secara efektif, namun kegiatan belajar pada dasarnya adalah kegiatan
sampingan dan kegiatan yang bermakna, dan hapalan harus diminimalisir
dan/atau dihapus sama sekali jika mungkin.
Kegiatan belajar-mengajar yang diarahkan oleh siswa dalam kerangka
kerja kurikulum yang ditentukan berdasarkan relevansi sosialnya adalah lebih
tinggi/lebih balk daripada belajar dengan ditentukan dan diarahkan oleh guru.
Sang guru harus dipandang sebagai panutan dalam hal komitmen intelektual
serta keterlibatan sosialnya. Ujian yang didasarkan kepada perilaku para
siswa yang tanpa dilatih/dipersiapkan lebih dulu sebagai tanggapan atas
persoalan¬-persoalan sosial yang penting adalah lebih disukai ketimbang
ujian yang dinilai berdasarkan tes-tes biasa di ruang kelas.
Persaingan antarpribadi dan penyusunan peringkat nilai siswa secara
tradisional harus diminimalisir dan/atau dihapus sama sekali jika mungkin,
sebab hal-hal semacam itu menuntun siswa pada sikap-sikap buruk dan
motivasi did yang merosot.
Bimbingan dan penyuluhan personal, serta terapi kejiwaan, sebagaimana ada
di luar sekolah di saat ini, umumnya berfungsi sebagai bentuk tersembunyi
dari kontrol sosial dan pelatihan penyesuaian diri anak, yang menghalangi
kesadaran anak akan kondisi-kondisi sosial yang melatarbelakanginya, yang
melahirkan problema-problema kejiwaan individual.
8. Kendali di Ruang Kelas
Para siswa musti dianggap bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan
mereka sendiri dalam arti seketika, namun musti diakui bahwa
pertanggungjawaban siswa pada puncaknya tidak bisa dituntut dalam arti
menurut konsep ‘kehendak bebas’ tradisional. Para guru harus bersifat
demokratis dan obyektif dalam menentukan tolok ukur perilaku. Tolok ukur
itu harus ditentukan bersama-sama dengan siswa sebagai cara
mengembangkan tanggung jawab moral mereka.
53
Lantaran tindakan yang bermoral adalah tindakan yang paling cerdas,
dalam situasi apapun, maka peningkatan kecerdasan paktis adalah corak
pendidikan moral yang paling efektif. Di sisi lain, tindakan yang cerdas,
sebagai sebuah cita-cita atau corak ideal secara sosial yang dianjurkan,
memerlukan adanya masyarakat yang cerdas (yang obyektif) dimana setiap
orang diberi kesempatan yang setara untuk membuat pilihan-pilihan
tercerahkan berdasarkan kesempatan-kesempatan pendidikan yang setara.
BAB IIIPENUTUP
54
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, begitu definisi pendidikan yang
terkandung dalam ketentuan umum di Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas).
Untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Indonesia yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa, instrument yang digunakan adalah pendidikan. Pendidikan
yang berkualitas akan melahirkan manusia-manusia cerdas, kemudian akan
menjadi agen perubahan untuk kehidupan berbangsa yang lebih baik. Paolo Freire
seorang tokoh pendidikan menyatakan ada dua pandangan dunia yang
mempersepsikan manusia dalam dunia pendidikan.Pandangan pertama melihat
manusia sebagai objek, yang dapat dibentuk dan disesuaikan.Pandangan lainnya
melihat manusia sebagai subyek, mahluk yang bebas dan mampu melampaui
dunianya.
Proses belajar pada dunia pendidikan dianggap sebagai transfer of
knowledge, beranggapan bahwa peserta didik adalah botol kosong yang dapat
diisi sesuai dengan kehendak pendidik. Pendidik dan anak didik terlihat seperti
relasi antara penguasa dan yang dikuasai. Paradigma ini lebih dipengaruhi oleh
teori behaviorisme. Behaviorisme memandang pengetahuan sebagai suatu yang
eksternal dan proses belajar sebagai kegiatan internalisasi pengetahuan. Hasil dari
proses belajar teori ini adalah perubahan tingkah laku, layaknya mesin yang
dimasukkan program kemudian program itu berjalan sebagaimana program yang
telah dibuat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
55
Abraham Maslow, 2004, Psikologi Sains. Teraju. Jakarta.Abudin Nata, 2008, Manajemen Pendidikan-Mengatasi Pendidikan Islam di
Indonesia. Media Grafika. Jakarta._____________, 2005, Filsafat Pendidikan Islam. Gaya Media Pratama. Jakarta.Assegaf Abdurrachman & Suyadi, 2008, Pendidikan Islam Madzhab Kritis-
Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat. Gama Media. Yogyakarta.Beane, James A., et. all, 1986, Curriculum Planning and Development. Boston. Allyn
and Bacon, Inc.Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Rineka Cipta. JakartaBurhanuddin, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta An-Ruzz
MediaBarnadib, Imam, 1988, Kearah Prospektif baru Pendidikan, Jakarta,Dep Dik Bud.
Ditjen P.T. P2LPTK.Bank, James A. 1977. Teaching Strategies for Sosial Studies: Inquary, Valuing, and
Decision Making. Addison-Wesley Publishing Company.Freire, Paulo. 2001. Pedagogi Pengharapan. (terj.) Yogyakarta: Kanisius.Freire, Poulo. 2008. Pendidikan Kaum Tertindas. (terj.).Yogyakarta: LP3ES.
Freire, Paulo, Ivan Illich, dan Erich Fromm. Menggugat Pendidikan: Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009/.Fudyartanto, Ki RBS., 2002, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Global Pustaka Utama. Jogjakarta.
George, R. Knight. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Gama Media.Iksan, Rumtini. 2011. “Pemikiran Pendidikan John Dewey” (1859-1952), Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Depdiknas, No. 046, tahun ke-10, Januari 2001. (online). http://journal.uii.ac.id/index.php/JPI/article/view/191, diakses tanggal 3 November 2011.
“Ivan Illich: Deschooling, Conviviality And The Possibilities For Informal Education And Lifelong Learning” (online), http://www.infed.org/thinkers/et-illic.htm, diakses tanggal 3 November 2011.
Knight, R. George. Isu-Isu Alternatif dalam Filosofi Pendidikan. (Bogor: Penerbit Yayasan Kasih Abadi, 2000)Oemar Hamalik, 2008, Manajemen Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Jalaluddin Rahmat. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya_____________, 2008, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.M. Ihsan Dacholfany dan Ayi Sofyan. 2009 KURIKULUM BERDASARKAN
FILSAFAT BEHAVIORISME. Tugas Makalah Bidang Studi Manajemen Kurikulum Program S3 PPS Universitas Islam Nusantara Dari Dosen: Prof. Dr. Harry Soedrajat
Nemiroff, Greta Hofmann. 1992. Reconstructing education : toward a pedagogy of critical humanism. New York, NY 10010, An imprint of Greenwood Publishing Group, Inc.
O’Neil, William F. 2008. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Purwanto, M. Ngalim, 2007, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. PT. Remaja
Schubert, William H., 1986, Curriculum: Perspective, Paradigm and Possibility. New York: McMillan Publishing Co.
Sukmadinata, Nana Saodih, 2008, Pengembangan Kurikulum-Teori dan Praktek. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Syaiful Sagala, 2007, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Alfabeta. Bandung.
Tim Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2009, Manajemen Pendidikan. Alfabeta. Bandung.
Ratna Syifa’a Rachmahana. 2011. “Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan”, (online). Jurnal Pendidikan Islam “el Tarbawi”, NO. 1. VOL. I. 2008. Diakses tanggal 3 November 2011.
Rizky. Behaviorisme Dipandang dari Segi Psikologi Islam. Http/: [email protected]. Internet
Tilaar, H.A.R. dan Riant Nugroho. 2009. Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
UU Sisdiknas, Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 28 Ayat 3.Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia: Belajar dari Paulo Freire dan
Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: Ar Ruz Media.Uyoh Sadulloh, 2007, Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta. Bandung.Zidniyati. Behaviorisme And Social Learning Theory . intern http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/05/12/kurikulum-berdasarkan-filsafat-