-
i
UNIVERSITAS INDONESIA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSAN SUKSINAT
SEBAGAI MATRIKS PADA TABLET ENTERIK
LEPAS LAMBAT
SKRIPSI
RINA MARIYAM
0706264955
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2011
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSAN SUKSINAT
SEBAGAI MATRIKS PADA TABLET ENTERIK
LEPAS LAMBAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi
RINA MARIYAM
0706264955
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2011
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Rina Mariyam
NPM : 0706264955
Tanda Tangan :
Tanggal : 11 Juli 2011
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Rina Mariyam
NPM : 0706264955
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinat
sebagai
Matriks pada Tablet Enterik Lepas Lambat
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan
diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi
pada Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Silvia Surini, M.Pharm.Sc., Apt ( )
Penguji I : Dr. Iskandarsyah, MS., Apt ( )
Penguji II : Dr. Anton Bahtiar, M.Biomed., Apt ( )
Penguji III : Dr. Harmita, Apt ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 11 Juli 2011
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan
nikmat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan
penyusunan skripsi ini tepat waktu. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Dalam
ruang
yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan
terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS. selaku Ketua Departemen
Farmasi FMIPA
UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian
dan
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Silvia Surini, M.Pharm.Sc., Apt. selaku pembimbing atas
kesabarannya
dalam membimbing penulis, memberikan petunjuk, dan memberikan
banyak
masukan selama penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.
3. Dr. Harmita, Apt. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan
banyak perhatian, saran, dan bantuan selama ini.
4. Seluruh dosen Departemen Farmasi FMIPA UI atas segala ilmu
pengetahuan
dan didikannya selama ini.
5. Keluarga tercinta, Mamah, Papah, Aa Yusuf, Aa Fahrul, De
Akhdan, Teh
Istie, Teh Riva, dan seluruh keluarga besar atas segenap kasih
sayang,
perhatian, dukungan serta motivasi untuk menyelesaikan
penelitian serta
pendidikan di farmasi dengan sebaik mungkin.
6. Sahabat-sahabat tercinta ka Diny, ka Via, ka Seffy, ka RM,
Devin, Tice,
Nces, Welly, Arief, dan Dewi, serta semua teman-teman farmasi
2007
khususnya Hana, Depe, Nipah, Ary, Diah, dan Diandra atas
persaudaraan
yang indah selama ini, tidak akan pernah terlupakan masa-masa
bersama
menimba ilmu di farmasi ini.
7. Seluruh laboran dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI
serta semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
memberikan
dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
vi
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini
masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati
menerima segala
kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak
ada yang penulis
harapkan selain sebuah keinginan agar skripsi ini dapat
bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi
pada
khususnya.
Penulis
2011
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang
bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Rina Mariyam
NPM : 0706264955
Program Studi : Farmasi
Departemen : Farmasi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif
(Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinat sebagai Matriks
pada Tablet Enterik
Lepas Lambat
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas
Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 11 Juli 2011
Yang menyatakan
Rina Mariyam
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Rina Mariyam
Program Studi : Farmasi
Judul : Preparasi dan Karakterisasi Kitosan Suksinat sebagai
Matriks pada Tablet Enterik Lepas Lambat
Kitosan merupakan polimer alam yang potensial untuk digunakan
sebagai
eksipien farmasi karena sifatnya yang biodegradabel dan tidak
toksik. Penggunaan
kitosan sebagai pembawa obat terbatas karena sifat kelarutannya
yang hanya larut
dalam asam. Untuk meningkatkan kelarutannya, dalam penelitian
ini dilakukan
modifikasi kimia terhadap kitosan menggunakan anhidrida
suksinat. Kitosan
suksinat yang diperoleh digunakan sebagai matriks pada sediaan
tablet enterik
dengan menggunakan natrium diklofenak sebagai model obat.
Derajat substitusi
kitosan suksinat yang diperoleh sebesar 3,65 mol/gram. Kitosan
suksinat dapat
larut dalam medium basa (pH 6,8) sehingga terbukti bahwa
sintesis yang dilakukan memperluas kelarutan kitosan. Formulasi
tablet natrium diklofenak
dengan matriks kombinasi kitosan suksinat dan HPMCP (3,5 : 1)
serta
perbandingan jumlah zat aktif dengan polimer = 1:3, memenuhi
persyaratan tablet
enterik dan dapat digunakan untuk sediaan lepas lambat selama 32
jam.
Kata kunci : Kitosan suksinat, N-asilasi, matriks, tablet
enterik, natrium
diklofenak
xv + 87 halaman; 16 gambar; 14 tabel; 32 lampiran
Daftar acuan : 45 (1936-2010)
viii
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Rina Mariyam
Program Study : Pharmacy
Title : Preparation and Characterization of Chitosan Succinate
as
Matrix in Enteric Sustained Release Tablet
Chitosan is a potential natural polymer for application as a
pharmaceutical
excipient due to its biodegradable and not toxic
characteristics. However, the use
of chitosan as drug carriers is limited due to its solubility
properties. In this study,
chitosan succinate (CS) was synthesized from chitosan using
succinic anhydride
to improve the solubility. Then, CS was used as matrix in
enteric tablet using
diclofenac sodium as a model drug. The degree of substitution of
CS was 3,65
mol / gram. The solubility study showed that CS could be
dissolved in alkaline
medium (pH 6,8). So, these study revealed that CS could increase
the solubility of chitosan. The in vitro release study showed that
the enteric tablet of F5
formulation could retarded drug release up to 32 hours. The
enteric tablet of F5
was formulated using CS: HPMCP (3,5:1) matrix, which was 3 fold
amount of
drug. The result suggested that the formula have the potential
to be applied as
enteric and sustained release tablet.
Keywords : Chitosan succinate, N-acylation, matrix, enteric
tablet, diclofenac
sodium
xv + 87 pages; 16 pictures; 14 tables; 32 appendices
Bibliography : 45 (1936-2010)
ix
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
...................................................................................
i
HALAMAN JUDUL
.......................................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
............................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN
.........................................................................
iv
KATA PENGANTAR
....................................................................................
v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................
vii
ABSTRAK
......................................................................................................
viii
ABSTRACT
....................................................................................................
ix
DAFTAR ISI
...................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR
......................................................................................
xii
DAFTAR TABEL
...........................................................................................
xiii
DAFTAR RUMUS
..........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
...................................................................................
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
...........................................................................
1
1.1 Latar Belakang
..........................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian
.......................................................................
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
.................................................................
4
2.1 Kitosan
......................................................................................
4
2.2 N-Asilasi Kitosan
......................................................................
6
2.3 Anhidrida
Suksinat.....................................................................
8
2.4 Kitosan Suksinat
........................................................................
9
2.5 Tablet Enterik
............................................................................
10
2.6 Sediaan Lepas Lambat
..............................................................
11
2.7 Sistem Matriks
...........................................................................
12
2.8 Natrium Diklofenak
...................................................................
13
2.9 Disolusi dan Kinetika Pelepasan Obat
...................................... 15
BAB 3
METODE PENELITIAN
..............................................................
19
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
.................................................... 19
3.2 Alat
............................................................................................
19
3.3 Bahan
.........................................................................................
19
3.4 Cara Kerja
.................................................................................
20
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
......................................................
30
4.1 Preparasi Kitosan Suksinat
........................................................ 30
4.2 Karakterisasi Fisik
.....................................................................
31
4.3 Karakterisasi Kimia
...................................................................
39
4.4 Karakterisasi Fungsional
........................................................... 42
4.5 Pembuatan Tablet Enterik Natrium Diklofenak Lepas Lambat
46
4.6 Pembuatan Spektrum Serapan dan Kurva Kalibrasi Natrium
Diklofenak
.................................................................................
46
x
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
xi Universitas Indonesia
4.7 Evaluasi Sediaan Tablet
............................................................ 47
4.8 Profil Pelepasan Obat
................................................................
48
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
......................................................
53
5.1 Kesimpulan
................................................................................
53
5.2 Saran
..........................................................................................
53
DAFTAR ACUAN
.........................................................................................
54
xi
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur kimia kitin
.................................................................
5
Gambar 2.2 Struktur kimia kitosan
............................................................. 6
Gambar 2.3 Resonansi pasangan elektron bebas pada ikatan
amida........... 7
Gambar 2.4 Rumus bangun anhidrida suksinat
........................................... 8
Gambar 2.5 Struktur kimia kitosan suksinat
............................................... 9
Gambar 2.6 Reaksi kitosan dan anhidrida suksinat menghasilkan
kitosan
suksinat
...................................................................................
10
Gambar 2.7 Dispersi obat di seluruh polimer matriks
................................ 12
Gambar 2.8 Struktur kimia natrium diklofenak
.......................................... 14
Gambar 4.1 Serbuk kitosan dan kitosan suksinat
....................................... 31
Gambar 4.2 Hasil pengamatan bentuk dan morfologi permukaan
kitosan
suksinat menggunakan Scanning Electron Microscope..........
32
Gambar 4.3 Termogram kitosan dan kitosan suksinat dengan
Differential
Scanning
Calorimetry.............................................................
33
Gambar 4.4 Spektrum inframerah kitosan suksinat dan kitosan . 41
Gambar 4.5 Kurva sifat alir kitosan suksinat 3% b/v
................................. 43
Gambar 4.6 Kurva sifat alir kitosan suksinat 4% b/v
................................. 43
Gambar 4.7 Indeks mengembang kitosan dan kitosan suksinat
dalam
medium HCl pH 1,2 selama 2 jam dan dalam medium fosfat
pH 7,4 selama 8 jam
45
Gambar 4.8 Profil disolusi tablet enterik natrium diklofenak
lepas lambat
dalam medium HCl pH 1,2 selama 2 jam kemudian
dilanjutkan dalam medium fosfat pH 7,4 selama 8 jam.
Setiap titik menggambarkan nilai rata-rata SD (n=3) ..
49
xii
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Rumus perhitungan kinetika obat .. 16 Tabel 2.2
Hubungan eksponen pelepasan n dengan mekanisme pelepasan
obat pada model persamaan Korsmeyer-Peppas ...
17
Tabel 2.3 Syarat obat terlarut untuk sediaan lepas terkendali
... 18 Tabel 3.1 Skala kemampuan mengalir .. 24 Tabel 3.2 Hubungan
sifat alir terhadap sudut reposa 25 Tabel 3.3 Formulasi tablet
enterik natrium diklofenak lepas lambat 400 mg 26
Tabel 3.4 Persyaratan uji keseragaman bobot ... 27 Tabel 4.1
Hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan
suksinat yang terlarut secara
kualitatif...........................................
35
Tabel 4.2 Hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah
kitosan
suksinat yang terlarut secara semikuantitatif
.................................
38
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan pH larutan kitosan suksinat pada
berbagai
konsentrasi
.....................................................................................
42
Tabel 4.4 Data hasil evaluasi indeks kompresibilitas, laju alir,
dan sudut
reposa serbuk kitosan suksinat ..
46
Tabel 4.5 Data hasil evaluasi sediaan tablet
.................................................. 47
Tabel 4.6 Jumlah obat yang dilepaskan . 50 Tabel 4.7 Data hasil
perhitungan kinetika pelepasan natrium diklofenak
dari matriks tablet enterik ..
52
xiii
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR RUMUS
Halaman
Rumus 3.1 Rumus perbandingan serapan dan konsentrasi antara
standar
dengan sampel
.........................................................................
21
Rumus 3.2 Rumus perhitungan normalitas NaOH
.................................... 22
Rumus 3.3 Rumus perhitungan normalitas HCl
........................................ 22
Rumus 3.4 Rumus perhitungan derajat substitusi
..................................... 22
Rumus 3.5 Rumus perhitungan indeks mengembang
............................... 24
Rumus 3.6 Rumus perhitungan indeks kompresibilitas
............................ 24
Rumus 3.7 Rumus perhitungan sudut reposa
............................................ 25
Rumus 3.8 Rumus perhitungan persentase keregasan tablet
..................... 27
xiv
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
xv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Gambar 1 Larutan anhidrida suksinat 1% b/v dalam
metanol................. 59
Gambar 2 Larutan kitosan 1% b/v dalam asam asetat 1%
...................... 59
Gambar 3 Endapan yang terbentuk hasil sintesis kitosan suksinat
......... 60
Gambar 4 Spektrum inframerah
kitosan.................................................. 61
Gambar 5 Spektrum inframerah kitosan suksinat................ 62
Gambar 6 Tablet enterik natrium diklofenak lepas lambat 400
mg........ 63
Gambar 7 Diagram batang hasil evaluasi kekerasan tablet 63
Gambar 8 Diagram batang hasil evaluasi keregasan tablet 64 Gambar 9
Diagram batang hasil evaluasi keseragaman bobot tablet . 64 Gambar
10 Diagram batang hasil evaluasi keseragaman ukuran tablet ...
65
Gambar 11 Spektrum serapan natrium diklofenak dalam larutan
fosfat pH 7,4
..........................................................................
65
Gambar 12 Kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam larutan
fosfat pH 7,4
..........................................................................
66
Tabel 1 Data hasil pengukuran viskositas kitosan suksinat 3% b/v
67 Tabel 2 Data hasil pengukuran viskositas kitosan suksinat 4% b/v
68 Tabel 3 Data hasil uji indeks mengembang kitosan suksinat
............. 69
Tabel 4 Data hasil evaluasi kekerasan tablet .. 70 Tabel 5 Data
hasil evaluasi keseragaman bobot tablet ... 71 Tabel 6 Data hasil
evaluasi keseragaman ukuran (ketebalan) tablet .. 72
Tabel 7 Data hasil evaluasi keseragaman ukuran (diameter) tablet
73 Tabel 8 Serapan natrium diklofenak dalam larutan fosfat pH
7,4
pada 276 nm
........................................................................
74
Tabel 9 Data hasil uji disolusi formulasi tablet enterik
natrium
diklofenak lepas lambat dalam medium asam dan basa
selama 10 jam
........................................................................
75
Lampiran 1 Penentuan derajat substitusi kitosan suksinat secara
titrasi
asam basa ...
76
Lampiran 2 Perhitungan jumlah kumulatif pelepasan natrium
diklofenak
dari tablet
...............................................................................
77
Lampiran 3 Perhitungan nilai koefisien pelepasan dari beberapa
model
kinetika
...................................................................................
78
Lampiran 4 Perhitungan hasil uji pengaruh perubahan pH
terhadap
jumlah kitosan suksinat yang terlarut secara
semikuantitatif........................................................................
79
Lampiran 5 Sertifikat analisis kitosan
....................................................... 80
Lampiran 6 Sertifikat analisis anhidrida suksinat
..................................... 81
Lampiran 7 Sertifikat analisis natrium diklofenak
.................................... 82
Lampiran 8 Sertifikat analisis Avicel
PH 102 ......................................... 84
Lampiran 9 Sertifikat analisis HPMCP
..................................................... 85
Lampiran 10 Termogram kitosan
................................................................
86
Lampiran 11 Termogram kitosan suksinat
.................................................. 87
xv
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tablet enterik merupakan suatu sediaan yang dibuat dengan maksud
untuk
melindungi obat agar tidak dilepaskan di lambung (lingkungan
dengan pH
rendah), namun melepaskan obatnya di usus (lingkungan dengan pH
yang lebih
tinggi) untuk diabsorpsi. Sediaan ini biasanya dibuat untuk
obat-obat yang mudah
terdegradasi oleh asam lambung, dapat mengiritasi lambung atau
diabsorpsi baik
di usus. Untuk itu diperlukan suatu eksipien atau polimer yang
tidak melarut atau
tidak hancur di lambung tetapi dapat larut atau hancur di usus.
Salah satu eksipien
yang sedang banyak dikembangkan akhir-akhir ini adalah polimer
yang berasal
dari alam karena keberadaannya yang melimpah, kemudahan
untuk
memperolehnya dan keamanannya, contohnya kitosan.
Kitosan adalah polisakarida yang terdiri dari glukosamin dan
N-
asetilglukosamin yang dapat dibentuk dari deasetilasi parsial
senyawa kitin yang
terkandung dalam cangkang crustaceae contohnya kulit udang
(Illum, 1998).
Udang adalah komoditas andalan dari sektor perikanan di
Indonesia dimana 2/3
dari luas total wilayah Indonesia adalah perairan. Potensi
produksi udang di
Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat sehingga limbah
kulit udang yang
dihasilkan sangat besar dan jumlah bagian yang terbuang yang
menjadi limbah
dari usaha pengolahan udang tersebut sangat tinggi. Limbah udang
yang sangat
banyak ini belum dimanfaatkan secara optimal, padahal kulit
udang yang
mengandung zat kitin sekitar 99,1% ini jika diproses lebih
lanjut melalui beberapa
tahap, akan dihasilkan kitosan. Kitosan memiliki sifat-sifat
yang potensial untuk
digunakan sebagai eksipien farmasetika diantaranya
biodegradabel,
biokompatibel, aman dan tidak toksik (Dutta, Dutta, dan
Tripathi, 2004). Kitosan
telah digunakan dalam berbagai formulasi farmasetika seperti
pada sediaan lepas
lambat atau sebagai pengisi pada tablet kempa langsung.
Penggunaan kitosan
sebagai pembawa obat terbatas karena sifatnya yang hanya larut
pada medium
asam, khususnya pada pH 1 sampai 5 (Brooker, Combs, Miller,
Godfrey, dan
1
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
2
Universitas Indonesia
Mallender, 2009). Oleh sebab itu diperlukan modifikasi kimia
untuk memperbaiki
sifat kelarutan kitosan.
Aiedeh dan Taha (1999), telah mensintesis kitosan suksinat
dengan
mereaksikan kitosan dan anhidrida suksinat. Sebagian gugus amin
pada kitosan
mengalami reaksi N-asilasi dengan gugus karbonil yang berasal
dari anhidrida
suksinat. Kitosan mengandung gugus amin yang lebih bersifat
nukleofilik
dibandingkan dengan gugus hidroksil sehingga gugus karbonil dari
anhidrida
asam cenderung bereaksi dengan gugus amin dari kitosan membentuk
ikatan
amida. Hasil modifikasi kitosan ini menunjukkan perubahan
rentang pH kitosan
untuk membentuk gel dari asam menjadi basa sehingga berpotensi
untuk
digunakan sebagai matriks pada penghantaran spesifik obat ke
kolon. Sistem
matriks merupakan salah satu cara untuk mengontrol pelepasan
obat. Dalam
sistem matriks, obat terdispersi homogen di seluruh polimer
matriks dan pada
umumnya laju pelepasan obat dari matriks menurun dengan
meningkatnya jumlah
polimer karena meningkatnya kekuatan gel dan makin panjangnya
lintasan difusi
(Ravi, Ganga, dan Saha, 2007).
Pada penelitian ini, akan disintesis kitosan suksinat dengan
cara
memasukkan gugus suksinil pada gugus amin kitosan. Gugus
suksinil yang
dimasukkan pada posisi N-glukosamin berasal dari anhidrida
suksinat dengan
menggunakan metanol sebagai pelarut. Kitosan suksinat yang
dihasilkan
kemudian dikarakterisasi untuk melihat perubahan yang terjadi
baik secara fisik
maupun kimia. Kitosan suksinat ini digunakan sebagai matriks
pada tablet enterik
yang diharapkan dapat menahan pelepasan obat di lambung dan
melepaskannya di
usus secara perlahan-lahan. Sebagai model obat, zat aktif yang
digunakan adalah
natrium diklofenak.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
3
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan Penelitian
1. Memperoleh kitosan suksinat dengan mereaksikan kitosan
dan
anhidrida suksinat menggunakan pelarut metanol.
2. Memperoleh data karakterisasi kitosan suksinat yang
dihasilkan.
3. Memperoleh sediaan tablet enterik lepas lambat dengan
menggunakan
kitosan suksinat sebagai polimer matriks.
4. Memperoleh data evaluasi sediaan tablet yang dibuat.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
4
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan
Abad ke-21 merupakan era daur ulang terhadap sumber daya dan
energi
menuju emisi nol dan produktifitas tinggi melalui pemanfaatan
sumber daya alam
alternatif yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Udang
adalah komoditas
andalan dari sektor perikanan yang umumnya diekspor dalam bentuk
beku.
Potensi produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat. Selama
ini potensi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4% per
tahun. Data
tahun 2001, potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Apabila
asumsi laju
peningkatan tersebut tetap, maka pada tahun 2010 potensi udang
diperkirakan
sebesar 1.204.784 ton. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor,
60 - 70% dari
berat total udang menjadi limbah (kulit udang) sehingga
diperkirakan akan
dihasilkan limbah udang sebesar 783.109 ton (Prasetyo,
2004).
Limbah kulit udang yang dihasilkan dari proses pembekuan
udang,
pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang sangat besar
sehingga jumlah
bagian yang terbuang dan menjadi limbah dari usaha pengolahan
udang tersebut
sangat tinggi. Limbah udang mengandung konstituen utama yang
terdiri atas
protein, kalsium karbonat, kitin, pigmen, dan abu. Kulit udang
yang mengandung
kitin merupakan limbah yang mudah didapat dan tersedia dalam
jumlah yang
banyak yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Meningkatnya
jumlah limbah udang masih merupakan masalah serius yang perlu
dicarikan upaya
pemanfaatannya khususnya di Indonesia. Hal ini bukan saja
memberikan nilai
tambah pada usaha pengolahan udang tetapi juga dapat
menanggulangi masalah
pencemaran lingkungan hidup yang ditimbulkan, terutama masalah
bau yang
dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus
(Manjang, 1993). Kulit
udang mengandung zat kitin sekitar 99,1% yang jika diproses
lebih lanjut dengan
melalui beberapa tahap, akan dihasilkan kitosan (Prasetyo,
2004).
Kitosan merupakan polisakarida linear yang tersusun dari unit
(1-4)-2-
amino-2-deoksi-D-glukosa (D-glukosamin) dan unit
2-asetamido-2-deoksi-D-
glukosa (N-asetil-D-Glukosamin) (Skkinen, 2003). Kitosan
terdapat dalam
4
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
5
Universitas Indonesia
bentuk serbuk atau serpihan berwarna putih atau putih kecoklatan
dan tidak
berbau. Kitosan sangat sukar larut dalam air; praktis tidak
larut dalam etanol
(95%), pelarut organik lainnya, dan larutan netral atau basa
dengan pH di atas 6,5.
Dalam formulasi farmasetika, kitosan dapat berfungsi sebagai
agen penyalut, agen
peningkat viskositas, agen pembentuk film, eksipien mukoadesif,
disintegran atau
pengikat (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006). Polimer alami ini
mempunyai sifat
biodegradabel, biokompatibel, serta aman dan tidak toksik
(Dutta, Dutta, dan
Tripathi, 2004).
Kitosan dapat dibentuk dari deasetilasi parsial senyawa kitin
yang
terkandung dalam cangkang crustaceae (Illum, 1998). Kitin adalah
polisakarida
kedua yang paling melimpah di dunia setelah selulosa. Kitin
banyak ditemukan
pada organisme seperti jamur, ragi, dan merupakan komponen
penting dalam
eksoskeleton crustaceae laut seperti udang dan kepiting (Lee,
Lim, Chong, dan
Shim, 2009).
Kitosan tersedia secara komersial dalam berbagai jenis dengan
bobot
molekul dan derajat deasetilasi serta viskositas yang bervariasi
(Shaji, Jain, dan
Lodha, 2010). Berdasarkan bobot molekulnya (BM), polimer kitosan
dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu kitosan berbobot molekul rendah atau
Low Molecular
Weight Chitosan (LMWC) dengan BM kurang dari 150 kDa, kitosan
berbobot
molekul tinggi atau High Molecular Weight Chitosan (HMWC) dengan
BM
antara 700-1000 kDa, dan kitosan berbobot molekul sedang atau
Medium
Molecular Weight Chitosan (MMWC) dengan bobot molekul antara
LMWC dan
HMWC (Jon dan Lee, 2007).
[Sumber : Champagne, 2008]
Gambar 2.1. Struktur kimia kitin (telah diolah kembali)
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
6
Universitas Indonesia
[Sumber : Champagne, 2008]
Gambar 2.2. Struktur kimia kitosan (telah diolah kembali)
Derajat deasetilasi untuk kitosan umumnya berkisar antara
66%-95%
(Wong, 2009). Derajat deasetilasi mempengaruhi jumlah gugus amin
bebas di
dalam rantai polimer. Gugus amin bebas memberikan kitosan muatan
positif
sehingga dapat berinteraksi secara elektostatik dengan
molekul-molekul yang
bermuatan negatif. Kitosan merupakan polisakarida yang reaktif
karena adanya
gugus amin dan gugus hidroksil di dalam strukturnya. Oleh karena
itu, kitosan
dapat mengalami reaksi spesifik pada gugus amin, contohnya
reaksi N-asilasi
(Lee, Lim, Chong, dan Shim, 2009).
2.2 N-Asilasi Kitosan (Champagne, 2008)
Banyak upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kelarutan
kitosan
dalam air. Salah satu alasan utama adalah kebanyakan aplikasi
biologi untuk
bahan kimia membutuhkan bahan yang dapat diproses secara
fungsional pada pH
netral. Dengan demikian, mendapatkan turunan kitosan larut air
merupakan
langkah penting menuju penerapan lebih lanjut dari polimer
sebagai bahan
biofungsional.
Salah satu langkah untuk meningkatkan sifat kelarutan kitosan
adalah
modifikasi kimia pada gugus amin menghasilkan turunan kitosan
tersubstitusi
dengan kelarutan dalam medium berair yang lebih baik. Ada tiga
jenis reaksi
substitusi yang dapat dilakukan yaitu N-alkilasi,
N-hidroksiasilasi, dan N-asilasi.
Ikatan hidrogen intramolekular dan intermolekular kitosan yang
terlalu
banyak menyebabkan polimer tidak larut dalam air. Melalui
substitusi pada gugus
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
7
Universitas Indonesia
amin, keteraturan normal dari ikatan hidrogen intermolekular
berkurang dan
menciptakan ruang bagi molekul air untuk mengisi dan melarutkan
gugus
hidrofilik pada kerangka polimer (dan substituen jika terdiri
dari komponen
hidrofilik).
Untuk mendapatkan turunan kitosan melalui N-alkilasi dapat
dilakukan
dengan menggunakan aldehid atau keton sebagai agen pengalkilasi
dan
menghasilkan basa Schiff aldimin atau ketimin. Pada
N-hidroksiasilasi, substituen
hidroksiasil dimasukkan ke dalam kitosan yang secara efektif
dapat meningkatkan
hidrofilisitas dengan adanya gugus hidroasil yang bersifat
hidrofilik. Pada N-
substitusi jenis ini, dapat digunakan -butirolakton dan
-butirolakton yang
direaksikan dengan kitosan untuk mendapatkan turunan kitosan
yang larut air.
Jenis N-substitusi yang ketiga adalah N-asilasi. N-asilasi
kitosan adalah
reaksi modifikasi yang paling luas dan banyak dipelajari. Proses
ini melibatkan
reaksi antara kitosan dengan anhidrida asam atau asil halida.
Reaksi terjadi
dengan mekanisme adisi atau eliminasi, dimana fungsionalitas
amida dari gugus
amin dikembalikan. Reaksi ini membentuk gugus amida yang stabil
karena
adanya resonansi dari pasangan elektron bebas pada nitrogen ke
gugus karbonil.
Gambar 2.3. Resonansi pasangan elektron bebas pada ikatan
amida
N-asilasi kitosan telah dicapai dengan berbagai jenis anhidrida
asam.
Karena anhidrida asam memiliki kelarutan yang rendah dalam
medium air,
biasanya dapat ditambahkan metanol untuk membantu melarutkan
anhidrida
asam. Reaksi N-asilasi kitosan dengan anhidrida asam dalam
campuran asam
asetat encer dan metanol pada suhu kamar menghasilkan reaksi
selektif pada
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
8
Universitas Indonesia
gugus amin. Reaksi N-asilasi dengan anhidrida siklik dapat
menghasilkan turunan
yang memiliki kelarutan yang baik di air karena keteraturan
normal dari ikatan
hidrogen intermolekuler dari kitosan berkurang dengan adanya
substituen ini.
2.3 Anhidrida Suksinat (Mclean dan Adams, 1936)
Rumus Molekul : C4H4O3
Nama Lain : Asam suksinat anhidrida, Suksinil oksida,
Dihidro-
2,5-furandion
Pemerian : Berbentuk kristal jarum, tidak berwarna atau
putih
pucat
Kelarutan : Larut dalam alkohol dan kloroform; tidak larut
dalam
air (
-
9
Universitas Indonesia
2.4 Kitosan Suksinat
Kitosan suksinat merupakan turunan biopolimer kitosan yang
dimodifikasi
secara kimia (De Mello, De Cassia, De Moraes, dan Pytowski,
2006). Kitosan
suksinat diperoleh dengan memasukkan gugus suksinil pada gugus
amin kitosan.
Kompleks poliion dibentuk antara gugus NH3+ dan COO- pada
molekul kitosan
suksinat. Kitosan suksinat memiliki sifat yang unik secara in
vitro dan in vivo
yaitu sifatnya yang biokompatibel dan tidak toksik (Yan, Chen,
dan Gu, 2006).
Gambar 2.5. Struktur kimia kitosan suksinat (telah diolah
kembali)
Gugus suksinil yang disubstitusi pada posisi N-glukosamin
berasal dari
anhidrida suksinat (Sugita, 2009). Derajat derivatisasi secara
langsung sebanding
dengan konsentrasi anhidrida suksinat yang dipakai untuk reaksi
(Rekha dan
Sharma, 2007).
Anhidrida suksinat dimasukkan ke dalam gugus amin bebas
sepanjang
rantai polimer kitosan untuk memberikan sifat fisikokimia yang
berbeda yang
tidak diberikan oleh molekul sebelum dimodifikasi. Kitosan yang
tidak
dimodifikasi hanya larut pada medium asam (pH 5,5). Modifikasi
kimia ini
meningkatkan kelarutan kitosan di dalam medium sedikit asam,
netral, dan basa.
Sifat ini terkait dengan rantai alkil panjang yang menempel pada
bagian hidrofilik.
Dalam hal ini, bagian hidrofilik dari D-glukosamin mendorong
terjadinya
interaksi kuat dengan molekul air sehingga meningkatkan
kelarutan polimer
kitosan. Modifikasi ini memungkinkan penggunaan baru kitosan
dalam bidang
bioteknologi karena kelarutannya dalam larutan netral atau
sedikit basa sangat
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
10
Universitas Indonesia
penting dalam aplikasi biologi (De Mello, De Cassia, De Moraes,
dan Pytowski,
2006).
[Sumber : Aiedeh dan Taha , 1999]
Gambar 2.6. Reaksi kitosan dan anhidrida suksinat menghasilkan
kitosan suksinat
(telah diolah kembali)
2.5 Tablet Enterik (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005; Dulin,
2010)
Pelepasan obat tertunda (Delayed-release) merupakan salah satu
jenis
pelepasan obat termodifikasi dimana obat tidak langsung
dilepaskan setelah
diberikan. Contoh: Tablet salut enterik.
Sediaan enterik merupakan sediaan yang mengandung bahan atau
polimer
yang tidak melarut atau tidak hancur di lambung tetapi dapat
larut atau hancur di
usus. Dengan demikian pelepasan obat dapat ditunda sampai obat
melewati
lambung (lingkungan dengan pH rendah) dan kemudian obat akan
hancur serta
diabsorbsi pada usus (lingkungan dengan pH yang lebih tinggi).
Sediaan ini dibuat
untuk obat-obat yang dapat rusak atau inaktif karena cairan
lambung atau dapat
mengiritasi mukosa lambung.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
11
Universitas Indonesia
Polimer-polimer enterik dapat digunakan sebagai pengikat pada
granulasi
untuk tablet dan kapsul. Polimer-polimer tersebut dapat
diformulasikan ke dalam
bentuk sediaan matriks dengan granulasi basah atau kompresi
langsung.
Penambahan polimer enterik ke dalam campuran massa tablet dengan
kompresi
langsung merupakan alternatif mudah dan menarik untuk proses
penyalutan,
namun ketika polimer enterik ditambahkan ke dalam matriks akan
lebih
memberikan efek pelepasan diperlambat dibandingkan dengan efek
pelepasan
ditunda. Pengaruh polimer enterik dalam pelepasan obat
bergantung pada kondisi
pH lingkungan, kebasaan obat, serta kemampuan pengambilan air
dan
permeabilitas matriks.
2.6 Sediaan Lepas Lambat
Sediaan lepas lambat merupakan sediaan dengan pelepasan
termodifikasi
yang dirancang untuk melepaskan obat secara lambat dan menjaga
level terapetik
obat dalam darah atau jaringan selama terus menerus dalam waktu
yang lama
(Grass dan Robinson, 1990). Bentuk sediaan seperti ini bertujuan
untuk mencegah
absorpsi obat yang sangat cepat, yang dapat mengakibatkan
konsentrasi puncak
obat dalam plasma sangat tinggi.
Tujuan dari sediaan lepas lambat antara lain (Krowcynsk,
1987;
Remington, 2006):
1. Untuk mengurangi frekuensi pemberian dosis dalam satu hari
sehingga
meningkatkan kepatuhan pasien.
2. Pada pemberian obat secara parenteral, maka dapat mengurangi
frekuensi
injeksi yang seringkali menyakitkan dan dapat menyebabkan
infeksi.
3. Untuk mempertahankan kadar terapi obat untuk jangka waktu
yang lebih
lama.
4. Mencegah fluktuasi obat di dalam darah.
5. Untuk mengurangi efek samping yang tidak diinginkan akibat
konsentrasi obat
yang terlalu tinggi di dalam darah.
6. Pada sediaan oral, dapat mengurangi iritasi mukosa pencernaan
yang terjadi
karena konsentrasi obat yang tinggi di dalam saluran
pencernaan.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
12
Universitas Indonesia
7. Untuk mencapai aksi farmakologi yang konstan bahkan untuk
obat-obat
dengan waktu paruh biologis yang pendek.
Adapun syarat obat yang dapat dibuat menjadi sediaan lepas
lambat adalah
sebagai berikut (Ansel, Allen, dan Popovich, 1999) :
1. Obat-obat tersebut memberikan efek terapi pada dosis yang
kecil.
2. Obat-obat tersebut memiliki indeks terapi yang cukup
besar.
3. Obat-obat tersebut lebih digunakan untuk pengobatan kronik
daripada
pengobatan akut.
2.7 Sistem Matriks
Sistem matriks merupakan salah satu cara untuk mengontrol
pelepasan
obat. Dalam sistem matriks, obat terdispersi homogen di seluruh
polimer matriks
seperti yang terlihat pada Gambar 2.7 (Grass dan Robinson,
1990). Suatu matriks
dapat dibentuk secara sederhana dengan mengempa atau menyatukan
obat dan
bahan matriks bersama-sama. Umumnya, obat ada dalam jumlah yang
lebih kecil
agar matriks memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap
air dan obat
berdifusi keluar secara lambat (Shargel, Wu-Pong, dan Yu,
2005).
[Sumber : Grass dan Robinson, 1990]
Gambar 2.7. Dispersi obat di seluruh polimer matriks (telah
diolah kembali)
Matriks digolongkan menjadi 3 jenis yaitu (Ansel, Allen, dan
Popovich,
1999; Lachman dan Lieberman, 1994):
1. Matriks tidak larut, inert
Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil
klorida, dan
etilselulosa telah digunakan sebagai dasar untuk banyak
formulasi di
Obat terdispersi dalam polimer
t=0
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
13
Universitas Indonesia
pasaran. Tablet yang dibuat dari bahan-bahan ini didesain untuk
dimakan
dan tidak pecah dalam saluran cerna.
2. Matriks tidak larut, terkikis
Matriks jenis ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori
dan
erosi. Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam
stearat,
stearil alkohol, carnauba wax, dan polietilen glikol.
3. Matriks hidrofilik
Sistem ini mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari
bentuk
gel sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Matriks
hidrofilik
diantaranya adalah metil selulosa, hidroksietil selulosa,
hidroksipropil
metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa, natrium alginat,
xanthan
gum dan carbopol. Bila bahan-bahan tersebut kontak dengan air,
maka
akan terbentuk lapisan matriks terhidrasi. Lapisan ini bagian
luarnya akan
mengalami erosi sehingga menjadi terlarut.
Kinetika pelepasan obat dari matiks dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor
seperti pengembangan polimer, erosi polimer, karakteristik
difusi/disolusi obat,
distribusi obat di dalam matriks, sistem geometri (silinder,
spheris dan
sebagainya), rasio antara obat dan matriks (Grassi dan Grassi,
2005), viskositas
polimer, kelarutan obat, ukuran partikel obat, tekanan kompresi,
bentuk tablet,
eksipien, teknik pembuatan, dan medium disolusi (Ravi, Ganga,
dan Saha, 2007).
Keuntungan sistem matriks yaitu lebih mudah dibuat dibandingkan
sistem
reservoir, dispersi homogen obat dalam campuran polimer, dan
dapat
menghantarkan senyawa dengan bobot molekul besar (Grass dan
Robinson,
1990). Pada umumnya, laju pelepasan obat dari matriks menurun
dengan
meningkatnya jumlah polimer karena meningkatnya kekuatan gel dan
makin
panjangnya lintasan difusi (Ravi, Ganga, dan Saha, 2007).
2.8 Natrium Diklofenak
Diklofenak merupakan obat analgesik, antipiretik, dan
antiinflamasi non
steroid (AINS) turunan asam fenilasetat. Obat ini merupakan AINS
dengan efek
antiradang yang kuat dengan efek samping yang lebih lemah
dibandingkan
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
14
Universitas Indonesia
dengan obat lainnya seperti Indometasin dan piroksikam (Tjay dan
Rahardja,
2002). Diklofenak banyak digunakan dalam bentuk garam natrium
untuk
mengurangi rasa sakit dan berbagai kondisi inflamasi dengan cara
penghambatan
terhadap enzim siklooksigenase (COX) yang berdampak pada
penghambatan
sintesis prostaglandin. Penurunan jumlah prostaglandin dapat
menyebabkan
beberapa efek samping, seperti mengiritasi lambung, gangguan
hati dan ginjal,
serta menyebabkan vasokonstriksi (Sweetman (ed.), 2009; Katzung,
1994).
Natrium diklofenak terdapat dalam bentuk serbuk kristal putih
atau
kekuningan dan agak higroskopis. Natrium diklofenak sedikit
larut dalam air,
larut dalam alkohol, agak larut dalam aseton, dan sangat larut
dalam metil alkohol.
Dosis umum untuk natrium diklofenak berkisar antara 75 sampai
150 mg perhari
dalam dosis terbagi (Sweetman (ed.), 2009).
[Sumber : USP30-NF25, p. 1922 (e-book)]
Gambar 2.8. Struktur kimia natrium diklofenak (telah diolah
kembali)
Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan
lengkap.
Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek
metabolisme lintas
pertama sebesar 40-50%. Waktu paruhnya singkat, yakni 1-3 jam
(Gunawan (ed.),
2007). Penetapan kadar natrium diklofenak ditentukan secara
spektrofotometri
pada panjang gelombang maksimum 273 nm pada larutan asam dan 275
nm pada
larutan basa (Moffat, Osselton, dan Widdop, 2005).
Pada penelitian ini, natrium diklofenak dipilih sebagai model
obat karena
natrium diklofenak mempunyai efek samping yang dapat mengiritasi
lambung
sehingga perlu ditahan pelepasannya pada lambung. Obat ini pun
perlu
diformulasikan sebagai sediaan lepas lambat ketika obat ini
digunakan untuk
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
15
Universitas Indonesia
pengobatan jangka panjang terhadap penyakit degeneratif pada
persendian seperti
rheumatoid arthritis untuk mengurangi frekuensi pemberian obat
serta karena
waktu paruh dari natrium diklofenak yang pendek sehingga
diperlukan pelepasan
yang diperlambat untuk menjaga kadar obat dalam darah
(Bertocchi, Antoniella,
Valvo, Alimonti, dan Memoli, 2005).
2.9 Disolusi dan Kinetika Pelepasan Obat
Disolusi merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat
menjadi
terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologis, disolusi
obat di dalam
medium cair merupakan kondisi penting yang mempengaruhi absorpsi
sistemik.
Laju disolusi obat-obat dengan kelarutan dalam air yang sangat
kecil akan
mempengaruhi laju absorbsi sistemik obat (Shargel, Wu-Pong, dan
Yu, 2005).
Noyes dan Whitney menyatakan bahwa tahap disolusi meliputi
proses
pelarutan obat pada permukaan partikel padat, yang membentuk
larutan jenuh di
sekeliling partikel. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh,
yang disebut stagnant
layer, berdifusi ke pelarut dari daerah dengan konsentrasi obat
tinggi ke daerah
dengan konsentrasi obat rendah. Uji disolusi dan pelepasan obat
merupakan uji
secara in vitro yang mengukur kecepatan dan tingkat disolusi
atau pelepasan
komponen obat dari sediaan, biasanya pada medium cair dibawah
kondisi spesifik
(Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi Keempat (1995), uji disolusi
suatu
sediaan tablet dapat dilakukan dengan menggunakan alat terdiri
dari sebuah
wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain
yang inert, suatu
motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan
keranjang yang
berbentuk silinder (aparatus 1), atau batang logam dengan ujung
yang berbentuk
dayung (aparatus 2). Wadah tercelup sebagian dalam tangas air
yang
temperaturnya dipertahankan 37 0,5C. Medium disolusi yang
digunakan
sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi.
Beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi disolusi dan pelepasan
obat
adalah komponen obat (ukuran partikel, polimorfis, luas
permukaan, dan stabilitas
kimia di dalam medium), faktor formulasi (bahan pembantu),
hidrodinamik
(kecepatan agitasi, bentuk alat disolusi, penempatan tablet di
dalam alat), medium
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
16
Universitas Indonesia
(volume, pH, molaritas, kosolven, atau penambahan enzim atau
surfaktan), suhu
medium, dan apparatus (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005).
Metode disolusi sediaan enterik dapat menggunakan apparatus yang
tertera
pada masing-masing monografi zat aktif. Sediaan diuji dengan 0,1
N HCl selama
2 jam kemudian pada medium buffer pH 6,8. Pada medium basa
umumnya
berlangsung selama 45 menit atau sesuai dengan monografi
masing-masing.
Tujuannya adalah untuk melihat bahwa tidak terjadi disolusi yang
signifikan pada
medium asam (kurang dari 10% untuk setiap unit sampel), dan
persentase tertentu
dari obat harus dilepaskan pada medium buffer. Spesifikasi ini
sesuai monografi
masing-masing obat (Shargel, Wu-Pong, dan Yu, 2005).
Kinetika pelepasan zat aktif dari suatu sediaan yang
pelepasannya
dimodifikasi dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
Higuchi, orde nol,
orde satu, dan Korsmeyer-Peppas. Berikut rangkuman rumus keempat
model
matematika (Tabel 2.1) tersebut beserta penjelasannya,
yaitu:
Tabel 2.1. Rumus perhitungan kinetika obat
Persamaan y= a + bx
Orde nol Qt/Qo= kot
Orde satu Ln Qt/Qo= k1t
Higuchi Qt/Qo= kHt1/2
Korsmeyer-Peppas ln Qt/Qo= n ln t + ln k
[Sumber: Koester, Ortega, Mayorga, dan Bassani, 2004]
Keterangan: Qt / Qo = fraksi obat yang dilepaskan pada waktu
t
ko, k1, kH, k = konstanta pelepasan obat
n = eksponen difusi obat
a. Kinetika pelepasan orde nol
Kinetika ini menggambarkan suatu sistem dimana kecepatan
pelepasan
zat aktif yang konstan dari waktu ke waktu tanpa dipengaruhi
oleh konsentrasi
zat aktif.
b. Kinetika pelepasan orde satu
Kinetika ini menggambarkan sistem dimana pelepasan zat aktif
bergantung pada konsentrasi zat aktif di dalamnya.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
17
Universitas Indonesia
c. Model Higuchi
Menurut model ini, pelepasan obat dari suatu matriks yang tidak
larut
berbanding langsung dengan akar waktu dan berdasarkan difusi
Fickian,
diartikan bahwa pelepasan zat aktif dipengaruhi oleh waktu.
Semakin lama,
zat aktif akan dilepaskan dengan kecepatan yang rendah. Hal
tersebut
disebabkan jarak difusi zat aktif semakin panjang (Banakar,
1992).
d. Persamaan Korsmeyer-Peppas
Pada persamaan Korsmeyer-Peppas, harus diperhatikan nilai n
(eksponen pelepasan) yang menggambarkan mekanisme pelepasan.
Untuk
sediaan dengan matriks silindris seperti tablet, hubungan n
dengan mekanisme
pelepasan obat dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Hubungan eksponen pelepasan n dengan mekanisme
pelepasan obat
pada model persamaan Korsmeyer-Peppas
n (eksponen pelepasan) Mekanisme pelepasan
< 0,45 Fickian diffusion
0,45 < n < 0,89 Anomalous (non-fickian) transport
> 0,89 Super case-II transport
[Sumber: Shoaib, Merchant, Tazeen, dan Yousuf, 2006]
Kinetika Korsmeyer-Peppas bergantung nilai n. Untuk tablet
dengan
matriks silindris, jika nilai n
-
18
Universitas Indonesia
ditunjukkan pada Tabel 2.3. Kriteria penerimaan uji disolusi
untuk tablet lepas
terkendali adalah sebagai berikut (Banakar, 1992):
1. Pada waktu yang setara dengan 0,25 D: 20-45% terlarut
(Q0,25)
2. Pada waktu yang setara dengan 0,5 D: 45-75% terlarut
(Q0,5)
3. Pada waktu hingga 1,0 D: tidak kurang dari 75% terlarut
(Q1,0)
Di mana D adalah frekuensi dosis lazim yang tertera pada label
atau interval
pemberian dosis.
Tabel 2.3. Syarat obat terlarut untuk sediaan lepas
terkendali
Q Persen obat terlarut
Q0,25 20-45 %
Q0,5 45-75 %
Q1 > 75%
[Sumber: Banakar, 1992]
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
19
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Tablet
dan
Laboratorium Farmasetika Departemen Farmasi Fakultas MIPA
Universitas
Indonesia Depok. Waktu pelaksanaanya adalah dari bulan Februari
2011 hingga
Mei 2011.
3.2 Alat
Ayakan (Retsch, Jerman), pH meter pH 510 (Eutech,
Singapura),
pengaduk magnetik (IKA, Jerman), flowmeter GDT (Erweka, Jerman),
jangka
sorong (Vernier Caliper, China), dissolution tester Electrolab
TDT-08L (Merck,
Jerman), hardness tester TBH 28 (Erweka, Jerman), neraca
analitik EB-330
(Shimadzu, Jepang), friability tester TAR (Erweka, Jerman),
spektrofotometer
UV-Vis UV-1800 (Shimadzu, Jepang), mesin pencetak tablet AR400
(Erweka,
Jerman), bulk-tapped density tester 245-2E (Pharmeq, Indonesia),
fourier
transformation infra red Tipe 8400S (Shimadzu, Jepang), thermal
Analysis DSC 6
(Perkin Elmer, USA), viskometer Brookfield (Brookfield
synchrolectic, Jerman),
scanning Electron Microscope LEO 420i (Inggris), oven,
termometer, alat-alat
gelas.
3.3 Bahan
Kitosan derajat deasetilasi 94,2% (Biotech Surindo, Indonesia),
anhidrida
suksinat (Merck, Jerman), asam asetat glasial (Merck, Jerman),
asam klorida
(Merck, Jerman), narium hidroksida (Merck, Jerman), metanol
(Ajax Chemicals,
Australia), kalium bromida (Merck, Jerman), natrium diklofenak
(Dipharma,
Italia), HPMCP (Shinetsu, Jepang), Avicel PH 102 (Mingtai
Chemical, China),
magnesium stearat, aquadest.
19
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
20
Universitas Indonesia
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Preparasi Kitosan Suksinat
Sebanyak 4 gram kitosan dilarutkan dalam 400 ml asam asetat
1,0%.
Sebanyak 4 gram anhidrida suksinat dilarutkan dalam 400 ml
metanol, kemudian
dimasukkan ke dalam larutan kitosan sedikit demi sedikit dan pH
larutan
dinaikkan secara perlahan-lahan dengan penambahan NaOH 1 N
hingga mencapai
pH 7. Reaksi dibiarkan berlangsung sampai tidak terjadi
penurunan pH yang
signifikan. Endapan yang terbentuk disaring, dicuci dengan
metanol, kemudian
didialisa selama 24 Jam. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven
suhu 40C.
Setelah kering, sampel digiling dan diayak dengan ayakan 60
mesh.
3.4.2 Karakterisasi Fisik
3.4.2.1 Organoleptis
Penampilan fisik dari kitosan suksinat hasil sintesis
dievaluasi, meliputi
bentuk, warna, dan bau.
3.4.2.2 Pengamatan Bentuk dan Morfologi Permukaan Kitosan
Suksinat
Menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
Kitosan suksinat diamati dengan Scanning Electron Microscope
dengan
perbesaran 200x, 500x, 1000x, dan 5000x untuk melihat bentuk
partikel dan
tekstur permukaan polimer.
3.4.2.3 Analisis Sifat Termal
Sifat termal sampel ditentukan menggunakan Differential
Scanning
Calorimetry (DSC). Sebanyak 5 mg kitosan suksinat diletakkan
pada silinder
alumunium berdiameter 5 mm. Silinder tersebut ditutup dengan
lempengan
alumunium lalu sampel dimasukkan ke dalam alat DSC. Pengukuran
dilakukan
mulai dari suhu 30-250C. Proses eksotermik dan endotermik yang
terjadi pada
sampel tercatat pada recorder.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
21
Universitas Indonesia
3.4.2.4 Uji Pengaruh Perubahan pH terhadap Jumlah Kitosan
Suksinat yang
Terlarut
Uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat
yang
terlarut dilakukan secara kualitatif dan semikuantitatif. Pada
pengujian secara
kualitatif, serbuk kitosan dan kitosan suksinat dilarutkan dalam
berbagai medium
yang memiliki pH yang berbeda-beda, yaitu 1,2; 3; 5; 6,8; 7,4;
10; 12; 13; dan
aquadest. Proses pelarutan dilakukan pada suhu kamar dengan
bantuan pengaduk
(shaker) berkecepatan 200 rpm selama 2 jam.
Uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat
yang
terlarut secara semikuantitatif dilakukan dengan mengukur jumlah
kitosan
suksinat yang terlarut dalam berbagai medium dengan
spektrofotometer UV Vis
pada panjang gelombang 228 nm (Aiedeh dan Taha, 1999). Mula-mula
sejumlah
kitosan suksinat dilarutkan dalam berbagai medium dengan pH 1,2;
3; 5; 6,8; 7,4;
12 dan aquadest, kemudian disaring untuk memisahkan larutan
jenuh dengan
bagian yang tidak terlarut. Larutan jenuh dari masing-masing
medium dipipet
sebanyak 5,0 ml, dicukupkan dengan larutan NaOH 0,1 N hingga
mencapai pH
13, kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer
UV-Vis.
A1 = Serapan larutan standar
A2 = Serapan larutan sampel
C1 = Konsentrasi terlarut larutan standar
C2 = Konsentrasi terlarut larutan sampel
3.4.3 Karakterisasi Kimia
3.4.3.1 Uji Derajat Substitusi
a. Pembakuan NaOH 1,0 N
Pembakuan NaOH 1,0 N dilakukan dengan menggunakan kalium
hidrogen ftalat (KHP). KHP dikeringkan selama 2 jam pada suhu
120C
(3.1)
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
22
Universitas Indonesia
kemudian didinginkan dan disimpan dalam desikator. KHP yang
telah
dikeringkan ditimbang sebanyak 500 600 mg dan dilarutkan dalam
50 ml
aquadest bebas CO2. Larutan ditambahkan 3 tetes indikator PP dan
dikocok
hingga homogen. Larutan dititrasi dengan NaOH 1,0 N hingga
terjadi
perubahan warna menjadi merah muda.
b. Pembakuan HCl 1,0 N
Pembakuan HCl 1,0 N dilakukan dengan menggunakan natrium
tetraborat (boraks). Natrium tetraborat ditimbang seksama 600 mg
dan
dilarutkan dalam 50 ml aquadest. Larutan ditambahkan 2 tetes
indikator metil
merah 1% dan dikocok hingga homogen. Larutan dititrasi dengan
HCl 1,0 N
hingga terjadi perubahan warna menjadi jingga.
c. Penetapan Derajat Substitusi
Kitosan suksinat sebanyak 100 mg dilarutkan dalam 15,0 ml
NaOH
1,0 N yang telah dibakukan. Larutan ini kemudian ditambahkan
indikator
metil merah 1% sebanyak 2 tetes. Kelebihan NaOH dititrasi dengan
HCl 1,0
N yang telah dibakukan. Titik akhir titrasi ditandai dengan
perubahan warna
dari kuning menjadi jingga.
Perhitungan derajat substitusi (DS) adalah:
(3.3)
(3.2)
(3.4)
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
23
Universitas Indonesia
3.4.3.2 Analisis Gugus Fungsi Kitosan Suksinat dengan
Menggunakan Fourier
Transform Infrared Spectrometer
Sejumlah serbuk sampel dibentuk menjadi pelet untuk
mengetahui
adanya perubahan gugus fungsi pada kitosan menjadi kitosan
suksinat. Sejumlah
2 mg sampel yang akan diuji ditimbang bersama dengan 98 mg KBr.
Kedua
bahan tersebut kemudian digerus hingga homogen. Pemeriksaan
dilakukan dengan
menggunakan Fourier Transformation Infra Red (FTIR) pada
bilangan
gelombang 400 sampai 4000 cm-1
.
3.4.3.3 Pemeriksaan pH
Sejumlah kitosan suksinat ditimbang kemudian dilarutkan
dalam
aquadest dengan berbagai konsentrasi sebagai berikut, 0,5%, 1%,
2%, 5%, 10%
(b/v), kemudian pH dari masing-masing larutan tersebut diukur
dengan pHmeter.
3.4.4. Karakterisasi Fungsional
3.4.4.1 Uji Viskositas
Sampel didispersikan dalam larutan NH4OH 0,03% dengan
konsentrasi
3% (b/v) dan 4% (b/v) dan dilarutkan hingga volume 250 ml.
Viskositas diukur
dengan viskometer Brookfield dengan kecepatan putaran spindel
diatur mulai dari
0,5; 1; 2; 2,5; 5; 10; dan 20 rpm, kemudian diputar kembali dari
20; 10; 5; 2,5; 2;
1; dan 0,5 rpm. Hasil pembacaan skala dicatat. Viskositas
dihitung dan kurva sifat
aliran dibuat.
3.4.4.2 Indeks Mengembang
Sebanyak 500 mg sampel kitosan suksinat ditimbang, kemudian
dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml. Amati volume yang terbaca
sebagai
volume awal (V0). Sampel tersebut kemudian ditambah dengan
larutan HCl pH
1,2 sebanyak 3 ml dan dibiarkan mengembang pada suhu kamar (
26C) selama
2 jam. Sampel lain ditambahkan dengan larutan dapar fosfat pH
7,4 sebanyak 3 ml
dan dibiarkan mengembang pada suhu kamar ( 26C) selama 8 jam.
Kemudian
sisa larutan yang tidak diserap oleh sampel dibuang secara
hati-hati dan diamati
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
24
Universitas Indonesia
volume akhir (Vt). Uji tersebut dilakukan sebanyak tiga kali
untuk masing-masing
larutan uji dan dibandingkan terhadap kitosan sebagai blanko.
Indeks
mengembang dihitung dengan rumus:
3.4.4.3 Indeks kompresibilitas (United States Pharmacopoeia
30th, 2007)
Sejumlah + 20 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 100
ml,
lalu diukur volumenya (V1). Berat jenis bulk = m/V1. Gelas ukur
yang berisi
sampel diketuk-ketukkan sebanyak 300 kali. Percobaan diulang
dengan 300
ketukan kedua untuk memastikan volume sampel tidak mengalami
penurunan
volume kemudian diukur volumenya (V2). Berat jenis mampat =
m/V2.
Tabel 3.1. Skala kemampuan mengalir
Indeks
Kompresibilitas (%) Sifat alir Rasio Hausner
-
25
Universitas Indonesia
3.4.4.4 Laju Alir dan Sudut Reposa (United States Pharmacopoeia
30th
, 2007)
Pengukuran laju alir dan sudut istirahat dilakukan dengan
alat
flowmeter. Untuk pengukuran laju alir, sejumlah sampel (+ 25
gram) dimasukkan
ke dalam corong flowmeter dan diratakan. Alat dijalankan dan
waktu yang
diperlukan oleh seluruh sampel untuk mengalir melalui corong
dicatat. Laju alir
dinyatakan dalam gram/detik.
Untuk pengukuran sudut reposa, sejumlah sampel ditimbang + 25
gram,
dimasukkan ke dalam corong flowmeter, lalu permukaannya
diratakan. Sampel
dibiarkan mengalir dan sudut reposa ditentukan dengan mengukur
sudut
kecuraman bukit yang dihitung sebagai berikut:
= sudut reposa ()
H = tinggi bukit (cm)
R = jari-jari alas bukit (cm)
Tabel 3.2. Hubungan sifat alir tehadap sudut reposa
Sudut reposa () Kategori sifat alir
25 30 Istimewa
31 35 Baik
36 40 Agak baik
41 45 Cukup baik
46 55 Buruk
56 65 Sangat buruk
>66 Sangat sangat buruk
[Sumber: United States Pharmacopoeia 30th
, 2007]
(3.7)
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
26
Universitas Indonesia
3.4.5 Pembuatan Tablet Enterik Natrium Diklofenak Lepas
Lambat
Tabel 3.3. Formulasi tablet enterik natrium diklofenak lepas
lambat 400 mg
Ket: F1=Perbandingan jumlah zat aktif : polimer(kitosan
suksinat) =1:2
F2=Perbandingan jumlah zat aktif : polimer(kitosan suksinat
)=1:3
F3=Perbandingan jumlah zat aktif : polimer(kitosan suksinat)
=1:4
F4=Perbandingan jumlah zat aktif:polimer(kombinasi kitosan
suksinat dengan HPMCP) =1:2
F5=Perbandingan jumlah zat aktif:polimer(kombinasi kitosan
suksinat dengan HPMCP) =1:3
Metode yang digunakan untuk membuat tablet natrium diklofenak
adalah
kempa langsung. Cara pembuatan:
1. Ditimbang natrium diklofenak, kitosan suksinat, HPMCP, Avicel
PH 102,
dan magnesium stearat.
2. Semua bahan digerus dan dicampur hingga homogen.
3. Massa tablet dicetak dengan cetakan tablet 400 mg.
1.4.6 Evaluasi Tablet
3.4.6.1 Penampilan Fisik
Pengamatan secara visual terhadap tablet meliputi bentuk,
tekstur
permukaan, dan warna tablet.
3.4.6.2 Uji Kekerasan Tablet
Cara menguji kekerasan tablet adalah sebuah tablet diletakkan
secara
tegak lurus pada hardness tester, lalu alat dijalankan, kemudian
dilihat angka yang
Bahan (mg) F1 F2 F3 F4 F5
Natrium diklofenak 75 75 75 75 75
Kitosan suksinat 150 225 300 100 175
HPMCP - - - 50 50
Avicel PH 102 167 92 17 167 92
Magnesium stearat 8 8 8 8 8
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
27
Universitas Indonesia
tertera pada alat, angka tersebut menunjukkan nilai kekerasan
tablet dengan satuan
kP.
3.4.6.3 Uji Keregasan Tablet
Keregasan atau kerapuhan tablet merupakan parameter kekuatan
mekanis tablet. Alat uji yang digunakan adalah friabilator tipe
Roche. Sebanyak
10 tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang, catat beratnya
(wo). Tablet
dimasukkan ke dalam wadah pemutar, kemudian alat dioprasikan
selama 4 menit
atau 100 kali putaran. Setelah 4 menit, 10 tablet yang telah
diputar, dibersihkan
dan dicatat beratnya (w). Kehilangan bobot tidak kurang dari 1 %
(United States
Pharmacopoeia 30th, 2007).
3.4.6.4 Uji Keseragaman Bobot (Farmakope Indonesia III,
1979)
Sebanyak 20 tablet ditimbang dan dihitung bobot rata-ratanya,
kemudian
ditimbang satu per satu. Persyaratannya adalah tidak lebih dari
dua tablet
menyimpang lebih besar dari kolom A dan tidak satu tablet pun
yang
menyimpang lebih besar dari kolom B.
Tabel 3.4. Persyaratan uji keseragaman bobot
Berat rata-rata Selisih persen
A B
25 mg atau kurang 15 30
26 mg 150 mg 10 20
151 mg 300 mg 7,5 15
Lebih dari 300 mg 5 10
[Sumber: Farmakope Indonesia III, 1979]
(3.8)
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
28
Universitas Indonesia
3.4.6.5 Uji Keseragaman Ukuran Tablet (Farmakope Indonesia III,
1979)
Sebanyak 20 tablet diukur diameter dan tebalnya dengan
menggunakan
jangka sorong. Uji keseragaman ukuran memenuhi persyaratan
apabila diameter
tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali
tebal tablet.
3.4.6.6 Uji Pelepasan Obat
a. Pembuatan Larutan Asam Klorida pH 1,2 dan Larutan Dapar
Fosfat pH 7,4
(Farmakope Indonesia III, 1979)
Larutan asam klorida pH 1,2 dibuat dengan mencampur 50,0 ml
kalium
klorida 0,2 M dengan 85,0 ml asam klorida 0,2 M dan diencerkan
dengan air
bebas karbondioksida secukupnya hingga 200,0 ml.
Larutan dapar fosfat pH 7,4 dibuat dengan mencampur 50,0 ml
kalium
dihidrogen fosfat 0,2 M dengan 39,1 ml natrium hidroksida 0,2 M
dan
diencerkan dengan air bebas kabondioksida secukupnya hingga
200,0 ml.
b. Pembuatan Spektrum Serapan dan Kurva Kalibrasi Natrium
Diklofenak
dalam Medium Dapar fosfat pH 7,4
Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 100 mg dan dilarutkan
dalam
250 ml larutan dapar fosfat pH 7,4 sehingga diperoleh larutan
dengan
konsentrasi 400 ppm. Kemudian larutan ini diencerkan hingga 10
ppm.
Serapan diukur dan ditentukan panjang gelombang maksimumnya.
Kurva kalibrasi dibuat dengan membuat larutan natrium
diklofenak
dalam medium dapar fosfat pH 7,4 dengan konsentrasi 6 ppm, 8
ppm, 10
ppm, 12 ppm, 14 ppm dan 16 ppm. Masing-masing larutan tersebut
diukur
pada panjang gelombang maksimum kemudian dibuat persamaan
regresi
linear.
c. Uji Disolusi Tablet
Pelepasan natrium diklofenak dari matriks tablet diuji
menggunakan alat
disolusi tipe 1 yaitu tipe keranjang, dalam 900 ml medium HCl pH
1,2
selama 2 jam kemudian dilanjutkan dalam 900 ml medium dapar
fosfat pH
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
29
Universitas Indonesia
7,4 selama 8 jam. Medium disolusi dijaga pada suhu 37 0,5C
dengan
kecepatan 50 rpm.
Larutan HCl pH 1,2 dimasukkan ke dalam tiga wadah disolusi.
Larutan
dapar fosfat pH 7,4 dimasukkan ke dalam tiga wadah lainnya.
Kemudian
medium tersebut dibiarkan hingga suhu 37 0,5C. Wadah yang
berisi
larutan HCl pH 1,2 masing-masing dimasukkan satu tablet. Setelah
2 jam,
tablet diambil dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan
dapar
fosfat pH 7,4. Proses sampling atau pengambilan cuplikan pada
medium
basa dilakukan pada menit ke 5, 15, 30, 60, 90, 120, 180, 240,
360, dan 480.
Kadar natrium diklofenak ditentukan secara spektrofotometri pada
panjang
gelombang maksimum 276 nm untuk masing-masing waktu sampling
pada
medium basa. Sedangkan untuk mengukur jumlah natrium diklofenak
yang
dilepaskan di asam dilakukan dengan cara menaikkan pH medium
menjadi
pH 7,4 dengan penambahan natrium hidroksida 0,2 M dan kalium
dihidrogen fosfat 0,2 M. Serapan diukur pada panjang gelombang
276 nm
dan jumlah kumulatif obat yang dilepaskan di asam dihitung
menggunakan
persamaan kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam medium dapar
fosfat
pH 7,4.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
30
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Kitosan Suksinat
Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pembuatan
kitosan suksinat dengan mereaksikan kitosan dengan anhidrida
suksinat. Kitosan
sebanyak 4 gram dilarutkan dalam 400 ml asam asetat 1%. Sebagai
agen
pensubstitusi digunakan anhidrida suksinat. Karena anhidrida
asam memiliki
kelarutan yang rendah dalam medium air, biasanya dapat
ditambahkan metanol
untuk membantu melarutkan anhidrida asam. Penggunaan asam asetat
encer dan
metanol dapat menghasilkan reaksi N-asilasi yang selektif
(Champagne, 2008).
Dalam penelitian ini, sebanyak 4 gram anhidrida suksinat
dilarutkan dalam 400 ml
metanol. Larutan suksinat dimasukkan sedikit demi sedikit ke
dalam larutan
kitosan. Ketika larutan suksinat dimasukkan ke dalam larutan
kitosan, akan terjadi
penurunan pH larutan karena reaksi ini melepaskan H+. Agar
reaksi terus berjalan,
maka pH larutan dinaikkan secara perlahan dengan penambahan NaOH
1 N.
Penambahan NaOH sedikit demi sedikit ini dimaksudkan agar tidak
terbentuk
endapan terlebih dahulu sebelum semua larutan suksinat
dimasukkan ke dalam
larutan kitosan sehingga reaksi tetap berlangsung secara
maksimal. Setelah semua
larutan suksinat dimasukkan ke dalam larutan kitosan, pH larutan
dinaikkan
hingga mencapai pH 7 dan reaksi dibiarkan berlangsung hingga
tidak terjadi
penurunan pH yang signifikan.
Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan metanol
untuk
menghilangkan suksinat yang tidak ikut bereaksi. Kemudian
dilakukan dialisa
untuk menghilangkan ion-ion pengotor seperti ion asetat. Dialisa
dilakukan
selama 24 jam dengan penggantian air dialisa setiap 12 jam
sekali. Kemudian
dilakukan pemeriksaan secara kualitatif pada air buangan
tersebut terhadap ion
asetat dengan menggunakan FeCl3. Caranya yaitu dengan memasukkan
beberapa
tetes FeCl3 ke dalam air buangan dan perubahan warna yang
terjadi diamati dan
dibandingkan terhadap blanko positif dan negatif.
Blanko positif terdiri dari larutan asam asetat ditambahkan
beberapa tetes
FeCl3 yang akan memberikan warna coklat sedangkan blanko negatif
yaitu
30
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
31
Universitas Indonesia
aquadest ditambahkan beberapa tetes FeCl3, warna yang dihasilkan
yaitu kuning.
Air buangan hasil dialisa selama 12 jam pertama masih memberikan
hasil yang
positif. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ion asetat
sehingga proses
dialisa dilanjutkan hingga 24 jam. Setelah dilakukan dialisa
selama 24 jam, hasil
uji menunjukkan hasil yang negatif sehingga dialisa cukup
dilakukan selama 24
jam. Hasil dialisa dikeringkan dalam oven suhu 40C kemudian
digiling dan
diayak dengan ayakan 60 mesh.
4.2 Karakterisasi Fisik
4.2.1 Organoleptis
Hasil sintesis kitosan suksinat diperoleh berupa serbuk kuning
kecoklatan
dan tidak berbau.
Gambar 4.1. Serbuk (a) kitosan dan (b) kitosan suksinat
4.2.2 Pengamatan Bentuk dan Morfologi Permukaan Kitosan
Suksinat
Menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
Kitosan suksinat diamati dengan Scanning Electron Microscope
dengan
perbesaran 200x, 500x, 1000x, dan 5000x untuk melihat bentuk
partikel dan
tekstur permukaan polimer. Mikrofotograf kitosan suksinat
memperlihatkan
bentuk partikel kitosan suksinat tidak beraturan serta
permukaannya kasar dan
juga tidak berpori.
(a) (b)
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
32
Universitas Indonesia
Gambar 4.2. Hasil pengamatan bentuk dan morfologi permukaan
kitosan suksinat
menggunakan Scanning Electron Microscope dengan perbesaran (a)
200x,
(b) 500x, (c) 1000x, (d) 5000x
4.2.3 Analisis Sifat Termal
Karakterisasi fisik kitosan suksinat selanjutnya dilakukan
dengan metode
differential scanning calorimetry (DSC). Differential Scanning
Calorimetry
(DSC) digunakan untuk pengukuran secara kualitatif, dimana
kemurnian sampel
dapat dilihat dari titik lebur. Prinsipnya adalah mengukur
besarnya panas yang
diserap atau dibebaskan selama proses pemanasan atau pendinginan
(Mabrouk,
2004). Analisis polimer dengan metode DSC bertujuan untuk
memahami
(a) (b)
(c) (d)
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
33
Universitas Indonesia
kecenderungan polimer ketika dipanaskan. Analisis ini dilakukan
dengan
mengukur suhu puncak yang terjadi saat energi atau panas yang
diserap atau
dibebaskan oleh bahan saat bahan tersebut dipanaskan,
didinginkan atau ditahan
pada tekanan tetap. Puncak endotermik menunjukkan terjadinya
proses peleburan
polimer, sedangkan puncak eksotermik menunjukkan terjadinya
proses degradasi
termal polimer (Cavalcanti, Petenuc, Bedin, Pineda, dan
Hechenleitner, 2004).
Pengetahuan tentang puncak-puncak ini penting untuk digunakan
dalam proses
pengolahan polimer. Hal ini untuk menjaga suhu pengolahan produk
agar dapat
menghindari dekomposisi yang tidak diinginkan (Craig dan Reading
(ed.), 2007).
Penentuan karakteristik dengan DSC dapat digunakan untuk
membedakan
polimer asal dengan polimer hasil sintesis yang terbentuk.
Termogram kitosan dan
kitosan suksinat ditampilkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Termogram (A) kitosan dan (B) kitosan suksinat
dengan Differential
Scanning Calorimetry dengan laju pemanasan 10oC/menit atmosfer
nitrogen
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
34
Universitas Indonesia
Dari hasil analisis, dapat dilihat perbedaan antara puncak
endotermik yang
dihasilkan oleh kitosan suksinat dengan kitosan. Puncak
endotermik kitosan
berada pada suhu 82,4C sedangkan puncak endotermik kitosan
suksinat lebih
rendah dari kitosan yaitu berada pada suhu 79,0C. Selain itu,
terjadi perubahan
rentang peleburan antara kitosan dengan kitosan suksinat
masing-masing pada
suhu 40,3C 122,7C dan 40,7C 131,1C. Data ini menunjukkan bahwa
telah
terjadi perubahan sifat termal antara kitosan suksinat dengan
polimer asal yaitu
kitosan.
4.2.4 Uji Pengaruh Perubahan pH terhadap Jumlah Kitosan Suksinat
yang
Terlarut
Uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat yang
terlarut
dilakukan secara kualitatif dan semikuantitatif. Pada pengujian
secara kualitatif,
serbuk kitosan dan kitosan suksinat dilarutkan dalam berbagai
medium yang
memiliki pH yang berbeda-beda, yaitu 1,2; 3; 5; 6,8; 7,4; 10;
12; 13; dan aquadest.
Proses pelarutan dilakukan pada suhu kamar dengan bantuan
pengaduk (shaker)
berkecepatan 200 rpm selama 2 jam. Hasil yang diperoleh diamati
secara visual.
Hasil uji kelarutan secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel
4.1.
Berdasarkan data pada tabel, dapat dilihat bahwa serbuk kitosan
suksinat
dapat larut dalam suasana basa yaitu pada pH 10, 12, dan 13
serta pada pH asam
1,2, sedangkan pada pH 6,8 dan 7,4 serbuk kitosan suksinat masih
memiliki
bagian yang mengembang dan tidak larut. Kelarutan kitosan
suksinat berbanding
terbalik dengan kitosan, dimana kitosan tidak dapat larut pada
pH yang lebih besar
dari 3.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
35
Universitas Indonesia
Tabel 4.1. Hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah
kitosan suksinat
yang terlarut secara kualitatif
No Medium pH Kitosan suksinat Kitosan
1 Larutan HCl 1,2
2 Larutan HCl 3
3 Larutan HCl 5
4 Aquadest
6,45
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
36
Universitas Indonesia
No Medium pH Kitosan Suksinat Kitosan
5 Larutan dapar fosfat
6,8
6 Larutan dapar
fosfat
7,4
7 NaOH 10
8 NaOH
12
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
37
Universitas Indonesia
Uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah kitosan suksinat yang
terlarut
secara semikuantitatif dilakukan dengan mengukur jumlah kitosan
suksinat yang
terlarut dalam berbagai medium dengan spektrofotometer UV Vis
pada panjang
gelombang 228 nm (Aiedeh dan Taha, 1999). Mula-mula sejumlah
kitosan
suksinat dilarutkan dalam berbagai medium dengan pH 1,2; 3; 5;
6,8; 7,4; 12 dan
aquadest, kemudian disaring untuk memisahkan larutan jenuh
dengan bagian yang
tidak terlarut. Larutan jenuh dari masing-masing medium dipipet
sebanyak 5,0 ml,
dicukupkan dengan larutan NaOH 0,1 N hingga mencapai pH 13,
kemudian
diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Berdasarkan hasil uji
pendahuluan, jumlah NaOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk mencapai pH
13 adalah
sebanyak 15 ml untuk masing-masing medium. Sebagai larutan
standar digunakan
larutan jenuh kitosan suksinat dalam NaOH 0,1 N pH 13. Hasil uji
secara
semikuantitatif dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa kitosan suksinat dapat
terlarut
dalam medium asam dengan pH 1,2 dan kelarutannya menurun di
dalam larutan
dengan pH 3 dan mulai meningkat kembali seiring dengan
peningkatan pH
larutan. Data ini menunjang hasil uji pengaruh perubahan pH
terhadap jumlah
kitosan suksinat yang terlarut secara kualitatif (visual).
No Medium pH Kitosan Suksinat Kitosan
9 NaOH 13
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
38
Universitas Indonesia
Tabel 4.2. Hasil uji pengaruh perubahan pH terhadap jumlah
kitosan suksinat
yang terlarut secara semikuantitatif
Medium Serapan Jumlah kitosan
suksinat terlarut
( g/100 ml) Standar Larutan jenuh
HCl pH 1,2 1,992 0,144 0,154
HCl pH 3 1,992 0,016 0,017
HCl pH 5 1,992 0,022 0,024
Aquadest 1,992 0,018 0,019
Dapar fosfat pH 6,8 1,992 0,091 0,097
Dapar fosfat pH 7,4 1,992 0,142 0,152
NaOH pH 12 1,992 0,151 0,161
Sifat kelarutan kitosan suksinat dipengaruhi oleh adanya gugus
karboksil
dan gugus amin. Kitosan suksinat masih dapat terlarut pada
medium asam pH 1,2.
Hal ini terkait dengan derajat substitusi kitosan suksinat.
Derajat substitusi
mempengaruhi jumlah gugus amin bebas di dalam rantai polimer
sehingga
semakin besar derajat substitusi, semakin sedikit jumlah gugus
amin bebas di
dalam rantai. Derajat substitusi kitosan suksinat yang kecil
menyebabkan
banyaknya gugus amin yang tidak tersubstitusi yang masih dapat
terprotonasi
menjadi NH3+ dalam medium asam, sedangkan dapat larutnya kitosan
suksinat
dalam medium basa karena adanya gugus suksinil pada kitosan.
Gugus karboksilat
yang terdapat dalam gugus suksinil tersebut akan mengalami
ionisasi dalam
medium basa membentuk COO- yang menyebabkan kitosan suksinat
menjadi
larut. Kitosan suksinat yang terlarut dalam medium dengan pH 3 -
6,8 cukup
sedikit. Hal ini disebabkan pada kisaran pH tersebut terdapat
titik isoelektrik
kitosan suksinat yang menyebabkan terjadinya keseimbangan
ekuimolar dari
-NH3+ dan COO- dalam molekul (Yan, Chen, dan Gu, 2006;
Champagne,
2008). Serbuk kitosan suksinat yang diperoleh memiliki kelarutan
yang rendah
dalam medium aquadest. Hal ini disebabkan oleh kecilnya derajat
substitusi yang
diperoleh. Semakin besar derajat susbtitusi kitosan suksinat
maka semakin besar
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
39
Universitas Indonesia
kelarutannya di dalam aquadest (Noerati, Radiman, Achmad, dan
Ariwahjoedi,
2007).
Pengukuran kelarutan kitosan suksinat secara semikuantitatif
mempunyai
banyak kekurangan karena tidak dapat mengukur secara tepat
jumlah kitosan
suksinat yang telarut di dalam larutannya. Hal ini disebabkan
oleh pengukuran
kelarutan dilakukan pada panjang gelombang yang didapatkan dari
literatur dan
bukan merupakan panjang gelombang isobestik. Pengukuran suatu
senyawa yang
sangat sensitif pH dilakukan pada titik isobestis, yaitu pada
panjang gelombang
dimana suatu senyawa dengan konsentrasi sama tetapi pH tidak
sama,
memberikan serapan yang sama (Harmita, 2006). Oleh karena itu,
perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk menentukan kelarutan kitosan
suksinat secara
kuantitatif.
4.3 Karakterisasi Kimia
4.3.1 Penentuan Derajat Substitusi
Derajat substitusi dilakukan dengan cara titrasi asam basa.
Sebelumnya
dilakukan pembakuan terhadap pelarut yang digunakan yaitu NaOH
1,0 N dan
didapatkan normalitas larutan NaOH sebesar 1,0606 N. Sampel yang
ditimbang
sebanyak 100 mg dilarutkan dalam 15,0 ml NaOH 1,0606 N tersebut.
Kemudian
dilakukan pembakuan terhadap titran yang digunakan dan
didapatkan normalitas
larutan HCl sebesar 0,9504 N. Larutan sampel dititrasi dengan
larutan HCl 0,9504
N. NaOH akan bereaksi dengan gugus suksinil pada kitosan
suksinat dan NaOH
yang berlebih akan bereaksi dengan HCl. Derajat substitusi
diukur dengan
menghitung jumlah NaOH yang bereaksi dengan gugus suksinil pada
kitosan
suksinat per massa sampel. Derajat substitusi kitosan suksinat
diperoleh sebesar
3,65 mol/gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam 1 gram
kitosan suksinat
terdapat 3,65 mol gugus suksinil.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
40
Universitas Indonesia
4.3.2 Analisis Gugus Fungsi Kitosan Suksinat dengan Menggunakan
Fourier
Transform Infrared Spectrometer
Analisis gugus fungsi menggunakan spektrofotometer jenis
Fourier
Transform Infra Red (FTIR) ini bertujuan untuk mengetahui apakah
kitosan
suksinat yang disintesis telah terbentuk. Oleh karena itu,
spektrum FTIR dari
kitosan suksinat dibandingkan dengan spektrum FTIR dari kitosan.
Apabila telah
terjadi reaksi N-asilasi maka gugus suksinil dari anhidrida
suksinat akan masuk ke
dalam gugus amin kitosan sehingga akan terbentuk gugus amida dan
gugus
karboksilat pada kitosan suksinat. Gugus C=O amida akan
memberikan puncak
pada bilangan gelombang 1640-1670 cm-1
sedangkan gugus karboksilat akan
memberikan puncak pada bilangan gelombang 1700-1725 cm-1
dengan OH
karboksilat pada rentang bilangan gelombang 2400-3400 cm-1
(Harmita, 2006).
Spektrum FTIR dari kitosan dan kitosan suksinat dapat dilihat
pada
Gambar 4.4. Pada kitosan, adanya pita serapan pada bilangan
gelombang 1585,54
cm-1
menandakan adanya gugus NH untuk amin primer. Kitosan juga
masih
memiliki gugus amida yang disebabkan adanya gugus asetamida pada
kitosan
yang tidak terdeasetilasi sehingga masih memberikan pita serapan
pada bilangan
gelombang 1651,12 cm-1
untuk gugus C=O amida dan 1421,58 cm-1
untuk gugus
C-N amida.
Pada spektrum FTIR kitosan suksinat terlihat adanya puncak
pada
bilangan gelombang 1670,41 cm-1
yang menandakan adanya gugus karbonil
(C=O) amida, gugus N-H amida pada bilangan gelombang 1541,18
cm-1
, dan
gugus C-N amida pada bilangan gelombang 1406,15 cm-1
. Adanya puncak lebar
pada bilangan gelombang 3240,52 - 3500,92 cm-1
menunjukkan adanya gugus
OH karboksilat. Intensitas puncak gugus karbonil amida pada
kitosan suksinat
lebih kuat dibandingkan dengan kitosan. Hal tersebut diduga
karena telah terjadi
reaksi antara gugus amin dari kitosan dengan gugus karbonil dari
anhidrida
suksinat yang menghasilkan ikatan amida sehingga jumlah ikatan
amida pada
kitosan suksinat lebih banyak daripada kitosan, yaitu ikatan
amida yang berasal
dari gugus asetamida kitosan yang tidak terdeasetilasi dan gugus
amida yang
berasal dari hasil reaksi N-suksinilasi kitosan.
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
41
Universitas Indonesia
Gambar 4.4. Spektrum inframerah (A) kitosan suksinat dan (B)
kitosan
Un
ivers
itas In
do
nesia
Un
ivers
itas In
do
nesia
41
A
B
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
42
Universitas Indonesia
Pada spektrum inframerah kitosan suksinat tidak ditemukan
adanya
puncak dari gugus karbonil karboksilat. Hal ini mungkin
disebabkan derajat
substitusi dari kitosan suksinat hasil sintesis relatif kecil
sehingga gugus karbonil
karboksilat yang terdapat dalam polimer hasil sintesis relatif
sedikit.
4.3.3 Pemeriksaan pH.
Sejumlah kitosan suksinat ditimbang kemudian dilarutkan dalam
aquadest
dengan berbagai konsentrasi sebagai berikut, 0,5%, 1%, 2%, 5%,
10% (b/v),
kemudian pH dari masing-masing larutan tersebut diukur dengan
pHmeter.
Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan pH larutan kitosan suksinat pada
berbagai
konsentrasi
Ket: pH aquadest yang digunakan = 6,45
Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa meskipun didispersikan
dalam
konsentrasi yang berbeda-beda, larutan kitosan suksinat dalam
aquadest memiliki
pH yang relatif sama dengan pH aquadest yang digunakan. Hal ini
mungkin
terjadi karena kelarutan kitosan suksinat yang kecil di dalam
medium aquadest pH
6,45 yang ditunjukkan pada data hasil uji kelarutan kitosan
suksinat secara
kualitatif dan semikuantitatif yang telah dilakukan sebelumnya
sehingga pH yang
terukur tidak berbeda jauh dengan pH aquadest.
4.4 Karakterisasi Fungsional
4.4.1 Uji Viskositas
Suatu viskositas adalah ukuran tahanan suatu cairan untuk
mengalir.
Makin besar tahanan suatu zat cair untuk mengalir, makin besar
pula
Konsentrasi larutan
(% b/v) pH
0,5 6,70
1 6,76
2 6,74
5 6,66
10 6,72
Preparasi dan ..., Rina Mariyam, FMIPA UI, 2011
-
43
Universitas Indonesia
0
0.2
0.4
0.6
0.8
0 200 400 600Ke
cep
atan
Ge
ser
(de
t-1)
Tekanan Geser (dyne/cm2)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0 100 200 300 400
Ke
cep
atan
Ge
ser
(de
t-1 )
Tekanan Geser (dyne/cm2)
viskositasnya (Martin, Swarbrick, dan Cammarata, 1993). Uji
viskositas untuk
kitosan suksinat dilakukan dengan mendispersik