Top Banner
STATUS UJIAN SEORANG PEREMPUAN USIA 45 TAHUN DENGAN CANDIDIASIS ORAL Disusun Oleh: Fila Apriliawati G99142114 Periode: 28 Maret 2016 – 10 April 2016 Pembimbing: Vita Nirmala, drg, Sp.Pros., Sp.KG KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
41

FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Jul 07, 2016

Download

Documents

Fila Aprilia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

STATUS UJIAN

SEORANG PEREMPUAN USIA 45 TAHUN

DENGAN CANDIDIASIS ORAL

Disusun Oleh:

Fila Apriliawati

G99142114

Periode: 28 Maret 2016 – 10 April 2016

Pembimbing:

Vita Nirmala, drg, Sp.Pros., Sp.KG

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2016

Page 2: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

KASUS BARU POLI (1)

I. General

A. Identitas Pasien

Nama : An. AH

Usia : 15 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Duren Sawit, Jakarta Timur

Tanggal Pemeriksaan : 31 Maret 2016

B. Status Medis

Alergi : (+) alergi dingin dan debu

Penyakit bawaan : (-)

Penyakit lain : (-)

Riwayat mondok : (+) pernah dirawat karena operasi di bagian lidah

± 8 bulan lalu dan mondok selama 2 hari

C. Oral Status

a. Ekstra Oral

1. Maxilla : tidak ada kelainan

2. Mandibula : tidak ada kelainan

3. Bibir : tidak ada kelainan

b. Intra Oral

1. Palatum : terdapat stain

2. Lingua : tidak ada kelainan

3. Gusi atas : tidak ada kelainan

4. Gusi Bawah : tidak ada kelainan

5. Buccal kanan : tidak ada kelainan

6. Buccal kiri : tidak ada kelainan

c. Oral Higiene : Baik/ Good (OHI-S Score: 0.5)

1

Page 3: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

D. Dental Formula

Gigi permanen

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17

K K K K

E. Keluhan Subyektif

a. Keluhan utama : Gusi sering berdarah saat pasien menyikat gigi

terutama bagian gusi bawah depan.

b. Keluhan sekarang : Gusi tidak nyeri saat ditekan.

c. Riwayat penyakit : Pasien datang, mengeluh gusi pada bagian depan

bawah sering berdarah terutama saat menyikat gigi. Keluhan dirasakan

sudah sejak ± 1 minggu ini. Saat ini tidak didapatkan nyeri atau keluar

darah. Pasien memiliki kebiasaan menyikat gigi 2 sehari dan terkadang

merokok. Keluhan yang sama seperti sekarang ini pernah dirasakan ± 4

bulan lalu dan kemudian pasien membersihkan karang giginya. Keluhan

tidak dirasakan lagi dan baru muncul 1 minggu lalu.

II. Temuan Obyektif

A. Element : Di lingual 23, 24, 25, 26 terdapat kalkulus dan

oedem di ginggiva inferior

1. Sondasi : tidak dilakukan

2. Palpasi : (-) nyeri tekan

3. Perkusi : tidak dilakukan

4. Chlor Etil : tidak dilakukan

B. Pemeriksaan penunjang

1. Rontgen foto : (-)

2. Laboratorium : (-)

2

Page 4: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

III. Diagnosis

Ginggivitis kronis

IV. Terapi

Scalling

VII. Pembahasan

Ginggivitis suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang

terbatas pada gingiva dan bersifat reversibel. Plak berakumulasi dalam jumlah

sangat besar di regio interdental yang terlindung, inflamasi gingiva cenderung

dimulai pada daerah  papilla interdental  dan menyebar dari daerah ini

kesekitar leher gigi. Pada lesi awal perubahan terlihatpertama kali di sekitar

pembuluh darah gingiva yang kecil, di sebelah apical dari epithelium

fungsional khusus yang merupakan perantara hubungan antara  gingival dan

gigi yang terletak pada dasar leher gingiva, tidak terlihat adanya tanda-tanda

klinis dari perubahan jaringan pada tahapini. Bila deposit plak masih ada

perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya

aliran cairan gingival. Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin

jelas terlihat. Papilla interdental menjadi sedikit lebih merah dan bengkak

serta mudah berdarah pada sondase, dalam waktu dua sampai seminggu akan

terbentuk gingivitis yang lebih parah. Gingiva sekarang berwarna merah, 

bengkak dan mudah berdarah. Tanda-tanda dari gingivitis adalah :

1. adanya perdarahan pada ginggiva

2. terjadi perubahan warna pada ginggiva

3. perubahan tekstur permukaan ginggiva

4. perubahan posisi dari ginggiva

5. perubahan kontur dari ginggiva

6. adanya rasa nyeri

3

Page 5: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Menurut J.D Manson dan B.M. Eley (1993), Mediresource clinical team

(2010), perawatan gingivitis trdiri dari tiga komponen yang dapat

dilakukan bersamaan yaitu :

            1. Interaksi kebersihan mulut

            2. Menghilangkan plak dan calculus dengan scaling

            3. Memperbaiki faktor-faktor retensi plak.

Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan. Pembersihan plak dan

calculus tidak dapat dilakukan sebelum faktor-faktor retensi plak

diperbaiki. Membuat mulut bebas plak ternyata tidak memberikan manfaat

bila tidak dilakukan upaya untuk mencegah rekurensi deposit plak atau

tidak diupayakan untuk memastikan pembersihan segara setelah deposit

ulang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyakit ginggivitis kronis

terjadi karena kebersihan mulut yang kurang dijaga karena munculnya

plak.

4

Page 6: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

KASUS BARU POLI (2)

I. General

A. Identitas Pasien

Nama : An. ANR

Usia : 8 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Sangen, Jatipuro, Karanganyar

Tanggal Pemeriksaan : 2 April 2016

B. Status Medis

Alergi : (+) obat tapi nama tidak tahu nama obatnya

Penyakit bawaan : (-)

Penyakit lain : (-)

Riwayat mondok : (-)

C.Oral Status

a.Ekstra Oral

1. Maxilla : tidak ada kelainan

2. Mandibula : tidak ada kelainan

3. Bibir : tidak ada kelainan

b. Intra Oral

1. Palatum : tidak ada kelainan

2. Lidah : tidak ada kelainan

3. Gusi atas : tidak ada kelainan

4. Gusi Bawah : tidak ada kelainan

5. Pipi kanan : tidak ada kelainan

6. Pipi kiri : tidak ada kelainan

c.Oral Higiene : Baik/ Good (OHI-S score: 0,67)

5

Page 7: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

D. Dental Formula

Decidui teeth

C

i ii iii Iv v vi vii viii ix x

xx xix xviii Xvii xvi xv xiv xiii xii xi

C

E. Keluhan Subyektif

a.Keluhan utama : Pasien datang ingin periksa gigi bawah kiri

belakang yang berlubang

b. Keluhan sekarang : Tidak nyeri

c.Riwayat penyakit : Pasien datang mengeluh gigi bawah kiri belakang

berlubang. Keluhan sudah dirasakan sejak ± 3 bulan ini. Saat ini tidak

didapatkan nyeri maupun keluar darah pada bagian yang dikeluhkan.

Makan dan minum masih baik, tidak ada masalah. Pasien memiliki

kebiasaan gosok gigi 2x sehari.

II. Temuan Obyektif

A. Element : Gigi xi terdapat cavitas di permukaan mesio-

occcusal, dengan kedalaman sedalam dentin.

1. Sondasi : (+) nyeri tekan

2. Palpasi : (-)

3. Perkusi : (-)

4. Chlor Etil : Vital

B. Pemeriksaan penunjang

1. Rontgen foto : (-)

2. Laboratorium : (-)

III. Diagnosis

xi Karies dentin

6

Page 8: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

IV. Terapi

xi Pro tumpatan

V. Pembahasan

Karies gigi dimulai dengan kerusakan pada email yang dapat

berlanjut ke dentin. Untuk dapat terjadinya suatu proses karies pada gigi

dibutuhkan empat faktor utama yang harus saling berinteraksi yaitu faktor

host, aget, substrat dan waktu. Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai

dengan adanya plak beserta bakteri penyusunnya. Dalam proses terjadinya

karies mikroorganisme lactobacillus dan streptococcus mempunyai

peranan yang sangan besar. Proses karies dimulai oleh streptococcus

dengan membentuk asam sehingga menghasilkan pH yang lebih rendah.

Penurunan pH tersebut mendorong laktobacillus untuk memproduksi asam

dan menyebabkan terjadinya proses karies.

Streptococcus memiliki sifat-sifat tertentu yang memungkinkannya

memegang peranan utama dalam proses karies gigi, yaitu memfermentasi

karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan pH turun, membentuk

dan menyimpan polisakarida intraseluler dari berbagai jenis karbohidrat,

simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut bila

karbohidrat eksogen kurang sehingga dengan demikian menghasilkan

asam terus menerus. Proses karies gigi diperkirakan sebagai perubahan

dinamik antara tahap demineralisasi dan remineralisasi.

Proses demineralisasi merupakan proses hilangnya sebagian atau

keseluruhan dari kristal enamel. Demineralisasi terjadi karena penurunan

pH oleh bakteri kariogenik selama metabolisme yang menghasilkan asam

organik pada permukaan gigi dan menyebabkan ion kalsium, fosfat dan

mineral yang lain berdifusi keluar enamel membentuk lesi di bawah

permukaan. sedangkan proses demineralisasi adalah proses pengembalian

ion-ion kalsium dan fosfat yang terurai ke luar enamel atau kebalikan

reaksi demineralisasi dengan penumpatan kembali mineral pada lesi

dibawah permukaan enamel.

7

Page 9: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Remineralisasi terjadi jika asam pada plak dinetralkan oleh saliva,

sehingga terjadi pembentukan mineral baru yang dihasilkan oleh saliva

seperti kalsium dan fosfat menggantikan mineral yang telah hilang

dibawah permukaan enamel. Proses remineralisasi dan demineralisasi

terjadi secara bergantian didalam rongga mulut selama mengkonsumsi

makanan dan minuman. Lesi awal karies dapat mengalami remineralisasi

tergantung pada beberapa faktor diantaranya diet, penggunaan fluor dan

keseimbanhan pH saliva. Jika lapisan tipis enamel masih utuh, lesi awal

karies akan mengalami remineralisasi sempurna.

Sebaliknya, jika lapisan enamel rusak maka proses remineralisasi

tidak dapat terjadi secara sempurna dan gigi harus direstorasi. Jika lesi

awal karies mengalami demineralisasi terus-menerus, maka lesi akan

berlanjut ke dentin membentuk kavitas yang tidak dapat kembali normal

(irreversibel), tetapi mungkin juga tidak berkembang (arrested).

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik jika

didapatkan cavitas dan pada pemeriksaan radiologis. Kemudian dilihat

letak cavitas dimana. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah

dengan melakukan restorasi pada bagian yang mengalami karies.

Dimaksudkan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur gigi yang hilang

ke usaha pencegahan, prosedur remineralisasi dan intervensi minimal

8

Page 10: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

KASUS KONSULAN

I. General

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. ESK

Usia : 59 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Pasar Kliwon, Surakarta

Tanggal Pemeriksaan : 4 April 2016

B. Status Medis

Alergi : (-)

Penyakit bawaan : Tidak ada kelainan

Penyakit lain : (+) Jantung sudah sejak ± 5 tahun ini, SNH dan

Low Back Pain (LBP) sejak ± 3 tahun ini

Riwayat mondok : (+) pernah dirawat di rumah sakit karena serangan

jantung ± 5 tahun lalu selama hari 7 hari.

C.Oral Status

a. Ekstra Oral

1. Maxilla : tidak ada kelainan

2. Mandibula : tidak ada kelainan

3. Bibir : tidak ada kelainan

b. Intra Oral

1. Palatum : tidak ada kelainan

2. Lingua : tidak ada kelainan

3. Gusi atas : tidak ada kelainan

4. Gusi Bawah : tidak ada kelainan

5. Buccal kanan : tidak ada kelainan

6. Buccal kiri : tidak ada kelainan

9

Page 11: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

c. Oral Hygiene : Good/baik (OHI-S Score: 0.6)

D. Dental Formula

Gigi permanen

C R M C

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17

M M M M M M

E. Keluhan Subyektif

a. Keluhan utama : Pasien datang dari Poliklinik Syaraf dengan

keluhan nyeri pada gigi atas kiri belakang

b. Keluhan sekarang : tidak nyeri

c. Riwayat penyakit : Pasien datang, mengeluh nyeri gigi atas belakang,

sudah sejak ± 1 minggu ini. Nyeri dirasakan saat makan atau

minum sesuatu yang dingin. Keluhan dirasakan sangat

mengganggu. Biasanya pasien meminum Na Diclofenak dan

nyeri mereda. ± 5 tahun lalu pasien pernah merasakan

keluhan yang sama kemudian ditambal. Pasien memiliki

kebiasaan menyikat gigi 2x sehari.

II. Temuan Obyektif

A. Element : 12 terdapat cavitas kedalaman pulpa di

permukaan mesio-occlusal

1. Sondasi : (-)

2. Palpasi : (-)

3. Perkusi : (-)

4. Chlor Etil : Non vital

10

Page 12: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

B. Pemeriksaan penunjang

1. Rontgen foto : (-)

2. Laboratorium : (-)

III. Diagnosis

12 Nekrosis pulpa

IV. Plan Terapi

12 Pro perawatan saluran akar

V. Pembahasan

Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses

lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara

tiba-tiba akibat trauma. Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel

odontoblast; memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu

kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi

apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut

dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis

pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan

pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang

meradang semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan

vitalitasnya.

Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi

bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan

pulpa dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct

pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang

menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan,

maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan

sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa.

Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari operative atau restorative

11

Page 13: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

procedure yang kurang baik atau akibat restorative material yang bersifat iritatif.

Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi,

atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai

jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure

bisa disebabkan karena proses trauma, operative procedure dan yang paling umum

adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan

pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa.

Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat

menyebabkan nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu.

Pada dasarnya prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam

pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat

menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya

mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi

kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa.

Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia

infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap

inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke

pembuluh dara kecil pada apeks. Semua proses tersebut dapat mengakibatkan

terjadinya nekrosis pulpa.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang

mendapatkan adanya cavitas dengan tidak ada gejala rasa sakit, keluhan sakit

terjadi bila terdapat keradangan periapikal. Pemeriksaan perkusi tidak didapatkan

nyeri dan pada palpasi juga tidak terdapat pembengkakan serta mobilitas gigi

normal. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan berupa perawatan saluran akar dan

exodonti.

12

Page 14: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

KASUS BANGSAL

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. TL

Umur : 45 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Sraten, Pucangan, Sukoharjo, Surakarta

Tanggal masuk : 20 Maret 2016

Tanggal pemeriksaan : 31 Maret 2016

No RM : 01 13 56 xx

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Lemas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh datang dengan keluhan lemas. Lemas dirasakan

sudah sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Lemas

dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Lemas

dirasakan bertambah jika beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan berat

badan turun sudah sejak 2 bulan ini. Pasien hanya makan 2-3 sendok

setiap kali makan. Pasien juga mengatakan dadanya sering berdebar

disertai keringat dingin yang keluar saat malam. Pasien juga

mengeluhkan pusing.

Berat badan turun ± 15 kg dalam waktu 2 bulan. Selain itu, pasien

juga mengeluhkan demam diseluruh tubuh sejak 1 bulan terakhir. Demam

terus menerus dan tidak turun dengan pemberian obat penurun panas.

Pasien juga mengeluhkan mual yang tidak disertai muntah. Pasien juga

mengeluhkan batuk ± 3 bulan ini. Batuk dirasakan terus-menerus dan

13

Page 15: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

tidak kunjung sembuh. Pasien sudah memeriksakan ke dokter dan diebri

antibiotik, namun keluhan batuk tidak kunjung berkurang. Batuk disertai

dengan dahak. Dahak berwarna putih. Batuk biasa disertai dengan

keringat dingin di malam hari.

Buang air kecil (BAK) 4-5x sehari berwarna kuning keruh dan

setiap kali BAK sebanyak ± 1 gelas belimbing, nyeri saat BAK disangkal,

BAK anyang-anyangan disangkal, rieayat BAK warna merah dan

bercampur dengan pasie disangkal. Buang air besar (BAB) cair sejak 5

hari terakhir SMRS, konsistensi cair warna kuning kecoklatan frekuensi ±

2-3 x sehari. BAB tidak disertai lendir maupun darah.

Keluhan bercak-bercak keputihan dirasakan sejak 1 minggu setelah

masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan muncul tiba - tiba dan langsung

muncul banyak. Demam masih dirasakan selama bercak keputihan

muncul. Bercak tidak nyeri dan tidak berdarah. Pasien hanya sedikit

makan dan minum susu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat mondok : disangkal

Riwayat transfusi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat operasi : disangkal

Riwayat sering sakit sariawan sebelumnya : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa di keluarga (-)

Riwayat suami dengan B20 (-)

14

Page 16: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

5. Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok : disangkal

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat tatto : disangkal

Riwayat ASTA : (+)

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berobat dengan BPJS.g Suami pasien bekerja sebagai sekuriti.

Pasien tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum: tampak lemah

Kesadaran : GCS E4V5M6 (Composmentis)

Vital sign :

Tekanan darah : 90/60 mmHg

Respirasi : 20x/menit

Nadi : 90 x/menit

Suhu : 37,8 0C

Kulit : turgor menurun (-), ikterik(-), turgor menurun

Kepala : Mesocephal

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)

Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Mulut : Sianosis (-), Bibir kering (-), oral trush (+)

15

Page 17: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Leher : Trakhea di tengah, kelenjar limfonodi tidak membesar,

JVP tidak meningkat

Thoraks : Retraksi dinding dada (-), simetris (+)

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV linea

midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal,

reguler, bising (-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri, krepitasi (-/-)

Perkusi : Sonor / Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah

halus (-/-), ronkhi basah kasar (-/-)

Abdomen : Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : Bising usus (+) 18x/ menit

Perkusi : Tympani (+) seluruh lapang abdomen

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : Oedem - - Akral Dingin + +

- - + +

IV. STATUS ORAL

Ekstra Oral

Maxilla : tak tampak kelainan

16

Page 18: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Mandibula : tak tampak kelainan

Lips : kering

Intra Oral

Palatum : tampak bercak warna putih

Lingua : tampak bercak warna putih

Upper Gingiva : tidak ada kelainan

Lower Gingiva : tidak ada kelainan

Left Buccal : tampak bercak warna putih

Right Buccal : tampak bercak warna putih

Gigi : terdapat cavitas, debris dan kalkulus di beberapa gigi

Oral Hygiene : Mild / Sedang (OHI-S score: 2.5)

(a) (b)

17

Page 19: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

(c)

Gambar 1. Kondisi gigi dan mulut pasien. Tampak bercak putih di : (a) Left

buccal (b) buccal inferior, (c) lingual

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 Maret 2016

Nilai Satuan Rujukan

Hematologi Rutin

Hemoglobin 11.7 g/dL 12.0-15.6

Hematokrit 35 % 33-45

Leukosit 4.5 ribu/uL 4.5-11.0

Trombosit 163 ribu/uL 150-450

Eritrosit 3.97 ribu/uL 4.10-5.10

Index Eritrosit

MCV 88.8 /um 80.0 – 96.0

MCH 29.4 pg 28.0 – 33.0

MCHC 33.1 g/dl 33.0 – 36.0

RDW 14.0 % 11.6 – 14.6

MPV 7.7 fl 7.2 – 11.1

18

Page 20: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

PDW 53 % 25 – 65

Hitung Jenis

Eosinofil 2.50 % 0.00 – 4.00

Basofil 0.10 % 0.00 2.00

Netrofil 83.20 % 55.00 – 80.00

Limfosit 9.20 % 22.00 – 44.00

Monosit 4.60 % 0.00 – 7.00

LUC / AMC 0.40 % -

Retikulosit 0.52 % 0.50 – 1.50

OH- 32.4 pg 28.0 -35.0

Kimia Klinik / Laboratorium tanggal 28 Maret 2016

GDS 104 mg/dl 60-140

Albumin 2.4 g/dl 3.5-5.2

SGOT 74 u/l <31

SGPT 55 u/l <34

Kreatinin 0.6 mg/dl 0.6-1.1

Ureum 24 mg/dl <50

Elektrolit

Natrium Darah 126 mmol/L 136-145

Kalium Darah 3.5 mmol/L 3.3-5.1

Kalsium Ion 1.06 mmol/L 1.17 – 1.29

Serologi Hepatitis

HbsAgNon

reactive

Non reactive

19

Page 21: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Permeriksaan Mikrobiologi 30/3/2016

Parameter Hasil Nilai normal

A. Pemeriksaan langsung dengan KOH

- Spora

- Astrospora

- Pseudohifa

Yeast cell (+)

Negatif (-)

Positif (+)

Negatif

Negatif

Negatif

B. Kultur

- Candida Sp

- Cryptococcus Sp

- Kapang

Negatif

Negatif

Negatif

Kesimpulan: Hasil pemeriksaan secara langsung dengan larutan KOH

ditemukan pseudohifa dan yeast cell.

Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi, 21 Maret 2016

- Hasil pemeriksaan dengan spesimen sputum : ditemukan Klebsiella

pneumoniae ssp pneumoniae

Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi, 23 Maret 2016

- Hasil pemeriksaan Swab Tenggorok : No growth

Pemeriksaan Laboratorium HIV, 22 Maret 2016

- Hasil Pemeriksaan : Reaktif

20

Page 22: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

V. ASSESSMENT

1. Diagnosa

1. Klinis B20 dengan IO Oral trush, presumpitve TB, Community

Acquired Pneumonia (CAP)

2. CAP PSI 60 KR II e.c Klebsiella pneumonia

3. Anemia normokromik, normositik e.c OCD

4. GEA watery type perbaikan

5. Peningkatan enzim transaminase non viral dd viral

6. Imbalance elektrolit

2. Tatalaksana

Bedrest tidak total

O2 nasal 2 lpm

Diet lunak 1900 Kkal extra putih telur

Infus NaCl 0.9% 40 tpm

Infus Clinimix 1 fl / hari

Injeksi meropenem 500 mg / 8 jam

Injeksi omeprazol 40 mg / 12 jam

Injeksi metoklorpamid 10 mg / 8 jam

Paracetamol 500 mg / 8 jam

Cotrimosazol 960 mg/ 24 jam

New diatab 2 tablet jika diare

Nystatin 4 cc / jam

Curcuma 1 tab / 8 jam

3. Prognosa

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

VI. PEMBAHASAN

21

Page 23: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Pada kasus bangsal kali ini diketahui bahwa pasien bernama

Ny.ASL, usia 45 tahun mengeluhkan lidahnya terdapat bercak-bercak

putih sejak ± 1 minggu setelah masuk rumah sakit. Bercak tidak disertai

nyeri. Pasien tidak merasa lidah tebal dan masih bisa merasakan

makanan.

Pada pemeriksaan intraoral ditemukan adanya bercak – bercak putih

dibagian lingua dan bucal kanan dan kiri, atas dan bawah. Bercak – bercak

dapat terkelupas ketika diangkat. Hal ini menunjukkan kecurigaan pada

candidiasis pseudomembranous akut, karena salah satu tanda khas dari

candidiasis pseudomembranous akut adalah bercak putih yang dapat

diangkat. Kecurigaan ini didukung dengan riwayat penyakit yang sedang

diderita pasien yaitu HIV/AIDS.

Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat gambaran klinis lesi

yang terdapat pada rongga mulut. Untuk gambaran bercak candidiasis

pada pseudomembranous akut yaitu seperti plak mukosa berwarna putih

atau kuning seperti cheesy material. Pemeriksaan penunjang untuk pasien

dengan candidiasis oral yaitu pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab,

uji saliva, dan biopsi. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk

mengetahui adanya jamur Candida sp serta menegakkan diagnosis pasti

sehingga dapat diberikan terapi yang tepat untuk pasien.

Pada orang dengan HIV/AIDS akan terjadi imunocompromise, yaitu

menurunnya sistem imunitas pada tubuh. Keadaan immunocompromaise

pada pasien menjadi faktor risiko utama yang sering mengakibatkan

infeksi oportunistik seperti candidiasis oral.

22

Page 24: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Pada pasien dengan infeksi HIV, sel langerhans yang terdapat pada

mukosa tubuh akan melakukan fagositosis pada virus ini. Virus yang

tercerna kemudian melakukan duplikasi. Sel langerhans yang terinfeksi

oleh HIV selanjutnya menginisiasi penyebaran HIV ke seluruh tubuh dan

mengakibatkan penurunan respon imun tubuh. Sel langerhans terinfeksi

kemudian mengalami deplesi dan mengakibatkan ketidakseimbangan

proteksi imun mukosa sehingga mikroorganisme sekunder seperti Candida

sp. dapat dengan mudah menginvasi mukosa tubuh, termasuk mukosa oral.

Pada keadaan normal, sel langerhans juga bertindak sebagai APC

yang terutama mengekspresikan MHC kelas II. Namun pada pasien HIV,

sel ini mengalami deplesi progresif, sehingga mengakibatkan penurunan

ekspresi MHC kelas II dan menyebabkan penurunan presentasi antigen

(dalam hal ini antigen Candida sp.) ke sel CD4+. Akibatnya, Sel CD4+

juga mengalami deplesi progresif dan menyebabkan ketidakseimbangan

produksi IL-12 serta deplesi sel Th1. Deplesi sel th1 mengakibatkan

penurunan produksi IFN-γ yang menyebabkan penurunan aktivasi

makrofag. Penurunan aktivasi makrofag menyebabkan penurunan

produksi TNF-α yang beakibat pada penurunan aktivasi sel PMN dan NK

ke lesi.

23

Page 25: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Gambar 2. Mekanisme Patofisiologi Candidiasis

Meskipun demikian, ketidakseimbangan IL-12 masih dapat

mempertahankan ekspresi MHC kelas I dan mengaktivasi sel CD8+ yang

kemudian mengaktivasi sel T sitotoksik ke tempat lesi. Keratinosit yang

terdapat pada mukosa oral juga masih dapat berperan melindungi tubuh

dari invasi Candida sp. dengan berperan langsung membunuh Candida sp

maupun memproduksi IL-8 serta calprotectin. Sel T sitotoksik, IL-8, dan

calprotectin selanjutnya berperan dalam menghambat pertumbuhan

Candida sp.

Kemampuan Candida sp untuk berkolonisasi, penetrasi dan merusak

jaringan tubuh bergantung pada keseimbangan antara virulensi Candida

dan defek pertahanan imun tubuh. Faktor virulensi utama dari Candida sp

adalah enzim hidrolitiknya, yaitu enzim SAP (secreted aspartyl protease).

Enzim SAP mengakibatkan degradasi protein-protein adesi pada jaringan

tubuh, terutama E-cadherin yang berungsi membantu migrasi sel CD8+ ke

mukosa oral. Hal ini mengakibatkan kelumpuhan sistem imun dalam

melawan invasi Candida sp, mengakibatkan progresivitas candidiasis oral

pada pasien dengan HIV.

24

Page 26: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Gambar 3. Immunologi

Bagan Patofisiologi Candidiasis O ral pada Pasien Terinfeksi HIV

25

Pasien HIV/AIDS

Infeksi sekunder Candida sp.

Produksi saliva ↓ , Candida sp. berkembang pesat pada mukosa lidah dan buccal

Sistem imunitas tubuh melemah

Sel CD8+, Sel T sitotoksik, Keratinosit

dipertahankan

Deplesi sel imun (Sel langerhans, sel CD4+, Sel Th1, makrofag, PMN, NK)

Produksi enzim hidrolitik (aspartyl

proteinase) serta

membentuk lapisan biofilm

Plak/ pseudomembran berwarna putih atau kuning yang terdiri dari sel epitel, deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur pada mukosa lidah dan

buccal

Page 27: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

Terapi utama yang diberikan pada pasien dengan candidiasis oral

adalah terapi anti jamur. Terapi yang dipakai dapat diberikan secara oral,

tetes dan kumur. Beberapa pilihan pengobatan anti jamur antara lain:

1. Golongan Triazole

Salah satu generasi baru antijamur triazole yang memiliki

aktivitas yang poten dan spesifik dalam menghambat sintesa sterol sel

jamur adalah fluconazole. Absorpsi peroral sangat baik, dengan kadar

serum (dan bioavailabilitas sistemik) mencapai lebih dari 90%,

absorpsi peroral tidak dipengaruhi oleh makanan. Kadar puncak

plasma dalam keadaan puasa tercapai dalam 1 hingga 2 jam dengan

waktu paruh eliminasi kurang lebih 30 jam. Waktu-paruh fluconazole 

yang panjang ini memungkinkan untuk mempertahankan kadar yang

memadai dari obat di dalam plasma untuk waktu yang cukup lama

sehingga dapat diberikan dosis sekali sehari. Fluconazole dinilai

efektif untuk pengobatan candidiasis oral dengan HIV.

2. Nystatin drop

Untuk obat tetes, dipilih Nystatin drop. Nystatin adalah agen

fungistatik dan fungisidal in vitro pada beberapa jenis ragi dan jamur.

Nystatin berikatan dengan sterol dalam membral sel dari spesies

Candidal yang sensitif sehingga mengakibatkan perubahan pada

permabilitas membra dan selanjudnya menimbulkan kehilangan

komponen intraseluler tidak berkembang selama terapi. Nystatin tidak

menunjukan aktivitas perlawanan pada bakteri, protozoa, atau virus.

3. Chlorhexidine gluconate

Chlorhexidine gliconate berfungsi sebagai bilas mulut (oral rinse)

untuk mencegah denture-induced stomatitis dan mencegah perburukan

dari candidiasis oral.

4. Vitamin B12

Pada pasien candidiasis oral sering disertai dengan defisiensi

vitamin B12, oleh karena itu pada pasien dengan candidiasis oral dapat

diberikan suplementasi vitamin B12.

26

Page 28: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

VII. KESIMPULAN

- Candidiasis merupakan penyakit infeksi oral yang disebabkan oleh

jamur Candida sp., terutama Candida albicans.

- Candidiasis oral tipe pseudomembran ditandai dengan adanya bercak-

bercak putih atau kuning di daerah mukosa mulut yang dapat diangkat.

- Faktor risiko dari pasien ialah keadaan immunocompromised yang

disebabkan oleh infeksi HIV sehingga mengakibatkan progresivitas

infeksi oportunistik dari jamur Candida sp.

- Dalam penegakkan diagnosis candidiasis oral, perlu dilakukan

pemeriksaan yang cermat pada pasien, meliputi anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang untuk membuktikan

adanya Candida sp sebagai patogen penyebab.

- Terapi candidiasis oral adalah anti jamur antara lain golongan triazole,

nystatin, serta dapat diberikan chlorhexidine gluconat dan

suplementasi vitamin B12. Selain itu, terapi antiretroviral juga

diperlukan untuk mengatasi faktor risiko pada pasien ini, yaitu

immunocompromaise akibat infeksi HIV.

27

Page 29: FILA Kasus Ujian- revisi.doc

DAFTAR PUSTAKA

Carranza, F. A., Newman, M. G. 2002. Clinical Periodontology. Edisi 10. Tokyo:

W. B. Saunders Company

Fidel Jr P.L. Candida-Host Interactions in HIV Disease: Implications for

Oropharyngeal Candidiasis. Adv Dent Res., 2011; 23 (1): 45-49.

Giannini P.J., Shetty K.V. Diagnosis and Management of Oral Candidiasis.

Otolaryngol Clin N Am., 2011; 44: 231–240

Journal of Endodontic ,July 2008, Volume 3,Number 7S

Repentigny L., Lewandowski D., Jolicoeur P. Immunopathogenesis of

Oropharyngeal Candidiasis in Human Immunodeficiency Virus Infection.

Clinical Microbiology Reviews, 2011; 17 (4): 729-759.

Sibarani, Merry. Karies: etiologi, karakteristik klinis dan tatalaksana. Majalah

Kedokteran UKI, 2014; 30 (1): 14-22.

28