BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60. Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan WHO (1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri akan berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75% dari kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati. Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan, saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat angka kebutaan sebesar 1,47%. Di dunia ini 48% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia, survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis. Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60.
Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara.
Berdasarkan WHO (1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang.
Kebutaan ini sendiri akan berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang
menderitanya. Ironisnya, 75% dari kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati.
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan.
Disebutkan, saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya
berada di negara miskin atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada
diurutan ketiga dengan terdapat angka kebutaan sebesar 1,47%.
Di dunia ini 48% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Untuk
Indonesia, survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5%
dengan 0,78% di antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena
katarak senilis.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi
kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita
terganggu secara berangsur. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau
ketuaan trauma mata, komplikasi penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.3,8
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mampu enegakkan diagnosis Katarak.
2. Mampu memberikan KIE tentang Katarak.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada
orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Penuaan
merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga factor lain yang
mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis; diabetes), merokok,
dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun.
Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi,
denaturasi protein, dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan
atau putih.3,8
Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga
penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka
mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak
apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya.3,8
Gambar 2.1. Lensa yang normal dan lensa yang mengalami katarak (tampak
samping)8
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara
instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu
secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke
mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.3,8
2
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen mungkin
meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka
pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan pada > 90% kasus.sisanya
mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius
misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya
pandang.3,8
Gambar 2.2. Lensa yang normal dan lensa yang mengalami katarak (tampak depan)8
B. Epidemiologi
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia
60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-
laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan
akibat katarak.5
C. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan
lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko
seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang
menahun dalam bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal.3,8
3
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan
trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.8
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil,
atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi
dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.3
D. Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke
sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.3,8
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari
lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik
yang menyebabkan kekeruhan lensa.6
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen
terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin
lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis
nukleus lensa.6
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:8
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
4
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus
lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan
triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia
dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus
multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya
ke retina.8
5
Gambar 2.3. Perbandingan Penglihatan Normal dan Penglihatan Katarak8
E. Klasifikasi
a. Menurut kejadian3
1. Katarak developmental
2. Katarak degeneratif
b. Menurut Umur3
1. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir
(atau beberapa saat kemudian) dan berkembang pada tahun pertama dalam
hidupnya. Katarak kongenital bisa merupakan penyakit keturunan (diwariskan
secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh infeksi kongenital, seperti
campak Jerman, berhubungan dengan penyakit anabolik, seperti galaktosemia.
Katarak kongenital dianggap sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu-ibu yang menderita penyakit misalnya Diabetes Melitus. Jenis katarak ini
jarang sering terjadi. Faktor risiko terjadinya katarak kongenital adalah penyakit
metabolik yang diturunkan, riwayat katarak dalam keluarga, infeksi virus pada ibu
ketika bayi masih dalam kandungan.3
6
Gambar 2.4. Katarak Kongenital3
2. Katarak juvenil
Katarak juvenil terjadi pada anak-anak sesudah lahir, termasuk kedalam
katarak Developmental, karena terjadi pada waktu masih terjadinya
perkembangan serat-serat lensa. Konsistensinya lembek seperi bubur disebut juga
“soft cataract” . katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak
kongenital. 3
Pada katarak kongenital bilateral yang lengkap, operasi harus dikerjakan
pada bulan pertama, sejarak katarak itu diketahui pada kedua mata. Katarak
unilateral lengkap biasanya akibat trauma. Tindakan pembedahan harus dilakukan
jangan melebihi 6 bulan setelah katarak itu diketahui, untuk menghindari
ambliopia dan terjadinya strabismus. 3
3. Katarak senil
Katarak senilis semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu diatas usia 50 tahun keatas. 3
Gambar 2.5. Katarak Senilis3
Katarak senilis merupakan katarak yang sering dijumapai. Satu-satunya
gejala adalah distorsi penglihatan dan pengihatan yang semakin kabur. Katarak
ini biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, dan pasien mungkin
meninggal sebelum timbul indikasi pembedahan. Apabila diindikasikan
7
pembedahan, maka eksraksi lensa akan secara definitif akan memperbaiki
ketajaman penglihatan pada lbih dari 90% kasus. Sisanya (10%) mungkin telah
mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius
misalnya glaukoma, ablasi retina, perdarahan korpus vitreum, infeksi atau
pertumbuhan epitel ke bawah kamera okuli anterior yang menghambat pemulihan
visual. 3
c. Menurut Konsistensi3
1. Katarak cair
2. Katarak lunak
3. Katarak keras
d. Menurut lokasi kekeruhannya3
1. Katarak nukleus
2. Katarak kortikal
3. Katarak subskapular
e. Menurut warna3
1. Katarak nigra ( Hitam)
2. Katarak rubra (Merah)
3. Katarak brusnesecent (coklat)
f. Menurut bentuk kekeruhan3
1. Katarak pungtata
2. Katarak stelata
3. Katarak linier
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.3,5
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
a. Penurunan visus
b. Silau
c. Perubahan miopik
d. Diplopia monocular
8
e. Halo bewarna
f. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3
a. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
b. Pemeriksaan iluminasi oblik
c. Shadow test
d. Oftalmoskopi direk
e. Pemeriksaan sit lamp
G. Diagnosa
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-
penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.6,8
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.6
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan.
Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan
teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat
zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya
trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan
shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu,
pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian
belakang harus dinilai.8
H. Diagnosis Banding
Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan
dengan kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma, retinopathy
of prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).5
9
I. Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung
pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract
ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).8
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, dan kosmetik.8
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi
katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis
fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau
ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk
memperoleh pupil yang hitam.
Persiapan Pre-Operasi6
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine
5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien
cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
Tetesan diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma,
antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik
sebaiknya tidak diberikan pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia,
dan obat antidiabetik dapat diteruskan sehari setelah operasi.
Anestesi8
10
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau retardasi
mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, dan reumatik
yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :
Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan jarum
25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO, hilangnya
refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan stimulus rasa
sakit pada bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan bisa menyebabkan
cardiac arrest)
Komplikasi :
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi
Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul tenon 5
mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan diantar
ekuator bola mata.
Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%, lidocaine
2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa larutan
lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi.
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi,
SICS.
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan
dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak
11
akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat
lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit
yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan.3,6,8
Gambar 2.6. Teknik ICCE8
2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan
kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami
ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan
kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak
sekunder.3,6,8
12
Gambar 2.7. Teknik ECCE8
Gambar 2.8. ECCE dengan pemasangan IOL8
3. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar
2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai
bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan
sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis.3,6,8
Gambar 2.9. Phacoemulsification8
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
13
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan luka
insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada
stadium katarak immature, mature, dan hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan
pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi
trabekulektomi.6
Berikut adalah tabel keuntungan dan kerugian setiap teknik bedah pada pasien
katarak:3,6,8
Jenis teknik
bedah katarak
Keuntungan Kerugian
Extra capsular
cataract
extraction
(ECCE)
Incisi kecil
Tidak ada komplikasi vitreus
Kejadian endophtalmodonesis
lebih sedikit
Edema sistoid makula lebih
jarang
Trauma terhadap endotelium
kornea lebih sedikit
Retinal detachment lebih
sedikit
Lebih mudah dilakukan
Kekeruhan pada kapsul
posterior
Dapat terjadi
perlengketan iris dengan
kapsul
Intra capsular
cataract
extraction
(ICCE)
Semua komponen lensa
diangkat
Incisi lebih besar
Edema cistoid pada
makula
Komplikasi pada vitreus
Sulit pada usia < 40 tahun
Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi Incisi paling kecil Memerlukan dilatasi
14
Astigmatisma jarang
terjadi
Pendarahan lebih sedikit
Teknik paling cepat
pupil yang baik
Pelebaran luka jika ada
IOL
Tabel 2.1. Keuntungan dan Kerugian Teknik Bedah Katarak3,6,8
J. KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra
okular (intra ocular lens, IOL).6
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan
akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki
keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk
mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
15
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.