Top Banner
1 Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama) ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI PAPANDAYAN (STUDI KASUS: KECAMATAN CISURUPAN, KABUPATEN GARUT) Hazard and Disaster Risk Anlysis of Papandayan Volcano (Case Study: Cisurupan, Garut Regency) Saut Aritua Hasiholan Sagala dan Hadian Idhar Yasaditama Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung E-mail: [email protected] ABSTRACT Risk assessment is an important step to be carried out for disaster management. It provides information for decision makers and communities in pre-disaster, during disaster and post disaster event. Neverthe- less, risk assessment in Indonesia, especially on active volcanoes is still limited. This paper presents the risk assessment of Mt. Papandayan (2.665 m), the most active volcano in West Java. The unit of analysis in this study follows the administrative boundaries of village so that the identification can be applied at village level using GIS. Hazard analysis refers to the official hazard map produced by PVMBG while the vulnerability analysis is carried out in 3 sub-analysis, physical vulnerability (7 indicators), social vulnerability (7 indicators), and economic vulnerability. The hazard and vulnerability were overlayed in order to produce the risk which is subsequently made into risk map. The findings indicate that the villages located near and on the direction of the crater have relatively higher risk compared to other villages. The risk map can be incorporated as one of references for spatial planning that integrates disaster mitigation. Keywords: GIS, hazard, Papandayan, risk assessment, vulnerability ABSTRAK Analisis risiko merupakan sebuah tahap penting di dalam manajemen bencana. Analisis risiko memuat informasi yang berguna bagi pengambil keputusan dan komunitas pada masa sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana terjadi. Akan tetapi keberadaan analisis risiko di Indonesia sendiri, khususnya terkait gunungapi aktif masih sangatlah terbatas. Tulisan ini menyajikan analisis risiko pada Gunung Papandayan (2.665 m), sebuah gunungapi yang paling aktif di Jawa Barat. Unit analisis di dalam penelitian ini mengikuti batas administrasi desa, sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan sampai pada level desa dengan menggunakan SIG. Analisis bahaya dilakukan dengan mengacu pada peta bahaya resmi yang diproduksi PVMBG, sementara itu analisis kerentanan dilakukan pada 3 sub-analisis, yaitu kerentanan fisik (7 indikator), kerentanan sosial (7 indikator), dan kerentanan ekonomi. Analisis bahaya dan kerentanan ditumpangsusunkan untuk menghasilkan risiko, yang kemudian dibuat menjadi peta risiko. Temuan menunjukkan bahwa desa-desa yang berlokasi dekat dengan arah kawah memiliki nilai risiko yang relatif lebih besar disbanding desa lain. Hasil dari peta risiko ini nantinya dapat diintegrasikan sebagai sebuah referensi dalam membuat perencanaan tata ruang berbasis mitigasi bencana. Kata kunci: bahaya, kerentanan, papandayan, penilaian risiko, SIG
16

Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

1Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

ANALISIS BAHAYA DAN RESIKO BENCANA GUNUNGAPI PAPANDAYAN(STUDI KASUS: KECAMATAN CISURUPAN, KABUPATEN GARUT)

Hazard and Disaster Risk Anlysis of Papandayan Volcano(Case Study: Cisurupan, Garut Regency)

Saut Aritua Hasiholan Sagala dan Hadian Idhar YasaditamaProgram Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan KebijakanInstitut Teknologi Bandung

E-mail: [email protected]

ABSTRACTRisk assessment is an important step to be carried out for disaster management. It provides informationfor decision makers and communities in pre-disaster, during disaster and post disaster event. Neverthe-less, risk assessment in Indonesia, especially on active volcanoes is still limited. This paper presents therisk assessment of Mt. Papandayan (2.665 m), the most active volcano in West Java. The unit ofanalysis in this study follows the administrative boundaries of village so that the identification can beapplied at village level using GIS. Hazard analysis refers to the official hazard map produced by PVMBGwhile the vulnerability analysis is carried out in 3 sub-analysis, physical vulnerability (7 indicators),social vulnerability (7 indicators), and economic vulnerability. The hazard and vulnerability were overlayedin order to produce the risk which is subsequently made into risk map. The findings indicate that the villageslocated near and on the direction of the crater have relatively higher risk compared to other villages. Therisk map can be incorporated as one of references for spatial planning that integrates disaster mitigation.

Keywords: GIS, hazard, Papandayan, risk assessment, vulnerability

ABSTRAKAnalisis risiko merupakan sebuah tahap penting di dalam manajemen bencana. Analisis risiko memuatinformasi yang berguna bagi pengambil keputusan dan komunitas pada masa sebelum bencana, saatbencana, dan setelah bencana terjadi. Akan tetapi keberadaan analisis risiko di Indonesia sendiri,khususnya terkait gunungapi aktif masih sangatlah terbatas. Tulisan ini menyajikan analisis risikopada Gunung Papandayan (2.665 m), sebuah gunungapi yang paling aktif di Jawa Barat. Unit analisisdi dalam penelitian ini mengikuti batas administrasi desa, sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkansampai pada level desa dengan menggunakan SIG. Analisis bahaya dilakukan dengan mengacu padapeta bahaya resmi yang diproduksi PVMBG, sementara itu analisis kerentanan dilakukan pada 3sub-analisis, yaitu kerentanan fisik (7 indikator), kerentanan sosial (7 indikator), dan kerentananekonomi. Analisis bahaya dan kerentanan ditumpangsusunkan untuk menghasilkan risiko, yangkemudian dibuat menjadi peta risiko. Temuan menunjukkan bahwa desa-desa yang berlokasi dekatdengan arah kawah memiliki nilai risiko yang relatif lebih besar disbanding desa lain. Hasil dari petarisiko ini nantinya dapat diintegrasikan sebagai sebuah referensi dalam membuat perencanaan tataruang berbasis mitigasi bencana.

Kata kunci: bahaya, kerentanan, papandayan, penilaian risiko, SIG

Page 2: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 162

PENDAHULUAN

Indonesia sangat rawan terhadapfenomena vulkanik, ditandai dengankeberadaan 129 gunung api di wilayahnya(ESDM, 2009). Bencana gunungapi adalahbencana alam yang disebabkan oleh erupsigunungapi, yaitu proses keluarnya magmadan atau gas vulkanik dari dalam bumi kepermukaan-nya. Potensi ancaman erupsimemiliki 4 tingkatan mulai dari yangterendah sampai tertinggi, yakni tingkatannormal, waspada, siaga, dan awas (PermenESDM No 15 Tahun 2011). Pemetaanrisiko bencana akan berguna untukperencanaan tata ruang di dalammenghasilkan perencanaan yang berbasismitigasi bencana (UU No 26/2007; Sagaladan Bisri, 2011) yang sejalan denganamanat Hyogo Framework for Action(UNISDR 2005). Proses mitigasi dalamrencana tata ruang seharusnya memilikiupaya pengurangan risiko bencanadidalamnya (Pasal 42 UU 24/2007).

Provinsi Jawa Barat dengan jumlahpenduduknya 18,16% dari total jumlahpenduduk Indonesia, memiliki 7 gunungapiyang masih aktif yaitu Papandayan,Guntur, Galunggung, Gede, Ceremai,Salak, dan Tangkuban Perahu yangsebagian besar terbentang di bagian selatanprovinsi ini.

Gunung Papandayan (2.665 m) terletak diKecamatan Cisurupan, Kabupaten Garutdan tergolong gunung api golongan A, yaknitercatat pernah mengalami erupsisekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun1600. Erupsi dahsyat pada tahun 1772mengakibatkan 2.951 korban jiwa dankehancuran sedikitnya 40 perkampungan(PVMBG, 1998). Terakhir sejak erupsitahun 2002, Gunung Papandayan memilikistatus yang cukup fluktuatif, dimana saatini pun masih direpresentasikan denganstatus siaga.

Kondisi dan struktur bentang alamnyadengan beberapa kawah belerang aktifyang relatif mudah dijangkau, keberadaanhamparan padang tumbuhan edelweissserta deretan lembah yang terbentuk darigunung-gunung kecil disekitarnya,membuat kawasan ini cukup populer untukdijadikan kawasan kegiatan pariwisata(Dinas Pariwisata Jawa Barat, 2010). Selainitu banyak terdapatnya aktivitas pertaniandan perkebunan yang dilakukan masyarakatdisekitar gunung ini pada akhirnya dapatmeningkatkan potensi paparan ancamanbahaya Gunung Papandayan terhadapkerentanan fisik, sosial, maupun ekonomiwilayah studi. Jika mengacu pada kondisipotensi bahaya Gunung Papandayan ter-hadap kerentanan wilayah sekitar tersebutkhususnya Kecamatan Cisurupan pada saatini, maka risiko terhadap bencana GunungPapandayan dikhawatirkan akan meningkat.

Penelitian ini menyajikan prosesidentifikasi zona tingkatan risiko bencanaGunung Papandayan di wilayah studisebagai salah satu upaya mitigasi.Selanjutnya metodologi yang dilakukanuntuk menjawab tujuan studi akan dibahaspada bagian metode penelitian dalamtulisan ini. Hasil temuan akan memberigambaran mengenai zona tingkatan risikodari bencana Gunung Papandayan diwilayah studi serta elaborasinya denganproses perencanaan berbasis mitigasibencana. Pada bagian akhir tulisan,kesimpulan dari studi ini akan memberikanbeberapa rekomendasi terkait upayapengurangan risiko melalui utilisasi petarisiko sebagai salah satu keluaran padapenelitian ini.

METODE PENELITIAN

Wilayah Studi

Secara geografis Kabupaten Garut terletak

Page 3: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

3Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

di sebelah tenggara Kota Bandung dansecara administrat if terdiri dari 42kecamatan didalamnya. Kabupaten Garutmempunyai posisi geomorfologi yangdikelilingi oleh rangkaian-rangkaiangunungapi, dengan keberadaan 2gunungapi yang masih aktif yakni GunungPapandayan, dan Gunung Guntur.

Sektor Pertanian saat ini masih menjadiandalan sebagai penyumbang terbesarPDRB (Pemerintah Kabupaten Garut,2011). Pada tahun 2009 Kabupaten Garuttercatat sebagai produsen padi terbesarurutan ke 5 di Provinsi Jawa Barat (BPSJawa Barat, 2009). Hal ini sangat berkaitanerat dengan komposisi penggunaan lahanuntuk sektor pertanian yang hampirmencapai 75% dari luas wilayahnya danmengindikasikan bahwa perekonomianmasyarakat masih sangat bergantung padabasis pertanian (Pemerintah KabupatenGarut, 2011).

Kecamatan Cisurupan terletak di ±20 kmsebelah barat daya Ibukota KabupatenGarut. Wilayah ini berada di arah bukaankawah Papandayan di arah timur laut sertaberada di sepanjang beberapa aliran sungaiyang berhulu di kawah tersebut sepertiSungai Ciparugpug dan Cibeureum Gededengan Sungai Cimanuk sebagai hilirnya,sehingga potensi aliran lahar dingin jugaakan meningkat di ketiganya (PVMBG,1998). Secara geografis wilayah studimemiliki luas wilayah sekitar 4.521,04 Ha,berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmidi sebelah utara, sebelah timur berbatasandengan Kecamatan Bayongobong danCigedug, sebelah selatan berbatasan denganKecamatan Cikajang, dan sebelah baratdengan Kabupaten Bandung. Secara ad-ministratif Kecamatan Cisurupan terdiridari 16 desa didalamnya.

Secara historis, beberapa erupsi GunungPapandayan yang pernah terjadi pun

memiliki hampir sebagian besar dampak-nya di wilayah Kecamatan Cisurupan.Erupsi tahun 1772 menelan 2.951 korbanjiwa dan mengakibatkan sekitar 10 desabeserta 40 dusun di wilayah studi ketikaitu terkena dampaknya (PVMBG, 1998).Erupsi pada tahun 2002 menyebabkansekitar 3.349 penduduk dari 5 desamengungsi, serta mengakibatkankerusakan berbagai infrastruktur sepertirumah, jembatan, masjid, pondokpesantren, dan beberapa jenis lahanpersawahan maupun perkebunan diwilayah studi (PKPU, 2002).

Sejak letusan tahun 2002, GunungPapandayan memiliki pergerakan statusyang fluktuatif. Tiap kurun waktu 1 sampai2 tahun, selalu terjadi peningkatan danpenurunan 1 level, dari status normalmenjadi waspada maupun sebaliknya. Sta-tus waspada pernah ditetapkan dalamkurun waktu 3 tahun pada periode April2008 sampai pertengahan Agustus 2011.Sejak 13 Agustus 2011 sampai saat ini(Januari 2012) status Gunung Papandayanditingkatkan menjadi siaga (Gambar 1).

Kecamatan Cisurupan terpilih menjadiwilayah studi mengingat baik secarageografis maupun historis potensi besarbahaya Gunung Papandayan memangberada di wilayah tersebut. Selain itustruktur perekonomian wilayah studi yangsangat didominasi oleh sektor pertanian(Cisurupan dalam Angka 2010),memunculkan kekhawatiran bahwa potensibesar bencana Gunung Papandayantersebut kedepannya dan dalam jangkawaktu yang panjang akan dapat mem-pengaruhi stabilitas baik terhadapperekonomian lokal maupun basispertanian Kabupaten Garut itu sendiri.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui

Page 4: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 164

survei data primer dan sekunder. Surveidata primer ini meliputi kegiatan observasimelalui penggunaan Global PositioningSystem (GPS) untuk mendapatkan datatitik lokasi dari infrastruktur pendidikandan kesehatan (salah satu data kerentananfisik) serta perhitungan perkiraan luas darisetiap infrastruktur pendidikan dankesehatan tadi melalui perhitungan jumlahlantai masing-masing infrastrukturtersebut. Selain itu, dilakukan jugawawancara untuk mendapatkan dataterkait kerentanan ekonomi di wilayahstudi seperti biaya bangun (rata-rata biayakeselur uhan yang dibutuhkan untukmembangun infrastruktur) serta jumlahproduksi dan harga jual dari komoditaspertanian unggulannya (rata-rata hasilpenjualan komoditas pertanian). Proseswawancana sendiri dilakukan terhadap 16perangkat desa di wilayah studi.

Adapun survei data sekunder dilakukanmelalui tinjauan literatur dan sur veiinstansional terhadap instansi terkait(BAPEDA, BPS, PVMBG) untukmendapatkan peta kawasan rawan bencanaGunung Papandayan, data RTRW, datademografi, dan perpetaan wilayah studiKecamatan Cisurupan.

Analisis Bahaya

Bahaya adalah sebuah kejadian, fenomenaatau aktivitas manusia, yang berpotensimer usak secara fisik, dimana dapatmenyebabkan kerugian jiwa atau cedera,kerusakan infrastruktur, gangguan sosialdan ekonomi, atau degradasi lingkungan(United Nations, 2002). Sheets et al (1979)dan Wittiri (2004) mengkategorikan bahayagunung api kedalam 2 jenis yakni bahayaprimer dan sekunder. Bahaya primermerupakan bahaya yang ditimbulkan secaralangsung oleh letusan gunung api, meliputi:lava, awan panas, gas vulkanik, abuvulkanik, lahar letusan, dan lontaranpiroklastika (Permen ESDM No 15 Tahun2011). Bahaya sekunder terdiri atas bahayayang ditimbulkan secara tidak langsung olehletusan gunung api, yaitu meliputi lahardingin, tsunami, dan longsoran.

Permen ESDM No. 15 (2011) tentangPedoman Mitigasi Bencana Gunung Api,Gerakan Tanah, Gempa Bumi, dan Tsu-nami menyebutkan bahwa salah satupertimbangan dalam penilaian risikobencana gunung api adalah hasil analisiskawasan rawan bencana (KRB), dimanadalam hal ini prosesnya seperti yang telah

Sumber: ESDM 2007, ESDM 2008, Kompas 2011, Hasil Interpretasi 2011

Gambar 1. Fluktuasi Status Gunung Papandayan dalam 10 Tahun Terakhir

1

2

3

4

10 November

2002

15 November

2002

17 November

2002

13 Januari 2003

Tidak Diketahui

17 Juli

2004Januari 2005

2 Agustus 2007

6 Januari 2008

16 April 2008

13 Agustus 2011

AWAS

SIAGA

WASPADA

NORMAL

Page 5: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

5Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

disesuaikan dengan SNI. Oleh sebab ituPeta KRB Gunung Papandayan Tahun1998 (Hazard Map 1998) terbitan resmiPVMBG dijadikan acuan pada prosesanalisis faktor bahaya ini.

Peta KRB Gunung Papandayan Tahun1998 terbagi menjadi 2 tingkatan KRByaitu KRB 2 dan KRB 1 (Hadisantono etal, 1998). Setiap tingkatan KRB tersebut,merepresentasikan sifat bahaya dari faktorbahaya yang dimaksud, akan diberi nilai(Gambar 2). Karena KRB 2 merepre-sentasikan jenis faktor bahaya yang lebihberbahaya dibandingkan KRB 1, makazona KRB 2 diberikan nilai yang lebih besar(Nilai 2) dibandingkan zona KRB 1 (Nilai1). Adapun karena penelitian ini memilikiunit analisis desa, maka pemahaman spasial

yang didapatkan memungkinkan setiap unitdesa untuk memiliki zona non KRBdidalamnya. Karena zona non KRB samasekali tidak merepresentasikan jenis faktorbahaya apapun, maka zona ini diberikannilai 0.

Melalui berbagai fungsi GIS (Fauzi et. al,2009; Mutalazimah et. al, 2009) yangdigunakan, perpaduan dari penilaian setiaptingkatan zona KRB tersebut selanjutnyaakan menghasilkan nilai faktor bahaya perunit analisis desa sebagai hasil akhirnya.

Analisis Kerentanan

Kerentanan adalah karakteristik manusiaatau kelompok dan situasinya yang dapatmempengaruhi kapasitas mereka dalammengantisipasi, mengatasi, bertahan, dan

Sumber: BAPEDA Kabupaten Garut dan Hasil Analisis, 2011Gambar 2. Penilaian Tingkatan Kawasan Rawan Bencana Gunung Papandayan

Page 6: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 166

pulih dari pengaruh bahaya alami (kejadianmaupun prosesnya) (Wisner et al., 2004).Kerentanan juga dapat berarti ukurankecenderungan dari objek, tempat,individu, grup, komunitas, negara, atauentitas lainnya untuk terkena konsekuensibahaya (Coppola 2007).

Merujuk pada Coppola (2007), analisiskerentanan pada penelitian ini terbagimenjadi 3 subfaktor, yakni kerentananfisik, sosial, dan ekonomi. Selain ituberdasarkan berbagai sumber penelitianlebih lanjut, setiap subfaktor juga akanterdiri dari beberapa indikator penyusun.Subfaktor kerentanan fisik akan terdiri dari7 indikator penyusun yakni luaspermukiman, lahan pertanian, lahanperkebunan, lahan ladang, jumlahinfrastruktur pendidikan, kesehatan, danpanjang jalan. Subfaktor kerentanan sosialakan terdiri dari 7 indikator penyusun yaknijumlah penduduk, kepadatan penduduk,persentase penduduk wanita, pendudukusia < 15 tahun, penduduk usia > 65tahun, penyandang cacat, dan persentasejumlah pra Keluarga Sejahtera (pra KS).Sedangkan subfaktor kerentanan ekonomiakan terdiri dari indikator biaya banguninfrastruktur, biaya konstruksi jalan,jumlah produksi dan harga jual komoditasdi bidang pertanian.

Khusus untuk indikator kerentananekonomi, setiap indikator yang digunakanpada dasarnya memiliki tujuan untukmerepresentasikan nilai ekonomi langsungdari satuan tiap indikator fisik. Indikatorbiaya bangun misalnya, mer upakanperkiraan keseluruhan biaya untukmembangun tiap sebuah infrastruktur(digunakan untuk menilai risiko ekonomiindikator permukiman, infrastrukturpendidikan, dan kesehatan). Biayakonstr uksi, merupakan perkiraankeseluruhan biaya untuk membangun tiapinfrastruktur jalan (digunakan untuk

menilai risiko ekonomi indikatorinfrastruktur jalan). Adapun indikator nilaiproduksi pertanian yang merupakanperpaduan dari data jumlah produksi danharga jual komoditas, merupakan bentukrepresentasi dari nilai ekonomi langsunglahan pertanian. Pemahamannya yaituketika lahan pertanian tidak dinilai dariharga lahannya saja, melainkan nilai dariproduktivitas lahannya (hasil penjualan dariproduksi komoditasnya), dimana dalampenelitian ini hanya untuk masa 1 kalimusim panen saja.

Faktor kerentanan selanjutnya dapatditerjemahkan kedalam berbagai tingkatskala sehingga penggunaannya dapatdisesuaikan dengan berbagai jenis danketersediaan data. UNDRO (1979), Smith(1992) dalam Thouret et al (2000) pernahmenggunakan skala terkecil 0 (potensitidak ada kerusakan) sampai skala terbesar1 (potensi rusak total). Utami (2008) yangpernah menggunakan 5 tingkat skala dalampenilaian kerentanan kawasan GunungMerapi. Dalam penelitian kali ini nilaifaktor kerentanan untuk set iapindikatornya (kecuali kerentanan ekonomiyang hanya berupa data hasil wawancara)akan didapatkan melalui proses klasifikasibesaran setiap indikator kerentanankedalam 3 tingkatan nilai (1/2/3), dimananilai 1 menunjukkan potensi kerusakanterkecil (kerentanan terkecil) sampai padanilai 3 yang menunjukkan potensi terbesar(kerentanan terbesar).

Metode klasifikasi yang digunakan dalampenelitian ini adalah metode natural breaksdalam aplikasi GIS. Prahasta (2002)Menyebutkan keunggulan metode inikemampuannya untuk meminimalkanvariansi di dalam satu tingkatan serta di sisilain mampu memaksimalkan variansi antartingkatannya (batas antara tingkatkerentanan rendah, sedang, dan tinggi),sehingga dinilai mampu untuk meng-

Page 7: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

7Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

Tabel 1. Indikator Kerentanan yang Digunakan

Sumber: hasil analisis

Indikator Justifikasi dan Referensi Penelitian Relevansi dengan

Peningkatan Kerentanan

Indikator Fisik (7 Indikator)

Luas

Permukiman

Permukiman dapat menunjukkan lokasi keberadaan segala bentuk aktivitas utama dari penduduk di suatu wilayah. Merupakan bentuk representasi dari kawasan budidaya terbangun dari suatu wilayah. Sumber: Lirer et al (1997), Lavigne (1999), Pareschi et al (2000), Cutter et al (2003)

(+)

Luas Lahan Persawahan, Perkebunan, Perladangan,

Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perkembangan wilayah studi, baik terkait perkembangan struktur ekonominya maupun terkait kehidupan sosial ekonomi hampir sebagian besar penduduknya yang bermatapencaharian di sektor ini. Sumber: Lirer et al (1997), Lavigne (1999), Quesada et al (2007)

(+)

Jumlah Infrastruktur Pendid ikan

Infrastruktur ini dapat meningkatkan tingkat pendidikan dan pemahaman penduduk terhadap bencana. Dengan tingkat pendidikan yang memadai tentu masyarakat akan lebih tanggap dan sigap dalam menghadapi setiap kejadian bencana. Sumber: Lavigne (1999), Westen (2002), Cutter et al (2003), Quesada et al (2007)

(+)

Jumlah Infrastruktur Kesehatan

Infrastruktur kesehatan berperan dalam peningkatan kondisi fisik penduduk, dimana dalam konteks kebencanaan ya itu ketika pelayanan kesehatan yang dihasilkannya mampu meningkatkan kesiapan fisik penduduk da lam menghadapi bencana. Sumber: Lavigne (1999), Westen (2002), Cutter et al (2003), Quesada et al (2007)

(+)

Panjang Infrastruktur Ja lan

Infrastruktur ini berperan penting dalam peningkatan akses penduduk untuk mencapai segala sumberdaya saa t menghadapi bencana , selain juga dapat mempermudah segala bentuk upaya dalam tahapan kesiapsiagaan bencana, misalnya proses evakuasi. Sumber: Lavigne (1999), Quesada et al (2007)

(+)

Indikator Sosial (7 Indikator) Jumlah Penduduk

Kerentanan sosial akan muncul dengan sendirinya ketika terdapat keberadaan individu manusia sebagai objek, yang selanjutnya mungkin dapat terkena konsekuensi dari sebuah bencana. Sumber: Lavigne (1999), Wisner et al (2004), Quesada et al (2007)

(+)

Kepadatan Penduduk

Tingginya kepadatan penduduk mampu mengurangi tingkat pelayanan sosial wilayahnya dimana misalnya akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan pun berkurang, sehingga hal ini mampu mengurangi kesiapan fisik dan pemahaman penduduk dalam menghadapi kejadian bencana. Kepadatan penduduk yang tinggi juga dapat mempersulit proses evakuasi. Sumber: Lirer et al (1997), Lavigne (1999), Thouret et a l (2000), Cutter et al (2000), Pareschi et al (2000), Cutter et al (2003), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Penduduk Wanita

Wanita memiliki rasa kekhawatiran yang lebih tinggi dibanding penduduk laki-laki. Oleh sebab itu penduduk wanita akan cenderung lebih sulit dalam berbagai pengambilan keputusan pada situasi darurat bencana. Selain itu wanita cenderung dapat memiliki keterbatasan mobilitas dalam proses evakuasi. Sumber: Fothergill et al (1996), Cutter et al (2003), Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Penduduk Muda (<15 Tahun)

Penduduk usia muda memiliki resistensi yang kecil terhadap penyakit dan seringkali memiliki sumber daya serta mobilitas yang terbatas sehingga nantinya dapat mengurangi kesiapannya dalam menghadapi setiap kejadian bencana. Sumber: Thouret et al (2000), Cutter et al (2003), Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Penduduk Lansia (>65 Tahun)

Penduduk lansia memiliki mobilitas yang terbatas dan memiliki kecenderungan untuk enggan meninggalkan tempat tinggalnya, sehingga dapat mempersulit misalnya dalam proses evakuasi. Sumber: Thouret et al (2000), Cutter et al (2003), Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Penyandang Cacat

Penyandang cacat memiliki kemungkinan terpengaruh yang tak sebanding ketika terjadi bencana karena sifat keterbelakangannya d i masyarakat serta ketidakmampuannya dalam mengidentifikasi maupun bertindak pada situasi bencana. Sumber: Cutter et al (2003), ISDR 2002b:76 dalam Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Presentase Jumlah Pra KS (Keluarga Sejahtera)

Golongan pra KS dengan segala keterbatasan sumber dayanya khususnya ekonomi, cenderung memiliki resiliensi yang rendah terhadap kejadian bencana. Kecenderungan terhadap akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas juga mampu mempengaruhi kesiapannya terhadap kejadian bencana . Sumber: Cutter et al (2003), ISDR 2002b:76 dalam Wisner et al (2004), Utami (2008)

(+)

Page 8: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 168

identifikasi kelas yang sebenarnya (real) darisetiap data indikator kerentanan yang di-gunakan.

Analisis Risiko

Analisis risiko dilakukan untuk mengetahuiseberapa besar potensi berbagai jeniskerugian yang dapat ditimbulkan olehkejadian bencana Gunung Papandayan,dimana risiko bencana secara skematisdigambarkan melalui kombinasi antarakerentanan dan ancaman bahaya bencana(Wisner et al, 2004):

V H R

R : RisikoH : Faktor BahayaV : Faktor Kerentanan

Mengacu pada pembagian faktorkerentanan kedalam 3 subfaktor (Coppola,2007), maka proses analisis risiko juga akanterbagi menjadi analisis risiko fisik, sosial,dan ekonomi.

Proses penilaian risiko dilakukan melaluikonsep timpang susun (overlay) antarafaktor bahaya dan tingkat kerentanan yangtelah didapatkan pada analisis sebelumnya,dimana pada dasarnya operasi hanyadiaplikasikan melalui penggunaanperhitungan nilai atribut untuk mem-berikan penilaian risiko yang lebih bersifatkuantitatif serta akurat.

Hasil yang didapat dari proses tersebut yaituberupa nilai risiko dari setiap indikator fisikdan sosial di setiap desa di wilayah studi.Nilai risiko ini akan dinyatakan dalambentuk nilai ordinal 0-3 sebagai rentangnilai dari hasil perkalian antara nilai faktorbahaya dan nilai kerentanan. Selain itu akandisajikan pula bentuk peta risiko setelahnilai risiko tersebut diklasifikasikan terlebihdahulu kedalam 3 tingkatan risiko melaluimetode natural breaks dalam aplikasi GIS,

yaitu tingkat risiko rendah, risiko sedang,dan risiko tinggi.

Selanjutnya nilai risiko dari setiap indikatorfisik dan sosial tadi akan digeneralisasikedalam nilai r isiko fisik dan sosialkeseluruhan. Nilai risiko fisik keseluruhanakan mempertimbangkan nilai risiko dari7 indikator fisik yang telah didapatkansebelumnya. Adapun nilai risiko sosialkeseluruhan akan mempertimbangkan nilairisiko dari 7 indikator sosial didalamnya.Dalam penelitian ini setiap indikator yangdigunakan dianggap memiliki bobot yangsama, Ini berarti bahwa setiap indikatortersebut dianggap memiliki kontribusi yangsama satu sama lainnya dalam membentuksebuah risiko kebencanaan di wilayah studi.Oleh sebab itu maka penyusunan nilairisiko fisik dan sosial keseluruhan tadiselanjutnya dapat disistematiskan sebagaiberikut:

7FisikIndikator R

Fisik R

7SosialIndikator R

Sosial R

Adapun khusus untuk penilaian risikoekonomi, prosesnya akan dilakukan melaluifungsi timpang susun (overlay) padaaplikasi GIS antara peta faktor bahaya(Hazard Map Tahun 1998) dengan petapersebaran dari setiap indikator fisik yangdigunakan. Seperti telah disebutkansebelumnya bahwa khusus untuk indikatorfisik infrastruktur pendidikan dankesehatan, data mengenai lokasi sertaperkiraan luasan bangunannya masing-masing didapatkan melalui kegiatanobservasi, melengkapi data lokasi sertaluasan dari indikator fisik lainnya yangtelah didapatkan sebelumnya dariBAPEDA Kabupaten Garut.

Proses timpang susun tadi selanjutnya akanmenghasilkan persebaran dan luas dari

Page 9: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

9Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

setiap indikator fisik yang terkena faktorbahaya Gunung Papandayan. Pemahamanyang diberikan bahwa setiap indikator fisikyang terkena setiap faktor bahaya GunungPapandayan ini pada akhirnya akanmengalami kerugian baik secara fisik(kehancuran, kerusakan) maupun finansial.Oleh sebab itu maka setiap besaran dariindikator fisik yang terkena faktor bahayaini selanjutnya akan dikalikan dengan nilaisatuan kerugian untuk masing-masing jenisindikator fisik tersebut (data kerentananekonomi; biaya bangun, nilai produksi hasilpertanian, dan biaya konstruksi). Hasilperkalian ini yang selanjutnya dapat disebutsebagai nilai r isiko ekonomi yangdinyatakan dalam satuan rupiah.

HASIL DAN PEMBAHASANFaktor Bahaya

Potensi ancaman faktor bahaya (H) daribencana Gunung Papandayan yangdirepresentasikan melalui nilai faktor

bahaya, memperlihatkan bahwa desadengan nilai faktor bahaya terbesar adalahdesa-desa yang secara geografis terletak dibagian timur laut wilayah studi KecamatanCisurupan, yaitu di arah bukaan kawah,selain juga tentunya yang memiliki jaraklebih dekat dengan kawah tersebut(Gambar 3). Desa-desa dengan nilai faktorbahaya terbesar yang dimaksud, berurutandari yang terbesar yaitu Desa Sirnajaya,Karamat-wangi, Pangauban, Cipaganti, danCisurupan memiliki pengaruh yang sangatbesar terhadap besarnya nilai faktor bahayadi Desa Sirnajaya, Cipaganti Pangauban,dan Karamatwangi. Sedangkan faktorgeografis jarak dengan kawah memilikipengaruh yang sangat besar terhadapbesarnya nilai faktor bahaya di beberapadesa seper ti Cisur upan, Cisero, danSukatani. Nilai faktor bahaya yangdidapatkan pada analisis bahaya inimerepresentasikan tingkatan bahaya darisegala bentuk jenis bahaya yang dimilikierupsi Gunung Papandayan, artinyabeberapa zona (dalam penelitian ini

Sumber: Hasil Analisis, 2011Gambar 3. Nilai Faktor Bahaya Gunung Papandayan di Kecamatan Cisurupan

0.3 620.6 4520.6 360.8 561.0 8241.5 1480.2 8480.4 7721.5 6020.6 450.4 680.2 1361.6 0781.0 5020.0 332

0 .811 40 .66 79

0 .57 880.50 2

0 .436 40.24 26

0.60 690.2 61 9

0.2 19 90.1 17

0.00 070.2 57 3

0.0 79 60 .47 49

0. 597 80.2 892

0 0.2 0 .4 0 .6 0.8 1 1.2 1 .4 1.6 1.8

SukawargiSukatani

Ci datarCi sero

CisurupanKaramatwangi

BalewangiTambakbaya

SirnajayaSirnagalihPakuwon

SimpangsariPangauban

CipagantiPamulihan

Situsari

KRB II KRB I

Page 10: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 1610

didefinisikan desa) yang memiliki nilaifaktor bahaya tertinggi akan memilikipotensi terpapar yang lebih tinggi puladibanding zona lainnya.

Beberapa desa seperti Desa Sukawargi danSukatani, dimana berada pada kondisiproporsi nilai KRB II yang lebih kecildibandingkan nilai KRB I, ternyata mampumenghasilkan nilai faktor bahayakeseluruhan yang tergolong tinggi. Hal initidak lain disebabkan ketika hampir seluruhluas wilayah dari masing-masing desatersebut berada pada zona rawan bencanasecara umum. Adapun Desa Situsari yangberada di batas utara wilayah studi memilikinilai faktor bahaya terkecil dengankomposisi zona KRB I secara keseluruhanyang mengindikasikan bahwa DesaSitusari merupakan zona yang berpotensiterkena paparan paling sedikit dari berbagaijenis bahaya.

Faktor Kerentanan

Nilai faktor kerentanan yang teridentifikasimenunjukkan adanya perbedaan tingkatkerentanan secara keseluruhan untuksetiap indikator kerentanan fisik, sosial,maupun ekonomi di wilayah studi. Artinyasetiap jenis indikator kerentanan memilikizonasi tingkat kerentanan yang cenderungberbeda-beda di wilayah studi.

Untuk indikator fisik persawahan misalnya,sebagian besar zona tingkat kerentanantingginya berada di bagian utara wilayahstudi. Temuan ini dapat didefinisikanbahwa di bagian utara wilayah studi akanlebih banyak lahan persawahan yangberpotensi terpapar bahaya erupsi GunungPapandayan. Pemahaman serupa nantinyajuga akan digunakan untuk mendefinisikanzonasi tingkat kerentanan dari indikatorkerentanan lainnya.

Berbeda dengan persawahan, untukindikator fisik perkebunan misalnya,

sebagian besar zona tingkat kerentanantingginya berada di bagian selatan wilayahstudi. Akan berbeda pula untuk indikatorsosial jumlah penduduk, dimana sebagianbesar zona tingkat kerentanan tingginyaberada di desa-desa yang berdekatandengan pusat kegiatan kecamatan. Adapununtuk indikator ekonomi biaya bangun,temuan yang didapatkan bahwa nilainyaakan lebih besar di wilayah-wilayah yangsifatnya lebih perkotaan.

Perbedaan kecenderungan zonasi tingkatkerentanan untuk setiap indikator diwilayah studi selanjutnya dapat dilihat padatabel 2 yang direpresentasikan melaluilegenda warna, nilai kerentanan, sertaklasifikasinya, dengan masing-masingketerangan indikatornya adalah sebagaiberikut:

1. Luas Permukiman2. Luas Persawahan3. Luas Perkebunan4. Luas Perladangan5. Jumlah Infrastruktur Pendidikan6. Jumlah Infrastruktur Kesehatan7. Panjang Infrastruktur Jalan8. Jumlah Penduduk9. Kepadatan Penduduk10. Persentase Wanita11. Persentase Usia < 15 Tahun12. Persentase Usia > 65 Tahun13. Persentase Penyandang Cacat

Risiko Fisik

Desa Sirnajaya memiliki nilai risiko fisikyang terbesar, dilanjutkan Desa Cisurupanserta Sukawargi dan Cipaganti, dimanakesemuanya diklasifikasikan pada zonarisiko fisik tinggi (Gambar 4). AdapunDesa Situsari memiliki nilai risiko fisik pal-ing rendah. Hal ini kemudian dapatdiartikan bahwa Desa Sirnajaya adalah desa

Page 11: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

11Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

yang memiliki potensi kerusakan ataukehancuran fisik terbesar. Hasil yangdidapatkan menunjukkan bahwa nilairisiko fisik Desa Sirnajaya berada cukupjauh dengan nilai r isiko fisik keduaterbesar setelahnya, artinya bahwa selainmemang dipengaruhi nilai faktorbahayanya yang terbesar, Desa Sirnajayajuga memiliki rata-rata nilai faktorkerentanan fisik yang tergolong cukupbesar perbedaannya dengan desa lainnya.Hal ini dapat diindikasikan mengingatperbedaan nilai faktor bahayanya yangtidak terlalu signifikan dengan desalainnya di wilayah studi serta memangsecara geografis Desa Sirnajaya memilikiluasan wilayah yang paling besar, sehinggadiperkirakan akan lebih banyak terdapatkeberadaan setiap jenis indikator fisik diwilayah tersebut.

Adapun secara keselur uhan dalampenilaian risiko fisik ini, faktor bahaya (H)diperkirakan memiliki pengaruh yang lebihbesar karena rata-rata desa yang tergolongmemiliki kategori risiko fisik tertinggiadalah desa-desa yang memang hampir

sebagian besar memiliki nilai faktor bahayaterbesar seperti Desa Sirnajaya, Karamat-wangi, dan Cipaganti. Adapun hanya untuknilai risiko fisik besar dari Desa Sukawargisaja yang dalam prosesnya lebihdipengaruhi oleh faktor kerentanan (V).

Risiko Sosial

Desa Pangauban memiliki nilai risiko sosialyang terbesar dilanjutkan Karamatwangi,Cisero, Sirnajaya, Sukatani, serta Cipaganti,dimana kesemuanya diklasifikasikan padazona risiko sosial tingkat tinggi (Gambar4). Hal ini kemudian dapat diartikan bahwaDesa Pangauban adalah desa yang memilikipotensi gangguan sosial terbesar bilabencana Gunung Papandayan terjadi.

Hasil menunjukkan bahwa t idak adaperbedaan yang cukup besar diantara setiapnilai risiko sosial dari masing-masing desadi wilayah studi. Hal ini mengindikasikanbahwa setiap desa di wilayah studi memilikirata-rata nilai faktor kerentanan sosial yangtidak jauh berbeda satu sama lainnya karenamemang nilai faktor bahaya diantara desadengan nilai risiko sosial terbesarnya pun

Sumber: hasil analisis, 2011

Indikator / Desa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Sukawargi 3 1 3 2 3 2 3 3 2 1 2 1 1 1

Sukatani 1 1 3 1 2 1 2 2 1 3 2 1 3 2

Cidatar 2 1 2 2 3 2 3 3 2 1 2 1 1 1 Cisero 2 1 2 2 3 1 1 2 2 2 1 2 3 3

Cisurupan 3 1 1 2 3 2 2 2 1 1 2 1 2 1

Karamatwangi 2 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 1 2 1

Balewangi 2 1 1 1 2 2 1 1 3 2 3 1 2 1

Tambakbaya 1 2 1 1 3 2 1 1 2 2 3 1 2 2

Sirnajaya 2 3 2 3 2 2 2 2 1 1 2 1 1 3

Sirnagalih 1 1 2 1 3 2 2 2 2 2 1 3 1 3

Pakuwon 1 1 1 1 2 2 1 1 3 2 2 1 1 3

Simpangsari 1 1 1 1 2 2 1 2 3 1 2 1 2 2

Pangauban 1 1 1 1 2 3 1 1 2 2 1 2 2 3

Cipaganti 2 3 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 2 2

Pamulihan 2 3 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 3

Situsari 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 3 2

Tabel 2. Nilai Kerentanan Fisik dan Sosial

Page 12: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 1612

tidak memiliki perbedaan yang cukupsignifikan diantaranya.

Beberapa desa yang berada pada kategoririsiko tinggi seper ti Desa Sirnajaya,Karamatwangi, Cipaganti, dan Pangaubanmemang merupakan 4 desa dengan nilaifaktor bahaya terbesar di wilayah studi.Temuan ini selanjutnya kembalimemperlihatkan bahwa secara keseluruhanfaktor bahaya memiliki pengaruh yanglebih besar dalam memunculkan wilayahyang berisiko tinggi.

Risiko Ekonomi

Kerugian finansial terbesar dari bencanaerupsi Gunung Papandayan di wilayahstudi akan diberikan oleh indikator fisikpermukiman, disusul oleh indikator fisikperkebunan (Tabel 3).

Selanjutnya bila nilai risiko ekonomitersebut diklasifikasikan berdasarkan desa,maka Desa Cipaganti akan memiliki nilairisiko ekonomi yang terbesar, disusul olehDesa Karamatwangi, Sukawargi serta

Indikator / Desa 1 2 3 4 5 6 7 Total Risiko Ekonomi

Sukawargi 259,1 - 94,4 1,6 1,6 0,09 41,6 398,7 Sukatani 147,1 - 121,9 0,3 1,0 - 24,5 294,9 Cidatar 243,7 - 41,3 1,0 2,8 - 37,6 326,5 Cisero 46,2 0,2 71,3 0,6 0,5 - 15,9 134,7 Cisurupan 153,0 0,1 46,3 1,3 1,6 0,03 36,3 238,8 Karamatwangi 371,7 - 8,5 0,8 1,1 - 19,6 401,9 Balewangi 238,7 0,1 - 0,4 1,3 - 4,6 245,3 Tambakbaya 19,0 0,3 - 0,07 0,2 0,05 10,5 30,4 Sirnajaya 123,4 1,5 0,3 4,1 0,3 0,01 75,4 205,4 Sirnagalih 46,1 - 0,1 0,2 0,1 0,1 22,2 69,0 Pakuwon 1,1 - 0,7 - - - 2,4 4,3 Simpangsari 37,7 - - - - - 4,0 41,7 Pangauban 191,7 - - - 1,1 0,1 6,5 199,5 Cipaganti 406,2 2,7 - 0,1 0,5 0,1 17,0 426,8 Pamulihan 4,6 2,7 - 0,2 - - 15,3 22,9 Situsari - - - 0,06 - - 1,1 1,1

Keterangan Indikator1) Permukiman 5) Infrastruktur Pendidikan2) Persawahan 6) Infrastruktur Kesehatan3) Perkebunan 7) Infrastruktur Jalan4) PerladanganCatatan:Harga dasar tiap jenis indikator didapatkan melalui proses wawancara kepada perangkatsetiap desa. Setiap perangkat desa diasumsikan mengetahui kondisi wilayah desanya masing-masing

Sumber: hasil analisis, 2011

Tabel 3. Nilai Risiko Ekonomi Bencana Gunung Papandayan (dalam Miliar Rupiah)

Page 13: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

13Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

Cidatar, dimana kesemuanya diklasifikasi-kan pada zona risiko ekonomi tingkat tinggi(gambar 4). Hal ini kemudian dapatdidefinisikan bahwa Desa Cipaganti adalahdesa yang memiliki potensi kerugianfinansial (dalam Rupiah) terbesar bilabencana Gunung Papandayan terjadi.Kerugian finansial disini adalah terbataspada kerugian langsung, dalam hal ini yaitukerusakan atau kehancuran fisik dari setiapjenis indikator fisik yang terkena bahayaerupsi Papandayan.

KESIMPULAN DAN SARAN1. Potensi ancaman faktor bahaya (H)

Gunung Papandayan yang memper-lihatkan bahwa desa dengan nilai faktorbahaya terbesar adalah desa-desa yangsecara geografis terletak di bagian timurlaut wilayah studi KecamatanCisurupan, yaitu di arah bukaan kawah,selain juga tentunya yang memilikijarak lebih dekat dengan kawahtersebut.

2. Penelitian ini telah mengidentifikasiperbedaan tingkat kerentanan secarakeseluruhan untuk setiap indikatorkerentanan fisik, sosial, maupunekonomi (faktor kerentanan, V) diwilayah studi. Beberapa contohmisalnya, untuk indikator fisikpersawahan lebih tinggi t ingkatkerentanannya di bagian utara wilayahstudi; indikator fisik perkebunan lebihtinggi tingkat kerentannya di bagianselatan wilayah studi; indikator sosialkepadatan penduduk serta indikatorekonomi biaya bangun yang lebihtinggi tingkat kerentanannya di wilayahpusat kegiatan desa atau kecamatan.

3. Penelitian ini menghitung, bahwasecara umum, Desa Sirnajaya, beradapada zona risiko fisik dan sosial yangtertinggi. Akan tetapi, dari sisi risikoekonomi dapat diidentifikasi bahwaDesa Cipaganti, Karamatwangi,Sukawargi, dan Cidatar berada padazona risiko ekonomi tingkat tinggibencana Gunung Papandayan.

Sumber: Hasil Analisis, 2011Gambar 4. Peta Risiko Bencana Gunung Papandayan di Kecamatan Cisurupan

Peta Risiko Fisik Peta Risiko Sosial Peta Risiko Ekonomi

Page 14: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 1614

DAFTAR PUSTAKA

BPS Jawa Barat. 2009. Luas Panen, Hasil Per Hektar dan Produksi Padi Jawa Barat. Diaksesdari http://jabar.bps.go.id/index.php/pertanian/21-luas-panen-hasil-per-hektar-dan-produksi-padi-jawa-barat pada 28 Juli 2011

Coppola, D. 2007. Introduction to International Disaster Management. Oxford. Elsevier

Cutter, Susan L., Mitchell, Jerry T., Scott, Michael S. 2000. Revealing the Vulnerability ofPeople and Places: A Case Study of George Town County, South Carolina. Annals of theAssociation of American Geographers, 90(4), p. 713-737. Blackwell Publishers.

Cutter, Susan L., Boruff, Bryan J., Shirley, W. Lynn. 2003. Social Vulnerability to EnvironmentalHazards. Southwestern Social Science Association.

Dinas Pariwisata Jawa Barat. 2010. Wisata Pegunungan-Gunung Papandayan. Diakses dari http://disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=34&lang=id pada 18 Juni 2011

ESDM. 2007. Peningkatan Status G. Papandayan menjadi Waspada. Diakses dari http://p s d g . b g l . e s d m . g o . i d /index.php?option=com_content&view=article&id=513:peningkatan-status-gpapandayan-menjadi-waspada&catid=8:geology pada 18 Juni 2011

ESDM. 2008. Status Aktivitas Gunung Papandayan Ditingkatkan. Diakses dari http://www.esdm.go.id/berita/geologi/42-geologi/1658-status-aktivitas-gunung-papandayan-ditingkatkan.html pada 18 Juni 2011

Fauzi, Y., Susilo, B. dan Mayasari, Z. 2009, Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah PesisirKota Bengkulu Melalui Perancangan Model Spasial dan Sistem Informasi Geografis(SIG), Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 101-111

Fothergill, A. 1996. Gender, Risk, and Disaster. International Journal of Mass Emergencies andDisasters, March 1996, Vol. 14, No.1, pp. 33-56. Department of Sociology, The NaturalHazards Center, University of Colorado, Colorado.

Dengan mengetahui lokasi daerah-daerahyang berbahaya, serta risiko yang tinggiuntuk risiko fisik, sosial dan ekonomi,pemerintah dapat mengetahui tingkatbahaya dan kemungkinan lokasi yangberbahaya. Pengetahuan ini dapatdiintegrasikan dengan arahan pem-bangunan yang dapat dibuat denganmelakukan ‘overlay’ antara peta risikodengan rencana tata ruang yang ada.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikankepada Bappeda Kabupaten Garut untukpenyediaan data sekunder dan rekan-rekanyang membantu dalam proses pengumpulandata: Ramanditya Wimbardana dan DonaldGanitua Sianturi. Ucapan terima kasih jugadiberikan kepada dua reviewer yangmemberikan koreksi untuk perbaikannaskah ini.

Page 15: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

15Analisis Bahaya dan Resiko ... (Sagala dan Yasaditama)

Hadisantono, R. D., Sumpena, A. D., and Santoso, M. S. 1998. Peta Kawasan Rawan BencanaGunung Api Papandayan Provinsi Jawa Barat. Direktorat Vulkanologi.

Kecamatan Cisurupan dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut

Kelompok Keilmuan Geodesi ITB. Pemantauan Deformasi Gunungapi Papandayan dengan GPS.Diakses dari http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=288 pada 15 November 2011

Kompas. 2011. Gunung Papandayan Siaga. Diakses dari http://regional.kompas.com/read/2011/08/13/08025542/Gunung.Papandayan.Siaga pada 13 Agustus 2011

Lavigne, Franck. 1999. Lahar Hazard Micro-Zonation and Risk Assessment in YogyakartaCity, Indonesia. Geo Journal 49: 173–183. Netherlands. Kluwer Academic Publishers

Lirer, L., Vitelli, L. 1998. Volcanic Risk Assessment and Mapping in the Vesuvian Area UsingGIS. Natural Hazards 17:1-15

Mutalazimah, Handaga, B., Sigit, A. Aplikasi Sistem Informasi Geografis pada PemantauanStatus Gizi Balita di Dinas Kesehatan Sukoharjo, Forum Geografi, Vol. 23, No. 2,Desember 2009, 153-166

Pareschi, M. T., Cavarra, L., Favalli, M., Giannini, F., Meriggi, A. 2000. GIS and VolcanicRisk Management. Natural Hazards 21: 361-379. Netherlands. Kluwer AcademicPublishers.

Pemerintah Kabupaten Garut. 2011. Profil Ekonomi. Diakses dari http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/detail/ekonomi_profile_domestik pada 28 Juli2011

Permen ESDM (Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) Nomor 15 Tahun2011 tentang Pedoman Mitigasi Bencana Gunung Api, Gerakan Tanah, Gempa Bumi, danTsunami

PKPU. 2002. Laporan Bencana Alam Gunung Papandayan, Garut Jawa Barat. Diakses darihttp://www.pkpu.or.id/news/laporan-bencana-alam-gunung-papandayan-garut-jawa-barat pada 18 Juni 2011

Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika. Bandung.

PVMBG. 1998. Gunung Papandayan. Diakses dari www.garutkab.go.id/galleries/pdf_link/sekilas/gunung_papandayan.pdf pada 1 April 2011

Quesada, Jose Fernando Aceves, Salgado, Jesus Diaz, and Blanco, Jorge Lopez. 2007.Vulnerability Assessment in A Volcanic Risk Evaluation in Central Mexico through A Multi-criteria-GIS Approach. Nat Hazards (2007) 40:339–356. Springer Science+BusinessMedia B.V.

Sagala, S. and Bisri, M. 2011 Perencanaan Tata Ruang Berbasis Kebencanaan di Indonesia, dalamAnwar, H. dan Haryono, H. (2011) Perspektif Kebencanaan dan Lingkungan di

Page 16: Fg-1-Analisis Bahaya dan Resiko - UMS

Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, Juli 2012: 1 - 1616

Indonesia: Studi Kasus dan Pengurangan Dampak Risikonya. Penerbit Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia (LIPI)

Thouret, J. C., and Lavigne, Franck. 2000. Hazards and Risks at Gunung Merapi, Central Java:A Case Study.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction). 2005. HyogoFramework for Action 2005-2015: Building the Resilience of Nations and Communities toDisasters. World Conference on Disaster Reduction 18-22 January 2005. Kobe, Hyogo,Japan.

United Nations. 2002. Living With Risk: A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. UnitedNations/Inter-Agency Secretariat of the International Strategy for Disaster Reduction. Geneva:UN/ISDR

Utami, P. 2008. Measuring Social Vulnerability in Volcanic Hazards: The Case Study of MerapiVolcano, Indonesia. University of Bristol Dissertation in degree of Master of Science inScience of Natural Hazards in the Faculty of Science

Westen, C. J. v., Montoya, Lorena, Boerboom, Luc. 2002. Multihazard Risk Assessment UsingGIS in Urban Areas: A Case Study for the City of Turrialba, Costa Rica. The RegionalWorkshop on Best Practices in Disaster Mitigation. International Institute forGeoinformation Science and Earth Observation (ITC), Enschede, The Netherlandsand Elena Badilla Coto, Universidad de Costa Rica, San Jose, Costa Rica

Wisner, B., Blaikie, P., Cannon, T., Davis, I. 2004. At Risk: Natural Hazards, People’sVulnerability and Disaster. London. Routledge

Wittiri, S. R. 2004. Gunung Api Indonesia. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi BencanaGeologi Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral Departemen Energidan Sumber Daya Mineral.