Page 1
FENOMENA BUDAYA BERSIH PADA MASYARAKAT JEPANG
NIHON SHAKAI NI OKERU SEIKETSU NO BUNKA GENSHOU
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian skripsi
dalam bidang ilmu Sastra Jepang
OLEH:
FANNI ARMIA
140708041
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 2
FENOMENA BUDAYA BERSIH PADA MASYARAKAT JEPANG
NIHON SHAKAI NI OKERU SEIKETSU NO BUNKA GENSHOU
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat
ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
OLEH :
FANNI ARMIA
140708041
Pembimbing
Prof. Hamzon Situmorang, MS., Ph.D
NIP. 19580704 1984 12 1 001
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 3
Disetujui Oleh :
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Medan
Medan, 4 Juli 2018
Departemen Sastra Jepang
Ketua,
Prof. Hamzon Situmorang, MS., Ph.D
NIP. 19580704 1984 12 1 001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 4
i
KATA PENGANTAR
Syukur tak terhingga kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “FENOMENA BUDAYA BERSIH PADA MASYARAKAT JEPANG”
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena
kemampuan penulis yang masih terbatas. Tetapi, berkat bantuan beberapa pihak,
maka penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini.
Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberi dukungan terutama kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.D, selaku ketua program studi
Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus
Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing penulis hingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Bapak Alimansyar, SS., M.A., Ph.d yang telah mempermudah skripsi saya
dengan buku yang bapak terbitkan.
4. Seluruh dosen dan para staf yang telah banyak memberikan ilmu serta
bantuan yang bermanfaat selama penulis mengikuti kegiatan akademik di
Program Studi Sastra Jepang ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 5
ii
5. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian
skripsi ini. Terima kasih kepada Ayahanda Benni dan Ibunda Rasmi, yang
telah memberikan kepercayaan dan dukungan, baik dalam bentuk
pengorbanan, nasehat, maupun kasih sayang tiada batas dan doa tulusnya
demi keberhasilan penulis. Kepada abang Arbi, terima kasih juga karena
selalu memberi dukungan nya.
6. Keluarga Besar Tahu Bulat yang tak bisa saya sebutkan satu persatu
namanya yang selalu mendoakan, mendukung dan memberi semangat
kepada penulis agar mempercepat pengerjaan skripsi ini.
7. Para sahabat saya Rifa, Mutia, Sartika, Hanif, dan Marasakti yang selalu
mendukung dan mendoakan saya dalam pengerjaan skripsi ini.
8. Para sahabat terdekat tempat berbagi cerita serta pengalaman selama di
Sastra Jepang, terutama “KOKORO NO TOMO” yang terdiri atas Cece
Lia, Sasa Ura, dan Ucik Ciwa.
9. Para sahabat saya ketika sempro Tantry dan Risna yang senantiasa saling
membantu dan support dalam pengerjaan dan pengurusan skripsi ini.
10. Teman-teman sesama mahasiswa Program Studi Sastra Jepang stambuk
2014 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya.
Segala upaya telah dilakukan oleh penulis untuk menyempurnakan
penulisan ini. Namun, tidak mustahil dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharap saran dan
komentar yang dapat dijadikan penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap
semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Pada akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 6
iii
Medan, Juli 2018
Penulis
Fanni Armia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 7
iv
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah.......................................................................................... 6
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan............................................................................. 9
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori.............................................................. 9
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................................... 12
1.6 Metode
Penelitian......................................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BUDAYA BERSIH....................... 15
2.1 Budaya
Bersih.............................................................................................................. 15
2.2 Budaya Bersih dalam Shinto........................................................................... 18
2.3 Budaya Bersih di Jepang................................................................................. 25
BAB III FENOMENA BUDAYA BERSIH DI JEPANG................................ 30
3.1 Ruang Publik pada Masyarakat Jepang..................................................... 30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 8
v
3.1.1 Peran Pemerintah terhadap Kebersihan.................................................... 30
3.1.2 Sosialisasi tentang Kebersihan pada Anak Sekolah.................................. 34
3.2 Ruang Private pada Masyarakat Jepang.................................................... 42
3.2.1 Kesadaran Tanggung Jawab Masyarakat terhadap Budaya Bersih........... 42
3.2.2 Pengajaran Budaya Bersih pada Anak di Lingkungan Keluarga.............. 45
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 48
4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 48
4.2 Saran................................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRAK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 9
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebudayaan menurut defenisi Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem,
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dengan cara belajar. Jadi, kebudayaan
dapat didefenisikan adalah segala daya upaya manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup, baik kebutuhan rohani maupun kebutuhan jasmani. Setiap
budaya memiliki nilai-nilai moral sedangkan norma agama berasal dari Tuhan.
Kebudayaan Jepang yang sejak dulu kita kenal memiliki banyak
keanekaragaman. Salah satunya sangat kental dengan budaya bersih. Hampir
dimana pun kita berada, baik di rumah, kantor, jalan raya, ataupun tempat yang
lainnya, kita selalu menghasilkan sampah. Jika anda sedang berjalan kaki di
sebuah kota di Jepang, anda pasti akan menyadari bahwa hampir tidak ada
sampah sama sekali di pinggir jalan. Maka dari itu, pendidikan sejak dini anak-
anak di Jepang telah diajarkan untuk selalu menjunjung tinggi nilai kebersihan itu
sendiri. Di SD Jepang, anak-anak diwajibkan untuk membersihkan ruang kelas
dan lorong sekolah setiap hari sebelum pulang. Mereka bekerja sebagai tim untuk
menggeser semua meja dan kursi, dan menyapu lantai, lalu menggosok lantai
dengan kain lap setiap hari. Di Jepang, bukan tugas tukang bersih-bersih untuk
membersihkan ruangan kelas.
Kebersihan menjadi faktor yang penting untuk membentuk kepribadian
seseorang. Dan setiap orang mempunyai hak dan kewajiban atas lingkungan yang
bersih dan sehat. Kebersihan memang indah dan memanjakan mata, juga sebagian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 10
2
dari iman. Seperti yang kita ketahui bahwa kehidupan di Jepang yang aman dan
bersih membuat masyarakatnya damai dan tentram. Tetapi, meskipun di Jepang
merupakan negara yang bersih, sangat jarang menemukan tong sampah di jalan.
Tidak jarang turis asing berkeliling di sekitar jalan hanya untuk mencari tong
sampah. Karna minimnya tong sampah yang tersedia mengakibatkan banyak
orang yang mengantongi sampah dan akan membuangnya ketika menemukan
tong sampah. Ini menunjukkan bahwa kita sebagai masyarakat harus disiplin dan
peduli terhadap kebersihan lingkungan itu sendiri.
Pandangan public dan privat 公私観念 (Koushikannen) dalam jurnal
(https://lamunanmalam.wordpress.com/2008/01/14/antara-ruang-privat-dan-
ruang-publik) dalam kehidupan social, kita dituntut untuk berkomunikasi dan
bersosialisasi dengan public. Karena kita tidak hanya hidup di lingkungan rumah
saja, tetapi di dunia luar. Dunia luar disebut juga "Public Space" atau ruang
public. Ruang public adalah ruang bersama dimana didalamnya terdapat acuan
nilai bersama yang disepakati oleh masyarakat. Proses penentuan apa yang
menjadi share value atau ruang bersama melalui sebuah proses yang dinamis
dimana shared value tidak stagnan, tetapi mengalami bargaining sepanjang waktu
dimana masyarakat tersebut hidup. Pada ruang public ini ketika batasan
berdasarkan berdasarkan shared value telah ditetapkan ketika itulah muncul
aturan-aturan yang secara jelas mengikat masyarakat tesebut. Yang tentu saja
aturan tersebut bekerja di areanya tanpa dapat masuk ke ruang privat. Meskipun
demikian tidak lantas ruang privat seseorang lebih kuat posisinya dizbanding
ruang publik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 11
3
Menurut Syulhadi dalam jurnal di laman ini
(https:/syulhadi.wordpress.com/my-document umum/komunikasi-
antarbudaya/ruang-publikpublic space) menjelaskan bahwa Tipologi Umum
Ruang Publik ada tiga yaitu:
1. Erternal Public Space yaitu bagian lahan yang berada di antara
kepemilikan privat, seperti alun-alun, jalan, taman, parkir, dll.
2. Internal Public Space yaitu ruang pada fasilitas fasilitas umum di mana
warga bebas mengakses (perpustakaan umum, museum, terminal, stasiun,
pelabuhan, bandara umum, dll).
3. External and Internal "Quasi" Public Space yaitu ruang publik dengan
kepemilikan "privat". Fasilitas-fasilitas komorsial, kampus, dll. Di sini,
pengelola ruang bebas melakukan pengendalian akses dan perilaku.
Dalam jurnal (http:/leprints unsri acid 5356/3/BAB 2.pdf) ada beberapa fungsi
ruang public yaitu:
1. Untuk memberi rasa nyaman bagi individu.
2. Untuk relaksasi yaitu harus menjadi tempat bagi individu untuk dapat
beristirahat.
3. Untuk tempat dimana individu dapat menjumpai berbagai pengalaman
baru.
Dalam ruang privat dapat dilihat dari penerapan yang dilakukan pemerintah
untuk mewujudkan budaya bersih itu sendiri, dengan cara:
1. Membuat peraturan tentang cara pengolahan sampah.
2. Membuat peraturan tentang budaya bersih.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 12
4
Diceritakan bahwa kegiatan bersih-bersih mulai ada sejak jaman Asuka (abad
ke-7), yaitu setelah berlangsung Revormasi Taka. Pada masa itu, Buddha masuk
ke Jepang melalui China, dan kegiatan bersih-bersih mulai dilaksanakan di
kalangan bangsawan. Ketika memasuki periode Nara, budaya bersih-bersih erat
kaitannya dengan kegiatan agama. Dalam salah satu buku lagu tertua di Jepang,
“Manyoushu”, tertulis perkataan “shouji” dalam sebuah lagu/doa yang dibacakan
atau didendangkan pada saat kekasih pergi supaya dia kembali dengan selamat.
Kalimatnya adalah “osouji wo shinai” (tidak melakukan bersih-bersih) sampai
“douzo go buji de” (semoga kembali dengan selamat), yang dihaturkan kepada
Houkigami atau Tuhan Sapu (orang Jepang menganggap bahwa di semua benda
ada Tuhan yang tinggal di dalamnya).
Pada era Heian (akhir abad 8 sampai 12), budaya bersih mulai meluas ke
masyarakat awam. Namun, karena rumah orang awam sebagian besar adalah
berlantai tanah, maka bersih-bersih dipusatkan di dapur, dekat tungku masak.
Dalam sebuah lukisan dari periode Heian, digambarkan penggunaan alat-alat
kebersihan dalam festival untuk mengusir atau menghalau hantupengganggu atau
hantu orang yang sudah mati. Maksudnya, kebersihan di sini juga bermakna
kebersihan dari gangguan kejahatan makhluk ghaib.
Sikap warga Jepang dalam menghargai kebersihan ini sebagaimana telah
diajarkan dalam ajaran Shinto, kepercayaan asli masyarakat Jepang. Ajaran Shinto
beranggapan bahwa kebersihan adalah cara untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan, sehingga mereka yang menganut kepercayaan Shinto berlomba-lomba
menjaga kebersihan dan menjadikan hal itu sebagai budaya untuk mendekatkan
diri pada Tuhan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 13
5
Lalu memasuki masa Edo, yang sangat terkenal di dunia dengan keunikan
kotanya. Kota-kota pada masa Edo terkenal dengan kekhasan budaya yang
mereka kembangkan secara mandiri, misalnya sistem pengolahan sampah dan
daur ulang. Kalau kita baca sejarah, pada masa itu Jepang yang wilayahnya sangat
kecil dibandingkan dengan negara-negara lain, harus menghemat dan
menggunakan sebaik mungkin sumber daya alam dan material yang ada. Jadi,
material dalam bentuk apapun harus di daur ulang, dan peralatan yang rusak harus
diperbaiki dan dipakai kembali. Situasi seperti ini sangat lazim ditemui pada masa
itu. Bahkan dikatakan bahwa pada masa itu kasta syokuoakindo (pedagang)
memiliki usaha inti memperbaiki barang. Mereka juga punya usaha sampingan
yaitu jual beli barang baru hingga jual beli tukar tambah. Sementara itu, selain
para tukang reparasi yang handal, muncul pula usaha lain, yaitu pengepul barang
bekas yang sangat beragam, termasuk kertas, pakaian bekas, lemak (minyak), abu,
dan juga rambut. Dengan sistem seperti itu, serta prinsip memanfaatkan barang-
barang bekas pada masa Edo, maka benar adanya jika orang-orang Edo dijuluki
sebagai orang yang sangat peduli lingkungan dan ekologinya.
(http://murniramli.wordpress.com/2016/03/07/sejarah-budaya-kebersihan-di-
jepang/)
Dalam Shinto, kesucian adalah hal yang sangat penting dan utama. Pengikut
Shinto diharuskan untuk senantiasa menjaga kesucian karena pada dasarnya,
Shinto memandang bahwa hidup manusia itu adalah suci. Namun, dalam
perjalanan hidupnya, kadang ada kalanya manusia bisa tercemar oleh kekotoran.
Apabila manusia telah tercemar oleh kekotoran, maka ia diharuskan untuk
melakukan upacara penyucian diri. Upacara penyucian diri dalam Shinto disebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 14
6
harai. Upacara keagamaan juga termasuk bagian dari religi. Penelitian ini
membahas tentang upacara penyucian diri dalam Shinto (harai) dilihat dari
konsep religi yang diajukan oleh Koentjaraningrat.
Banyak orang asing yang memberikan penilaian bahwa orang Jepang jujur,
bersih, teratur, tekun dan kooperatif. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa
karakteristik bangsa ini didasarkan pada kesadaran dan hubungan interpersonal
yang dibentuk oleh Shinto.Terutama, kejujuran, kesucian, dan ketulusan dianggap
sebagai nilai moral dasar dalam Shinto. Karena budaya malu itu orang akan
bertindak sesuai dengan standar diri sendiri tentang baik atau tidaknya aksi
tersebut. Jadi, baik di permukaan akan melakukan hal baik itu bukan karena
memang baik tetapi hanya karena dia akan “malu” jika tidak melakukan hal
tersebut. Anda tidak akan menemukan slogan seperti “Buang Sampah Pada
Tempatnya” di Jepang, karena setiap orang Jepang telah sadar akan budaya bersih
yang penting untuk dijaga bagi kelangsungan hidupnya sendiri. Itu sebabnya
penulis ingin membahas tentang “Fenomena Budaya Bersih Pada Masyarakat
Jepang"
1.2 Perumusan Masalah
Kebudayaan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk diantaranya debu,
sampah, bau,virus, bakteri, serta bahan kimia berbahaya. Kebersihan lingkungan
adalah kebersihan di rumah (tempat tinggal), sekolah, tempat bekerja, dan tempat
umum (Wikipedia Indonesia). Dalam sikap beragama masyarakat Jepang, mereka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 15
7
disebut sebagai masyarakat potheis, juga mengikuti berbagai agama dalam
kehidupan sehari-hari. Ketika mereka di dalam rumah mereka menyembah dewa
leluhur rumah tersebut berupa kamidana (rak dewa Shinto) atau butsudana (rak
dewa budha).
Shinto adalah kepercayaan asli dari Jepang yang lahir sejak zaman prasejarah
dan juga merupakan tradisi indigenous yang diterapkan turun temurun. Doktrin
dasar dalam agama Shinto adalah kesucian.
Kesucian sangat ditekankan dalam segala aspek kehidupan. Shinto
meyakinkan pengikutnya agar selalu menjaga kebersihan dan kesucian baik itu
kesucian secara fisik ataupun batin. Apabila seseorang telah terkena kegare
(kekotoran), maka ia diharuskan untuk menjalani ritual penyucian diri. Di dalam
agama shinto, ritual untuk membersihkan atau menyucikan diri adalah harai.
Harai berfungsi untuk menyucikan diri dari kekotoran.
Ajeng Endah Andriana berpendapat bahwa selain faktor ajaran agama Shinto,
kebersihan di Jepang tidak melulu disebabkan oleh kesigapan para petugas
kebersihan dalam membersihkan tempat-tempat umum maupun lingkungan
sekitar, tetapi juga didukung oleh masyarakat Jepang yang di didik sejak kecil
untuk berbudaya bersih dan memikirkan kenyamanan orang lain. Orang tua di
Jepang mendidik anak mereka sejak kecil untuk selalu menjaga kebersihan
dimanapun mereka berada, seperti membuang sampah pada tempatnya,
mengelompokkan sampah sesuai jenisnya, mengelap “dudukan” wc dengan tisu
sesudah memakainya, dsb. Hal ini lambat laun menjadi kepribadian yang
mengakar kuat dan cermin masyarakat Jepang di mata dunia sebagai negara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 16
8
dengan tingkat kebersihan paling baik.
(http://www.denpasar.id.embjapan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2014/konnichiwa
14_041.html).
Kekompakan masyarakat Jepang menjaga kebersihan patut diacungi jempol,
sebab budaya kebersihan dalam masyarakat Jepang sudah mendarah daging
sehingga sulit dihilangkan. Jepang berhasil membuat peran petugas kebersihan
dan masyarakat dalam menjaga kebersihan seimbang, sehingga tidak ada konflik
yang ditemukan berkaitan dengan tanggung jawab kebersihan lingkungan itu
sendiri karena masing-masing individu telah menyadari betapa pentingnya
kebersihan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Karena masyarakat Jepang sangat menjunjung tinggi kebersihan, oleh karena
itu pemerintah Jepang tidak perlu memberikan peringatan tentang kebersihan di
jalanan seperti yang ada di Indonesia. Jadi, jangan heran jika saat pergi ke Jepang
anda tidak menemukan slogan atau himbauan untuk membuang sampah, karena
setiap orang Jepang sadar akan budaya bersih untuk kepentingan dan kenyamanan
mereka dalam hidup.
Adanya budaya malu menyebabkan masyarakat Jepang memiliki pemikiran
untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri, terutama dalam hal
budaya bersih itu sendiri dalam bentuk pertanyaan permasalahan nya adalah:
1. Bagaimana penerapan budaya bersih di ruang publik masyarakat Jepang?
2. Bagaimana penerapan budaya bersih di ruang privat masyarakat Jepang?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 17
9
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Terkait adanya budaya bersih bagi Masyarakat Jepang merupakan hal
menarik, karena negara Jepang salah satu negara yang menjunjung tinggi nilai
kebersihan dan sejak kecil sudah ditanamkan di dalam diri anak-anak untuk selalu
menjaga kebersihan baik di rumah, di sekolah, maupun di tempat umum. Dengan
demikian, ruang lingkup pembahasannya terhadap pada penerapan pandangan
publik dan penerapan pandangan privat di Jepang itu sendiri. Karena antara
pandangan publik dan pandangan privat itu adalah salah satu hal yang berkaitan
satu sama lain. Dalam menguraikan pembahasan tersebut, penulis akan
menggunakan konsep Shinto sebagai acuan dasar untuk budaya bersih itu sendiri.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari studi pustaka, penulis
menemukan salah satu hasil peneliti yang terkait dengan penelitian yang
terkait dengan penelitian ini dan juga menjadi inspirasi serta pedoman
untuk melakukan penelitian ini. Salah satu hasil penelitian tersebut
dipaparkan sebagai berikut.
Dalam meneliti pembahasan ini penulis menggunakan buku
sebagai acuan. Buku-buku tersebut adalah SHINTO (Agama Asli Orang
Jepang, 2017) buku ini penulis gunakan untuk menjelaskan tentang sejarah
Shinto itu sendiri. Kemudian buku lain yang dijadikan acuan adalah buku
yang berjudul Minzoku Gaku (Ethnologi Jepang) dan diterbitkan oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 18
10
Hamzon Situmorang dan Rospita Uli pada tahun 2013 serta beberapa buku
lainnya. Selain mengumpulkan dan memanfaatkan buku-buku, penulis
juga berusaha mencari data-data dari situs internet.
Juga dalam meneliti pembahasan ini, penulis menggunakan istilah
fenomenologi yang berasal dari bahasa Yunani: Phainestai yang artinya
“menunjukkan” dan “menampakkan diri sendiri”. Sebagai aliran
epistemologi. Fenomena diperkenalkan oleh Edmund Husserl (1859-
1938), meski sebenarnya istilah ini telah digunakan oleh beberapa filsuf
sebelumnya. Dalam Bahasa Indonesia biasa dipakai istilah gejala. Secara
istilah, fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang
tampak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa fenomenologi
adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang
tampak atau yang menampakkan diri. Fenomenologi adalah suatu metode
pemikiran “a way of looking at things”.
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa penelitian
fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkapkan makna konsep
atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada
beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami,
sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena
yang dikaji. Menurut Creswell (1998), oendekatan fenomenologi menunda
semua penilaian tentang sikap yang alami sampai menemukan dasar
tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoch (jangka waktu). Konsep epoch
adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi sendiri.
Konsep epoch menjadi pusat di mana peneliti menyusun dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 19
11
mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang
apa yang dikatakan responden.
2. Kerangka Teori
Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti perlu menyusun
suatu kerangka teori. Kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir
yang menujukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan
diteliti (Nawawi, 2001 :40). Menurut Koentjaraningrat (1990: 1) kerangka
teori berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak
dari bentuk abstrak kedalam bentuk yang nyata.
Untuk membuktikan bahwa adanya budaya bersih dalam
Masyarakat Jepang, maka penulis akan menggunakan pendekatan yang
berhubungan dengan religi dan sejarah. Pendekatan religi menurut
Koentjaraningrat yaitu sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan
dan bertujuan mencari hubungan antara manusia dengan Tuhan, dewa-
dewa atau makhluk halus yang ada di kehidupan dimasa dewasa ini.
Maka konsep Shinto sebagai acuan dalam menulis proposal skripsi
ini. Konsep Shinto bukan sekadar keyakinan beragama, tetapi gabungan
dari sikap, pola pikir, dan metode melakukan sesuatu yang sudah ada sejak
2000 tahun lalu dan sudah menjadi bagian dari cara hidup orang Jepang.
Oleh karena itu, Shinto adalah kepercayaan pribadi terhadap Kami, dan
cara hidup bermasyarakat yang sesuai dengan kehendak Kami. Hal
tersebut muncul dalam perjalanan berabad-abad karena berbagai pengaruh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 20
12
etnis dan budaya, baik dari dalam maupun dari luar, menyatu, dan negara
mencapai satu kesatuan di bawah keluarga kekaisaran.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan budaya bersih di
ruang publik Jepang.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan budaya bersih di
ruang privat Jepang.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan mengenai budaya
bersih pada konsep Shinto dalam masyarakat Jepang dan
bagaimana penerapan budaya bersih di ruang publik dan ruang
privat Jepang.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi apabila ada penulis
lain yang ingin menulis masalah yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi penulis sendiri
maupun bagi masyarakat luas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 21
13
1.6 Metode Penelitian
Metode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan.
Dalam melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk
menunjang keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada
para pembaca. Untuk itu, dalam melakukan penelitian ini, penulis yang
bersifat deskriptif yaitu Menurut Koentjaraningrat penelitian yang bersifat
deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai
suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu,
data-data yang diperoleh dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus
dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber
data dan informasi yang ada.
Disamping itu, penulis juga menggunakan metode studi
kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan studi aktifitas yang sangat
penting dalam penelitian yang dilakukan beberapa aspek perlu dicari dan
diteliti meliputi : masalah, teori, konsep, dan penarikan kesimpulan.
Dengan kata lain studi kepustakaan adalah penelitian ini. Data yang
peroleh dari referensi tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan
kesimpulan.
Teknik penelitian yang digunakan adalah meneliti data berupa
buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Jadi
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah library research. Selain
itu penulis juga memanfaatkan koleksi pribadi, dan berbagai informasi dari
situs-situs internet hasil penelitian baik yang ilmiah seperti skripsi, thesis,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 22
14
ataupun referensi yang berkaitan dengan tema penulisan ini untuk
melengkapi data-data dalam penelitian ini.
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan
menggunakan konsep religi dari Koentjaraningrat. Koentjaraningrat telah
menggolongkan teori-teori tentang azas religi ke dalam tiga golongan,
yaitu (1) Teori-teori yang dalam pendekatannya berorientasi pada
keyakinan dalam religi; (2) Teori-teori yang dalam pendekatannya
berorientasi pada sikap manusia terhadap alam gaib atau hal yang gaib; (3)
Teori-teori yang dalam pendekatannya berorientasi pada upacara religi.
Selain itu, penulis juga akan mewawancari beberapa orang Jepang
yang ada di Jepang dan juga yang telah menetap lama di Medan, serta
masyarakat yang sudah pernah tinggal bertahun-tahun di Jepang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 23
15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BUDAYA BERSIH PADA
MASYARAKAT JEPANG
2.1 BUDAYA BERSIH
Jika berbicara mengenai kebersihan, negara kita Indonesia sepertinya
masih jauh tertinggal oleh Negara lain. Hal itu dapat kita lihat dari contoh terkecil
semisal masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk tidak membuang
sampah di sembarang tempat, terutama pada tempat umum. Tidak jarang kita
masih sering menjumpai orang yang membuang sampah sembarangan baik di
jalanan, kali, selokan dan lainnya.
Bahkan tidak jarang dapat kita jumpai sampah yang berserakan dilapangan
dan jalanan setelah acara-acara tertentu seperti pasca berlangsungnya konser
musik, kegiatan keagamaan, budaya dan semisalnya. Walaupun sudah tersedianya
tempat sampah, akan tetapi mungkin karena faktor kebiasaan dan belum
terbangunnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan, memicu
kebiasaan buruk itu masih sering terjadi disekitar kita.
Tidak perlu menghakimi orang lain, tentu anda dan saya juga mungkin
pernah melakukannya. Semua itu membuktikan bahwa belum terciptanya
kesadaran masyarakat Indonesia dalam menjaga kebersihan.
Menurut Rival Pradana, terekam dengan jelas suasana kota-kota Jepang
yang teratur,bersih, dan masyarakatnya sangat santun, jujur, disiplin, dan pekerja
keras. Ada salah satu budaya Jepang yang sederhana namun manfaatnya sangat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 24
16
luar biasa dalam kehidupan ini, yakni budaya bersih. Bangsa Jepang, kapanpun
dan dimanapun selalu menerapkan budaya bersih ini, di jalan, di toko, kantor,
rumah, di sekolah, dll.
Hidup bersih akan berdampak pada jiwa kita, contohnya jika dirumah kita
bersih maka hati kita akan senang dan terasa betah dirumah, demikian juga jika
suasana di kelas, lingkungan sekolah bersih maka suasana belajar akan terasa
lebih nyaman dan enak sehingga hasil belajar akan lebih maksimal. Orang bijak
mengatakan bahwa, dirimu adalah apa yang kamu lakukan setiap hari, sesuatu
yang dilakukan berulang akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan yang diulang
akan menjadi budaya. Budaya bersih tentunya harus mendapat respon dan
dukungan positif dari masyarakat dimanapun berada.
(https://rifalpradana.wordpress.com/2008/02/21/budaya-bersih/)
Menurut laman (http://flox-strawberry.blogspot.co.id/2016/04/makalah-
ilmu-budaya-dasar-budaya-bersih.html) budaya bersih adalah dimana kita
mempunyai kebebasan untuk bisa menjaga lingkungan kita menjadi bersih nan
asri. Jadi berbagai macam penyakit juga mempengaruhi terhadap lingkungan yang
kotor. Dalam budaya bersih ada beberapa manfaat yang dapat dipetik, salah
satunya yaitu:
1. Agar terhindar dari penyakit.
2. Lingkungan menjadi sejuk dan asri.
3. Tidak terjadi masalah banjir atau semacamnya.
4. Terciptanya rasa nyaman dan tentram dalam lingkungan tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 25
17
Dalam hal menjaga budaya bersih, ada beberapa cara untuk menjaganya,
salah satunya yaitu:
1. Saling bergotong royong antara masyarakat.
2. Mengurangi polusi karena polusi juga termasuk pencemaran udara
terhadap lingkungan sekitar.
3. Tidak membuang sampah sembarangan.
4. Mengurangi limbah karena limbah termasuk pencemaran air.
Menurut jurnal (http://rikokoban.blogspot.co.id/2013/05/kebersihan-
lingkungan.html) kebersihan sebuah lingkungan dapat mencerminkan kepribadian
orang-orang yang tinggal atau menetap pada lingkungan tersebut, contohnya
seperti halaman rumah atau pekarangan yang selalu bersih, maka akan
menunjukkan kepribadian para penghuni rumah yang rajin dan mempunyai nilai
keindahan yang tinggi terhadap diri maupun lingkungannya.
Jika seseorang selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungannya, maka
orang tersebut akan selalu sehat dan terhindar dari segala penyakit, contohnya
seperti jika ada seseorang yang telah lama mengidap penyakit asma, namun jika
orang tersebut selalu menjaga kebersihan dirinya serta lingkungan sekitarnya,
maka perlahan-lahan penyakitnya akan membaik dan ia juga dapat terhindar dari
berbagai penyakit yang lain, karena kebersihan merupakan pangkal kesehatan.
Selain dari diri sendiri, kebersihan juga dapat dicerminkan dari sebuah
lingkungan yang bersih, baik dari lingkungan keluargan maupun dalam
lingkungan kelompok.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 26
18
Ada juga semboyan yang berbunyi “ Mensana Incor Foresana “ , yang
artinya “ Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat “, sehingga berarti
jika kita selalu menjaga kebersihan tubuh, maka kita akan mendapatkan tubuh
yang sehat serta jiwa dan tenaga yang kuat untuk beraktivitas.
Menurut laman (https://www.kompasiana.com/faifadli/5-alasan-kenapa-
harus-menciptakan-budaya-bersih-dan-senyum_57f354cace92734a096e6106)
negara yang aman dan nyaman tentu tidak datang dengan sendirinya, untuk itu
diperlukan peran pemerintah dan masyarakat untuk bersinergi dalam menciptakan
keamanan dan kenyamanan.
Semua itu bisa dimulai dari diri sendiri dengan tidak membuang sampah
sembarangan, mengelola limbah sampah, mengembangkan usaha kerajinan
berbasis limbah dan membuat gerakan yang berkaitan dengan budaya bersih dan
senyum.
Jika negara bersih, tertata dengan baik dan ditambah dengan budaya
masyarakat yang bersahabat, pasti akan terasa aman dan nyaman sehingga
masyarakat akan merasa senang tinggal di dalamnya.
2.2 BUDAYA BERSIH DALAM SHINTO
Sistem religi mempunyai wujud sebagai sistem keyakinan dan gagasan
tentang Tuhan, Dewa, roh halus, neraka, surga dan sebagainya (Koentjaraningrat
dalam Harsojo, 1967 : 173-174). Menghargai kebersihan telah dipelajari
masyarakat Jepang seperti yang diajarkan dalam kepercayaan asli orang Jepang,
yaitu Shinto. Sayidiman (1982 : 11, 197) mengatakan Shinto adalah suatu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 27
19
kepercayaan yang merasakan bahwa alam dunia ini didiami oleh banyak “kami”
yaitu dewa-dewa, kekuatan gaib dan kekuatan lain yang berhubungan dengan
alam atau orang-orang yang memiliki kekuatan khas. Manusia adalah satu dengan
alam semesta, selain kemurnian. Karena adanya kesatuan manusia dengan alam
semesta, maka kepercayaan ini juga langsung masuk ke dalam pemerintah.
Menurut Ono Sokyo, Shinto bukan sekedar keyakinan beragama, tetapi
gabungan dari sikap, pola pikir, dan metode melakukan sesuatu yang sudah ada
sejak 2000 tahun lalu dan sudah menjadi bagian dari cara hidup orang Jepang.
Oleh karena itu, Shinto adalah kepercayaan pribadi terhadap kami, dan cara hidup
bermasyarakat yang sesuai dengan kehendak kami. Hal tersebut muncul dalam
perjalanan berabad-abad karena berbagai pengaruh etnis dan budaya, baik dari
dalam maupun dari luar, menyatu, dan negara mencapai satu kesatuan di bawah
keluarga kekaisaran.
Tsuda Sokichi dalam buku berjudul “Nihon no Shinto” menyebutkan
bahwa istilah Shinto pertama sekali ditemukan dalam literatur Cina, di dalamnya
istilah Shinto bermakna “reimyo no machi (jalan yang memesonakan) atau shizen
no riho (hukum alam)”. Artinya huruf dengan simbol Kami memiliki makna
“memesonakan” dan itu mengungkapkan jalan. Ini kemudian dihubungkan
dengan pemikiran penganut ajaran Tao, sehingga ajaran Tao, sihir dan sebagainya
disebut Shinto.
Pemujaan dalam kepercayaan Shinto terdiri dari 3 macam, yaitu
penghormatan, sesajen dan doa. Sebelum melakukan hal itu, setiap orang harus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 28
20
membersihkan diri, yang terdiri dari harai (pengusiran roh jahat), misogi
(pembersihan diri), dan imi (pantangan).
Jinja merupakan tempat untuk melaksanakan ritual dan festival. Ritual dan
festival Shinto adalah cara komunikasi antara Kami dengan umatnya. Melalui
ritual dan festival Kami meningkatkan kekuatan spiritualnya, dan umatnya
menerima anugerah darinya.
Dalam upacara Shinto doa disebut dengan norita, merupakan
pengangkatan yang tidak dapat dipisahkan dari upacara, dibaca oleh pemimpin
upacara atau kepala pendeta (guji). Norita ditulis dan dibaca berdasarkan aturan
bahasa klasik, dengan alasan bahwa kami diyakini lebih mudah memahami bahasa
klasik daripada bahasa modern.
Pada prinsipnya, doa diawali dengan kata-kata dalam pujian kepada kami,
menceritakan asal usul atau sejarah ritual atau festival tertentu, menyajikan
persembahan (makanan untuk kami), mengungkapkan rasa syukur kepada kami,
laporan atau permohonan kepada kami, dan diakhiri dengan kata-kata hormat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 29
21
2.2.1 Konsep Kesucian (Harae) dalam Kepercayaan Shinto di Jepang
Penyucian diri, dalam Bahasa Jepang disebut dengan harae, adalah kegiatan
menyucikan jasmani dan rohani di hadapan Kami atau dewa. Dalam ajaran Shinto
penyucian diri dianggap sesuatu yang sangat penting, karena dengan
menghilangkan semua kekotoran (kerage) dan dosa (tsumi), maka kesucian
jasmani dan rohani dapat dipulihkan kembali. Kegiatan penyucian diri yang
paling terpresentatif adalah Shubatsu yang dilakukan oleh pendeta sebelum
memulai ritual.
Harae menurut Aoki dalam (http://prastiti-fib06.web.unair.ac.id/) merupakan
suatu bentuk kebudayaan dalam hal religi bagi masyarakat Jepang. Pengertian
akan kesucian (harae) dan kekotoran (kerage) serta cara melaksanakan upacara
penyucian di Jepang memiliki pengaruh yang luar biasa dan telah menyebar
sebagai suatu kebudayaan yang utuh. Upacara tradisional di kuil Shinto (jinja)
seperti upacara mencuci tangan dan mulut sebagai simbol akan kesucian sebelum
masuk ke kuil dan melakukan komunikasi dengan kami.
Harae adalah salah satu upacara terpenting dalam Shinto dan berbagai bentuk
telah berkembang, namun pada umunnya ada 3 metode dasar dari harae, yaitu:
1. Haraigushi (tongkat penyucian)
Ini merupakan bentuk biasa yang paling umum diselenggarakan oleh
seorang pendeta Shinto, yaitu dengan cara mengibaskan tongkat penyucian
di atas kepala dari kiri ke kanan dan kembali ke kiri. Kadang-kadang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 30
22
kanting kecil dari pohon sakral sakaki maupun onusa digunakan sebagai
pengganti haraigushi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 31
23
2. Misogi (menggunakan air)
Ini lebih umum dihubungkan kepada kessai, yang berarti penyucian
dengan air. Penyucian ini dijalankan melalui aktivitas yang mendalam
seperti latihan pernapasan, berdiri dibawah air terjun atau membenamkan
tubuh di laut atau sungai. Semua dewa tidak menyukai segala sesuatu yang
kotor tetapi suka akan kebersihan, karena kotor berarti buruk, dan bersih
berarti baik. Beberapa kuil Shinto di gunung memiliki fasilitas khusus
seperti air terjun untuk misogi ketika kuil-kuil shinto yang lainnya
menggunakan laut terbuka untuk upacara penyucian dalam air garam. Para
pendeta dan pemuja-pemuja di pagi sekali sama-sama berdiri dengan
hampir telanjang dibawah air terjun yang dingin mengalir ke bawah dari
gunung, secara ritual menyucikan mereka dan menguatkan untuk
menyelesaikan tugas-tugas mereka dalam kehidupan.
3. Imi (advoidance/ pencegahan)
Ini kontras dengan kedua tipe penyucian yang telah disebutkan di atas,
yang mana memerlukan pembersihan dari kekotoran atau kenajisan
dengan sebuah tindakan penyucian yang sebenarnya atau secara simbolik.
Ini dijalankan khusus oleh pendeta-pendeta Shinto, yang diperintahkan
untuk mengindari kontak dengan penyakit, kematian, atau perkabungan
sebelum menyelenggarakan upacara keagamaan. Secara tradisional, wanita
yang memiliki kemungkinan kecemaran akibat menstruasi atau melahirkan
anak, tidak diijinkan memasuki tempat-tempat suci. Seseorang yang baru
kehilangan/berkabung tidak akan menghadiri sebuah perayaan pernikahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 32
24
Dari ketiga tipe penyucian, ini sangat dekat hubungannya dengan takhayul
rakyat.
Di lain kesempatan, harae juga dilaksanakan pada waktu pernikahan, bisa
untuk penyucian dan kesuksesan seorang kandidat di awal kampanye pemilihan,
untuk keselamatan perjalanan, atau sukses di sebuah kontes. Harae tak hanya
diselenggarakan bagi orang dan tempat, tapi juga kendaraan. Membersihkan
semua kekotoran yang ada di kendaraan berguna menjamin keselamatan yang
lebih daripada kemungkinan yang bisa terjadi jika orang mengendarai di
lingkungan yang kotor.
2.2.2 Konsep Ketidaksucian (Kerage) dalam Kepercayaan Shinto di Jepang
Menurut jurnal (http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-
00264-JP%20Bab%202.pdf), ketidaksucian atau pencemaran dalam Shinto
diartikan sebagai kerage. Dalam Japan: An Illustated Encyclopedia (1993:767)
dijelaskan bahwa kerage disebabkan oleh berbagai hal, misalnya kematian, darah,
penyakit, bencana, atau kesialan. Kematian yang dimaksud dalam kerage tidak
hanya terbatas pada manusia, tetapi juga mengarah pada kematian hewan.
Melukai, membunuh, atau memasak hewan untuk dimakan juga termasuk dalam
kerage.
Dalam legenda Shinto, diceritakan bahwa Izanagi yang bersedih karena
kematian istrinya, Izanami, pergi ke neraka untuk menemui istrinya tersebut,
tetapi pada saat bertemu,Izanagi kaget dan melarikan diri setelah melihat wajah
dan tubuh istrinya yang sudah membusuk. Izanagi kembali ke dunia atas dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 33
25
perasaan takut dan gemetar. Kemudian, akibat mengunjungi tempat yang
menurutnya sangat kotor dan mengerikan, ia pun membersihkan dirinya di sungai.
Dari legenda diatas, dapat diketahui bahwa kematian merupakan salah satu
bentuk ketidaksucian dalam Shinto dan mandi di sungai merupakan salah satu
bentuk penyucian diri yang dilakukan sejak lebih kurang 1700 tahun yang lalu.
Konsep awal kerage di Jepang intinya ialah harus menghindarkan jenis-jenis
kerage tersebut agar dapat memelihara kesucian diri. Pada ajaran Shinto,
pendetanya yang menampilkan ritual tidak diijinkan mempunyai kerage. Mereka
menjaga kesuciannya dengan menghindari kerage dalam periode tertentu. Periode
khusus ini disebut imi. Imi adalah pantangan atau penghindaran terhadap sesuatu
yang tidak normal, tidak sempurna, polusi, atau ketidakbersihan hasil dari
tindakan manusia.
2.3 BUDAYA BERSIH DI JEPANG
Seperti telah diuraikan sebelumnya Situmorang (2006: 2) berpendapat
budaya berbeda dengan kebudayaan. Jikalau ditanya apa contoh kebudayaan
Jepang, maka mungkin akan dijawab dengan chanoyu, pakaian kimono, sumo atau
ikebana. Tetapi kalau ditanya apakah contoh budaya Jepang, maka akan dijawab
budaya bersih, budaya rasa malu, budaya kelompok, atau budaya nenkoujoretsu
(senioritas) dan sebagainya.
Kebersihan negara Jepang dapat dikategorikan kedalam perwujudan
kebudayaan berupa aktivitas (tindakan). Dalam Wikipedia Indonesia dikatakan
bahwa kebersihan merupakan keadaan bebas dari kotoran, termasuk diantaranya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 34
26
debu, sampah dan bau. Kebersihan adalah salah satu dari keadaan hygene yang
baik. Manusia perlu menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri agar
sehat, tidak berbau, tidak menyebarkan kotoran, atau menularkan kuman penyakit
bagi diri sendiri maupun orang lain. Kebersihan badan meliputi kebersihan diri
sendiri seperti mandi, gosok gigi, mencuci tangan, dan memakai pakaian yang
bersih.
Sebelumnya penulis juga sudah menggambarkan bagaimana bersih itu
menjadi budaya bagi masyarakat Jepang, mulai dari kalangan anak-anak hingga
orang dewasa. Orang tua mendidik anak-anak mereka sejak kecil untuk selalu
menjaga kebersihan dimanapun mereka berada.
Salah satu sifat Jepang yang menonjol adalah peran kelompok dalam
kehidupan masyarakat. Besarnya peranan kelompok dalam kehidupan masyarakat
sebenarnya tidak hanya terdapat pada bangsa Jepang, karena pada umumnya
terdapat juga pada ummat manusia yang belum terkena pengaruh individualisme.
Akan tetapi di Jepang wujudnya lebih kuat dan nyata. Dalam bermasyarakat,
bangsa Jepang lebih memberatkan pada berkelompok daripada individu. Peranan
individu diakui dan dihargai, tetapi senantiasa dalam lingkungan serta
kepentingan kelompok. Secara jelas dikemukakan Dr. Nakane Chie pada bukunya
Japanese Society dalam (Sayidiman 1982: 42-44) yang membedakan antara
kerangka dengan atribut dalam posisi individu di dalam masyarakat. Yang
dimaksud “kerangka” disini adalah lingkungan dimana individu itu berada atau
dalam kelompoknya, sedangkan “atribut” adalah tempat individu itu berada. Di
jepang, kerangka lebih penting daripada atribut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 35
27
Bagi orang Jepang yang tinggal di luar negeri mereka, sebagian besar dari
mereka terkejut dan heran jika melihat negara lain terasa kotor dan tidak seperti
negaranya. Orang Jepang memang sangat menyukai kebersihan, hal ini juga
disadari oleh orang asing. Kali ini, akan diulas mengenai 7 kebiasaan orang
Jepang yang menyukai kebersihan tersebut.
1. Makan roti yang dibungkus dengan selembar kertas pembungkus
Kalau membeli roti baguette di negara lain, ada juga toko yang hanya
membungkus kemasan rotinya dengan kertas berukuran B5. Sedangkan Jepang
membungkus rotinya dengan Fukuro. Dibandingkan dengan negara lain yang jauh
lebih sederhana dalam membungkusnya, banyak yang terkejut melhat orang
Jepang membungkusnya dengan cara yang berlebihan.
2. Menjemur futon
Pada umumnya orang-orang di negara lain jarang menjemur kasur mereka.
Beda halnya dengan orang Jepang yang menjemur futon setelah digunakan untuk
tidur. Sedangkan di beberapa negara lain banyak tempat yang melarang orang-
orang menjemur kasur mereka di balkon apartemen.
3. Mencuci tangan setelah dari toilet
Toilet di beberapa negara umumnya difasilitasi dengan wastafel yang
terpisah dengan wc/kloset duduk/jongkok. Ada juga toilet di negara lain yang
tidak memiliki wastafel di dalamnya, tapi orang Jepang sangat membutuhkan
wastafel. Kalau orang Jepang berkunjung ke rumah orang lain, setelah dari wc
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 36
28
pasti selalu bertanya di mana wastafelnya? Bagi orang-orang di negara lain
mungkin setelah dari toilet mereka tidak perlu mencuci tangan. Sedangkan orang
Jepang baik pria ataupun wanita, setelah dari toilet mereka selalu mencuci
tangannya.
4. Tidak mencorat-coret di dalam kereta
Di kereta di negara-negara lain ada banyak sekali coretan. Baik itu di
dinding, di jendela, dan di manapun banyak dipenuhi dengan coretan. Kesadaran
orang-orang supaya bersih itu rendah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 37
29
5. Menggunakan shampoo
Orang-orang di negara lain mengatakan bahwa menggunakan shampoo
setiap hari itu tidak baik untuk rambut. Sama halnya dengan orang Jepang, mereka
akan bertanya-tanya ketika disarankan harus menggunakan shampoo setiap hari.
6. Menyemprotkan desinfektan antibakteri pada berbagai barang
Di Jepang, penggunaan spray antibakteri pada barang-barang sangat
diutamakan. Selain itu orang Jepang juga sangat memperhatikan soal pengemasan
makanan, jadi bakteri sulit untuk berkembang.
7. Menjaga kebersihan di semua toko
Baik di supermarket maupun di toko baju, di Jepang nampaknya jarang
sekali ada barang dagangan yang berjatuhan di lantai. Tentu saja ini tergantung
tokonya, namun di supermarket di Jepang, jarang ditemukan ada selada yang
berjatuhan atau jus yang tumpah di lantai. Hal ini cukup mencengangkan.
Konsep kebersihan setiap negara pun berbeda-beda. Jepang menganggap
bersih itu bebas dari kuman, sedangkan beberapa negara lain menganggap
ruangan yang apik itu adalah kebersihan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 38
30
BAB III
PENERAPAN BUDAYA BERSIH DI RUANG PUBLIK DAN RUANG
PRIVATE PADA MASYARAKAT JEPANG
3.1 Ruang Publik pada Masyarakat Jepang
3.1.1 Peran Pemerintah terhadap Kebersihan
Menurut buku “Jepang Dewasa Ini” Badan Lingkungan didirikan tahun
1971 sebagai badan administratif sentral untuk melindungi lingkungan alam dan
memberantas pencemaran. Pemerintah daerah juga telah mendirikan badan
administratif untuk menangani pencegaham dan pemberantasan polusi di daerah
masing-masing.
Pada tahun 1971 Pemerintah telah menentukan buku mutu lingkungan
hidup yang meliputi bidang luas mengenai pencemaran udara, air, dan bising.
Juga dilaksanakan dengan ketat standar pengendalian emisi, limbah cair, dan
bising yang mengatur pengeluaran gas beracun, limbah cair dari pabrik-pabrik
perindustrian. Berbeda dengan baku mutu, undang-undang yang mengatur standar
ini meliputi ketentuan pelaksanaan untuk memaksa kepatuhan, termasuk hukum
untuk pelanggaran.
Perseorangan maupun perusahaan yang menyebabkan timbulnya bahaya
pencemaran sekarang harus bertanggung jawab berdasarkan hukum atas perbuatan
mereka, dan mereka harus melaksanakan semua tindakan yang ditentukan oleh
undang-undang untuk mencegah dan menghilangkan bahaya tersebut dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 39
31
memberikan kompensasi seperlunya atas kerusakan yang terjadi. Berdasarkan
prinsip “si pencemar membayar” semua industri sekarang dipaksa
mengembangkan pembaharuan teknologi yang efektif dan secara ekonomis layak
untuk mengendalikan pencemaran.
Ketetapan hukum dan administrasi mengenai penanggulangan masalah
kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran diperkuat pada tahun 1973 ketika
Undang Undang Kompensasi Kerusakan Kesehatan Oleh Pencemaran ditetapkan.
Dalam artikel yang terdapat pada IMC (international Munticulture Centre
2014) (http://www.imccsub.com/tentang-jepang/jepang-modern/229-
bagaimanakah-sistem-pembuangan-sampah-di-jepang.html) dikatakan pada tahun
1991 Jepang memberlakukan Undang-Undang Daur Ulang dengan tujuan
mengurangi volume sampah dan meningkatkan tindakan daur ulang. Berdasarkan
undang-undang ini, perusahaan produsen barang harus berusaha merancang
produknya sedemikian rupa sehingga kelak mudah didaur ulang antara lain
dengan memberi tanda pada kaleng (can) apakah terbuat dari baja atau
aluminium.
Setelah itu undang-undang mengenai daur ulang wadah atau pembungkus
yang mulai berlaku pada tahun 1997 mengatur cara pembuangan wadah atau
pembungkus kemasan. Konsumen diwajibkan untuk memisahkan sampah botol
PET (Polyethylene Terephthalate), botol kaca dan kaleng (baja dan aluminium).
Perusahaan-perusahaan diwajibkan mengumpulkan kembali dan memakai
kembali (daur-ulang) wadah dari produknya, yaitu botol PET, botol kaca, dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 40
32
sebagainya. Kemudian pada bulan April 2000 keluar lagi undang-undang lainnya
yang mengatur pembungkus dari kertas dan jenis-jenis plastik selain botol PET.
Plastik dan vinyl yang dipakai sebagai bahan pengemas yang sekali-pakai-
bang karena murah, telah menjadi penyebab utama timbulnya gas dioxin dan
bertambahnya sampah. Oleh karena itu diupayakan agar pemakaiannya dibatasi
dandidaur ulang semaksimal mungkin. (International Munticulture Centre: 2014)
Menurut laman (http://j-cul.com/8-alasan-kenapa-negara-jepang-sangat-
bersih/) ada 8 alasan mengapa negara Jepang sangat bersih yaitu:
1. Tidak ada sampah di public area, simpan dan bawa ke tempat sampah
terdekat. Maksudnya adalah sebuah tanggung jawab terhadap sampah yang
kita buat sendiri. Di Jepang, anak-anak di didik dari kecil untuk
bertanggung jawab akan sampahnya. Membuang sampah di tempat sampah
adalah bagus. Tetapi membawa sampah saat tidak ada tempat sampah akan
jauh lebih bagus. Mereka akan merasa malu jika membiarkan sampah
mengacaukan lingkungan sekitar.
2. Kantong plastik kecil. Maksudnya adalah plastik kantong kecil selalu
disedikan disetiap kursi pada bus untuk rute-rute jauh di Jepang.Siapa yang
mau menyimpan botol minuman yogurt atau minuman lainnya di dalam
tas? Tentu saja tidak seorang pun mau melakukannya. Dan inilah gunanya
kantong plastik tersedia di dalam kereta, agar masyarakat tidak
meninggalkan bekas minuman di pojokan kursi kereta, jadi gunakanlah
plastik yang tersedia dan menyimpannya sampai menemukan tempat
sampah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 41
33
3. Lingkungan sekitar menjadi tanggung jawab pemilik rumah/gedung.
Maksudnya adalah setiap gedung/rumah menjadi tanggung jawab masing-
masing penghuni. Setiap pagi kalian akan menemukan orang-orang di
Jepang membersihkan lingkungan mereka, bahkan orang-orang berdasi di
perkantoran sekalipun.
4. Membedakan jenis sampah. Maksudnya adalah jika berhadapan dengan
sampah rumah tangga, tentu saja akan terdapat banyak sampah di dalam 1
harinya (apalagi seminggu). Di Jepang, setiap rumah tangga diharuskan
untuk membedakan jenis sampah mereka, mana sampah yang bisa di daur
ulang dan yang tidak bisa. Jangan pernah menyatukan sampah botol
minuman dengan tumpukan buku/majalah. Bahkan sampah kertas pun
harus dibedakan, mana majalah, koran, buku, dllnya..
5. Lembaga kebersihan membantu kesadaran masyarakat akan sampah.
Maksudnya adalah ada sukarelawan kebersihan seperti Greenbird
Okayama, mereka dengan sukarela membersihkan kota. Seragam dan yang
terpenting adalah sarung tangan. Greenbird, adalah sebuah organisasi yang
menyebar di seluruh prefektur di seluruh Jepang, bertugas untuk mengajak
warga menjaga kebersihan di public area seperti di stasion kereta api.
Petugas ini juga membersihkan sampah di area-area yang tersembunyi dari
pandangan mata, seperti misalnya puntung rokok di semak-semak, kertas-
kertas kecil yang berserakan, dll dimana orang-orang dengan sengaja
menyembunyikan agar tidak terlihat.
6. Kebersihan dan kerapian area transprotasi umum adalah keharusan.
Maksudnya adalah setiap masyarakat nya dituntut untuk menjaga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 42
34
kebersihan dan kerapian dimanapun berada. Jika ada orang yang
membuang sampah sembarangan akan mendapat sanksi tegas dari petugas.
7. Kebersihan jalan raya. Maksudnya adalah bahkan truk pengangkut sampah
sungguh sangat bersih di Jepang. Petugas kebersihan akan bergantian
mencuci truk mereka setelah bertugas agar tidak mengotori jalanan. Tidak
hanya truk, tetapi setiap alat transportasi di Jepang terlihat sangat bersih.
8. Komunitas kebersihan. Maksudnya adalah saat kalian hidup bermasyarakat
di Jepang, kalian harus masuk ke komunitas kebersihan di lingkungan
masyarakat. Mungkin jika di Indonesia seperti bergotong royong di
lingkungan RW. Berkumpul sekali dalam seminggu untuk membersihkan
lingkungan sekitar.
3.1.2 Sosialisasi tentang Kebersihan pada Anak Sekolah
Kenapa moral orang-orang Jepang ini sangat luar biasa ketika berkaitan
dengan kebersihan lingkungan? Ada yang bilang, tentu saja karena sudah di
giatkan dan genjot saat usia mereka masih kecil. Membiasakan sesuatu yang
akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sudah lazim untuk dilakukan, Justru jika
melihat ada yang membuang sampah sembarangan mereka akan melihat itulah
"alien" yang sesungguhnya.
Part timer yang kerjaannya segudang, sebagai kasir, pelayan, pencuci piring,
tukang nyapu dan bersih lantai, dll. Anak kecil tidak akan melakukan itu semua
dengan sendirinya, pastinya ada campur tangan dari lingkungan sekolah dan
rumah. Mereka juga melihat orang dewasa di sekelilingnya. Karena itu manner
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 43
35
dan habit dalam menjaga kebersihan, bukanlah hal yang sangat menyusahkan dan
berat untuk dilakukan di sini.
Dalam dunia kerja, khususnya untuk pekerjaan di sektor industri dan
pelayanan publik, Jepang mempunyai lima slogan luar biasa. Dan sebagian slogan
ini ternyata diajarkan pula kepada anak-anak di sekolah, 5 slogan itu antara lain:
1. SEIRI (Sort)
Slogan ini mempunyai arti, membuang barang-barang yang tidak
dibutuhkan, misalnya saja sampah atau bekas potongan yang tidak dipakai
lagi, sampah dokumen yang harus disobek atau hancurkan agar keamanan
terjaga atau alat-alat yang sudah usang, agar tidak menumpuk di gudang
sehingga lingkungan bisa bebas sampah dan terlihat bersih.
2. SEITON (Set in order)
Seiton bermakna mengembalikan barang ketempatnya semula,
merapikan dan menaruh ke tempat yang semestinya setelah kita pakai.
Arti seiton biasa kita pakai dalam kata sehari hari adalah katazuke atau
tidying up. Dalam dunia kerja, apalagi yang berhubungan dengan
produksi seperti di pabrik, semua barang atau alat-alat yang habis kita
pakai harus dikembalikan ke tempat nya sendiri, tujuaanya agar tidak
membingungkan orang lain yang ingin memakainya dan juga file
dokumen yang habis kita lihat juga wajib ditaruh di tempat semula.
Sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari makna SEIRI dan SEITON,
sering kali kita terapkan tanpa disadari. Membuang sampah mereka dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 44
36
menyingkirkan barang-barang yang tak terpakai untuk dibuang (seiri) dan
menyuruh anak-anak untuk katazuke (seiton), membereskan kamarnya,
merapikan buku yang berserakan di tempat tidur dan meja belajar,
membereskan selimut, dan membereskan sepatu.
3. SEISOU (Cleaning)
Seisou bermakna membersihkan, Ternyata bukan hanya di sekolahan
saja para penghuninya di geber untuk menyapu, mengepel, ngosrek wc,
bersihkan debu dan lain-lain, tapi dalam dunia kerja khususnya para
pekerja part timer dan pegawai yang bekerja di sektor industri dan
pelayanan publik, urusan bersih-bersih pun tidak bisa dianggap hal sepele.
Misalnya saja waktu kerja sebagai part timer Uniqlo. Waktu itu bekerja
sebagai pelayan toko, yang tugasnya selain melayani pembeli, menjadi
kasir, melipat baju, mengecek stock dan size baju ternyata ada juga yang
kerjaan bersih-bersihnya. Dan kerjaan bebersih ini pun ada step-stepnya,
ada yang membersihkan AC, mengelap kaca, mengibas-ibaskan debu,
mengepel lantai, vacum lantai, membuka rolling door, nyapu halaman,
guntingin pohon, buang sampah bahkan mengosrek WC. Yang
mengerjakan ini adalah seluruh stafnya. Tidak ada istilah senior dan junior
karena semuanya akan kena tugas bersih-bersih dan sudah ada giliran
setiap harinya. Maka dari itu tak ada yang mandang kalau menyikat wc
atau buang sampah merupakan kerjaan hina dan rendah. Semua adalah
kerjaan yang wajib dilakukan, tidak bisa kita seenaknya.
4. SEIKETSU (Maintain Cleanliness)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 45
37
Seiketsu bermakna bersih. Slogan ke empat ini diwajibkan kita
menjaga kebersihan, yang didalamnya ada 3 slogan di atas, seiri, seiton
dan seisou tadi. Menjaga 3 slogan yang diatas tadi berjalan dengan baik
dan semestinya.
5. SHITSUKE (Discipline)
Slogan terakhir ini bermakna menjalankan aturan dengan benar
terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Misalnya saja, ketepatan waktu dalam bekerja, mematuhi manner dan
habit yang berlaku, misalnya mencuci tangan sebelum kerja, memakai
baju dan perlengkapan keselamatan yang sesuai aturan perusahaan (helm,
baju khusus, sarung tangan, sepatu khusus, dan lain sebagainya).
Melihat 5 slogan di atas dan mendalami maknanya seperti yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Bukan saja di dunia kerja, ternyata di rumah anak-
anak akan kena marah orangtua nya untuk buang sampah, bereskan mainan/buku,
membersihkan toilet dan ngosrek kamar mandi serta mau berdisiplin bangun
pagi dan pulang sekolah tepat waktu. Berdisiplin sejak kecil untuk makan sendiri
tidak disuapi, berdisiplin untuk menghabiskan makanan yang tersaji tanpa sisa,
berdisiplin memakan apa saja tanpa memilah milih makanan, berdisiplin untuk
segera tidur dan masih banyak lagi. Semuanya ini sadar tak sadar ternyata bisa
membentuk karakter kita. Dan katanya aturan ini juga masuk dalam buku
pelajaran mereka disekolah. Sehingga semua masyarakat Jepang bisa kompak
dalam menjaga kebersihan dan keteraturan lingkungannya. Karena budaya bersih
dalam semua elemen kehidupan mereka, semua lapisan masyarakat, baik dunia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 46
38
sekolah, lingkungan rumah, dan dalam dunia kerja semuanya menekankan hal-hal
dan poin-poin yang sama.
(https://www.kompasiana.com/weedykoshino/59ecb97c4869327f280e37f2/5-
slogan-luar-biasa-jepang-bisa-bersih-dan-teratur).
Dalam laman (https://notethink.com/2017/10/04/o-soji-piket-
membersihkan-sekolah-di-jepang-serialpendidikandankehidupan-dijepang/) juga
dijelaskan bagaimana piket membersihkan sekolah di Jepang. Aktifitas ini di
Jepang dinamakan osoji, dilakukan oleh semua sekolah negeri maupun swasta
dari tingkat sekolah dasar sampai menengah atas.
Kegiatan ini dilakukan oleh peserta didik setiap hari setelah istirahat
makan siang. Ditandai dengan bel, anak-anak bergegas membersihkan seluruh
sekolah sesuai tugasnya masing-masing. Pada awal semester sekolah telah
membagi anak-anak dalam kelompok-kelompok kebersihan. Satu kelompok
kebersihan terdiri dari anak kelas rendah (I,II,III) sampai tinggi (IV, V, VI). Satu
kelompok bertugas membersihan bagian tertentu, hampir setiap sudut sekolah ada
anak-anak yang menjadi petugas kebersihan. Lantai aula atau lapangan indoor
dibersihkan oleh kelompok anak, kaca kelas, ruang kelas, ruang perpustakaan,
koridor, toilet, tangga, dan lainnya kecuali ruang guru dan kepala sekolah, semua
sudut sekolah dibersihkan peserta didik.
Setelah selesai membersihkan sekolah, anak-anak kelas VI sebagai
supervisor akan menanyakan pada setiap kelompok yang telah selesai
membersihkan dengan pertanyaan: “Tadi sudah membersihkan apa saja? Apakah
ada kesulitan dalam membersihkannya?”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 47
39
Setelah selesai kegiatan osoji anak-anak membereskan kembali peralatan
kebersihan. Termasuk peralatan kebersihan yang mereka bawa. Setiap anak di
sekolah Jepang mempunyai lap yang mereka bawa dari rumah.
Kegiatan osoji dilakukan oleh anak-anak di seluruh Jepang setiap hari.
Kegiatan ini merupakan program di sekolah-sekolah Jepang baik negeri maupun
swasta dari mulai sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Pembiasaan inilah
yang menjadikan Jepang sebagai negara bersih. Budaya membersihkan sekolah,
bukan sekedar menumbuhkan rasa kepemilikan dan cinta terhadap sekolah, tetapi
berdampak pada merasakan capeknya melakukan tugas kebersihan. Akibatnya
jika akan mengotori dan buang sampah sembarangan, maka akan pikir panjang.
Kegiatan osoji pun menumbuhkan rasa empati.
Anak-anak Jepang tidak mengeluh dan senang hati melakukan osoji.
Selama observasi kegiatan osoji di berbagai sekolah dasar di Jepang, baik sekolah
di pegunungan seperti Jinzu Midori Propinsi Toyama maupun di sekolah
perkotaan seperti Tokyo, tidak ada satu pun anak yang leha-leha tidak
mengerjakan tugasnya. Semuanya bekerja membersihkan sekolah sesuai tugas
mereka. Hal ini mereka lakukan karena sadar bersih berarti sehat.
Di Jepang anak-anak diberikan pengertian bahwa kuman dan hewan
pembawa penyakit seperti nyamuk, lalat, kecoa, dan tikus sangat suka hidup di
tempat yang kotor. Lalat akan hinggap ditempat yang berbau dan busuk. Kuman
adalah mikroorganisme kecil akan menempel pada debu-debu. Jika tidak ingin
terkena penyakit, maka bersih dari debu, bau, dan kotor. Bersih dari debu dan
kotoran, tentu tidak mengundang hewan-hewan pembawa penyakit untuk datang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 48
40
Jika sakit, maka banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar rumah
sakit, dokter, dan obat. Selain itu sakit membuat badan merasa tidak nyaman,
tidak semangat beraktifitas, dan tidak produktif. Sakit membuat diri menjadi sedih
dan menyusahkan orang lain di rumah. Tidak ada orang bahagia karena sakit.
Sakit pun dapat berakibat pada kematian. Pengetahuan inilah yang ditanamkan
sehingga peserta didik paham mengapa ada slogan “Kebersihan pangkal
kesehatan, kesehatan pangkal kesejahteraan dan kebahagian”.
Dari mulai masuk sekolah, mereka telah menjaga kebersihan sekolah.
Tidak membiarkan debu mengotori sekolah, caranya anak-anak di sekolah Jepang
mempunyai sepatu khusus selama di sekolah. Sepatu ini di simpan di sekolah, dan
dipakai selama di kelas. Sepatunya terbuat dari karet, dan semua sepatu anak
lelaki dan perempuan sama. Sepatu yang mereka pakai dari rumah, yang telah
menginjak jalan berdebu akan di simpan di loker selama belajar di sekolah,
mereka menggunakan kembali sepatu tersebut ketika pulang. Begitu pula para
guru, mereka menggunakan dua sepatu. Sepatu khusus untuk di kelas yang tak
berdebu dan tak dipakai di luar. Mengapa itu dilakukan? Selain menjaga
kebersihan sekolah mereka dari debu yang berterbangan, debu yang dibawa dari
luar atau jalanan mengandung kuman yang dapat membuat mereka sakit. Melepas
sepatu luar dan mengganti dengan sepatu khusus selama di kelas dan sekolah
adalah cara menjaga kebersihan dan kesehatan.
Menurut Wiena Putri, budaya bersih di Jepang juga diajarkan di
lingkungan tempat ia kuliah di 保育.介護.ビジネス 名古屋専門学校. Di
sekolah, sampah yang dibawa dari luar kampus dan sampah bungkus makanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 49
41
yang dibeli di jidouhambaiki kampus harus dipisahkan tempat sampahnya.
Fungsinya agar perusahaan yang memberi stok untuk jidouhambaiki tidak merasa
dirugikan karena sampahnya bercampur. (Wawancara via chatting).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 50
42
3.2 Ruang Private pada Masyarakat Jepang
3.2.1 Kesadaran Tanggung Jawab Masyarakat terhadap Budaya Bersih
Disamping penerapan yang baik terhadap budaya bersih di Jepang, ada juga
kegiatan untuk mengelompokkan dan membuang sampah, itu dilakukan untuk
menekan angka penumpukan sampah. Agar sampah rumah tangga tidak
bertumpuk dan terbakar sia-sia, masyarakat perlu mencoba sistem pengelolaan
sampah yang biasa dikenal dengan istilah 3R; Reduce, Reuse, Recycle. Sistem ini
juga mudah dilakukan dalam kegiatan sehari-hari.
Menurut laman (https://bacaterus.com/sistem-pembuangan-sampah-di-
jepang/) di Jepang setidaknya mereka memiliki tiga jenis pembagian sampah
secara umum yaitu:
1. Moeru Gomi「燃えるゴミ」
Moeru Gomi artinya adalah sampah yang bisa dibakar. Misalnya kertas-
kertas, pakaian-pakaian, sampah plastik ringan, sampah kayu,dll. Sampah
dapur seperti sisa makanan dan kulit buah juga termasuk jenis sampah ini,
setiap sebelum dibuang airnya diperas terlebih dahulu baru dimasukkan ke
dalam plastik sampah.
2. Moenai Gomi 「燃えないゴミ」
Moenai Gomi artinya sampah yang tidak dapat dibakar. Misalnya sampah
kaleng, barang-barang yang terbuat dari plastik seperti ember, benda-benda
logam hingga barang elektronik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 51
43
3. Sampah Besar
Sampah besar artinya merupakan barang-barang bekas yang besar yang
tidak dapat dimasukkan ke dalam plastik sampah. Misalnya adalah sepeda,
microwave, kursi, dan barang plastik lainnya yang sulit dibongkar di
rumah.
Di Jepang, kita tidak dapat membuang sampah secara sembarangan. Karena
untuk jenis sampah tertentu sudah ada jadwal tersendiri. Namun, jadwal
pembuangan sampah pun di setiap kota berbeda-beda. Pasalnya jika membuang
sampah dan bukan jadwal membuang sampah tersebut, maka sampah tersebut
tidak akan diambil oleh petugas kebersihan.
Menurut Wiena Putri yang telah tinggal di Nishio Jepang, jadwal buang
sampah di kotanya yaitu:
1. Senin dan Kamis: Moeru Gomi (sampah yang dapat di bakar)
2. Minggu ke-2 dan ke-4 di hari Selasa: kaleng, botol kaca atau beling,
dan juga kertas-kertas bekas.
3. Jumat: botol-botol bekas minyak makan dan sterofoam bekas
4. Minggu ke-1 dan ke-3 di hari Rabu: Moenai Gomi (sampah yang tidak
dapat di bakar) yaitu alat-alat elektronik bekas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 52
44
5. Pemilahan dan pemisahan tersebut dilakukan sesuai dengan jenisnya,
misalnya pada botol-botol bekas cara memilahnya yaitu dengan cara di
cuci bersih, di cabut labelnya, dikempesin/ dibuang udaranya dan tutup
botol dipisahkan pada saat membuang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 53
45
3.2.1 Pengajaran Budaya Bersih pada Anak di Lingkungan Keluarga
Kebersihan adalah pangkal kesehatan. Pepatah ini sebenarnya sudah
pernah populer beberapa dekade belakangan di kalangan anak sekolah, mulai dari
sekolah dasar, sekolah menengah pertama sampai sekolah menengah atas. Pepatah
itu lebih kurang bermakna, dengan menerapkan pola hidup bersih akan
memungkinkan seseorang terjangkit berbagai penyakit. Masalahnya sekarang
bagaimana menerapkan pepatah itu di lingkungan, baik di rumah maupun di
sekolah.
Tidak mudah memang menerapkannya secara nyata. Budaya hidup bersih
merupakan salah satu budaya baik. Dimulai dari rumah, di lingkungan keluarga.
Perlu dimulai sejak usia dini di rumah masing-masing. Kalau sudah demikian,
kebiasaan hidup bersih akan membudaya di tengah keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat.
Rumah adalah tempat seseorang tinggal dan bernaung dari hujan dan
panas, pengaruh cuaca dan lain sebagainya. Jika rumah seseorang bersih, kita
pasti akan lebih betah tinggal di dalamnya. Namun jika rumah kita kotor, pasti
kita tidak akan kerasan tinggal di rumah itu. Maka dari itu kita harus selalu
menanamkan budaya hidup bersih dan sehat agar kita terbebas dari segala
penyakit. Sumber penyakit itu berasal sarang hewan, seperti kecoa, lalat, nyamuk,
tikus, dan sebagainya.
Di Jepang, hubungan ibu dan anak sangatlah kuat, seolah tidak mau jauh
dari anak dan memang karena di Jepang jarang ada asisten rumah
tangga. Kemanapun si ibu pergi anak akan ikut dalam aktivitas kesehariannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 54
46
Dengan melihat kedisiplinan ibunya anak akan dengan sendirinya belajar. Anak-
anak Jepang secara teratur dibiarkan ke dunia luar pada usia yang sangat muda
oleh orang tua mereka. Banyak dari mereka percaya bahwa berjalan ke sekolah
dan kunjungan lapangan sederhana merupakan langkah awal dalam mengajarkan
anak untuk mandiri. Kemandirian adalah salah satu atribut Jepang yang
membedakan mereka dari negara lain. Jadi jangan heran jika Anda melihat anak-
anak kecil di Jepang mengenakan kaus kaki berlutut, sepatu kulit paten yang
dipoles dan jumper kotak-kotak dengan topi bulat yang menuju ke stasiun, toko
kelontong, toko roti, dan banyak tempat lainnya.
Banyak anak-anak Jepang sudah mulai diberi tugas sederhana pada usia 2
atau 3 tahun. Sebagian besar tugas ini berkaitan dengan urusan rumah tangga
seperti membersihkan atau membuang sampah kecil. Anak-anak juga dibesarkan
dengan gagasan bahwa mereka akan menerima konsekuensi jika membuat sebuah
kekacauan. Mereka tahu bahwa mereka harus merapikan kekacauan yang mereka
buat. Dalam pengertian ini, mereka benar-benar memahami tanggung jawab
mereka bahkan pada lingkungan keluarga.
Menurut Hiroki Kimura, pengajaran budaya bersih sudah diajarkan di
lingkungan keluarga sejak kecil. Ia dituntut untuk belajar membereskan barang-
barang mainan yang berserakan. Sehabis main, biasanya mainan akan berserakan
memenuhi kamar apartement, maka setelah ia selesai bermain, dia harus segera
membereskannya sesuai dengan jenis dan meletakkannya kembali ke tempat
semula. Hal itu harus dilakukannya, karena kalau tidak dilakukan maka orangtua
terutama ibu nya akan memarahinya. Begitu juga jika ia sehabis makan, Hiroki
tidak boleh meletakkan piring dan gelas sembarangan, melainkan harus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 55
47
meletakkannya di tempat pencucian piring. Hiroki juga harus membereskan dan
membersihkan kamar tempat ia tidur sebelum berangkat ke sekolah. Hal-hal kecil
seperti itu yang membuatnya menjadi pribadi yang mandiri hingga saat ini. Hiroki
juga dilarang untuk membuang sampah sembarangan. Ia diwajibkan untuk
membuang sampah sesuai jenisnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 56
48
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
2.3 Kesimpulan
1. Jepang merupakan salah satu negara ter-bersih di dunia. Hal positif yang
dapat kita tiru dan dapat diterapkan salah satunya yaitu tentang budaya
bersih. Negara Jepang terkenal akan lingkungannya yang bebas dari
sampah. Kalau kita pergi ke negara ini, kita sangat sulit mendapatkan
sampah berserakan di jalan raya maupun tempat lainnya. Hal ini
disebabkan adanya budaya rasa malu dan tanggung jawab penuh masing-
masing individu atas sampah yang dihasilkan. Ternyata di Jepang, anak-
anak telah diajarkan sejak dini tentang menjaga kebersihan, tergambar dari
Sekolah Dasar (SD) di Jepang yang rata-rata tidak memiliki petugas
kebersihan. Para siswa lah yang bahu membahu membersihkan kelas,
toilet setelah jam makan siang bersama.
2. Landasan dasar masyarakat Jepang yang begitu menjaga kebersihan
lingkungan ini sebenarnya ialah prinsip dari ajaran Shinto, kepercayaan
asli masyarakat Jepang. Di dalam Shinto terdapat konsep kesucian (harae)
dan konsep ketidaksucian (kerage), dimana sesuatu yang dianggap kotor
seperti darah, kematian, dll. Upacara tradisional di kuil Shinto (jinja)
seperti upacara mencuci tangan dan mulut sebagai simbol akan kesucian
sebelum masuk ke kuil dan melakukan komunikasi dengan kami. Pada
ajaran Shinto, pendetanya yang menampilkan ritual tidak diijinkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 57
49
mempunyai kerage. Mereka menjaga kesuciannya dengan menghindari
kerage dalam periode tertentu.
3. Jepang mempunyai lima slogan luar biasa. Dan sebagian slogan ini
ternyata diajarkan pula kepada anak-anak di sekolah, 5 slogan itu antara
lain: Seiri (Sort), Seiton (Set in order), Seisou (Cleaning), Seiketsu
(Maintain Cleanliness) dan juga Shitsuke (Discipline). Di Jepang, kita
tidak dapat membuang sampah secara sembarangan. Karena untuk jenis
sampah tertentu sudah ada jadwal tersendiri. Namun, jadwal pembuangan
sampah pun di setiap kota berbeda-beda. Pasalnya jika membuang sampah
dan bukan jadwal membuang sampah tersebut, maka sampah tersebut
tidak akan diambil oleh petugas kebersihan.
2.4 Saran
Setelah membaca isi dari skripsi ini, diharapkan kepada pembaca agar dapat
mengambil manfaat, yaitu:
1. Melalui skripsi ini penulis berharap ada solidaritas, kerjasama dari sikap
saling menghargai antar sesama seperti masyarakat Jepang ini yang harus
ditiru oleh Indonesia. Sebagai negara ke-2 di dunia yang menghasilkan
banyak sampah, kerjasama antara masyarakat dan solidaritas itu sangat
diperlukan. Tidak ada salahnya belajar dari Negara Jepang yang sangat
luar biasa. Ambil sisi baik dari negara Jepang dan jangan mencontoh sisi
buruknya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 58
50
2. Penulis berharap melalui skripsi ini, masyarakat dapat menjaga hubungan
baik dengan alam sekitar. Baik itu antara manusia dengan manusia,
manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 59
DAFTAR PUSTAKA
Alimansyar, 2017. Shinto: Agama Asli Orang Jepang, Medan. USU Press
Intania, Vonny, 2017. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Jepang.
Medan: Universitas Sumatera Utara
International Society for Education Information: Jepang Dewasa Ini, 1989,
Tokyo Japan
Koentjaraningrat, 1990. Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT.
Gramedia
Koentjaraningrat, 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rieneke
Cipta
Nawawi, Hadari, 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
Nazir, Mohammad, 1988. Metode Penelitian. Jakarta, Ghalia Indonesia
Situmorang, Hamzon, 2006. Ilmu Kejepangan. Medan. USU Press
Situmorang, Hamzon, 2005. Telaah Pranata Masyarakat Jepang. Medan.
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Situmorang, Hamzon, 2013. Minzoku Gaku (Ethnologi) Jepang, Medan .
USU Press
Suryohadiprojo, Sayidiman. 1982. Manusia dan Masyarakat Jepang dalam
Perjalanan Hidup. Jakarta: UI-Press
Tantawi, Isma, 2015. Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia, Medan.
Penerbit Al-Hayat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 60
http://journal.unair.ac.id/JPLG@harai:-telaah-konsep-religi-
koentjaraningrat-article-11624-media-44-category-8.html
https://media.neliti.com/media/publications/31637-ID-analisis-perilaku-
masyarakat-dalam-upaya-menciptakan-kebersihan-lingkungan-di-ko.pdf
http://muhammadhakim02.blogspot.co.id/2014/11/teori-model-
fenomenologi-menurut-edmund.html
http://murniramli.wordpress.com/2016/03/07/sejarah-budaya-kebersihan-
di-jepang/
http://www.denpasar.id.emb-
japan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2014/konnichiwa14_041.html
http://angelinaregita.blogspot.co.id/2016/03/budaya-bersih-orang-jepang.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan
http://lamunanmalam.wordpress.com/2008/01/14/antara-ruang-privat-dan-
ruang-publik/
http://syulhadi.wordpress.com/my-document-/umum/komunikasi-
antarbudaya/ruang-publikpublic-space/
http://eprints.unsri.ac.id/5356/3/BAB_2.pdf
http://prastiti-fib06.web.unair.ac.id/
http://j-cul.com/8-alasan-kenapa-negara-jepang-sangat-bersih/
https://notethink.com/2017/10/04/o-soji-piket-membersihkan-sekolah-di-
jepang-serialpendidikandankehidupan-dijepang/
https://www.kompasiana.com/weedykoshino/59ecb97c4869327f280e37f2/
5-slogan-luar-biasa-jepang-bisa-bersih-dan-teratur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 61
http://www.imccsub.com/tentang-jepang/jepang-modern/229-
bagaimanakah-sistem-pembuangan-sampah-di-jepang.html
https://bacaterus.com/sistem-pembuangan-sampah-di-jepang/
http://jpninfo.com/id/323
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 62
LAMPIRAN
Gambar 1. Di Jepang, setiap rumah tangga diharuskan untuk membedakan jenis
sampah mereka, mana sampah yang bisa di daur ulang dan yang tidak bisa di daur
ulang. (http://j-cul.com/8-alasan-kenapa-negara-jepang-sangat-bersih/)
Gambar 2. Tidak ada tempat sampah di public area, simpan dan bawa ke
tempat sampah terdekat atau membawanya pulang sebagai tanggung jawab
dari perbuatan mereka. (http://j-cul.com/8-alasan-kenapa-negara-jepang-sangat-
bersih/)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 63
Gambar 3. Lingkungan sekitar tanggung jawab pemilik rumah/gedung.
(http://j-cul.com/8-alasan-kenapa-negara-jepang-sangat-bersih/)
Gambar 4. Anak-anak SD Jinju Midori membersihkan setiap sudut sekolah
termasuk lapangan indoor dan toilet. (http://j-cul.com/8-alasan-kenapa-negara-
jepang-sangat-bersih/)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 64
Gambar 5. Sampah Menurut Jenisnya di Jepang
(http://www.olahsampah.com/index.php/manajemen-sampah/39-rahasia-sukses-
pengolahan-sampah-di-jepang)
Gambar 6. Pemilahan sampah pada jenisnya. (http://www.imccsub.com/tentang-
jepang/jepang-modern/229-bagaimanakah-sistem-pembuangan-sampah-di-
jepang.html)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 65
Gambar 7. Barang-barang yang dapat didaur ulang, disarankan agar warga kota
berpegang pada
prinsip “3R” yaitu reduce, reuse, dan recycle. (http://www.imccsub.com/tentang-
jepang/jepang-modern/229-bagaimanakah-sistem-pembuangan-sampah-di-
jepang.html)
Gambar 8. Tipe sampah yang harus dipilah ada 4. Yaitu moeru gomi, moenai
gomi, sampah ukuran besar, dan botol atau kaleng. (jp.fotolia.com/)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 66
ABSTRAK
FENOMENA BUDAYA BERSIH PADA MASYARAKAT JEPANG
Kebudayaan Jepang yang sejak dulu kita kenal memiliki banyak keanekaragaman.
Salah satunya sangat kental dengan budaya bersih. Hampir dimana pun kita berada,
baik di rumah, kantor, jalan raya, ataupun tempat yang lainnya, kita selalu
menghasilkan sampah.
Diceritakan bahwa kegiatan bersih-bersih mulai ada sejak jaman Asuka (abad ke-
7), yaitu setelah berlangsung Revormasi Taka. Pada masa itu, Buddha masuk ke
Jepang melalui China, dan kegiatan bersih-bersih mulai dilaksanakan di kalangan
bangsawan. Ketika memasuki periode Nara, budaya bersih-bersih erat kaitannya
dengan kegiatan agama.
Pada era Heian (akhir abad 8 sampai 12), budaya bersih mulai meluas ke
masyarakat awam. Namun, karena rumah orang awam sebagian besar adalah
berlantai tanah, maka bersih-bersih dipusatkan di dapur, dekat tungku masak.
Sikap warga Jepang dalam menghargai kebersihan ini sebagaimana telah
diajarkan dalam ajaran Shinto, kepercayaan asli masyarakat Jepang. Ajaran Shinto
beranggapan bahwa kebersihan adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan,
sehingga mereka yang menganut kepercayaan Shinto berlomba-lomba menjaga
kebersihan dan menjadikan hal itu sebagai budaya untuk mendekatkan diri pada
Tuhan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 67
Dalam Shinto, kesucian adalah hal yang sangat penting dan utama. Pengikut
Shinto diharuskan untuk senantiasa menjaga kesucian karena pada dasarnya, Shinto
memandang bahwa hidup manusia itu adalah suci. Shinto meyakinkan pengikutnya
agar selalu menjaga kebersihan dan kesucian baik itu kesucian secara fisik ataupun
batin. Apabila seseorang telah terkena kegare (kekotoran), maka ia diharuskan untuk
menjalani ritual penyucian diri. Di dalam agama Shinto, ritual untuk membersihkan
atau menyucikan diri adalah harae. Harae berfungsi untuk menyucikan diri dari
kekotoran.
Pendidikan sejak dini anak-anak di Jepang telah diajarkan untuk selalu
menjunjung tinggi nilai kebersihan itu sendiri. Di SD Jepang, anak-anak diwajibkan
untuk membersihkan ruang kelas dan lorong sekolah setiap hari sebelum pulang. Di
Jepang, bukan tugas tukang bersih-bersih untuk membersihkan ruangan kelas.
Ada 5 slogan yang diajarkan kepada anak-anak di sekolah yaitu: seiri, seiton,
seisou, seiketsu, dan shitsuke. Dan di Jepang, ada juga kegiatan untuk
mengelompokkan dan membuang sampah, itu dilakukan untuk menekan angka
penumpukan sampah.
Di Jepang setidaknya mereka memiliki tiga jenis pembagian sampah secara
umum yaitu: moeru gomi (sampah yang bisa dibakar) , moenai gomi (sampah yang
tidak bisa dibakar) dan sampah besar.
Di Jepang, kita tidak dapat membuang sampah secara sembarangan. Karena untuk
jenis sampah tertentu sudah ada jadwal tersendiri. Namun, jadwal pembuangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 68
sampah pun di setiap kota berbeda-beda. Pasalnya jika membuang sampah dan bukan
jadwal membuang sampah tersebut, maka sampah tersebut tidak akan diambil oleh
petugas kebersihan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 69
日本社会にほんしゃかい
における「清潔せいけつ
」の文化現象ぶんかげんしょう
世界中せかいじゅう
で昔むかし
から日本に ほ ん
は様々さまざま
な文化ぶ ん か
を持も
っていることが知し
られている。その
様々さまざま
な文化ぶ ん か
の一ひと
つは清潔せいけつ
の文化ぶ ん か
である。自宅じ た く
、事務所じ む し ょ
、高速道路といったいろいろ
な場所ば し ょ
でも、人間にんげん
は常つね
にゴミご み
を生成せいせい
する。
飛鳥時代あ す か じ だ い
(7世紀せ い き
)特とく
に大化た い か
の改新かいしん
のときから、お清掃せいそう
の活動かつどう
がもう始はじ
まった
そうである。当時と う じ
、仏教ぶっきょう
は中国ちゅうごく
を通つう
じて日本に ほ ん
に入はい
り、貴族き ぞ く
でお清掃せいそう
の活動かつどう
が行おこな
わ
れていた。奈良時代な ら じ だ い
の始はじ
まり、お清掃せいそう
は宗 教 的しゅうきょうてき
な活動かつどう
によく関連かんれん
された。
平安時代へいあんじだい
(794年ねん
ー1185年ねん
)の間あいだ
はお清掃せいそう
の文化ぶ ん か
が普通ふ つ う
の市民し み ん
まで広ひろ
がって
いた。しかし、昔市民むかししみん
の家いえ
は床ゆか
がないため、お清掃せいそう
の活動かつどう
は台所だいどころ
を中心ちゅうしん
に、特とく
に
暖炉だ ん ろ
の近ちか
くで行おこな
われていた。
清潔せいけつ
を守まも
るという日本人にほんじん
の習慣しゅうかん
は神道しんとう
の教おし
えから始はじ
まった。神道しんとう
の教おし
えによ
ると、清潔せいけつ
を守まも
ることが神かみ
を崇拝すうはい
する方法ほうほう
の一ひと
つである。そのため、神道しんとう
を信仰しんこう
す
る人ひと
たちはできるだけ清潔せいけつ
を守まも
り、お清掃せいそう
の活動かつどう
を文化ぶ ん か
にしたことである。そのた
め、神道しんとう
を信仰しんこう
する人ひと
たちはできるだけ清潔せいけつ
を守まも
り、お清掃せいそう
の活動かつどう
が文化ぶ ん か
になり、
神かみ
を崇拝すうはい
する方法ほうほう
にされた。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 70
神道しんとう
の教おし
えでは、清潔せいけつ
は非常ひじょう
に重要じゅうよう
で大切たいせつ
なことである。神道しんとう
は基本的きほんてき
に
人間にんげん
の生活せいかつ
が清潔せいけつ
であると考かんが
えているため、神道信者しんとうしんじゃ
は常つね
に清潔を維持する必要が
ある。神道しんとう
は、肉体的にくたいてき
であれ精神的せいしんてき
であれ、神道信者しんとうしんじゃ
が常つね
に清潔せいけつ
と清 浄しょうじょう
を保たも
つこ
とだという教おし
えがある。もし、誰だれ
かが穢けが
れに曝さら
された場合ば あ い
、その人ひと
は浄化じょうか
の儀式ぎ し き
を
受う
ける必要ひつよう
がある。神道しんとう
の宗 教しゅうきょう
では浄化じょうか
の儀式は祓言われる。祓は罪や穢れ、災
禍などを除き去るという目的である。
日本に ほ ん
における清潔せいけつ
の文化現象ぶんかげんしょう
に関連かんれん
して、上記じょうき
で述の
べられたように、その
清潔せいけつ
の文化ぶ ん か
は昔むかし
から始はじ
まり、全世界ぜんせかい
で認みと
められてきた。日本教育制度にほんきょういくせいど
でも、清潔せいけつ
を
維持い じ
する必要ひつよう
であることも子供こ ど も
のときから教おし
えられている。日本小学校にほんしょうがっこう
では、
毎日家まいにちいえ
へ帰かえ
る前まえ
に子こ
どもたちに教室きょうしつ
や廊下ろ う か
を清掃せいそう
させるという規則き そ く
がある。日本に ほ ん
の
学校がっこう
では、教室きょうしつ
や廊下ろ う か
をきれいにする管理人かんりにん
がいない。
学校がっこう
で子供こ ど も
たちに教おし
える決き
まりが五いつ
つあり、それは整理せ い り
、整頓せいとん
、清掃せいそう
、清潔せいけつ
、
躾しつけ
である。日本に ほ ん
には、ゴミご み
を出だ
す前、分別ぶんべつ
するという活動かつどう
もある。その活動かつどう
はゴミご み
を減へ
らすという目的もくてき
である。日本に ほ ん
は少すく
なくとも一般的いっぱんてき
に三種類さんしゅるい
の廃棄物はいきぶつ
に分別ぶんべつ
され、
それは燃も
えるゴミご み
、燃も
えないゴミご み
、粗大そ だ い
ごみである。
日本に ほ ん
で勝手か っ て
にゴミご み
を捨す
ててはいけない。ゴミご み
種類しゅるい
によって、出だ
す日ひ
が違ちが
うか
ら。しかしながら、地域ち い き
や都市と し
によっても、ゴミご み
を出だ
す日が違う。ゴミご み
出だ
し日付ひ づ け
に
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 71
守まも
らずに、ゴミご み
を勝手か っ て
に捨す
てる場合ば あ い
はそのゴミご み
が管理人かんりにん
に持も
って行い
かず、そのまま
にされる。外国がいこく
に住す
んでいる日本人にほんじん
はゴミご み
の出だ
し方かた
が日本と違ちが
って、ほとんど驚おどろ
く。
日本に ほ ん
と比べたら、その国くに
の清潔せいけつ
が違ちが
うから。日本人にほんじん
は清潔せいけつ
が大好だ い ず
きで、世界中せかいじゅう
でも
すでに知し
られている。
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA